LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
ANALISIS SEDIAAN KAPLET AMPISILIN DENGAN METODE IODOMETRI
disusun oleh: Gol. II/Kelompok 2 FSI 2009 Arini Musfiroh
FA/8319
Adithia Framana FA/8320 Ela Gondo Wijaya FA/8321
Dosen Pembimbing
: Dr. Ahmad Purnomo, Apt.
Asisten Pembimbing
: Akbar
Tanggal Praktikum
: Senin, 8 April 2012
LABORATORIUM ANALISIS FARMASI BAGIAN KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
ANALISIS KADAR AMPISILIN DALAM SEDIAAN KAPLET AMPISILIN SECARA IODOMETRI I.
TUJUAN
Mahasiswa mampu menetapkan kadar ampisilin dalam sediaan kaplet ampisilin menggunakan metode iodometri.
II.
DASAR TEORI
Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk analognya yang dibuat sintetik yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme. Penetapan hayati suatu antibiotik merupakan metode yang paling cocok. Metode ini merupakan metode pilihan pertama dari suatu antibiotik baru dan untuk menetapakan potensinya dinyatakan dalam satuan unit. Jika keadaan memungkinkan baru ditetapkan secara kimia. Penetapan secara kimia diharapkan lebih spesifik dari penetapan hayati. Penetapan antibiotik secara kimia murni mempunyai ketelitian yang tinggi, waktu analisis lebih cepat dan lebih obyektif sehingga bisa menggantikan penetapan secara hayati. Dengan mempelajari sifat kimia dan rumus bangun dari suatu antibiotik maka dapat disusun penetapan secara kimiawi yang lebih baik. Metode yang paling baik adalah metode yang dapat menetapkan suatu senyawa secara kuantitatif tanpa diganggu oleh hasil peruraiannya atau senyawa lain yang mempunyai sifat kimia yang serupa. (Sudjadi, 2004) Ampisilin merupakan salah satu antibiotik turunan Penicillin. Penicillin mempunyai ciri yang khas, yaitu mempunyai cincin β -laktam dan cincin tazolidin (A). H’ dapat diganti dengan kation anorganik atau organik membentuk suatu garam. Kation yang biasa digunakan adalah natrium, kalium, alumunium, prokain, dan benzatin. Struktur dasar Penicilin dan turunannya : O HS
R
N H
CH3
A
B N
CH3
O COOH'
Penggantian gugus R akan berpengaruh terhadap kelarutannya dalam pelarut orgnik, penyerapan, stabilitas terhadap asam dan resistensi terhadap penicilinase karena Penicillin mudah sekali terurai oleh asam a tau basa dan enzim β-laktamase.
Senyawa-senyawa turunan Penicilin bekerja menghambat mikroorganisme (bakteri)
dengan
cara
menghambat
biosintesis
dinding
sel
(menghambat
pembentukan peptidoglikan). Ampisilin dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa metode: 1. Metode Iodometri. Cincin β-laktam pada Ampisilin akan dipecah oleh alkali atau β-laktamase. Senyawa yang terbentuk (Asam Penisilinoat) dapat ditetapkan kadarnya karena Asam Penisilinoat dapat mengikat iodium sedangkan Ampisilin tidak dapat mengikat iodium. Metode ini merupakan metode titrasi tidak langsung di mana kelebihan iodium akan dititrasi dengan baku natrium tiosulfat. Indikator yang biasanya digunakan adalah larutan Kanji (indikator luar). 2. Metode Asidi-alkalimetri. Cincin β-laktam pada Ampisilin akan dipecah oleh alkali atau β-laktamase menjadi senyawa asam (Asam Penisilinoat). Setiap molekul Ampisilin membentuk satu gugus karboksil yang dapat dititrasi dengan baku alkali. 3. Metode Spektrofotometri. Spektrum absorbansi turunan Penicilin pada daerah ultraviolet disebabkan oleh kromofor pada gugus R. (Sudjadi, 2004) PEMERIAN BAHAN
Ampisilin (Asam (2S, 5R, 6R)-6[(R)-2-amino-renilasetamida]-3,3-dimetil-7-okso-4-tia-1azabisiklo (3,2,0) heptana-2-karboksilat) C16H19 N3O4S
BM 349,40
Trihidrat
BM 403,45
Pemerian : Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam metanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform. Kaplet Ampisilin : Mengandung sejumlah ampisilin (anhidrat atau trihidrat) setara dengan tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120% C 16H19 N3O4S dari sejumlah yang tertera pada etiket. (Anonim, 1995)
