H. Penanganan berdasarkan kebutuhan pada kelompok lansia dan penyakit kronis Menurut Japanese Red Cross Society dan PMI (2009) penanganan kebutuhan berdasarkan kebutuhan pada kelompok lansia dan penyakit kronis adalah : 1. Penanganan pada kelompok lansia a. Ciri khas lansia dan pengaruh dari bencana 1) Ciri khas lansia dan bencana Kelompok lansia
terbentuk dari setiap individu dengan dipengaruhi
sejumlah unsur, seperti gaya hidup, ciri khas, keluarga, sumber daya sosial dan ekonomi, budaya dan adaptasi, lingkungan, struktur gen, dan seba gianya. a) Ciri khas fisik dan bencana Peningkatan usia adalah sebuah proses yang normal dan fungsi fisiologis menurun secara perlahan-lahan. Pengaruh dari bencana terhadap lansia beragam sesuai dengan fungsi fisiologis yang dimiliki oleh setiap individu. Ciri khas fisik yang disebabkan oleh peningkatan usia adalah : (1) Penurunan
hemostatis.
Hemostatis
adalah
sebuah
fungsi
untuk
mengendalikan dan mempertahankan kondisi dalam tubuh dengan menggunakan segala daya tahan, daya kesiapan, dan daya adaptasi pada saat adanya tekanan dari luar (stresor) yang beraneka ragam. Ketika stresor lansia besar seperti bencana misalnya, maka daya kesiapan dan daya adaptasi menurun dan melemah secara drastis. Karena banyak stresor akan bermunculan pada saat bencana maka diperlukan menghilangkan atau mengurangi stresor dan mempertahnkan fungsi fisik lansia. (2) Penurunan fungsi organ. Efek dari bencana akan berbeda tergantung pada level penurunan fungsi, lansia akan dipersulit oleh adaptasi yang tidak atau
kurang
berfungsi.
Kurangnya
perhatian
pada
lansia
dalam
penanganan daruratpun menjadi penyebab utama terjadinya tidak daat beradaptasi, sehingga menghilangkan kemandirian fisik dari lansia dan mengakibatkan penurunan fungsi tubuh. b) Ciri khas mental dan bencana Bencana akan menjadi pengalam kehilangan bagi lansia. Menurut Bettis bahwa ada proses menua terdapat dua proses yakni proses yang memungkinkan beradaptasi diri pada kehilangan dan proses yang membuat yang bersangkutan sulit beradaptasi diri pada kehilangan. Sootoka berpendapat bahwa lansia merespons pada keadaan kerugian dengan baik, maka pada 1
kehilangan keluarga lansia memperlihatkan pemulihan daripada usia yang lebih muda. Identifikasi, menggali dan mengetahui kondisi mental seperti kegelisahan dan ketakutan pada lansia. c) Ciri khas sosial dan bencana Ada beberapa struktur keluarga yang mempersulit lansia memperoleh keamanan dan bantuan (support) dari orang-orang terdekat. Jika melihat dari sisi ekonomi, penypkong nafkah lansia kebanyakan adalah lansia itu sendiri yaitu bertahan menggunakan upah pensiunan. Kehilangan rumah dan harta akan mengakibatkan kehilangan harapan untuk membangkitkan kehidupan dan harapan untuk masa depan. 2) Lansia dan perawatan dalam keadaan bencana pada masa pasca akut
2. Perawatan didalam siklus bencana a. Lansia dan perawatan dalam keadaan bencana pada masa akut Perioritas pada saat bencana adalah memindahkan lansia ketempat yang aman. Lansia sulit memperoleh informasi karena penurunan pada pendengaran maupun penglihatan. Lansia cenderung memiliki rasa cinta yang dalam pada tanah dan rumahnya, maka tindakan untuk mengungsi cenderung terlambat. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mengetahui keberadaan lansia dan kondisi fisik mereka sebelum melakukan tindakan penyelamatan lansia agar evakuasi dapat dilakukan dengan cepat dan tepat pada saat bencana. Segera dilakukan triase, treatment, dan transportation dengan cepat dapat menuragi komplikasi pada lansia mengingat struktur dan fungsi orga lansia yang sudah mengalami penurunan. b. Lansia dan perawatan dalam keadaan bencana pada masa pasca akut 1) Lansia dan perawatan pada pengungsian Perubahan lingkungan hidup ditempat pengungsian membawa berbagai efek pada lansia. a) Perubahan lingkungan dan adaptasi Lansia adalah objek yang relatif mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Jika kebutuhan dari lingkungan melebihi daya adaptasi yang dimiliki lansia maka
terjadilah
memunculkan
ketidakcocokan
perasaan
yang
(unfit) negatif.
