BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kebijakan K3
Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua system manajemen seperti Manajemen Lingkungan, Manajemen mutu dan lainnya. Kebijakan merupakan roh dari semua system, yang mampu memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu usaha. Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerja sama semua pihak. Setiap peserta diberi arahan dan pemikiran yang akan membantunya me mbantunya mencapai sasaran dan hasil. Setiap kebijakan mengandung sasaran jangka panjang dan ketentuan yang harus dipatuhi setiap kategori fungsionaris perusahaan (Direksi, Manajer, Penyelia, dan Mandor). Kebijakan K3 (OH&S Policy) merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja. Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik. Namun demikian, suatu kebijakan hendaknya jangan hanya bagus dan indah diatas kertas tetapi tidak ada implementasi atau tindak lanjutnya sehingga akan sia-sia belaka. Tanpa adanya kebijakan yang dilandasi dengan komitemen yang kuat, apapun yang direncanakan tidak akan berhasil dengan baik. Frank Bird dalam bukunya “Commitment”, menyebutkan bahwa komitmen adalah niat atau tekad untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk mencapai tujuan. Tekad dan keinginan tersebut, akan
tercermin dalam sikap dan tindakannya tentang K3. Tanpa komitmen dari semua unsure dalam organisasi, khususnya para pimpinan, pelaksanaan K3 tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekedar diucapkan atau dituangkan dalam tulisan dan instruksi, tetapi harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan dan sikap sehari-hari. Berbagai bentuk komitmen yang dapat diwujudkan oleh pimpinan dan manajemen dalam K3 antara lain:
Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi, seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratkan K3 lainnya.
Memasukkan K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan pertemuan lainnya.
Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti pertemuan keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja, petemuan audit K3.
Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3. Kebijakan K3 harus tertulis dan formal karena: 1. Kebijakan K3 sebagai pedoman kerja sehari-hari.
2. Mempermudah pelaksanaan dan pengawasannya. 3. Mempermudah pekerja untuk mengikuti ketentuan dan peraturan K3 (hak dan kewajiban). 4. Kebijakan K3 menjadi pedoman dalam menyusun peraturan K3 perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penyusunan (perumusan), penetapan, dan penyebarluasan kebijakan K3 yaitu: 1. Singkat, mudah dimengerti, disetujui oleh manajemen tertinggi dan diketahui oleh semua tenaga kerja dalam organisasi. 2. Pernyataan kebijakan harus diformulasikan dan dirancang dengan jelas agar sesuai dengan organisasi. 3. Tertulis dan mencakup rencana organisasi untuk memastikan adanya K3. 4. Mengalokasikan berbagai tanggungjawab terhadap K3 dalam perusahaan. 5. Memberikan informasi kebijakan untuk diketahui tiap tenaga kerja, supervisor, dan manajer. 6. Menetapkan bagaimana cara mengatur pelayanan kesehatan kerja. 7. Menetapkan tindakan-tindakan yang diambil untuk surveilans kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja. 8. Kebijakan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan misi dan visi organisasi
sebagai
suatu
dokumen
yang
mencerminkan
nilai-nilai
keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan. 9. Kebijakan tersebut juga harus menegaskan tugas dan tanggungjawab pimpinan departemen atau tim K3 sebagai penggerak utama didalam proses menterjemahkan tujuan-tujuan kebijakan K3. 10. Dicetak ke dalam bahasa atau media yang mudah dimengerti oleh tenaga kerja. Bila kemampuan baca rendah, ddapat digunakan bentuk komunikasi non verbal. 11. Dokumen ini harus diedarkan sehingga setiap tenaga kerja mempunyai kesempatan mengenalnya.
12. Kebijakan ini sebaiknya dipajang di tempat kerja sebagai pengingat untuk semua orang. 13. Kebijakan ini juga dikirimkan ke semua kantor manajemen agar para manajer ingat akan kewajiban mereka terhadap aspek-aspek penting pelaksanaan perusahaan. 2.2 Kriteria Kebijakan K3
Suatu kebijakan K3 yang baik disyaratkan memenuhi criteria sebagai berikut: 1. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 organisasi Kebijakan K3 adalah perwujudan dari visi dan misi suatu organisasi, sehingga harus disesuaikan dengan sifat dan skala organisasi. Kebijakan K3 tentu berbeda antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung sifat dan skala resiko K3 yang dihadapi, serta strategi bisnis organisasi.
