PL5102 POLA DAN DAN STRUKTUR STRUKTUR KERUANGAN KERUANGAN
Tugas Kelompok Makalah
PEMBANGUNAN KAWASAN JAKABARING SEBAGAI KOTA BARU ” ” DENGAN KONSEP “SPORT CITY
DOSEN: Delik Hudalah, ST., MT., M.Sc., Ph.D.
Disusun Oleh:
Alia Rasmaya Fanni Harliani Purwa Cipta Lenggana Selenia Ediyani Palupiningtyas
25412046 25412045 25412047 25412076
PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012
ABSTRAK Pembangunan Kota Palembang mengarah pada adanya ketimpangan wilayah di Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Kawasan di Seberang Ilir lebih berkembang dibandingkan kawasan yang ada di Seberang Ulu. Dalam rangka pemerataan pembangunan, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan membangun Kawasan Jakabaring yang berada di Seberang Ulu menjadi sebuah kota baru. Pembangunan Kawasan Jakabaring dimulai dengan menjadi tuan rumah event olahraga PON dan dilanjutkan dengan menjadi tuan rumah Sea Games. Penyelenggaraan event olahraga tersebut mampu mendorong dan mengarahkan pembangunan di Kawasan Jakabaring dengan konsep “sport city”. Berdasarkan hasil analisis struktur internal dan struktur eksternal ruang, Kawasan Jakabaring telah tumbuh menjadi kota baru jenis “new town in town” yang masih bergantung pada kota inti Palembang. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, fisik, dan kelembagaan, pembangunan kota baru Jakabaring sudah cukup baik menerapkan konsep pembangunan “sport city”. Namun, masih terdapat kendala-kendala yang perlu diperbaiki dalam rangka mempertahankan keberlanjutan pengembangan kota baru dengan konsep “sport city”. Kata Kunci: Jakabaring, Kota Baru, Sport City
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Terdapat keterkaitan yang erat antara latar belakang perencanaan dan pengembangan kota baru dengan kota yang sebelumnya telah tumbuh dan berkembang. Permasalahan kota induk menyebabkan perencanaan dan pembangunan kota baru baik sebagai penunjang (supporting new town) maupun kota baru yang mandiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil disekitar kota induk. Pengembangan kota baru dimaksudkan sebagai upaya untuk memecahkan permasalahan perkembangan perkotaan serta mengurangi beban perkotaan yaitu dengan mendesentralisasikan kegiatan fungsional kota terutama perumahan permukiman dan kegiatan kerja. Selain itu pembangunan kota baru juga dapat meningkatkan pengembangan wilayah yang belum berkembang yang akan berfungsi sebagai pusat pengembangan wilayah. Kota Palembang memiliki bentang alam yang terbagi menjadi kawasan Seberang Ulu dan kawasan Seberang Ilir, dimana Sungai Musi merupakan pemisah diantara kedua kawasan tersebut. Dalam perkembangannya, kawasan Seberang Ilir berkembang lebih maju daripada kawasan Seberang Ulu. Kawasan Seberang Ilir lebih diarahkan sebagai pusat pelayanan primer skala nasional, provinsi, dan kota. Hal ini menunjukan ketidakseimbangan perkembangan di dalam Kota Palembang. Adanya ketidakmerataan pembangunan antara kawasan Seberang Ulu dan kawasan Seberang Ilir dikarenakan kurang mendukungnya kondisi alam kawasan Seberang Ulu yang didominasi oleh kawasan rawa. Oleh karena itu pengembangan kawasan Seberang Ulu membutuhkan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan dampak yang berpengaruh terhadap lingkungan sekitar dikemudian hari. Berdasarkan permasalahan ketidakseimbangan pembangunan di kawasan Seberang Ilir dan Ulu, pemerintah mengembangkan berbagai kebijakan dalam penataan ruang diantaranya dengan mengembangkan rencana kawasan baru. Sejak sekitar akhir tahun 90an, di Palembang mulai dipersiapkan suatu kawasan baru yang dinamakan Kawasan Jakabaring. Kawasan ini didirikan di atas lahan yang mayoritas berupa rawa yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan ruang di Kota Palembang. Pengembangan Kawasan Jakabaring merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang nyaman, tertib, dan efisien dalam pemanfaatannya di dalam kota Palembang. Hal ini disebutkan dalam perencanaan tata ruang Kota Palembang yang terbaru yaitu RTRW Kota Palembang Tahun 2004-2014, kawasan ini direncanakan sebagai pusat pelayanan primer skala provinsi dan kota.
1
Konsep pengembangan Jakabaring ini berawal dari pembentukan kawasan baru yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan di bagian ulu agar pertumbuhan kota Palembang menjadi lebih merata. Namun karena adanya event Sea Games maka percepatan pembangunan dapat dilakukan, dimana wilayah pengembangan menggunakan konsep sport city . Pengembangan kawasan Jakabaring menggunakan konsep sport city dimaksudkan untuk mendukung dan mengembangkan kegiatan olahraga yang memiliki standar internasional dan dapat digunakan untuk mendukung event-event olahraga berkelas internasional. Selain itu pengembangan kawasan Jakabaring Sport City juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung pertumbuhannya sebagai kota baru. Dalam prosesnya pembentukan Jakabaring Sport City mengalami beberapa kendala sehingga perlu dikaji lebih lanjut mengenai perkembangan kawasan Jakabaring sebagai kota baru yang memiliki konsep sport city. 1.2 Rumusan Permasalahan Rumusan permasalahan yang diangkat dalam kajian ini adalah belum adanya kejelasan mengenai keberlanjutan perkembangan kota baru Jakabaring yang memiliki konsep sport city . Maka terdapat sebuah pertanyaan yang menjadi dasar dalam kajian ini yaitu “Bagaimana perkembangan kawasan Jakabaring sebagai kota ba ru yang memiliki konsep sport city?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perkembangan Kawasan Jakabaring sebagai Kota Baru yang memiliki konsep pengembangan sport city. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, diturunkan ke dalam beberapa sasaran diantaranya: 1. Mengidentifikasi perkembangan Kawasan Jakabaring sebagai kota baru. 2. Mengidentifikasi perkembangan Kawasan Jakabaring dengan penerapan konsep sport city. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Mengenai Kota Baru Laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan di wilayah perkotaan menuntut kebijakan dan strategi yang dapat mengarahkan perkembangan perkotaan. Strategi dan kebijakan nasional terkait dengan perkembangan perkotaan melibatkan beberapa variabel seperti ketersediaan lapangan kerja, aliran dan distribusi modal baik swasta dan pemerintah, jaringan transportasi, serta distribusi kegiatan sosial ekonomi dan budaya (Golany, 1976 :17). Strategi dan kebijakan perkembangan perkotaan ini diperlukan karena adanya permasalahan seperti skala dan ukuran perkotaan yang tidak mampu mengatasi pertambahan jumlah penduduk yang pesat, kemacetan, kebisingan, polusi, kejahatan dan ketidaknyamanan, dan mobilitas masyarakat yang tinggi. Salah satu skema komprehensif yang mungkin dapat mengatasi kepadatan kota adalah new towns (kota baru) yang dapat dikembangkan berdasarkan dua pendekatan yaitu melakukan ekspansi permukiman perkotaan dan atau membangun kota baru yang lain. Definisi kota baru menurut Golany (1978) adalah suatu kota yang direncanakan, didirikan dan kemudian dikembangkan secara lengkap di atas suatu wilayah yang sama sekali baru setelah ada kota atau kota-kota lainnya yang telah tumbuh dan berkembang terlebih dahulu. Pada dasarnya awal pengembangan kota baru ( new towns) tidak terlepas dari perencanaan pengembangan kawasan pemukiman perkotaan yang dibedakan menurut kemandirian perekonomiannya. Pengelompokan kota baru berdasarkan kemandirian perekonomiannya menurut Golany (1976), dibagi menjadi kota baru independen dan tidak independen. Kota baru yang independen meliputi New Town, New Community, New City, Company Town, Development Town, Regional Growth Center, Freestanding Community, Accelerated Growth Center, Horizontal City, Vertical City, New Town in City . Sedangkan kota baru yang tidak independen terdiri dari Satellite Town, Metro Town, Land Subdivision,
2
Planned Unit Development (PUD), dan New Town in Town. Beberapa tujuan kota baru independen memiliki kesamaan dengan kota baru dependen. Perbedaan masing-masing jenis kota baru tersebut dijelaskan pada Tabel 1. Secara konseptual maka kota baru harus dilandasi prinsip eksternalitas dan internalitas (Sujarto, 1995). Prinsip eksternalitas memposisikan kota baru da lam konstelasi nasional dan regional dengan fungsi dan perannya sebagai pusat dan penggerak pengembangan wilayah. Dalam hal ini, lingkup pengembangan kota baru harus mempertimbangkan RTRW, pemanfaatan sumber daya manusia, keseimbangan lingkungan dan ruang ekonomi sosial sebagai kesatuan ekologi, serta sistem perkotaan. Sedangkan prinsip internalitas pengembangan kota baru diharapkan mampu membentuk tatanan lingkungan permukiman yang nyaman, dilengkapi dengan pelayanan fasilitas, prasarana, dan lapangan kerja bagi berbagai lapisan sosial masyarakat. Latar belakang pengembangan kota baru dapat dikelompokkan menjadi tiga (Akbar, T, 1996) yaitu dalam rangka mengatasi masalah laju pertumbuhan penduduk dan sektor industri yang pesat, pembangunan /pemindahan ibukota daerah baru, dan pemanfaatan sumber daya alam dalam skala besar. Sejalan dengan perkembangannya tujuan dan konsep pengembangan kota baru mengalami perubahan yang menekankan pada upaya mendekonsentrasikan pertumbuhan dari kota induk. Berdasarkan hal tersebut klasifikasi kota-kota baru dibedakan menjadi kota baru mandiri atau kota baru penunjang ( domitory towns), sesuai kelengkapan fasilitas dan sarana prasarana serta ketersediaan lapangan pekerjaan. Secara geografis maka kota baru yang dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1950 dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu kota baru dalam kota, kota baru satelit, kota baru mandiri, dan kota baru khusus (Waluyo NP, 2012). Kota baru dalam kota dikembangkan pada wilayah belum terbangun di pinggiran (berbatasan langsung dengan kota induk) sedangkan kota baru satelit dikembangkan sebagai tempat tinggal yang terletak terpisah dari kota induk namun secara fungsional sangat bergantung pada kota induk. Kota baru mandiri dikembangkan untuk membentuk kota yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan kegiatan usaha penduduk sedangkan kota baru khusus dikembangkan sehubungan dengan kegiatan tertentu seperti instalasi militer, rekreasi, atau kegiatan khusus. Tabel 1. Tujuan Alternatif-Alternatif Kota Baru Dependen Satellite Town (1,2,3)
No.
1
Land Subdivision (2, 4)
Metro Town (1, 2, 3, 4, 7)
New Town In Town (2, 3, 4, 5, 14)
3
5
Memenuhi kebutuhan perumahan perkotaan, mempromosikan identitas kultural dan sosial
Mengurangi kemacetan
Mempromosikan image nasional dengan membangun pusat pemerintahan
Mengeksploitasi sumber daya alam
Pembangunan wilayah baru
Penyebaran kegiatan sosial ekonomi dan distribusi penduduk
7
9 Planned Unit Dvelopment (2, 3, 4)
Tujuan Mengatasi pertumbuhan Memenuhi kebutuhan overurbanized, migrasi, atau perumahan perkotaan masalah khusus kependudukan
11
Mengeksploitasi sumber daya fisik seperti lahan, air, dan lansekap
Pengembangan wilayah yang berpotensi untuk pertumbuhan penduduk
Pencapaian tujuan populasi yang terintegrasi
Kebutuhan militer
Komunitas dengan inovasi dan suasana sosial yang baru
Independen Company Town (6, 10, 13)
2 New Community (1, 2, 3, 4, 14)
4
Membangkitkan wilayah rural dan mempromosikan wilayah yang kurang potensial
13
No.
