BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak Sejak tahun tahun 1996 1996 Deperte Depertemen men Keseha Kesehatan tan bekerja bekerja sama sama dengan dengan WHO meng mengem emba bang ngka kan n pend pendek ekat atan an Mana Manajem jemen en Terp Terpad adu u Bali Balita ta Saki Sakitt (MTB (MTBS) S) di Indo Indone nesia sia.. Kete Keterp rpad adua uan n pelay pelayan anan an tida tidak k hany hanyaa pelay pelayan anan an kurat kuratif if beru berupa pa pengobatan penyakit saja, namun sekaligus pelayanan preventif seperti imunisasi, pemberian vitamin A, menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI serta pelayanan promotif seperti memberikan konseling kepada ibu cara merawat dan mengobati anak sakit di rumah, serta masalah pemberian makan. 1 Sasaran utama penerapan MTBS adalah perawat, bidan atau bidan di desa yang yang menang menangani ani balita balita sakit. sakit. Tentun Tentunya ya dokter dokter puske puskesma smass perlu perlu juga juga terlati terlatih h MTBS MTBS agar agar dapa dapatt mela melaku kukan kan supe superv rvisi isi pene penerap rapan an MTBS MTBS di wilay wilayah ah kerja kerja puskesmas. Dengan pelatihan ini, tenaga kesehatan akan memahami konsep MTBS serta lebih terampil dan termotivasi untuk menggunakan bagan manajemen kasus sebagai standar pelayanan di lini terdepan, utamanya di tingkat pelayanan kesehatan dasar.1 Dalam
penerapan
MTBS,
tenaga
keseh sehata atan
diajark jarkaan
untuk
memperh memperhatik atikan an secara secara cepat cepat semua semua gejala gejala anak anak sakit, sakit, sehing sehingga ga segera segera dapat dapat ditentukan apakah anak dalam keadaan sakit berat dan perlu segera dirujuk. Jika penyakitnya tidak parah, selanjutnya tenaga kesehatan bisa memberi pengobatan sesuai pedoman MTBS. Dalam pedoman MTBS, juga diuraikan cara konseling bagi ibu atau pengasuh anak.1,2 Pedoman MTBS ini sudah sesuai dengan pedoman yang ada dari program program terkait, seperti Pedoman Penanganan Diare, ISPA, Malaria, Pemberian Imunis Imunisasi, asi, Vitami Vitamin n A, dan sebaga sebagainy inya. a. Melalui Melalui MTBS, MTBS, petuga petugass puskes puskesmas mas mengeta mengetahui hui cara menya menyatuka tukan n berbag berbagai ai pedom pedoman an yang yang terpisa terpisah h untuk untuk masing masing-masing masing penyakit, penyakit, kedalam bentuk bentuk proses yang lebih komprehensif komprehensif dan efisien dalam penanganan anak sakit. 1
1
ISPA ISPA masi masih h merup erupak akan an masal asalah ah kese keseha hata tan n yang ang pent pentin ing g kare karena na menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 %-60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. ISPA. Progra Program m pember pemberant antasan asan ISPA ISPA secara secara khusus khusus telah telah dimulai dimulai sejak sejak tahun tahun 1984, 1984, dengan dengan tujuan berupaya berupaya untuk untuk menurunka menurunkan n angka angka kesakitan kesakitan dan kematian kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA. 3
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifik mengidentifikasi asi masalah masalah pada pelaksanaan MTBS di lingkunga lingkungan n kerja Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan MTBS pada ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
b.
Untuk menentukan langkah-langkah yang dapat diambil dalam pemecahan masalah pelaksanaan MTBS pada ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
2
ISPA ISPA masi masih h merup erupak akan an masal asalah ah kese keseha hata tan n yang ang pent pentin ing g kare karena na menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 %-60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. ISPA. Progra Program m pember pemberant antasan asan ISPA ISPA secara secara khusus khusus telah telah dimulai dimulai sejak sejak tahun tahun 1984, 1984, dengan dengan tujuan berupaya berupaya untuk untuk menurunka menurunkan n angka angka kesakitan kesakitan dan kematian kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA. 3
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifik mengidentifikasi asi masalah masalah pada pelaksanaan MTBS di lingkunga lingkungan n kerja Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan MTBS pada ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
b.