2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan Dalam kebijakan K3 harus tersirat adanya komitmen untuk peningkatan berkelanjutan. Aspek K3 tidak statis, karena berkembang sejalan dengan teknologi, operasi dan proses produksi. Karena itu, kinerja K3 harus terus menerus ditingkatkan selama organisasi beroperasi.
Komitmen
untuk
peningkatan
berkelanjutan
akan
memberikan dorongan bagi semua unsure dalam organisasi untuk terus-menerus meningkatkan K3 dalam organisasi.
3. Termasuk
adanya
komitmen
untuk
sekurangnya
memenuhi
perundangan K3 yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi
Hal ini berarti bahwa manajemen akan mendukung pemenuhan semua persyaratan dan norma K3, baik yang disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk praktis atau standar yang berlaku bagi aktivitasnya.
4. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara Kebijakan K3 harus didokumentasikan artinya bukan hanya dalam bentuk ungkapan lisan atau persyaratan manajemen, tetapi dibuat tertulis sehingga dapat diketahui dan dibaca oleh semua pihak berkepentingan.
Disamping
itu
kebijakan
tersebut
harus
diimplementasikan, bukan sekedar pajangan atau bagian dari manual K3. Salah satu bentuk implementasinya adalah dengan menggunakan kebijakan K3 sebagai acuan dalam setiap kebijakan organisasi, pengembangan strategi bisnis dan rencana kerja organisasi. Kebijakan K3 juga harus dipelihara, artinya selalu disempurnakan sesuai perkembangan, tuntutan, dan kemajuan organisasi.
5. Dikomunikasikan Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja dengan maksud agar pekerja memahami maksud dan tujuan kebijakan K3, kewajiban serta peran semua pihak dalam K3. Komunikasi kebijakan K3 dapat dilakukan melalui berbagai cara atau media, misalnya ditempatkan di lokasilokasi kerja, dimasukkan dalam buku saku K3, website organisasi atau bahan pembinaan dan pelatihan.
6. Tersedia bagi pihak lain yang terkait Kebijakan K3 juga harus diketahui oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis atau aktivitas organisasi seperti konsumen, pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis, pemodal, atau masyrakat sekitar. Dengan
mengetahui
kebijakan
K3
tersebut,
mereka
dapat
mengantisipasi, mendukung atau mengapresiasi K3 organisasi. Kebijakan K3 harus dapat diakses misalnya melalui situs organisasi.
7. Ditinjau ulang secara berkala Ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan bahwa masih relevan dan sesuai bagi organisasi. Kebijakan K3 bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan dengan kondisi baik internal maupun eksternal organisasi. Karena itu harus ditinjau secara berkala apakah masih relevan dengan kondisi organisasi. 2.3 Proses Pengembangan Kebijakan K3
Banyak organisasi yang memiliki kebijakan K3 yang indah dan tertulis rapi dalam bingkai kaca. Namun kebijakan ini sering kali hanya berupa slogan kosong yang tidak tercermin dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu factor penyebab antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak melalui proses yang baik. Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan factor berikut:
Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat Kebijakan K3 harus sejalan atau mendukung kebijakan umum atau strategi
bisnis
yang
ditetapkan.
Sering
kebijakan
tidak
bisa
diimplementasikan karena tidak sejalan atau tidak mempertimbangkan kebijakan
organisasi
secara
menyeluruh,
misalnya
rencana
pengembangan produk, jasa, teknologi dan bisnis.
Resiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi Kebijakan K3 pada dasarnya adalah untuk merespons resiko K3 yang ada dalm organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan K3 harus mempertimbangkan factor resiko.
Peraturan dan standard K3 yang berlaku Kebijakan K3 didasarkan kepada berbagai standar dan ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan K3 harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku.
Kinerja K3 Kebijakan K3 disusun dengan mempertimbangkan kinerja K3 sebelumnya, sehingga kebijakan K3 dapat menjadi pedoman untuk peningkatan berkelanjutan. Kinerja K3 secara berkala harus dievaluasi melalui kajian manajemen. Dengan demikian, kebijakan K3 juga bersifat dinamis dan harus disempurnakan secara berkala.
Persyaratan pihak luar Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak lainnya. Dewasa ini, banyak organisasi yang mensyaratkan mitra kerjanya
(kontraktor
manajemen
K3,
atau
termasuk
pemasok) adanya
untuk
kebijakan
memiliki K3
yang
system dapat
mendukung objektif K3 mereka.
Peningkatan berkelanjutan Kebijakan K3 juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah K3 akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi. Karena itu, upaya K3 harus terus-menerus ditingkatkan. Kebijakan K3 harus mempertimbangkan hal tersebut.
