ISTILAH DALAM FARMAKOLOGI Ada 3 jenis pengobatan yaitu: 1. Terapi Kausal adalah pengobatan dengan cara meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria, dan sebagainya 2. Terapi Simptomatis adalah pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebab yang lebih mendalam tidak dipeng aruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala 3. terapi Subtitusi adalah pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya insulin pada penderita diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid PLASEBO adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan Tujuan dari Plasebo yaitu : 1. Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang kecenduan maupun obat-obat narkotika dan psikotropika lainnya maupun penderita kanker stadiumakhir 2. Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya 3. Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tida terlupa menelan pil Kb pada saat menstruasi EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN a. Efek Samping adalah segala pengaruh obat yang tidak diinginkan pada tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis normal b. Ideosinkrasi adalah peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang sama sekali berlainan dari efek normalnya c. Alergi adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepesan histamin di dalam tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antingen-antibodi. d. Fotosensitasi adalah kepekeen berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat. EFEK TOKSIK adalah efek yang m,enimbulkan keracunan pada pasien akibat penggunaan dosis maksimal yang yang berlebih TOLERANSI, HABITUASI, DAN ADIKSI - Toleransi Obat adalah peristiwa dimana dosis obat ha rus dinaikkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutik yang sama. Macam macam Toleransi Obat : 1. Toleransi Primer ( bawaan ), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu, misalnya kelinci sangat toleran untuk antropin. 2. Toleransi Sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa waktu. 3. Toleransi Silang, dapat terjadi antara zat z at dengan struktur kimia serupa (misalnya :
fenobarbital dan butobarbital), atau kadang kadang antara zat zat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital. 4. Tachyphylaxis adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali, bila obat diulangi dalam waktu singkat. -Habituasi / kebiasaan adalah kebiasaan dalam mengkonsumssi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaiti dengan induksi enzim, reseptor seunder, dan penghambatan resorpsi. -Adiksi / Ketagihan yakni adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatan dihentikan dapat menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental. RESISTENSI BAKTERI adalah suatu keadaan dimana bakteri telah menjadi kebal terhadap obat karena memiliki daya tahan yang lebih kuat. KOMBINASI OBAT Dua obat yang digunaan bersamaan, kerjanya dapat berupa : # Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua. # Sinergisme, dimana kekuatan obat saling memperkuat, Ada 2 jenis : a. Adisi / sumasi adalah kekuatan obat saling memperkuat kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah masing masing kekuatan obat tersebut. b. Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut. Keuntungan Kombinasi Obat : - Menambah kerja terapeutik tanpa menembah efek buruk dan mengurangi men gurangi toksisistas masing masing obat, misalnya Trisulfa - Menghambat terjadinya resistensi, misalnya Rifampisin dan Isoniasid - Memperoleh potensiasi misalnya Kotrimoksazol Kerugian Kombinasi Obat : - Pemborosan - Takaran masing masing obat belum tentu sesuai dengan kebutuhan, sedangkan takaran obat tidak dapat diubah tanpa mengubah pula dosis obat lainnya - Manfaat tidak memenuhi syarat - Mempermudah terjadinya resistensi terhadap beberapa spesies kuman.
FARMAKOKIN ARMAKOKINETIK ETIK DAN D AN FARMAKODINAMIK
1.
Farmakokinetik Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009). 1.1 Absorpsi Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) mikrovili ) (Gunawan, 2009). Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif.
Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat a.
Metode absorpsi
-
Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang. -
Transport Aktif Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi
b. Kecepatan Absorpsi Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh. -
Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
-
Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
-
Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
c.
Faktor yang mempengaruhi penyerapan
1. Aliran darah ke tempat absorpsi 2. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi 3. Waktu kontak permukaan absorpsi d. Kecepatan Absorpsi 1. Diperlambat oleh nyeri dan stress Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster 2. Makanan tinggi lemak Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat 3. Faktor bentuk obat Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll) 4. Kombinasi dengan obat lain Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga
menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus banyak. 1.2 Distribusi Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor: a.
