I'jaz Al-Qur'an

 I’J ÂZ  AL AL-QUR’AN A. Pendahuluan

Kita selama ini mungkin sering mendengar istilah mukjizat Al-Qur’an, Al-Qur’an, namun sejarahnya barangkali kita tidak semuanya tahu. Dalam makalah ini penulis ingin mencoba mengupas sedikit tentang i’jâz  mulai  mulai dari definisi, polemik, dan aspek-aspek i’jâz al -Qur’ân. Qur’ân. Semoga dengan sedikit penjelasan ini, ada hikmah dan manfaat yang  bisa kita petik. Mukjizat pada hakikatnya adalah sesuatu yang diturunkan Allah swt. pada nabi-Nya sebagai bukti akan kebenaran dia sebagai utusan Allah. Dan, sesuatu itu dinamakan mukjizat atau melemahkan karena memang manusia lemah atau tidak mampu mendatangkan yang semisalnya. 1  Di dalam, kitab  Al- Jâmi’  Jâmi’ li Ahkâm Al Qur’ân disebutkan bahwa ada 5 syarat utama sesuatu itu dinamakan mukjizat:  Pertama,  Pertama, sesuatu itu tidak ada yang mampu mewujudkannya kecuali Allah swt.  Kedua,  Kedua, sesuatu itu harus yang luar biasa dan bertentangan dengan adat kebiasaan atau akal sehat.  Ketiga,  Ketiga, sosok yang mengemban mukjizat haruslah mengakui bahwa hal luarbiasa yang ia tunjukkan merupakan anugerah dari Allah swt.  Keempat , ada pengakuan dari orang yang melihat kemukjizatan tersebut.  Kelima,  Kelima, tidak ada seorang pun yang mampu melawan mukjizat tersebut dalam  bentuk apapun.2 Kelima hal di atas merupakan syarat mutlak disebutnya sesuatu itu sebagai mukjizat. Jika satu saja dari kelima syarat di atas berkurang maka tidak memenuhi syarat untuk menyebut sesuatu sebagai mukjizat.

 âzz  â B. Definisi I’j  Definisi I’j   I’jâz  I’jâz  berasal dari akar kata ‘ajaza, ‘ajaza, kemudian diberi awalan hamzah qatha’   menjadi a’jaza. a’jaza. Secara etimologi berarti lemah dan tidak mampu melakukan sesuatu. Makanya

1

 Muhammad ibn Ahmad Al-Qurthubi,  Al- Jâmi’  Jâmi’ li Ahkâm Al -Qur’ân, Qur’ân, (Riyadh: Dar ‘Alam Al-Kutub, Al -Kutub, 2003) Hal. 69. 2  Muhammad ibn Ahmad Al-Qurthubi, AlAl-Qurthubi,  Al- Jâmi’ li Ahkâm Al -Qur’ân, hal. 70-71.

nenek-nenek dalam Al-Qur’an Al-Qur’an disebut al-‘ajûz. al-‘ajûz.3 Dan, ini semakna dengan ungkapan Qabil pada surah Al-Mâ’ Al-Mâ’idah, idah, ayat 31 berikut ini:

“Qabil berkata, ‘ Oh, Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung  gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? ’  Maka  Maka jadilah dia 4 termasuk orang yang menyesal.” menyesal. ” (QS. Al-Mâ’idah Al-Mâ’idah [5]: 31) Sedangkan makna i’jâz i’jâz atau mu’jizat— yang yang kemudian diserap ke dalam  bahasa Indonesai menjadi mukjizat —   — secara secara terminologi adalah,

“Sesuatu yang supernormal atau extraordinary disertai dengan tantangan (untuk mendatangkan yang semisal, yang mana tantangan itu) selamat dari tandingan (resistan).”5 Intinya, mukjizat adalah kejadian luar biasa yang dapat melemahkan dan mengalahkan lawan untuk membuktikan kebenaran risalah seorang nabi. Jadi, hikmah dibalik mukjizat adalah untuk mengajak suatu kaum atau umat ke jalan kebenaran dan kebahagiaan. Orang yang pertama berbicara mengenai mukjizat Al-Qur’an Al-Qu r’an adalah AlAlBaqilani, Ar-Rummani, Abdul Qahir, Al-Khaththabi, dan As-Sakkaki. 6 Mukjizat bisa  bersifat inderawi (hissiyah) dan rasional (‘aqliyah). (‘aqliyah). Kebanyakan mukjizat atas Bani Israil itu bersifat inderawi ini karena saat itu mereka adalah kaum terbelakang yang memiliki keterbatasan berpikir.7  Sedangkan, mukjizat atas umat Nabi Muhammad saw. lebih bersifat rasional karena mereka hidup di zaman maju dan memiliki kemampuan berpikir yang kuat. Jadi, karakter mukjizat yang diturunkan selalu disesuaikan dengan kondisi umat sang nabi saat itu. Kesimpulan ini berangkat dari sabda Rasulullah saw.,

