IIN NF FO OR RM MA AS SII K KE EW WIIL LA AY YA AH HA AN N T WIIL TE ER RK KA AIIT T W LA AY YA AH H P PO OT TE EN NS SII P PE EN NG GE EM MB BA AN NG GA AN N K KA KO OM MO OD DIIT TII K AK KA AO O
Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia yang telah memberikan sumbangan devisa bagi negara karena telah lama menjadi komoditi ekspor Indonesia. Dalam kancah pasar dunia, keberadaan Indonesia sebagai produsen kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Dengan demikian, seiring terus meningkatnya permintaan pasar terhadap kakao maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ekspor dengan lebih meningkatkan lagi produksi nasional. Kondisi peluang pasar ini merupakan peluang yang besar pula bagi Indonesia untuk terus meningkatkan produksinya. Tanaman kakao relatif mudah tumbuh di Indonesia dan ini dapat dijadikan salah satu pendorong bagi pemilik modal untuk mulai menerjuni usaha budidaya kakao. Wilayah potensi yang dimaksud dalam buku ini adalah wilayah yang sesuai untuk pengembangan budidaya kakao yang penggunaan eksistingnya saat ini (pada saat buku ini disusun tahun 2005) belum dimanfaatkan untuk budidaya kakao. Wilayah potensi yang didetailkan informasi kewilayahannya dalam Bab ini adalah wilayah-wilayah potensi pengembangan yang besar pada setiap provinsi. Ukuran besarnya wilayah potensi ditentukan dari luas wilayah potensinya dengan batasan minimal 800 ha.
VII - 1
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Informasi kewilayahan dari masing-masing wilayah potensi pengembangan kakao adalah seperti uraian di bawah ini.
7.1
Provinsi Sumatera Barat
7.1.1
Wilayah Potensi Kabupaten Padang Pariaman Berdasarkan hasil survei, lokasi potensi kakao terdapat di Desa Malai Tangah, Kecamatan Batang Gasan, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.1.
Lokasi Potensi Pengembangan kakao di Kab. Padang Pariaman
Gambar 7.1 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Ke mungkinan Perluasannya
Secara umum, lokasi berupa lahan yang telah ditanami pohon kelapa. Dengan demikian, lahan yang berpotensi untuk penanaman kakao adalah seluruh luas perkebunan kelapa. Namun yang disurvei adalah lahan dengan luas lebih dari 800 hektar. B.
Status Lahan
Pada umumnya status lahan di Sumatera Barat adalah tanah ulayat, begitu pula dengan lahan pengengembangan kakao ini. Tanah ulayat tidak untuk dijual, tapi ditawarkan pengembangan
VII - 2
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
dengan sistem PIR (bapak angkat-anak angkat), atau berubah dengan kesepakatan berikutnya. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut (Menurut RTRW)
Menurut arahan alokasi ruang yang terdapat dalam RTRW, daerah tersebut merupakan kawasan budidaya tanaman tahunan perkebunan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Di lokasi pengembangan terdapat dengan hamparan yang telah ditanami pohon kelapa. Usaha budidaya cokelat yang dapat dilakukan adalah berupa tumpang sari dengan kelapa. Lokasi terhampar di kiri kanan jalan dengan panjang jalan sekitar 8 km. Lokasi dapat dijangkau karena sudah terdapat akses jalan dari jalan utama menuju lokasi berupa jalan as pal yang dapat dilalui kendaraan, seperti motor sampai truk. Jarak lokasi dari Kota Pariaman adalah sekitar 35 km. Prasarana penunjang lainnya, seperti listrik telah tersedia, air tersedia yang bersumber dari sumur dan sungai. Sedangkan untuk telepon belum tersedia jaringan namun telah terjakau oleh sinyal telepon s eluler, khususnya Telkomsel. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Posisi astronomis Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 0o11’ - 0o49’ Lintang Selatan dan 98o36’ - 100028’ Bujur Timur, dengan luas wilayah sekitar 1.328,79 km 2 dan panjang garis pantai 60,5 km. Luas daratan daerah ini setara dengan 3.15 persen dari luas daratan wilayah provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Padang Pariaman berada pada ketinggian ratarata 1-12 m di atas permukaan laut (dpl). Sementara itu, Kecamatan Batang Gasan sendiri terletak pada ketinggian 2 m dpl. Selama 2003, jumlah curah hujan yang tercatat pada seluruh tempat pengukuran mengalami peningkatan dibanding keadaan tahun 2002. pada tahun 2003, jumlah curah hujan tercatat rata-rata 352,72 mm/bulan, sedangkan pada tahun 2002 hanya mencapai rata-rata 334,74 mm/bulan. Berdasarkan kondisi ketinggian tempat, lokasi sangat sesuai untuk ditanami kakao atau termasuk golongan kesesuaian S1. Sementara berdasarkan rata-rata curah hujan lokasi tergolong S3 (lihat Tabel 5.1 pada Bab V).
VII - 3
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
F.
Jenis dan Karakteristik Tanah Tanah di Wilayah Pengembangan
Lahan potensi dinilai cocok untuk perkebunan kakao. Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Padang Pariaman, telah pernah dilakukan uji kesesuai tanah oleh Universitas Andalas dan dinyatakan sesuai penanaman kakao.
G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2003 adalah 370.489 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 180.762 jiwa dan perempuan 189.727 jiwa. Dari total penduduk terdapat angkatan kerja (usia > 15 tahun) sebanyak 240.433 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyah 113.035 jiwa dan perempuan 127.398 jiwa. H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Transisi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006. Kebijakan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana di Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut : •
Meningkatkan dan memelihara sarana dan prasarana jalan dan angkutan jalan raya
•
Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana pendukung Minangkabau International Airport (MIA)
•
I.
Meningkatkan sarana dan prasarana perhubungan laut
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Berdasarkan RPJM Transisi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006, salah satu kebijakan permbangunan daerah adalah mengembangkan ekonomi kerakyatan yang maju dan berorientasi pasar. Dalam hal ini dirinci kebijakan sebagai berikut :
J.
•
Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara berkelanjutan
•
Mengembangkan kemitraan usaha
•
Mengembangkan iklim usaha yang lebih kondusif
•
Meningkatkan ekspor daerah
•
Meningkatkan kualitas dan daya saing pro duk unggulan daerah
•
Meningkatkan jaringan informasi dan promosi usaha
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Beberapa perusahaan Perkebunan Kakao yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat adalah seperti pada Tabel 7.1.
VII - 4
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.1 Perusahaan Perkebunan Pengembangan Kakao di Provinsi Sumatera Barat Kabupaten Agam
Pasaman
Nama Perusahaan PT. Multi Tama Mulya
Alamat Desa/Kel. Rimbo Kumayan Kec. Lubuk Basung
PT. Bangun Agam Permai PT. Inang Sari
Gg. Melati No. 4 Kampung 21 Pintu Kabun Dea/Kel. Tapian Kandis Kec. Palembayan Desa/Kel. Padang Mardani Kec. Lubuk Basung Kab. Agam 26451
PT. Pasaman Permai
Desa/Kel. Batang Biyu Kec. Pasaman
Sumber :.Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003.
7.2
Provinsi Bali
7.2.1 Wilayah Potensi Kabupaten Jembrana Lokasi potensi untuk budidaya kakao terdapat di Kabupaten Jembrana, meliputi Kecamatan Melaya, Kecamatan Mendaya, dan Kecamatan Negara. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.2.
Lokasi Potensi Pengembangan kakao di Kab. Jembrana
Gambar 7.2 Letak Lokasi Lokasi Potensi Pengembangan Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Jembrana Provinsi Bali A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Lahan yang berpotensi untuk penanaman kakao di Kabupaten Jembrana adalah seluas 1.172 ha.
VII - 5
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
B.
Status Lahan
Pada umumnya status lahan di Bali adalah tanah milik rakyat, begitu pula dengan lahan pengengembangan kakao ini. Namun, tanah ini masih ada kemungkinan untuk dikuasai dengan pembelian. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut arahan alokasi ruang yang terdapat dalam RTRW, daerah tersebut merupakan kawasan budidaya tanaman perkebunan/tanaman keras. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Dilihat dari status penanganannya, jaringan jalan yang ada di Kabupaten Jembrana terdiri dari jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Panjang jalan nasional di Kabupaten Jembrana adalah 76,06 km (9,22%), jalan provinsi 19,31 km (2,34%), dan jalan kabupaten 729,89 km (88,44%). Data mengenai struktur, fungsi, dan kondisi jalan di Kabupaten Jembrana tahun 1998 dapat dilihat pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Struktur, Fungsi, dan Kondisi Jalan di Kabupaten Jembrana Tahun 1998 No. Ruas 001 002 002K 003 003K 004 027 029 065 -
Nama Ruas Cekik-Gilimanuk Negara-Cekik Jl. Darmawangsa, Rama, Srikandi Negara Pekutatan-Negara Jl. Ngurah Rai (Negara) Antosari-Pekutatan Seririt-Cekik Pupuan-Pekutatan Negara-Pengambengan
Status Nasional Nasional Nasional
Fungsi Arteri Arteri Arteri
Kondisi Umum (km) Baik Sedang Rusak 3,5 15,57 14,7 0,5 0,2 -
Nasional Arteri 24,24 0,76 Nasional Arteri 1,01 1,00 Nasional Arteri 12,59 Nasional Kolektor 1 1,91 Provinsi Kolektor 3 11,69 0,90 Provinsi Kolektor 5 5,62 1,1 Kabupaten 100,83 128,26 Jumlah 175,63 148,83 Persentase (%) 21,28 18,03 Sumber : Dinas PU Provinsi Bali 1998 dalam RTRW Fakta dan Analisis Provinsi Bali, 2000.
E.
500,80 500,8 60,69
Panjang (km) 3,5 30,27 0,78 25 2,01 12,59 1,91 12,59 6,72 729,89 825,26 100
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Jembrana merupakan wilayah pembangunan Bali Barat dengan letak geografis antara 114o25 ’53’’ - 150o5’28’’ Bujur Timur dan 08 o09’02’’ Lintang Selatan, dengan batasbatas sebagai berikut :
VII - 6
- Sebelah Utara
: Kabupaten Buleleng
- Sebelah Timur
: Kabupaten Tabanan
- Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
- Sebelah Barat
: Selat Bali
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Dengan luas wilayah sekitar 84.180 ha (841,8 km2 ) dan atau 14,94% dari luas Pulau Bali, yang terdiri dari empat kecamatan dengan rincian luas masing-masing : - Kecamatan Melaya
: 197,19 km2 (23,43%)
- Kecamatan Negara
: 220,47 km2 (26,19%)
- Kecamatan Mendoyo
: 294,49 km2 (34,98%)
- Kecamtan Pekutatan
: 129,65 km2 (15,40%)
Iklim dan topografi Kabupaten Jembrana mempunyai pengaruh yang erat terhadap sektor pertanian maupun industri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rata-rata curah hujan selama lima tahun terakhir (tahun 2000 – 2004) yaitu 1.842,1 mm/tahun dan hari hujan 112 hari per tahun, termasuk tipe iklim C sampai D (Schmidt dan Ferguson). Kabupaten Jembrana berada pada ketinggian tempat dan kemiringan lereng yang bervariasi. Ketinggian tempat bagian Utara wilayah Jembrana antara 250 – 1.000 m dpl dan kemiringan lereng 15 - 40% bahkan di atas 40%. Di bagian Selatan wilayah Jembrana topografinya relatif datar hingga bergelombang. Ketinggian tempat wilayah ini berkisar antara 7 – 250 m dpl dengan kemiringan lereng 0 – 15%. Berdasarkan kondisi iklim dan topografi bagian Selatan Kabupaten Jembrana tergolong sangat sesuai untuk budidaya kakao. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan pada Tabel 5.1 pada Bab V, lokasi berada pada tingkat kesesuaian S1, dengan kondisi curah dan ketinggian tempat dan kemiringan lereng yang sangat sesuai. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Menurut Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Kelautan Kabupten Jembrana, jenis tanah di Kabupaten Jembrana terdiri dari 5 jenis tanah, yaitu Lathosol coklat dan Lithosol = 78,70%, Alluvial coklat kelabu = 12,5%, Mediteran coklat = 5,7%, Regosol Coklat Kelabu = 2,3%, dan Alluvial Hidromorf = 0,8%, dengan pH tanah mendekati netral yaitu 6,5 – 7,5. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana pada tahun 2003 adalah 251.164 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 127.369 jiwa dan perempuan 123.778 jiwa. Dari total penduduk, yang beruasia > 10 tahun adalah sebanyak 203.774 jiwa, yang terdiri dari bekerja 121.745 jiwa, pengangguran 14.868 jiwa, sekolah 26.076 jiwa, mengurus rumah tangga 30.526 orang, dan lainnya sebanyak 10.559 jiwa (BPS Kabupaten Jembrana, 2003).