New Town In City (2, 3, 4, 5, 12, 14) Regional Growth Center (1, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14)
6
New City (1, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14)
8
New Town (1, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14)
10
Freestanding Community (1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14)
12
Accelerated Growth Center (1, 2, 3, 8, 12) The Vertical City (1, 2, 3, 8, 9, 11, 12, 14)
14
The Horisontal City (2, 14)
Sumber : Golany, 1976
3
2.2 Tinjauan Teori Mengenai Kota Baru yang Berbasis Mega Sport Event Mega-events atau “acara skala besar” yang biasanya dilaksanakan di kota -kota tertentu seperti perayaan Piala Dunia dan Olimpiade merupakan suatu event yang berkaitan erat dengan proses pembangunan perkotaan dan transformasi spasial perkotaan (Zhang, 2008). Mega-events dapat menarik investasi baik dalam negeri maupun investasi asing yang besar sehingga membuka kesempatan yang lebih besar untuk pembangunan. Menurut Zhang, pelaksanaan “mega-event” di suatu perkotaan memiliki tiga efek, yaitu: 1. Memberikan image atau wajah baru suatu kota serta dapat meningkatkan dan memperbaiki reputasinya dalam skala nasional maupun internasional tergantung skala event yang diselenggarakan. 2. Meningkatkan pembangunan ekonomi kota, karena melalui penyelenggaraan suatu acara dapat membangkitkan berbagai kegiatan ekonomi di kota tersebut. 3. Mendorong pembangunan infrastruktur, fasilitas publik, dan peningkatan modal sosial (melalui jaringan komunikasi yang terbentuk) dalam rangka pembangunan jangka panjang. Mega-event yang diselenggarakan di suatu kota dapat mempengaruhi struktur spasial perkotaan misalnya melalui terciptanya ruang baru untuk pembangunan perkotaan atau terciptanya suatu konsep baru untuk pembangunan perkotaan. Mega-event bisa menjadi suatu dorongan adanya pembangunan yan g bersifat “leap-frog ” karena dapat mengubah wilayah yang tidak berkembang menjadi berkembang secara tiba -tiba tanpa adanya tahapan proses pembangunan. Perubahan struktur spasial perkotaan dapat terjadi karena dengan adanya mega-event terjadi renovasi image baru perkotaan tersebut. Dalam proses renovasi image baru terjadi proses restrukturisasi spasial yaitu dengan terjadinya perubahanperubahan fungsi spasial di perkotaan. Oleh karena itu, mega-event yang diselenggarakan di suatu perkotaan dapat menjadi mesin pertumbuhan wilayah melalui pembangunan kotakota baru atau distrik-distrik baru. Kota baru berbasis “acara olahraga skala besar” atau disebut sport city tidak memiliki definisi khusus namun secara fisik memiliki ciri atau karakter khusus terutama konstruksi peninggalan setelah event berlangsung. Beberapa peninggalan event dibagi berdasarkan tangible dan intangible legacy . Komponen tangible terdiri dari infrastruktur, program dan inisiatif (program di bidang olahraga dan pendidikan), peningkatan teknologi dan lingkungan, dan ekspansi jaringan bisnis seperti perusahaan multinasional (Kaplanidou, 2010). Infrastruktur yang dimaksud termasuk fasilitas olahraga yang dibangun selain jaringan transportasi dan komunikasi. Sedangkan komponen intangible menurut Kaplanidou mencakup difusi pengetahuan dan perubahan pemerintahan, capital emotional (terkait inspirasi dan kebanggaan), perubahan dalam isu sosial, dan pengangkatan reputasi dan image (sebagai tujuan wisata). Manfaat ekonomi dari komponen intangible dari pengembangan konsep kota baru berbasis “acara olahraga skala besar” menjadi persoalan karena tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan. Namun stakeholder melihat konsep tersebut sebagai salah satu mesin pertumbuhan wialyah (Click, 2009). Delaney dan Eckstein (2007, 331-332) dalam Click (2009) berargumen bahwa hal ini dapat dipahami lebih baik dengan menggabungkan wawasan dari teori rezim perkotaan dengan teori koalisi pertumbuhan, sehingga menghasilkan versi tentang teori koalisi pertumbuhan lokal. Logan dan Molotch (1987, 85) dalam Click (2009) mengamati tentang elemen dari mesin pertumbuhan sebagai “ penegasan pertumbuhan yang memperkuat basis pajak daerah, menciptakan lapangan kerja, menyediakan sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang ada, memenuhi kebutuhan perumahan yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk alami, dan memungkinkan pasar untuk melayani selera masyarakat di perumahan, lingkungan, dan pembangunan komersial ” . Salah satu syarat agar mega-event dapat dimanfaatkan untuk proses pembangunan suatu perkotaan bergantung kepada peran pemerintah lokal dalam mengatur dan mengorganisasikan setiap stakeholder yang terlibat proses penyelenggaraan mega-event
4
tersebut (Zhang, 2008). Penyelenggaraan mega-events di suatu kota akan banyak melibatkan pihak investor, pengembang (developer), dan tentunya pemerintah lokal untuk bekerja sama dalam proyek-proyek pembangunan. Proyek Jakabaring Sport City yang memanfaatkan event PON dan Sea Games, mengambil konsep new town in town dimana salah satu karakteristiknya adalah melibatkan pemerintah dan swasta dalam pengembangannya. Hubungan antara stakeholder tersebut harus membangun suatu koalisi atau kerjasama yang stabil sehingga membentuk growth coalition (koalisi pertumbuhan). III. GAMBARAN UMUM Kawasan Jakabaring merupakan suatu kawasan perencanaan baru seluas 2.022,33 Ha di Kota Palembang. Kawasan Jakabaring terdiri dari 7 kelurahan yang berasal dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Seberang Ulu I, Kecamatan Seberang Ulu II, dan Kecamatan Plaju dengan total penduduk 109.132 jiwa dan luas wilayah 2.022,33 Ha. Kepadatan penduduk kawasan Jakabaring pada tahun 2008 mencapai 53,96 jiwa/Ha. Berdasarkan data Kota Palembang Dalam Angka Tahun 2008, Kecamatan Seberang Ulu I memiliki jumlah penduduk peringkat ke-2 setelah Kecamatan Ilir Timur II sedangkan kepadatan penduduknya berada pada peringkat ke-4. Proses perkembangan Kawasan Jakabaring dibagi dalam empat periode. Periodeperiode tersebut yaitu periode sebelum tahun 1999, 1999-2004, 2004-2009, serta 2009 ke atas. Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi Jakabaring
Sumber : Alian, 2011
5
Tabel 2. Tahap Perkembangan Kawasan Jakabaring Periode Sebelum 1999
Kebijakan/Regulasi terkait pembangunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang 1994-2004