3

  Abu Al-Husain Ahmad ibn Faris,  Mu’jam al -Maqâyis -Maqâyis fî al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) Hal. 738. Lihat juga, Al-Imam Al-Jauhari,  Ash-Shihah fî ‘Ul ûm ûm Al-Lughah wa Funûnuha, (Beirut: Funûnuha,  (Beirut: Dar alHadharah al-‘Arabiyyah, al-‘Arabiyyah, t.th), t.th), Jil. I. Hal. 81. 4  Lihat juga, QS. At-Taubah, ayat 2. QS. Al- ‘Ankabût, ayat 22 dan QS. Al -Hajj, ayat 51. 5  Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqân As-Suyuthi,  Al-Itqân fî ‘ Ulûm Ulûm al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, (Mesir: Maktabah Mushtafa al-Halabi, 1370 H), Jil. II, Hal. 311. 6 Muhammad Thahir ibn ‘Asyur, At-Tahrir ‘Asyur,  At-Tahrir wa At-Tanwir, (Tunisia: Dar Sahnun, 1997) Jil. I. Hal. 101. 7  Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqân As-Suyuthi,  Al-Itqân fî ‘ Ulûm Ulûm al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, Jil. II, Hal. 311.

 Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘ Tidak ‘ Tidak ada seorang pun nabi dari nabi-nabi yang ada kecuali dia diberi sesuatu yang sama (mukjizat), yang diimani manusia. Adapun mukjizat yang secara khusus diberikan padaku adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah dan aku berharap menjadi nabi yang paling banyak  pengikutnya pada Hari Kiamat.’” (HR. Kiamat.’”  (HR. Al-Bukhari) Dalam konteks ini, Imam Az-Zarkasyi berkata,

“Sesungguhnya  Allah menjadikan mu’jizat para nabi sesuai dengan bidang yang  dikenal sebagai sesuatu yang paling bagus pada zaman nabi yang ingin Dia munculnkan, maka sihir pada masa Musa telah mencapai pncaknya, demikian pula kedokteran pada masa Isa, dan keindahan berbahasa pada masa Nabi Muhammad.” 8 Tapi, pemikir-pemikir baru seperti Hassan Hanafi punya pandangan dan  pemahaman yang berbeda. Menurutnya, i’jâz ’jâz mengalami evolusi (tathawwur (tathawwur alwahyi). wahyi). Menurut Hassan Hanafi pengertian i’jâz ’jâz al-qur’ân al-qur’ân sebagai sesuatu kejadian luar biasa untuk menunjukkan kebenaran risalah Rasulullah saw. dan tidak seorang manusia pun yang mampu menandinginya, adalah pemahaman klasik. Menurutnya, Al-Qur’an Al-Qur’an adalah fakta empirik berupa susunan kalimat yang dikenal semua orang,  baik yang buta huruf (ummi (ummi), ), yang terpelajar, ataupun yang menggunakan akal, indera dan perasaannya untuk memperoleh kepuasaan spiritual, pandangan dan kebenaran. 9 Intinya, Hasan Hanafi ingin mengatakan bahwa fungsi i’jâz  Al-Qur’an Al-Qur’an sudah tidak lagi dominan sebagai tantangan untuk mendatangkan yang semisal. Sebab, yang ditantang pun saat ini sudah tidak ada lagi yang mampu sehingga kemukjizatan AlQur’an dikembangkan pada aspek lain. Seperti, baru-baru baru -baru ini muncul buku yang mengupas tentang kemukjizatan ilmiah Al-Qur’an, Al- Qur’an, kemuk   jizatan angka, kemukjizatan  bahasa, kemukjizatan alam semesta dan lain-lain. Artinya anggapan orang terhadap Al-Qur’an Al- Qur’an sudah berubah tidak sejumud  bangsa Arab di masa Nabi Muhammad saw. Seperti yang dijelaskan dalam surah Saba’, ayat 43 berikut: 8

 Badr al-Din Muhammad bin Abdillah Al-Zarkasyi,  Al-Burhân fî ‘Ul ûm ûm al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, (Libanon: Dar AlIhya’ Al-Kutub, Al-Kutub, 1957) Jil. II, Hal. 98. 9   Hasan Hanafi,  Min al-‘Aqidah al-‘Aqidah ila ats-Tsaurah a ts-Tsaurah,, (Kairo: Maktabah Madbuli, t.th), Jil. IV. Hal. 182183.