dan
keadaan
Perubahan
tersebut
lingkungan
bisa pasca
bencanadapat membawa beban pearasaan, gangguan tidur dan gangguan ingatan sebagai gangguan fungsi otak sementara. Identifikasi demensia dan 2
penanganan yang tepat melalui pengkjian fungsi kognitif dan perilaku. Perlunya menata lingkungan yang mudah untuk lansia beradaptasi melalui analisis keadaan lingkungan dengan menerapkan pengetahuan keperawatan dan mngetahui pengaruh pada kemandirian dan fungsi or gan lansia. b) Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder Dalam memanajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder pada lansia penting adanya pemanfaatan keterampilan keperawatan dasar seperti observasi, pengukuran dan mendengarkan. Selain itu harus berusaha untuk memulai pemeriksaan kesehatan dan konsultasi kesehatan secepat mungkin untuk mengidentifikasi keadaaan dan kebutuhan kesehatan lansia serta
memungkinkan
mempertimbangkan
untuk
pengobatan
menemukan dan
penyait
manajemen
baru.
penyakit
Penting
kronis
dan
memantau metode pengobatan. c) Mental care Sangat penting adanya upaya untuk memahami ciri khas lansia yang tampak kontradiksi, mendengarkan apa yang lansia ceritakan, membantu lansia mengekspresikan perrasaannya sehingga diharpkan dapat meringankan stres. Secott menjelaskan kemungkinan akan memperkuat reaksi stres dari interaksi antara individu dan lingkungan. Olehkarena itu penting mengatasi berbagai penyebab seperti permasalahan lingkungan hidup yang akan memperburuk stres dan perlu memperhatikan gejala stres.
c. Lansia dan perawatan dalam keadaan bencana pada masa kronis Terdapat 2 kelompok lansia pada fase ini yaitu : 1) Lansia dan perawatan pada kehidupan dirumah sendiri Memberikan informasi mengenai relawan terutama pada keluarga yang memiliki ansia diaman keluarga tersebut memrlukan bantuan orang lain. Selain itu diperlukan koordinasi agar relawan dapat beraktivitas membantu lansia. Mengidentifikasi keadaan dan kesehatan lansia, mempertimbangkan perlu atau tidaknya bantuan dan memfasilitasi lansia dan memberikan sosial support. 2) Lansia dan perawatan pemukiman sementara a) Perubahan lingkungan dan adaptasi Lansia
yang
masuk
ke
pemukiman
semnetara
terpaksa
harus
mengadaptasikan atau harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Jika 3
komunitasnya berubah lansia akan kehilangan bantuan dari orang terdekat atau yang ia kenal, dan sulit menciptakan hubungan yang baru, maka mudah beubah menjadi pergaulan yang dangkal, menyendiri dan terisolasi. Selain itu perlu diperhatikan bahwa kematian karena kecelakaan dapat disebabkan oleh pemukiman sementara itu sendiri. Diperlukan pengkajian lingkungan dari sudut pandang keperawatan dengan mengingat ciri khas lansia lalu melaksanan intervensi seperti mengusulkan pemanfaatan peralatan kesejahteraan dan perbaikan rumah sesuai dengan keadaan masing-masing lansia. b) Manajemen diri sendiri pada penyakit Dalam hal ini penting sekali memberikan informasi mengenai sarana medis terdekat dan membantu untuk membangun hubungan dengan dokter agar proses pengobatan berjalan lancar. Selain itu diperlukan pula adanya pendidikan
