Makalah Investigasi Teknik Audit versus Teknik Perpajakan (untuk memenuhi tugas mata kuliah Forensiic Accounting and Fraud Examination yang diampu Bapak Lutfi Haris)
disusun oleh :
Maria Meilina Inge Mila Mardia Husna Devi Nugrahani Fajriani Listya Awal
(115020300111115) (115020300111093) (105020307111046) (105020300111069)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 2014
1. Aksioma dalam Investigasi Dalam melakukan investigasi ada beberapa aksioma. Aksioma adalah asumsi dasar yang begitu gamblangnya sehingga tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya.
Tapi
jangan
remehkan
“kegamblangannya”.
Pemeriksa
yang
berpengalaman pun menghadapi kesulitan ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini. Ada tiga aksioma dalam pemeriksaan fraud, yang dibahas berturut-turut dibawah. Ketiga aksioma ini berkenaan dengan sifat fraud yang tersembunyi, pembuktian tentang fraud yang dilakukan secara timbal balik, dan terjadinya fraud semata-mata merupakan kewenangan pengadilan untuk memutuskannya. 1. Fraud Selalu Tersembunyi Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi atau mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank yang dilakukan segerombolan penjahat. Mereka masuk ke lobby bank, menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan manajer bank, minta para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang berharga lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank dengan kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang sedang atau akan bertransaksi. Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang suatu bank besar memfasilitasi “pelanggannya” dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong yang segera menjadi NPL (non-performing loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario. Skenario pertama yang terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker dan pelanggan “terhormat”. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas resmi dari perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan entah berkas apalagi. Dalam scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat kebusukan mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya
penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan yang lain dalam jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga mempunyai nama terhormat, arranger. Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka “professional”) terlihat bersih; karena bagian yang kotor sudah tersembunyi dlam pembungkusan atau packaging yang rapi. Metode pembungkusannnya begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau investigator yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Karena itu pemeriksa fraud atau investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya membuktikan tidakada fraud. Pernyataan yang mengandung risiko yang sangat besar. Fraud tersembunyi (atau lebih tepat,”disembunyikan”), fraud dibungkus rapi. 2. Pembuktian Fraud secara Timbal Balik Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya membuktikan fraud itu terjadi harus ada upaya pembuktian timbale balik atau reverse proof. Kedua sisi fraud (terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat, “proof of fraud must preclude any explanation other than guilt” artinya pembuktian fraud harus mengabaikan setiap penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan. 3. Hanya Pengadilan yang Menetapkan bahwa Fraud Memang Terjadi Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud memang terjadi. Hanya pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika Serikat wewenang itu ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para jury. Diatas dikatakan: pemeriksa Fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya membuktikan tidak ada fraud. Disini harus ditegaskan: pemeriksa fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa pemeriksanya membuktikan adanya fraud. Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah
atau tidaknya seseorang mer upakan dugaan atau bagian dari “teori”, sampai pengadilan memberikan keputusannya.
Metodologi Investigasi
Kemahiran si pemeriksa dalam menguasai konsep keuangan dalam kasus yang dihadapinya dan kemampuannya menarik kesimpulan dari penerapan konsep tersebut (secara benar atau menyimpang) akan membantunya dalam mengungkapkan apakah perbuatan itu merupakan fraud (kejahatan atau pelanggaran) menurut hukum. Yang tidak kalah penting adalah kemahiran si pemeriksa untuk menyampaikan konsepkonsep penting itu secara sederhana, sehingga mudah dicerna oleh hakim yang harus memutus dan jaksa atau pengacara pembela yang harus diyakinkan. Diagram yang menunjukkan arus uang dari hasil kejahatan kepada pelaku yang merupakan otak kejahatan, merupakan contoh dari kemampuan menyajikan sesuatu yang rumit secara sederhana. Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication sebagai berikut: Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung. Predication adalah dasar untuk memulai investigasi. Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya predication yang tepat. Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir dengan suatu litigasi. Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum memiliki bukti yang cukup. Ia baru mempunyai dugaan atas dasar predication yang dijelaskan di atas. Keadaan ini tidak berbeda dengan ilmuwan yang membuat “dugaan” atas dasar pengamatannya terhadap berbagai fakta, kemudian “dugaan” ini diujinya. Seperti hipotesis yang harus diuji oleh seorang ilmuwan, pemeriksa fraud membuat teori tentang bagaimana fraud itu terjadi selanjutnya akan disebut teori fraud. Teori ini tidak lain dari rekaan at au perkiraan yang harus dibuktikan. Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
Analisis data yang tersedia
Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas
Uji atau test hipotesis tersebut
Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.