Implikasi terhadap keruangan Reklamasi rawa tahun 1997 Pembangunan Jl. Poros Jakabaring yang kini dinamakan Jl. H. Bastari dan Jl. Pangeran Ratu. Perkembangan jalan ke Jl. Wahid Hasyim dan Jl. A. yani sebagai area perdagangan dan jasa. Pembangunan Perguruan Tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Palembang di Jl. A.Yani. Pembangunan Kawasan Jakabaring mulai dilakukan Kawasan Jakabaring direncanakan terpisah dalam dua BWK yaitu BWK 8 dan BWK 9 Merelokasi beberapa pedagang dari Seberang Ilir ke Kawasan Jakabaring. Pembangunan beberapa gedung perkantoran, infrastruktur, dan beberapa komplek perumahan yang dipakai untuk kepentingan pelaksanaan PON XVI Proyek penyusunan Perencanaan Master Plan Gelanggang Olahraga dan Permukiman Kawasan Jakabaring Implementasi pembangunan Kawasan Perumahan, Perkantoran, Zona Olahraga, dan Perdagangan dan Jasa Kawasan Jakabaring sudah direncanakan dalam wilayah pengembangan tersendiri. Kawasan Jakabaring menjadi pusat pelayanan regional skala provinsi dan kota dan pusat pengembangan di Seberang Ulu Pengembangan Kawasan Jakabaring melalui perencanaan kawasan permukiman, perencanaan kawasan perkantoran, perencanaan kawasan perdagangan dan jasa, perencanaan kawasan industri, dan perencanaan kawasan fungsi khusus. Belum selesai disusun hingga akhir penelitian
1999-2004
Revisi RTRW Kota Palembang menjadi RTRW Kota Palembang Tahun 1999-2009 melalui Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 8 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Tahun 1999-2009 Penetapan Provinsi Sumatera Selatan sebagai tuan rumah PON ke XVI
2004-2009
Revisi RTRW Kota Palembang yang baru yaitu RTRW Kota Palembang 2004-2014 dan RDTRK WP IB Jakabaring
Setelah 2009
Penyusunan RTRW Kota Palembang yang baru yaitu RTRW Kota Palembang Tahun 2009-2029
Sumber : Alian, 2011
IV. ANALISIS 4.1 Analisis Jakabaring sebagai New Town 4.1.1
Struktur Internal Jakabaring Karakteristik kawasan Jakabaring ditinjau dari struktur internal mempertimbangkan lima unsur pokok yaitu wisma, karya, marga, suka dan penyempurna (Kus Hadinoto, 1970 dalam Kustiwan 2008). Tabel 3. Struktur Internal Kawasan Jakabaring Unsur Wisma
Keterangan Kawasan Jakabaring memiliki luas lahan potensial 3.422,98 Ha dan diperkirakan Kawasan Jakabaring dapat menampung penduduk hingga 245.000 penduduk. Zona perumahan menggunakan konsep pengembangan perumahan dilakukan dengan pola 1 : 3 : 6. Pembangunan perumahan yang sudah dilakukan meliputi : Komplek Jaka Permai (PT. Mitra), Perumahan OPI, Perumahan Amen Mulia, Perumahan Taman Ogan Permai (TOP), Perumahan Cendana I, Perumahan Cendana II (PT. Sekawan Kontrindo), dan Komplek Perumahan Guru dan PNS (1000 unit).
6
Unsur Marga
Karya
Suka
Penyempurna
Keterangan Zona transportasi kawasan perencanaan terbentuk dari proyek kanalisasi yang berfungsi sekaligus sebagai jalan inspeksi sehingga tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu dilakukan pengembangan kegiatan terminal yang direncanakan adalah fasilitas Terminal Tipe B di Jaka Baring dekat dengan batas kota dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Aksesibiltas ke arah terminal dapat dilalui dari Jalan Poros Ampera/ Hasan Bastari - Jalan Pangeran Ratu. Pada rencana pemanfaatan ruang/lahan, arahan untuk pemerintahan dan perkantoran tersebut terdapat di 4 kecamatan dengan luas total 437 Ha, dengan rincian sebagai berikut : - Kecamatan Ilir Timur I (sekitar 106 Ha) yaitu terdapat di kelurahan-kelurahan : Sungai Pangeran, 20 Ilir III, 20 Ilir IV, 20 Ilir I, Sekip jaya, Pahlawan - Kecamatan Ilir Barat I (sekitar 119 Ha) yaitu terdapat di kelurahan-kelurahan : Lorok Pakjo, Demang Lebar Daun, 26 Ilir, 26 Ilir I, 19 Ilir, 22 Ilir - Kecamatan Seberang Ulu I (sekitar 192 Ha) yaitu terdapat di kelurahan-kel urahan: Silaberanti, 8 Ulu, dan 15 Ulu - Kecamatan Seberang Ulu II (sekitar 20 Ha) yaitu terdapat di Kelurahan Plaju Darat yang berdekatan dengan Kelurahan Silaberanti di atas Daerah perkantoran dibatasi di sepanjang jalan besar yaitu jalan Poros Ampera. Rencana KDB dan KLB untuk perkantoran dibatasi yaitu 80 % dan 8 lantai. Perkantoran yang telah ada di kawasan Jakabaring antara lain Kantor Imigrasi Kelas I, Pengadilan Agama, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumsel, DPRD Kota Palembang, Gedung Persatuan Wartawan Indonesia, Bank Sumsel, Gedung-gedung Olahraga di Komplek GOR Jakabaring, Gedung Djoeang, PT. PLN, Graha Teknologi, Gedung HTTSS, Graha Serba Guna, Kantor Dewan Kesenian, KPU Sumsel, BKN Regional VII Palembang, PDAM Tirta Musi, Kantor Polisi Resor Kota Palembang, Dewan Kerajinan Nasional Daerah, dan Kejaksanaan Negeri Kota Palembang. Perdagangan dan Jasa Fasilitas perdagangan tradisional sudah memenuhi kebutuhan akan pelayanan kebutuhan pokok masyarakat di kawasan Jaka Baring dan Seberang Ulu sekaligus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu. Fasilitas Pasar Induk ini terletak di Kelurahan 15 Ulu dan dapat diakses dengan mudah melalui Jl. Pangeran Ratu merupakan hasil relokasi Pasar 16 Ilir. Pengembangan Pasar Induk Jaka baring ini menggunakan Konsep Pasar Terpadu karena terintegrasi dengan Terminal Induk Jaka Baring dan Pelabuhan Jaka Baring. Selain itu juga dibangun sebuah Dermaga Sungai Jakabaring. Dermaga ini diresmikan bersamaan dengan peresmian Pasar Ikan dan Pasar Induk Jakabaring. Rencana komersial dibagi dua yaitu komersial di sepanjang tepi danau dan di belakang perkantoran. Penentuan KDB dan KLB untuk daerah komersial adalah 80 % dan 8 lantai. Pendidikan : SD, Universitas Muhammadiyah Olahraga : Kompleks Gelanggang Olahraga Jakabaring ( sport centre) Masjid Cheng Ho
Sumber : Hasil Analisis, 2012 Berdasarkan informasi, tanah Pemda sekitar 794,51 Ha dan seluas 128,0089 hektar telah dimanfaatkan untuk membangun fasilitas olah raga dan bangunan milik pemerintah, sedangkan aset pemda yang tersisa dan belum dimanfaatkan tinggal sekitar 666,5011 hektar lagi (Alian, 2011). Permukiman di Jakabaring terdiri dari 16 unit lingkungan, direncanakan dibagi dua kawasan yaitu permukiman di dalam dan di luar kawasan perencanaan (Ru 16). Maksud permukiman di luar kawasan perencanaan adalah daerah di sepanjang batas kawasan perencanaan. Perencanaan di batas kawasan perencanaan dimaksudkan untuk membuat daerah perencanaan terintegrasi dengan daerah sekitarnya yang sudah ada maupun belum ada. Luas permukiman di kawasan perencanaan adalah 382,99 Ha, sedangkan luas permukiman di pinggir kawasan sebesar 114,9 ha (30 % dari luas hunian di kawasan perencanaan). Pembangunannya juga dibatasi dengan KDB 60 % dan KLB 2. Kepadatan penduduk di tiap unit lingkungan permukiman direncanakan sekitar 50-125 jiwa/hektar.
