KEJANG DEMAM PENDAHULUAN Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak. Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi. Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian. DEFINISI Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
1
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. (1) Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam menurut Lumban Tobing (2005) : 1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme 3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.(2) EPIDEMIOLOGI Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki
KLASIFIKASI (1, 3) 1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) 2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.(1, 4)
Kejang demam kompleks
2
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: 1. Kejang lama > 15 menit 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(1, 4) FAKTOR RESIKO a) Demam 1. Demam yang berperan pada KD, akibat: • Infeksi saluran pernafasan • Infeksi saluran pencernaan • Infeksi saluran air seni • Roseola infantum • Paska imunisasi 2. Derajat demam: • 75% dari anak dengan demam ≥ 390C • 25% dari anak dengan demam > 400C b) Usia 1. Umumnya terjadi pada usia 6 bulan – 6 tahun 2. Puncak tertinggi pada usia 17 – 23 bulan 3. Kejang demam sebelum 5 – 6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP 4. Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+). c) Gen 1. Risiko meningkat 2 – 3x bila saudara kejang demam 2. Risiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang demam (5)
PATOFISIOLOGI
3
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat pada permukaan sel . Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya : a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Demam
4
(Kenaikan suhu tubuh 1 ͦ C) Metabolisme basal Meningkat ( 10 % – 15 % )
Kebutuhan O2 meningkat ( ± 20% )
Perubahan Keseimbangan ( Membran Sel Neuron ) Difusi melalui membrane ( Ion K+ --------- Ion Na+ ) Lepas Muatan Listrik KEJANG (Skema 1. Mekanisme terjadinya kejang demam) Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
5
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. DIAGNOSIS Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24jam interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media
akut/OMA, dll) Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hiposemia,
asupan yang kurang dapat menyebabkan hipoglikemia. Pemeriksaan fisik Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, subu tubuh: apakah
terdapat demam Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique ,
Laseque Pemeriksaan nervus kranial Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubuh – ubuh besar (UUB)
membonjol, papil edema. Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflekx fisiologis, reflekx patologi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.
6
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada : - Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan - Bayi usia 12 – 18 bulan : dianjurkan - Bayi usia >18 bulan tidak rutin dilakukan Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG
masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Pencitraan (CT-scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi,
misalnya: - Kelainan -
neurologi
fokal
yang
menetap
(hemiparesis)
atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,spastisitas) Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil). (6)
DIAGNOSIS BANDING a. Meningitis b. Ensefalitis c. Epilepsi d. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit. (5) PENATALAKSANAAN Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
7
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Kejang Diazepam rectal (Evaluasi 5 menit) Kejang (+)/dirumah sakit/IV line (-) Diazepam rektal (Evaluasi 5 menit) Kejang (+) Kecepatan 0,5-1 mg/mm (3-5menit) (Dapat terjadi depresi pernapasan) (Evaluasi 5 menit) Kejang (+) Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB/kali Kecepatan 1 mg/kgBB/menit (Evaluasi 5 menit) Kejang (+) Transfer ke ICU/PICU
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,30,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
8
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.(1) Pemberian obat pada saat demam Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam(3), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. (1)
Antikonvulsan Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (1, 3) Edukasi pada orang tua Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
9
1. 2. 3. 4.
Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. Memberitahukan cara penanganan kejang Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping(1)
KOMPLIKASI 1. Kerusakan sel otak 2. Risiko kejang atipikal apabila kejang demam sering berulang
(6)
PROGNOSIS Prognosis umumnya dubia ad bonam, namun sangat tergantung dari kondisi pasien saat tiba, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. (6)
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.(1)
Kemungkinan berulangnya kejang demam Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah : 1. Riwayat kejang demam dalam keluarga 2. Usia kurang dari 18 bulan 3. Temperatur yang rendah saat kejang 4. Cepatnya kejang setelah demam
10
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (1, 4)
KESIMPULAN Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektaldiatas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada anak yang berumur 6 bulan - 5 tahun. Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat kejang demamkeluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik.Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpagerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan80 % diantara seluruh 11
kejang demam. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) adalah kejang dengan salah satu ciri berikut :a. Kejang lama lebih dari 15 menit. b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapatdikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratoriumyang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.
2.
Kejang demam dan penatalaksanaannya. 2009. In: Berita Ilmu Keperawatan. [143-6].
3.
Febrile Seizures: Clinical Practice Guideline for the Long-term Management of he Child With Simple Febrile Seizures. American academy of pediatric. 2008;121:1281-5.
4.
Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures : Risks, Evaluation, and Prognosis. American Family Physician. 2012;85:150-3.
5.
Paduan Praktis Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
12
6.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
13