Investigasi dengan Teknik Audit
Kata “investigasi” dalam akuntansi forensic umumnya berarti audit investigasi atau investgatif (investigative audit). Karena itu secara alamiah, diantara beberapa tehnik investigasi ada tehnik-tehnik yang berasal dari tehnik-tehnik audit ( audit techniques). Banyak auditor
yang sudah berpengalamanpun, merasa ragu untuk terjun
dalam bidang investigasi. Padahal, tehnik-tehnik audit yang mereka kuasai, memadai untuk dipergunakan dalam audit investigasi. Tehnik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan tehnik audit adalah bukti audit. Ada tujuh tehnik, yakni sebagai berikut. Meskipun semua (tujuh) tehnik audit yang disebutkan pembahasan akan berfokus pada reviu analitikal. 1. Memeriksa fisik ( physical examination) Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya. Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu. Kalau kita melakukan kunjungan pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan yang ada, kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja. Kita juga mendengar sesuatu, mungkin sesuatu yang wangi (seperti di pabrik parfum, aromatic, obat, dan lain-lain) atau bahkan bau yang
menyengat
pengolahan
(misalnya
sampah).
Kita
ditempat bisa
penyamakan
kulit
mencicipi,misalnya
atau
dipabrik
tempat yang
menghasilkan makanan. Kita merasa suhu panas atau dingin ditempat kerja. Singkatnya, mengamati adalah menggunakan indera, bisa salah satu atau beberapa indera sekaligus. Dalam kedua tehnik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Dari beberapa contoh dibawah, kita melihat berbagai tingkat pemahaman yang bisa diperoleh dari pengamatan dan pemeriksaan fisik:
Dari kunjungan ke lokasi yang terkena dampak semburan Lumpur panas di Porong, Sidoarjo tahun 2006, investigator menyaksikan sendiri apa yang terjadi dan luasnya musibah. Ini salah satu pemahaman. Investigator mempunyai “bayangan”. Pemahaman ini penting ketika nantinya ia membaca laporan para ahli secara rinci tentang luasnya kerusakan dan besarnya kerugian.
Dari kunjungan ke wilayah yang terkena gempa, para relawan dan petugas dari dinas Sosial dapat menentukan jumlah kilometer jalan, rumah, sekolah, rumah ibadah, kantor, pabrik, dan lain-lain yang rusak. Pemahaman ini lebih dalam dari “bayangan” mengenai intensitas kerugian akibat semburan Lumpur panas tadi. Disini ada data kuantitatif.