kesehatan
untuk
melengkapi
daya
dan
upaya
untuk
mempertahankan kesehatan dengan diri sendiri. 3) Mental care Kegelisahan nyata seperti kehilngan fondasi kehidupan dan masalah ekonomi serta masalah rumah untuk masa depan akan muncul sebagai masalah realistis. Selain itu tekanan mental/stres dari pengalaman yang menakutkan dari bencana, pengalaman kehilangan rumah dan tanah, kelelahan fisik dan mental karena kehidupan ditempat pengungsian yang berlanjut lama, dan perubahan lingkungan dengan pindah rumah, maka dapat menyebabkan depresi pada lansia dengan semua masalah yang ada. Pada fase ini diperlukan upaya berkelanjutan untuk mendengarkan pengalaman dan perasaan dari lansia sebagai bantuan upaya fisik dan mental agar lansia tersebut dapat beristirahat dengan baik. Perlu juga adanyan pendekatan pada lansia yang ssering menyendiri atau bertambah konsumsi rokok dan minuman keras untuk didorong berpartisipasi pada kegiatan yang lebih produktif, misalnya jalan-jalan dan sebagainya. . d. Lansia dan perawatan dalam keadaan bencana pada masa rehabilitasi 1) Rekontruksi kehidupan Pemukiman rekontruksi memiliki keunggulan disisi keamanan dan lingkungan dalam rumah yang dapat meningkatkan kualitas tidur atau istirahat lansia. Keadaan ekonomi lansia tidak hanya secara langsung mempengaruhi mutu 4
kehidupan, tetapi juga bisa mengakibatkan penurunan fungsi fisk, memperburuk penyakit dan memunculkan penyakit baru. Diperlukan melihat penanganan dari pemerintah seperti keringanan dalam biaya sewa dan memberikan bimbingan kehidupan tepat yang sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebiasaan hidup dari lansia. 2) Mental care. Stres terbesar bagi lansia pada saat bencana adalah kematian keluarga dan saudara. Ikeda mengatakan bahwa peranan keluarga sangat penting bagi lansia karena masalahkesehatan paling banyak adalah stres mengenai kehidupan. Selain itu menurut penelitian penurunan self-care lansia seperti kontrol penyakit dan gejala , tindakan untuk mengikuti pemeriksaan dan minum obat upaya untuk kesehatan dan penanganan stres, sejumlah dukungan seperti dorongan mental dan penanganan dari orang terdekat, agama harapankepada kehidupan masa depan dan pemanfaatan pelayanan kesejjahteraan menjadi penyebab utama untuk meningkatkan self-care. e. Lansia dan perawatan dalam keadaan bencana pada masa persiapan 1) Rekontruksi komunitas Diperlukan penyusunan perencanaan bantuan pengungsian yang konkret dan bekerja sama dengan komunitas untuk mengetahui lokasi dimana lansia berada, menetukan orang yang membantu pengungsian, mendirikan jalur penyampaian informasi, menentukan isi dari bantuan yang dibutuhkan secara konkret berdasarkan keadaan fisik masing-masing sebagai kesiapsiagaan pada bencana. 2) Persiapan untuk memanfaatkan tempat pengungsian kesejahteraan Adanya kesejahteraan memanfaatkan
peraturan (tempat
mengenai
pengungsian
saranayang
sudah
penempatan sekunder).
ada
perhatian
“tempat Hal
pengungsian
bermaksud
khusus
seperti
untuk Pusat
Kesejahteraaan Lansia dan Sekolah Luar Biasa (SLB) bagi orang-orang yang membutuhkan
perawatan
jika
UU
penyelamatan
bencana
diterapkan.