III.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Labu takar
Kaplet Ampisilin
Gelas ukur
Ampisilin murni
Mortir dan stamper
Amilum
Iodium flask/ Erlenmeyer bertutup
KBrO3
Beker glass
KI
Larutan Na2S2O3 0,1 N
IV. a.
Bahan :
Neraca analitik
Pipet volume
NaOH
Pipet tetes
HCl pekat 37%
Pro pipet
I2
Buret, statif dan klem
Aquadest
CARA KERJA Uji Keseragaman Bobot Kaplet Ampisilin
20 kaplet ditimbang satu persatu ↓ Dihitung bobot rata-ratanya ↓ Untuk tablet dengan bobot rata-rata > 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet menyimpang lebih dari 5 % dari bobot rata-rata tablet dan tidak boleh ada 1 tablet menyimpang lebih dari 10 % dari bobot rata-rata b. Pembuatan indikator larutan kanji
Amilum ditimbang sebanyak 500 mg ↓ Dilarutkan dalam 100 ml aquadest dingin ↓ Dipanaskan hingga amilum larut ↓ Larutan didinginkan c. Pembuatan larutan KBrO3 0,1 N
Ditimbang 280 mg KBrO 3 ↓ Dilarutkan dalam aquadest ad 100 ml d. Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
Na2S2O3. 5H2O sebanyak 2,482 g ditimbang seksama ↓ dilarutkan dalam aquadest secukupnya ↓ dipindahkan ke dalam labu takar 1000 ml ad aquadest hingga batas
e. Pembuatan larutan HCl encer (1%)
Dipipet sebanyak 1,35 ml larutan HCl pekat (37%) ↓ Dincerkan dengan aquadest ad 50 ml f.
Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Sebanyak 400 mg NaOH ditimbang ↓ dilarutkan dalam aquadest ad 100 ml g. Pembakuan larutan Na2S2O3
25,0 ml KBrO 3 0,1 N dimasukkan labu erlenmeyer bertutup ↓ Ditambah 2 g KI dan 5 ml HCl encer, ditutup dan dibiarkan 10 menit terlindung cahaya ↓ diencerkan dengan 100 ml aquadest ↓ dititrasi dengan larutan Na 2S2O3 hingga warna kuning pucat ↓ ditambah 3 ml larutan kanji ↓ diitrasi hingga warna biru tepat hilang ↓ Normalitas natrium tiosulfat dihitung h. Penetapan Valensi Ampisilin
Ditimbang 100 mg Ampisilin murni ↓ Dilarutkan dalam aquadest ad 250 ml sehingga diperoleh kadar 0,4 mg/ml ↓ Diambil masing-masing 10 ml ke dalam 2 erlenmeyer bertutup ↓ ↓ Ditambah 5 ml NaOH 0,1 N, didiamkan 15 menit terlindung cahaya |
↓ Sebagai blanko (tanpa penambahan NaOH) |
↓ Ditambah 5 ml HCl encer ↓ Ditambah 25 ml larutan I 2 0,1 N, didiamkan 15 menit terlindung cahaya ↓ Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna kuning pucat ↓ Ditambah 3 ml larutan kanji ↓ Dititrasi hingga warna biru tepat hilang ↓ Volume Na2S2O3 yang diperlukan dicatat
↓ Valensi ampisilin dihitung i.
