Bahasa Kawi adalah
suatu jenis bahasa yang pernah berkembang di Pulau Jawa pada Jawa pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha nusantara dan dipakai dalam penulisan karya-karya sastra sastra.. Dalam tradisi Jawa Jawa,, bahasa Kawi juga disebut dengan istilah bahasa Jawa Kuna . Meskipun demikian, bahasa Kawi sendiri bukan bahasa Jawa Kuna murni, karena telah mendapat pengaruh [1] bahasa Sanskerta. Sanskerta. Istilah kawi sendiri bermakna "penyair". Sedangkan karya sastra yang dihasilkan oleh Sang Kawi disebut dengan nama kakawin kakawin.. Biasanya kakawin berupa rangkaian puisi rangkaian puisi yang mengikuti pola pola tertentu.
Bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Jawa Tengahan, dan Bahasa Baru/ Modern. Istilah Istilah Bahasa Jawa Kuno digunakan untuk menyebut Bahasa Jawa yang paling kuna atau tua. Prof. Dr. P.J. Zoetmulder (1985:: 35) mengatakan bahwa bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Berdasarkan perkiraan para ahli setelah runtuhnya Majapahit orang-orang Majapahit yang tidak mau menganut agama Islam menyingkir ke daerah pedalaman dan kearah Timur, dan ada sampai di Bali. Mereka pergi dengan membawa serta naskah-naskah keagamaan, sastra dan lain-lain. Perbauran antara bahasa Kawi dan Bali terjadi pada saat itu sehingga menimbulkan istilah Bahasa Kawi-Bali (Jawa Tengahan atau Bali Tengahan). Di Bali bahasa ini digunakan dalam naskah-naskah tutur, usada, babad, kidung. Semenjak kedatangan agama Islam Islam Bahasa Jawa Kuno berkembang menjadi dua arah yang berlainan yaitu bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa Modern. Bahasa Jawa Tengahan memperlihatkan ciri yang erat antara budaya Hindu-Jawa Bali dimana pengaruh India masih tetap terasa. Karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa tengahan adalah Tantu Pagelaran, Calonarang, Tantri Kamandaka, Korawasrama, Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Babad Tanah Jawi dll. Bahasa Jawa Modern ditandai dengan frekuensi penggunaaan bahasa Arab yang menggeser kedudukan bahasa Sansekerta. Bahasa Jawa Kuno disebut juga dengan den gan istilah Bahasa Kawi. Kata kawi berasal dari k ata kavya (Sansekerta) yang artinya puisi/ syair, sama dengan Kakawin. Pada mulanya kata kawi ( India) berarti seorang yang mempunyai pengertian luar biasa, seorang yang bisa melihat hari depan, seorang yang bijak. Dalam sastra klasik berarti seorang penyair, pencipta atau pengarang (Zoutmulder, 1985: 119-120). Berdasarkan pengertian ini maka Bahasa Kawi berarti bahasanya pengarang, atau pujangga (bahasa ragam tulis yang merupakan bagian dari Bahasa Jawa Kuno.
Bahasa Kawi adalah merupakan Bahasa Jawa Kuna yang kata-katanya dipilih oleh para raja Kawi (pengarang) untuk kesusastraan. Jadi bahasa Kawi hanyalah sebagian saja dari bahasa Jawa Kuno. Karena itu lebih tepatlah bahwa yang dipergunakan dalam kesusastraan disebut Bahasa Kawi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pengertian Bahasa Kawi yaitu : Bahasa -Jawa Kuno ragam tulis yang dipergunakan oleh para kawi untuk menampung buah pikirannya. Karyakarya tersebut sebagian besar adalah warisan Hindu Jawa dari abad ke 9 sampai abad ke 15.
1. Kalimat dalm bahasa jawa kuna 1. Pengertian dalam bahasa jawa kuna Kaliamat dalam bahasa jawa kuna ada yang terdiri dari satu kata, dua kata, bahkan lebih. Kalimat dalm bahasa kuna dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain dari intonasin ya. Mengenai kalimat dalam bahasa jawa kuna dapat dilkihat dari kutipan pendek adi parwa : 1. mangkana ling sang prabhu, samahur sang tapisira. ‘ katakanlah sewajarnya oleghmu kepadaku ! demikian kata sang prabhu.’ Dari bentuk kalimat diatas mempunyai bentuk ling uistik yang mempunyai intonasi akhir. Bentuk semacam inilah yang disebut sengan kalimat. 1. Macam-macam kaliamt bahasa jawa kuna 1. Kaliamat berita Contoh : hana sira ratu sang mahabhi mangaran nira ## hana sira ratu mahabhi mangaran nira ## ‘ ada seorang raja namanya maha bhima ‘ 1. Kalimat perintah atau suruh Contoh : mangakana mangakana pawekas sang sawitri sira ## mangkana paw kas sang sawitri sira ## ‘ demikian pesan sang sawitri kepadanya ‘ 1. Kalimat Tanya Contoh : apa donmu dateng marengke ## apa donmu dating marenke ## ‘ apa tujuanmu dating kemari ‘ 1. Kaliamat tunggal, merupakan kalimat yang sederhana terdiri dari satu klausa. Contoh : sumuhur sang jaratkaru ## sumuhur sang jaratkaru ## ‘ jawab sang jaratkaru ‘
1. Kalimat majemuk, yaitu kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih, yang terdri dari kalimat majemuk setara dan setingkat 1. Kalimat majemuk setara Contoh : malitahireng, abangmatanya ## malitahiran, abanmatanya ## ‘ kecil hitam (badannya) meerah matanya 1. Kaliamat majemuk tidak setara Contoh : huwuspwasidhi mantra, mahas ta sireng sarwaloka ## huwespwasidhi mantra, mahas ta siren sarwaloka ## ‘Sesudah ia tamatkan segala mantra, ia diperbolehkan memasuki segala tempat.’
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 1 MENGENAL BAHASA KAWI (1) Oleh : Miswanto, S.Ag. (Dosen STHD Klaten, Kini sedang Menempuh S2 di Unhi Denpasar)
PURWAKA Bahasa ini merupakan yang digunakan pada kebanyakan susastra Hindu yang ada di Indonesia. Bahasa Kawi sering diistilahkan sebagai Bahasa Parwa, karena bahasa ini banyak ditemukan pada sastra-sastra parwa di Indonesia. Selain itu bahasa ini juga banyak digunakan untuk menulis prasasti-prasasti, lontarlontar dan beberapa dokumentasi pada masa sejarah kerajaan Hindu di Indonesia. Bagi seorang calon Sarjana Agama Hindu atau Sarjana Sejarah amatlah penting untuk mendalami bahasa ini. PENGERTIAN
Secara etimologis kata kawi berasal dari kata Sanskerta ‚kavya‛ yang artinya ‚puisi atau syair‛. Di India pada mulanya ‚kawi‛ dikenal sebagai seorang yang mempunyai pengertian luar biasa. Seora ng yang bisa melihat jauh ke depan atau orang bijak. Kemudian dalam kesusastraan ‚kawi‛ dikenal sebagai seorang penyair; pencipta atau pengarang. Berdasarkan penjabaran etimologis tersebut, maka Bahasa Kawi adalah bahasanya para pengarang atau para pujangga. Tetapi tidak semua bahasa yang dipergunakan oleh para pujangga adalah Bahasa Kawi. Bahasa
ini merupakan ragam tulis dalam bahasa Jawa Jawa Kuno. Zoetmulder menyebutkan bahwa bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum selama periode Hindu-Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Dengan demikian bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno yang dewasa ini hanya dapat dijumpai dalam karya sastra-karya sastra seperti : -naskah keagamaan (seperti Lontar-lontar Tattwa, Sasana, Niti, dsb) Naskah-naskah sastra (Purwa, Kakawin, Kidung, dll.) -naskah pengobatan (Usadha) -naskah pengetahuan lain (seperti lontar Tutur, dsb) -peninggalan (misalnya : prasasti, babad dan Usana) Dari uraian tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuno, ragam tulis yang dipergunakan oleh para Kawi (pengarang) untuk menampung buah pikirannya.
SEJARAH BAHASA KAWI Zoetmulder (1994 : 3) menyebutkan bahwa bahasa Kawi dikenal sejak tahun 726 Saka atau 804 Masehi. Hal ini ditandai dengan adanya prasasti Sukabumi yang menyebutkan penanggalan Saka 726, bulan Caitra, pada hari kesebelan paro terang, pada hari Aryang (hari kedua dalam Sadwara), Wage (hari keempat dalam Pancawara) dan Saniscara (hari ketujuh dalam Saptawara). Hari tersebut bertepatan dengan tanggal 25 Maret 804 M. Poerbatjaraka dalam Kepustakaan Djawa menyebutkan bahwa naskah Kawi yang tertua adalah naskah Candrakarana. Naskah ini berisikan tentang pelajaran bagaimana membuat sebuah kekawin (syair Jawa Kuno)
dan daftar kata-kata Kawi (semacam kamus Kawi). Disebut naskah paling tua, k arena di dalamnya disebut-sebut seorang raja keturunan wangsa Syailendra, kira-kira tahun 700 Saka atau 778 M. Berdasarkan gaya bahasa, tahun penulisan dan nama raja yang disebut dalam naskah yang diteliti itu, Poerbatjaraka kemudian mengelompokkan sastra Kawi menjadi tiga bagian, yakni : -kitab Jawa Kuno yang tergolong tua Naskah-naskah yang tergolong kelompok ini ada 2 macam yaitu yang pertama berbentuk prosa (parwa) dan berbentuk puisi (kekawin). Naskah yang tergolong parwa diantaranya : Candrakarana, Sanghyang Kamahayanikan, Brahmaóða Puràna, Agastya Parwa, Uttarakanda, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasanaparwa, Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohanaparwa dan Kunjarakarna. Naskah yang tergolong puisi adalah Kekawin Ràmàyana.
-kitab yang tergolong berkembang Kitab kelompok ini lahir pada abad ke-11 sampai dengan abad ke-13. Misalnya : Àrjunawiwaha, Kåûóàyana, Sumanasantaka, Smaradahana, Bhomakawya, Hariwangsa, Gatotkacasraya.
b-kitab Jawa Kuno yang tergolong baru Kitab yang digubah dari menjelang abad ke-14 sampai runtuhnya Majapahit. Karya sastra itu adalah kekawin : Brahmaóðapuràna, Kunjarakarna, Nagarakåtàgama, Àrjunawijaya, Parthayajña, Sutasoma, Nìtiúastra, Nirathaprakåta, Dharmasunya dan Hariúraya.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten
2 Sementara Wayan Simpen AB. dalam Riwayat Kesusasteraan Jawa Kuna mengklasifikasikan kesusasteraan Kawi atas lima bagian ringkasan sebagai berikut: -9 Zaman ini adalah zaman pra sejarah sastra Kawi. Kehidupan bersastra pada jaman sebelum abad ke-9 diduga zaman sastra Jawa Kuno lisan. Cerita-cerita diwariskan secara lisan.
