LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II LAJU INVERSI GULA
Disusun oleh:
Nama NIM Kelompok Tanggal Praktikum Asisten Anggota kelompok
: M. Irvan Maulana : H13112024 : III (Tiga) : : Sony Fajar Jayadi dan Yulia Sartika : 1. Annisa Anugraini 2. Cynthia Adila Arief 3. Desi Noviar 4. Junaini 5. Nurhayatun Nafsiyah 6. Maysarah 7. Sulistiana Ulfah 8. Tiara Mega 9. Tjhia Fu Min
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014
ABSTRAK LAJU INVERSI GULA Telah dilakukan percobaan mengenai laju inversi gula dengan tujuan menentukan tetapan laju reaksi orde pertama dan mempelajari katalisa oleh ion hidrogen, dimana digunakan sukrosa yang kemudian ditambahkan dengan larutan asam klorida sambil diaduk dengan variasi waktu tertentu. Kemudian dihetikan reaksi dengan ditambahkan larutan kalium hidroksida dan reagen seliwanof reagen seliwanof untuk mengidentifikasi adanya fruktosa dan glukosa dalam sampel. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer dan ditentukan nilai k berdasarkan hasil tersebut. Dari hasil percobaan didapatkan panjang gelombang maksimum sebesar 315 nm dengan absorbansi pada variasi waktu yaitu 0, 15 , 30, 45, dan 60 menit masing-masing sebesar 2,122; 2,101; 2,016; 2,096; dan 2,7; dan nilai k sebesar −0.0031. Kata Kunci: Laju inverse gula, laju reaksi, rea gen seliwanof gen seliwanof
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinetika Kimia dan Laju Reaksi Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisik yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi tersebut. Reaksi-reaksi kimia yang ada berjalan sangat cepat, lambat dan sangat lambat. Pengertian kecepatan reaksi digunakan untuk melukiskan kelajuan perubahan keseluruhan dari suatu reaksi yang terjadi (Sastrohamidjojo, 2001). Laju atau kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu. Laju reaksi dapat di nyatakan sebagai laju bekurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya produk (Petruci, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah (Keenan, dkk, 1984): a.
Konsentrasi pereaksi Semakin besar konsentrasi pereaksi, maka tumbukkan yang terjadi akan semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat.
b. Suhu Apabila suhu pada suatu reaksi yang berlangsung di naikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukkan yng terjadi semakin banyak dan menyebabkan laju reaksi semakin cepat atau besar. c.
Tekanan Banyak reaksi melibatkan reaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti itu jika di pengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
d. Katalis Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reksi pada suhu tertentu tanpa mengalami perubahan dari reaksi yang terjadi.
2.2 Spektrofotometri Spektrofotometri adalah pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi hanya oleh sistem kimia sevagai fungsi dari panjang gelombang radiasi. Analisa spektrofotometri menggunakan sumber radiasi yang menjorok ke dalam UV spektrum (Day dan Underwood, 1999). Spektrofotometer menghasilkan sinar spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intesitas cahaya yang ditransmisikan atau diadsorpsi. Pada spektrofotometer, panjamg gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma (Khopkar,2002). 2.3 Reagen Seliwanof Katalis asam merupakan katalis homogeny yaitu katalis yang mempunyai fasa yang sama dengan fasa reaktan atau pereaksi dalam larutan. Ketika larutan fruktosa direaksikan dengan asam klorida dan reagen seliwanof serta dilakukan pemanasan, maka akan terjadi perubahan warna yang semula tanpa warna menjadi berwarna (Syukri, 1999). Reagen seliwanof adalah reagen yang digunakan untuk menandai atau mengidentifikasi adanya fruktosa dalam larutan. Reagen seliwanof dibuat d engan mereaksikan resinol yang dilarutkan dalam asam klorida dan akuades. Pembuatan lareagen ini dilakukan dengan cepat dan segera karena sifat reagen ini mudah teroksidasi dengan udara (Daintith, 1994; Mulyono, 2006).
2.4 Laju Inversi Gula Laju inversi gula adalah laju reaksi hidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan sukrosa. Inversi gula ini terjadi saat sukrosa dihidrolisis dengan bantuan asam. Sukrosa atau yang lebih dikenal gula tebu dapat terhidrolisis dengan bantuan asam atau enzim menghasilkan fruktosa dan glukosa yang sama banyak jumlahnya (Sastrohamidjojo, 2001; Keenan dkk, 1984).