Ketersediaan sumber daya Kebijakan K3 sering tidak dapat direalisir karena sumber daya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya kebijakan K3 sering dibuat
tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu direalisir.
Peran pekerja Adanya
peran
pekerja
dalam
pengembangan
dan
penyusunan
kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan K3 dapat dilakuka misalnya melaui komite K3, P2K3, atau perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung jawab untuk merealisirnya.
Partisipasi semua pihak Kebijakan K3 tidak akan berrhasil jika tidak didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Banyak terjadi kebijakan K3 yang telah ditandatangani oleh manajemen puncak hanya dianggap sebagai dokumen belaka, tidak memiliki arti dalam kegiatan sehari-hari. Karena itu diperlukan peran semua pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor, atau pihak eksternal lainnya.
Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak, disusun kebijakan. Kebijakan ini harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit kegiatan. Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak, misalnya dalam bentuk brosur, intranet, buletin, dan pedoman K3. Kebijakan K3 harus mudah dimengerti, dipahami dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua pihak terkait dalam organisasi. 2.4 Organisasi
Dalam perencanaan maupun pelaksanaan kebijakan K3, banyak pihak yang terkait yang mana disusun dalam satu kerangka organisasi. Susunan organisasi
perusahaan yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja mencerminkan keterlibatan
semua
pihak,
baik
staf
maupun
lini.
Fungsionaris
lini
bertanggungjawab akan pemeliharaan kondisi kerja yang aman (safe working conditions) sedangkan fungsionaris staf wajib melibatkan diri dalam pencegahan kecelakaan (accident prevention). Berikut ini merupakan gambar dari kerangka organisasi :
DIREKTUR UTAMA
DIREKTUR
DIREKTUR
PEMASARAN
PABRIK
DIREKTUR
DIREKTUR
KEUANGAN
UMUM
Pada bagan diatas, pengemban kebijakan perusahaan adalah Direktur Umum, sedangkan
Direktur
Pabrik
bertanggungjawab
atas
organisasinya.
Jadi,
kedudukan Direktur Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus dijabat oleh Direktur Umum sebagai pengemban kebijakan, sedangkan Direktur Pabrik diserahi tanggungjawab memelihara kondisi yang aman dan selamat.
2.5 Kandungan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berikut ini tertulis contoh dari kandungan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja A. Pendahuluan 1. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja menggarisbawahi hubungan kerja manajemen dan karyawan dalam rangka pelaksanaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang efektif. 2. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan member arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari mutu, volume, hubungan kerja dan aspek lainnya dari kebijakan manajemen. 3. Setiap program Kesehatan dan Keselamatan Kerja dilaksanakan oleh Direkturnya sebagai pengemban fungsi Direktur Utama. Tugas utamanya adalah menggalakkan kesadaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja di kalangan fungsionaris lini dengan mengadakan bahan-bahan promosi, perencanaan program, motivasi, rapat-rapat, inspeksi, dan sebagainya, untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
B. Maksud dan Tujuan Perusahaan harus menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Bekerja dengan selamat lebih diutamakan dari produksi. Berdasarkan hal ini, dan sejalan dengan praktek manajemen modern, maka hal berikut harus dijadikan sasaran setiap kegiatan: 1. Pemeliharaan kondisi kerja yang aman dan sehat.
2. Taat asas dengan setiap prosedur operasional yang dirancang untuk mencegah luka atau penyakit. 3. Mematuhi Undang-Undang Pokok Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1/1970 dan seluruh peraturan yang berrkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
C. Tanggung jawab Manajerial 1. Direktur Utama bertanggungjawab atas pembinaan program pencegahan kecelakaan dan bahaya kebakaran. 2. Direktur Pabrik bertanggungjawab atas: a) Pemeliharaan kondisi kerja yang aman di seluruh ruang lingkup wewenangnya. b) Pimpinan pasukan pemadam kebakaran. 3. Manajer dan Penyelia bertanggungjawab atas pencegahan kecelakaan dalam bagian mereka masing-masing. a) Mereka bertanggungjawab atas pemeliharaan kondisi kerja yang aman dan keselamatan bawahan mereka. b) Pengurusan tempat kerja yang baik dan serasi. c) Setiap Penyelia bertanggungjawab melatih bawahannya dengan baik. Bahaya kerja dan prosedur yang selamat wajib diterangkan kepada karyawan baru. d) Setiap Penyelia bertanggungjawab atas pengadaan perlengkapan keselamatan kerja yang sesuai dengan ketentuan. e) Setiap Pengawas wajib menggalakkan saran-saran Keselamatan dan
Kesehatan
dari
bawahannya,
kemudian
mempertimbangkannya. f) Para Pengawas wajib menjadwalkan rapat Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkala untuk meningkatkan cara bekerja yang selamat. 4. Tanggungjawab Mandor :
a) Mencegah kecelakaan di kalangan bawahan. b) Melaksanakan seluruh peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja baik khusus (departmental ) maupun umum (perusahaan). c) Melaporkan setiap kecelakaan dan melaksanakan tugas PPPK dimana perlu. d) Melakukan inspeksi atas setiap kejadian kecelakaan atau hampir kecelakaan dan menyusun laporan. e) Setiap pemuka harus terlatih dalam PPPK.