Penetapan Kadar Ampisilin dalam Kaplet
10 butir kaplet ampisilin ditimbang, dihitung bobot reratanya ↓ Digerus hingga halus dan homogen ↓ Serbuk yang mengandung kurang lebih 100 mg ampisilin ditimbang seksama (0,1292 g) ↓ diarutkan dengan aquadest ad 100 ml ↓ Diambil masing-masing 5 ml ke dalam 2 erlenmeyer bertutup ↓ ↓ Ditambah 5 ml NaOH 0,1 N, didiamkan 15 menit terlindung cahaya |
↓ Sebagai blanko (tanpa penambahan NaOH) |
↓ Ditambah 1 ml HCl encer ↓ Ditambah 10 ml larutan I 2 0,1 N, didiamkan 15 menit terlindung cahaya ↓ Dititrasi dengan Na2S2O3 dengan indikator 3 ml larutan kanji ↓ Dititrasi hingga warna biru tepat hilang V.
HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN a. Deskripsi sampel
Nama sampel : Kaplet Ampisilin Produksi
: Kimia Farma
Reg. No
: GKL 8912409704 B2
Expired date : Maret-2015 No Batch
: NL 3574 J
b. Organoleptis
Bentuk : Kaplet Warna : Putih kekuningan Bau
: Busuk
Rasa
: Pahit
c. Keseragaman Bobot Kaplet
Persyaratan menurt Farmakope Indonesia Edisi IV: Penyimpangan
Bobot rata – rata
A 15 % 10 % 7,5 % 5%
25 mg atau kurang 26 mg sampai 150 mg 151 mg sampai 200 mg > 300 mg
B 30 % 20 % 15 % 10 %
Bobot 20 kaplet : 1. 656,9 mg
6. 636,4 mg
11. 648,4 mg
16. 638,7 mg
2. 648,3 mg
7. 653,8 mg
12. 653,2 mg
17. 649,0 mg
3. 644,6 mg
8. 662,0 mg
13. 653,6 mg
18. 624,6 mg
4. 648,0 mg
9. 639,5 mg
14. 639,8 mg
19. 654,0 mg
5. 631,0 mg
10. 638,2 mg
15. 660,0 mg
20. 651,8 mg
Bobot kaplet rata-rata = 646,59 mg SD = 9,8084
Penyimpangan terhadap bobot rata-rata : 5% x 646,59 mg = 32,33 mg Range = 646,59 mg ± 32,33 mg = 614,26 mg – 678,92 mg Tidak ada lebih dari 2 kaplet yang menyimpang > 5% dari bobot rata-rata.
10% x 646,59 mg = 64,66 mg Range = 646,59 mg ± 64,66 mg = 581,93 mg – 711,25 mg Tidak ada 1 kaplet yang menyimpang > 10% dari bobot rata-rata. ∴ Keseragaman
bobot kaplet terpenuhi.
d. Pembakuan Na2S2O3 dengan KBrO3 0,1 N
Normalitas Na2S2O3 = Volume KBrO3 x Normalitas KBrO 3 Volume Na2S2O3 No
Volume KBrO3
Volume Na2S2O3
1
10 ml
8,4 ml
2
10 ml
8,2 ml
3
10 ml
8,3 ml
a.
b.
c.
∴ Normalitas
Na2S 2O3 yang digunakan = 0,1205 N
e. Penetapan Valensi Ampisilin (Ampisilin Murni)
No
Volume blanko
Volume baku
1
40,1 ml
36,6 ml
2
39,8 ml
36,5 ml
3
39,7 ml
36,3 ml
Reaksi : O H C
C
NH2
S
H N
CH3 N
O
O OH
H C
CH3
C
NH2
COOH
S
H N
CH3 HN
O
OH
H NH2 O
O
CH3
H3C
H3C
SH
N H
OH
NH2
OH O
I2
NH2 O H3C
H3C
S
S
OH
+ 2 HI
HO
CH3 O H3C NH2
I2 + 2 Na2S2O3
2 NaI + Na2S4O6
–
BM Ampisilin = 371,4
CH3 COOH
a.