Zaman ini dimulai dari abad ke-9 sampai abad ke-10, yaitu pada masa pemerintahan mPu Sindok (925962 M) di Matarm sampai raja Dharmawangsa Teguh (991-1007 M). Karya sastra yang lahir pada masa ini adalah Kekawin Ràmàyana.
Dimulai sejak pemerintahan Erlangga (1019-1049 M) hingga pemerintahan Kertanegara (1268-1292 M). Karya sastra zaman ini tergolong karya bertembang.
Periode ini diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit (1293 M) sampai puncak keemasan Majapahit. Karya sastra yang lahir pada masa ini adalah Brahmaóðapuràna, Kunjarakarna, Àrjunawijaya, Parthayajña, Sutasoma, dan Nagarakåtàgama
Zaman ini berawal dari bertahtanya Wikramawardhana (1389-1428 M) sampai runtuhnya Majapahit. Adapun karya yang lahir pada masa ini adalah : Nìtiúastra, Nirathaprakåta, Dharmasunya dan Hariúraya. Selanjutnya dalam bidang bahasa, bahasa Kawi banyak berbaur dengan bahasa Bali dan membentuk sastra
Kidung. Dari pembauran inilah diperkirakan memunculkan istilah Kawi-Bali (Jawa Tengahan/Bali Tengahan). Model bahasa ini dapat ditemukan dalam naskah-naskah Tutur, Usadha dan Babad. Zoetmulder menyebutkan bahwa sastra Kidung adalah kelanjutan dari bentuk sastra Kawi yang berasal dari Jawa. Di Jawa sendiri semenjak kedatangan Islam, bahasa Kawi (Jawa Kuno) berkembang menurut 2 arah yang berlainan. Di satu sisi bahasa Jawa Pertengahan yang masih memperlihatkan ciri erat antara Budaya Hindu Jawa-Bali. Di sisi lain bahasa Jawa Kuno pun berkembang menjadi bahasa Jawa Modern dimana pengaruh bahasa Sanskerta banyak digantikan oleh bahasa Arab.
PENGARUH BAHASA SANSKERTA TERHADAP BAHASA KAWI Pengaruh bahasa Sanskerta sangat dominant sekali terhadap bahasa Kawi. Hampir 80 % kosakata Kawi berasal dari kata atau urat kata Sanskerta. Dalam beberapa contoh berikut tampak pengaruh bahasa Sankerta dalam bahasa Kawi. a. Pada salah satu bait dalam Prasasti Kedukan Bukit berbunyi, ‚Swastiúri sakawarsatita 605 ekadasi úuklapakûa wulan waisakha dàpunta hyang nayik di samwau manlap siddhayatra di saptami úuklapakûa‛.
b. Pada Prasasti Sukabumi tertulis, ‚Swasti sakawarsatita 726 caitra masa tihti ekadasi úuklapakûa wara ha,wa,ca, tatka ia bhagawanta bari i wulanggi sumaksayakan simaniran mula dawu‛
Menurut Agastia (1994 : 12) pengaruh Sanskerta terhadap sastra Jawa Kuno sangat kentara dengan adanya proyek yang ia sebut sebagai mangjawakën byasamata (membahasajawakan ajaran-ajaran Bhagawan Byasa).
Hal ini selaras dengan yang tersurat dalam Wirataparwa. Dalam salah satu baitnya disebutkan, ‚sira ta úri dharmawangsa wakën byasamata‛ (Beliau Sri Dharmawangsa membahasajawakan buah karya Bhagawan Byasa). Jika dikaji lebih lanjut, pengaruh tersebut dapat dikelompokkan menjadi ada 2 macam yaitu : a. Pengaruh formal Pengaruh ini adalah pengaruh bahasa Sanskerta secara langsung, yaitu dangkatnya kata-kata Sanskerta ke dalam bahasa Kawi. Sebagi contoh jika diamati, Kamus Jawa Kuno-Indonesia yang ditulis oleh L. Mardiwarsito, banyak memakai tanda (S) yang artinya kata bersangkutan berasal dari bahasa Sanskerta. Coba anda lihat kutipan di bawah ini : abdhi (S) = samudra; laut abha (S) = keindahan abhicara (S) = tingkah laku; tindak-tanduk; kelakuan (baik), dst.
b. Pengaruh non formal Pengaruh ini adalah pengaruh isi kontekstual kata-kata pinjaman tersebut. Pengaruh ini berkaitan dengan agama dan kebudayaan Hindu. Sebagai contoh dalam bidang sastra, epos Ràmàyana dan Màhabhàrata yang dari India mengalami akuturasi budaya ketika masuk ke Indonesia menjadi Kekawin Ràmàyana dan Bhàratayuddha. Contoh : Kata hima di India diartikan embun, cuaca penuh es; salju. Di Jawa keadaan seperti itu tidak pernah terjadi akhirnya kata hima diartikan sebagai kabut, dst.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 3 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA KAWI
‚Barang siapa hendak memahami agama, seni, sastra ataupun kehidupan sosial budaya India termasuk perkembangan bahasa-bahasanya (juga bahasa yang tidak turun dari bahasa Sanskerta), tidak dapat tidak harus
belajar bahasa Sanskerta‛. Demikian pidato yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. A. Teeuw di UI tanggal 12 Juli 1975. Makna pidato itu dapat pula diperuntukkan bagi yang hendak memahami, seni, sastra dan budaya Indonesia secara menyeluruh mau tidak mau perlu memahami bahasa Kawi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar referensi yang menjurus ke arah itu memakai bahasa Kawi dan Jawa Tengahan. A Teeuw menegaskan kembali bahwa : 1) bahasa Kawi merupakan bahasa pengantar dari kebudayaan pra modern Indonesia yang penting. 2) Dalam keseluruhan bahasa-bahasa Indonesia, bahasa Kawi merupakan ciri khas. 3) Dari segi sejarah perkembangan bahasa, bahasa Jawa mempunyai kekayaan bahan yang melingkupi jangka waktu tak kurang dari seribu tahun. 4) Dengan memahami bahasa Kawi, akan diperoleh pemahaman yang sehat mengenai hubungan dan perbandingan dalam rumpun bahasa Austronesia. 5) Bahasa Kawi telah terbukti maha penting dalam penelitian sastra dan sastra Kawi terbukti unggul pada masa sastra pra modern Indonesia. 6) Sastra Kawi juga merupakan sumber dan tempat asal dari banyak hasil sastra nusantara lain seperti: Bali, Jawa, Sunda, Sasak, Melayu, dll. 7) Bahasa dan sastra Kawi adalah pintu utama untuk pengaruh asing yang masuk ke Indonesia zaman pra Islam dan juga merupakan pintu ke luar untuk kebudayaan di masa Majapahit.
Akhirnya dapat dipahami kedudukan dan fungsi bahasa Kawi sebagai berikut. Kedudukan bahasa kawi adalah bahasa documenter Indonesia yang memiliki materi terkaya dan bernilai luhur. Bagi umat Hindu di Indonesia bahasa Kawi adalah bahasa sumber kedua yang menyimpan materi agama Hindu. Fungsi bahasa Kawi adalah sebagai kunci untuk mengungkapkan kebudayaan bangsa Indonesia pada masa pra-Islam. Di samping itu fungsi bahasa Kawi adalah untuk menunjang : penelitian sejarah bahasa-bahasa daerah Indonesia; usaha mengembangkan bahasa Indonesia secara sadar dan aktif; pengembangan sastra daerah dan sastra Indonesia. TATA BAHASA KAWI Tata bahasa pada umumnya dapat berupa fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Berikut ini bagan yang menunjukkan hubungan antara tata bahasa dengan unsur-unsur tersebut.
1. Fonologi Bahasa Kawi
Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata Latin yaitu phone yang berarti ‚bunyi‛ dan logos yang berarti ‚bunyi‛. Jadi fonologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu.. Fonologi juga merupakan bagian terkecil dari tata bahasa. Tetapi ada pula yang mengatakan fonologi di luar tata bahasa. Jika kita mengkaji lebih dalam maka kita
dapat mengingat sekilas pengertian bahasa menurut Jendra (1986 : 2) ‚suatu sistem simbol bunyi bebas yang diucapkan dalam atau melalui mulut manusia, yang disetujui dan dipelajari bersama oleh masyarakat pendukungnya, untuk dipergunakan sebagai alat kerjasama atau berhubungan‛. Dari pengertian tersebut, maka bahasa terdiri atas dua unsur yakni : bunyi dan makna. Kedua unsur ini tidak bisa saling meniadakan. Bunyi tanpa makna adalah suatu kegaduhan, misalnya bunyi desiran angin, ember jatuh dll. Sebaliknya makna yang tidak diawali oleh bunyi, bukan pula bernama bahasa. Fonologi bahasa Kawi yang dikenal sekarang hanyalah dari bahan-bahan tertulis. Oleh karena itu, fonologi bahasa Kawi secara positif tidak diketahui bagaimana ucapan kata-katanya atau ucapan kalimat bahasa itu. Tidak bermakna, tetapi berfungsi membedakan arti Bermakna Sebagian bermakna Makna leksikon
Makna Gramatikal
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 4
Sementara untuk ucapannya biasanya diperbandingkan dengan bahasa Sanskerta dan dialek-dialek bahasa Jawa yang masih ada sekarang. 2. Sistem Ejaan Bahasa Kawi Segala macam lambang untuk menuliskan bahasa disebut sebagai huruf atau aksara. Secara otomatis, huruf atau aksara itu merupakan lambang atau gambaran dari bunyi. Sedangkan rentetan dari beberapa huruf disebut sebagai abjad. Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa bahasa Kawi sangat dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta. Dalam hal ejaan fonemnya bahasa Kawi ternyata juga banyak mendapat pengaruh bahasa Sanskerta. Sebagai contoh vokal panjang/dìrga/diphthong yang dilambangkan dengan huruf à, ì, ù; kemudian bunyi beraspirat (bh, dh, kh, gh, ph, ch, th, dsb) serta bunyi desis (ú, û, s). Sementara itu untuk Abjad Kawi banyak ditulis dengan akûara Jawa ataupun aksara Bali. Dalam sebagian besar naskah di Bali abjad Kawi banyak ditulis dalam aksara Bali, kecuali lontar-lontar kuno asli peninggalan Hindu Jawa yang masih bisa diselamatkan. Bentuk antara aksara Jawa dan Bali sendiri tidak jauh berbeda. Aksara atau Abjad ini juga sebagai lambang dari ejaan fonem bahasa Kawi. Sebagaimana bahasa Sanskerta, ejaan fonem bahasa Kawi dibagi atas dua golongan besar yakni ejaan fonem vokal (akûara swàra) dan ejaan fonem konsonan (akûara wyañjana). Berikut ini ikhtisar penggolongannya serta transkripsinya dalam huruf latin. 2.1. Ejaan Fonem Vokal (Akûara Swàra) Ejaan fonem vokal dalam bahasa Kawi berjumlah 11. Akûara Swàra dalam bahasa Kawi dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni: vokal tunggal, vokal rangkap dan vokal perubahan.
a. Akûara Swàra Tunggal Akûara swàra tunggal ada yang dibaca pendek (håûva) dan ada yang dibaca panjang (dìrgha). Berikut jenis beserta transkripsi huruf vokal tunggal dalam abjad Kawi (Jawa dan Bali).