Gula invert adalah gula yang mengandung glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang sama banyak digunakan dalam industri pangan dan farmasi. Dalam industri pangan gula invert digunakan sebagai pemanis, pemberi aroma dan pengawet olahan pangan. Sedangkan dalam industri farmasi, gula invert digunakan sebagai pemanis pada obat bentuk sirup (Razak et al, 2012).
2.5 Analisa Bahan 2.5.1 Akuades (H2O) Akuades merupakan pelarut yang sangat baik, tidak berwarna, netral, temperature stabil pada titik beku, melarutkan banya elektrolit, membeku pada suhu 0oC dan mendidih pada suhu 100oC (Kusuma, 1983). 2.5.2 Asam Klorida (HCl) Asam klorida memiliki titik leleh 114,8o C, titik didih -85o C. HCl adalah gas tak berwarna dan berbau merangsang, berbahaya bila kontak dengan mata dan kulit (Rivai, 1994). 2.5.3 Gula Sukrosa (C12H22O11) Larutan gula sukrosa adalah senyawa yang memiliki rumus molekul C12H22O11. Sekrosa memiliki Mr 342,30 gr/mol, kerapatan 1,587 g/cm3, titik lebur 1860C dan berbentuk kristal (padat) (Basri, 2003). 2.5.4 Kalium Hidroksida (KOH) Kalium hidrosksida merupakan padatan putih yang tak berbau. KOH memiliki titik didih 1389oC dan titik lebur 360oC (Daintith, 1994). 2.5.5 Reagen Seliwanof Reagen seliwanof adalah reagen yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fruktosa dalam larutan (Daintith, 1994).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan Waktu
Sukrosa
HCl
KOH
Perubahan warna
Absorbansi
(s)
(ml)
(ml)
(ml)
0
10
10
10
Kuning pucat
2,122
900
10
10
10
Kuning pucat
2,101
1800
10
10
10
Kuning pucat
2,016
2700
10
10
10
Kuning pucat
2,096
3600
10
10
10
Kuning pucat
2,7
4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisis Prosedur Percobaan ini dimulai dengan dibuatnya larutan sukrosa, diamana sebanyak 50 gram sukrosa dilarutkan dalam 100 ml air. Campuran ini diaduk untuk memperbesar atau tumbukan yang terjadi antara partikel zat terlarut sehingga mampu meninggkatkan laju reaksi yang terjadi. Selanjutnya dibuat larutan asam klorida 1 M dengan mengencerkan 8,29 ml HCl 12,063 M dalam akuades dan ditepatkan hingga 100 ml. Dibuat pula larutan KOH dengan melarutkan 5,6 gram padatan kalium hidroksida dalam akuades dan ditepatkan hingga 100 ml. Pada saat KOH dilarutkan dalam akuades, larutan berasa panas. Hal ini menunjukan bahwa reaksi berjalan dengan melepaskan kalor atau biasa disebut sebagai reaksi eksoterm. Percobaan ini bertujuan untuk mengamati pengaruh variasi waktu terhadap laju reaksi inversi sukrosa, yang mana sukrosa yang digunakan dilarutkan dengan akuades, dilakukannya pelarutan ini menyebabkan kemampuan dextrorotary pada sukrosa berkurang, sehingga menyebabkan hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Hidrolosis dengan menggunakan air berjalan dengan lambat, untuk mempercepat reaksi maka ditambahkan dengan katalis. Katalis merupakan zat yang mempengaruhi kecepatan reaksi tanpa mengalami perubahan secara kimia pada akhir reaksi. Katalis bekerja dengan jalan menurunkan energi aktivasi sehingga mengubah mekanisme reaksinya. Energi aktivasi yang rendah tentu saja akan mempercepat proses pembentukan produk. Katalis yang digunakan adalah asam klorida (HCl). Asam klorida digunakan karena glukosa dan fruktosa setabil dalam suasana asam dan kurang srabil dalam suasana basa. Peristiwa larutan sukrosa yang dihidrolisis dengan asam ini dikenal sebagai inversi gula. Sukrosa merupakan zat optik aktif yang memutar bidang polarisasi cahaya kearah kanan (dextrorotary), yang sifatnya akan berkurang bila sukrosa dilarutkan dalam air, dan akhirnya bidang polarisasi cahaya sedikit berputar ke kiri (fessenden
dan
Fessenden,
1994).