–
b.
( – )
c.
( – )
f. Penetapan Kadar Sampel (Kaplet Ampisilin)
Sampel yang mengandung 100 mg Ampisilin
–
Data orientasi No
Bobot Sampel
Volume blanko
Volume sampel
1
127,7 mg
21,6 ml
18,2 ml
2
127,7 mg
21,9 ml
19,3 ml
Data sampel No
Bobot Sampel
Volume blanko
Volume sampel
1
127,7 mg
21,4 ml
18,5 ml
128,3 mg
21,0 ml
18,2 ml
131,1 mg
20,9 ml
17,9 ml
2
a.
3
( – ) ⁄ ( – ) ⁄ ( – ) ⁄
a.
b.
c.
⁄ SD = 16,43
⁄ ⁄
Kadar yang diperbolehkan 90 % - 120 % dari yang tertera pada etiket, 450 mg < X < 600 mg.
Kadar sampel tidak memenuhi persyaratan VI.
PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini dilakukan analisis terhadap kaplet atau kaptab ampisilin (generik) 500 mg. Ampisilin sebagai antibiotik bersifat tahan terhadap asam dan lebih luas spektrum kerjanya (broad spectrum). Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi infeksi, antara lain dari saluran pernapasan (bronkhitis kronis), saluran cerna dan saluran kemih, kuping (otitis media), kulit dan bagian lunak (otot dan sebagainya). Analisis awal yang dilakukan adalah analisis fisis dari sediaan kaplet ampisilin, mulai dari kemasan hingga uji organoleptis. Dari analisis ini didapatkan informasi pada kemasan mengenai nama produk, jumlah zat aktif pada sediaan, nama produsen, nomor registrasi, nomor batch, dan waktu kadaluwarsa. Untuk analisis organoleptis hanya dilakukan analisis warna, bau dan rasa. Dari analisis yang dilakukan, sediaan ampisilin ini berupa kaplet dengan warna putih kekuningan, berbau busuk dan rasa pahit. Kaplet masih terbungkus baik oleh pembungkusnya masih utuh, tidak rapuh, dan tidak rusak. Kaplet adalah sediaan tablet yang berbentuk menyerupai kapsul. Termasuk ke dalam bentuk sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sama seperti tablet, berdasarkan metode pembuatannya kaplet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa, namun kebanyakan kaplet dibuat dengan metode kempa. Dalam Farmakope Indonesia tidak dijelaskan secara rinci mengenai kaplet ampisilin. Namun
karena pada prinsipnya kaplet sama dengan tablet hanya bentuknya saja yang berbeda (menyerupai tablet) maka secara umum syarat sediaan kaplet sama dengan sediaan tablet. Tablet Ampisilin ( Ampisilini Compressi) mengandung ampisislin (anhidrat atau trihidrat) setara dengan tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 120% dari jumlah yang tertera pada etiket. Untuk itu dalam praktikum kali ini diharapkan kadar yang terkandung dalam tablet sebesar 450-600 mg untuk memenuhi syarat Farmakope Indonesia. Uji selanjutnya adalah uji keseragaman bobot dimana hal ini penting dilakukan karena keseragaman bobot juga menggambarkan keragaman dosis pada sediaan. Jika bobot seragam maka dapat dikatakan tiap kaplet dapat menimbulkan efek pengobatan yang sama. Uji keseragaman bobot kaplet ini mengacu pada metode uji keseragaman bobot untuk tablet Farmakope Indonesia IV. Untuk bobot rata-rata tablet lebih besar dari 300 mg, tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 5% dari rerata dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10%. Percobaan dilakukan pada 20 tablet dan hasilnya menunjukkan bahwa sediaan kaplet ampisilin memenuhi uji keseragaman bobot karena tidak ada satupun tablet yang bobotnya lebih dari 5% maupun 10%. Setelah analisis tersebut, dilakukan penetapan kadar ampisilin dalam sediaan kaplet. Analisis kadar dilakukan dengan metode iodometri mengacu pada Farmakope Indonesia IV. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawasenyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih besar dari iodium-iodida atau senyawasenyawa yang bersifat oksidator. Metode ini dipilih karena sederhana dan mudah. Selain itu bahan-bahan yang dibutuhkan juga murah dan tersedia di laboratorium. Prinsip dari metode iodometri adalah reaksi reduksi-oksidasi, yaitu berdasarkan perpindahan elektron yang terjadi pada reaksinya. Suatu reaksi dikatakan mengalami reaksi oksidasi apabila adanya kenaikan bilangan oksidasi, bertambahnya atom oksigen atau berkurangnya jumlah atom hidrogen (dehidrogenasi). Sedangkan suatu reaksi mengalami reduksi apabila terjadi penurunan bilangan oksidasi, pengurangan atom oksigen, dan bertambahnya jumlah atom hidrogen. Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah dibanding kalium kromat, senyawa serium (IV), brom, dan kalium bikromat. I2 + 2e
2I-
E = 0,535
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 ) akan tetapi larut secara cepat dengan adanya kalium yodida karena terbentuknya ion triiodida. I2 + I-
I3-
Langkah awal dalam analisis secara iodometri adalah pembuatan larutan yang dibutuhkan, diantaranya larutan KbrO 3 0,1 N, Natrium tiosulfat 0,1 N, indikator kanji, HCl encer, dan NaOH 1 N. Untuk pembuatan indikator larutan kanji LP, amilum dilarutkan dengan aquadest dingin kemudian dipanaskan hingga semua amilum larut dan terbentuk
larutan yang jernih dan mendidih, kemudian didinginkan. Kanji digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air, tidak stabil pada suspensi dengan air (sehingga selalu dibuat baru/ fresh), membentuk kompleks yang sangat kuat bila bereaksi dengan iodium sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Indikator ini bersifat reversible, artinya warna biru yang timbul akan hilang lagi apabila iodium direduksi oleh Na 2S2O3 atau reduktor lainnya. Larutan natrium tiosulfat digunakan sebagai larutan standar dalam metode iodometri untuk penetapan kadar kaplet ampisilin ini. Larutan natrium tiosulfat merupakan larutan baku sekunder sehingga harus distandardisasi sebelum digunakan. Larutan baku sekunder umumnya tidak stabil, seperti bersifat higroskopis, sensitif terhadap cahaya, atau mudah terdegradasi oleh udara. Pembakuan dilakukan menggunakan larutan baku primer KBrO 3 0,1 N. KBrO3 dapat digunakan sebagai baku primer karena memiliki sifat murni atau mudah dimurnikan, memiliki massa molekul relatif yang besar, serta stabil dan tidak higroskopis. Pembakuan dilakukan dengan memasukkan 25,0 ml KBrO 3 ke dalam labu erlenmeyer bertutup kemudian ditambahkan 2 g KI dan 5 ml HCl encer, ditutup dan didiamkan selama 10 menit terlindung cahaya. Setelah itu diencerkan dengan 100 ml aquadest dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 menggunakan indikator kanji. HCl digunakan untuk membuat lingkungan reaksi bersifat as am sehingga mampu mendesak Br 2 keluar dari bentuk garamnya yang kemudian dapat mengoksidasi KI. Selain itu, jika lingkungan alkalis iodium akan bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit yang selanjutnya dapat terurai menjadi iodida dan iodat. Ion ini akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat sehingga reaksi ini tidak berjalan kuantitatif. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: BrO3- + 5Br - + 6H+ 3Br 2 + 3H2O 2I- + Br 2 I2 + 2Br 2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na 2S4O6 Na2S2O3 mampu mereduksi iodium menjadi iodida sehingga warna coklat dari iodium akan semakin pudar. Titrasi dihentikan sementara ketika warna larutan titrat menjadi kuning pucat, kemudian ditambahkan 3 ml larutan kanji sebagai indikator sehingga larutan titrat berwarna biru. Warna biru merupakan hasil reaksi antara iodium sisa dengan amilum. Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru tepat hilang (titik akhir titrasi). Normalitas larutan Na2S2O3 yang didapat adalah 0,1205 N. Selanjutnya, untuk penetapan kadar ampisilin dalam kaplet, pertama-tama digerus 10 butir kaplet hingga halus dan homogen kemudian diambil 3 sampel secara random yang mengandung kurnag lebih 100 mg ampisilin. Sampel ini kemudian dilarutkan dalam aquadest hingga volumenya 100 ml, sehingga didapatkan konsentrasi ampisilin 1 mg/ml. Prinsip penetapan kadar ampisilin secara iodometri adalah dimana bereaksinya iodium
berlebih dengan larutan baku natrium tiosulfat. Ampisilin terlebih dahulu dihidrolisis menggunakan NaOH untuk memecah cincin beta laktam dari ampisilin, sehingga dihasilkan senyawa asam ampicilloat sesuai reaksi berikut ini : O CH2
S NH
CH2
N
COOH NH2
NaOH
O S NH HN O
CH2 CH2
O
NH2
H
COOH
Hal ini dilakukan karena ampisilin tidak dapat mengikat iod sedangkan asam ampicilloat mampu mengikat iod. Agar reaksi berjalan sempurna, dilakukan pendiaman selama 15 menit. Kemudian untuk mencegah suasana basa, ditambahkan HCl karena pada suasana basa terjadi reaksi dari yodium dengan OH - menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat. I2 + OH3IO-
HI + IOIO3- + 2I-
Ion – ion ini memiliki kekuatan oksidasi yang lebih besar daripada iodium, akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) menghasilkan tetrationat (S4O62-) dan juga sulfat (SO42-) sehingga dapat mengacaukan analisis kuantitatif. Setelah itu ditambahkan 10 ml iodium 0.1 N kemudian iodine flask ditutup dan ditetesi aquadest pada tutupnya agar iodium tidak menguap kemudian disimpan 15 menit terlindung cahaya agar terjadi reaksi antara asam ampisilinoat dengan iodium dan tidak terjadi degradasi iodium oleh adanya cahaya. Iodium akan mengoksidasi asam ampisilinoat sedangkan iodium sendiri akan tereduksi menjadi iodida dengan reaksi sebagai berikut. Iodium yang tersisa (tidak bereaksi dengan asam ampisilinoat) dititrasi kembali dengan larutan Na 2S2O3 0,1 N. Na 2S2O3 akan mereduksi iodium menjadi iodida. Reaksinya: 2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na 2S4O6 sehingga warna coklat akan semakin pudar. Titrasi dihentikan sementara ketika warna larutan titrat menjadi kuning pucat. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan kanji sebagai indikator sehingga larutan titrat berwarna biru. Titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru tepat hilang. Titrasi terhadap blanko juga perlu dilakukan dengan cara yang sama dengan perlakuan pada sampel, hanya saja dalam titrasi blanko ini tidak ditambahkan larutan