No. Dasar Ucapan Vokal Tunggal Beserta Pengangge Aksara Pendek Panjang Jawa Bali Pengangge Latin Jawa Bali Pengangge Latin Jawa Bali Jawa Bali 1 Guttural (Kaóþhya)
A…À 2 Palatal (Tàlavya)
…I …Ì 3 Labial
(Oûþhya)
… U …Ù 4 Lingual (Murdhanya)
… Å …Æ 5 Dental (Daóthya)
…Í …Í b. Akûara Swàra Rangkap (Samdhyakûara) Akûara swàra rangkap disebut juga diphthong. Ejaan fonem vokal jenis ini semuanya dibaca panjang. Adapun yang termasuk vokal diphthong pada abjad Sanskerta adalah sebagai berikut.
No. Dasar Ucapan Jawa Bali Pengangge Latin Jawa Bali 1 Gutturo-palatal … É 2 Gutturo-labial
… AI …O
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 5
…Ö
c. Akûara Swàra Perubahan Yang termasuk Akûara swàra perubahan pada abjad Kawi (Jawa dan Bali) adalah:
á = … (Wighnyan -Jawa) (Bisah-Bali) 2.2. Konsonan (Vyañjana) Konsonan dalam abjad Kawi berjumlah 33 buah. Konon 33 huruf tersebut merupakan aksara suci dari 33 Dewa yang disebutkan dalam Veda. Oleh karenanya para pendeta baik di India maupun di Indonesia menggunakan 33 konsonan tersebut sebagai Vijaksara yang diucapkan pada waktu mereka melaksanakan puja. Dalam Ajaran Tantra, Vijaksara itu dituliskan dalam bentuk Yantra atau aksara Suci yang ditulis dalam Aksara Swalalita atau Modre (Jawa/Bali). Ketigapuluhtiga konsonan abjad Devanàgarì tersebut dibedakan atas : Pañcavalimukha, Semi-vokal, Sibilant dan Aspirat. Berikut beberapa penjelasan mengenai kelompok konsonan tersebut. Menurut cara bacanya atau bunyinya, keempat macam konsonan atau aksara Vyañjana tersebut juga dibedakan menjadi :
a. Guttural, disebut juga ‚kaóþhya‛. Bunyi ini dihasilkan dengan cara mendekatkan lidah kepada guttur (kaóþha), yakni bagian langit-langit kerongkongan.
b. Palatal, disebut juga ‚talavya‛. Bunyi ini dihasilkan dengan cara mendekatkan lidah pada palatun (talu) atau tekak (langit-langit lembut).
c. Lingual atau cerebral, yang disebut juga ‚mùrdhanya‛. Kelompok ini dibunyikan atau dibaca dengan
cara menggetarkan lidah (lingua) di dekat langit-langit keras (cerebrum atau mùrdha) ataupun dengan merapatkan lidah pada langit-langit keras.
d. Dental, yang disebut juga ‚danthya‛. Kelompok ini dibaca dengan cara mendekatkan gigi (denta atau dantha) atas dan gigi bawah sebelum membunyikannya.
e. Labial, yang disebut juga ‚oûþhya‛. Bunyi pada kelompok ini dihasilkan dengan car a mendekatkan kedua bibir (labium atau oûþha) atas dan bawah.
Untuk aksara desah ‚Ha‛ terdapat pengecualian, karena aksara ini tidak masuk dalam 5 kelompok tersebut di atas. Aksara ini berdiri sendiri sebagai bunyi desah. Berikut pengelompokkan Vyañjana dalam abjad Devanàgarì dan Latin.
No. Dasar Ucapan Varga Pañcavalimukha Semi vokal Sibilan Aspirat Tajam Lembut Nasal 1 Guttural (Kaóþhya) Jawa
… ... … … … …
Bali Latin Ka Kha Ga Gha Òa
Ha
2 Palatal (Tàlavya) Jawa
……………
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 6 Bali Latin Ca Cha Ja Jha Ña Ya Úa 3 Lingual (Murdhanya) Jawa
………………… Bali
… Latin Þa Þha Ða Ðha Óa Ra Ûa 4 Dental (Danthya) Jawa
…………………
Bali Latin Ta Tha Da Dha Na La Sa 5 Labial (Oûþhya) Jawa
……………… Bali Latin Pa Pha Ba Bha Ma Wa
2.3. Angka Masing-masing angka dalam abjad Kawi (Bali & Jawa) berbentuk sebagai berikut:
Angka dalam Aksara Jawa, Bali dan Latin Jawa Bali Latin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 Cara penulisannya yakni dengan mensejajarkannya secara berturut-turut kea rah kanan. Cara ini berasal dari India kemudian diperkenalkan oleh Bangsa Arab ke Eropa. Oleh karenanya Orang Eropa menyebutnya sebagai sistem Arab. Adapun contoh penulisannya adalah sebagai berikut
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 7 Jawa Bali
Latin 1981 2006 20.283 dan seterusnya. 2.4. Contoh Cara Baca a. Kelompok Vokal a seperti a dalam kata pada, misalnya hana à seperti a dalam kata gelar (dibaca dua kali lebih panjang), misalnya àdi i seperti i dalam kata detik, misalnya kari ì seperti i dalam kata pasir (dibaca dua kali lebih panjang), misalnya úìla u seperti u dalam kata aduk, misalnya guwug ù seperti u dalam kata kasur (dibaca dua kali lebih panjang), misalnya kurù ë seperti e dalam kata gedung, misalnya grëmët é seperti e dalam kata jahe, misalnya ménak ai seperti a dalam kata ramai, misalnya maitreya o seperti o dalam kata kota, misalnya odara ö seperti o dalam kata kota, misalnya langö å seperti r dalam kata ria, misalnya åddha í seperti lri dalam kata polri, misalnya kíipta á seperti h dalam kata duh
b. Kelompok Konsonan K seperti k dalam kata keras Kh seperti k diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya G seperti g dalam kata garuda Gh seperti g diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya Ò seperti ng dalam kata ngantuk C seperti c dalam kata catur
Ch seperti c diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya J seperti j dalam kata raja Jh seperti diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya Ñ seperti ny dalam kata nyamuk Þ seperti þ dalam kata tutuk (dalam bahasa Jawa, yang berarti memukul) Þh seperti þ diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya Ð seperti ð dalam kata dahar (dalam bahasa Jawa, yang berarti makan) Ðh seperti ð diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya Ó seperti rna (siap membaca r, kemudian dikuti óa ) T seperti t dalam kata tato Th seperti t diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya D seperti d dalam kata dodol (dalam bahasa Jawa, yang berarti menjual) Dh seperti d diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya N seperti n dalam kata nanas (daun lidah menyentuh kaki gigi atas) P seperti p dalam kata pita Ph seperti p diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya B seperti b dalam kata baris Bh seperti b diikuti dengan h yang dihembus di belakangnya M seperti m dalam kata makan Y seperti y dalam kata ya R seperti r dalam kata rakit L seperti l dalam kata laut V seperti w dalam kata waktu Ú seperti s dalam kata syarat Û seperti s dalam kata shift (bahasa Inggris)
S seperti s dalam kata sabun H seperti h dalam kata hati
2.5. Distribusi Fonem Vokal dan Konsonan Distribusi fonem adalah penyebaran fonem dalam suatu kata. Maksudnya apakah fonem tersebut dapat menduduki posisi awal, tengah atau akhir. a. Distribusi Fonem Vokal Contoh perhatikan fonem vokal yang bercetak tebal di bawah ini.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 8 Fonem Posisi Awal Tengah Akhir
a acala ‘gunung’ paran ‘tujuan’ eka ‘satu’ à àkasa ‘langit’ upàya ‘akal’ ulà ‘ular’ i ikan ‘ikan’ igit ‘gigit’ àdi ‘pertama ì ìr ‘tarik’ tìra ‘sepi’ nadì ‘sungai’ u udan ‘hujan’ kusuma ‘bunga’ hayu ‘cantik’ ù ùrddha ‘tinggi’ ahùti ‘korban’ ilù ‘ikut’ å/rë rës ‘takut’ parëng ‘bersama’ å/rö röp ‘diam’ - werö ‘mabuk’ í/lë lëpët ‘salah’ lalër ‘lalat’ dëlë ‘diserang dari depan’
í/lö lök ‘susah’ - lëlö e emel ‘kotor’ desa ‘tempat’ ike ‘ini’ ai airlangga ‘airlangga’ daiwa ‘takdir’ wai ‘air’ o olan ‘ulat’ lobha ‘loba’ ilo ‘lihat’ au ausadha ‘obat’ kaurawa ‘kaurawa’ ö öb ‘naung’ iwöng ‘kacau’ rëngö ‘dengar’ ë ënah ‘tempat’ ibëk ‘penuh’ pare ‘dekat’ Dengan melihat distribusi fonem vokal tersebut, maka dapat disimpulkan -fonem yang dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir adalah : a, à, i, ì, u, ù, í,e, ai, o, ö dan ë Fonem-fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan tengah saja adalah : å/rë dan au uduki posisi awal dan akhir saja adalah : å/rö dan í/lö b. Distribusi Fonem Fonem Konsonan Konsonan Contoh perhatikan fonem vokal yang bercetak tebal di bawah ini. Fonem Posisi Awal Tengah Akhir
k kadi ‘sebagai’ mekar ‘mekar’ anak ‘anak’ kh khadga ‘pedang’ sukha ‘senang’ g gading ‘kuning’ ràga ‘nafsu’ gëdog ‘tumbuk’ gh ghosana ‘pengumuman’ sanggha ‘orang banyak’ nga ngaran ‘nama’ sangka ‘asal’ datëng ‘datang’
c catur ‘empat’ cacing ‘cacing’ ch chaya ‘cahaya’ seccha ‘enak’ j jagat ‘dunia’ pañji ‘bendera’ -
jh jhasa ‘ikan’ - ñ ñamut ‘kabur’ pañca ‘lima’ þ þika ‘huruf’ nasþa ‘gaib’ þh þhika ‘huruf’ nasþha ‘gaib’ ð ðadat ‘robek’ jaða ‘bodoh’ ðh ðhara ‘gadis’ muðha ‘bodoh’ ó - daóða ‘tongkat’ -
t tabeh ‘tabuh’ moktah ‘moksa’ dahat ‘sangat’ th thàni ‘pertanian’ natha ‘raja’ d daga ‘berontak’ nada ‘suara’ lad ‘iris’ dh dhana ‘uang’ yudha ‘perang’ n nadì ‘sungai’ nanà ‘hancur’ parawan ‘perawan’ p pawana ‘angin’ papag ‘songsong’ landep ‘tajam’ ph phala ‘buah’ nisphala ‘sia-sia’ b bala ‘kekuatan’ saban ‘dahulu’ halib ‘mustahil’ ‘bagian’ sabha ‘tempat’ ‘tempat’ bh bhaga ‘bagian’ m mata ‘mata’ parama ‘tertinggi’ padem ‘mati’ y yasa ‘jasa’ haywa ‘jangan’ apuy ‘api’ r rabi ‘istri’ urma ‘gelombang’ ujar ‘kata’ l laki ‘laki-laki’ kùla ‘tepi’ rontal ‘lontar’ w wukir ‘gunung’ wawa ‘bawa’ ú úata ‘seratus’ piúuna ‘fitnah’ û ûad ‘enam’ akûara ‘huruf’ s saha ‘dengan’ pisuh ‘memaki’ h haji ‘raja’ mahisa ‘kerbau’ harih ‘bujuk’
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 9 Dengan melihat distribusi fonem konsonan tersebut, maka dapat disimpulkan : -fonem yang dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir adalah : k, g, ng, t, d, n, p, b, m, y, r, l, s dan h. -fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan tengah saja adalah : kh, gh, c, ch, j, ñ, þ (þh), ð (ðh), th, dh, ph, bh, w, ú dan û. apat menduduki posisi awal adalah : ó
2.6. Gugus Konsonan Gugus konsonan adalah kosonan yang dapat bergugus/berkelompok. Berikut beberapa macam gugus konsonan: a. Gugus yang terdiri dari dua konsonan konsonan dalam satu pola suku kata
Contoh : glar (benteng), klab (berkibar), sla (seling), tlës (baru saja mencuri), wlas w las (belas kasihan), blak (memar), mlek (memenuhi). (memenuhi). /dr, bhr, br, gr, hr, jr, kr, pr, sr, úr, tr, wr/ Contoh : drës (cepat), bhra (terang), bras (beras), grah (gerah), hruk (teriak), jro (dalam), krëm (keram), prah (meluap), srët (sendat), úrì (dewi, kesejahteraan), tri (tiga), wruh (tahu).