Lamanya
proses
hidrolisis
sukrosa
ini
divariasiakan. Pada erlenmeyer 1, 2, 3, 4 dan 5 berturut-turut selama selama 0, 15, 30, 45 dan 60 menit. Tujuan dilakukannya variasi waktu hidrolisis adalah untuk membandingkan terhadap masing-masing sampel hasil hidrolisisnya, dengan harapan semakin lama waktu hidrolisisnya, maka akan semakin banyak fruktosa yang terbentuk. Selain itu juga ditujukan untuk memperoleh variasi data pembanding sehingga data yang diperoleh memiliki presisi dan akurasi yang baik. Adapun reaksi hidrolisis sukrosa adalah sebagai berikut:
Gambar 4 1. Reaksi hidrolisis sukrosa
Larutan yang telah dihidrolisis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, ditambahkan kalium hidroksida yang bertujuan untuk menghentikan kerja katalis HCl dengan membentuk garam KCl yang mana tidak menggangu H+ dan OH-. Sukrosa terhidrolis ini kemudian dengan reagen seliwanoff. Reagen seliwanoff merupakan reagen spesifik yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan adanya sukrosa dan fruktosa. Oleh sebab itu dalam percobaan ini tidak digunakan reagen lain misalnya burnowf. Reagen ini bersifat umum untuk mendeteksi keberadaan karbohidrat dan tidak spesifik seperti reagen seliwanoff. Pada saat ditambahan dengan reagen, masing-masing larutan memiliki intensitas warna merah bata yang berbeda. Warna merah bata yang dihasilkan disebabkan karena reagen seliwanoff membentuk senyawa kompleks dengan gula terhidrolisis. Penambahan reagen juga dilakukan secara berlebihan dengan tujuannya adalah untuk memperlihatkan konsentrasi sukrosa yang terhidrolisis dengan adanya variasi waktu. Semakin lama waktu hidrolisis, maka akan semakin pekat warna yang dihasilkan (bening menjadi merah bata). Adapun reaksi antara reagen seliwanoff dengan sukrosa adalah sebagai berikut.
Gambar 2. Reaksi reagen saliwanoff dengan sukrosa Percobaan selanjutnya adalah mengukur absorbansi dari larutan sukrosa terhidrolisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UVVis merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra-violet dan sinar tampak. Spektrofotometer UV/VIS merupakan alat yang digunakan untuk menggukur transmitan, reflektansi, adsorbansi, sebagai fungsi dari suatu panjang gelombang.
Spektrofotometer ultra violet yang dipakai untuk aplikasi kuantitatif menggunakan radiasi dengan panjang gelombang 200-780 nm. Molekul yang dapat memberikan absorbsi yang bermakna pada panjang gelombang 200-780 nm adalah molekulmolekul yang mempunyai gugus kromofor dan gugus auksokrom. Prinsip kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pada spektrofotometer.
4.2.2 Analisis Hasil Orde reaksi adalah bilangan pangkat yang menyatakan hubungan konsentrsi zat dengan kecepatan reaksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan atau laju reaksi adalah konsentrasi. Percoabaan ini ditujukan untuk menentukan tetapan laju reaksi orde pertama dengan variasi konsentrasi. Nilai konsentrasi ini diukur berdasarkan besarnya
absorbansi sukrosa terhidrolisis dengan menggunakan
spektrofotometer. Spektrofotometri merupakan salah satu cabang analisis instrumental yang mempelajari interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik dapat berupa hamburan, absorpsi, emisi. Pada analisis ini ditentukan besarnya absorbansi larutan terhadap fungsi panjang gelombang. Berdasarkan analisis spetrofotometri, besarnya absorbansi sukrosa terhidrolis di ukur pada panjang gelombang maksimum. Hal ini dilakukan karena pada panjang gelombang maksimum, besarnya konsentrasi dari larutan dianggap paling besar. Untuk itu perlu dilakukan scaning pada larutan yang memiliki waktu hidrolisis paling lama. Pengukuran ini dilakukan pada rentang panjang gelombang 400-600 nm dengan jarak pengukuran 5 nm. Dari hasil pengukuran diperoleh besarnya absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 355 nm dengan absobansi 2.994. Besarnya absorbansi larutan pada gelombang maksimum dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hubungan ln X (t) menit