2. Meminta konfirmasi (confirmation) Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditan, merupakan prosedur yang biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigasi hal itu perlu dilakukan? Apakah sebaiknya kita tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa tidak mengetahui apa yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan peluang untuk berbohong. Seperti dalam audit juga dalam investigatif, permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat (substantiated) dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan prosedur yang
normal dalam suatu
investigatif. Meminta
konfirmasi
adalah
meminta
pihak
lain
(dari
yang
diinvestigasi) untuk menegaskan kebenaran atau tidak keebenaran suatu informasi. Dalam audit, tehnik ini umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-piutang. Tapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan. 3. Memeriksa dokumen (documentation) Teknik ini tidak memerlukan pembahasan khusus. Tak ada investigasi tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi
dokumen menjadi luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital. 4. Reviu analitikal (analytic review atau analytical review) Dalam reviu analitikal yang penting bukannya perangkat lunaknya, tetapi semangatnya, Pada dasarnya seorang invvestigator secara intuitif terobsesi dengan “sesuatu yang melenceng” dan bahwa “something must be wrong because it ap pears so”. Karena itu ia memerlukan patokan atau benchmark untuk membandingkannya dengan apa yang dihadapinya. Patokan inilah yang dirumuskan Stringer dan Stewart sebagai results that may reasonably be expected . Misalnya kita sedang menginvestigasi suatu bank yang berkewajiban memungut pajak penghasilan atas bunga yang diperoleh nasabahnya. Apakah bank menyetorkan pajak penghasilan ini sesuai ketentuan, baik dalam jumlah maupun waktu penyetoran? Apakah investigasi ini harus dimulai di cabangcabang atau kantor-kantor perwakilan? Menurut reviu analitikal, ti dak. Kita mulai dengan mencocokkan angka-angka agregat. Pertama, kita tentukan jumlah pajak penghasilan yang sudah disetorkan untuk bank secara keseluruhan (Kantor Pusat dan Cabang-cabang), menurut pembukuan bank itu. Selanjutnya, ini adalah hasil perkalian antar tarif pajak (misal 10 %) dengan jumlah bunga yang dibayarkan bank itu kepada kepada para nasabahnya. Perbedaan antara data A dengan data B bisa merupakan perbedaan waktu (timming difference) saja. Yakni, perbedaan antara saat memotong dan saat menyetor pajak penghasilan. Timing difference ini juga mudah dialokasi. Tetapi mungkin juga ada perbedaan yang bersifat tetap (permanent difference) misalnya dalam hal deposan dalam negeri yang mendapat pembebasan pajak penghasilan dan deposan di cabang-cabang luar negeri dimana bank tidak berkewajiban memungut pajak penghasilannya. Perbedaan ini mudah diketahui karena umumnya jumlah deposan dalam negeri yang dibebaskan, tidak banyak. Sedangkan untuk deposan di cabang-cabang diluar negeri, kita mengabaikan seluruh data bunga luar negeri (bagian dari data B semula).
Dengan contoh ini, mari kita saji definisi reviu analitikal diatas: a form of deductive reasoning in which the propriety of the individual details is inferred from evidence of the reasonableness of the aggregate results. Kita harus memulai dari belakang. Pertama, evidence of the reasonableness of the aggregate of the results; ini diperoleh dari data B yang diadjust untuk deposan dalam negeri yang dikecualikan pemungutan pajak penghasilannya dan bunga di cabang-cabang luar negeri. Kedua, a form of deductive reasoning . Di sinin kita membuat deduksi dari data agregat, data global, data menyeluruh, yang dalam hal ini adalah data A dan data B. Deduksi ini berkenaan dengan the proprierty of the individual details. Individual details disini adalah pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan oleh bank secara transaksi demi transaksi, cabang demi cabang, atau mungkin per pejabat bank sesuai dengan kewenangannya. Kita “think ananlytical first”, dan tidak langsung terjun dan menyibukkan diri dengan detailed substantive test. Ada bermacam-macam variasi dari tehnik reviu analitical, namun semuanya didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, dan berusaha menjawab sebabnya tterjadi kesenjangan. Apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan patokannya. 5. Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditan (inquiries of the auditee)
6. Menghitung Kembali (reperformance) Menghitung kembali atau repeform tidak lain dari mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit. Biasanya tugas ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor; seorang junior auditor di kantor akuntan. Dalam investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegoisasi berkali-kali dengan pejabat(atau kabinet) yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.
Beberapa contoh penghitungan kembali semacam itu yang berpotensi triliunan rupiah:
Kasus penyelesaian kewajiban pemegang saham menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor 151/KMK.01/2006 tanggal 16 Maret 2006 mensyaratkan penetapan jumlah kewajiban berdasarkan data terakhir.
Perhitungan cost recovery oleh kontraktor bagi hasil (Production Sharing Contractor). Cost recovery ini sangat besar jumlahnya. Kalau tidak dihitung kembali oleh counterpart PSC atau lembaga pemeriksa independen, cost recovery rawan penyalahgunaan.