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat -ayat ayat -ayat Kami yang terang, mereka berkata, ‘Orang ini tidak lain hanya ingin menghalang -halangi menghalang -halangi kamu dari apa yang disembah oleh nenek moyangmu,’ dan mereka berkata, ‘(Al -Qur'an) ‘(Al -Qur'an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada- adakan saja.’ Dan orang -orang orang -orang kafir berkata terhadap kebenaran ketika kebenaran (Al-Qur'an) (Al- Qur'an) itu datang kepada mereka, “Ini tidak “Ini  tidak lain hanyalah sihir yang nyata.’” (QS. Saba’ [34]: 43) Jadi, seperti itulah pandangan orang-orang musyrik Mekkah terhadap AlQur’an ketika itu. Mengejeknya seolah ucapan para dukun. Dalam kondisi seperti ini, maka Al-Qur’an Al-Qur’an sebagai mukjizat ia menantang orangorang -orang kafir Quraisy, “Kalau memang itu ucapannya para dukun, apakah bisa kalian mendatangkan yang semisal Al-Qur’an, Al-Qur’an, satu surah saja atau satu ayat saja?” Di ayat yang lain, orang-orang kafir Quraisy menganggap Al-Qur’an Al- Qur’an sebagai ungkapan puitik dari seorang penyair. Berikut ini ayatnya,

“Bahkan mereka mengatakan, ‘(Al -Qur'an -Qur'an itu buah) mimpi-mimpi yang kacau, atau hasil rekayasanya (Muhammad), atau bahkan dia hanya seorang penyair, cobalah dia datangkan kepada kita suatu tanda (bukti), seperti halnya rasul-rasul yang diutus terdahulu.’” (QS. terdahulu.’” (QS. Al-Anbiyâ’ Al-Anbiyâ’ [21]: 5) Secara garis besar, bisa dikatakan bahwa pandangan orang-orang kafir Quraisy terhadap Al-Qur’an Al-Qur’an ketika itu masih sangat klasik dan seder hana. hana. Inilah yang kemudian mendasari pemikir-pemikir baru dari kalangan Muslim Seperti Hasan Hanafi dan Nashr Hamid Abu Zaid untuk meyakini bahwa makna mukjizat harus dikontekskan dengan kekinian sesuai dengan masyarakat yang meneriman ya. Pada dasarnya kata i’jâz  ’jâz   (

) send sendir irii tida tidak k dike dikena nall pada pada masa masa Rasu Rasulu lull llah ah

saw., Sahabat dan Tabi’in. Kata ini baru populer di akhir abad ke-3 ke -3 Hijriah dari kalangan Mutakallimin dalam sebuah kitab karya Muhammad ibn Yazid Al-Wasithi (w. 306 H) dalam kitabnya yang tinggal nama “I’jâz Al -Qur’ân fi Nazhmihi wa Ta’lifihi”. Ta’lifihi”.10  Namun demikian, secara maknawi i’jâz i’jâz sudah ada sejak malaikat Jibril menyampaikan wahyu surah Al-‘Alaq, Al- ‘Alaq, ayat 1-5 ayat 1-5 pada Rasulullah saw. Kala itu, tidak 10

 Al-Baqilani, I’jâz  Al-Baqilani, I’jâz Al -Qur’ân, (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, Al-Ma’rifah, t.th.) Hal. 10.

hanya Rasulullah saw. dan para sahabat saja yang mengimani kemukjizatan AlQur’an, tetapi juga orang-orang juga orang-orang kafir. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-N ya,

“ Dan orang-orang orang- orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al Al Qur'an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka).’” (QS. (mereka).’” (QS. Fushshilat [41]: 26) Hanya saja, posisi orang-orang kafir tidak mengimani secara hakiki hanya sebatas percaya bahwa Al-Qur’an Al-Qur’an mempunyai nilai-nilai nilai-nilai i’jâz . Sehingga, mereka tetap  berusaha menandingi atau mebuat tandingan untuk Al- Qur’an. seperti yang dijelaskan  pada ayat di atas. atas . Al-Qur’an Al- Qur’an sendiri sudah sudah membuat tantangan secara terbuka kepada mereka seperti yang dijelaskan 2 ayat berikut ini,

“ Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong peno longmu long mu selain sel ain Allah All ah,, jika kamu orang-orang yang benar. ”  (QS. Al-Baqarah [2]: 23)

“ Katakanlah, ‘ Sesungguhnya Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang  serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain. ’” (QS. ’” (QS. Al-Isrâ’ Al- Isrâ’ [17]: 88) Dan, tantangan ini benar-benar berhasil membuat mereka tidak berdaya. Inilah hakikat i’jâz   pada masa itu. Bahkan, saking tidak mampunya orang-orang kafir itu mendatangkan yang semisal dan kemudian takut beriman mereka saling berpesan untuk meninggalkan Al-Qur’an. Al- Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan pada surah Fushshilat ayat 26 di atas. Serta ayat berikut ini,