Untuk menentukan langkah-langkah yang dapat diambil dalam pemecahan masalah pelaksanaan MTBS pada ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
2.1.1 Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Pada tahun 1996 Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) mulai dikembangkan di Indonesia dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) menangani balita sakit menggunakan suatu algoritme, program ini dapat mengklasifikasi penyakit- penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang diderita oleh balita sakit.4 Manajemen Manajemen Terpadu Terpadu Balita Sakit (MTBS) (MTBS) merupakan merupakan suatu pendekatan pendekatan keterpaduan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preven preventif tif yang yang melipu meliputi ti imunis imunisasi, asi, pember pemberian ian vitami vitamin n A dan konse konselin ling g pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Anak Balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut. 5 2.1.2 Penyiapan Logistik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan MTBS adalah penyiapan obat, alat, formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI). Penyiapan logistik ini perlu direncanakan, karena bila tidak disiapkan dengan baik akan mengganggu kelancaran penerapan MTBS. 5
1) Penyi Penyiapa apan n Obat Obat dan Alat Alat
Sebe Sebelum lum memu memulai lai mene menerap rapka kan n MTBS MTBS,, sebai sebaikn kny ya haru haruss mela melaku kukan kan penilaian dan pengamatan terhadap ketersediaan obat di puskesmas. Secara 3
umum, obat-obat yang digunakan dalam MTBS telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di puskesmas. 5 Pada saat ini, beberapa obat dan alat yang jarang/belum ada dipuskesmas adalah: asam nalidiksat, suntikan kloramfenikol, suntikan Gentamisin, suntikan Kinin, infus set (untuk anak dan bayi) dan manset anak. 5 Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak akan menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat-obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang dibutuhkan bagi anak yang akan dirujuk, sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan kepada institusi tempat rujukan.5
2) Penyiapan Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)
Penyiapan formulir Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan. 5
Langkah-langkah dalam penyiapan formulir MTBS dan KNI: 5 •
Pertama-tama hitung jumlah kunjungan balita sakit perhari dan hitunglah kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.
•
Untuk pencetakan KNI hitunglah sebanyak jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.
•
Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah formulir MTBS dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama.
4
2.1.3 Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan yang menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan. 5 Untuk menerapkan MTBS di fasilitas rawat jalan puskesmas, penyesuaian alur pelayanan mungkin diperlukan untuk memperlancar pelayanan.5 Penyesuaian alur pelayanan balita sakit disusun dengan memahami langkah-langkah tersebut adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap meliputi:5 1) Pendaftaran 2) Pemeriksaan dan konseling 3) Tindakan yang diperlukan (di klinik) 4) Pemberian obat, atau 5) Rujukan, bila diperlukan Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang berbeda. 5
5
Berikut ini adalah model ban berjalan pelayanan MTBS yang diberikan oleh 3 orang petugas puskesmas: 5
GAMBAR 2.1.3 Alur MTBS Pasien Datang
Pendaftaran + Memberi Formulir MTBS + Family Folder
Pemeriksaan: Memeriksa dan membuat klasifikasi identifikasi pengobatan + Konseling: Konseling pemberian obat dirumah Kapan kembali Pemberian makan + Pemberian Kode Diagnosa Dalam SP2TP + Tindakan yang Diperlukan: Pengobatan pra rujukan Imunisasi
Petugas 1 di loket, mengisi formulir MTBS: Identifikasi anak Status kunjungan
Petugas 2 di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak: Pengukuran suhu badan Penimbangan berat badan hingga konseling
Petugas 3 di apotik Pemberian Obat: Memberikan Obat
Rujuk
Pulang
6
2.1.4 Penerapan MTBS di Puskesmas
Dalam memulai penerapan MTBS tidak ada patokan khusus besarnya persentase kunjungan balita sakit yang di tangani dengan pendekatan MTBS. Tiap puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya dalam mengenai seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan dicapai cakupan 100%. Penerapan MTBS di puskesmas secara bertahap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan di tiap puskesmas. 5 Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS adalah sebagai berikut: •
Puskesmas yang memliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita sakit.
•
Puskesmas yang memilki kunjungan balita sakit 11-20 orang perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS.
•
Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS.