VII - 7
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Kebijakan pembangunan daerah dan Bali berdasarkan Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Bali Tahun 2003 – 2008 salah satunya adalah meningkatkan/optimalisasi pemanfaatan sumber daya dan infrastruktur, dengan program – program sebagai berikut :
I.
•
Pengelolaan sumber-sumber air dan penyediaan air baku
•
Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi
•
Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan
•
Peningkatan jalan dan penggantian jembatan
•
Pembangunan transportasi jalan
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Kebijakan pembangunan daerah dan Bali berdasarkan Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Bali Tahun 2003 – 2008 yang berkaitan dengan sektor pertanian adalah sebagai berikut : a.
mendorong, mengembangan penanganan pasca panen dan agroindustri, dengan program-program seperti : •
pemberdayaan industri kecil dan menengah
•
pemberdayaan perdagangan dalam negeri dan luar negeri
b. mendorong dan meningkatkan daya saing ekspor daerah, dengan program mengembangkan pemasaran ekspor c.
mendorong optimalisasi pemanfaatan SDA, dan peningkatan SDM dan kelembagaan sektor pertanian
d. mengembangkan iklim usaha yang kondusif J.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Jembrana dan Provinsi Bali, belum terdapat perusahaan pengembang komoditi kakao di Provinsi Bali. Di beberapa perkebunan yang ada hanya menjadikan kakao sebagai tanaman sela, sedangkan tanaman utamanya berupa kelapa, jambu mete, dan kopi. Perkebunan kakao yang ada di Provinsi Bali adalah berupa perkebunan rakyat, dan hasilnya di jual melalui perusahaan eksportir, yaitu PT. Bumi Tangerang Coklat Utama yang berada di Tanggerang, Banten.
VII - 8
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
7.3
Provinsi Kalimantan Timur Total luas lahan potensi penanaman kakao di Provinsi Kalimantan Timur adalah 42.943 ha yang terdapat di 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Nunukan (28.080 ha) dan Kutai Kartanegara (14.863 ha).
7.3.1 Wilayah Potensi Nunukan Lokasi potensi untuk budidaya kakao di Kabupaten Nunukan, meliputi Kecamatan Sebatik, Sebuku, Sembakung, Lumbis, dan Nunukan. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.3.
Lokasi potensi pengembangan kakao di Provinsi Kalimantan Timur
Gambar 7.3 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Lahan yang berpotensi untuk penanaman kakao di Kabupaten Nunukan adalah seluas 28.080 ha yang tersebar di Kecamatan Sebatik (2.423 ha), Sebuku (8.766 ha), Sembakung (6.302 ha), Lumbis (3.576 ha), dan Nunukan (7.013 ha).
B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Nunukan adalah tanah milik rakyat dan tanah negara.
VII - 9
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut arahan alokasi ruang yang terdapat dalam RTRW, daerah tersebut merupakan kawasan budidaya non kehutanan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Prasarana yang tersedia di Kabupaten Nunukan sampai tahun 2003 terdiri dari 1 buah pelabuhan laut di Kecamatan Nunukan, 8 buah bandara yang terdiri dari 2 buah bandara perintis, yaitu Bandara Nunukan dan Bandara Long Bawan, serta lainnya berupa bandara air strip. Seiring dengan pesatnya pembangunan prasarana jalan di Kabupaten Nunukan pada tahun 2003, panjang jalan yang mungkin dan layak untuk dilewati mengalami perubahan yang cukup signifikan, yaitu menjadi 352,96 km atau bertambah 79,7% dari tahun sebelumnya. Perubahan yang cukup signifikan dengan s emakin memungkinkan untuk menjangkau daerah pedalaman, dimana jalan dengan permukaan kerikil, tanah, dan aspal masing-masing sepanjang 137,96 km; 83,88 km; dan 123,36 km atau bertambah 217,51%; 116,46%; dan 15,82% dari tahun sebelumnya. Penyediaan air bersih dan layak digunakan untuk keperluan sehari-hari dapat dipenuhi dengan tersedianya PDAM yang beroperasi di Kabupaten Nunukan, berada di Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Produksi air minum atau air bersih yang dihasil PDAM Nunukan dan PDAM Sebatik pada tahun 2003 mencapai 664.116,8 m3. Produksi tenaga listrik Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan sebesar 16,5% pada tahun 2003. Peningkatan ini diiringi dengan melonjaknya tenaga listrik yang terpasang. Produksi tenaga listrik pada tahun 2003 adalak sebesar 22.025 MWH, sedangkan pada tahun 2002 sebesar 18.900 MWH. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Nunukan merupakan daerah perbatasan Indonesia yang strategis, terletak antara 115o33’ - 118o3’ Bujur Timur dan 03 o15’00’’ - 04o24’55’’ Lintang Utara, dengan batas-batas sebagai berikut :
VII - 10
- Sebelah Utara
: Malaysia Timur - Sabah
- Sebelah Timur
: Laut Sulawesi
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
- Sebelah Selatan
: Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau
- Sebelah Barat
: Malaysia Timur - Serawak
Kabupaten yang berasal dari hasil pemekaran Kabupaten Nunukan ini memiliki lus wilayah 14.263,68 km2 atau 5,79% dari luas wilayah Kalimantan Timur. Topografi Kabupaten Nunukan cukup bervariasi berasarkan bentuk relief, kemiringan lereng, dan ketinggian dari permukaan laut. Topografi Nunukan terdiri atas kawasan perbukitan terjal di sebelah utara bagian barat, perbukitan sedang di bagian tengah, dan daratan bergelombang landai di bagian timur memanjang hingga ke pantai sebelah timur. Perbukitan terjal di sebelah utara merupakan jalur pegunungan dengan ketinggian 1.500 m – 3.000 m di atas permukaan laut, sedangkan perbukitan di sebelah selatan bagian tengah ketinggiannya berkisar antara 500 m – 1.500 m di atas permukaan laut. Kemiringan sudut di lereng perbukitan mencapai lebih dari 30%. Kemiringan untuk darah dataran tinggi berkisar antara 8 – 15%, sedangkan untuk daerah perbukitan memiliki kemiringan yang sangat terjal, yaitu di atas 15%. Dengan demikian, kemiringan rata-rata berkisar antara 0 – 50%. Suhu udara Nunukan cenderung panas sesuai dengan topografi Kecamatan Nunukan yang dekat dan dikelilingi pantai. Sebagai daerah dengan wilayah hutan yang cukup luas, Kabupaten Nunukan mempunyai kelembaban udara dan curah hujan yang relatif tinggi. Pada tahun 2003, kelembaban udara cenderung tidak fluktuatif, berkisar antara 78% sampai dengan 87%. Rata-rata curah hujan per bulan adalah 183,3 mm, yang tertinggi sebanyak 301,5 mm pada bulan Juni dan terendah 38,8 mm pada bulan Pebruari. Rata-rata kecepatan angin cenderung stabil yaitu 0,5 knots, sedangkan persentase penyinaran matahari rata-rata 53%. Kecamatan Sebatik, Sebuku, Sembakung, Lumbis, dan Nunukan berada pada ketinggian tempat 0 – 400 m dpl dan curah hujan per tahun berkisar antara 1.500 – 2.500 mm, dengan demikian menurut kriteria kesesuaian lahan ( Tabel 5.1 Bab V) tergolong sangat sesuai (S1 )untuk penanaman kakao.
VII - 11
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Tanah di Kalimantan Timur tersusun atas jenis Organosol, Alluvial, Regosol, Andosol yang mencakup area seluas 7.365.000 ha, dan jenis tanah Latosol, red yellow Podsolik, dan Podsolik yang mencakup area seluas 9.612.000 ha. Ordo Ultisol (termasuk di dalamnya jenis tanah Podsolik, Padsolik red yellow, Latosol, dan Regosol) secara umum cocok untuk perkebunan, kecuali untuk jenis tanah Regosol yang memiliki kandungan pasir lebih banyak sehingga kurang cocok untuk berbagai tanaman pertanian. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Nunukan pada tahun 2003 adalah 106.323 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 57.627 jiwa dan perempuan 48.696 jiwa. Dari total penduduk, yang tergolong usia kerja (15-65 tahun) adalah sebanyak 72.610 jiwa, yang terdiri dari bekerja 39.518 jiwa, pengangguran 1.528 jiwa, dan bukan angkatan kerja sebanyak 31.564 jiwa dengan rata-rata tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 57,46% ( BPS Kabupaten Nunukan, 2003). H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Rencana Strategis Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003 – 2008 untuk pengembangan fasilitas sarana dan prasarana antara lain adalah sebagai berikut: a.
meningkatkan jalan provinsi dan jalan nasional dengan kualitas aspal
b. tersedianya prasarana jalan yang menghubungkan ke kawasan pusat-pusat pertumbuhan baru terutama pada kawasan pedalaman dan perbatasan c.
pengendalian banjir, pengelolaan, dan konservasi sumber daya air
d. terealisasinya pembangunan penambahan pembangkin di sistem grid Mahakam, antara lain PLTG Menamas 20 MW di Tanjung Batu, PLTD Kutai Kartanegara 10 MW, PLTUB Pemprop 50 MW di Tanjung Batu, PLTGU Cita Contrak 20 MW di Tanjung Batu
I.
e.
pembangunan fasilitas sarana dan prasarana transportasi laut
f.
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan udara
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Rencana Strategis Daerah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2003 – 2008 untuk sektor perkebunan adalah sebagai berikut : •
VII - 12
Kebijakan
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
a.
mengembangkan komoditas tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berorientasi ekspor
b. mengembangkan kualitas sumberdaya manusia petani dan tenagakerja perkebunan dalam rangka penerapan teknologi dan pemgembangan kualitas SDM aparatur dalam rangka peningkatan pemberian pelayanan c.
meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya lahan dan lingkungan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
d. mengembangkan teknologi terapan melalui pengkajian-pengkajian lokal spesifik e.
mengembangkan wilayah-wilyah sentra produksi dengan pendekatan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN)
f.
meningkatkan pelayanan dan menciptakan iklim yang kondusif untuk mendorong investasi di bidang perkebunan besar
g. menumbuh kembangkan industri yang berbasis hasil perkebunan h. menumbuh kembangkan peluang pasar komoditi perkembunan yang kompetitif •
Program strategis
a.
pemgembangan komoditas perkebunan
b. peningkatan produksi dan pengolahan hasil perkebunan c.
pengembangan PIR-Swadaya
d. pelatihan dan pendidikan petani, tenagakerja p erkebunan, dan aparatur perkebunan e.
pengembangan agroindustri dan agrobisnis perkebunan
•
Sasaran
a.
terpenuhinya kebutuhan bibit unggul ko moditas unggulan
b. terwujudnya peningkatan jumlah wilayah pengembangan baru yang berbasi usaha perkebunan dari 20 unit menjadi 60 unit tersebar di Kaltim c.
tercapainya peningkatan penanganan lahan kritis dan lahan tererosi dengan tanaman perkebunan seluas 300 ribu ha
d. kemudahan prosedur dan kecepatan pelayanan investasi bindang perkebunan e.
tercapainya peningkatan pendapatan petani perkebunan sehingga mencapai rata-rata US$ 1.000 – 1.500/KK per tahun
f.
terwujudnya jaringan pemasaran produksi perkebunan dan hasil olahannya yang berskala regional, nasional, dan internasional.
J.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, terdapat perusahaan pengembang komoditi kakao di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu PT. Tanjung Buyu Perkasa di
VII - 13
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Kabupaten Berau dan PT. Hutan Bersama di Kabupaten Kutai Kartanegara. Data mengenai realisasi lapangan masing-masing perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.3. Tabel 7.3 Realisasi Lapangan Perusahaan Perkebunan Kakao di Kalimantan Timur Tahun 2003 No.
1. 2.
Nama Perusahaan
PT. Tanjung Buyu Perkasa PT. Hutan Bersama
Realisasi Lapangan
Jumlah Realisasi (ha)
Izin (ha) Izin HGU Lokasi
TBM
TM
TTM/TR
1.616
-
-
1.616
5.000
-
49,92
-
-
49,92
11.000
-
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2004.
Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan, TM = Tanaman Menghasilkan, TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan, TR = Tanaman Rusak
7.3.2 Wilayah Potensi Kutai Kartanegara Wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kakao di Provinsi Kalimantan Timur selain Kabupaten Nunukan adalah Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Tabang, Kembang Janggut, Muara Kaman, Muara Badak, Tanggarong, dan Loa Janan. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.4.
Lokasi Potensi Pengembangan kakao di Kab. Kutai Kartanegara
Gambar 7.4 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Provinsi Kalimantan Timur masih memiliki peluang untuk pengembangan komoditi kakao. Hal ini terlihat dari masih tersedianya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk
VII - 14
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
pengembangan budidaya kakao, yaitu di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas lahan 14.863 ha. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah tanah milik rakyat dan tanah negara. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut arahan alokasi ruang yang terdapat dalam RTRW, daerah tersebut merupakan kawasan budidaya non kehutanan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah s etempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Fasilitas dan prasarana pendukung di Kabupaten Kutai Kartanegara sudah memadai, antara lain infrastruktur transportasi, komunikasi dan prasarana air bersih. Prasarana air bersih ditandai, antara lain banyaknya jumlah penduduk yang telah dilayani oleh fasilitas PDAM adalah sebanyak 110.380 jiwa. Dan untuk prasarana transportasi ditandai dengan panjang jalan total di Kabupaten Kutai Kartanegara yang mencapai 1.036,39 km yang merupakan jalan kabupaten dimana 29,25 km merupakan jalan beton, 349,21 km permukaan diaspal, 260,47 km permukaan kerikil, dan sisanya merupakan jalan berbatu dan tanah. Dari jumlah panjang jalan tersebut yang masih dalam kategori baik sekitar 147,5 km; kategori sedang 296,6 km; rusak 261,87 km; dan rusak berat 184,25 km. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah sekitar 27.263,1 km2, terletak pada garis bujur antara 115026’ Bujur Timur sampai 117 036’ Bujur Timur serta terletak pada garis lintang dari 1028’ Lintang Utara sampai dengan 1008’ Lintang Selatan. Topografi wilayah sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat di beberapa bagian yaitu wilayah pantai dan DAS Mahakam. Pada wilayah pedalaman dan perbatasan pada umumnya merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian 500-2000 m dpl. Karakteristik iklim dalam wilayah Kabupaten Kutai adalam iklim hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah
VII - 15
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
hujan berkisar antara 2000-4000 mm per tahun dengan temperatur rata-rata 26oC. Perbedaaan temperatur siang dan malam antara 5-7 oC. Kecamatan Tabang, Kembang Janggut, Muara Kaman, Muara Badak, Tanggarong, dan Loa Janan secara umum terletak pada ketinggian tempat 0 – 400 m dpl. Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi termasuk ke dalam golongan sangat sesuai berdasarkan Tabel 5.1 pada Bab V. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah ini menurut Soil Taxonomi USDA termasuk kedalam golongan Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptisol dan Mollisol, sedangkan menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah Podsolik, Alluvial, Andosol dan Renzina. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2003 adalah 487.297 orang yang terdiri dari laki-laki 254.626 orang dan perempuan 232.671 orang. Jumlah angkatan kerja (usia >15 tahun) adalah 193.057 orang, yang terdiri dari 144.425 orang laki-laki dan 48.632 orang perempuan. Banyaknya pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2003 menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7.4. Tabel 7.4 Banyaknya Pencari Kerja yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin pada Tahun 2003 Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Tidak Tamat SD 796 251 SLTP 937 303 SLTA 2.726 837 Diploma I, II, III/Sarjana Muda 239 91 Diploma IV/Sarjana 402 148 Jumlah 5.100 1.630 Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kutai Kartanegara, 2003.
H.
Jumlah 1.047 1.240 3.563 330 550 6.730
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Rencana strategis Kabupaten Kutai Kartanegara terkait dengan pengembangan fasilitas dan infrastruktur daerah adalah : •
Pengembangan sistem transportasi penyeberangan lintas negara pada rute Nunukan – Tawau
VII - 16
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
•
Pengembangan pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi laut (pembangunan pelabuhan)
I.
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Rencana strategis Provinsi Kalimantan Timur tahun2003 – 2008 untuk sektor perkebunan adalah sebagai berikut : •
a.
Kebijakan mengembangkan komoditas tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berorientasi ekspor
b. mengembangkan kualitas sumberdaya manusia petani dan tenagakerja perkebunan dalam rangka penerapan teknologi dan pemgembangan kualitas SDM aparatur dalam rangka peningkatan pemberian pelayanan c.
meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya lahan dan lingkungan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
d. mengembangkan teknologi terapan melalui pengkajian-pengkajian lokal spesifik e.
mengembangkan wilayah-wilyah sentra produksi dengan pendekatan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN)
f.
meningkatkan pelayanan dan menciptakan iklim yang kondusif untuk mendorong investasi di bidang perkebunan besar
g. menumbuh kembangkan industri yang berbasis hasil perkebunan h. menumbuh kembangkan peluang pasar komoditi perkembunan yang kompetitif •
program strategis
a.
pemgembangan komoditas perkebunan
b. peningkatan produksi dan pengolahan hasil perkebunan c.
pengembangan PIR-Swadaya
d. pelatihan dan pendidikan petani, tenagakerja p erkebunan, dan aparatur perkebunan e.
pengembangan agroindustri dan agrobisnis perkebunan
•
Sasaran
a.
terpenuhinya kebutuhan bibit unggul ko moditas unggulan
b. terwujudnya peningkatan jumlah wilayah pengembangan baru yang berbasi usaha perkebunan dari 20 unit menjadi 60 unit tersebar di Kaltim c.
tercapainya peningkatan penanganan lahan kritis dan lahan tererosi dengan tanaman perkebunan seluas 300 ribu ha
d. kemudahan prosedur dan kecepatan pelayanan investasi bindang perkebunan e.
tercapainya peningkatan pendapatan petani perkebunan sehingga mencapai rata-rata US$ 1.000 – 1.500/KK per tahun
VII - 17
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
f.
terwujudnya jaringan pemasaran produksi perkebunan dan hasil olahannya yang berskala regional, nasional, dan internasional.
J.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, terdapat perusahaan pengembang komoditi kakao di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu PT. Tanjung Buyu Perkasa di Kabupaten Berau dan PT. Hutan Bersama di Kabupaten Kutai Kartanegara. Data mengenai realisasi lapangan masing-masing perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.5. Tabel 7.5 Realisasi Lapangan Perusahaan Perkebunan Kakao di Kalimantan Timur Tahun 2003 No.
1. 2.
Nama Perusahaan
PT. Tanjung Buyu Perkasa PT. Hutan Bersama
Realisasi Lapangan
Jumlah Realisasi (ha)
Izin (ha) Izin HGU Lokasi
TBM
TM
TTM/TR
1.616
-
-
1.616
5.000
-
49,92
-
-
49,92
11.000
-
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2004.
Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan, TM = Tanaman Menghasilkan, TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan, TR = Tanaman Rusak
7.4
Provinsi Sulawesi Selatan
7.4.1 Wilayah Potensi Kabupaten Luwu Utara Wilayah potensi pengembangan kakao di Provinsi Sulawesi Selatan adalah di Kabupaten Luwu Utara. Lokasi di Kabupaten Luwu Utara tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebuntu, Mappadeceng, dan Bone-Bone. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.5. A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Kabupaten Luwu Utara adalah 69.648 ha. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Luwu Utara terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa, dan perkebunan rakyat. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, 60% lahan dari lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan hutan lindung. Sehingga, hanya
VII - 18
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
sekitar 40% saja yang dapat digunakan sebagai lahan perkebunan kakao. Untuk ini perlu koordinasi dengan pemerintahan setempat agar tidak terjadi masalah akibat penyalahgunaan lahan di masa mendatang.
Lokasi potensi pengembangan kakao di Provinsi Sulawesi Selatan
Gambar 7.5 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan
D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Jaringan transportasi darat di Kabupaten Luwu Utara secara umum bisa dikatakan 80 % dalam kondisi baik dengan tipe permukaan jalan adalah aspal dengan panjang jalan mencapai 2.554,1 km (kondisi tahun 2003). Panjang jalan yang berada di bawah wewenang Negara ada 109 km, wewenang daerah Tingkat I 146,5 km, dan sisanya di bawah wewenang Daerah Tingkat II sepanjang 2.298,6 km. Transportasi laut dan penyeberangan memegang peranan penting dalam menghidupkan perekonomian di Kabupaten Luwu Utara. Saat ini, keluar masuk barang dan penumpang dilayani oleh sejumlah pelabuhan rakyat di kecamtan-kecamatan yang memiliki pantai, yaitu Kecamatan Malangke Barat sebanyak 8 pelabuhan, Kecamatan Malangke sebanyak 5 pelabuhan, dan Kecamatan Bone-Bone 2 pelabuhan.
VII - 19
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Transportasi udara didukung Bandara Andi Djemma di Kecamatan Masamba yang dikembangkan menjadi bandara yang bersifat komersil. Selain itu, terdapat 2 bandara lainnya, yaitu bandara yang terdapat di Kecamatan Seko dan Kecamatan Rampi yang dikembangkan menjadi bandara perintis. Untuk telekomunikasi sudah dapat dijangkau oleh telepon umum dan sudah tersedia sebanyak 916 SIT serta dapat terjangkau dengan telepon seluler. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Luwu Utara memiliki luas wilayah 7.502,58 km 2 yang terletak pada 01053’19“ – 02055’36“ Lintang Selatan dan 119047’46“ - 120037’44“ Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Teluk Bone, dan batas sebelah Barat adalah Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Tana Toraja. Secara umum, Kabupaten Luwu Utara memiliki curah hujan yang tergolong tinggi yakni berkisar antara 2.400 – 3980 mm/tahun dengan distribusi bulanan yang cukup merata. Dengan distribusi bulanan yang relatif merata itu, maka jumlah bulan kering (bulan dengan curah hujan < 100 mm) rata-rata sangat rendah, maksimum hanya 2 bulan per tahun. Dengan demikian, dari segi agroklimatologi Kabupaten Luwu Utara sangat berpotensi untuk pengembangan berbagai jenis tanaman, terutama komoditas perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, dan kelapa.
Berdasarkan data BPS tahun 2003 suhu udara rata-rata di Kabupaten Luwu Utara adalah 26,90C, dan rata-rata jumlah hari hujan per bulan sebanyak 22,6 hari hujan. Selain itu, kabupaten ini dialiri oleh 8 sungai besar. Curah hujan yang tinggi di Kabupaten Luwu Utara menyebabkan tumbuhnya hutan yang lebat dan beraneka ragam tanaman di seluruh wilayah. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Berdasarkan peta jenis tanah (Bappeda Kabupaten Luwu Utara, 2000), jenis tanah yang dominan dijumpai di Kabupaten Luwu Utara adalah Kompleks Dystropepts, Tropoudults, dan Hapludults yang menyebar di sebelah Barat Kabupaten Luwu Utara. Jenis tanah lainnya yang tergolong menempati areal yang luas adalah komplek tanah Tropopsamments dan Uartzipsammemts, dengan perkiraan proporsi luas sekitar 36% dari total areal Kabupaten Luwu Utara. Kakao merupakan tanaman paling populer di Luwu Utara. Namun berdasarkan analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa tanaman kakao di Kabupaten Luwu Utara hanya
VII - 20
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
tergolong Sesuai (S2) karena jumlah curah hujan tahunan yang terlalu tinggi. Padahal tanaman kakao akan tumbuh optimal pada curah hujan 1.500 – 2.500 mm per tahun. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Luwu Utara pada tahun 2003 berdasarkan estimasi data Sensus Penduduk 2000 adalah 267.779 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun 2.468 %. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari laki-laki 136.247 orang dan perempuan 131.532 orang. Jumlah angkatan kerja (usia >15 tahun) adalah 119.023 orang, yang terdiri dari 86.858 orang laki-laki dan 32.165 orang perempuan. Banyaknya pencari kerja baru yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Luwu Utara pada tahun 2003 menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7.6. Tabel 7.6 Banyaknya Pencari Kerja Baru Melalui Dinas Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin pada Tahun 2003 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SLTP SMU SMK/Kejuruan Diploma I, II Sarjana Muda/D III S1/S2 Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
3 43 464 266 67 43 204 1.090
Jumlah
2 123 1.101 599 68 132 469 2.494
5 166 1.565 865 135 175 673 3.584
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Luwu Utara, 2003.