7
Kawasan Jakabaring dapat digolongkan ke dalam kategori kota baru “ new town in town”. Menurut Golany (1976), karakeristik New Town In Town tercermin dalam struktur internal kota, yang juga dapat dilihat pada struktur internal Jakabaring, yaitu : 1. Kota baru dapat merevitalisasi sebagian wilayah kota besar melalui pembangunan permukiman yang luas dan komersial dan peluang budaya. Kota baru Jakabaring mengalami revitalisasi dengan adanya pembangunan permukiman skala luas dan juga adanya pembangunan kawasan perdagangan dan jasa. 2. Kota baru mengalami rehabilitasi dengan tujuan untuk menyediakan lingkungan fisik yang lebih baik dari kota utama dan untuk menciptakan fokus aktivitas ekonomi baru. Tujuan ini tercermin dalam arahan pengembangan Jakabaring menurut RTRW Kota Palembang Tahun 2004-2014. Kota baru Jakabaring diarahkan menjadi pusat primer skala pelayanan regional dan kota dengan kegiatan utama pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, serta sport centre. 3. Tapak yang dipilih dalam kota harus memiliki keistimewaan fisik seperti fasilitas perbelanjaan yang menarik dan bisnis. Keistimewaan fisik yang dimiliki oleh Kota baru Jakabaring yaitu adanya sport centre yang dilengkapi dengan fasilitas olahraga bertaraf internasional. Hal ini dapat menjadi salah satu daya tarik bisnis di Kota baru Jakabaring. 4. Menyediakan beragam tipe perumahan, struktur lingkungan, kenyamanan, dan fasilitas sosial budaya pendidikan. Perumahan yang terdapat di Kota baru Jakabaring terdiri dari berbagai tipe untuk kalangan masyarakat menengah dan atas yang dilengkapi dengan infrastruktur lingkungan yang nyaman. Fasilitas sosial budaya dan pendidikan terlihat dari adanya universitas dan sekolah sebagai sarana pendidikan dan sarana peribadatan sebagai fasilitas sosial dan budaya. 4.1.2
Struktur Eksternal Jakabaring Struktur eksternal kota baru Jakabaring diposisikan dalam konstelasi nasional dan regional dengan fungsi dan perannya sebagai pusat dan penggerak pengembangan wilayah. Sebagai bagian dari Kota Palembang maka rencana pengembangan kota baru Jakabaring termasuk dalam RTRW Kota Palembang. Dalam RTRW Kota Palembang tahun 1999-2009, pengembangan kawasan Jakabaring lebih ditekankan pada perencanaan BWK Seberang Ulu I dan BWK Seberang Ulu II, serta perencanaan Masterplan dan Amdal Gelanggang Olahraga dan Permukiman kawasan Jakabaring. Setelah dilakukan peninjauan ulang maka dalam RTRW Kota Palembang tahun 2004-2014 kawasan Jakabaring dimasukkan sebagai salah satu Wilayah Pembangunan yaitu WP Jakabaring. WP Jakabaring direncanakan dengan arahan kebijakan sebagai berikut : - Kawasan Jakabaring merupakan wilayah pengembangan baru sebagai bentuk antisipasi dari perkembangan yang over estimate di kawasan pusat kota - WP ini diharapkan menjadi orientasi baru bagi penduduk dalam pemenuhan kebutuhan dan memecah konsentrasi kegiatan di pusat kota yang lama - Kawasan ini diarahkan menjadi pusat pelayanan baru berskala metro seperti rumah sakit tipe A, convention center , High Rise Building (perkantoran, apartemen), perumahan kavling besar, sport center , dan kegiatan lainnya yang memiliki skala pelayanan serupa pusat koleksi dan distribusi regional dengan dibangunnya pasar induk di kawasan ini Berdasarkan RTRW Kota Palembang tersebut, kawasan Jakabaring direncanakan sebagai pusat pelayanan regional skala provinsi dan kota dengan hirarki pusat primer yang diharapkan mampu menjadi pusat perkembangan di Seberang Ulu. RTRW Kota Palembang menjabarkan lima poin perencanaan kawasan Jakabaring yaitu: - Perencanaan kawasan permukiman dengan konsep waterfront city - Perencanaan kawasan perkantoran, sejalan dengan perkembangan yang terjadi diarahkan ke kecamatan Seberang Ulu I - Perencanaan kawasan perdagangan dan jasa, dikembangkan di sekitar Pasar Induk Jakabaring. Pengembangan kegiatan komersil pada bagian kawasan ini erat kaitannya didalam mendukung kebijakan relokasi kegiatan perkantoran pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan dari bagian wilayah Ilir ke bagian wilayah Seberang Ulu.
8
-
Perencanaan kawasan khusus seluas sekitar 860 hektar yang mencakup pembangunan stadion dan perumahan di 3 kecamatan.