Contoh : byar (terbuka), dyun (periuk), gya (segera), hyang (dewa), jyab (kelas), lyan (berbeda), nyu (kelapa), syuk (segera), tyup (tiup), wyah (saluran)
Contoh : dwà (bohong), dhwas (hancur), kwa (demikian), lwe (luas), mwang (dan), nwam (muda), rwa (dua), swa (sendiri), úwa (anjing), twak (tuak), wwat (berat), ywa (kemudian).
Contoh : ndi (di mana), ngke (di sini), nggan (mungkin), nghel (payah), ngwe (tengah). b. Gugus yang terdiri dari tiga konsonan dalam satu pola suku kata Contoh : stri (istri), kryan (sang putri). 2.7. Metatesis
Secara etimologis, metatesis berasal dari kata ‚meta‛ yang berarti ‚perubahan‛ dan ‚tithema‛ yang berarti ‚tempat‛. Metatesis adalah gejala perubahan bunyi bahasa akibat pertukaran atau perloncatan bunyi satu dengan yang lain dalam satu kata dengan tidak merubah arti. Dari segi perubahan waktu, metatesis bahasa Kawi dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Metatesis Sinkronis Metatesis sinkronis adalah perubahan bunyi dengan cara pertukaran atau perloncatan bunyi dalam suatu kata pada kurun waktu tertentu (sezaman) Contoh : lumaku lumumpat lumampah Pada kata dasar yang diawali dengan huruf /l/ mendapat infiks um sering terjadi metatesis b. Metatesis Diakronis Metatesis diakronis adalah perubahan bunyi dengan cara pertukaran atau perloncatan bunyi dalam suatu kata yang terjadi pada masa lampau hingga sekarang (melalui proses sejarah).
Contoh : pëhan (Kawi) rëngö (Kawi)
mabuk’
wërö (Kawi) asëh (Kawi) wërëh (Kawi)
Contoh : ramya (Kawi) kagyat (Kawi)
aget (Jawa Sekarang) > ‘kaget’
tampyal (Kawi)
l (Jawa Sekarang) > ‘lekat’
kulyat (Kawi)
> ‘besar’
Contoh : göng (Kawi) jöng (Kawi)
ki’
Contoh : malölö (Kawi)
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 10
Contoh : bwat (Kawi)
arang) > ‘berat’
twah (Kawi) karwa (Kawi) kaywan (Kawi)
Contoh : kûtera (Kawi) sàkûàt (Kawi)
n (Jawa Sekarang) > ‘kayu’
ak’
rùkûak (Kawi) kûiti (Kawi) yi /ngh/ menjadi /ng/ Contoh : tinghali (Kawi) singha (Kawi) tanghi (Kawi) singhit (Kawi)
Contoh : wagus (Kawi)
ang) > ‘tentara’
wala (Kawi)
buaya (Jawa Sekarang) > ‘buaya’
wuhaya (Kawi) watu (Kawi) wani (Kawi)
Contoh : twas (Kawi) wadwa (Kawi) tandwa (Kawi) 2.8. Pola Persukuan Deretan fonem yang membentuk suku kata atau kata dalam tiap bahasa tidaklah selalu sama. Dalam bahasa Kawi deretan fonem yang membentuk stuktur baris ke samping dalam suku kata tidak begitu rumit. Stuktur fonem dalam bahasa Kawi dalam persukuannya dapat dirumuskan dengan pola sebagai berikut: a. V (Pola suku kata yang hanya terdiri atas satu Vokal) Contoh : i-kang (itu) i-ki (ini) u-bub (puput) a-lap (ambil)
e-ka (satu)
b. K (Pola suku kata yang hanya terdiri atas satu Konsonan) Contoh : n-‘partikel penentu’ c. VK (Pola suku kata yang terdiri atas Vokal dan Konsonan) Contoh : ar-ti (arti) uñ-jal (bawa)
ing (pada)
d. KV (Pola suku kata yang terdiri atas Konsonan-Vokal-Konsonan) Contoh : wa-tu (batu) ma-ti (mati) si (si) e. KVK (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Vokal-Konsonan) Contoh : sung (beri) dhang (partikel penentu orang) a-lap (ambil) f. KVV (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Vokal-Vokal) Contoh : lu-luy (berani) wang-kay (bangkai) a-puy (api) g. KKV (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan-Vokal) Contoh : ngke (sini) gya (cepat) kûi-ti (tanah) h. KKVK (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan-Vokal-Konsonan) Contoh : wruh (tahu) twas (hati) lwah (sungai) i. KKKV (Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan-Konsonan-Vokal) Contoh : stri (istri) j. KKKVK ((Pola suku kata yang terdiri atas Kosonan-Konsonan- Konsonan –Vokal- Konsonan) Contoh : ra-kryan (suatu gelar kebangsawanan) 2.9. Hukum Sandhi
Sandhi dalam bahasa Sanskerta berarti ‚hubungan sendi‛. Dalam tata bahasa Kawi, yang sangat terpengaruh oleh bahasa Sanskerta, sandhi berarti menghubungkan dua buah perkataan atau lebih menjadi satu, terutama vokal-vokal pada perkataan-perkataan tersebut.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten
11 Hukum Sandhi merupakan aturan-aturan sandhi yang sudah ditetapkan atau dibakukan. Oleh karenanya sastrawan Jawa Kuno atau seorang Kawi Sastra tidak bisa seenaknya dalam menggunakan tata bahasa yang ada kaitannya dengan Sandhi tersebut. Aturan-aturan dalam hukum sandhi tersebut adalah :
Contoh: a + a = a i + i = ì u + u = ù a + à= à i +ì =ì u +ù =ù à + à= à ì +ì =ì ù +ù =ù okal yang ada di mukanya, misalnya : a+ë =a i+ë =i u+ë =u ö+ë =ö uti bunyi lain daripada ë menjadi : a+u =o a+i =e wruha + ing = wruheng
i + a = ya u + a = wa u + i = wi o + a = wa ö + a = wa 3. Morfologi Bahasa Kawi
uhwa
3.1. Kata dan Jenis Kata Bahasa Kawi Morfologi bahasa Kawi adalah bagian dari tata bahasa Kawi yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata. Sebagai satuan gramatis, kata terdiri atas satu atau beberapa morfem. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat dibedakan artinya. Gabungan morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk
bebas yang paling kecil inilah disebut sebagai kata. Sebagai contoh dalam ujaran, ‚màhabhaya tan sinipi iking alas pinaranta‛ (Sangat berbahaya tidak terhingga hutan yang kamu datangi ini). Satuan bentuk seperti tan, alas dan iki yang terdiri atas satu morfem ini disebut sebagai ‚morfem dasar‛. Sedangkan kata sinipi, pinaranta, màhabhaya ini disebut sebagai ‚morfem gabungan‛. Dari uraian di atas dapat ditentukan bahsa kata yang terdiri dari satu morfem dasar disebut kata tunggal.