H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Rencana strategis daerah pada pengembangan fasilitas sarana dan prasarana, meliputi : •
pembangunan sarana-prasarana transportasi
•
pembangunan jaringan jalan baru yang dapat dilewati kendaraan angkutan barang untuk mengangkut hasil pertanian-perkebunan
•
peningkatan jalan Trans Sulawesi sebagai jalur transportasi antar wilayah
•
pembangunan pelabuhan yang dapat disinggahi kapal-kapal pengangkut hasil bumi
•
pengembangan energi listrik untuk mendukung kegiatan agro-industri
•
pengembangan sarana telekomunikasi untuk memperlancar arus distribusi barang hasil olahan ke konsumen.
I.
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Rencana strategis daerah terkait sektor perkebunan adalah :
VII - 21
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
•
Pembangunan industri hulu-hilir, yaitu pabrik pupuk, makanan ternak, pengolahan hasil pertanian-perkebunan, termasuk didalamnya adalah industri pengolahan hasil perikanan
•
J.
Pengembangan wilayah pertanian-perkebunan sebagai pendukung utama agribisnis.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Beberapa perusahaan Perkebunan Kakao yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan adalah seperti pada Tabel 7.7. Selain perkebunan, di Provinsi Sulawesi Selatan juga terdapat perusahaan pengolahan kakao, yaitu PT. Effem Indonesia dan PT. Poleko Kkao Industri. Data mengenai jenis industri, jumlah tenaga kerja, dan alamat dapat dilihat pada Tabel 7.8. Tabel 7.7 Perusahaan Perkebunan Pengembangan Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan Nama Perusahaan PT. Sering Raya
Alamat Jl. Raya Tajuncu No. 17 Desa/Kel. Donri-Donri Kec. Lili Rilau Kab. Soppeng
PT. Hartono Indah
Desa/Kel. Tanjong Kec. Bua Ponrang Kab. Luwu 90993
PT. Lamungan Mandar
Jl. Poros Mambu, Campalagian Polmas Desa/Kel. Mambu Kec. Campalagian Kab. Polewali Mamasa 91535 Desa/Kel. Sarudu, Kab. Mamuju
Koperasi Puskopad "A" DAM VII/Wirabuana PT. Karya Kanakan PT. Gerhana Candra
Desa/Kel. Bakka Kec. Sabbang Jl. Daeng Tompo No. 27 Desa/Kel. Maloku Kec. Ujung Pandang
Sumber :.Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003.
Tabel 7.8 Jenis Industri, Jumlah Tenagakerja, dan Alamat Perusahaan Pengolahan Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan Nama Perusahaan
Jenis Industri
PT. Effem Indonesia
Cocoa Butter
PT. Poleko Kakao Industri
Pengolahan Kakao
Jumlah Tenagakerja 151 orang
50 orang
Alamat
Kima X Kav A/6, Jl. BiringKanaya, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan Jl. Kapasa Raya No. 2 Biring Kanaya, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan
Sumber : Direktori Industri Pengolahan, BPS 2004.
7.4.2 Wilayah Potensi Kabupaten Luwu Timur Wilayah potensi pengembangan kakao di Provinsi Sulawesi Selatan selain Kabupaten Luwu Utara adalah Kabupaten Luwu Timur. Lokasi di Kabupaten Luwu Timur sebagian besar tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Burau, Malili, Nuha, dan Towuti. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.6.
VII - 22
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Lokasi Potensi Pengembangan kakao di Kab. Luwu Timur
Gambar 7.6 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Kabupaten Luwu Timur adalah 56.535 ha. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Luwu Timur terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa, dan perkebunan rakyat. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, 60% lahan dari lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan hutan lindung. Sehingga, hanya sekitar 40% saja yang dapat digunakan sebagai lahan perkebunan kakao. Untuk ini perlu koordinasi dengan pemerintahan setempat agar tidak terjadi masalah akibat penyalahgunaan lahan di masa mendatang.
VII - 23
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Secara umum infrastruktur jalan dan transportasi bisa dibilang cukup memadai,
meski
di
beberapa desa terutama di desa-desa yang berada di seberang Danau Towuti infrastruktur jalan dan transportasi belum tembus hingga ke sana. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Luwu Timur dengan luas
±
6.944,88 km2 berasal dari sebagian wilayah
Kabupaten Luwu Utara yang terdiri atas Kecamatan Mangkutana, Kecamatan Nuha, Kecamatan Towuti, Kecamatan Malili, Kecamatan Angkona, Kecamatan Wot u, Kecamatan Burau, dan Kecamatan Tomoni. Ibukota Kabupaten Luwu Timur adalah adalah Malili dan m empunyai batas wilayah: a.
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Poso dan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah;
b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah; c.
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kendari dan Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara serta Teluk Bone; dan
d. sebelah barat Kecamatan Bone-Bone, Kecamatan Sukamaju, Kecamatan Masamba, dan Kecamatan Rampi Kabupaten Luwu Utara. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Tanah dan cuaca Luwu Timur sangat cocok untuk usaha pertanian dan perkebunan. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Penduduk Luwu Timur sebagian besar menggantungkan hidup dari lahan usaha pertanian. Jumlah tenaga kerja di sektor ini menurut Survei Penduduk tahun 2000 menjadi yang terbesar, khususnya perkebunan mencapai 25,9 persen. Hasil Survei Tenaga Kerja Daerah tahun 2002 menunjukkan, sektor pertanian menyerap 70,37% dari total 62.289 tenaga kerja. Pengembangan sektor pertanian ke arah agroindustri dan agrowisata adalah hal yang dipertimbangkan sejak sekarang. Apalagi melihat PDRB Luwu Timur apabila tanpa sektor pertambangan, kontribusi sektor pertanian menjadi yang utama. Sumbangannya bisa mencapai 84 persen.
VII - 24
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
H.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Beberapa perusahaan Perkebunan Kakao yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan adalah seperti pada Tabel 7.9. Tabel 7.9 Perusahaan Perkebunan Pengembangan Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan Nama Perusahaan PT. Sering Raya
Alamat Jl. Raya Tajuncu No. 17 Desa/Kel. Donri-Donri Kec. Lili Rilau Kab. Soppeng
PT. Hartono Indah
Desa/Kel. Tanjong Kec. Bua Ponrang Kab. Luwu 90993
PT. Lamungan Mandar
Jl. Poros Mambu, Campalagian Polmas Desa/Kel. Mambu Kec. Campalagian Kab. Polewali Mamasa 91535
Koperasi Puskopad "A" DAM VII/Wirabuana PT. Karya Kanakan PT. Gerhana Candra
Desa/Kel. Sarudu, Kab. Mamuju Desa/Kel. Bakka Kec. Sabbang Jl. Daeng Tompo No. 27 Desa/Kel. Maloku Kec. Ujung Pandang
Sumber :.Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003.
Selain perkebunan, di Provinsi Sulawesi Selatan juga terdapat perusahaan pengolahan kakao, yaitu PT. Effem Indonesia dan PT. Poleko Kkao Industri. Data mengenai jenis industri, jumlah tenaga kerja, dan alamat dapat dilihat pada Tabel 7.10. Tabel 7.10 Jenis Industri, Jumlah Tenagakerja, dan Alamat Perusahaan Pengolahan Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan Nama Perusahaan
Jenis Industri
PT. Effem Indonesia
Cocoa Butter
PT. Poleko Kakao Industri
Pengolahan Kakao
Jumlah Tenagakerja 151 orang
50 orang
Alamat
Kima X Kav A/6, Jl. BiringKanaya, Ujung Pandang Jl. Kapasa Raya No. 2 Biring Kanaya, Ujung Pandang
Sumber : Direktori Industri Pengolahan, BPS 2004.
7.5
Provinsi Sulawesi Tenggara
7.5.1 Wilayah Potensi Kabupaten Konawe Wilayah potensi pengembangan kakao adalah di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Konawe. Lokasi di Kabupaten Konawe tersebar di Kecamatan Wiwirano, dan Asera. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.7. A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Kabupaten Konawe adalah 86.000 ha.
VII - 25
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Kab. Wiwirano
Lokasi potensi pengembangan kakao di Kabupaten Konawe
Kab. Asera
Gambar 7.7 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Konawe adalah tanah negara. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan Budidaya non kehutanan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Kondisi jalan di Kabupaten Konawe sebagian besar dalam kondisi sudah diaspal dan jalan kerikil. Berdasarkan data dari Dinas Kimpraswil Kabupaten Konawe, sampai tahun 2003 total panjang jalan yang ada di Kabupaten Konawe adalah 2.035 km, di mana jalan untuk jenis permukaan aspal sepanjang 682 km, jalan dengan permukaan kerikil 915 km, jalan tanah sepanjang 94 km, dan tidak dirinci sepanjang 308 km. data rinci mengenai kedaan jalan di Kabupaten Konawe dapat dilihat pada Tabel 7.11.
VII - 26
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.11 Kondisi dan Panjang Jalan di Kabupaten Konawe Tahun 2003 No. I
II
III
Status Jalan Jenis Permukaan a. Diaspal b. Kerikil c. Tanah D, Tidak dirinci Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak Ringan d. Rusak Berat Kelas Jalan a. Kelas 1 b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas IIIA e. Kelas IIIB f. Kelas IIIC g. Tidak dirinci
Jalan Negara 476,00 271,00 205,00
Jalan Provinsi 118,00 118,00
476,00 320,75 88,90 66,35
118,00 49,10 68,90
476,00
Total
118,00
Jalan Kabupaten 1.441,00 293,00 746,00 94,00 308,00 1.441,00 425,00 377,00 237,00 402,00 1.441,00
Panjang Jalan 2.035,00 682,00 951,00 94,00 308,00 2.035,00 794,85 534,80 303,35 402,00 2.035,00
476,00
118,00
1.441,00
2.035,00
476,00
118,00
1.441,00
Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Konawe.
Selain itu, di Kabupaten Konawe juga terdapat jembatan sebagai prasarana jalan. Jembatan dengan jenis konstruksi beton berjumlah 166 buah dengan panjang 1.416 m, dan rangka dan semi rangka sebanyak 7 buah. Untuk pemenuhan kebutuhan air, sebagian besar masih memanfaatkan air permukaan, air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air permukaan yang ada di Kabupaten Konawe berasal dari Sungai Matarombeo, Sungai Lasolo, dan Sungai Walailindu. Selain itu, Sungai Lahumbuti dan Sungai Konaweha merupakan sungai yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pengairan dan sumber air bersih. Untuk pemenuhan kebutuhan listrik, telah tersedia sumber daya listrik yang tersebar di wilayah Kabupaten Konawe. Sampai 2003, di Kabupaten Konawe terdapat satu ranting PLN. Jumlah listrik yang diproduksi atau dibangkitkan sendiri selama tahun 2003 sebanyak 11.026.425 KWH, sedangkan yang terjual mencapai 34.783.448 Kwh. Perkembangan komunikasi juga didukung oleh pengoperasian dua provider telepon seluler (Telkomsel dan Satelindo) yang mulai efektif beroperasi pada akhir kwartal tahun 2003. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Konawe terletak pada koordinat 2045’– 4015’ Lintang Selatan dan 121030’ 123015’ Bujur Timur. Kabupaten Konawe memiliki luas wilayah 11.731 km 2 atau sekitar
VII - 27
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
30% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dan berada pada ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut. Lahan berbukit t erbentang dari selatan ke utara. Secara administratif, Kabupaten Konawe sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan, dan batas sebelah Barat adalah Kabupaten Kolaka. Kondisi iklim di Kabupaten Konawe memiliki dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim panas. Pada bulan November hingga Maret, angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Benua Pasifik. Musim pancaroba terjadi sekitar bulan April dan musim kemarau terjadi bulan Agustus sampai Oktober. Curah hujan di Kabupaten Konawe terjadi bervariasi, yaitu: •
Pola curah hujan tahunan antara 0 – 1.500 mm terdapat di bagian Selatan dan sedikit di bagian tengah, meliputi Kecamatan Unaaha.
•
Pola curah hujan tahunan antara 1.500 – 1.900 mm terdapat di bagian tengah dan sedikit di bagian Utara meliputi Kecamatan Wawonii, Lambuya, Soropia, Sampara, wawotobi, sebagian Lasolo dan Unaaha.