“ Dan mereka berkata, ‘ (Itu (Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan  petang.’”  petang.’” (QS.  (QS. Al-Furqân [25]: 5) Ketakutan mereka atas pengaruh Al-Qur’an Al- Qur’an tersebut selanjutnya membuat mereka bernegosiasi dengan Rasulullah saw. untuk mendatang Al-Qur’an Al- Qur’an yang lain,

“ Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami dengan jelas, orang-orang  yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata, ‘   Datangkanlah kitab  selain Al-Qur'an ini atau gantilah.’  gantilah. ’   Katakanlah (Muhammad), ‘ Tidaklah Tidaklah pantas bagiku menggantinya menggantinya atas kemauanku sendiri. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (Kiamat)  jika mendurhakai Tuhanku. Tuhanku.’” ’” (QS.  (QS. Yûnus [10]: 15) Kirannya, rangkaian dari ayat-ayat di atas telah membuktikan bahwa secara maknawi i’jâz sudah ada sejak masa Rasululla saw. Pada perkembangan selanjutnya, i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân ân ini polemik besar setelah kafir Quraisy benar-benar tidak dapat menahan laju pengaruh Al-Qur’an. Al- Qur’an.  Namun, mereka tetap saja tidak berusaha menghentikan pengaruh Al-Qur’an Al- Qur’an terhadap kaumnya. Mereka lantas melakukan agitasi politik dan pencemaran nama baik terhadap Rasulullah saw. dengan menganggapnya orang gila agar kaumnya terprovokasi menolak Al- Qur’an. Mereka  juga menyebut bahwa Al-Qur’an Al-Qur’an tidak  tidak lain hanyalah buku dongeng dan cerita-cerita fiktif. Seperti yang dijelaskan Al-Qur’an Al-Qur’an berikut ini,

“Dan apabila ayat -ayat -ayat Kami dibacakan kepada mereka, mereka berkata, ‘Se sungguh  sungguhnya nya kami kami telah telah menden mendengar gar (ayat-ayat (ayat-ayat seperti ini), jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang orang- orang terdahulu.’” (QS. terdahulu.’”  (QS. Al-Anfâl [8]: 31) Kalau dilihat dari sejarahnya yang dipaparkan dalam ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa tantangan Al-Qur’an Al- Qur’an itu muncul lebih karena keangkuhan dan kesombongan orang-orang kafir Quraisy untuk menerima wahyu Al- Qur’an. Inilah yang kemudian memunculkan lahirnya ayat-ayat tantangan atau ayat-ayat tahaddi. tahaddi.

Menurut M. Nur Kholis Setiawan, ada 47 surah yang memuat ayat-ayat tahaddi. tahaddi. Semuanya dalam kategori surah Makiyah kecuali 8 surah. 11

 âz   â z  C. Polemik tentang I’j  tentang I’j   Al Al-Qur’an Polemik I’j Polemik  I’jâz  âz  Al-Qur’an  Al- Qur’an ini  ini berlangsung di kalangan ulama bahkan hingga sekarang. Al-Baqilani menyebutkan bahwa banyak ulama dari berbagai disiplin ilmu melakukan kajian tentang aspek-aspek kemukjizatan AlAl-Qur’an Qur’an..12 Menurut Ibn Qutaibah (w. 276 H) polemik itu mengemuka karena istilah i’jâz sendiri muncul belakangan. Dan, semua polemik itu pada akhirnya berkutat di seputar dua aspek yakni definisi lafzhi dan ma’nawi. ma’nawi.13 Polemik ini terjadi sekitar abad ke-3 Hijriah, yang mana ulama satu dengan yang lain saling mempertahankan ideologi dan keyakinan mereka. Sebab,  permasalahan ini menyangkut persoalan kenabian dan lain-lain — tidak tidak sekadar i’jâz . Di antara ulama yang membahas secara serius mengenai i’jaz adalah Ibn Qutaibah dengna karyanya “Ta’wil “ Ta’wil Musykil al -Qur’an”, Qur’an”, Abu al-Hasan al-Asy’ari al-Asy’ari dengan karyanya, “ Maqalat al-Islamiyin” al-Islamiyin”, Al-Jahidz dengan karyanya “ Hujâj An Nubuwwah”  Nubuwwah”, dan Abu Al-Hasan Al-Khayath dengan karyanya karya nya “ Al-Intishâr ”. Ulama tafsir banyak juga yang mengkaji i’jâz , seperti Ath-Thabari dalam “ Jâmi’  Jâmi’  Al-Bayân,  Al-Bayân, dan Abu ‘Ubaidah  ‘Ubaidah  dalam “ Majâz al-Qur ’ân ’ân”. Sedangkan dari kalangan ahli bahasa seperti Al-Farra’ Al-Farra’ (w.207 H), Abu ‘Ubaidah (w. 210 H), Al-Ahfasy (w.215 H), AzZujaj (w. 311H), Abu Ja’far An-Nuhhas (w. 338), dan lainnya. Polemik tentang i’jâz  ’jâz  al-Qur’  al-Qur’ ân  ân  ini paling keras terjadi di kalangan Mutakallimin. Terutama, dari kalangan Mu’tazilah. Mu’tazilah. Seperti, Al-Ja’d Al-Ja’d bin Dirham yang sangat keras melakukan provokasi terhadap pendapatnya. Bahkan, secara terbuka alJa’d bi Dirham mengingkari Al-Qur’an Al-Qur’an   dan menolak beberapa kandungannya. 14 Menurutnya, keindahan sastrawi dalam Al-Qur’an Al-Qur’an   sesungguhnya bukanlah i’jâz  karena sebenarnya manusia mampu membuat yang semisal itu, bahkan lebih indah 11

