ESSAY
Ketimpangan dalam Arus dan Isi Informasi dalam Komunikasi Internasional
Makalah ini disusun untuk memenuhi pemilaian Ujian Tengah S emester (UTS) Komunikasi Internasional
Dosen: Yoki Wijaya
Oleh:
Siti Octrina Malikah 209000061
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA 2011
Posisi
berdiri saya dalam menjawab pertanyaan:
µapakah ada ketimpangan dalam hal arus dan isi informasi dalam Komunikasi Internasional?¶ sangat
jelas
yaitu
saya
sepakat
bahwa
ketimpangan, baik arus maupun isi informasi, memang ada dan bahkan kerap terjadi. Rezim globalisme
yang
internasional
berlangsung
saat
ini
telah
di
dunia
menempatkan
komunikasi internasional sebagai hal yang sangat penting. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa komunikasi internasional sebagai strategi untuk mempengaruhi pihak lain memang
kerap
menimbulkan
ketimpangan,
terlebih jika dikaitkan dengan power . Essay ini, dengan sajian data dari berbagai sumber yang mendukung analisa, hadir mewakili analisa saya terhadap fenomena ketimpangan arus dan isi informasi
dan
bagaimana
globalisme
mempengaruhi hal t ersebut.
Gerhard Maletzke, dalam bukunya Intercultural and International Communications, menyatakan bahwa komunikasi internasional adalah proses komunikasi antar berbagai Negara atau bangsa yang melintasi batas-batas Negara di mana komunikasi ini tercermin 1
dalam diplomasi dan propaganda, dan seringkali berhubungan dengan situasi intercultural .
Davidson dan G eorge (2002:433) (2002:433) menyatakan ³By international political communication, we refer to the use of communication by the national states to influence the politically relevant behavior in other national states.´ Dapat dimasukkan dalam pengertian ini adalah segala bentuk kegiatan seperti propaganda, informasi, diplomasi dan pertahanan keamanan suatu Negara.
1
2
Mohammad Shoelhi, Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), hlm.2-4. 2 Ibid
Segala aspek yang diangkat pada dua pendapat ahli di atas jika dikaitkan dengan konsep power maka Negara-negara dengan kekuatan, baik ekonomi maupun politik, yang lebih besar (North) North) akan mampu melakukan fungsi diplomasi, propaganda, dan informasi dengan lebih hegemonis dibandingkan Negara-negara dengan kekuatan yang lebih kecil ( South). South). Ketimpangan arus dalam hal ini adalah ketika Negara Selatan menerima informasi lebih banyak dari Negara Utara daripada sebaliknya. Ketimpangan inilah yang bisa menciptakan disinformasi komunikasi internasional. Lucky Madikiza dan Elirea Bornman menjelaskan perkembangan komunikasi internasional di rezim globalisasi (global (global communication) communication ) melalui tulisan mereka yang berjudul International Communication: Shifting Paradigms, Theories and Foci of Interest. Mereka menjelaskan
bahwa
pada
periode
penjajahan
Negara-negara
Eropa
superpower
mengembangkan teknologi komunikasi, media, dan pemanfaatan agensi berita internasional untuk mempertahankan dan memperkuat pengaruh, mengatur daerah koloni dan imperialis, dan pastinya untuk menerapkan western-isasi western-isasi dan Europe-isasi Europe -isasi di dunia internasional. Negara-negara kuat ini juga menyadari pentingnya opini dan propaganda publik (terutama saat perang) seperti penggunaan radio dalam menyebarluaskan ideologi liberalisme, komunisme, fasisme, dan lain-lain untuk menciptakan pergerakan revolusioner ataupun pembentukan gerakan trans-nasional. Global communication memperikan peluang bagi trans-national trans-national corporations (TNCs) yang memungkinkan mereka untuk memasuki pasar-pasar potensial yang ada sekaligus menyebarkan pemahaman internasionalisasi dan liberalisasi ekonomi. Hal ini memberi keuntungan lebih bagi Negara-negara dengan ekonomi maju karena produk yang mereka tawarkan ke pasar akan mempunyai daya tarik lebih, baik harga maupun kualitas, dibandingkan Negara-negara berkembang yang efesiennsi teknologi produksinya masih rendah. Melalui komunikasi internasional, tingkat keterkaitan antar Negara telah memperkecil peran pemerintah dalam berbagai bidang kehidupan karena pemerintah tidak lagi mampu untuk meninjau segala sesuatu dikarenakan batas Negara yang semakin kabur. Dalam komunikasi internasional, besar kekhawatiran untuk terciptanya gap di antara Negara di dunia akibat dari globalisasi yang mempunyai kemampuan untuk memarjinalisasi dan membentuk forgotten groups, groups , seperti yang telah saya jelaskan di awal, karena kebebasan informasi bisa memberikan peluang hegemoni bagi Negara-negara yang mempunyai power lebih besar.