Berdasarkan klasifikasi Oldeman, tipe iklim yang dapat dijumpai di Kabupaten Konawe bervariasi dari B1 sampai dengan D3. Klasifikasi Oldeman didasarkan dari penyebaran bulan basah dan bulan kering yang terjadi secara berturut-turut dalam setahun. Bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih besar dari 200 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 100 mm. Tipe iklim A merupakan yang paling basah, sedangkan E yang paling kering. Dengan demikian, Kabupaten Konawe dapat dikatakan memiliki tipe iklim yang agak basah sampai agak kering.luas penyebaran tipe iklim di Kabupaten Konawe dapat dilihat pada Tabel 7.12. Tabel 7.12 Pola Penyebaran Iklim Menurut Klasifikasi Oldeman (Agroklimat) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kelas Iklim Oldeman B1 B2 C1 C2 C3 D3 TOTAL
Luas (ha) 34.901,04 78.163,40 339.582,87 341.834,77 249.926,73 30.072,36 1.074.481,17
Sumber : Hasil Perhitungan Peta BPN dalam Revisi RTRW Kabupaten Konawe.
VII - 28
Persentase (%)
3,25 7,27 31,60 31,81 23,26 2,8 100
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Berdasarkan kriteria ketinggian tempat dan curah hujan, lokasi termasuk golongan S1 (sangat sesuai) menurut criteria kesesuaian lahan ( Tabel 5.1 pada Bab V) F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Kondisi topografi Konawe, permukaan tanah pada umumnya bergunung dan berbukit yang diapit dataran rendah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Jenis tanah meliputi Latosol, Organosol, Podzolik, Mediteran, Alluvial, dan Campuran. Berdasarkan luasan penyebarannya, jenis tanah Kambisol merupakan yang paling dominan, dengan luasan lebih dari 44% dari luas total Kabupaten Konawe. Luas penyebaran masing – masing jenis tanah menurut klasifikasi PPT Bogor dapat dilihat pada Tabel 7.13. Tabel 7.13 Penyebaran Jenis Tanah Menurut Klasifikasi PPT Bogor di Kabupaten Konawe No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kelas Tanah PPT Regosol Gleisol Organosol Aluvial Podsolik Litosol Mediteran Kambisol Tidak ada data TOTAL
Luas (ha) 8.899,12 13.025,43 13.029,69 59.320,45 135.577,56 158.800,40 203.749,21 482.031,96 47,49 1.074.481,31
Persentase (%) 0,83 1,21 1,21 5,52 12,26 14,78 18,96 44,86 0,00 100
Sumber : Hasil Perhitungan Peta BPN dalam Revisi RTRW Kabupaten Konawe.
G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Secara keseluruhan, jumlah penduduk Kabupaten Konawe terus meningkat dari 226.329 jiwa di tahun 1999 menjadi 235.925 jiwa pada tahun 2000, kemudian menjadi 243.262 jiwa pada tahun 2001. Tahun 2002 jumlah penduduk meningkat menjadi 248.700 jiwa dan pada 256.377 pada tahun 2003. Dari total penduduk pada tahun 2003, penduduk laki-laki sebanyak 131.339 jiwa dan perempuan 125.038 orang. Sampai tahun 2003, jumlah penduduk yang berusia > 15 tahun adalah 169.410 jiwa yang terdiri dari laki-laki 86.484 jiwa dan perempuan 82.926 jiwa. Sekitar 72,24% penduduk Kabupaten Konawe yang berusia > 15 tahun bekerja di sektor pertanian. Data mengenai penduduk usia 15 tahun keatas menurut jenis kegiatan utama dan jenis kelamin pada tahun 2003 di Kabupaten Konawe dapat dilihat pada Tabel 7.14.
VII - 29
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.14 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Kabupaten Konawe Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin Tahun 2003 Jenis Kegitan I. Angkatan Kerja a. Bekerja b. Mencari Kerja II. Bukan Angkatan Kerja a. Sekolah b. Mengurus Rumah Tangga c. Lainnya III. Penduduk Umur 15 tahun keatas IV. % Pekerja thdp Angkatan Kerja V. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja VI Tingkat Kesempatan Kerja
Laki-Laki 79.141 76.135 3.006 7.343 4.393 195 2.755 86.484 96,2 91,51 88,03
Perempuan 50.434 43.674 6.760 32.492 5.279 22.029 5.184 82.926 86,6 60,82 52,67
Jumlah 129.575 119.809 9.766 39.835 9.672 22.224 7.939 169.410 92.46 76,49 70,72
Sumber Revisi RTRW Kabupaten Konawe, 2003.
H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Rencana strategis daerah Kabupaten Konawe untuk pengembangan sektor fasilitas dan prasarana adalah sebagai berikut : •
Pengembangan pembangkit tenaga listrik
•
Pengembangan prasarana dan sarana distribusi air didasarkan pada keseimbangan antara kebutuhan air baku untuk pemukiman dan kegiatan budidaya.
I.
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Rencana strategis untuk pengembangan sektor pertanian dalam RTRW Kabupaten Konawe adalah sebagai berikut : •
Pembangunan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian dalam rangka meningkatkan pemanfaatan lahan dan meningkatkan produktivitas
•
Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian beserta unit pendukungnya guna penguatan sistem ketahanan pangan dan pengembangan agrobisnis dan agroindustri
•
Rencana pemanfaatan ruang untuk pengembangan perkebunan kakao, lada, dan cengkeh diarahkan di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, dan Kabupaten Konawe Selatan
J.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Beberapa perusahaan Perkebunan Kakao yang terdapat d i Provinsi Sulawesi Tenggara adalah seperti pada Tabel 7.15.
VII - 30
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.15 Perusahaan Perkebunan Pengembangan Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara Nama Perusahaan
Alamat
PT. Madu Malua Bukari
Desa/Kel. Sawa Kab. Kendari 93352
PT. Hasfarm Niaga Nusantara
Desa/Kel. Wonuambuteo Kec. Ladongi Kab. K olaka 93573
PT. Perkebunan Ladongi
Desa/Kel. Wanuambuteo Kec. Lambadia Kab. Kolaka 93573
Sumber :.Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003.
7.5.2 Wilayah Potensi Kabupaten Kolaka Wilayah potensi pengembangan kakao adalah di Provinsi Sulawesi Tenggara selain Kabupaten Konawe adalah Kabupaten Kolaka. Lokasi di Kabupaten Konawe adalah di Kecamatan Lasusua, Kecamatan Mowewe, dan Kabupaten Mowewe Selatan. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.8.
Lokasi potensi pengembangan kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 7.8 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Kabupaten Kolaka adalah 23.163 ha. Lahan tersebut terdiri dari Kecamatan Lasusua seluas 15.000 ha yang penggunaan lahan saat
VII - 31
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
ini adalah berupa hutan campuran, sedangkan lahan seluas 8.163 ha terdapat di Kecamatan Mowewe dan Mowewe Selatan dengan penggunaan saat ini adalah berupa perkebunan. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Kolaka adalah tanah negara dan milik masyarakat. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, semua lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan Budidaya Tanaman Perkebunan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Panjang jalan sampai tahun 2004 tercatat 1.334,36 km, terdiri dari jalan negara sepanjang 153,17 km, jalan provinsi sepanjang 162,73 km, dan jalan kabupaten sepanjang 1.018,46 km. Jika dilihat dari jenis permukaan jalan, terdiri dari yang sudah diaspal sepanjang 624,45 km, jalan kerikil 485,91 km, dan jalan tanah 224 km. Sarana angkutan laut memegang peranan penting dalam arus bongkar – muat barang serta transportasi penumpang yang menghubungkan antara pelabuhan satu dan pelabuhan lainnya. Jenis usaha pelayan yang sedang berkembang di daerah Kabupaten Kolaka dewasa ini terdiri dari pelayaran samudera, nusantara, rakyat, dan penyeberangan. Di samping itu diupayakan pula jenis pelayaran khusus. Jumlah kantor Pos pada tahun 2004 di Kabupaten Kolaka adalah sebanyak 10 buah yang tersebar di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Pakue. Selain itu juga tersedia 11 Pos Keliling Desa, 3 buah Rumah Pos, 60 buah Kotak Pos, dan 11 buah Bis Surat. Kegiatan Perbankan dalam rangka mempermudah pelayanan kepada masyarakat dewasa ini sudah semakin meningkat dan meluas sampai ke pelosok desa. Salah satu sisi peningkatan dan pengeluaran kegiatan tersebut diukur dengan peningkatan dibangunnya sarana dan prasana, kredit maupun tabungan dan deposito sehingga sirkulasi peredaran uang untuk menunjang perekonomian dapat meningkat pula. Jumlah bank di Kabupaten Kolaka pada tahun 2004 adalah sebanyak 13 buah, yang terdiri dari BNI 46 sebanyak 1 buah, BRI
VII - 32
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
sebanyak 1 buah, BDN sebanyak 1 buah, BPD sebanyak 1 buah, PT.BDI sebanyak 1 buah, dan BRI Unit Desa sebanyak 6 buah. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Kolaka memiliki luas wilayah daratan 6.918,38 km2 dan wilayah perairan 15.000 km2. Secara geografis, Kabupaten Kolaka terletak pada bagian barat Provinsi Sulawesi Tenggara memanjang dari utara ke selatan yang terletak di antara 2000’ – 5000’ Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120045’ - 124060’ Bujur Timur. Batas daerah Kabupaten Kolaka di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara, dan batas s ebelah Barat adalah Teluk Bone. Keadaan permukaan wilayah Kabupaten Kolaka pada umumnya terdiri dari gunung dan bukit yang memanjang dari Utara ke Selatan. Di antara gunung dan bukit terbentang dataran-dataran yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian dengan tingkat kemiringan sebagai berikut : -
Antara 0 – 2% seluas 102.493 ha (9,94% dari luas daratan)
-
Antara 2 – 15% seluas 88.051 ha (8,84% dari luas daratan)
-
Antara 15 – 40% seluas 206.068 ha (19,99% dari luas daratan)
-
Antara 40% seluas 634.388 ha (61,23% dari luas daratan)
Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di daerah lainnya di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadu antara November dan Maret di mana pada bulan tersebut angin Barat yang bertiup dari Asia dan Samudera Pasifik mengandung banyak uap air. Musim kemarau terjadi antara bulan Mei dan Oktober di mana antara bulan tersebut angin Timur yang bertiup dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air. Khusus pada bulan April arah angin tidak menentu, demikian pula curah hujan sehingga pada bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba. Curah hujan di daerah ini umumnya tidak merata, hal ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah daerah kering. Wilayah daerah basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm per tahun berada pada wilayah sebelah utara jalur Kolaka, meliputi Kecamatan Kolaka, Kecamatan Wolo, dan Kecamatan Mowewe dengan bulan basah sekitar 5 – 9 bulan dalam setahun. Wilayah daerah kering dengan curah hujan kurang dari 2.000 mm per tahun
VII - 33
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
meliputi wilayah sebelah Selatan dan Timur, meliputi Kecamatan Watubangga, Kecamatan Pomalaa, Kecamatan Wundulako, Kecamatan Ladongi, dan Kecamatan Tirawuta yang memiliki bulan basah antara 3 sampai 4 bulan dalam setahun. Wilayah daratan Kabupaten Kolaka mempunyai ketinggian umumnya di bawah 1.000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah khatulistiwa, maka daerah ini beriklim tropis. Suhu udara minimum sekitar 100C dan maksimum 310C atau rata-rata antara 240C – 280C. Berdasarkan kondisi curah hujan dan ketinggian tempat, menurut kriteria kesesuaian lahan ( Tabel 5.1 pada Bab V) kemungkinan lokasi berada pada golongan S2 - S3. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kolaka, menurut jenis tanah terdiri dari 7 (tujuh) jenis tanah, yaitu tanah Podzolik Merah Kuning seluas 274.150 ha (26,59%) dari luas wilayah daratan. Kemudian tanah Podzolik Coklat Kelabu seluas 201.193 ha (19,51%), Lithosol seluas 194.350 ha (18,85%), dan selebihnya terdiri dari tanah Regosol, Aluvial, Rezina, dan Mediteran Merah Kuning. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Kolaka pada tahun 2004 adalah 263.677 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun 3,67 %. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari laki-laki 135.028 orang dan perempuan 128.649 orang. Jumlah angkatan kerja (usia >15 tahun) adalah 169.531 orang, yang terdiri dari 86.553 orang laki-laki dan 82.978 orang perempuan. Sekitar 75% penduduk Kabupaten Kolaka yang berusia > 15 tahun bekerja di sektor pertanian. Data mengenai penduduk usia 15 tahun keatas menurut jenis kegiatan utama dan jenis kelamin pada tahun 2004 di Kabupaten Kolaka dapat dilihat pada Tabel 7.16. Tabel 7.16 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Kabupaten Kolaka Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin Tahun 2004 Jenis Kegitan I. Angkatan Kerja a. Bekerja b. Mencari Kerja II. Bukan Angkatan Kerja a. Sekolah b. Lainnya III. Penduduk Umur 15 tahun keatas IV. % Pekerja thdp Angkatan Kerja V. % Angkatan Kerja thdp Penduduk 15 tahun keatas (TPAK) Sumber : BPS Kabupaten Kolaka, 2004.