NaOH sehingga tidak terjadi perusakan cincin -laktam dan tidak ada asam ampisilinat yang terbentuk sehingga tidak terjadi reaksi dengan iodium. Titrasi ini dilakukan karena dikhawatirkan ada sejumlah ampisilin sampel yang rusak atau menjadi asam penisilinoat sehingga kesalahan yang mungkin terjadi dapat diperkecil. Volume titran yang dibutuhkan dapat digunakan untuk koreksi terhadap sampel dengan mengurangi volume Na 2S2O3 yang dibutuhkan untuk blanko dengan volume Na 2S2O3 yang dibutuhkan untuk sampel akan didapatkan sejumlah volume Na 2S2O3 yang dapat mempresentasikan jumlah iodium yang bereaksi dengan asam ampisilinoat yang setara dengan kadar ampisilin. Untuk penetapan kadar ampisilin dalam sampel, juga dibutuhkan percobaan untuk mengetahui valensi ampisilin karena pada perhitungan kadar nantinya dibutuhkan harga berat ekivalen (BE) ampisilin. Secara teoritis, setiap 1 mol ampisilin akan menyerap 8 mol iod, namun demikian kondisi ini dapat berubah tergantung pada keadaannya maupun jenis ampisilin yang digunakan (anhidrat atau trihidrat). Penetapan BE menurut Farmakope harus menggunakan baku pembanding farmakope indonesia (BPFI) dimana merupakan bahan yang sesuai sebagai pembanding dalam pengujian dan penetapan kadar yang telah disetujui oleh Departemen Kesehatan yang dalam hal ini adalah ampisilin murni. Langkah kerja untuk penetapan valensi ampisilin hampir sama dengan penetapan kadar pada sampel, hanya saja yang digunakan adalah ampisilin murni. Dari perhitungan, diperoleh valensi ampisilin adalah 1,90. Dari data penetapan kadar ampisilin didapatkan volume titran untuk blanko dan sampel. Untuk menghitung kadar ampisilin dalam tiap tablet dapat dihitung dengan rumus :
Dari hasil 2 kali replikasi didapatkan kadar ampisilin dalam kaplet berturut-turut sebesar
, dan . Kadar ampisilin rata-rata dalam tiap kaplet sebesar Harga SD dan CV yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 16,43 dan 2.53%. Harga recovery ratarata sampel dan diperoleh recovery sebesar
. Dari nilai CV sebesar 2.53%, dapat
terlihat bahwa metode yang digunakan cukup reprodusibel karena nilai CV < 5%. Namun, nilai persen recovery yang didapat kurang baik. Untuk analisa kadar sediaan kaplet ampisilin, kadar yang diperbolehkan menurut Farmakope Indonesia adalah 90-120% dari yang tertera pada etiket, tetapi dalam percobaan nilai recovery dari ampisilin sebesar 129.95%. Sensitifitas metode tidak diketahui karena pada praktikum ini praktikan tidak mencari nilai LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of Quantitation). Kadar rata-rata ampisilin dalam kaplet sebesar 649.73 mg/kaplet menunjukan secara umum bahwa kaplet ini tidak memenuhi syarat kandungan zat aktif menurut Farmakope Indonesia yaitu sebesar 450-600 mg. Dapat disimpulkan bahwa kaplet ini tidak layak digunakan karena kandungan zat aktifnya tidak memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia.
VII. KESIMPULAN
1.
Kaplet ampisilin mempunyai bentuk lonjong, berwarna putih, berbau khas dan berasa pahit.
2.
Kaplet ampisilin memenuhi persyaratan keseragaman bobot Farmakope Indonesia.
3.
Kadar rata-rata ampisilin dalam satu kaplet ampisilin adalah 173,24 mg dengan rentang kadar ampisilin dalam kaplet adalah 100,52 mg/kaplet < µ < 245,95 mg/kaplet.
4.
Metode iodometri cukup akurat untuk penetapan kadar ampisilin dengan nilai CV hasil percobaan kurang dari 5 %.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Sudjadi,M.S.,Abdul Rohman, 2004, Analisis Obat dan Makanan, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Tjay, T.H., Drs., Raharja, K., 2002, Obat-obat Penting , Edisi V, Cetakan II, P.T. Gramedia, Jakarta. Yogyakarta, 7 Mei 2012 Mengetahui, Dosen Pembimbing
Dr. Ahmad Purnomo, Apt.
Praktikan, Arini Musfiroh
FA/8319
(__________)
Adithia Framana
FA/8320
(__________)
Ela Gondo Wijaya
FA/8321
(__________)