Aliran darah Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan oto t lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat c.
Ikatan protein Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
1.3 Metabolisme Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh. Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara: a.
Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b.
Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme lanjutan. Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs). Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme: 1. Kondisi Khusus Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti sirosis. 2. Pengaruh Gen Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat. 3. Pengaruh Lingkungan Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera 4. Usia Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua. 1.4 Ekskresi Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal. Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009). Hal-hal lain terkait Farmakokinetik: a.
Waktu Paruh Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi. Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
b. Onset, puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu e fek terapi 2.
Farmakodinamik Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi (Gunawan, 2009).
2.2 Mekanisme Kerja Obat kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organism. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan dan biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen di sebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis. 2.3 Reseptor Obat protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya
perubahan
stereoisomer
dapat
menimbulkan
perubahan
besar
dalam
sifat
farmakologinya. 2.4 Transmisi Sinyal Biologis penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain. Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya secara terus-menerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan efek perangsangan. 2.5 Interaksi Obat-Reseptor
ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen. 2.6 Antagonisme Farmakodinamik a. Antagonis fisiologik Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan. b. Antagonisme pada reseptor Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik 2.7 Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor a.
Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran
b. Perubahan sifat osmotic c.
Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretic
d. Perubahan sifat asam/basa Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam menetralkan asam lambung. e.
Kerusakan nonspesifik Zat
perusak
nonspesifik
digunakan
sebagai
antiseptik
dan
disinfektan,
dan
kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane lipoprotein. f.
Gangguan fungsi membrane Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.
g. Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb. h. Masuk ke dalam komponen sel Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya 6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.
Faktor yang mempengaruhi efek obat Beberapa factor yang mempengaruhi efek obat yang diberikan antara lain: 1.
Faktor bukan obat Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika.
2.
Faktor obat
Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
Pemilihan obat.
Cara penggunaan obat.
Interaksi antar obat.
Dasar – dasar toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya, dan ini semua pada gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang singkat dan tepat mengenai TOKSIKOLOGI. Sebagai contoh : menurut Ahli Kimia : TOKSIKOLOGI adalah ilmu yang bersangkutan paut dengan effek-effek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agentagent Kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli FARMAKOLOGI : TOKSIKOLOGI merupakan cabang FARMAKOLOGI yang berhubungan dengan effek samping zat kimia didalam sistem biologik.
Cara Pemberian Obat
. Pemberian obat yang aman dan akurat adalah tanggung jawab penting bagi seorang perawat. Meskipun obat menguntungkan, namun bukan berarti tanpa reaksi yang merugikan. Sebagai seorang perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam pemberian obat secara aman yang dikenal
dengan
prinsip
enam
benar .
Dalam mengkonsumsi obat, ditemukan banyak cara yang dapat dilakukan tergantung delegasi dokter. Berikut ini adalah beberapa cara pemberian obat :
Oral
Sublingual
Inhalasi
Rektal
Pervaginam
Perenteral
Topikal/lokal
Oral
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang timbul biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit. Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari. Inhalasi
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui saluran pernafasan. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi dalam bentuk gas atau uap yang akan diabsorpsi dengan cepat melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan. Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya
melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah
mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik. Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina. Parenteral
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan. a.Intravena (IV)
Tidak ada fase absorpsi dalam pemberian obat secara intravena karena obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action” cepat, ef isien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya pendek (Joenoes, 2002). b.Intramuskular (IM)
“Onset of action” pemberian obat secara intramusculer bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi (Joenoes, 2002). c.Subkutan (SC)
“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan (Joenoes, 2002).