VII - 34
Laki-Laki 76.966 74.806 2.160 9.587 5.131 4.456 86.553 97,19 88,92
Perempuan 49.787 47.986 1.801 33.191 5.403 27.788 82.978 96,38 60
Jumlah 126.753 122.792 3.961 42.778 10.534 32.244 169.531 96,88 74,77
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
H.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Beberapa perusahaan Perkebunan Kakao yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah seperti pada Tabel 7.17. Tabel 7.17 Perusahaan Perkebunan Pengembangan Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara Nama Perusahaan
Alamat
PT. Madu Malua Bukari
Desa/Kel. Sawa Kab. Kendari 93352
PT. Hasfarm Niaga Nusantara
Desa/Kel. Wonuambuteo Kec. Ladongi Kab. K olaka 93573
PT. Perkebunan Ladongi
Desa/Kel. Wanuambuteo Kec. Lambadia Kab. Kolaka 93573
Sumber :.Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003.
7.5.3 Wilayah Potensi Kabupaten Buton Wilayah potensi pengembangan kakao adalah di Provinsi Sulawesi Tenggara selain Kabupaten Konawe dan Kolaka adalah Kabupaten Buton. Lokasi di Kabupaten Buton adalah di Kecamatan Bombana. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.9.
Lokasi potensi pengembangan kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 7.9 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara
VII - 35
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Kabupaten Buton adalah 32.000 ha. Lahan tersebut diperuntukan sebagai kebun plasma seluas 9.000 ha dan kebun investor seluas 23.000 ha. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Buton adalah kawasan hutan. C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, semua lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan Budidaya Hutan Produksi. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Panjang jalan di Kabupaten Buton (masih tergabung dengan Kota Bau-Bau) mencapai 1.184,86 km. dari panjang jalan tersebut yang berada di bawah wewenang provinsi adalah 187,76 km dan 997,1 km berada di bawah wewenang Kabupaten. Pada tahun 2002 panjang jalan di bawah wewenang provinsi seluruhnya telah diaspal. Namun yang masih dalam wewenang Kabupaten yang teraspal sebesar 44%, selebihnya masih berupa tanah dan kerikil. Data selengkapnya mengenai keadaan jalan di Kabupaten Buton dapat dilihat pada Tabel 7.18. Tabel 7.18 Panjang Jalan Menurut Pemerintah Berwenang, Permukaan, Kondisi, dan Kelas Jalan Tahun 2002 (km) Uraian I. Jenis Permukaan a. Diaspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak Terinci II. Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak Berat e. Tidak Terinci III. Kelas Jalan a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas IIIA e. Kelas IIIB f. Kelas IIIC g. Tidak Terinci
Negara -
Provinsi 187,76 187,76 187,76 187,6 187,76 187,76 -
Kabupaten 997,10 338,30 422,40 236,40 997,10 381,90 206,90 171,90 236,40 997,10 338,30 422,40 236,40 -
Sumber : Kantor Dinas PU Dati II Buton dalam Kabupaten Buton dalam Angka, 2002.
Keterangan : Data yang tersaji dalam kondisi masih bergabung dengan Kota Bau-Bau.
VII - 36
Jumlah 1.184,86 526,06 422,40 236,40 1.184,86 569,66 206,90 171,90 236,40 1.184,86 187,76 338,30 422,40 236,40 -
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Di Kabupaten Buton hingga tahun 2002 terdapat 10 buah pelabuhan yang dapat dipergunakan untuk berbagai jenis pelayaran, di antaranya Pelabuhan Wanci yang sejak tahun 2001 sudah dipergunakan untuk pelayaran nasional. Sementara itu, pelabuhan lainnya dipergunakan untuk pelayaran rakyat, perintis, dan khusus. Selain jalan dan pelabuhan, prasarana lain yang penting dan memegang andi besar adalah telekomunikasi. Perangkat telekomunikasi yang sudah banyak peranannya di Kabupaten Buton adalah telepon, telegram, dan sarana pos dan giro. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Buton secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di antara 4,000 – 6,050 Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120,030 - 1250 Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Buton meliputi sebagian Pulau Muna, Buton, dan sebagian wilayahnya berada di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Batas daerah Kabupaten Buton di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Muna dan Kolaka, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda, di sebelah Selatan berbatasan dengan Daerah Kota Bau-Bau dan Laut Flores, dan batas sebelah Barat adalah Teluk Bone. Kabupaten Buton mencakup daratan Pulau Sulawesi, Pulau Muna dan Buton yang memiliki wilayah daratan seluas sekitar 6.511,11 km2 atau 651.111 ha dan wilayah perairan diperkirakan seluas 47.727 km 2. Kabupaten Buton saat ini telah terpisah dengan Kota BauBau, hingga terlihat bahwa jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Buton berjumlah 25 buah. Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di daerah lainnya di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Maret dan April di mana pada bulan tersebut angin Barat yang bertiup dari Benua Asia dan Samudera Pasifik mengandung banyak uap air. Musim kemarau terjadi antara bulan Juli dan September di mana antara bulan tersebut angin Timur yang bertiup dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air. Khusus pada bulan April dan Mei di Kabupaten Buton arah angin tidak menentu, demikian pula curah hujan sehingga pada bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba. Tinggi rendahnya suhu udara pada suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh posisi dan ketinggian tempat tersebut dari permukaan air laut. Makin tinggi posisi suatu tempat dari
VII - 37
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
permukaan laut akan semakin rendah suhu udara, dan sebaliknya. Wilayah daratan Kabupaten Buton mempunyai ketinggian umumnya di bawah 1.000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah Khatulistiwa, sehingga daerah ini beriklim tropis. Suhu udara maksimum dan minimum di Kota Bau-Bau selama tahun 2002 secara berurutan adalah 32,160C dan 23,580C. Kelembaban udara rata-rata adalah 79% dan lama penyinaran matahari adalah 73%. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Kondisi topografi daerah Kabupaten Buton pada umumnya memiliki permukaan yang bergunung, bergelombang, dan berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukit-bukit terbentang daratan yang merupakan daerah-daerah potensial untuk pengembangan pertanian. Permukaan tanah pegunungan yang relatif rendah ada juga yang bisa digunakan untuk usaha yang sebagian besar berada pada ketinggian 100 – 500 meter di atas permukaan laut, dan kemiringan tanahnya mencapai 40%. Dengan demikian di wilayah Buton terdapat lokasi yang cocok untuk penanaman kakao dan tergolong S1 – S3 menurut criteria kesesuaian lahan ( Tabel 5.1 pada Bab V). G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Buton pada tahun 2002 menurut registrasi penduduk adalah sebanyak 448.101 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 221.008 jiwa dan perempuan sebanyak 227.013 jiwa. Rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Buton per tahun adalah 2,43%, di mana pertumbuhan penduduk Kabupaten Buton dipengaruhi oleh pertumbuhan alamiah serta jumlah eksodus asal Provinsi Maluku, dan lain-lain. Jumlah angkatan kerja berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000 adalah 232.452 orang, yang terdiri dari 128.054 orang laki-laki dan 104.398 orang perempuan. Sebagian besar penduduk Kabupaten Buton yang berusia > 15 tahun bekerja di sektor pertanian. Data mengenai penduduk usia 15 tahun keatas menurut jenis kegiatan utama dan jenis kelamin pada tahun 2004 di Kabupaten Buton dapat dilihat pada Tabel 7.19.
VII - 38
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.19 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Kabupaten Buton Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin Tahun 2004 Jenis Kegitan I. Angkatan Kerja a. Bekerja b. Mencari Kerja II. Bukan Angkatan Kerja a. Sekolah b. Lainnya III. Jumlah (I + II) IV. % Pekerja thdp Angkatan Kerja V. % Angkatan Kerja thdp Penduduk 15 tahun keatas (TPAK)
Laki-Laki 128.054 120.399 7.655 25.895 14.658 11.237 153.949 94,02 83,18
Perempuan 104.398 98.057 6.341 63.032 14.097 48.935 167.430 93,93 62,35
Jumlah 232.452 218.546 13.996 88.927 28.755 60.172 321.379 93,98 72,33
Sumber : BPS Kabupaten Buton, 2002.
H.
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Beberapa perusahaan Perkebunan Kakao yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah seperti pada Tabel 7.20. Tabel 7.20 Perusahaan Perkebunan Pengembangan Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara Nama Perusahaan
Alamat
PT. Madu Malua Bukari
Desa/Kel. Sawa Kab. Kendari 93352
PT. Hasfarm Niaga Nusantara
Desa/Kel. Wonuambuteo Kec. Ladongi Kab. Kolaka 93573
PT. Perkebunan Ladongi
Desa/Kel. Wanuambuteo Kec. Lambadia Kab. Kolaka 93573
Sumber :.Direktori Perusahaan Perkebunan, BPS 2003.
7.6
Provinsi Maluku Utara
7.6.1 Wilayah Potensi Kabupaten Halmahera Barat Wilayah potensi pengembangan kakao di Provinsi Maluku Utara adalah di Kabupaten Halmahera Barat. Lokasi di Kabupaten Halmahera Barat tersebar di di Kecamatan Sahu dan Kecamtan Ibu. Gambaran letak lokasi potensi d apat dilihat pada Gambar 7.10. A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Kabupaten Halmahera Barat adalah 10.000 ha, meliputi Kecamatan Sahu 5.000 ha dan Kecamatan Ibu 5.000 ha. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Kabupaten Halmahera Barat terdiri dari tanah negara dan tanah masyarakat.
VII - 39
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Gambar 7.10 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara, lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan Budidaya Tanaman Perkebunan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Kondisi jalan di wilayah Kabupaten Halmahera Barat baik itu jalan provinsi maupun jalan kabupaten belum semuanya dalam kondisi baik, sebagian masih berupa jalan tanah. Jalan dengan kualitas hotmix baru di sebagian ruas jalan Sidangoli – Jailolo dan jalan dengan kualitas aspal lapen terdapat di ruas jalan Sidangoli – Jailolo – Goal – Ib u – Goin. Sedangkan kondisi jalan yang masih berupa tanah terdapat pada ruas jalan yang menghubungkan Goin – Kedi serta ruas – ruas yang menghubungkan desa – desa yang berada di pedalaman pulau. Sebagian besar kondisi jalan tersebut rusak berat karena belum mendapat peningkatan jalan atau rendahnya tingkat pemeliharaan jalan dan untuk kondisi jalan tanah yang menghubungkan Kedi – Goin sebagian besar masih berupa jalan setapak yang hanya dapat dilewati oleh pejalan kaki, sepeda motor, serta gerobak terutama pada musim kering. Ditinjau dari kondisi dan kelas jalan sebagian besar masih ditingkat kelas jalan III. Untuk itu
VII - 40
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
mengingat pentingnya peranan jalan dalam kegiatan ekonomi dan pergerakan arus barang dan penumpang, maka perlu dilakukan upaya pembangunan dan peningkatan jalan aspal yang ada di wilayah Kabupaten Halmahera Barat, khususnya jalan yang menghubungkan antara pusat-pusat kecamatan seperti ruas Kedi – Goin atau kota/wilayah lain yang potensial akan memberi percepatan pengembangan daerah yang dilalui. Data selengkapnya mengenai kondisi jalan provinsi di Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat pada Tabel 7.21. Transportasi laut merupakan tulang punggung perhubungan bagi Kabupaten Halmahera Barat, seperti halnya di kepulauan di Maluku Utara karena wilayahnya yang berbentuk kepulauan dan kota-kota kecamatan yang ada terdapat di pesisir barat – utara Pulau Halmahera. Sarana transportasi laut yang melayani kepulauan Maluku Utara terdiri dari kapal nusantara, perintis, dan kapal pelayaran rakyat (Pelra), yang dikelola oleh pemerintah, perusahaan swasta maupun perseorangan. Pelayaran dari PELNI sendiri sendiri belum menjangkau ke wilayah Halmahera Barat. Kelengkapan prasarana transportasi laut antara lain berupa sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP – mercusuar) baik milik pemeristah maupun swasta, pelabuhan nasional dan pelabuhan lokal/rakyat.
VII - 41
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.21 Panjang Ruas dan Status Jalan Provinsi di Kabupaten Halmahera Barat
No.