Tinjauan struktur eksternal juga dilihat dari letak kawasan secara geografis. Pengembangan kota baru Jakabaring termasuk dalam kota baru tidak mandiri karena menurut Sujarto (2006) sebuah kota baru dapat dikatakan mandiri jika berlokasi jauh dari kota lainnya serta memiliki jarak antara 40 hingga 60 kilometer dari kota inti. Jakabaring terletak tidak jauh dari kota inti Palembang dan masih termasuk dalam Kota Palembang itu sendiri dengan jarak sekitar 3-5 km dari pusat kota. Oleh karena itu, berdasarkan klasifikasi kota baru menurut Sujarto (1990) maka kawasan Jakabaring termasuk dalam kota baru penunjang berjenis kota baru satelit yang dikembangkan di pinggiran luar kota besar dengan ciri : - Fungsi kota sebagai permukiman lengkap (dormitory town) dan berskala besar - Dasar pengembangan kota pada lahan kosong dan luas minimum 1.000 Ha di pinggiran kota - Letak geografis berjarak maksimum 20 km dari kota induk dan terpisah oleh suatu jalur hijau (Green Belt ). Perencanaan jalur hijau (Green Belt ) di kawasan Jakabaring dijelaskan dalam RDTRK WP IB Jakabaring tahun 2005-2010. Dalam RDTRK ini, telah diatur zona-zona dan konsep pemanfaatan lahan di Kawasan Jakabaring. Konsep pengembangan pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk menciptakan pola pemanfaatan ruang yang mampu menjadi wadah bagi berlangsungnya berbagai kegiatan penduduk serta keterkaitan fungsional antar kegiatan, sehingga tercipta keserasian antara satu kegiatan dengan kegiatan lain serta tetap menjaga kelestarian lingkungan, salah satunya zona konservasi dan tata hijau. Berdasarkan penjabaran struktur eksternal diatas, Kawasan Jakabaring termasuk dalam tipe kota baru new town in town menurut kriteria kota baru Golany (1976). Hal ini dikarenakan Jakabaring memenuhi beberapa kriteria yang disebutkan didalamnya seperti Kawasan Jakabaring merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah kepadatan dan pembangunan yang tidak merata di Kota Palembang, Tujuan new town in town adalah merevitalisasi pusat kota eksisting untuk menstabilisasi lingkungan sekitar dan menyediakan perumahan dengan akses mudah menuju tengah kota. Selain itu Jakabaring masih tergantung dengan kota induknya yaitu Kota Palembang, karena Jakabaring dibangun sebagai bagian yang terintegrasi melalui sistem jaringan transportasi menuju pusat kota. Hal ini didorong pula dengan adanya rencana pembangunan jalan tol Kayu Agung-Jakabaring yang menghubungkan Jakabaring dengan Palembang sehingga memudahkan akses mobilisasi Jakabaring –Palembang. 4.2 Analisis Jakabaring sebagai Kota Baru dengan Konsep Sport City 4.2.1
Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Jakabaring mulai mengadopsi konsep sport city sejak ditunjuk menjadi tuan rumah PON XVI tahun 2004. Kawasan Seberang Ulu menjadi lebih berkembang setelah diadakan event tersebut. Selain itu, pertumbuhan pembangunan di Kawasan Jakabaring pun menjadi lebih signifikan. Hal ini terlihat dari banyaknya pembangunan perumahan di Jakabaring ketika persiapan penyelenggaraan PON XVI. Pihak swasta dalam hal ini developer juga turut mempercepat pembangunan perumahan di Jakabaring. Dengan adanya supply perumahan yang banyak disertai perbaikan infrastruktur yang memadai, menimbulkan jumlah demand penduduk semakin besar untuk tinggal di Jakabaring. Dengan demikian dengan menjadi tuan rumah event olahraga, berdampak pada peningkatan daya tarik Jakabaring sebagai kota baru yang layak untuk ditinggali oleh penduduk Kota Palembang. Jika dilihat dari aspek ekonomi, Kawasan Jakabaring dapat meningkatkan perekonomian wilayah, diantaranya dengan ekspansi bisnis yang terjadi di dalam wilayah
9
serta kerjasama yang dilakukan dengan pihak lain. Setelah event PON selesai, pemerintah melakukan program inisiatif dengan penyusunan Masterplan Gelanggang Olahraga Jakabaring sebagai revisi dari Masterplan Gelanggan Olahraga dan Pemukiman di kawasan Jakabaring. Perubahan yang dilakukan diantaranya dengan penambahan fasilitas olahraga dan wisma atlit. Dengan adanya modal yang sudah terbentuk, Kawasan Jakabaring dipercaya menjadi penyelenggara beberapa event besar seperti AFC Asian Cup pada tahun 2007 dan menjadi tuan rumah Sea Games XXVI pada tahun 2011. Ekspansi bisnis yang dirasakan diantaranya dengan adanya investasi oleh pihak luar seperti dengan PT Medco dalam pembangunan Gedung Sport Science Centre . Selain itu, terdapat kerjasama dengan pihak asing dalam membangun waterpark di Kawasan Jakabaring. Sebagai gantinya, perusahaan tersebut membangun kolam renang untuk keperluan Sea Games. Jakabaring juga menjadi salah satu calon Institusi Olahraga Indonesia yang direncanakan beroperasi pada tahun 2013. Adanya program dan inisiatif serta pengadaan event berskala Asia tersebut berdampak pada terdongkraknya aktifitas ekonomi multiple effects lainnya. Selain itu, nama Kota Palembang menjadi lebih dikenal di kancah internasional. Hal ini ditandai dengan terjadinya penambahan kunjungan wisatawan ke Kawasan Jakabaring terutama saat pelaksanaan event Sea Games. Ekonomi lokal di wilayah Jakabaringpun menjadi lebih berkembang contohnya dalam penyediaan lapangan kerja. PT Prambanan Dwipaka, perusahaan yang mengerjakan pembangunan stadion atletik, kolam renang dan lapangan tembak di Jakabaring mengimpor sekitar 600 tenaga kerja dari Pulau Jawa (Bisnis Sumsel, 2010). Namun demikian, ketersediaan lapangan kerja pada kawasan Jakabaring Sport city masih dipertanyakan keberlanjutannya. Seperti contoh kasus pada proses pengembangan London sebagai tuan rumah olimpiade, pembangunan ekonomi dan lapangan kerja setelah acara olimpiade agak kurang jelas sehubungan dengan upaya regenerasi (Experian, 2006, Kornblatt, 2006 dalam Evans). Perkiraan kontribusi olimpiade bagi perekonomian nasional London hanya 0,34 persen selama tujuh tahun (Patrick, 2005 dalam Evans) dengan keuntungan bersih sebesar £ 82 juta (Crookson, 2004 dalam Evans). Pemerintah London sendiri menilai dampak proyeksi pekerjaan sangat terkonsentrasi di pra-event (kegiatan konstruksi) dan lebih menguntungkan ekonomi lokal daerah London. Menurut Price Waterhouse Coopers (2005) dalam Evans, penyerapan tenaga kerja pra-event olimpiade sebesar 31.123 pekerja, namun selama even olimpiade dan setelahnya hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 18.882 tenaga kerja. 4.2.2