Biaya
yang
memberikan
dikeluarkan pelayanan
BUMN umum
yang
mempunyai
(Public
Service
kewajiban Obligation).
Keterlambatan pembayaran PSO mempunyai dampak yang besar terhadap likuiditas BUMN yang bersangkutan.
7. Mengamati (observation)
2. Analytical Review Tujuan utama penerapan Analytical Review adalah untuk mendeteksi kemungkinan adanya akun-akun laporan keuangan yang kewajarannya diragukan (mengevaluasi kelayakan informasi keuangan) serta sebagai langkah awal untuk menentukan luasnya prosedur audit substantif lanjutan yang harus dilakukan. Selain itu, prosedur analytical review juga diperlukan untuk menentukan perlunya penerapan prosedur audit tambahan atas suatu akun laporan keuangan. Beberapa metode Analytical Review yang sering dilakukan Auditor dalam praktek adalah analisa comparative serta analis rasio keuangan. Analisa
comparative
(analisa
perbandingan)
dapat
dilakukan
dengan
cara
membandingkan angka-angka laporan keuangan untuk tahun yang diaudit dengan : 1. angka laporan keuangan periode sebelumnya; 2. anggaran atau forecast (ramalan); 3. data competitor perusahaan; 4. data kegiatan operasional yang relevan.
Analisa ini terutama untuk mendeteksi adanya fluktuasi akun laporan keuangan yang signifikan dan memerlukan prosedur pengujian lebih lanjut. Fluktuasi
Jika analytical review menghasilkan perbedaan nilai yang signifikan, mungkin ada suatu hasil dari perbandingan yang tidak dapat ditolerir dan berpengaruh terhadap tujuan audit. Dalam melaksanakan, auditor mungkin menghadapi hasil atau fluktuasi yang material atas tren (kecenderungan ). Kecuali dalam keadaan yang tidak biasa, ada beberapa fluktuasi atas hubungan dimana auditor perlu melihat lebih mendalam sebelum memutuskan kesesuaiannya dengan tujuan audit. Hal yang paling penting adalah bahwa fluktuasi dapat diterima dan yang tidak normal ditindaklanjuti secara mendalam untuk melihat apakan hal tersebut dapat mengganggu tujuan audit karena tidak dapat ditolerir (intolerable). Tindak lanjut dapat dilakukan dengan
Diskusi masalah dengan manajemen klien. Keterangan dari manajemen harus diverifikasi kecuali keterangan tersebut beralasan dan auditor harus lebih berhati-hati dengan keterangan yang dipaksakan (glib explanations).
Kegiatan analytical review lebih mendalam atau pengujian alternatif seperti sampling, melihat file, dan lain-lain.
Dalam penentuan besarnya perbedaan atau fluktuasi ada yang menggunakan model statistik, namun ada pula yang menggunakan rumus-rumus sederhana misalnya perbedaan yang melebihi : (1) jumlah rupiah tertentu yang telah ditetapkan; (2) suatu persentase tertentu; (3) kombinasi antara keduanya (jumlah rupiah dan persentase). Analisa Rasio yaitu perbandingan antara suatu informasi keuangan dengan informasi keuangan yang lain. Hasil perhitungan ini dapat dianalisa secara individu maupun kelompok, misalnya rasio likuiditas, efisiensi, profitabilitas, solvabilitas. Dengan memperbandingkan
hasil
perhitungan
tersebut
dengan
data
rata-rata
tahun
sebelumnya akan dapat diketahui fluktuasi atau perubahan yang abnormal yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Dalam praktek pemeriksaan, ada kalanya auditor tidak dapat menerapkan prosedur Analytical Review misalnya dalam keadaan tidak tersedianya informasi dan data yang diperlukan. Dalam hal ini, sebagai prosedur alternatif auditor harus memeriksa buku besar dan buku jurnal secara keseluruhan atau bagian yang penting untuk mendeteksi adanya transaksi akuntansi yang tidak umum atau informasi relevan lainnya.