Nama Ruas
1 2 3 4 5 6 7
Sidangoli – Jailolo Jailolo - Goal Goal – Ibu Ibu - Toliwang Ibu – Kedi Kedi - Darume Pasalulu Togorebatua Togorebatua - Kao Kedi – Lapter (Galela)
8 9
Panjang (Km)
32,00 21,19 42,20 73,70 26,00 40,00 7,50 40,00 21,00
Sumber : - RTRW Kabupaten Halmahera Barat, 2004.
Keterangan : I IIA
VII - 42
= 15,00 ton = 10,00 ton
IIB
= 7,50 ton
IIC
= 5,00 ton
III
= 3,50 ton
Jenis Perkerasan Aspal Aspal Sirtu Hotmix Lapen (km) (km) (km) 21,50 10,50 21,19 42,20
Tanah (km)
Baik (km)
18,00
Kondisi Jalan Rusak Sedang Ringan (km) (km) 3,50
Kelas Jalan Rusak Berat (km) 0,50
I
IIA
IIB
IIC
III
IIB 30,00 73,70 26,00
7,50
12,20 73,70 26,00
III III III
40,00 21,00
III III
7,50 40,00 21,00
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
VII - 43
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Saat ini, rute pelayaran yang sudah dilayani berua pelayaran lokal dengan menggunakan kapal-kapal motor dan juga motor tempel dan speed boat. Beberapa rute perintis yang sedang disiapkan antara lain pengembangan rute perintis R29A dan R29B untuk memenuhi pelayanan transportasi perintis daerah-daerah yang belum terlayani rute pelayaran. Beberapa Pelabuhan Laut yang terdapat di Kabupaten Halmahera Barat, yaitu : •
Pelabuhan Jailolo Pelabuhan Jailolo merupakan pelabuhan utama di Kabupaten Halmahera Barat. Berdasarkan klasifikasinya pelabuhan ini merupakan pelabuhan orde IV di bawah pelabuhan A. Yani Ternate. Pelabuhan ini mempunyai panjang dermaga sekitar 60 m dengan konstruksi beton, tempat bongkar muat berupa areal pergudangan seluas 113 m2 dan lokasi penumpukan sekitar 1.040 m2 namun belum memiliki forlift.
•
Pelabuhan Sidangoli Pelabuhan Sidangoli merupakan kantor pelabuhan yang terdapat di Kecamatan Jailolo Selatan, merupakan simpul penghubung bagian dari sistem transportasi darat yang menghubungkan Halmahera Utara, barat, dan tengah. Konstruksi dermaga masih berupa konstruksi kayu. Pelabuhan ini melayani rute utama ke Ternate dengan menggunakan kapal motor atau speed boat.
•
Pelabuhan Kedi Pelabuhan Kedi berada di Kecamatan Loloda. Kondisi pelabuhan ini masih pelabuhan alami, yang melayni rute Ternate – Loloda PP. Faktor kondisi jaln yang menghubungkan Kota Ibu – Kedi yang masih berupa jalan tanah memberi peranan kepada Pelabuhan Kedi yang lebih besar untuk pergerakan dari dan menuju Kedi.
•
Pelabuhan Susupu dan Pelabuhan Ibu Pelabuhan Susupu terdapat di pusat Kecamatan Sahu dan Pelabuhan Ibu terletak di pusat Kecamtan Ibu. Kedua pelabuhan ini merupakan pealbuhan tingkat kecamatan, namun konstruksinya masih berupa pelabuhan alami untuk kegiatan lokal.
Kabupaten Halmahera Barat memiliki sebuah pelabuhan udara yaitu Bandara Kuripasai yang terdapat di daerah Akidre Pasai Kecamatan Jailolo. Bandara Kuripasaiadalah milik TNI-AU, sehingga pengoperasiannya dilakukan berdasarkan kepentingan TNI-AU. Pada awalnya bandara ini melayani penerbangan perintis, namun saat ini t idak dipergunakan secara optimal terutama karena ditutupnya penerbangan perintis yang melayani rute Jailolo – Ternate atau rute lainnya. Mengingat semakin pentingnya fungsi bandara bagi aksesibilitas wilayah Kabupaten Halmahera Barat dan agar pemanfaatannya lebih optimal, maka pengelolaan Bandara Kuripasi perlu dilaksanakan secara publik, yang tadinya dikelola oleh TNI-AU diserahkan sepenuhnya kepada Pemda Kabupaten Halmahera Barat.
VII - 44
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Pemenuhan kebutuhan air bersih di Kabupaten Halmahera Barat berasal dari sumbersumber air bersih, seperti sumur galian, mata air, dan sungai. Selain itu, kebutuhan air bersih juga dilayani oleh pemerintah daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Kebutuhan energi listrik di Kabupaten Halmahera Barat dilayani oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui unit-unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang terdapat di Kecamatan Jailolo, Ibu, dan Loloda. Jumlah kapasitas terpasang sampai tahun 2002 adalah 3.810 KW, produksi 3.175.498 KWH, dan daya sambung 2.308.450 KVA. Untuk telekomunikasi dalam hal ini telepon, daerah Kabupaten Halmahera Barat belum semua terjangkau oleh jaringan telepon. Pelayanan yang diberikan oleh PT. Telkom di wilayah Kabupaten Halmahera Barat baru melewati Ibukota Jailolo dengan kapasitas sentral sampai 2002 adalah 292 SST dan kapasitas jaringan 440 SST. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Kabupaten Halmahera Barat merupakan kabupaten yang dibentuk setelah dikeluarkannya UU No. 1 tahun 2003 Tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara. Wilayah Kabupaten Halmahera Barat berasal dari Wilayah Kabupaten Maluku Utara yang dimekarkan menjadi 3 kabupaten baru. Secara geografis Kabupaten Halmahera Barat yang memiliki luas wilayah 223.467 ha dengan Ibukota Kabupaten Jailolo ini, berada antara 10 sampai 30 Lintang Utara dan 1250 sampai 1280 Bujur Timur. Adapun batasan w ilayah administrasinya, sebagai berikut: •
Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten Halmahera Utara
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tidore Kepulauan
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Utara
Karakteristik iklim Wilayah Kabupaten Halmahera Barat dipengaruhi oleh iklim laut tropis dengan curah hujan antara 1.500 – 3.500 mm/tahun. Klasifikasi wilayah berdasarkan curah hujan adalah sebagai berikut : •
Wilayah Kecamatan Jailolo dan Jailolo Selatan memiliki curah hujan rata-rata sebesar 1.500 – 2.000 mm
VII - 45
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Wilayah Kecamatan Sahu, pada dataran rendah mulai dari pesisir pantai memiliki curah
•
hujan rata – rata 2.501 – 3.000 mm, sedangkan pada bagian timur wilayah kecamatan curah hujan rata – rata sebesar 1.501 – 2.000 mm. •
Wilayah Kecamatan Ibu memiliki curah hujan rata – rata 2.501 – 3.000 mm.
•
Wlayah Kecamatan Loloda bagian selatan memiliki curah hujan 2.501 – 3.000 mm, sedangkan bagian utara memiliki curah hujan 3 .001 – 3.500 mm.
Sedangkan berdasarkan iklim musimnya, wilayah Kabupaten Halmahera Barat memiliki dua musim, yaitu: •
Musim Utara pada Bulan Oktober – Maret, dan ,usim pancaroba pada bulan April.
•
Musim Selatan pa Bulan April – September yang diselingi angin timur dan pancaroba pada Bulan September.
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Halmahera Barat adalah 27,260C, kelembaban relatif 87,52%, kecepatan angin 12,02 km/jam, dan rata-rata jumlah hari hujan per bulan sebanyak 16,33 hari hujan. Wilayah Kabupaten Halmahera Barat terletak pada ketinggian antara 0 – 2.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan ketinggiannya, wilayah Kabupaten Halmahera Barat dikelompokkan menjadi dua, yaitu daerah dengan ketinggian di bawah 750 m dpl dan daerah dengan ketinggian di antara 750 – 2.000 m dpl. Secara rinci ketinggian wilayah Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat pada Tabel 7.22. Tabel 7.22 Luas Wilayah Menurut Ketinggian di Kabupaten Halmahera Barat (ha) No.
1 2 3 4 5
Kecamatan
Jailolo Jailolo Selatan Sahu Ibu Loloda TOTAL
Ketinggian (m dpl) < 750 750 – 2.000 25.120,6 7 31.332,8 2.039,5 54.336,4 1.238,5 49.314,8 4.316,6 55.409 351,5 215.513,6 7.953,1
Sumber : Analisis Peta Zona Agroekologi dan Komoditas Utama dalam RTRW Kabupaten Halmahera Barat.
Dilihat dari kelerengannya, sebagian besar wilayah Kabupaten Halmahera Barat adalah daerah dengan kemiringan > 40%, yaitu seluas 138.499,5 ha atau 61,98% dari luas wilayah. Daerah tersebut sebagian besar tersebar di Kecamatan Loloda dan Ibu dengan fisiografi berupa perbukitan dan pegunungan yang memiliki lereng terjal. Sedangkan, daerah dengan kemiringan 15 – 40% (26,21% dari luas wilayah) lebih banyak tersebar di Kecamatan Sahu dan Ibu.
VII - 46
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Berdasarkan kriteria ketinggian tempat, curah hujan, dan kemiringan lereng lokasi dapat digolongkan cocok untuk budidaya kakao dan termasuk pada golongan S2 – S3 menurut Tabel 5.1 pada Bab V. F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Menurut jenis media dan proses geologi yang mempengaruhi, jenis tanah pada Kabupaten Halmahera Barat terdiri dari jenis tanah aluvial, latosol, regosol, dan podsolik merah kuning. Adapun sebaran dari masing-masing jenis tanah di daerah Kabupaten Halmahera Barat, antara lain :
G.
•
Jenis tanah alluvial terdapat pada Kecamatan Jailolo Selatan
•
Jenis tanah latosol terdapat pada Kecamatan Jailolo Selatan, Jailolo, dan Loloda
•
Jenis tanah regosol terdapat pada Kecamatan Jailolo, Sahu, Ibu, dan Loloda
•
Jenis tanah podsolik merah kuning terdapat pada Kecamatan Loloda
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Barat pada tahun 2003 sebanyak 94.550 jiwa, terdiri dari laki-laki 46.903 jiwa dan perempuan 47.647 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Barat dari kurun waktu tahun 2000 sampai 2003 menunjukkan adanya pertumbuhan, sedangkan pada tahun 1999 – 2000 terjadi penurunan sekitar 44%. Hal ini karena pada tahu 1999 terjadi konflik sosial di wilayah Maluku Utara sehingga meningkatkan angka kematian dan juga migrasi ke luar. Besarnya pertumbuhan penduduk rata-rata dari kurun waktu tahun 1996 – 2003 adalah sebesar 2,196%. Dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umur, maka sebagian besar penduduk merupakan golongan usia kerja (15 – 59 tahun) yaitu sebanyak 56,81% dari total penduduk (data masih berdasarkan pada data Kabupaten Maluku Utara sebelum pemekaran). Jumlah angkatan kerja adalah 280.257 orang, yang terdiri dari 175.136 orang laki-laki dan 137.236 orang perempuan. Data selengkapnya mengenai jumlah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja dapat dilihat pada Tabel 7.23.
VII - 47
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.23 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Penduduk Kabupaten Maluku Utara*) Kegiatan I. Angkatan Kerja -Bekerja - Mencari Kerja Jumlah Angkatan Kerja II. Bukan Angkatan Kerja - Sekolah - Mengurus Rumah Tangga - Lainnya Jumlah Bukan Angkatan Kerja Jumlah Angkatan Kerja + Bukan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
156.991 18.145 175.136
126.890 10.346 137.236
259.766 20.491 280.257
68.307 4.513 11.860 84.680 260.780
69.845 27.901 14.571 112.317 249.547
138.152 32.414 26.431 196.997 510.327
Sumber : Survey Ekonomi Nasional 2002 dalam RTRW Kab. Halmahera Barat.
*) Data Kabupaten Maluku Utara sebelum dimekarkan
H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Berdasarkan RTRW Provinsi Maluku Utara, arahan kebijakan pengembangan kawasan Halmahera Barat untuk fasilitas dan prasarana, adalah sebagai berikut : •
Pemgembangan kawasan Sidangoli sebagai pintu keluar – masuk yang menghubungkan dari/ke daratan pulau Halmahera
•
Pengembangan prasarana utama untuk kegiatan industri, seperti listrik, air bersih, dan telekomunikasi
•
Pengembangan dan peningkatan prasarana penunjang lainnya, seperti jalan raya dan penyebrangan, pelabuhan .laut, dan pelabuhan u dara
I.