Kondisi Fisik Perkembangan fisik jakabaring terbagi menjadi beberapa periode pengembangan, dimana perencanaan yang terkait dengan Kawasan Jakabaring telah disusun sejak sekitar akhir tahun 90-an. Perencanaan tersebut dimulai pada upaya reklamasi rawa pada tahun 1997. Diperkirakan pembangunan di Kawasan Jakabaring mulai banyak dilakukan terhitung sejak sekitar tahun 1999. Penyelenggaraan PON XVI merupakan faktor yang mendorong terciptanya kawasan olahraga di Jakabaring. Periode Sebelum Tahun 1999 Dalam perkembangannya, kawasan Seberang Ilir berkembang lebih maju daripada kawasan Seberang Ulu. Melihat kondisi yang demikian, Pemerintah Kota Palembang berinisiatif untuk menciptakan pemerataan pembangunan antara Seberang Ulu dengan Seberang Ilir. Bentuk upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan reklamasi rawa. Pengembangan kawasan Jakabaring untuk di lahan kosong diawali dengan pengembangan kawasan perkantoran. Bangunan perkantoran yang pertama kali didirikan adalah Gedung Korpri Sumatera Selatan. Periode Antara Tahun 1999-2004 Proses perkembangan Kawasan Jakabaring juga sangat erat kaitannya dengan adanya pelaksanaan PON XVI di Provinsi Sumatera Selatan ini. Pelaksanaan PON XVI di Sumatera Selatan ini turut mempengaruhi proses percepatan pengembangan kawasan ini. Setidaknya ada beberapa gedung perkantoran, infrastruktur, dan beberapa komplek perumahan yang dipakai untuk kepentingan pelaksanaan PON XVI di Kota Palembang
10
ini. Lalu ada juga proyek penyusunan Perencanaan Master Plan Gelanggang Olahraga dan Permukiman Kawasan Jakabaring yang memang dirancang khusus untuk persiapan PON XVI dan sekaligus untuk mempersiapkan Kawasan Jakabaring sebagai kawasan perkembangan baru. Akibat adanya penunjukan pusat pelaksanaan PON kemudian berimplikasi kepada pembangunan Perumahan, Perkantoran, Zona Olahraga, dan Perdagangan dan Jasa yang terkait dengan kebijakan-kebijakan yang juga dilakukan pemerintah pada periode ini. Periode Antara Tahun 2004-2009 Pada periode ini kawasan jakabaring tidak banyak berkembang secara fisik, hal ini dikarenakan adanya revisi rencanan tata ruang Kota Palembang, dimana jakabaring menjadi salah satu wilayah pengembangannya. Kemudian muncul RDTRK WP IB sebagai respon terhadap perkembangan Kawasan Jakabaring itu sendiri. Melihat pertumbuhan kawasan yang cukup cepat, maka Pemerintah Kota Palembang berinisiatif untuk menyusun suatu rencana detil tata ruang kota yang mengatur pemanfaatan ruang di Kawasan Jakabaring agar perkembangan di Kawasan Jakabaring tidak mengalami penyimpangan. Kemudian muncul pengembangan kawasan olahraga dijakabaring dikarenakan akan diadakannya event internasional seagames pada tahun 2010.
Pembangunan fisik di Jakabaring yang terjadi di beberapa periode ini memiliki kemiripan dengan studi kasus pembangunan sport city di Melborne, dimana dalam pembangunanya terdiri dari beberapa periode yang berawal dari revitalisasi kota. O’hanlon (2009) mengemukakan kota yang memiliki prasarana olah raga dapat mendatangkan massa sehingga dapat menjadi elemen kunci dalam revitalisasi ekonomi perkotaan. Oleh karena itu diperlukan sumberdaya dan keahlian pemerintahan untuk meningkatkan dan membangun kembali "suasana" dan "image" dari sebuah kota. Jakabaring sendiri pada awalnya merupakan rawa yang kemudian dibangun menjadi kota baru dengan berbasiskan sport city . Secara fisik pembangunan Jakabaring tersebut merubah bentuk wajah kota Palembang bagian ulu yang awalnya merupakan wilayah rawan kejahatan, sepi dan kurang berkembang berubah menjadi sebuah kota yang baru dengan perencanaan fisik yang cukup baik. Hal ini dapat merubah image bagian ulu Kota Palembang dan menarik penyelenggaraan event untuk menggunakan Jakabaring dalam menggelar event-event bertaraf nasional maupun internasional. 4.2.3
Kondisi Kelembagaan Pada studi kasus pembangunan Kota Baru di Nanjing sebagai olimpyc city dijelaskan bahwa hubungan stakeholder dalam membentuk growth coalition merupakan faktor penting yang turut mendorong pembangunan. Hubungan stakeholder yang dimaksud salah satunya adalah keterlibatan pihak swasta dalam membantu pemerintah terkait pembangunan. Hubungan antara pemerintah dan pihak swasta terkait pembangunan Kawasan Jakabaring dapat dilihat ketika akan diselenggarakan PON XVI tahun 2004 dan dalam persiapan penyelenggaraan Sea Games XXVI tahun 2011. Pada saat persiapan sebagai tuan rumah PON XVI, Kawasan Jakabaring mengalami pembangunan secara besar-besaran yaitu pembangunan perumahan, perkantoran, zona olahraga, dan perdagangan dan jasa. Keterlibatan pihak swasta terkait dengan pembangunan perumahan. Pemerintah memberikan izin bagi pengembangan perumahan swasta diantaranya PT. Mitra Sukses Bersama dan PT. Sekawan Kontrindo. Pemerintah juga memanfaatkan kerjasama dengan pihak developer untuk menyediakan perumahan atlit saat pelaksanaan PON XVI. Selain itu, keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan Kawasan Jakabaring juga terjadi saat persiapan penyelenggaraan Sea Games XXVI. Pemerintah melakukan revisi terhadap kebijakan pembangunan kawasan olahraga melalui Masterplan Gelanggang Olahraga Jakabaring dalam rangka pembangunan kembali komplek olahraga yang ada di Jakabaring. Akan tetapi pembiayaan pembangunan komplek olahraga ini tidak dibiayai oleh APBD maupun APBN melainkan dengan bantuan dari pihak swasta. Pembangunan yang didanai oleh pihak swasta seperti pembangunan stadion atletik dan lapangan tembak yang dibantu oleh BUMD Sumatera Selatan dan pembangunan kolam renang didanai oleh perusahaan
11