5. Tanggungjawab Direktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja a) Direktur Keselamatn dan Kesehatan Kerja bertindak selalu pengemban kebijakannya atas nama Direktur Utama. b) Tanggungjawab utama Direktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah memberikan nasehat, penyuluhan, dan yang sejenis dengan itu kepada para penyelia dalam rangka pencegahan kecelakaan. c) Instruksi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi karyawan baru. d) Mengawasi penggunaan perlengkapannya (sepatu, helm, dan sebagainya). e) Merencanakan rapat-rapat K3. f) Mengadakan bahan untuk rapat atau pendidikan K3. g) Menyiapkan formulir yang berkaitan dengan K3. h) Mengikuti perkembangan hasil penyelidikan K3. i) Menempatkan karyawan yang cacat akibat kecelakaan. j) Menyusun laporan dan surat-menyurat tentang K3. k) Mengatur secara berkala inspeksi perusahaan dan pemeriksaan kesehatan karyawan. l) Merencanakan rapat-rapat dan pendidikan K3 bagi seluruh karyawan. TUGAS TAMBAHAN:
a. Mengorganisasi dan memimpin Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). b. Menyusun (untuk disetujui Direktur Utama) program kerja tahunan P2K3. c. Mempersiapkan statistic kecelakaan dan menyusun anjungan (rekomendasi) pencegahan kecelakaan. d. Senantiasa membenahi diri dan para anggota P2K3 dengan teknik mutakhir pencegahan kecelakaan, peralatan dan perlengkapan K3 dan program-program yang berkaitan dengan peningkatan K3. e. Mengkoordinasi usaha bersama manajemen dan karyawan tentang K3. f.
Bekerja sama dengan Kepala Regu Pemadam Kebakaran dan Dokter
Perusahaan
dalam
rangka
K3,
khususnya
dalam
penanggulangan penyakit akibat kerja dan bahaya kebak aran. g. Mengatur program latihan dan pendidikan bagi anggota P2K3, Pengawas Pemuka, dan Karyawan.
6. Tanggungjawab Karyawan a) Seluruh karyawan bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan kearah pencegahan kecelakaan. b) Tidak satu kerja pun yang dapat dinyatakan rampung jika karyawan tidak memelihara keselamatan dirinya dan teman-teman sejawatnya. c) Seluruh karyawan harus melaporkan kepada dan meminta pertolongan pertama dari mandor mereka untuk setiap luka betapa pun kecilnya. d) Kondisi, peralatan, atau perbuatan yang kurang selamat harus segera dilaporkan kepada mandor. e) Setiap karyawan wajib membaca, memahami, dan mematuhi seluruh petunjuk dan arahan tentang K3.