Oleh karenanya kata ini disebut juga sebagai ‚kata dasar‛. Kata yang terdiri dari beberapa morfem yang dibentuk dari morfem dasar maupun morfem pangkal dengan proses morfologis disebut ‚kata turunan‛. Adapun kata dalam bahasa Kawi dapat dibedakan atas beberapa macam jenis yaitu : kata benda, kata kerja, kata sifat, kata ganti orang, kata ganti milik (genetif), kata ganti tunjuk, kata ganti hubung, kata ganti tak tentu, kata ganti tanya, kata bilangan, kata sandang penentuan, kata sangdang penunjuk orang. 3.1.1. Kata Benda Kata ini berfungsi menyatakan benda atau orang. Misalnya : sisya (murid), phala (buah), panah (panah), måga (binatang), iku (ekor) rwan (daun), watu (batu), pari (padi), waringin (beringin) dan lain-lain. 3.1.2. Kata Kerja Contoh : magawe (bekerja), malayu (berlari), maburu (berburu), katon (terlihat), mangan (makan), umawa
(membawa), magulingan (bergulingan), amati (membunuh), angrakûa (menjaga), angurip (menghidupkan) dan sebagainya. 3.1.3. Kata Sifat Contoh : úweta (putih), kweh (banyak), magöng (besar), tikûóa (tajam), panës (panas), takut (takur), tikta (pahit) dan lain-lain. 3.1.4. Kata Ganti Orang Kata ganti orang ada tiga macam yaitu : a. Kata Ganti Orang Kesatu/Pertama Berikut ini beberapa contoh kata ganti orang pertama:
aku = aku, saya, misalnya : aku ngaran bhaþara guru (Aku adalah Bhatara Guru) ngwang = saya, misalnya : sariranta kabeh sakeng sariraningwang tattwanya (badanmu seluruhnya dari badanku hakekatnya) nghulun = hamba, misalnya : sang yayati ngaraninghulun (Yayati nama saya) pinakanghulun = hamba, misalnya : pinakanghulun tapwan manak (hambamu belum beranak) bhujàngga mpu = hamba pendeta
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 12 bhujàngga haji = saya (paóðita)
kami = kami, misalnya : brahmaóa daridra kami (Brahmana miskin saya) kita = kita, misalnya
: kita pinaka sangkan paraning saràt (kita adalah sebagai asal
dan tujuan dari semua makhluk)
b. Orang kedua
kanyu ko
= engkau
= engkau, misalnya : ko ng bhuta Locaya (Kau bhuta Locaya)
kamung
= engkau, kamu , misal : kamung hyang watek dewata kabeh (Kamu para dewa sekalian)
rahadyan sanghulun = tuanku, misalnya : adwa rahadyan sanghulun (tetapi kelirulah tuanku) mpu, mpungku = tuanku, misalnya : hana ta pangning carita de mpu makabehan (Adalah cabang cerita hendaklah tuan semua dengarkan)
kamu = kamu kita = tuan-tuan; kamu c. Orang ketiga
ya = ia, dia, misalnya : tinakwanan ta ya de ning guru (ditanyailah ia oleh guru) sarika = ia, dia, misalnya : ring kapana kita swamitra lawan sarika (bagaimana engkau dapat bersahabat dengan dia) rasika = ia, dia, misalnya : tatan hana marasane pwangkulun bheda sangke rasika (Tak ada orang yang dapat menyembuhkan hamba, kecuali dia) sira = beliau, misalnya : sira ta kumawasaken påthiwimaóðala (Bagindalah menguasai dunia) k sira = mereka ya = mereka
3.1.5. Kata Ganti Milik (Genitif)
Kata ganti jenis ini kadang-kadang mempunyai bentuk yang agak berbeda, yakni dengan jalan menyingkatkannya dan kadang-kadang menambahkan n(i) di depannya. Kata ganti milik dalam bahasa Kawi juga dapat dibagi atas 3 macam yaitu : a. Kata Ganti Milik Orang Kesatu/Pertama Berikut ini beberapa contoh kata ganti milik orang pertama: aku, ngku (dari kata aku), misalnya : anaku
hkan pada kata
yang berakhir k, maka hanya sebuah k saja yang ditulis) mami (dari kata mami), misalnya : sisya mami (murid saya) ni nghulun, misalnya ningwang, misalnya
: wëtëng ninghulun (perut saya) : carita ningwang (Ceritaku)
Contoh dalam kalimat : yan tuhu kita anaku (jika benar kamu anakku) yan tuhu sisyamami, tagawe kita guru dakûina (jika benar-benar murid saya, buatlah upah untuk gurumu) salwiring kapangan masuk ing wëtëng ninghulun (segala macam yang dapat dimakan masuk kedalam perutku) b. Orang kedua Berikut ini beberapa contoh kata ganti milik orang kedua: mu (dari kata kamu), misalnya : anakmu (anakmu) nyu (dari kata nyu), missal : swaminyu (suamimu) ta /nta, misalnya
: anakta (anakmu), ibunta (ibumu)
Contoh dalam kalimat : anakmu tan wënang datëng (Anakmu tidak boleh datang) aku dinalihta swaminyu, arah lku murtako (aku kira suamimu! hai pergi enyahlah kau) patëngëran iradenta yan mapanës ika gulunta mangëlëd apuy lwirnya (Tandanya bagimu apabila merasa
panas lehermu sebagai menelan api) c. Orang ketiga Berikut ini beberapa contoh kata ganti milik orang ketiga: ya / nya, misalnya : Sarmistha ngaranya (Sarmistha namanya) nira / ira, misalnya : wwang atuha nira (orang tuanya), ling ira (katanya) Contoh dalam kalimat : hana ta sang akupa ngaranya, ratuning pas (Adalah Akupa namanya, raja dari kura-kura) hana sira ratu parikësit ngaran ira (Adalah seorang raja sang Par ikesit namanya)
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 13 3.1.6. Kata Ganti Tunjuk a. iki, ike, iku, iko, ikana Vokal akhir dari masing-masing kata ganti penunjuk itu, untuk menujuk barang atau orang yang berhubungan dengan yang berbicara, yang diajak bicara dan yang dibicarakan. iki, ike (ini) iku, iko (itu)
ang kedua)
ika, ikana (itu) Jarak ini tidak hanya menunjuk tempat saja tetapi juga jarak waktu iki, ike Contoh dalam kalimat : Iki pwa ya sabha pamintonan kasaktin (inilah gelanggang untuk mempertunjukkan kesaktian)
Majar ta sang astabasu: “rahayu yan mangkana nghulun ri kita ike sanak mami wwalung siki (Sang Astabasu berkata, ‚baiklah jika demikian saya akan menjelma padami saudara saya depalan ini‛ )
Iku/iko dinalihta swaminyu (Itulah kau kira suamimu) Ika kewala sarananta i sëdëng ning haneng alas (Itu hanya syarat bagimu sementara sedang ada dalam hutan) Ndatan suka sang hyang pitara denira, apan tan yogya ikana ng rah yan tarpanakna ri sira (Sang dewa arwah tidak senang, oleh karena dara itu tidak pantas untuk disajikan kepadanya) b. nihan, nahan Kata ini biasanya dipakai untuk menunjuk kata orang. Nihan dipakai untuk kata-kata yang masih akan dikatakan. Sedangkan nahan untuk kata-kata yang sudah dikatakan. Nihan Nahan c. ngke, ngka, ngkana Kata ini dapat dipakai untuk menunjuk waktu atau tempat. ngke ngka ngkana d. mangke, mangko, mangka
kian‛
mangke mangko mangka e. mangkana, samangkana, samangka mangkana
-kadang dipakai pula untuk menunjuk
kata-kata orang yang telah dikatakan) samangkana samangka f. kumwa, kwa
ya diartikan ‚yang demikian, maka,pada waktu itu‛
kumwa kwa 3.1.7. Kata Ganti Hubung Contoh : ikang (yang), anung (halnya), sing (apa saja) 3.1.8. Kata Ganti Tak Tentu Contoh : asing (apapung, setiap), sira (seseorang), anu (sesuatu), bari-bari (apa-apa) 3.1.9. Kata Ganti Tanya Contoh : syapa (siapa), apa (apa), aparan (apa), ndi (di mana), mapa (mengapa), pira (berapa). 3.1.10. Kata Bilangan Berikut penyebutan bilangan dalam bahasa Kawi : 1 = tunggal 2 = rwa 3 = tëlu 4 = pat
5 = lima
6 = nëm 7 = pitu 4 = wwalu 9 = sanga 10= sapuluh 11= sawëlas 12= rwawëlas 13= tigawëlas 14= padwëlas 15= limawëlas 16= nëmwëlas 17= pituwëlas 18= wwaluwëlas 19= sangawëlas 20= rwangpuluh Untuk bilangan 20 sampai 29 di samping ada kata salikur (21), tëlulikur (23) dan sebagainya juga terdapat rwangpuluh tunggal, rwangpuluh dwa, rwang puluh tëlu dan sebagainya seperti dalam bahasa Indonesia. Adapun untuk : ratus (atus), ribu (iwu), laksa (lakûa), keti (koti, keti), juta (ayuta, yuta) Contoh : 9.539.560 = sangang yuta limang keti tëlung lakûa sangang iwu limang atus nëmang puluh. Jika kata bilangan itu dihubungan dengan kata-kata yang menyebutkan ukuran waktu, ruang, atau jumlah, maka kata bilangan itu mendapat tambahan ng di belakangnya. Tetapi kata ‚tunggal‛ berubah menjadi ‚sa‛.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 14
Contoh : patang wingi = empat malam limang tahun = lima tahun limang atus = limaratus limang wingi = lima malam wwalung dëpa = delapan depa nëmang iwu = enam ribu nëmang ayuta = enam juta
tëlung siki = tiga buah/ekor salek = satu bulan
satahun = satu tahun sawiji = satu biji Jika awalan ka- ditambahkan pada kata bilangan, maka awalan ka- ini berarti ‘semua, bersamasama, atau
tingkatan’. Contoh : katëlu (ketiga-tiganya, semuanya); kapat (keempat-empatnya, semuanya) dan lainlain. Jika awalan pa- di muka kata bilangan seringkali menyatakan arti ‘bagian’. Dan bentuk ini sering pula mendapat awalan ma- atau sa-. Contoh : mapasewu (menjadi seribu bagian), maparwa (menjadi dua bagian), saparwa (sebagian), dan sebagainya. Jika awalan ping- di muka kata bilangan, maka itu akan menyatakan arti ‘mempergandakan’. Contoh : pingrwa (dua kali), pingtiga (tiga kali), pinglima (lima kali) dan sebagainya. 3.1.11. Kata Sandang Penentuan Kata sandang penentuan ada 2 macam yaitu ang dan ng. Kata sandang ini biasanya ditempatkan di muka kata yang sudah ditentukan. Kalau kata itu belum diketahui atau belum ditentukan, maka ang dan ng tidak dipakai. Kata sandang ini sama fungsinya dengan the dalam bahasa Inggris. Contoh : ang katha (cerita itu), mangrëngö ta ng danawa (mendengarlah raksasa itu). 3.1.12. Kata Sandang Penunjuk Orang Ada beberapa macam kata sandang penunjuk orang dalam bahasa Kawi, yaitu : a. si
Indonesia si dipakai untuk orang kebanyakan Contoh : hana ta rakûasa si doluma ngaranya
(adalah raksasa si Doluma namanya) b. pun Contoh : Bapa, mati angganya pun kaca (Bapa mati badannya sang Kaca) c. sang
atau bangsawan
Contoh : sang àrjuna, sang màhaåûi, sang mati ing rana d. sang hyang
-dewa serta yang dianggap mulya seperti dewa.