Test of Details of Transactions and Balances
Tests of details dilakukan dengan menerapkan prosedur-prosedur sebagai berikut : 1. Konfirmasi saldo 2. Observasi/Inspeksi 3. Penghitungan Ulang 4. Vouching 5. Rekonsiliasi 6. Account Analysis Konfirmasi
Pengujian ini meliputi mendapatkan bukti langsung yang menguatkan (biasanya tertulis) dari pihak ketiga mengenai ketepatan dari saldo akun, misalnya konfirmasi saldo bank, saldo piutang, saldo hutang dan akun lainnya. Konfirmasi yang diterima dari pihak ketiga selalu dapat dipertimbangkan sebagai bukti yang lebih kuat dibandingkan dengan data dan informasi dari pihak internal perusahaan.
Observasi/Inspeksi
Prosedur
ini
memberikan
bukti
terhadap
eksistensi
harta
berwujud.
Observasi/Inspeksi juga dilaksanakan oleh personil perusahaan bersama dengan partisipasi auditor (misalnya observasi dan penghitungan fisik persediaan) atau inspeksi (misalnya inspeksi fisik surat berharga, penghitungan kas). Penghitungan Ulang
Prosedur penghitungan ulang oleh auditor terhadap kalkulasi yang sebelumnya dilakukan oleh personil perusahaan dimaksudkan untuk membuktikan keakuratan kalkulasi dalam pembukuan perusahaan. Untuk akun-akun tertentu misalnya penghitungan ulang provisi depresiasi aktiva tetap, auditor selain menguji ketepatan matematis dari penghitungan yang dilakukan, juga harus menelaah ketepatan metode depresiasi yang diterapkan perusahaan serta akseptabilitas taksiran umur pemakaian asset yang digunakan dalam kalkukasi. Vouching
Vouching berarti pemeriksaan dokumen dasar yang bertujuan untuk menentukan ketepatan dari suatu transaksi. Langkah-langkah vouching yang harus dilakukan antaranya :
1. Memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Operating Procedure (SOP) 2. Memeriksa dokumen-dokumen terkait 3. Memastikan bahwa transaksi adalah logis dalam keadaan tertentu (misalnya tanggal dokumen termasuk dalam periode yang logis dari tanggal transaksi yang diakui) Prosedur vouching dapat dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang bersumber dari pihak luar yang independen (misalnya faktur dari supplier, rekening koran bank dan lainnya) atau dokumen yang dibuat oleh perusahaan sendiri (misalnya faktur penjualan, laporan alokasi biaya, laporan penerimaan dan lainnya). Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses pengidentifikasian penyebab perbedaan antara dua jumlah yang berhubungan yang salah satunya biasanya adalah saldo akun di pembukuan. Misalnya : rekonsilasi kecocokan saldo rekening koran bank dengan saldo bank di buku besar, rekonsiliasi saldo penjualan di buku besar dengan saldo penjualan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN, dan lainnya. Auditor dalam menentukan kebenaran penyajian laporan keuangan biasanya menggunakanbeberapa jenis tes seperti tes atas transaksi, prosedur penelaahan analitik (Analytical ReviewProcedures) dan tes langsung terhadap saldo perkiraan. Salah satu tes yang digunakan adalah prosedur penelaahan analitik yang merupakan bagian penting dalam proses audit karena membantu auditor dalam menentukan luasnya tes audit lain yang diperlukan. Pada dasarnya apabila prosedur penelaahan analitik yang telah dilakukan, mengungkap adanya beberapakesalahan dalam laporan keuangan maka mungkin diperlukan suatu tes lebih lanjut lagi. Menurut SAS No 56 ( AU 329,02) dan PSA No.22 ( SA Seksi 329) dijelaskan bahwa prosedur analitik merupakan evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan datakeuangan lainnya atau antara data keuangan dengan data non keuangan. (“evaluations of financial information made by a study of plausible relationships among both financial and nonfinancial data”). Di standar ini juga dijelaskan bahwa auditor mencoba untuk mengaitkanberbagai hubungan dan unsur data secara logis. Auditor terlebih dahulu mengembangkan datadata logis yang secara pantas diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditorsehingga auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang auditee dan industri yangmenjadi tempat usaha auditee. Nantinya data-data yang dikembangkan