asing. Pihak swasta dalam hal ini membantu pemerintah terkait pembangunan Kawasan Jakabaring sehingga telah terjadi growth coalition yang baik. Proyek Jakabaring Sport city yang memanfaatkan event PON dan Sea Games, mengambil konsep new town in town dimana salah satu karakteristiknya adalah melibatkan pemerintah dan swasta dalam pengembangannya. Hubungan antara stakeholder tersebut harus membangun suatu koalisi atau kerjasama yang stabil sehingga membentuk growth coalition (koalisi pertumbuhan). Isu kelembagaan lain yang penting terkait dengan pembangunan Kawasan Jakabaring yaitu adanya inkonsistensi dari pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan pembangunan. Rencana tata ruang yang telah disusun terkait dengan pembangunan Kawasan Jakabaring seringkali tidak diimplementasikan dengan baik. Pembangunan Kawasan Jakabaring pada akhirnya lebih mengikuti kebutuhan-kebutuhan yang terus berubah seperti kebutuhan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Sea Games. Akibatnya rencana tata ruang yang ada baik itu RTRW, RDTRK, maupun masterplan sering direvisi agar sesuai dengan yang diinginkan pada saat-saat tertentu. Berdasarkan hal ini, penerapan konsep sport city di Kawasan Jakabaring sebenarnya bukan merupakan rencana dari pemerintah daerah yang telah mengkonsepkannya dari awal. Pembangunan Kawasan Jakabaring menjadi suatu konsep sport city hanya karena adanya kebutuhan untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan PON dan Sea Games. Dampak dari adanya penyelenggaraan event-event olahraga tersebut membuat Kawasan Jakabaring menjadi suatu kawasan dengan fasilitas olahraga terlengkap di Indonesia. Pada keberlanjutannya, belum terlihat adanya upaya serius dari pemerintah untuk mengembangkan Jakabaring sebagai Kota Baru yang memiliki konsep sport city tetapi hanya lebih karena memanfaatkan ketersediaan fasilitas olahraga dalam mendukung kegiatan-kegiatan olahraga. Berdasarkan ketidakkonsistenan yang diperlihatkan oleh pemerintah dalam proses pembangunan Kawasan Jakabaring, tidak menutup kemungkinan jika pada masa yang akan datang terjadi perubahan konsep pembangunan Kawasan Jakabaring menjadi konsep lain selain sebagai sport city . V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis struktur internal dan struktur eksternal, Kawasan Jakabaring termasuk ke dalam kota baru atau new town yang termasuk ke dalam jenis new town in town. Dilihat dari struktur internal kota, Kota baru Jakabaring mengalami revitalisasi dengan adanya pembangunan permukiman skala luas dan juga adanya pembangunan kawasan perdagangan dan jasa. Jakabaring juga mengalami rehabilitasi yang diarahkan menjadi pusat primer skala pelayanan regional dan kota dengan kegiatan utama pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, serta sport centre. Terdapat keistimewaan fisik yang dimiliki oleh Kota baru Jakabaring yaitu adanya sport centre yang dilengkapi dengan f asilitas olahraga bertaraf internasional sehingga dapat menjadi salah satu daya tarik bisnis di Kota baru Jakabaring. Selain itu, Kota Baru Jakabaring menyediakan beragam tipe perumahan, struktur lingkungan, kenyamanan, dan fasilitas sosial budaya pendidikan. Dilihat dari struktur eksternal kota, Kota Baru Jakabaring memenuhi beberapa kriteria yaitu merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah kepadatan dan pembangunan yang tidak merata di Kota Palembang. Dalam pembangunanya Jakabaring melibatkan kombinasi pemerintah dan swasta. Selain itu Jakabaring masih tergantung dengan kota induknya yaitu Kota Palembang, karena dibangun sebagai bagian yang terintegrasi melalui sistem jaringan transportasi menuju pusat kota. Dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi, fisik, dan kelembagaan, Kawasan Jakabaring dinilai cukup berhasil menerapkan konsep sport city . Dilihat dari aspek sosial ekonomi, terdapat program dan inovasi yang mendukung Jakabaring sebagai sport city sehingga dipercaya menyelenggarakan berbagai mega event . Hal ini berdampak pada terdongkraknya aktifitas ekonomi dan tingginya penyerapan tenaga kerja. Walaupun begitu, penyerapan tenaga kerja yang dirasakan hanya signifikan pada saat pra-event dan menurun pada saat pasca-event. Dilihat dari aspek fisik, dengan adanya pembangunan yang dilakukan, terdapat perubahan "image" di Jakabaring dari sebuah kawasan yang rawan
12
akan kriminalitas menjadi sebuah pusat kegiatan. Selain itu, bangunan beserta fasilitas keolahragaan masih terus dimanfaatkan dan bahkan lebih dikembangkan walaupun setelah event selesai. Dari aspek kelembagaan, terlihat hubungan yang baik antara pemerintahan dan swasta sehingga terjadi growth coalition yang baik. Walaupun begitu, terjadi inkonsistensi dari pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan pembangunan, teruma dalam menerapkan konsep sport city . Inkonsistensi pemerintah ini menjadi salah satu kendala yang perlu diselesaikan jika ingin tetap mempertahankan konsep sport city dalam pembangunan kota baru Jakabaring.
DAFTAR PUSTAKA Alian, Muhammad Arif. 2011. Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Jakabaring . Tugas Akhir. UGM : Yogyakarta Click, M. Eric. 2009. The Impact Of The Growth Machine On Public Financing Of Professional Sports Facilities: The Case Of The St. Louis Cardinals . Dissertation. The University of Texas : Dallas Evans, Graeme dalam JR & M GOLD (EDS). Olympic Cities: City Agendas, Planning And The World’s Games 1896 -2012 , Routledge – Forthcoming (2010). London, UK Gold, John dan Gold, M. Margaret. 2008. Olympic Cities: Regeneration, City Rebranding and Changing Urban Agendas. Geography Compass 2/1 (2008): 300 –318. London, UK Golany, Gideon. 1976. New Town Planning : Principles and Practice . New York : John Wiley & Sons, Inc Harmanurjeni, Lola. 2006. Tingkat Kemandirian Kota Baru Bumi Serpong Damai. Tugas Akhir. ITB : Bandung Kaplanidou, Kiki dan Karadakis, Kostas. 2010. Understanding the Legacies of a Host Olympic City: The Case of the 2010. Sport Marketing Quarterly, 2010, 19, 110-117, Vancouver Olympic Games O’Hanlon, Seamus. The Events City: Sport, Culture, and the Transformation of Inner Melbourne, 1977 –2006 . Urban History Review / Revue d’histoire urbaine Vol. XXXVII, No. 2 (Spring 2009 printemps). Australia Waluyo, Nurrahman P. 2012. Identifikasi Peran Kota Baru Kawasan Pinggiran dalam Dekonsentrasi Perkotaan Wilayah Metropolitan, Studi Kasus : Kabupaten Bekasi . Tugas Akhir. ITB : Bandung Zhang, J. X. dan Wu, F. L. 2008. Mega-event Marketing and Urban Growth Coalitions, A case study of Nanjing Olympic New Town. TPR [79 (2-3)]. China
13