Contoh : sang hyang wiûóu, sang hyang wulan, sang hyang àtma. e. dang hyang Contoh : dang hyang drona, dang hyang kåpa, dang hyang narada f. ra berkata kepada orang yang lebih tinggi pangkatnya. Contoh : pirëngön ra putu mpungku (dengarlah cucu tuan hamba). g. sira
-lebih pada kata sebut
yang mengenai macam. Contoh : suka ta sira bara ri dating sang gandawati (senanglah seorang ayah dengan Datangnya Gandawati)
3.2. Kata Berimbuhan Kata berimbuhan merupakan kata turunan yang dihasilkan melalui proses morfologis dengan pembubuhan imbuhan (afiks) pada suatu morfem dasar atau morfem pangkal. Imbuhan adalah morfem terikat yang dapat dibedakan menurut tempatnya melekat pada bentuk dasar yaitu : awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), imbuhan gabung dan konfiks. Jika dilihat dari tempatnya melekat pada morfem dasar atau morfem
pangkal, imbuhan dalam bahasa Kawi dibedakan menjadi : awalan jika diletakkan di awal morfem dasar, sisipan jika disisipkan di dalam morfem dasar dan akhiran jika diletakkan di akhir morfem dasar. Ada lagi imbuhan yang disebut imbuhan gabung dan konfiks. 3.2.1. Awalan Prefiks atau awalan adalah imbuhan yang diletakkan di depan bentuk dasar (pangkal). Yang termasuk awalan dalam bahasa Kawi adalah : a-, an-, ma-, man-, pa-, pan-, sa-, ka-, maka-, pinaka-, nir-, pari-, pi-, su-, ping-, mana-, swa-, ra-, dur-, dan wi-. a. Awalan a- (seperti awalan me- atau ber- dalam bahasa Indonesia) Apabila morfem dasar diawali fonem konsonan, mendapat awalan a-, maka awalan a- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : atuha (berumur), ahyun (berkeinginan), ajanma (menjelma), akon (menyuruh), dst. Apabila morfem dasar diawali oleh fonem vokal, mendapat awalan a-, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan a-
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 15 Contoh : aputra (mempunyai putra), ahyun (mempunyai keinginan), astir (mempunyai istri), dll.
Contoh : alampah (berjalan), agawe (bekerja), apretijna (berjanji)
Contoh : agirang (dalam keadaan gembira), alara (dalam keadaan bersedih), dll.
b. Awalan anAwalan an- mempunyai 4 alomorf : an-, am, ang dan an-. - digunakan apabila morfem dasar tempatnya melekat dimulai dengan konsonan t dan s, kemudian konsonan t dan s akan luluh. Contoh : anëpi (menuju tepi), aniwi (menyungsung) anonton (melihat) dll. - digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan p, b, w; kemudian konsonan-konsonan tersebut akan luluh Contoh : aminta (meminta), amawa (membawa), amëtu (muncul). - digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan c; kemudian konsonan tersebut akan luluh Contoh : anakar (mencakar), anakra (memanah dengan cakra) - digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan r, l, k, g, h, j; kemudian konsonan-konsonan tersebut tidak luluh kecuali k Contoh : angalap (memetik), angering (mengikuti), angrakûa (menjaga), angrëngö (mendengar), anglilir (menglilir), angidul (menuju selatan), angawe (mengerjakan), anghadap (menghadap),angjala(menjolok) Arti Awalan an-
Contoh : angrakûa (menjaga), angalap (memetik), dll. Contoh : angalas (pergi ke hutan), angalor (pergi ke utara), angulwan (pergi ke barat)
Contoh : anakra (memanah dengan cakra), anakar (mencakar dengan kuku), dll. Pemakaian an- sering mengalami penghilangan bunyi vokal /a/ apabila morfem dasarnya dimulai dengan
bunyi vokal. Contoh : angaran Hal ini dapat pula terjadi pada morfem dasar yang diawali huruf bilabial. Contoh : amangan (makan); amanah c. Awalan maApabila awalan ma- melekat pada morfem dasar diawali fonem konsonan, maka awalan ma- melekat begitu saja pada morfem dasar tersebut. Contoh : maputra (beranak), mahyun (berkeinginan), maweh (memberi), makon (menyuruh), dst. Apabila awalan ma- melekat pada morfem dasar diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : mànak (beranak) mojar (berkata) dll. Arti Awalan arti mempunyai Contoh : maputra (mempunyai putra), mambëk (berkelakuan), dll.
Contoh : malampah (berjalan), magawe (bekerja), madandan (berhias)
Contoh : malara (bersedih), menak (bersenang-senang) emakai Contoh : agirang (dalam keadaan gembira), alara (dalam keadaan bersedih), dll. d. Awalan manAwalan an- mempunyai 3 alomorf : mang-, mam-, man-. - digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan l, h, g, t, dan j. Contoh :mangajar (mengajar), manglade (berperang) mangjadma (menjelma) dll. - digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan p, ph, b, bh, w;
Contoh : maminta (meminta), mamuja (memuja), mamukti (memakan), dll man- digunakan apabila morfem dasar dimulai dengan konsonan t , c dan s Contoh : manonton (melihat), manembah (menyembah), manakar (mencakar) dll.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 16 Arti Awalan an-
Contoh : malaga (berperang), mamuja (memuja), dll.
Contoh : mangrare (seperti anak-anak), dll. e. Awalan paApabila awalan pa- melekat morfem dasar diawali fonem konsonan, maka awalan pa- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : papangguh (bertemu), patunjung (memakai tunjung), dst. Apabila awalan pa- melekat pada morfem dasar yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : pànak (berputra), pebu (beribu), dll. Arti Awalan pa-
Contoh : padosa (berdosa), papangguh (berpenglihatan), dll.
Contoh : panatha (memakai raja), pawiku (memakai wiku), menjadi Contoh : parwa (membagi menjadi dua), pasewu (membagi menjadi seribu), dll.
f. Awalan saApabila awalan sa- melekat morfem dasar diawali fonem konsonan, maka awalan sa- tersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : saràt (sedunia), salawas (selama), dst. Apabila awalan sa- melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : sànak (satu keluarga), sojar (seluruh perkataan), dll. Arti Awalan sa-
Contoh : saràt (sedunia), sànak (seluruh keluarga), dll.
Contoh : sadatëng (setelah tiba), samangkana (setelah demikian), dll.
Contoh : somah (satu rumah), salampah (satu perjalanan), sajña (satu pikiran) dll. g. Awalan kaApabila suatu morfem dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan ka-, maka awalan katersebut melekat begitu saja pada morfem dasar. Contoh : katon (terlihat), karëngö (terdengar), dst. Apabila awalan ka- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : kengët (teringat), kàjar (diajar), dll. Arti Awalan kaContoh : katëmu (dapat ditemui), kawalës (dapat dibalas), dll.
Contoh : karëngö (terdengar), kapanah (terpanah), dll.
h. Awalan makaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan maka-, maka awalan makatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : makastri, makasisya, makaphala dst. Apabila awalan maka- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : makebu, makari, dll. Arti Awalan maka-
Contoh : makastri (sebagai istri) makebu (sebagai ibu), makàri (sebagai adik), dll. i. Awalan pinakaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pinaka-, maka awalan pinakatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : pinakabapa, pinaka sarana, dst. Apabila awalan pinaka- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : pinakànak, pinakàdi, dll. Arti Awalan pinakamenganggap, menjadikan Contoh : pinakàdi (sebagai yang pertama) pinakabapa (sebagai ayah), dll.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 17 j. Awalan nirApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan nir-, maka awalan nirtersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : nirguóa, nirmala, nirbhaya, dst.
Apabila awalan nir- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, dan k, t, c, maka nirtersebut berubah menjadi nis-. Contoh : niskala, niscaya, nistresna dll. Arti Awalan nir-
Contoh : nirdon (tanpa tujuan), nirguóa (tidak ada guna), nirbhaya (tidak ada bahaya) dll. k. Awalan pariApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pari-, maka awalan paritersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : paripuróa, paritusta, dst. Apabila awalan pari- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : parìndik (segala peraturan), dll. Arti Awalan pari-
Contoh : paribhasa (sekitar bahasa) paripuróa (sangat sempurna), paribhoga (sekitar makanan), dll. l. Awalan piApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pi-, maka awalan pitersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : pitutur (hal nasehat), pituhu (hal kebenaran), dst. Apabila awalan pi- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : pyambëk (hal tingkah laku), pyolas (hal belas kasihan) dll. Arti Awalan pi-
Contoh : pidon (hal tujuan), pitutur (hal nasehat), pitresna (hal kasih sayang), dll. m. Awalan su-
Apabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan su-, maka awalan sutersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : suputra (anak baik), surùpa (cantik), dst. Apabila awalan su- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan su-
Contoh : sujana (orang yang baik); suúìla (tingkah laku yang baik), sucarita (cerita yang baik), dll. n. Awalan pingPembentukan : Apabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan ping-, maka awalan pingtersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : pingrwa (dua kali), pingtiga (tiga kali), dst. Arti Awalan pingarti ganda atau kali Contoh : pingpitu (tujuh kali); pingnëm (enam kali), dll. o. Awalan màhaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan màha-, maka awalan màhatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : màhasakti (sangat sakti), màhadiya (sangat mulia). Apabila awalan màha- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : mahottama (sangat utama), dll. Arti Awalan màhasangat Contoh : mahasakti (sangat sakti), màharàja (hal nasehat), pitresna (hal kasih sayang), dll.
p. Awalan swaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan swa-, maka awalan swatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : swakarma, mahöttama Apabila awalan swà- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan swa-
Contoh : mahasakti (sangat sakti), màharàja (hal nasehat), pitresna (hal kasih sayang), dll.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 18 q. Awalan upaApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan upa-, maka awalan upaatersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : upabhoga, upajiwa, dst. Apabila awalan upa- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan upa-
Contoh : uparëngga (sekitar perhiasan), upalakûana (sekitar perbuatan), dll. r. Awalan ra-
Apabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan ra-, maka awalan ratersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : rakawi, dst. Apabila awalan ra- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Arti Awalan ra-
Contoh : rànak (anak terhormat), rena (ibu terhormat), dll. s. Awalan durApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan m, g, b, mendapat awalan dur-, maka awalan durtersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : durmukha, dst. Dur- akan berubah menjadi dus- apabila morfem dasarnya diawali oleh fonem s, k, û . Arti Awalan dur-
Contoh : durúìla (tingkah laku jahat), durjana (orang jahat, dll. t. Awalan wiApabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan wi-, maka awalan witersebut melekat begitu saja pada kata dasar. Contoh : wijaya, dst. Apabila awalan wi- tersebut melekat pada morfem yang diawali oleh fonem vokal, maka berlakulah aturan sandhi. Contoh : wyagra, dst Arti Awalan wi-
Contoh : wipatha (sangat hancur), dll.