Pemanfaatan seperti ini belum pernah ada, namun diperlukan menginspeksi lingkungan tempat pengungsia kesejahteraan dari pandangan keperawatan lansia agar sarana-sarana tersebut bisa segera dimanfaatkan jika terjadi bencana. Selain itu diperlukan upaya untuk menyusun perancanaan pelaksanaan pelatihan praktek
5
dan pelatihan keperawatan supaya pemanfaatan yang realistis dan bermanfaat akan tercapai. 2. Keperawatan Bencana Terhadap Pengidap Penyakit Kronis a. Dampak yang ditimbulkan oleh bencana kepada pengidap penyekit kronis 1) Penyakit kronis mengakibatkan penurunan fisik yan berlangsung dalam jangka panjang, sekaligus menurunkan daya tahan terhadap keadaan kritis, sehingga mudah dirugikan secara fisik karena bencana. 2) Kemungkinan besar penyekit itu kambuh atau menjadi lebih parah ketika hidup dipengungsian atau ketika memulai kehidupan sehari-hari lagi. 3) Bagi yang memiliki resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan yang disebabkan oleh bencana akan menjadi pemicu meningkatnya kemungkinan munculnya penyakit kronis sebagai penyakit dari kebiasaan/gaya hidup b. Ciri Khas dari Pengidap Penyakit Kronis 1) Perubahan struktur kehidupan dan penyekit kronis Istilah “kronis ” memiliki arti “berlangsung lama”, maka penyakit kronis diartikan sebagai “penyakit yang gejalanya tidak keras namun prosesnya lama, sulit diobati, dan membutuhkan pengobatan dalam waktu yang sangat panjang walaupun bersifat bisa disembuhkan. Dikarenakan pola kehidupan berubah, maka meningkat presentase orangorang yang beresiko terkena penyakit kronis disetiap lapisan generasi. Selain itu semakin tua usia seseorang, maka semakin tinggi presentase pengidap penyakit kronis, dan kebanyakan memiliki gejala komplikasi dari beberapa penyakit. Oleh karena itu, orang lansia tidak hanya tinggi persentase pengidap penyakit kronis, tetapi kebanyakan terjangkit beberapa penyakit sekaligus. Perubahan struktur seperti ini sudah meluas diseluruh dunia, maka semakin penting penanganan terhadap penyakit kronis sebagai masalah kesehatan. Dimanapun lokasi bencananya, perawat perlu bertugas dan mengingat keberadaan orang yang mengidap penyakit kronis di semua lapisan generasi dan kemungkinan besar mereka terkena beberapa penyakit termasuk komplikasi. 2) Pengobatan dan perawatan untuk penyakit kronis Kebanyakan metode pengobatan penyakit kronis dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, maka bisa dikatakan bahwa kehidupan itu sendiri merupakan proses pengobatan. Yang paling sering adalah meminum obat-obatan. Namun 6
diperlukan pengobatan yang lain seperti pengobatan melalui makanan (seperti diabetes: membatasi kalori, tekanan darah tinggi: membatasi konsumsi garam, penyakit ginjal: membatasi kensumsi protein), pengobatan melalui oleh raga (untuk obesitas/ kegemukan dan diabetes), pengobatan melalui istirahat (untuk penyakit ginjal, lever, dan jantung) Diharapkan orang yang bersangkutan melakukan melaksanakan metode pengobatan didalam kehidupan dan mengontrolnya, dan dilaksanakan secara terus-menerus. Namun demikian, kebiasaan hidup seperti makan dan kegiatan dipengaruhikuat oleh latar belakang budaya. Peranan utama dari spesialis medis adalah membantu agar orang yang bersangkutan dan keluarganya melaksanakan metode pengobatan didalam kehidupan sehingga mereka bisa melaksanakan manajemen diri sendiri secara subjektif, dan berusaha untuk melakukannya secara rutin. c. Keperawatan kepada pengidap penyakit kronis pada saat bencana 1) Tingkat prioritas saat bencana Ciri Khas
Kelompok
yang
tergolong (1) Kelompok rentan
Dibutuhkan
dalam hal
untuk
pergerakan/bertindak
tubuh
bantuan
Lanjut
menggerakkan penyandang
usia, cacat
fisik, pasien sakit/luka,
pada saat bencana
bayi, anak-anak, pasien penyakit kronis
(2) Kolompok rentan
Dibutuhkan
bantuan
Penyandang
cacat
memahami
fisik/mental,
bayi,
dalam hal adaptasi
untuk
pada saat bencana
kondisi dan mengambil
anak-anak,pengguna
keputusan.