2.2 Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA)
2.2.1 Pengertian ISPA
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. 3 Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak
7
berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
6
2.2.2 Penyebab ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasm.7 Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.7
2.2.3 Gejala ISPA
Gejala ISPA biasanya ditandai dengan gejala influenza, batuk, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 derajat celsius dan disertai sesak nafas. Sebagai pertahanan untuk melawan bakteri dan kuman yang masuk ke dalam saluran pernafasan adalah berupa bersin, batuk disertai dahak dan ingus atau lendir yang ke luar dari hidung. 6
2.2.4 Klasifikasi ISPA
Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi penyebab, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut.6
Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada : 6 1. Lokasi Anatomis a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring. 8
b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.
2. Derajat keparahan penyakit WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul. Adapun pembagiannya sebagai berikut: 6 a. ISPA ringan Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut: •
Batuk
•
Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut: •
Pernafasan cepat
•
Wheezing
•
Sakit/keluar cairan dari telinga
•
Bercak kemerahan (campak)
c. ISPA berat Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut: •
Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi
•
Kesadaran menurun
•
Bibir / kulit pucat kebiruan
•
Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat
•
Adanya selaput membran difteri
9
Depkes RI membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu: 6 a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : 1) Pneumonia berat, tanda utama : •
Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
•
Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
•
•
Nafas cuping hidung Sianosis (pucat)
2) Pneumonia (tidak berat), tanda : •
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
•
Disertai nafas cepat: Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan -1
tahun. Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun -5 tahun. 3) Bukan Pneumonia •
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
•
Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2
bulan-1 tahun. Kurang dari 40 kali/menit untuk anak usia 1 tahun-5tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: 6 1) Pneumonia berat •
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin. •
•
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
10
2) Bukan Pneumonia •
Tidak ada nafas cepat.
•
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
2.2.5 Tatalaksana yang tepat sesuai MTBS 1)
Pemeriksaan
Tanyakan:8
•
2)
-
Berapa umur anak?
-
Apakah anak anda dapat minum?
-
Apakah bayi umur < 2 bulan kurang bisa minum?
-
Apakah bayi demam atau panas badan?
-
Apakah anak kejang?
•
Lihat dan dengarkan (Anak harus tenang): 8
-
Hitung napas dalam 1 menit
-
Adakah tarikan dinding dada
-
Adakah terdengar stridor
-
Adakah terdengar wheezing
-
Lihat apakah kesadaran anak menurun
-
Raba apakah ada demam atau dingin
-
Periksa apakah ada tanda-tanda gizi buruk
Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya umur < 2 bulan:
•
-
Kurang bisa minum
-
Kejang
-
Kesadaran menurun
-
Stridor
-
Wheezing
-
Demam atau dingin
11
-
Bayi yang memiliki salah satu tanda bahaya harus segera dirujuk ke sarana rujukan Tanda bahaya umur 2 bulan-5 tahun:
•
-
Tidak bisa minum
-
Kejang
-
Kesadaran menurun
-
Stridor
-
Gizi buruk
-
Anak yang memiliki salah satu tanda bahaya harus segera dirujuk ke sarana rujukan
3)
Klasifikasi penyakit •
Umur kurang 2 bulan
Klasifikasi Tanda
Pneumonia berat - Napas cepat : 60x/menit - Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat
Tindakan
- Kirim segera ke sarana rujukan - Beri antibiotik satu dosis