f) Setiap
karyawan
yang
mendapat
perlengkapan
K3
wajib
mempergunakannya. g) Setiap karyawan harus menganggap rapat-rapat K3 sebagai bagian dari tugasnya. D. Sanksi-sanksi Dalam pelaksanaan setiap kebijakan yang diterapkan perlu adanya sanksi-sanksi yang diberlakukan, hal ini merupakan bukti ketegasan dari kebijakan itu sendiri. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Petunjuk dan arahan yang tidak dipatuhi harus diuabah menjadi perintah Direktur Utama. 2. Setiap karyawan yang tidak membaca, memahami, dan mematuhi buku pintar (pedoman) K3 harus dibebaskan dari tugas tanpa upah untuk mempelajari buku pintar K3. Setelah menguasai inti buku tersebut, barulah dia dibenarkan bekerja kembali. 3. Untuk
setiap
kecelakaan,
kelompok
yang
bersangkutan
harus
memperbincangkannya di tempat kerja diluar jam kerja. a) Untuk setiap keadaan hampir celaka tanpa ada waktu terbuang yang dilaporkan, anggota kelompok yang bersangkutan harus menambah jam kerja selama 15 menit. b) Untuk setiap kecelakaan dengan waktu terbuang yang dilaporkan, anggota kelompok yang bersangkutan harus menambah jam kerja selama 1 jam. 4. Jika seseorang mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang menimbulkan cacat, cacat total, meninggal dunia, dan atau kerusakan peralatan, maka setelah penelitian diadakan karyawan yang bersangkutan harus diberhentikan. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak akan berarti jika Pimpinan Utama Perusahaan tidak menetapkan kebijakannya yang konsisten dan berlaku di seluruh Perusahaan. Pedoman manufaktur yang baik, maupun Buku Pegangan
K3 masih membutuhkan kebijakan manajerial agar efektif dan bermakna dalam rangka pencegahan kerugian menyeluruh. Penanggulangan kecelakaan dan penyakit akibat kerja hanya akan berhasil jika: a) Manajemen sungguh-sungguh menyadarri bahwa akar dari setiap kecelakaan atau penyakit akibat kerja terletak pada manajemen. b) Manajemen memberi wewenang penuh kepada manajer K3. c) Kebijakan K3 ditetapkan. d) Perlengkapan kebijakan K3 dimasyarakatkan kepada karyawan.
2.6 Regulasi Terkait Kebijakan K3
Kebijakan K3 merupakan langkah awal didalam pelaksanaan K3 atau penerapan SMK3. Regulasi yang berkaitan dengan kebijakan K3 diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 pada: 1. Pasal 7:
Ayat 1: Penetapan kebijakan K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf a dilaksanakan oleh pengusaha.
Ayat 2: Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemgusaha paling sedikit harus: a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko; 2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain yang lebih baik; 3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan; 4. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan 5. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan. b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terusmenerus; dan
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh .
Ayat 3: Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat: a. Visi; b. Tujuan perusahaan; c. Komitmen dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
d. Pasal 8: Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait. Untuk lebih jelasnya Pasal 7 dan 8 tersebut diatas dapat dilihat penjelasannya pada Lampiran 1 PP RI No. 50 Tahun 2012 sebagai berikut: 1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui: a. Tinjauan awal kondisi K3; dan b. Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh. 2. Penetapan kebijakan K3 harus: a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan; b. Tertulis, tertanggal dan ditandatangani; c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3; d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok, dan pelanggan; e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik; f.
Bersifat dinamik; dan
g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut
masih
sesuai
dengan
perubahan
yang
terjadi
dalam
perusahaan dan peraturan perundang-undangan. 3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g, pengusaha dan/atau pengurus harus:
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan; b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan saranasarana lain yang diperlukan di bidang K3; c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggungjawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3; d. Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi; e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3. 4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan peninjauan ulang secara teratur. 5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukan komitmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan. 6. Setiap pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3. Kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh pengusaha menjadi referensi dalam menyusun program (perencanaan) K3. Program K3 tidak dapat disusun tanpa adanya kebijakan K3.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
1. Kebijakan K3 merupakan bukti otentik dari komitmen manajemen dalam pelaksanaan K3 dan menjadi acuan bagi manajemen untuk menyusun program K3 yang akan dilaksanakan. 2. Kebijakan K3 harus tertulis dan formal hal ini diperuntukkan sebagai pedoman kerja sehari-hari, mempermudah pelaksanaan dan pengawasannya, serta mempermudah pekerja untuk mengikuti ketentuan dan peraturan K3 (hak dan kewajiban). 3. Keriteria kebijakan K3 adalah sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 organisasi, mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan, termasuk adanya komitmen, didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara serta dikomunikasikan, tersedia bagi pihak lain yang terkait dan ditinjau ulang secara berkala. 4. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan K3 adalah kebijakan dan objektif organisasi secara korporat, resiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi, peraturan dan standard K3 yang berlaku, kinerja K3, persyaratan pihak luar, peningkatan berkelanjutan, ketersediaan sumber daya, peran pekerja, dan partisipasi semua pihak. 5. Regulasi terkait kebijakan K3 yaitu Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 pada pasal 7 dan pasal 8.
3.2 Saran
1. Setiap perusahaan sebaiknya memiliki kebijakan K3 yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan serta mengikuti/ berpedoman pada PP RI No.50 Tahun 2012. 2. Dalam kebijakan K3 semua pihak terkait harus melaksanakan peranannya sebaik mungkin. DAFTAR PUSTAKA