3.2.2. Sisipan Infiks atau sisipan adalah imbuhan yang disisipkan di tengah kata dasar atau morfem pangkal. Yang termasuk sisipan dalam bahasa Kawi adalah : -in-, -um-, -er-, dan -el-. Di antara sisipan tersebut yang paling banyak digunakan dalam bahasa Kawi adalah sisipan -in- dan -um-. Untuk sisipan -er- dan -el- jarang sekali dipakai dalam tata bahasa Kawi.. a. Sisipan -inSisipan -in- tidak mengalami perubahan bentuk pada saat disisipkan pada morfem dasar yang diawali dengan fonem konsonan. Bentuknya akan selalu tetap yaitu diletakkan diantara konsonan pertama dengan vokal yang mengikutinya. Contoh : kinon (dilihat), pinapah (dipapah). Apabila morfem dasar diawali dengan fonem vokal mendapat infiks -in-, maka infiks tersebut diletakkan di muka kata dasar seolah-olah sebagai awalan. Bila kata dasarnya diawali dengan fonem h, maka fonem tersebut sering kali luluh. Contoh : iningët (diingat), inikët (diikat). Arti infiks -inBerarti menunjukaan kata pasif atau sama dengan awalan di- atau ter- dalam bahasa Indonesia. Contoh : kinon (terlihat), wineh (diberi) dll. b. Sisipan -umSisipan -um- akan terletak di antara konsonan pertama dengan vokal berikutnya apabila melekat pada morfem dasar yang diawali dengan konsonan. Contoh : lumampah (berjalan), gumawe (mengerjakan) Apabila morfem dasar diawali dengan fonem vokal mendapat infiks -um-, maka infiks tersebut diletakkan di
muka kata dasar seolah-olah sebagai awalan. Contoh : umëtu (muncul), umikët (mengikat). Apabila sisipan -um- terletak morfem dasar yang diawali dengan fonem konsonan bilabial (p, b, m. w), maka infiks tersebut diletakkan di muka kata dasar dan huruf bilabial tersebut sering kali luluh. Contoh : umawa (membawa), umuat (membuat). Arti infiks -um- atau ber- dalam bahasa Indonesia. Contoh : sumilih (mengganti), tumiru (meniru), umingët (mengingat) dll.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 19 3.2.3. Akhiran Akhiran atau sufiks adalah imbuhan yang diletakkan di akhir kata dasar. Yang termasuk akhirran dalam bahasa Kawi adalah akhiran : -a, -e, -an, -akën, -i, -ka, -man, -wan dan –wati. a. Akhiran -a Akhiran –a tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : wëruha (supaya tahu), hilanga (supaya hilang). Bila akhiran -a melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : ratwa (supaya menjadi raja) Bila akhiran -a melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal i, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi -ana. Dalam hal ini ana termasuk alomorf dari akhiran -a. Contoh : gantyana (akan
membunuh), yuktyana (akan membenarkan) Arti Akhiran -a nya, semoga Contoh : ratwa (akan menjadi raja), nulisa (supaya menulis), anginuma (agar minum). b. Akhiran -ën Akhiran –ën tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : sahutën (supaya digigit), tulungën (supaya ditolong), tonën (supaya dilihat). Bila akhiran -ën melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi alomorf -n. Contoh : rëngön (dengarlah), wawan (supaya di bawa) Arti Akhiran -ën Berarti menyatakan suatu perintah : harus di-, supaya dll Contoh : wehën (supaya diberi), tonën (supaya dilihat). c. Akhiran -an Akhiran –an tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar y ang diakhiri oleh konsonan. Contoh : wëkasan (akhirnya). Bila akhiran -an terletak morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal i, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi alomorf -n. Contoh : winursitan (dihormati), binojanan (diberi makan). Bila akhiran -an melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan vokal, maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : tunwan (bakarkan), tirwan (tirukan) Arti Akhiran -an Contoh : dinakûinan (diberi upah)
ti Contoh : panggungan (seperti arena) d. Akhiran -akën Akhiran –akën tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : warahakën (beritahuan), alapakën (ambilkan). Bila akhiran -akën melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan vokal, maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : tirwakën (tirukan), maryakën (hentikan) Dapat pula akhiran -akën berubah menjadi akhiran –akëna, bila digunakan untuk membuat kalimat perintah, yang belum nyata terjadi. Contoh : manggihakëna (akan mendapatkan). Arti Akhiran -akën
Contoh : wehakën (supaya diberikan) e. Akhiran -i Akhiran -i tidak berubah apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : susupi (masuklah), tinghali (lihatlah). Bila akhiran -i melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal maka hukum sandhilah yang berlaku. Contoh : umare (mendatangi) Bila akhiran -a melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal i, maka akhiran tersebut akan berubah menjadi -ani. Contoh : amatyani (membunuh). Arti Akhiran -i
Contoh : malare (menyakiti), tumangisi (menangisi)
Contoh : tinghali (lihatlah). f. Akhiran -ka Akhiran -ka tidak mengalami perubahan apabila melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh konsonan. Contoh : kanyaka (gadis-gadis), balaka (anak-anak)
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 20 Bila akhiran -ka melekat pada morfem dasar yang berakhir dengan bunyi vokal, maka akhiran tersebut tidak mengalami perubahan. Arti Akhiran -ka
Contoh : balaka (anak-anak). g. Akhiran -man Selamanya bentuk akhiran -ka tidak mengalami perubahan apabila melekat pada mo rfem dasar yang diakhiri oleh vokal. Contoh : guóaman (berguna). Arti Akhiran -ka
Contoh : guóaman (mempunyai guna). h. Akhiran –wan Bentuknya tidak mengalami perubahan ketika melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal /a/. Contoh : dharmawan (mengandung kebenaran), himawan (mengandung salju). Arti Akhiran -ka
Contoh : guóawan (mempunyai guna). i. Akhiran -wati Akhiran -wati biasanya dipakai untuk wanita. Ini biasanya melekat pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal /a/. Contoh : satyawati (mengandung kesetiaan), tirtawati (mengandung air). 3.2.4. Imbuhan Gabung Imbuhan gabung adalah imbuhan yang merupakan gabungan antara dua buah imbuhan atau lebih, yang dibubuhkan pada morfem dasar tidak bersamaan. Imbuhan gabung dalam bahasa Kawi antara lain : (um + a), (um + akën), (in + akën), (in + an), (ma + akën). a. Imbuhan Gabung um + a Sama dengan bentuk sisipan -um- dan akhiran -a Contoh : tumuruna (akan menurun), gumantya (akan mengganti) Arti :
Contoh : gumantya (akan mengganti). b. Imbuhan Gabung um + akën Sama dengan bentuk sisipan -um- dan akhiran -akën Contoh : umalapakën (mengambilkan), gumawayakën (mengerjakan) Arti :
Contoh : tuminghalakën (melepaskan), umanahakën (memanahkan). c. Imbuhan Gabung in + akën Sama dengan bentuk sisipan -in- dan akhiran -akën Contoh : tininggalakën (ditinggalkan), ginawayakën (dikerjakan)
Arti :
Contoh : inujarakën (dikatakan), pinanahakën (dipanahkan). d. Imbuhan Gabung in + an Sama dengan bentuk sisipan -in- dan akhiran -an Contoh : winarahan (diajarkan), inujaran (dikatakan) Arti :
Contoh : inaranan (dinamai), rinasan (dirasakan). e. Imbuhan Gabung ma + akën Sama dengan bentuk sisipan -ma- dan akhiran -akën Contoh : mojarakën (mengatakan), macaritàkën (menceritakan) Arti :
Contoh : mawehakën (memberikan), mawarahakën (memberitahukan).
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 21 3.2.5. Konfiks Konfiks adalah suatu imbuhan yang melekat secara bersama-sama antara awalan dan akhiran pada kata dasar. Konfiks dalam bahasa Kawi : (ka + an) dan (pa + an). a. Konfiks ka + an Pembentukan
Konfiks ka + an Konfiks ka + an Konfiks ka + an Arti :
Contoh : kadatwan (tempatnya ratu)
Contoh : katëkan (halnya datang) b. Konfiks pa + an Pembentukan Konfiks pa + an Contoh : patapan (tempat pertapa), patirthan (tempat tirtha) Konfiks pa + an Contoh : paburwan (tempat berburu), patukwan (tempat membeli) Arti :
Contoh : palëmbwan (tempatnya lëmbu) 3.3. Kata Ulang Dalam bahasa Kawi tidak terlalu banyak macam pengulangan. Adapun proses pengulangan kata dalam bahasa Kawi di antaranya : 3.3.1. Kala Ulang Murni Kata ulang ini adalah bentuk utuh morfem dasar yang diulang sehingga menghasilkan kata ulang murni. Secara
tradisional kata ulang ini dinamakan ‚dwisama lingga‛. Contoh : kina-kina (sangat kuno), kral-kral (sangat kuat), ila-ila (sangat berpantang).
3.3.2. Kata Ulang Dwi Purwa Kata ulang dwi purwa adalah kata ulang sebagian di mana diadakan pengulangan pada suku pertama bentuk dasarnya. Pendwipurwaan di sini sekaligus dibubuhi akhiran -an dan tanpa dibubuhi akhiran -an. - Kata ulang dwi purwa tanpa akhiran -an, misalnya : gegecok (lauk), tutunggal (satu) - Kata ulang dwi purwa dengan akhiran –an, misalnya : gegedahan (biru muda), gegeperan (bergetar). 3.3.3. Kata Ulang Berimbuhan Kata ulang berimbuhan adalah kata ulang yang telah mengalami proses afiksasi mungkin berupa awalan, sisipan, akhiran dan konfiks. - Kata ulang berawalan, contoh : aburu-buru (berburu-buru), aturu-turu (tidur terus-menerus) - Kata ulang bersisipan, contoh : gumuyu-muyu (tertawa-tawa), tinuna-tuna (terputus-putus) - Kata ulang berakhiran, contoh : ayam-ayaman (seperti ayam), gurung-gurungan (kerongkongan). 3.3.4. Kata Ulang Berlawanan dan Berakhiran Dilihat dari proses pembubuhan imbuhannya, kata ulang berawalan dan berakhiran mempunyai kemungkinan awalannya terlebih dahulu melekat atau akhirannya lebih dahulu melekat. Karenanya kata ulang bentuk ini dibedakan sebagai berikut : -gulingan, maharëpharëpan. -pasangan, makeral-keralan. Arti Kata Ulang :
Contoh : kina-kina (sangat lama), ila-ila (sangat berpantang), tuhu-tuhu (sungguh-sungguh) an arti perbuatan berulang-ulang Contoh : gumuyu-guyu (tertawa-tawa), maburu-buru (berburu-buru), kapipil-pipil (dipungut-pungut)
Contoh : apilih-pilih (memilih-milih), maguling-gulingan (tidur-tiduran). 3.3.5. Kata Majemuk Kata majemuk merupakan gabungan dua kata tunggal atau lebih yang penggabungannya sudah demikian sehingga menciptakan suatu arti.