Bukan pneumonia - Tidak ada napas cepat : < 60x/menit atau - Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat Beri nasehat cara perawatan dirumah: Jaga agar bayi tidak kedinginan Teruskan pemberian ASI dan beri ASI lebih sering Bersihkan hidung bila tersumbat Anjurkan ibu untuk • kembali segera kontrol bila: Keadaan bayi memburuk Napas menjadi cepat Bayi sulit bernapas Bayi sulit menyusui •
12
•
Umur 2 bulan-5 tahun
Klasifikasi Tanda
Pneumonia berat - Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
Pneumonia - Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam - Napas cepat: 2 bln - <12bln : ≥50x/menit 1 thn - < 5 thn : ≥40x/menit
Bukan Pneumonia - Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam - Tidak ada napas cepat
Tindakan
- Segera kirim ke sarana rujukan - Bila jarak sarana rujukan jauh beri antibiotik satu dosis - Bila demam obati - Bila wheezing obati
- Nasihat ibu untuk melakukan tindakan perawatan dirumah - Beri antibiotik selama 5 hari - Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan balita memburuk - Bila demam obati - Bila wheezing obati
- Jika batuk > 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan - Obati penyakit lain bila ada - Nasihat ibu untuk perawatan dirumah - Bila demam obati - Bila wheezing obati
Setelah 2 hari lakukan pemeriksaan kembali
Klasifikasi Tanda
Tindakan
Pneumonia berat Memburuk Tidak dapat minum Ada tarikan dinding dada bagian bawak kedalam Ada tandatanda bahaya Kirim ke sarana rujukan
Pneumonia Tidak berubah
Bukan Pneumonia Membaik Napas nya lebih lambat Panas nya turun Nafsu makan membaik
Ganti antibiotik atau rujuk ke sarana rujukan
Teruskan antibiotik sampai 5 hari
13
4)
Petunjuk Pengobatan a) Pemberian Antibiotik
Kotrimoksazol
•
Dosis antibiotik kotrimoksazol -
Tunjukan kepada ibu cara pemberian antibiotik dirumah 2 kali sehari selama 5 hari
Dosis antibiotik kotrimoksazol Umur Kotrimoksazol 2 kali sehari selama 5 hari tablet dewasa (80 mg trimetopin + 400 mg sulfametoksasol) < 2 bulan 1/8 2 bulan - < 6 bulan 1/4 6 bulan - < 3 tahun 1/2 3 tahun - < 5 tahun 1 Antibiotik pengganti kotrimoksazol •
Amoksilin/Ampisilin Dosis setiap kali pemberian Kapsul tablet 205 mg Sirup 125 mg/ml 1/4 1/2 sendok (2,5 ml)
Umur 2 bulan - < 6 bulan 6 bulan - < 3 tahun
1/2
1 sendok (5 ml)
3 tahun - < 5 tahun
1
2 sendok (10 ml)
Ket : - Ampisilin diberikan 4 kali perhari selama 5 hari - Amoksilin diberikan 3 kali perhari selama 5 hari
•
-
Prokain penisilin
Diberikan
sehari
sekali
selama
5
hari,
dengan
suntikan
intramuskular -
Dosis :
2 bulan - < 6 bulan : 300.000 unit
6 bulan - < 3 tahun : 600.000 unit
14
b)
3 tahun - < 5 tahun : 750.000 unit
Pemgobatan demam
Demam Tinggi Demam Lebih dari 39° C Kurang dari 39° C Berikan paracetamol Nasihat ibu agar memberi cairan Nasihat ibu agar lebih banyak memberi cairan lebih banyak Dosis paracetamol (tablet 500 mg) Pemberian setiap 6 jam = selama 2 hari Umur 2 bulan - < 6 bulan 6 bulan - < 3 tahun 3 tahun - < 5 tahun
Dosis 1/8 tablet 1/4 tablet 1/2 tablet
15
BAB III METODA PENGUMPULAN DATA
3.1
Data yang Dikumpulkan
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat melalui wawancara yang mendalam dengan petugas-petugas Puskesmas Tanjung Pinang untuk memperoleh informasi mengenai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pencatatan dan pelaporan MTBS puskesmas.
3.2 Cara Pengambilan Data
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data sampai data diolah dan dianalisa adalah : 1. Pengumpulan data Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 13 September 2011 sampai 17 September 2011. Semua data mengenai program MTBS diperoleh dari pencatatan dan pelaporan program Perkesmas di tambah dengan data yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan pemegang program MTBS. 2. Pengolahan data Setelah pengumpulan data selesai, data dimasukkan kedalam tabel pencapaian MTBS. Pengolahan data diolah secara manual, jika tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaan MTBS maka itu merupakan masalah. Masalah-masalah tersebut dikumpulkan dan dicari prioritas masalahnya menggunakan metode MCUA dan diambil masalah utama kemudian dicari pemecahan masalahnya dengan metode MIV/C.