kursi roda dan alat
Dibutuhkan
bantuan pernapasan
buatan,
untuk beradaptasi pada pasien penyakit kronis kondisi yang ada (3) Kelompok rentan
Dibutuhkan
dalam hal informasi
untuk
pada saat bencana
informasi
bantuan
Penyandang
cacat
mendapatkan pendengaran,
petukaran informasi
dan penglihatan,
turis
(wisatawan),
orang
7
asing (tidak ,mengerti bahasa resmi)
2) Sifat rentan dari pengidap penyakit kronis saat bencana 1) Kelompok rentan dalam hal pergerakan/bertindak saat bencana Diantara pengidap penyakit kronis banyak yang terganggu pergerakan tubuh karena kesulitas napas ketika bergerak, kelesuan fisik, gizi buruk, dan rasa lemas yang berat, ada juga yang mengalami penurunan sifat kekebalan terhadap pergerakan tubuh. Pada saat bencana, perlu mengungsi untuk menyelamatkan nyawa atau pindah ketempat pengungsian untuk sementara atau dalam jangka panjang, maka pada saat itu mereka membutukan bantuan pada pergerakan fisik. 2) Kelompok rentan dalam hal adaptasi pada saat bencana Tidak sedikit orang yang berpenyakit kronis dalam jangka panjang sudah memiliki komplikasi, kebanyakan orang seperti ini mempertahankan keadaan penyakit yang terkotrol dengan mengkombinasikan metode pengobatan melalui makanan, olah raga, dan konsumsi obat. Namun demikian
jika
tidak
obat
dan
makanan
yang
sesuai
dengan
pengobatansetelah terjadi bencana, maka tidak akan bisa melakukan metode pengobatan seperti sediakala, sehingga keseimbangan yang diusahakan terkontrol mudah buyar, dan kondisi mudah terganggu. Kerugian dari bencana dan kehidupan di pengungsian yang terlalu lama akan meningkatkan kemungkinan untuk memperparah penyakit kronis secara akut, juga dapat menimbulkan kegelisahan, maka semakin besar beban mental, sehingga efek dari dari kondisi itu muncul sebagai kondisi penyakit kronik yang memburuk. Orang yang mengidap penyakit kronis berada pada kondisi kemampuan adaptasi pada keadaan kritisnya mengalami penurunan, maka mudah terkena dampak fisik daru bencana. d. Keperawatan pada saat bencana pada pengidap penyakit kronis 1) Dukungan perawatan pada fase akut (sampai sekitar 1 bulan setel ah bencana) Yang terpenting pada fase ini adalah berkeliling diantara orang untuk menemukan masalah kesehatan mereka dengan cepat dan mencegah penyakit 8
mereka memburuk. Perawat harus memeriksa dengan seksama sambil mengingat terdapat kemungkinan mereka terjangkit beberapa penyakit termasuk komplikasi pada setiap kelompok usia, karena perubahan lingkungan hidup dipengungsian bisa memperparah penyakit kronis melalui tekanan psikologis dan infeksi. Penanganan yang harus dilakukan segera adalah terhadap pasien dengan gangguan pernapasan yang tidak bisa membawa keluar tabung oksigen, dan terhadap pasien denga terapi dialysis. Selain itu, pasien dapat jatuh pada situasi penyakit yang memb uruk karena peningkatan stress mental yang disertai kegelisahan, susah tidur, atau karena makan yang tidak mencukupi. Penting juga perawat memberikan dukungan pada pasien untuk memastikan apakah mereka diperiksa dokter dan minum obat dengan