[]
terhadap t (waktu)
[]
Absorbansi
[A] [A]0
Y (ln
0
2,122
1
0
15
2,101
0.99
-0.01
30
2,016
0.95
-0.05
45
2,096
0.98
-0.02
60
2,7
1.27
0.24
)
Berdasarkan teori yang ada diketahui bahwa besarnya absorbansi sebanding dengan lamanya waktu hidrolisis sukrosa. Semakin lama waktu hidrolisis, maka akan semakin besar konsentrasinya. Peningkatan konsentrasi ini ditunjukan dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah bata. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer, dimana konsentrasi akan berbanding lurus dengan besarnya absorbansi. Namun berdasaran percobaan yang telah dilakukan peningktan konsentrasi tidak sebanding dengan besarnya absorbansi. Dari tabel diatas, besarnya absorbansi cenderung naik turun. Kesalahan ini dapat disebabkan karena waktu hidrolisis ataupun volume hidrolisis yang kurang tepat, atau dapat disebabkan karena kesalahan prosedur lainnya. Kesalahan ini tentu saja akan mempengaruhi data secara keseluruhan sehingga grafik yang digunakan untuk menentukan konstanta distribusi larutan tidak sesuai dengan teori yang ada. Berdasarkan literatur yang ada, grafik yang terbentuk adalah berupa garis linier yang []
menunjukan bahwa waktu (t) berbanding lurus dengan ln [
]
. Namun dari hasil
percobaan, kurva yang diperoleh tidak tepat linier.. Hal ini disebabkan karena adanya
kesalahan prosedural. Dari grafik diperoleh y = 0.0031x – 0.062. dengan regresi R² = 0,3982. Dengan demikian orde reaksi satu pada larutan tidak dapat dibuktikan. Hal ini disebabkan karena diperoleh kurva yang tidak linier.
PERHITUNGAN 1. Pembuatan Larutan HCl 1 M Dik.
M1 = 1 M V1 = 100 ml M2 = 12, 063 M
Dit.
V2 = ?
Jawab: M × V = M × V
V = V =
M × V M 1 M × 100 ml 12, 063 M
V = 8,29 mL
2. Pembuatan Larutan KOH 1 M Dik.
M=1M V = 100 ml Mr KOH = 56,1056 g/mol
Dit.
massa = ?
Jawab: M =
massa =
×
M × Mr × V 1000 g × 100 ml mol 1000
1 M × 56,1056 massa = massa = 5,6 g
3. Konsentrasi Sukrosa Dik.
m = 50 g
V = 100 ml Mr sukrosa = 342,30 g/mol Dit.
M=?
Jawab: M =
M=
×
50 g
1000 × g 100 ml 342,30 mol
M = 1.46 M
4. Penentuan Konstanta Laju Reaksi a. T = 0 menit, A = 2.122 A˳ = 2.122
ln
[A] [A ]
= −kt
[A] 2.122 = =1 [A ] 2.122 ln ln
[A] [A ]
= ln 1
[A] =0 [A ]
b. T = 15 menit, A = 2.101 A˳ =2.122
ln
[A] = −kt [A ]
[A] 2.101 = = 0.99 [A ] 2.122 ln
[A] = ln 0.99 [A ]
ln
[A] = −0.01 [A ]
c. T = 30 menit, A = 2.016 A˳ = 2.122
ln
[A] = −kt [A ]
[A] 2.016 = = 0.95 [A ] 2.122 ln ln
[A] [A ] [A] [A ]
= ln 0.95 = −0.05
d. T = 45 menit, A = 2.096 A˳ = 2.122
ln
[A] = −kt [A ]
[A] 2.096 = = 0.98 [A ] 2.122 ln ln
[A] [A ] [A] [A ]
= ln 0.98 = −0.02
e. T = 60 menit, A = 2.7 A˳ = 2.122
ln
[A] [A ]
[A] [A ] ln ln
=
[A] [A ]
= −kt 2.7 2.122
= 1.27
= ln 1.27
[A] = 0.24 [A ]
Tabel 1. Hubungan ln
[]
terhadap t (waktu)
[]
[A]
X (t) menit
Y (ln
[A]0
0
1
0
15
0.99
-0.01
30
0.95
-0.05
45
0.98
-0.02
60
1.27
0.24
)
Y-Values 0.3 0.25 0.2 e l t i T s i x A
0.15
y = 0.0031x - 0.062 R² = 0.3982
0.1
Y-Values Linear (Y-Values)
0.05 0
-0.05
0
10
-0.1
ln
[A] = −k t [A]0
y = mx + c y = 0.0031x – 0.062
m = −k = −0.0031 k = 0.0031
20
30
40
Axis Title
50
60
70
DAFTAR PUSTAKA