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 22 3.3.5.1. Ciri-ciri Kata Majemuk a. Ciri Arti Kata majemuk memperlihatkan lagi arti masing-masing unsurnya. Kata majemuk juga mempunyai satu arti dan merupakan kesatuan arti yang bulat. Contoh : danapunya
u arti ‘derma atau sumbangan’
b. Ciri Konstruksi Apabila kata majemuk mendapat imbuhan maka imbuhan itu dibubuhkan pada awal unsur kata majemuk yang pertama atau paling akhir unsur kata majemuk yang terakhir. Demikian pula jika mendapat konfiks atau inbuhan gabung maka ia diperlukan sebagai suatu kata dan susunan unsur tidak dapat dibalik. Contoh : janaruga (simpati). Bila diberi konfiks ka + an c. Ciri Unsur Kata majemuk antara unsur-unsurnya tidak dapat disisipkan sebuah morfem lain. Jadi antara unsur-unsur tidak dapat dipisahkan. Apabila dipaksa disisipkan kata lain di antara unsur-unsurnya maka bentuk
konstruksinya bukan lagi kata majemuk mungkin menjadi frase atau bentuk lain. Contoh : ramarena (kedua orang tua). d. Ciri Tekanan Tekanan pada kata majemuk selalu jatuh pada suku terakhir dari unsur yang terakhir pula. Contoh : priyahita (ramah-tamah). Pada kata majemuk tekanan ini jatuh pada suku terakhir dari unsur yang kedua yaitu suku ta pada kata hita. Apabila tekanan jatuh pada suku terakhir pada unsur yang pertama ya pada kata priya, maka kata itu bukan kata majemuk 3.3.5.2. Macam-macam Kata Majemuk Jika dilihat dari sifatnya kata majemuk dibedakan menjadi dua yaitu kata majemuk yang bersifat endosentris dan kata majemuk eksosentris.
atau semua unsurnya. Contoh : jatugreha (rumah damar). Kata majemuk eksosentris adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya tidak dapat menggantikan seluruh unsurnya. Contoh : priyahita (ramah-tamah). Dilihat dari strukturnya, kata majemuk dapat dibedakan menjadi : ajemuk yang usur-unsurnya tidak saling menerangkan tetapi berkedudukan. Contoh : bapebu (ibu bapak), danapunya (sedekah), jatukarma (jodoh), wahyàdhyàtmika (jasmani rohani). alah satu unsurnya menerangkan unsur yang lain.
Contoh : dewaputra (putra dewa), yamabrata (nama sumpah), jatugreha (nama rumah), kurukûetra (nama lapangan). Perlu dicatat bahwa kata majemuk dalam bahasa Kawi ada yang berstruktur asli Kawi yang menuruti hukum Diterangkan (D) Menerangkan (M) mendahului yang Diterangkan (D). Bentuk ini sama-sama dipakai dalam bahasa Kawi. Arti Kata Majemuk :
Contoh : bapebu (ibu bapak), punya papa (baik-buruk), suràpsarì (dewa-dewi) mengeraskan Contoh : wëlas arëp (belas kasihan), priya hita (sopan santun), suka trëpti (suka dan puas)
Dalam hal ini unsur yang kedua membatasi arti atau memberi penjelasan yang pertama (unsur pusat) Contoh : kurukûetra (nama lapangan), surànggana (bidadari), suràjaya (r aja dewa), anak hyang (anak dewa), jatugreha (rumah damar).
Contoh Teks : Berikut ni adalah teks cerita Bhagawan Dhomya dan Ketiga Muridnya yang diambil dari Àdiparwa.
Bhagawan Dhomya Hana si ra bràhmaóa bhagawàn Dhomya ngaran ira. Patapan ira ri Ayodhyàwiûaya. Hana ta úisya nira tigang siki, ngaran ira sang Utamanyu, sang Àruóika, sang Weda. Kapwa pinarikûa nira, yan tuhu guruúuúrùûa
gurubhakti. Kramanya de nira marìkûa: sang Àruóika kinon ira yàsawaha rumuhun, kamênà nira wehana ri sang hyang Dharmaúàstra. Yatna ta sang Àruóikàngulaha, sakrama ning masawah ginawayakên ira. Sêðêng ahayu tuwuh nikang wìja, têka tang wah saka wåûþipàta hudan adrês. Alah ta galêng tikang sawah. Saka ri wêdi nira n kahibêkana toya ikang pari, tinambak nira ta ya tapwan asowe ikang wway. Alah têka tambak nikà, muwah tinambak nira. Tan wring deya nira, i wêkasan tinambakakên tàwak nireng wway manglêóðö, tarmolah irikang
Bahan Ajar Bahasa Kawi Untuk Mahasiswa STHD Klaten 23 rahina wêngi. Katon tàwak nira ngkàneng sawah e sang guru. Mojar bhagawàn Dhomya ri sira, kinon ta ya siràwungwa. yasmat kewàrakhaóðena wardanye pi sangsthitaá, tasmàd wawarika bhùtwà dhàrakaá munin aruniá
‚Anakku sang Àruóika, atyanta ring dhàraka. Pawungwa tànaku. Sang Addyayatu (Uddalaka) ngaranta, manambakakên awakta ring wway makanimitta bhaktinta ring guru.
úreyo ‘wàsyanti yo siddhiá“ Astwanêmwa kita sukha, siddhimantrà wàkbajrà kita‛ Nàhan ta pamarìkûa bhagawàn Dhomya ri sang Àruóika. Tumùt sang Utamanyu pinarìkûa nira. Ya ta kinon ir mahwana ng lêmbu. Yatna tingkah nira n pahwan irikang goh. Hàraka sang Utamanyu mahwan; ulih nirànasi ndatan pawwat nasi tasyan sira ri ðang hyang guru. Ojar ta sang guru:
‚Anaku sang Utamanyu. Krama ning úiûya yan gurunhakti; mawwat nasi solih nirànasi karma nikà. swayam aúrayamakopajìwana
Solihtànasi tan yogya bhuktinta.‛ Mangkana ling nira mpu guru. Manêmbah ta sang Utamanyu, umupakûamàkên i úìla nira n salah. Irikang sakatambay eñjing lumampah ta siràhwan, sumêlang manasi muwah. Solih nirànasi ya ta pawwat nire ðang hyang guru. Huwus niràwwat taysan, manasi ta sira muwah, pinakopajìwa niràhwan ikang lêmbu. Katinghalan tànasi ping rwa, inuhutan ta sira de sang guru, apan lobha ngaran ing mangkana. Ndatan panasi ping rwa pinakopajìwanà nira, ling ning guru. Dadi sira minum irikang kûìra tatúeûa ning lêmbwanusu. Tinakwanan ta sira hàraka nira de ning guru, màjar sira yar pamöh tatúeûa ning lêmbwanusu. Ling nira sang guru:
‚Udù, mangkin tan yogya ulahteku, apan malap gurudåwya. Tan dadi ring úiûya mangan dåwya ning guru‛. Mangkana ling nira mpu. Mari ta sira minum susu. Hana wêrêh ning watsa mêtu sangkeng tutuknya yan panusu warêg sinuswan ing indungnya. Ya tikà dinilat nira, pinakopajìwa niràngrakûekang lêmbu. Muwah ta sira tinañan de ðang àcàrya guru ryàhàra nira, màjar sira yan pangdilat i wêrêh ning watsa n tumibeng lêmah, pinakàhàra nira, màjar ta sang guru:
‚Ai anaku sang Utamanyu, tan yogya ike àhàranta. Ikang watsa wruh ikà ri lapàntànaku. Saka ri wêlas nyambêknya kita, hêtunyàngutahakên ulihnyànusu. Tuhun yan wêrêh ngaranya, tan dadi ng wwang kadi kita mangêpeki pangan ing watsa. Sangkûepanya: manghorati bhukti ning len ngaranya. Haywa pinakàhàra ikang tan
yogya upajìwanà, apan agyang akuru ikang watsa yan mangkana.‛ Nàhan ling nira mpu. Manêmbah ta sang Utamanyu. Ri sakatambayeñjing mahwan ta sira muwah, tatan
pamangan sira. Saka ri lapà nira, amangan ta sira gêtih i r wan ing waduri. Ardhàpanas pwekà gêtih ing rwaning waduri, sumök ta ya têkeng mata. Andhìbhùta, dadi ta sira wuta tan panon deúa; hàrohara ta siràmet irikang lêmbu. Hana ta sumur mati. Ngkàna ta sira n tibà kalêbwing sumur, apan tan panon ing màrga nira. Sore pwekang kàla, mulih tekang wåûabha tan hanàngiring mare kanðangnya. Ndatan katon sira mulih de nira mpu, hàrohara ta siràmet i úiûya nira. Irikang sakatambesuk inulatan de ðang hyang guru, kapanggih ta sireng jro sumur mati. Tinañan pwa sira kàraóa ning kalêbwing sumur mati, màjar ta sang Utamanyu yan wuta, amangan gêtih ing waduri saka ri lapà nira n inuhutan de ðang hyang guru mangdilata wêrêh ning watsa. Saka ri kàruóya bhagawàn Dhomya wineh ta sang Utamanyu mantra Aúwinodewaràjani uccàraóàkêna nira, matang yan marya wuta. Apan sang hyang Aúwinodewamantra de sang guru. Ndatan madwa sang hyang mantra, ðatêng ta sang hyang Aúwinodewa maweh anugraha tumpihangin kinonakên wurungan wuta. Ya ta panganên ira pakoûadhà ni laranya, niyata warasa. Pinangan ira pwa ya ta, cakûur arogyaý bhawati muwah ta sira paripùróa indra ning mata nira, tan hana kawikàra ning akûi wêkasan. Sukha ta bhagawàn Dhomya tumon i sang Utamanyu. Siddhiúàstrànugrahomi
Manganugrahàni ta sira úàstra siddhi lawan, tatan kêneng tuhàtah rùpanyanaku.‛ Nàhan ta ling bhagawàn Dhomya manganugrahe sira. Tumùt sang Weda pinarìkûa nira. Kinon ira tamolaheng padangan, kumawwatakêna taðah nira sari-sari. Saka ri