Prinsip terapi
download
video
terapi
IM
klik
disini
Dalam memberikan pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan memahami prinsip enam benar (dulu lima benar) agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam memberikan obat, prinsip enam benar tersebut akan kita bahas dalam postingan kali ini, namun ada baiknya juga kita mengetahui peran masing-masing profesi yang terkait dengan upaya pengobatan tersebut. Peran
Dokter
dalam
Pengobatan
Dokter bertanggung jawab terhadap diagnosis dan terapi. Obat harus dipesan dengan menulis resep. Bila ragu tentang isi resep atau tidak terbaca, baik oleh perawat maupun apoteker, penulis resep Peran
itu
harus Apoteker
dihubungi
untuk dalam
penjelasan. Pengobatan
Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat.selain itu apoteker bertanggung jawab atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi seperti larutan antiseptik, dan lain-lain.
Peran penting lainnya adalah sebagai narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan spesialis untuk profesi kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi kesehatan lain mengenai semua aspek penggunaan obat, dan memberi
konsultasi
kepada
pasien
tentang
obatnya
bila
Peran
diminta. Perawat
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan
bahwa
obat
itu
benar
diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin
menyebabkan
pasien
sukar
makan
obat,
harus
dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter. Prinsip
Enam
Benar
1.Benar
Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi
2.Benar
dari
gelang
identitasnya.
Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing
(baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus
dikembalikan
ke
bagian
farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.Benar
Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap
hati-hati
dan
teliti
4.Benar
!
Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,
parenteral,
topikal,
rektal,
inhalasi.
Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal)
seperti
tablet
ISDN.
Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset /
perinfus). Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray,
tetes
mata.
Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun
sayangnya
tidak
semua
obat
disediakan
dalam
bentuk
supositoria.
Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat
misalnya
terapi
oksigen.
5.Benar
Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar
Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat
alasannya
Cara
Dalam
dan
dilaporkan.
Penyimpanan
menyimpan
obat
harus
diperhatikan
Obat
tiga
faktor
utama,
yaitu
:
Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau
berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku),
vaksin
tifoid
antara
2
-
10°C,
vaksin
cacar
air
harus
<
5°C.
Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci. Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi
basah
/
Kesalahan
bentuknya
rusak.
Pemberian
Obat
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat
yang
benar
pada
rute
yang
salah.
Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya. Pedoman
KIE
Perawat
kepada
Pasien
atau
Keluarga
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes melitus,
Mengapa Kurang
dan
Pasien
Tidak
pahamnya
Patuh
pasien
lain-lain.
dalam
terhadap
Meminum tujuan
Obatnya pengobatan
? itu.
Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan Sukarnya Mahalnya
dengan memperoleh
obat
tersebut harga
prognosisnya. di
luar
rumah
sakit. obat.
Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas pemberian obat
itu
kepada
pasien.
Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan
KIE
kepada
pasien
maupun
keluarga
tentang
Nama
:
obatnya.
Kegunaan
obat
Jumlah
obat
Jumlah
itu.
untuk
total
dosis
kali
tunggal.
minum
obat.
Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum bersama susu) Untuk Apakah
berapa harus
hari
sampai
obat
habis
atau
Rute Kenali
itu
berhenti
harus
setelah
diminum.
keluhan
menghilang.
pemberian jika
ada
efek
samping
atau
alergi
obat. obat
dan
cara
mengatasinya
Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada terapi obat
tertentu
Cara
penyimpanan
Setelah
obat
Hal-hal
yang
misalnya
obat,
habis
perlu
sedatif,
perlu
apakah
perlu
diperhatikan
dalam
antihistamin.
lemari
es
kontrol
ulang
kolaborasi
atau atau
pemberian
tidak tidak
obat:
Memberikan obat adalah salah satu tanggungjawab sebagai perawat. Kesalahan dalam penghitungan dan pemberian obat seringkali terjadi terutama pada perawat yang kurang berpengalaman, tetapi kita dapat menghindari masalah yang serius dengan mengikuti aturan dasar dalam pemberian obat. Berikut ini ada beberapa hal yang mesti kita lakukan yaitu : Mengetahui
kebijakan
dan
prosedur
Periksa Mengetahui
rumah
sakit
untuk
instruksi prinsip
pemberian
obat. dokter.
enam
benar.
Baca
masing
masing
label
tiga
kali.
Tanyakan kepada pasien / keluarganya (jika pasien tidak sadar) jika ada riwayat alergi terhadap obat-obat
tertentu.