Basri, S. 2003. Kamus Lengkap Kimia. Rineka Cipta. Jakarta. Daintith, J. 1994. Oxford: Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta. Day, R.A dan Underwood, A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Fairus, S; Haryono; Miranthi, A dan Aprianto, A. 2010. Pengaruh Konsentrasi HCl dan Waktu Hidrolisis Terhadap Perolehan Glukosa Yang Dihasilkan Dari Pati Biji Nangka. ISSN 1693-4393. Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Keenan, C.W; Kleinfelter, D.C; dan Underwood, J.S. 1984. Kimia untuk Universitas. Erlangga: Jakarta. Khopkar, S.M. 2004. Pengantar Kimia Analitik. Erlangga. Jakarta. Kusuma, S. 1983. Pengetahuan Bahan-Bahan. Erlangga. Jakarta. Mulyono. 2006. Kamus Kimia. Bumi Aksara. Jakarta. Petrucci, R.H. 1987. Kimia Dasar. erlangga. Jakarta. Razak, A.R; Ketut, N.S dan Rahmat, B. 2012. Optimasi Hidrolisis Sukrosa Menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat . Jurnal Natural Sciense. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Tadulako. Palu. Rivai, H. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Erlangga. Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2010. Kimia Dasar. UGM-Press. Yogyakarta. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung.
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, botol semprot, bulb, erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, spatula, stopwatch dan spektofotometer. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, asam klorida, kalium hidroksida, sukrosa dan reagen selliwanof. 3.2 Prosedur Kerja Gula Ditimbang 50 gr Dilarutkan dalam 100 mL air suling Dilakukan penyaringan bila larutan tidak jenuh Diambil 25 mL Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Ditambahkan larutan asam klorida dan dijalankan stopwatch Diaduk larutan sampai merata Dihentikan reaksi dengan menambah basa. Ditambah pereaksi reagen seliwanof Larutan gula + HCl + basa + pereaksi seliwanof Diukur absorbansi dengan spektrofotometer Sesudah periode 120 menit, dipanaskan selama 20 menit Didinginkan kembali dan dilakukan pengukuran lagi Dicatat yang terakhir ini sebagai pengukuran pada t tak hingga Hasil produk
3.3 Rangkaian Alat
Gambar 3.3.1 spektrofotometer Keterangan gambar: 1. Tempat kuvet 2. Display digital 3. mode indikator 4. Mode pilihan 5. Tombol pengurangan 6. Tombol untuk scaning
7. Tombol untuk mencetak 8. pengatur panjang gelombang 9. pengatur transmitan/absorbansi 10. Tombol power/ pengator nol 11. pengatur filter
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat. Di Indonesia kebutuhan gula masyarakat dipenuhi oleh produsen lokal dan produsen luar negeri. Selama ini masyarakat mengenal bahwa gula merupakan hasil pengolahan dari batang tebu. Hidrolisis pati yang berasal dari bagian tumbuhan lain misalnya biji nangka dapat dihasilkan gula. Gula yang dihasilkan dari proses hidrolisa tersebut disebut sirup glukosa (Fairus, et al, 2010). Dalam percobaan ini akan dilakukan penentuan tetapan laju orde pertama dan mempelajari katalisa oleh ion hidrogen pada larutan gula tersebut yaitu sukrosa serta dilakukan identifikasi adanya glukosa dan fruktosa yang ditambahkan dengan suatu reagen yang disebut reagen seliwanof.
1.2 Prinsip Percobaan Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan tetapan laju reaksi orde pertama, yaitu pada reaksi hidrolisis larutan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis. Dimana, dengan mengukur absorbansi larutan pada tiap satuan waktu tertentu. Reaksi hidrolisis ini dipercepat dengan bantuan katalis ion hidrogen dari suatu asam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: C12H22O11 + H2O Sukrosa
H+
C6H12O6 + C6H12O6 glukosa
fruktosa
1.3 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan tetapan laju reaksi orde pertama dan mempelajari katalisa oleh ion hidrogen [H+ ].