16
BAB IV HASIL KEGIATAN PUSKESMAS
4.1 Distribusi Penyakit MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang
Jumlah kunjungan bayi berusia 1 hari sampai 2 bulan pada tahun 2010 adalah 71 bayi, sedangkan untuk jumlah kunjungan bayi berusia 2 bulan sampai 5 tahun pada tahun 2010 adalah 2683 bayi, jadi jumlah keseluruhan kunjungan di MTBS pada tahun 2010 adalah 2754 bayi. 9,10
Tabel 4.1 Kalsifikasi Penyakit MTBS Pada Bayi Berusia 1 hari sampai 2 bulan No 1 2 3 4 5
Klasifikasi Penyakit BB tidak rendah/tidak masalah pemberian ASI Diare tanpa dehidrasi Infeksi bakteri lokal Gangguan nafas BB sangat rendah/masalah pemberi ASI
Jumlah 12 11 10 4 2
Tabel 4.2 Kalsifikasi Penyakit MTBS Pada Bayi Berusia 2 tahun sampai 5 tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Klasifikasi Penyakit Batuk bukan Pneumonia Tidak BGM dan tidak anemia BGM dan atau anemia Diare tanpa dehidrasi Demam mungkin bukan malaria Demam mungkin bukan DBD Demam mungkin malaria Diare dehidrasi ringan/sedang Gizi buruk atau anemia berat Campak
Jumlah 1782 3919 610 422 113 96 85 59 54 26
Dari data tabel diatas diperoleh data, penyakit batuk bukan pneumonia yang paling banyak terjadi yaitu sebanyak 1782 bayi.
17
4.2 Hasil Wawancara dengan Petugas Pemegang Program MTBS
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang bahwa terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan program MTBS antara lain:
1. Pelatihan petugas MTBS Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Menurut petugas yang memegang MTBS, terakhir diadakan pelatihan untuk petugas MTBS yaitu pada tahun 2009, dari tahun 2010 hingga sekarang belum pernah diadakan lagi pelatihan khusus untuk petugas MTBS”
2. Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi : “Menurut petugas MTBS, tidak tersedianya formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang diberikan kepada pasien”
3. Prosedur Pelaksanaan MTBS Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Sebagian pemeriksaan MTBS yang dilakukan tidak semuanya mengikuti standar prosedur operasional MTBS yang lengkap, seperti tidak dilakukannya penggukuran suhu badan.”
4. Penyuluhan MTBS tentang ISPA Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Petugas pemegang MTBS jarang melakukan penyuluhan mengenai ISPA”
18
BAB V MASALAH KESEHATAN
5.1 Identifikasi Masalah
1. Berdasarkan data yang diperoleh, dari jumlah keseluruhan kunjungan di MTBS pada tahun 2010 adalah 2754 bayi, yang paling banyak terjadi adalah penyakit batuk bukan pneumonia yaitu sebanyak 1782 bayi.
2.
Beberapa kendala di MTBS:
1) Kurangnya pelatihan petugas MTBS Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Menurut petugas yang memegang MTBS, terakhir diadakan pelatihan untuk petugas MTBS yaitu pada tahun 2009, dari tahun 2010 hingga sekarang belum pernah diadakan lagi pelatihan khusus untuk petugas MTBS” Penyebab masalah: •
Sangat minimnya dana dari pusat untuk program MTBS.
2) Formulir MTBS dan KNI Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Menurut petugas yang memegang MTBS, tidak adanya formulir MTBS khusus untuk ISPA dan Kartu Nasehat Ibu (KNI)”. Penyebab masalah: •
Sangat minimnya dana untuk formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI).
19
3)
Prosedur Pelaksanaan MTBS
Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Sebagian
pemeriksaan
MTBS yang dilakukan
tidak
semuanya
mengikuti standar prosedur operasional MTBS yang lengkap, seperti tidak dilakukannya penggukuran suhu badan”. Penyebab masalah: •
Kurangnya tenaga terlatih untuk meningkatkan mutu pelayanan di MTBS.
•
Tidak adanya termometer
4) Penyuluhan MTBS tentang ISPA Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi: “Petugas pemegang MTBS jarang melakukan penyuluhan mengenai ISPA” Penyebab masalah: •
Tidak
adanya program
yang mengharuskan diadakannya
penyuluhan.
20
5.2 Prioritas Masalah
Untuk menentukan prioritas masalah pada makalah ini, maka digunakan metode MCUA ( Multiple Criteria Utility Assessment ). Tabel 5.2 MCUA untuk menentukan prioritas masalah No
1.