Jangan biarkan adanya gangguan saat menyiapkan obat karena konsentrasi anda mungkin akan terganggu. Jangan berpendapat bahwa bagian farmasi selalu benar, lakukan pemeriksaan ulang terhadap obat
yang
Jangan
pernah
Bila
diterima
memberikan
masih
jangan
yang
ragu,
menuangkan
Selalu
obat
identitas
Periksa
tidak
Kenali
antidot,
label
/
mencampur
cairan pasien
ke
botol.
memberikan
perhitungan
terutama
bila
memberikan
etiket. obat.
dalam
sebelum
ulang
farmasi.
memiliki
jangan
kembali
memeriksa
dari
obat. obat.
obat-obat
inttravena.
Kenali kerja, efek samping dan reaksi balik dari obat sebelum memberikan obat. Selalu mengetahui waktu pemberian yang diharuskan bila memberikan obat-obat intravena. Bila memastikan instruksi dokter, sebaiknya bicarakan hanya dengan dokter yang menuliskan obat
tersebut.
Mencegah
Kesalahan
Waspadalah
terhadap
Waspadalah
selalu
Waspadalah
terhadap
nama
perubahan
mencocokkan
instruksi
Selalu
memastikan
instruksi
kembali
nama
obat
generik
hampir
sama.
penggunaanbanyak
yang
tiba-tiba
yang
dalam
tidak
bila
obat tidak
tablet.
instruksi
jelas
pemberian obat
Obat
yang
terhadap
Selalu
Lihat
Pemberian
yakin
obat-obatan.
dengan secara
dokter. khusus.
sungguh-sungguh.
Jangan menginterpretasikan tulisan tangan yang tidak jelas, yakinkan dengan dokter yang bersangkutan. Berikan
perhatian
khusus
terhadap
pemberian
obat-obatan
Periksa kembali bila pasien mengatakan “saya sudah minum pil saya”
Efek Samping Obat
yang
banyak.
Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran. Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini
Obat yang sering digunakan : Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang non-steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID. Analgesik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama parasetamol dan kodeinpseudoefedrin untuk obat sinus, atau obat antihistamin untuk alergi. dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga turut dijumpai bersama obat pemvasocerut seperti
1. NON STEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID)
Berbagai salicylate dan agen-agen lain yang mirip yang dipakai untuk mengobati penyakit reumatik sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan tanda-tanda dan gejalagejala inflamasi. Obat-obat ini mempunyai efek antipiretik dan analgesik, tetapi sifat-sifat anti inflamasi merekalah yang membuat mereka paling baik dalam menangani gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang dihubungkan dengan intensitas proses inflamasi. Meskipun semua NSAID tidak disetujui oleh FDA untuk semua rentang penyakit reumatik, semuanya mungkin efektif pada atritis rheumatoid, berbagai spondiloartropati
seronegatif (misalnya atritis psoriatis dan atritis yang dikaitkan dengan penyakit usus meradang), osteroartritis, muskuloskeletal terlokalisir (misalnya terkilir dan sakit punggung bawah) dan pirai (kecuali tolmetin yang nampaknya tidak efektif pada pirai). Karena aspirin, permulaan NSAID, mempunyai beberapa efek yang merugikan, banyak NSAID lainnya telah dikembangkan dalam usaha untuk memperbaiki efektifitas dan toksisitasnya.
KIMIA DAN FARMAKOKINETIK
NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.) keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik farmakokinetik yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika NSAID , mereka mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar dari obat ini diserap dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas mereka secara substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism, beberapa oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian melalui enzim P450 kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis). Kenyataanya tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah berkolerasi dengan jumlah sirkulasi enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID berikatan protein tinggi , biasanya dengan albumin.