teratur. Karena banyak obat-obatan komersial akan didistribusikan ketempat pengungsian, maka muncullah resiko bagi pasien yang mengonsumsi obat tersebut tanpa memperhatikan kecocokan kombiansi antara obat tersebut dan obat yang diberikan dirumah sakit. a) Dukungan perawatan bagi pasien diabetes (1) Mengkonfirmasi apakah pasien bersangkutan harus minum obat untuk menurunkan kandungan gula darah (contoh:insulin) atau tidak, dan identifikasikan obat apa yang dimiliki pasien tersebut. (2) Mengkonfirmasikan apakah pasien memiliki penyakit luka fisik atau infeksi, dan jika ada, perlu pengematan dan perawatan pada gejala infeksi (untuk mencegah komplikasi kedua dari penyakit diabetes) (3) Memahami situasi menejemen diri melalui kartu penyakit diabetes (4) Memberikan intruksi tertentu mengenai konsumsi obat, makanan yang tepat, dan memberikan pedoman mengenai manajemen makanan (5) Mengatur olah raga dan relaksasi yang tepat. b) Dukungan perawatan bagi pasien gangguan pernapasan kronis (1) Konfirmasikan volume oksigen yang tepat dan mendukung untuk pemakaian tabung oksigen untuk berjalan yang dimilikinya dengan aman (2) Menghindari narcosis CO2 dengan menaikkan konsentrasi oksigen karena takut terjadi peningkatan dysphemia
9
(3) Mengatur pemasokan tabung oksigen dan transportasi jika pasien tersebut tidak bisa membawa sendiri (4) Membantu untuk manajemen obat dan olah raga yang tepat (5) Mencocokan lingkungan yang tepat (contoh: suhu udara panas/ dingin, dan debu) 2) Dukungan perawatan pada fase kronis sampai fase restorasi (jangka menengah-panjang: sejak 1 bulan sampai 2 atau 3 tahun kemudian) Pada fase bencana ini, pedoman dalam kehidupan, perawatan lingkungan, pencegahan wabah penyakit, dan penanganan pada gejala stress kronis dibutuhkan bagi pasien penyakit kronis untuk mencegah manajemen diri yang tidak teratur, penyakit infeksi, kehidupan yang tidak teratur, penyakit infeksi, kehidupan yang tidak teratur, dan kematian yang tidak diketahui orang lain. Pada fase ini yang terpenting adalah mengunjungi tempat pengungsian dan pemukiman sementara untuk melaksanakan perawatan kesehatan sebagai patrol, dan mengatur kerjasama antara tim medis dan kelompok pendukung. Penting juga membentuk komunitas oada korban dan membantu aktivitas independen mereka seperti penyelenggaraan acara. Dengan ini, bisa mencegah kematian tanpa diketahui orang lain. Pelaku yang melaksanakan manajemen penyakit kronis bukan staf medis, tapi pasien itu sendiri dengan keluarganya. a) Dukungan perawatan bagi pasien diabetes (1) Mendukung manajemen diri seperti makanan dan olah raga (2) Deteksi dini dan pencegahan komplikasi sekunder dari infeksi, serta system peredaran yang disebabkan oleh penyakit diabetes (3) Dukungan psikologis untuk mengurangi stress (termasuk keluarganya) b) Dukungan perawatan bagi pasien gangguan pernapasan kronis (1) Penyesuaian pada lingkungan dan dukungan untuk manajemen diri (2) Dukungan psokologis (3) Kerjasama dengan pemasok mengenai peralatan oxygen walker (4) Mencegah narcosis CO2
10