2. 3.
Kriteria
Bobot
Kurangnya Pelatihan Petugas MTBS N BN 10 40
Pengaruh 5 terhadap kesehatan masyarakat Komitmen 4 7 28 politis Kemampu 3 10 30 an yang dimiliki Jumlah 98 Peringkat 1 Keterangan : Bobot ditentukan (1-5) • • N = nilai (nilai ditentukan 1-10) BN = Bobot x Nilai = Skor •
Formulir Prosedur MTBS & pelaksanaan KNI MTBS N 7
BN 35
4 5
66 4
N
Penyuluhan MTBS tentang ISPA N BN 8 40
9
BN 45
16
5
20
6
24
15
7
21
5
15
86 2
79 3
Dari hasil tabel MCUA diperoleh urutan prioritas masalah pada makalah ini, yaitu : 1. Kurangnya pelatihan petugas MTBS 2.
Prosedur pelaksanaan MTBS
3.
Penyuluhan MTBS tentang ISPA
4. Formulir MTBS dan KNI
21
5.3 Identifikasi Penyebab Masalah
Identifikasi penyebab masalah dengan metode fish bone berdasarkan kerangka pendekatan sistem, seperti gambar di bawah ini: Gambar 5.3 Diagram fish Bone
Manusia
Material atau bahan
Formulir MTBS & Petugas
KNI
Tidak ada
Jarang diadakan pelatihan
Peralatan
Masih kurang Tidak ada bantuan peralatan dari pusat
Sangat Minimny a dana
Kurangnya pelatihan petugas MTBS untuk meningkatkan mutu pelayanan
Dana Pelatihan
Prosedur
Tidak berjalan sesuai prosedur MTBS Kurangnya dana dari pusat
Tidak adanya ketegasan untuk penatalaksanaa n MTBS sesuai prosedur 22
Dana
Proses
Hal yang mendasari timbulnya kesenjangan antara hasil yang diharapkan denga hasil yang nyata dicapai dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk menentukan faktor penyebab masalah dilakukan dengan membuat diagram fish bone dengan menggunakan data yang diperoleh selama satu tahun terakhir. Dalam menganalisis penyebab manajemen secara menyeluruh digunakan pendekatan evaluasi yang meliputi input, proses, output,
serta
envirotment.
Sehingga
dapat
ditelusuri
hal-hal
yang
menyebabkan munculnya permasalahan.
Kemungkinan penyebab masalah adalah : 1. Input Tabel 5.3 Input fish bone Man
Money
Kelebihan Tersedia tenaga kesehatan • di Puskesmas (dokter umum, dokter gigi, bidan dan perawat) Tersedia semua penanggung • jawab di setiap bagian Tersedia tenaga kesehatan • yang mampu membuat pencatatan Puskesmas memiliki cukup dana
Method
Tersedianya SOP untuk MTBS
Machine
•
•
Tersedianya buku laporan MTBS Tersediannya alat dan bahan
Kekurangan Kurangnya tenaga • terlatih untuk meningkatkan mutu pelayanan MTBS Jarang diadakan • pelatihan untuk petugas MTBS
Minimnya anggaran dari pusat untuk MTBS Minimnya dana • untuk pelatihan khusus MTBS Tidak adanya ketegasan untuk penatalaksanaan MTBS sesuai prosedur Tidak tersedia formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu •
•
•
23
untuk MTBS
(KNI) Tidak adanya • termometer
2. Lingkungan •
Tersedianya ruangan MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang.
3. Proses •
Tidak adanya ketegasan untuk penatalaksanaan MTBS sesuai prosedur MTBS yang lengkap.
5.4 Menentukan Penyebab yang Paling Dominan
Dari beberapa akar penyebab, dicari penyebab yang paling dominan artinya dengan menanggulangi penyebab yang paling dominan, sebagian besar masalah sudah dapat dipecahkan. Karena itu dilakukan urutan domain (pentingnya) dengan cara diskusi, adu argumentasi dan justifikasi antar anggota tim pemecah masalah untuk menentukan penyebab yang paling dominan dan dan didapatkan hasil bahwa penyebab yang paling dominan yaitu: Jarang diadakan pelatihan untuk petugas MTBS.