FARMAKODINAMIKA
Aktivitas anti inflamasi dari NSAID terutama diperantari melalui hambatan biosintesis prostaglandin. Berbagai NSAID mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk hambatan komitaksis, regulasi rendah, produksi interleukin-1, penurunan produksi redaikal bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan kejadian-kejadian intraseluler yang diperantari kalsium. Aspirin secara ireversibel mengasetilasi dan menyekat platelet cyloxigenase., tetapi NSAID yang lain adalah penghambat- penghambat yang reversible. Selektivitas COX-1 versus COX-2 dapat bervariasi dan tidak lengkap bagi bahan-bahan yang lebih lama, tetapi penghambat-penghambat COX-2 yang sangat selektif sekarang bisa di dapat. Dalam pengujian dengan memakai darah utuh manusia, entah mengapa, aspirin, indomethacine, pirixicam, dan
sulindac lebih efektif dalam menghambat COX-1, ibuprofen dan mectofenamate menghambat kedua isozim yang kurang lebih sama. Hambatan sintesis lipoxigenase oleh NSAID yang lebih baru, suatu efek yang di inginkan untuk obat anti inflamasi , adalah terbatas tetapi mungkin lebih besar daripada dengan aspirin. Benoxaprofen, NSAID lain yang lebih baru, diperlihatkan menghambat sintesisi leuxotriene dengan baik tetapi di tarik kembali karena sifat toksiknya. Dari NSAID yang sekarang ini bisa didapat , indomethacine dan diclofanac telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotriene. Kepentingan klinis dari selektivitas COX-2 sekarang ini sedang diselidiki. Keefektifan mungkin tidak terpengruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin dapat di tingkatkan. Gunakan NSAID secara hati-hati pada pasien – pasien dengan riwayat gangguan perdarahan / perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, ginjal , dan cardiofaskuler berat. Sedangkan keamanan NSAID pada kehamilan belum di tetapkan.
A. ASPIRIN
Pemakaian aspirin yang lama dan kemudahan memprolehnya tanpa resep telah menghapus daya tariknya di bandingkan dengan NSAID yang lebih baru. Akan tetapi, aspirin adalah standart ukuran bagi semua agen-agen antiinflamasi, hingga mulai adanya ibuprofen bebas yang seefektif aspirin tetepi lebih aman. Aspirin sekarang kurang dipakai sebagai pengobatan antiinflamasi daripada sebelumnya. Ibuprofen dan naproxen mengikuti aspirin sebagai NSAID bebas di Amerika Serikat. Keduanya memiliki catatan keamanan yang baik hingga baik sekali., dan khusus ibuprofen sekarang merupakan setandart umum terhadap NSAID lain yang dibandingkan.
Farmakokinetika
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin mempunyai pKa 3,5. Sodium salisilat dan aspirin adalah obat antiinflamasi yang sama efektifnya , walaupun aspirin mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh lambung dan usus kecil bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate dalam 1-2 j1m. Aspirin diserap dalam cara yang sama dan dihidrolisis cepat menjadi acetic acid dan salicylate oleh esterase-esterase dalam jaringan dan darah.
Farmakodinamika
1)
Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif kedua isoform COX , tetapi salicylate jauh lebih kurang efektif dalam menghambat kedua isoform. Salicylate yang tidak di asetilasi mungkin bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari catatan diketahui bahwa berbeda dari kebanyakan AINS lainnya, aspirin menghambat COX secara irreversible, dan bahkan dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu, misalnya penghambatan agregasi platelet. Selain mengurangi sintesis mediator-mediator eicosanoid, aspirin juga mempengaruhi mediator-mediator kimia dari sistem kallikrein. Sebagai akibatnya, aspirin menghambat melekatnya granulosit pada vasculature yang rusak, menstabilkan lysosome, dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear danb makrofag ke dalam daerah inflama si.
2)
Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.
3)
Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat, sedangkan suhu badan normal hanya terpengaruh sedidkit. Efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh hambatan kedua COX dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama episode inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan (superfisial) dan disertai keluarnya keringat yang banyak.