Rencana Strategis Daerah Terkait Pengembangan Komoditi di Wilayah
Berdasarkan RTRW Provinsi Maluku Utara, arahan kebijakan pengembangan kawasan Halmahera Barat untuk sektor pertanian dan perkebunan, adalah sebagai berikut : •
Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian dan perkebunan dan melakukan peremajaan tanaman perkebunan serta diversifikasi tanaman perkebunan
•
J.
Pemgembangan prasarana dan sarana teknologi pasca panen
Perusahaan Pengembangan Komoditi Sejenis di Sekitar/Terdekat
Dari data yang diperoleh, belum terdapat perusahaan pengembang komoditi kakao di Kabupaten Halmahera Barat maupun di Provinsi Maluku Utara. Perusahaan perkebunan kakao terdekat adalah terdapat di Provinsi Maluku, yaitu PT. Perkebunan Nusantara XIV. Perkebunan ini beralamat di Kelurahan Awaya Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.
VII - 48
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
7.7
Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat
7.7.1 Wilayah Potensi Kabupaten Sorong Selatan, Paniai, Waropen, Keerom, dan Jayapura Wilayah potensi pengembangan kakao di Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat adalah di Kabupaten Sorong Selatan, Paniai, Waropen, Keerom, dan Jayapura. Gambaran letak lokasi potensi dapat dilihat pada Gambar 7.11.
Lokasi pengembangan kakao di Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat
Gambar 7.11 Letak Lokasi Potensi Pengembangan Kakao di Kabupaten Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat A.
Luas Potensi Pengembangan dan Kemungkinan Perluasannya
Luas lahan potensial untuk pengembangan kakao di Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat adalah 210.000 ha, dengan rincian seperti pada Tabel 7.24. B.
Status Lahan
Status lahan untuk pengembangan kakao di Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat terdiri dari tanah negara dan tanah masyarakat.
VII - 49
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.24 Rincian Lahan Potensi Pengembangan Kakao di Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat Kabupaten Waropen Keerom Jayapura Sorong Selatan Paniai
Kecamatan
Waren Senggi Navere Ayamaru Biandogu Jumlah
Luas (Ha)
80.000 50.000 30.000 20.000 30.000 21.000
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat, 2004
C.
Arahan Alokasi Ruang (Menurut RTRW)
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua dan Irian Jaya Barat, lokasi potensi berada pada kawasan pemanfaatan sebagai Kawasan Budidaya Tanaman Perkebunan. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kakao di daerah tersebut tidak akan menyalahi peraturan daerah setempat. D.
Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Pembangunan jalan dilakukan di 11 kabupaten/kota, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten M erauke, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Yapen Waropen, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, dan Kabupaten Sorong. Jaringan jalan lintas ini merupakan satu sistem jaringan yang akan menghubungkan dengan kabupaten baru, seperti Bintuni, Sorong Timur, Sarmi, Boven Digul, Mappi, dan Tolikara. Selain itu tersedia pula fasilitas-fasilitas pelabuhan laut dan terus dilakukan peningkatan fasilitasnya, yaitu Pelabuhan Laut Pomako, Pelabuhan Laut Kaimana, Pelabuhan Laut Sarmi, dan Pelabuhan Laut Waren. Selain itu juga sedang dilakukan pembangunan dermaga penyeberangan baru Samabusa tahap III Nabire. Air bersih khususnya air minum menurut data tahun 2003 belum tersedia di semua kabupaten di Provinsi Papua. Hanya 7 kabupaten yang mendapatkan pelayanan dari perusahaan air minum Provinsi Papua, sedangkan 12 kabupaten lainnya belum mendapatkan pelayanan air minum. Kabupaten yang memdapatkan pelayanan perusahaan air minum papua tersebut yaitu, Merauke, Jayawijaya, Jayapura, Nabire, Yapen Waropen, Biak Numfor, dan Jayapura. Dari data Papua dalam Angka tahun 2003 diketahui bahwa saat ini hanya 9 kabupaten yang terlayani aliran listrik dan 10 kabupaten yang belum memiliki aliran listrik. Daerah yang
VII - 50
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
mendapatkan aliran listrik, yaitu Merauke, Jayawijaya, Jayapura, Paniai, Nabire, Mimika, Yapen Waropen, Biak Numfor, dan Jayapura. E.
Kondisi Geografis dan Klimatologi Wilayah
Provinsi Papua memiliki luas wilayah 324.850 km2, terletak antara 2025’ Lintang Utara sampai 9000’ Lintang Selatan dan 1300 Bujur Timur sampai 141 0 Bujur Timur. Secara administratif, batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
Utara
: Samudra Pasifik
Selatan
: Laut Arafura
Barat
: Laut Seram, Laut Banda, Provinsi Maluku
Timur
: Negara Papua New Guinea
Keadaan topografi di Provinsi Papua dapat dilihat pada Tabel 7.25 berikut: Kondisi iklim di Provinsi Papua cukup bervariasi dari daerah yang beriklim kering di Pantai Selatan akibat pengaruh angin kering yang bertiup dari dataran Australia sampai dengan beriklim basah dengan curah hujan tinggi di Pantai Utara dan Pegunungan Tengah Papua. Letak secara geografis Papua yang terletak di daerah khatulistiwa menyebabkan daerah ini beriklim tropis dan akibat letak Papua di antara Benua Asia dan Australia maka iklimnya dipengruhi oleh angin Muson yang bertiup secara bergantian setiap enam bulan sekali. Tabel 7.25
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Keadaan Topografi Berdasarkan Kelas Ketinggian di Atas Permukaan Laut (2004) Kabupaten/ Kotamadya
Merauke Jayawijaya Jayapura Nabire Y. Waropen Biak Numfor Puncak Jaya Paniai Mimika Kodya Jayapura Jumlah
Luas Areal Berdasarkan Ketinggian (ha) > 100 – > 100 – 0 – 100 m >1.000 m Jumlah 500 m 1.000 m 11.460.273 284.269 230.021 337 11.974.000 358.650 336.400 1.632.600 2.963.950 5.291.600 3.133.806 2.140.205 731.108 144.181 6.149.300 43.625 25.400 59.215 896.460 1.024.700 1.088.650 357.000 87.250 341.700 1.874.600 75.005 183.930 51.565 2.500 313.000 754.974 2.000 8.750 687.476 1.453.200 574.615 31.553 57.966 892.166 1.556.300 1.603.103 298.121 271.872 610.304 2.753.400 37.600 30.591 25.809 94.000 19.130.301 3.689.469 3.126.156 6.539.074 32.485.400
Sumber: Dinas Perkebunan Papua, 2005.
Parameter iklim yang terjadi di beberapa daerah Meteorologi di Provinsi Papua dapat dilihat pada Tabel 7.26. berikut:
VII - 51
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
Tabel 7.26 Keadaan Iklim di Papua Tahun 2004 No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Lokasi
Merauke Wamena Sentani Nabire Kaimana Sorong Manokwari Biak
Temperatur Rata-rata ( 0 C)
Kelembaban Rata-rata (%)
26,7 19,5 27,3 27,6 27 28,1 27,4 28,1
80 84 84 82 84 83 83 84
Lamanya Penyinaran Matahari (%) 70 65 71 69 70 62 67 65
Curah Hujan Tahunan Rata-rata 1.157 1.895 1.987 3.745 2.151 2.031 2.402 2.156
Sumber: Dinas Perkebunan Papua, 2005.
F.
Jenis dan Karakteristik Tanah di Wilayah Pengembangan
Di Provinsi Papua terdapat enam jenis tanah, yaitu:
Podsolik merah kuning, struktur tanahnya gumpal dan pejal di lapisan bawah akibatnya adanya proses penumpukan liat pada lapisan bawah menyebabkan drainase buruk dan aliran permukaan mudah sekali terjadi pada tanah yang letaknya pada lereng miring, pH tanah 4 – 5 dengan sifat masam. Luas penyebaran podsolik merah kuning sekitar 8.000.000 ha dengan daerah utama di Kabupaten Merauke ex Kabupaten Fak-Fak, Sorong dan Manokwari
Organosol, sering juga disebut tanah gambut yang bercirikan dengan ketebalan bahan organik lebih dari 40 cm, pH tanah sangat masam antara 3 – 4, peka terhadap erosi. Luas penyebaran sekitar 3.000.000 ha dengan daerah sekitar Merauke, Agats, Jayapura (sekitar Membrano) ex sepanjang Pantai Selatan Sorong (Inanwatan), Manokwari (Babo, Bintuni)
Alluvial, berasal dari bermacam asal timbunan dan akibat endapan air dan angin. Tanah berwarna kelabu hingga coklat dengan tekstur halus dan strukturnya pejal. Luas penyebaran sekitar 7.000.000 ha di Pantai Utara Jayapura sampai Nabire, sepanjang Pantai Selatan dari Mimika Timur sampai Merauke
Latosol, dicirikan dengan solum tebal sekitar 1,5 – 10 m, berwarna merah sampai uning. Tekstur tanah liat dan struktur remah hingga bergumpal/gembur, pH tanah antara 4 – 6 dengan kadar bahan organik rendah. Luas penyebaran sekitar 300.000 ha di sekitar Jayapura dan ex sebelah Barat Manokwari
Renzina, terbentuk pada iklim dengan curah hujan tahunan rata-rata lebih
1.500 mm,
mempunyai solum dangkal, warna kelabu dan hitam, pH tanah bagian atas masam dan lapisan bawah alkalis antara 6 – 8, luas penyebaran sekitar 300.000 ha di sekitar Pulau Biak, Pantai Selatan Yapen, sepanjang Pulau Waigeo, serta sekitar kepulauan Raja Ampat
Mediteran, terbentuk pada iklim dengan hujan 800 – 2.500 mm per tahun dengan ketinggian 0 – 400 mdpl, solum tanah tebal 1 – 2 m berwarna kuning hingga merah, pH
VII - 52
Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia
tanah netral 6 – 7,7. Luas penyebaran sekitar 200.000 ha di kawasan Pulau Numfor, Manokwari, dan Jayapura daerah perbukitan. G.
Ketersediaan Tenagakerja/SDM
Jumlah penduduk Provinsi Papua pada tahun 2003 adalah sebanyak 2.469.785 jiwa, terdiri dari laki-laki 1.295.941 jiwa dan perempuan 1.174.744 jiwa. Besarnya pertumbuhan penduduk rata-rata dari kurun waktu tahun 1990 – 2003 adalah sebesar 3,18%. H.
Rencana Strategis Daerah pada Pengembangan Fasilitas dan Prasarana di Sekitar Lokasi Wilayah Pengembangan Komoditi
Rencana strategis Provinsi dalam pengembangan fasilitas sarana dan prasarana adalah sebagai berikut : •
pengembangan infrastruktur, terutama pada jaringan strategis lintas wilayah Kabupaten/kota
•
pembangunan bandar udara dan dermaga untuk mendukung pelayanan sosial pada pusat-pusat permukiman untuk mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat dan pembangunan sektor strategis
•
pengembangan jaringan jaringan irigasi untuk mendukung pengembangan kawasan sentra produksi untuk mendukung produksi pertanian
•
penanggulangan banjir pada Kabupaten/Kota yang rawan banjir
•
penanganan abrasi pantai pada Kabupaten/Kota yang rawan abrasi pant ai
•
pembangunan jaringan jalan lokal strategis yang menghubungakan jaringan utama, untuk mendukung kegiatan ekonomi dan pelayanan sosial masyarakat
•
pembangunan jaringan jalan 11 (sebelas) ruas jalan strategis lintas Kabupaten/Kota yakni Mimika – Pomako, Nabire – Wagete – Enarotali, Sorong – Klamono – Ayameru – Kebar – Manokwari, Manokwari – Bintuni, Jayapura – Wamena, Mulia, Merauke – Waropko, Jayapura – Sarmi, Serui – Menawi – Saubeba Fakfak – Kokas – Bomberai, Sorong – Makbon – Mega – Sausapor – Manokwari dan ruas jalan Jayapura – Hamadi – Holtekang – Perbatasan Papua New Guinea
•
penyediaan prasarana dan sarana listrik pedesaan
•
pembangunan pelabuhan peti kemas berskala besar di muara Sungai Digul dan pembangunan dermaga Sungai Bian untuk keperluan mobilitas sarana pendukung dan keperluan ekspor.
VII - 53