24
BAB VI PEMECAHAN MASALAH PRIORITAS DAN USULAN KEGIATAN UNTUK PEMECAHAN MASALAH
Masalah adalah kesenjangan antara keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai yang menimbulkan rasa tidak puas dan keinginan untuk memecahkannya. Urutan dalam siklus pemecahan masalah antara lain : 1.
Identifikasi atau inventarisasi masalah Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang dicapai, menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja. Kemudian mempelajari keadaan yang keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil pencapaian, yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah ditetapkan.
2.
Penentuan prioritas masalah Menyusun peringkat masalah, lebih baik dilakukan oleh banyak orang dari pada satu orang saja. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain Hanlon, Delbeq, CARL, Pareto dan MCUA.
3.
Penentujuan penyebab masalah Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah hendaknya tidak menyimpang dari masalah tersebut.
4.
Memilih penyebab yang paling mungkin Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi.
5.
Menentukan alternatif pemecahan masalah
25
Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang telah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif pemecahan.
6.
Penetapan masalah terpilih Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, mka dilakukan pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan Hanlon kualitatif untuk menentukan atau memilih pemecahan terbaik.
7.
Penyusunan rencana penerapan Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA ( plan of action atau rencana kegiatan)
8.
Minotoring dan evaluasi Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan. Gambar. 6.0 Siklus Pemecahan Masalah
Identifikasi masalah
Monitoring dan evaluasi
Penyusunan rencana penerapan
Penetapan pemecahan masalah terpilih
Penentuan prioritas masalah
Penentuan penyebab masalah
Memilih penyebab yang paling mungkin
26
Menentukan alternatif pemecahan masalah 6.1. Kemungkinan Penyebab Masalah dan Penyelesainnya
Tabel 6.1 Kemungkinan penyebab masalah dan penyelesaiannya Masalah Jarang diadakannya pelatihan untuk petugas MTBS
Penyebab Minimnya anggaran dari pusat
Alternatif pemecahan masalah Mengajukan usulan kegiatan • ke DINKES seperti wajib diadakannya pelatihan untuk petugas MTBS minimal 1 tahun sekali. Membuat anggaran rencana pelaksanaan kegiatan/POA yang lebih terperinci. •
6.2. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah
Tabel 6.2 MCUA untuk Menentukan Prioritas Pemecahan Masalah No
Kriteria
Cara
Bobot
1.
2. 5 5
Dapat memecahkan masalah dengan sempurna Murah biayanya Mudah dilaksanakan Waktunya singkat Jumlah
Mengajukan usulan kegiatan ke DINKES
Membuat anggaran rencana pelaksanaan kegiatan/POA
5
N 9
NB 45
N 8
NB 40
4 3
7 6
28 18
6 5
24 15
1
5
5
4
4
96
83
27
Dari hasil tabel MCUA di atas diperoleh urutan perioritas cara pemecahan masalah pada makalah ini yaitu •
Mengajukan
usulan
kegiatan
ke
DINKES
seperti
wajib
diadakannya pelatihan untuk petugas MTBS minimal 1 tahun sekali. •
Membuat anggaran rencana pelaksanaan kegiatan/POA yang lebih
terperinci.
28
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1)
Dari data yang ada jumlah keseluruhan kunjungan di MTBS pada tahun 2010 adalah 2754 bayi dan yang menderita penyakit batuk bukan pneumonia yaitu sebanyak 1782 bayi.
2)
Dalam pelaksanaan MTBS pada kasus ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang masih menghadapi beberapa masalah, antara lain jarangnya dilakukannya pelatihan pada petugas MTBS, tidak adanya formulir MTBS dan KNI dan sangat minimnya dana untuk pelaksanaan program MTBS serta peralatan yang masih kurang.
3)
Prioritas utama dan penyebab yang paling dominan dari masalah-masalah MTBS ini adalah kurangnya tenaga terlatih dalam pelaksanaan program MTBS ini karena jarang diadakanya pelatihan untuk petugas MTBS,
4)
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, Puskesmas perlu mengajukan usulan kegiatan ke DINKES salah satunya seperti wajib diadakannya pelatihan untuk petugas MTBS minimal 1 tahun sekali dan membuat anggaran rencana pelaksanaan kegiatan/POA yang lebih terperinci.
29