4) Efek-efek platelet. Aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin (kira-kira 80 mg sehari) menyebabkan sedikitnya perpanjangan waktu pendarahan, yang menjadi dua kali lipat bila pemberiannya dilanjutkan selama seminggu. Perubahan disebabkan oleh hambatan platelet COX yang irreversible, sehingga efek antiplatelet dari aspirin berlangsung 8-10 hari (umur platelet). Secara umum, aspirin harus dihentikan satu minggu sebelum pembedahan untuk menghindari komplikasi perdarahan.
Pemakaian Klinis
Aspirin adalah salah satu dari obat-obat yang paling sering dipakai untuk meredakan nyeri ringan sampai nyeri sedang yang sebabnya beragam,tetapi tidak efektif untuk nyeri organ dalam, seperti infraktus miokardium atau kolik ginjal atau empedu. Aspirin sering dikombinasikan dengan analgesik ringan lain dal lebih dari 200 produk semacam itu bisa dibeli
tanpa resep. Kombinasi yang lebih mahal ini tidak pernah menunjukkan lebih efektif atau kurang toksik daripada aspirin saja. Aspirin dan NSAID lainnya telah dikombinasikan dengan analgesik opoid untuk meredakan nyeri pada kanker, yang efek antiinflamasi mereka bekerja secara sinergis dengan opoid untuk menungkatkan analgesia.
Dosis
Dosisi analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara umum dipergunakan adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral. Dosis yang lebih besar mungkin memprpanjang efek. Dosisi biasa tersebut bisa di ulang setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam sekali. Dosisi untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi. Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak 50-75 mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya dosi terbagi 3 kali/hari, sesudah makan.
Pemilihan Obat
Aspirin dapat diperoleh dari berbagai macam pabrik, dan meskipun bisa bervariasi dalam tekstur dan penampilan, kandungn aspirin tetap. Tes disintegrasi adalah bagian dari standart resmi, dan sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan antara tablet tersebut memiliki keamanan klinis. Buffered Aspirin yang paling popular tidak mengandung cukup alkali untuk mengurangi iritasi lambung dan tidak ada bukti bahwa preparat yang lebih mahal ini dikaitkan kadar darah yang lebih tinggi atau evektivitas klinis yang lebih besar.
Efek Samping Obat
Pada dosis yang biasa, efek aspirin yang paling berbahaya adalah gangguan lambung. Efek ini bisa dikurangi denggan penyanggaan yang sesuai (menelan aspirin bersamaan dengan makanan diikuti dengan segelas air atau antacid). Dengan dosisi lebih tinggi , pasien-pasien mungkin mengalami salicylism, muntah muntah, tinnitus, pendengaran yang berkurang, dan vertigo yang reversible dengan mengurangi dosis. Dosis salicylate yeng lebih tinggi menyebabkan hiperpne melalui efek langsung pada
medulla batang otak, sedangkan dosis salicylate yang lebih rendah alkalosisi respiratorik mungkin terjadi. Terkadang juga dapat menyebabkan hepatitis ringan dan penurunan filtrasi glomeruli. Pada dosisi harian 2 gr atau kurang, akan menaikan kadar asam urat dalam serum.
Obat – Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru
Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar : 1. Derivat asam propionate 2. Derivat inidol 3. Fenamat 4. Asam pirolalkanoat 5. Derivate Pirazolon 6. Aksikam 7. Asam salisilat
Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin. Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit, basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah terhadap bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan meniadakan vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga : 1. Analgesik 2. Antiinflamasi 3. Antipiretik 4. Menghambat agregasi platelet 5. Menyebabkan iritasi lambung 6. Bersifat nofrotoksik
1. Ibuprofen
Ibuprofen
merupakan
derivate
dari
asam
fenilpropionat.
Pada
dosis
2400
mg,
efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah.
2. Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi) ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik, nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler.
3. Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati. Waktu paro serum 2 jam.
4. Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.
5. Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang lain. Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.
6. Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1
minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya 250 mg.
7. Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari
8. Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta nekrosis hepar dan tubuler ren.
9. Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit.
10. Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 812 jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain
11. Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-2). Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan
perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan sesudah pengobatan.
2. ANALGESIK LAIN
Acethaminophen adalah salah satu obat yang paling penting untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang bilaman efek antiinflamasi tidak diperlukan. Phenacetin, sebuah produk yang dimetabolisme menjadi acetaminophen, lebih toksik daripada metebolit aktifnya dan tidak mempunyai indikasi rasional.
A. ACETAMINOPHEN
Acetaminophen adalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Ia adalah penghambat prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan.
Farmakokinetik
Acetaminophen di berikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan perut, dan konsentrasi daerah puncak biasanya tercapai dalam 30 – 60 menit. Acetaminophen sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian di metabolism oleh enzim mikrosomal hati dan di ubah menjadi sulfat dan glukoronida acetaminophen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang Dari 5 % di ekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif adalah penting dalam dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh acetaminophen adalah 2 – 3 jam dan relative tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal.
Indikasi
Sekalipun ekuifalen dengan aspirin sebagai agen analgesik dan antipiretik yang efektif, acetaminophen berbeda karena sifat antiinflamasinya lemah. Ia tidak mempengaruhi kadar asam urat dan sifat penghambatan platelatnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pada pascapersalinan dan keadaan lain dimana aspirin
efektif sebagai analgesik. Aceteminophen saja adalah terapi yang tidak adekuat untuk inflamasi seperti atritis rheumatoid, sekalipun ia dapat di pakai sebagai tambahan analgesik terhadap terapi anti inflamasi. Untuk analgesik ringan acetaminophen adalah obat yang lebih disukai pada pasien yang alergi terhadap aspirin atau bilaman salicylate tidak bisa di toleransi.
Efek – Efek Yang Tidak Diinginkan
Dalam dosisi terapeutik, sedikit peningkatan enzim – enzim hati kadang – kadang bisa terjadi tanpa adanya ada ikterus : obat ini reversible bila obat dihentikan. Denga dosis yang lebih besar, pusing – pusing, ketegangan, dan disorentasi bisa terlihat. Menelan 15 g acethaminophen bisa fatal, kematian disebabkan oleh hepatotoksisitas yang hebat dengan nekrosis lobules sentral, kadang – kadang dikaitkan dengan nikrosis tubulus ginjal akut.
Dosis
Nyeri akut dan demam bisa di atasi dengan 325 – 500 mg empat kali sehari dan secara proporsional di kurangi untuk anak-anak. Keadaan tunak (steady state) dicapai dalam sehari.
B. PHENACETIN
Phenacetin tidak lagi dipakai di Amerika Serikat dan telah di tarik dari berbagai kombinasi analgesik bebas (OTC) seperti Anacin dan Empirin Compound. Akan tetapi phenacetin masih ada dalam sejumlah analgesik di Amerika Serikat dan masih banyak di pakai di Negara lain. Kaitan antara pemakaian berlebih dari kombinasi analgesik – terutama yang mengandung phenacetin – dan perkembangan kegagalan ginjal telah di ketahui selama hampir 30 tahun. Perkiraan presentase pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang merupakan akibat dari pemakaian analgesik yang salah adalah 5 % hingga 15%. Setelah larangan pemakaian phenacetin dalam analgesik di Finlandia, Skotlandia, dan Canada, Jumlah kasus baru dari nefropati analgesik di Negara-negara tersebut berkurang secara signifikan. CARA MENILAI KEAMANAN OBAT
Dosis obat adalah jumlah atau ukuran yang diharapakan dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Dosis obat harus diberikan pada pasien
untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, kelamin, luas permukaan tubuh, berat penyakit dan keadaan da ya tahan tubuh.