 M. Nur Kholis Setiawan,  Al-Qur’an  Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar , (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005) hal. 99 12  Al-Baqilani, I’jâz  Al-Baqilani, I’jâz Al -Qur’ân, (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, Al-Ma’rifah, t.th.) Hal. 4-5. 4 -5. 13  Ibn Qutaibah, Ta’wîl Ta’wîl Musykil al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, (Kairo: t.p. 1326 H) Hal. 10. 14   Tercatat ada beberapa bagian dari al- Qur’an yang ditolak al -Ja’d bin Dirham, seperti ayat tentang  percakapan antara Allah dengan Nabi Musa. Beberapa pengikutnya bahkan menolak secara berlebihan, seperti pengikut Abd al-Karim al- Karim bin ‘Ajrad pada akhir tahun 100  H an, mengatakan bahwa surat Yusuf  bukan lah termasuk al-Qur’an, al- Qur’an, karena itu hanyalah cerita (qishshah) belaka. Bahkan pengikut al Rafidhah beranggapan bahwa al-Qur’an al- Qur’an sudah tidak orisinil lagi, karena al -Qur’an sudah terjadi  perubahan dengan penambahan dan pengurangan di sana sini. Demikian pula yang terjadi dengan sunah telah terjadi perubahan-perubahan. Semua pemahaman tersebut bersumber dari tokoh Mu’tazilah, Hisyam bin al-Hakam. al -Hakam. Lihat catatan kaki Mushtafa Shadiq al- Rafi’i, I’jaz Rafi’i, I’jaz al -Qur’an wa al  Balaghah al-Nabawiyyah, al-Nabawiyyah, (Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, tt), hal. 143

dari Al-Qur’an Al-Qur’an sendiri.  sendiri. Menurut Abu Ishaq Ibrahim An-Nazhzham, seorang pengikut  paham Mu’tazilah, u’tazilah, i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân  ân  sebenarnya bukan faktor internal Al-Qur’ Al-Qur’an, an, melainkan faktor eksternal Al-Qur’an Al-Qur’an.. Artinya, kehendak Allah swt. untuk membuat orang-orang kafir lemah dan tidak berdaya membuat yang semisal Al- Qur’an, itulah yang sesungguhnya mukjizat. Ini yang kemudian diistilahkan ulama dengan ash sharfah   sharfah  yakni Allah swt. menghilangkan dan mencabut pengetahuan manusia sehingga tidak mampu membuat yang semisal Al-Qur’an. Al- Qur’an. Meskipun mereka itu ahli  bahasa dan sastra, tetap tidak akan bisa.15 Konsep

ash-sharfah, ash-sharfah,

seperti

yang

dipahami

pengikut

Mu’tazilah,

sesungguhnya sangat tidak berdasar dan tidak rasional. Sebab, dalam i’jâz  ada   ada unsur tantangan (tahaddi (tahaddi)) yang tentunya menuntut adanya kemampuan manusia (al-qudrah ( al-qudrah al-basyariyyah) al-basyariyyah) untuk melakukan perlawanan (al( al-mu’  mu’ âradhah). âradhah). Logikanya, ketika Al-Qur’an Al-Qur’an menantang manusia untuk membuat yang semisalnya, ia benar-benar menuntut manusia untuk melakukan itu. Hanya saja, mereka tidak mampu melakukan  perlawanan dengan membuat semisal Al-Qur’an. Al-Qur’an. Berikut ini ayat-ayat yang menjelaskan hal tersebut:

“ Katakanlah, ‘ Sesungguhnya Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang  serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain. ’” (QS. ’” (QS. Al-Isrâ’ Al- Isrâ’ [17]: 88)

“ Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuatbuatnya? Katakanlah, ‘   Buatla  Bua tlah h sebuah se buah surah sur ah yang yan g semisa sem isall dengan den gan surah sur ah (Al Qur'an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya)  selain Allah, jika kamu orang-orang orang-orang yang benar.’” benar. ’” (QS.  (QS. Yûnus [10]: 38)

“ Bahkan  Bahkan mereka mengatakan, mengatakan, ‘   Dia (Muham (Mu hammad) mad) telah tel ah membuat mem buat -buat -bu at Al-Qur'an Al-Qur'an itu.’  itu.’  Katakanlah,  Katakanlah, ‘ (Kalau (Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur'an) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup  selain Allah, jika kamu orang-orang orang-orang yang benar.’” benar. ’” (QS.  (QS. Hûd [11]: 13)

15

  Mushtafa Shadiq al-Rafi’i, al- Rafi’i,  I’jaz al -Qur’an wa al -Balaghah -Balaghah al-Nabawiyyah, al-Nabawiyyah , (Kairo: Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th.) hal. 144.

“ Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur'an) jika mereka orang-orang yang benar.” benar. ” (QS. Ath-Thûr [52]: 34)

“Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 24) Ayat-ayat di atas, semuanya berisi tentang tantangan Allah swt. pada orangorang kafir untuk mendatangkan yang semisal Al-Qur’an Al- Qur’an jika mereka menganggapnya ucapan manusia. Dan, ketidakmampuan manusia untuk membuat semisal Al-Qur’an Al- Qur’an menunjukkan kebenaran bahwa Al-Qur’an Al- Qur’an   adalah kalâmullâh, kalâmullâh, bukan “karya” Rasulullah saw. Jika benar merupakan hasil karyanya, tentu dengan kemampuan  bahasa dan sastra yang dimilikinya, orang Arab bisa membuat bahkan bisa jadi lebih indah dengan “karya” Rasulullah  Rasulullah   saw. sendiri. Tetapi, kenyataannya mereka tidak mampu. Dengan demikian, sangat sangat tidak rasional jika manusia tidak mampu membuat semisal Al-Qur’an Al-Qur’an karena pengetahuan dan keterampilannya dicabut dan dihilangkan oleh Allah (ash-sharfah (ash-sharfah). ).16 Sejak munculnya paham paham Mu’tazilah tentang tentang Al-Qur’an Al-Qur’an pada awal abad ke-3 ke -3 hijriah, diskursus i’jâz ’jâz Al-Qur’an Al-Qur’an tersebut pada gilirannya melahirkan karya-karya tulis yang secara spesifik membicarakan i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân. ân. Al-Jahizh (w. 255 H) menulis kitab Nazh kitab  Nazh Al-Qur’an Al- Qur’an,, Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid Al-Wasithi (w. 306 H) dengan kitabnya i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, yang kemudian oleh Al-Jurjani kitab tersebut ters ebut disyarahi dengan nama “ Al- Mu’tadhad”.  Mu’tadhad”. Selanjutnya, Abu ‘Isa Ar-Rummani (w. 382 H), disusul Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani (w. 403 H) menulis kitab  I ’  ’ jâz   AlQur’ ân, ân, sebuah kitab yang mengulas tentang i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân  ân  secara panjang lebar, dan Abu Bakr Abdulqahir Abdulq ahir bin ‘Abdurrahman Al-Jurjani (w. 471 H) dengan kitabnya  Dal â’  â’ il il Al- I’jâz   I’jâz . Tokoh lain yang juga menulis tentang i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân  ân  adalah Abu Sulaiman Hamd ibn Muhammad ibn Ibrahim Al-Khaththabi (w. 388 H), Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H), Ibn Abi Al-Ishbi’ Al- Ishbi’ (w. 654 H) 654 H) dan Az-Zamlakani (w. 727 H). Sedangkan, karya tulis tentang i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân di ân di masa modern, di antaranya Mushtafa Shadiq Ar-Rafi’i Ar-Rafi’i dengan bukunya “I’jâz “I’j âz Al-Qur’ Al-Qur’ân ân wa Al-Balâghah An Nabawiyyah”  Nabawiyyah”, Muhammad Abu Zahrah menulis “Al-Qur’an Al-Qur’an Al-Mu’jiz Al-Mu’jizât ât Al-Kubr â”, â”,

16

 Baca Hasan Hanafi,  Min al-‘Aqidah al-‘Aqidah ila al -Tsaurah, -Tsaurah, jil. IV. Hal. 184-189.