Ketimpangan arus informasi ini bisa dijelaskan lebih lanjut melalui tulisan Stacey K. Sowards,
TV M TV
Asia: Localizing the Global
edia, M edia,
yang menonjolkan betapa industri-
industri media Amerika telah menguasai pasar Asia sehingga meningkatkan keingintahuan remaja sebagai konsumen utama atas budaya-budaya pop Amerika. Melalui MTV Asia, sangat terlihat usaha untuk memanifestasikan budaya pop Amerika di berbagai Negaranegara Asia, termasuk Asia Tenggara dan Indonesia, antara lain dengan adanya program pencarian VJs (video (video jockeys) jockeys) di Asia Tenggara, Asia¶s Top 20 Hitlist , dan acara lainnya yang membentuk kolonialisme budaya budaya Amerika di tanah Asia. Ada beberapa akibat yang ditimbulkan dari hadirnya MTV yang berhasil menarik perhatian sekian banyak audiens melalui program-programnya yang Amerika-sentris di berbagai Negara di luar Amerika.
Pertama,
MTV telah menciptakan industri musik yang membentuk
stereotype bahwa untuk menjadi terkenal di masyarakat harus mengudara melalui program MTV dan memang pada kenyataannya Jones (1992) dan Shuker (1994) menyatakan bahwa MTV paling mampu mengorbitkan artis-artis ternama. Banks (1997) (1997) menyatakan bahwa 90% video yang ditayangkan di MTV adalah video-video artis non-Asia, maka dapat disimpulkan bahwa Asia Tenggara akan selalu tersisih ketika disandingkan dengan artis-artis dari Amerika ataupun Eropa. Kemudian, para artis lokal menyingkirkan idealisme ke-lokal-an mereka dan mulai meniru segala sesuatu yang dimiliki art is Amerika dan Eropa a gar music mereka mau didengarkan oleh masyarakat. Hal ini jelas membuktikan adanya ketimpangan arus informasi antara Negara Utara dengan Negara Selatan yang terlihat sederhana namun sebenarnya sangat mengakar sehingga mampu mengikis nilai-nilai kebudayaan Negaranegara Selatan. Adanya ketimpangan isi dalam komunikasi internasional dijabarkan oleh Anthony R. Dimaggio melalui bukunya mengenai Doctrine of
ass M edia edia M ass
edia M edia
and M ass ass Propaganda, terutama pada chapter 8
and State: Hailing Humanitarianism, Dismissing Disaster,
ketika ia mengangkat hampir seluruh mainstream media selalu memberitakan betapa heroik dan pentingnya keterlibatan AS dalam upaya demokratisasi Irak. Beberapa media yang memberitakan hal tersebut antara lain Newsweek, Washington Times, Fox News, New York Times, dan lain-lain. Media-media di atas akan lebih mengekspos berapa banyak tentara AS yang gugur ketika b erjuang dibandingkan berapa banyak rakyat Irak yang mati sia-sia sia-sia karena kericuhan tersebut. Namun di sisi lain, Al-Jazeera menayangkan berita-berita di luar mainstream media kebanyakan di mana mereka turut mengekspos dari sudut pandang rakyat Irak. Sebuah studi statistik media yang dilakukan oleh School of M edia edia and Public Affairs,
George Washington University, selama 600 jam terhadap segmen acara Fox News, ABC, dan CNN International dari 20 Maret hingga 9 April 2003 hanya 13,5% dari lebih kurang 1700 pemberitaan mengenai intervensi AS di Irak yang memberitakan korban sipil dari masyarakat Irak sementara sisanya memberitakan tentara AS. Berbeda dengan Associated Press yang memberitakan bahwa 3663 3663 masyarakat Irak telah t ewas selama 6 bulan terakhir. Setelah melakukan analisa dari berbagai literatur yang menyediakan informasi aktual tentang ketimpangan arus dan isi informasi dalam komunikasi internasional maka dapat disimpulkan bahwa ketimpangan-ketimpangan tersebut memang ada. Baik ketimpangan arus yang tidak seimbang antara Negara Utara dengan Negara Selatan maupun ketimpangan isi informasi antara media yang satu dengan media lainnya dalam menyikapi suatu kejadian. kejadian. Referensi
Dimaggio, R. Anthony. 2009.
ass M edia, edia, M ass ass M ass
Propaganda: Examining American News in
the µWar on Terror¶. London: Lexington Books. Held, David. 2004. 2004. A Globalizing World? Culture, Economics, Politics. London: Routledge Madikiza, Lucky & Elirea Bornman. 2007. International Communication: Shifting Paradigms, Theories, anf Foci of Interest. Routledge: Communication Volume 33 (hlm. 1144) Nye, S. Joseph. 2004. Power in a Global Information Age: from Realism to Globalization. Globalization . London: Routledge Shoelhi Mohammad. 2011. Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Sowards, K. Stacey. 2003.
TV M TV
Asia: Localizing the Global M edia. edia. Dalam Lee Artz dan
Yahya R. Kamalipour (Eds.). The Globalization of Corporate 244). New York: State University of New York Press.
edia M edia
Hegemony (hlm. 229-