Penggunaan dosis obat dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok, diantaranya: 1. Dosis awal / Loading Dose : dosis awal yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat yang diinginkan di dalam darah dan kemudian untuk selanjutnya dengan dosis perawatan. 2. Dosis pencegahan : jumlah yang dibutuhkan untuk melindungi agar pasien tidak terkena penyakit. 3. Dosis terapi : dosis obat yang digunakan untuk terapi jika pasien sudah terkena penyakit. 4. Dosis lazim : dosis yang secara umum digunakan untuk terapi. 5. Dosis maksimal : dosis obat maksimal yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit, yang bila dosis maksimal dilampaui akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. 6. Dosis letal : dosis yang melebihi dosis terapi dan mengakibatkan efek yang tidak diinginkan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Tujuan dari penetapan dosis obat ini adalah untuk mendapatkan efek terapeutis dari suatu obat. Namun tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan atau meringankan gejalanya. Oleh karena itu, terapi obat dapat dibedakan dalam tiga jenis pengobatan, yaitu : 1. Terapi Kausal, dimana penyebab penyakit ditiadakan, khususnya pemusnahan mikroorganisme yang merugikan. Contoh : obat kemoterapeutika ( gol. Antibiotic, fungisida, obat-obat malaria, dan sebagainya). 2. Terapi Simptomatis, hanya gejala penyakit yang diobati dan diringankan, misalnya kerusakan pada suatu organ atau saraf. Contohnya : analgetik pada rematik, obat hipertensi dan obat jantung. 3. Terapi Substitusi, obat pengganti zat yang lazim dibuat oleh organ yang sakit. Misalnya insulin pada penderita diabetes.
Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Dosis terapeutis adalah takaran dimana obat menghasilkan efek yang diinginkan.
Untuk menilai keamanan dan efek dari suatu obat, makan dilakukan penelitian yang menggunakan binatang percobaan. Yang ditentukan adalah khusus ED50 dan LD50, yaitu dosis yang masing-masing memberikan efek atau yang mematikan 50% dari jumlah binatang.
Indek terapi merupakan perbandingan antara kedua dosis itu, yang merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks terapi semakin aman penggunaan obat tersebut. Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak keamanan (safety margin). Seperti indeks terapi, luas terapi berguna pula sebagai indikasi untuk keamanan obat, terutama untuk obat yang digunakan secara kronis. Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis terapi dan dosis toksiknya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilampaui.
Perhitungan Dosis Maksimal (DM)
1. Berdasarkan Usia: i.
Rumus Young Untuk umur 1-8 tahun dengan rumus : n
x DM
n : umur dalam tahun
n + 12 ii.
Rumus Dilling Untuk umur anak diatas 8 tahun : n
x DM
n : umur dalam tahun
20 iii.
Rumus Fried n
x DM
n : umur bayi dalam bulan
150 2. Berdasarkan berat badan Rumus Clark berat badan dalam kilogram X DM 70 3. Perhitungan Dosis sehari dengan Signature setiap jam
i.
Antibiotik Untuk pemakaian sehari : 24
kali
n : jam
n ii.
Selain Antibiotik Untuk pemakaian sehari : 16 + 1
kali
n : jam
n
Contoh perhitungan Dosis
Bila dalam Resep terdapat lebih dari satu macam obat yang mempunyai kerja bersamaan atau searah, maka harus dibuat dosis maksimum searahnya. Contoh : R/
Atropin sulfas
0,5 mg
Belld. Extr
15 mg
Lactose
q.s
m.f pulv.dtd. no X S.tdd.P.I Pro Tn. Nazaruddin Jawab : Dosis Maksimum Atropin Sulfas : sekali = 1 mg, sehari = 3 mg : 0,5/1 x 100 % = 50 %
Persentase 1 x Persentasi 1 hari
: 3 x 0,5/3 x 100 % = 50 %
Dosis Maksimum Belladona Extract : sekali = 20 mg, sehari = 80 mg Persentase 1 x
: 15/20 x 100 % = 75 %
Persentase 1 hari
: 3 x 15/80 x 100 % = 56,25 %
Dosis gabungan : Sekali
: 50 % + 75 % = 125 % > 100 %
Sehari
: 50 % + 56,25 % = 106,25 % > 100 %
Maka dapat disimpulkan bahwa Dosis Maksimum dilampaui.