kemudian Muhammad Karim Al-Kawwaz dengan “Al-Uslub “Al-Uslub fi Al-I’j Al-I’jâz âz Al-Balâghi li Al-Qur’ Al-Qur’ân ân Al-Karîm” Al-Karîm”, lalu ‘Aisyah ‘Aisyah Abdurrahman Bintu Syathi’ Syathi ’ dengan “Al“Al-I’j I’jâz âz AlBayâni li Al-Qur’ Al-Qur’ân ân al-Karîm, selanjutnya Ahmad ‘Izzuddin Abdullah Khalafallah dengan bukunya “Al“Al-Qur’ Qur’ân ân Yatahadda” Yatahadda”, dan Zaglul An-Najjâr dengan bukunya “Qâdhiyyah Al-I’j Al-I’jâz âz Al-‘Ilmi” Al-‘Ilmi”,, dan masih banyak karya tulis lainnya.

-  D. Aspek-aspek I’jâz Aspek-aspek  I’jâz Al -  Qur’â Qur’ân Al-Qur’an Al-Qur’an adalah mukjizat mukjizat terbesar (al-m (al-mu’jiza u’jizah h al-kubrâ) al-kubrâ) bagi Nabi Muhammad saw., sebagai bukti kebenaran risalahnya dan menunjukkan bahwa Al-Qur’an Al- Qur’an datang dari Allah swt. Dalam koteks ini, aspek-aspek i’jâz ’jâz al-Qur’  al-Qur’ ân ân merupakan alat bukti terhadap kemukjizatan Al-Qur’an Al-Qur’an tersebut, sebab aspek -aspek -aspek i’jâz ’jâz Al-Qur’  Al-Qur’ ân adalah ân adalah semua yang terkandung dalam Al-Qur’an Al- Qur’an yang membuktikan kebenaran bahwa AlQur’an itu datang dari Allah. 17 Oleh karena itu, tidak ada kajian yang begitu intensif hingga menyibukkan  banyak ulama dari satu generasi ke genarasi berikutnya seperti kajiannya tentang aspek-aspek aspek-aspek I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an tersebut.  tersebut.18 Namun para ulama berbeda pendapat tentang aspek-aspek aspek-aspek I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an.. Al-Qadhi Al-Qadhi ‘Iyadh (w. (w. 544 H), misalnya, berpendapat  bahwa aspek I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an   ada empat, (1). Keindahan susunan, , (2) Bentuk susunan dan gaya bahasa yang indah yang berbeda dengan lazimnya, (3) Memuat informasi prediktif yang belum terjadi, (4) Memuat informasi yang jauh telah lalu terjadi. Sementara Al-Qurthubi (w. 684), menyebutkan ada sepuluh aspek-aspek aspek- aspek I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an dengan  dengan menambahkan aspek: (1) terpenuhinya janji-janji yang disebutkan Al-Qur’an Al-Qur’an,, (2) memuat informasi ilmu pengetahuan syariah dan lainya. (3) memuat hikmah-hikmah yang agung, (4) adanya kesesuaian (tanasub) kandungan isi AlQur’an, Qur’an, baik secara eksplisit maupun implisit, (5) memuat informasi hal-hal yang  bersifat metafisik. Sementara itu, aspek I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an dalam pandangan sarjana modern dikatagorikan dalam enam, yaitu: (1) Al-Qur’an Al- Qur’an adalah teks sastra yang tinggi, (2) I’jaz dalam aspek nagham Al-Qur’an Al-Qur’an,, (3) kitab yang tak terkalahkan dan tidak tertandingi oleh siapa pun, (4). Al-Qur’an Al- Qur’an memiliki nilai spiritual yang dapat

17

Ahmad ‘Izzuddin Abdullah Khalafallah,  Al-Qur’an  Al-Qur’an Yatahadda Yatahadda,, (Bairut: Dar ash-Shadir, 2001). Hal. 126. 18  Muhammad al-Thahir al-Thahir bin ‘Asyur,  Muqaddimah Tafsir al-Tahrîr wa at-Tanwîr , (Tunis: Dar Sahnun, 1956) Hal. 78.

memberikan sentuhan jiwa kepada manusia, (5) I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an dari sisi jumlah kalimat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an.19 Jika dianalisis pendapat tentang aspek-aspek aspek-aspek I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an maka dapat disimpulkan dalam dua hal:  20 1. I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an   yang berkaitan dengan manhaj bayani, bayani , yakni i’jaz yang  berkaitan dengan keindahan bahasa dan sastra, serta makna dan kandungan Al-Qur’an Al-Qur’an.. 2. I’jaz Al-Qur’an Al-Qur’an   yang berkaitan dengan informasi tentang sejarah dan informasi yang bersifat prediktif, maupun ilmu pengetahuan yang bersifat saintifik maupun lainnya. Berbeda halnya dengan Imam Al-Qurthubi yang menyebutkan bahwa aspek kemukjizatan Al-Qur’an Al-Qur’an ada 10 yaitu: 1.  Nazhm Al- Badî’   Badî’  atau  atau susunan bahasa yang indah dan berbeda dengan susunan umum yang digunakan masyarakat Arab ketika itu. 2.  Al-Uslûb atau  Al-Uslûb atau diksi yang digunakan berbeda dengan diksi-diksi dalam  bahasa Arab. 3.  Al-Jazâlah atau al-fashâhah. al-fashâhah. 4.  At-Tasharruf fi lisân al-‘arab al-‘arab.. 5. Kabar tentang penciptaan dunia. 6.  Al-wafâ’  Al-wafâ’ bi al -wa’di. 7. Mengabarkan perihal gaib. 8. Memuat berbagai ilmu yang dibutuhkan makhluk. 9. Hukum-hukum yang detail dan komprehensif yang tidak mungkin bisa dibuat oleh manusia. 10.  At-Tanâsub.  At-Tanâsub.21

E. Penutup

Jika ada kesalahan dalam makalah ini mohon dimaklumi dan semoga makalah ini  bermanfaat bagi kita semua. Jika ada kelebihannya, itu semua tidak lain datangnya dari Allah swt. Terakhir, semoga guru kita dan keluarganya yang mengajarkan ilmu

19

Ahmad ‘Izzuddin Abdullah Khalafallah,  Al-Qur’an  Al-Qur’an Yatahadda, Yatahadda, hal.  hal. 166-170. Ahmad ‘Izzuddin Abdullah Khalafallah,  Al-Qur’an  Al-Qur’an Yatahadda, Yatahadda, hal.  hal. 126-128. 21  Muhammad ibn Ahmad Al-Qurthubi, AlAl-Qurthubi,  Al- Jâmi’ li Ahkâm Al -Qur’ân, hal. 75. 20

ini (Dr. Ahmad Fathoni) mendapatkan barakah dalam hidupnya, di dunia dan akhirat serta mendapat ridha dari Allah swt. Amin.

F. Daftar Pustaka

Muhammad ibn Ahmad Al-Qurthubi,  Al- Jâmi’  Jâmi’ li Ahkâm Al -Qur’ân, (Riyadh: Dar ‘Alam Al-Kutub, Al-Kutub, 2003) Abu Al-Husain Ahmad ibn Faris,  Mu’jam  Mu’jam al-Maqâyis fî al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) Al-Imam Al-Jauhari,  Ash-Shihah fî ‘Ul ûm ûm Al-Lughah wa Funûnuha,   (Beirut: Dar al-Hadharah al-‘Arabiyyah, al-‘Arabiyyah, t.th) t.th) Jalaluddin As-Suyuthi,  Al-Itqân fî ‘ Ulûm Ulûm al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, (Mesir: Maktabah Mushtafa al-Halabi, 1370 H) Muhammad Thahir ibn ‘Asyur, At-Tahrir ‘Asyur,  At-Tahrir wa At-Tanwir, (Tunisia: Dar Sahnun, 1997) Badr al-Din Muhammad bin Abdillah Al-Zarkasyi,  Al-Burhân fî ‘Ul ûm ûm al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, (Libanon: Dar Al-Ihya’ Al-Ihya’ Al-Kutub, Al-Kutub, 1957) Hasan Hanafi, Min Hanafi, Min al-‘Aqidah al-‘Aqidah ila ats-Tsaurah ats -Tsaurah,, (Kairo: Maktabah Madbuli, t.th) Al-Baqilani, I’jâz Al-Baqilani, I’jâz Al -Qur’ân, (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, Al-Ma’rifah, t.th.) M. Nur Kholis Setiawan,  Al-Qur’an  Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar , (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005) Ibn Qutaibah, Ta’wîl Ta’wîl Musykil al-Qur’  al-Qur’ ân, ân, (Kairo: t.p. 1326 H) Mushtafa Shadiq al-Rafi’i, al-Rafi’i,  I’jaz al -Qur’an wa al -Balaghah -Balaghah al-Nabawiyyah, al-Nabawiyyah , (Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, tt) Ahmad ‘Izzuddin Abdullah Khalafallah,  Al-Qur’an  Al-Qur’an Yatahadda Yatahadda,, (Bairut: Dar ashShadir, 2001) Muhammad al-Thahir al-Thahir bin ‘Asyur,  Muqaddimah Tafsir al-Tahrîr wa at-Tanwîr , (Tunis: Dar Sahnun, 1956)