oleh auditor akan dibandingkan dengan data-data tercatat auditee. Asumsi dasar yang digunakan dalamprosedur ini adalah bahwa hubungan yang masuk akal diantara data diharapkan tetap ada danberlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya sehingga bila hasil perbandinganmenunjukkan adanya perbedaan yang luar biasa, hal tersebut mengindikasikan terjadinyasalah saji atau penyimpangan sedangkan apabila hasil perbandingan menunjukkan perbedaanyang normal maka dapat diartikan bahwa salah saji atau penyimpangan kecil kemungkinanterjadi sehingga pengujian tidak perlu diperluas (PSA No. 22, SA Seksi 329). Proseduranalitik juga dapat dikatakan sebagai tes kelayakan “ test of reasonableness”. Karena membandingkan apa yang diperoleh dengan apa yang diharapkan. Sebagai contoh apabilaauditor ingin mengetahui omzet penjualan suatu perusahaan yang diperiksanya maka auditordapat membandingkan antara biaya komisi dengan penjualan yaitu dengan tarif komisipenjualan yang ditetapkan perusahaan. Review analitikal menekankan pada penalaran, proses berpikirnya. Dengan penalaran yang baik akan membawa pada seorang auditor investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh. Review analitikal didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi. Jika terjadi kesenjangan harus dicari jawabannya apakah karena fraud, kesalahan, atau salah merumuskan standar.
3. Investigatif Dengan Tehnik Perpajakan Investigatif dengan tehnik perpajakan menggunakan dua tehnik yang secara luas dipraktekkan oleh IRS (Internal Revenue Services) di Amerika Serikat. Kedua tehnik investigasi ini digunakan untuk menentukan panghasilan kena pajak (PKP) yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT-nya. Penerapan tehnik-tehnik ini terus berkembang, sehingga menjadi umum digunakan dalam memerangi organized crime. Kedua tehnik investigatif ini adalah Net Worth Method dan Expenditure Method. Keduanya menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana. IRS menggunakannya sebagai bukti tidak langsung (circumstantial evidence). Tehnik
ini menggeser beban pembuktian dari negara/fiskus kepada wajib pajak. Perlindungan hak wajib pajak diperlukan karena pergeseran beban pembuktian tersebut diatas.
NET WORTH METHOD Net worth method diterapkan oleh kantor pajak Amerika Serikat (IRS). Pemakaiannya bisa ditelusuri kembali ke tahun 1931 ketika IRS berhasil menjaring Al(fonso) Capone. Sejak Congress mengundangkan RICO Act pada tahun 1970, penggunaannya diperluas untuk menemukan indikasi illegal income dari organized crime (kejahatan yang diorganisasi seperti Mafia,Triad, dan lain-lain). Net worth method untuk investigasi pajak ingin membuktikan adanya PKP yang belum dilaporkan oleh wajib pajak. Untuk organized crime yang ingin dibuktikan adalah terdapatnya penghasilan yang tidak sah, melawan hukum, atau illegal income.
Net Worth Method untuk Perpajakan Di Amerika Serikat di mana Net Worth Method diterima sebagai cara pembuktian tidak langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban wajib pajak untuk melaporkan semua penghasilannya (sebagaimana didefinisikan oleh undangundangnya) dalam tax returns mereka. Ketentuan serupa juga berlaku di Indonesia di mana wajib pajak diwajibkan penghasilannya secara lengkap dan benar dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan, dalam hal ini SPT PPh). Pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada awal tahun. Ini diperoleh dari pengurangan seluruh assets seseorang dengan seluruh liabilitiesnya. Jadi di awal tahun tertentu,sebutlah Tahun-1, net worth = assets-lialibilities. Hal yang sama dilakukan untuk menentukan net worth Tahun-2. Selanjutnya, net worth Tahun-1 dibandingkan dengan net worth tahun-2. perbandingan ini akan menghasilkan kenaikan net worth (net worth increase) yang
seharusnya sama dengan PKP untuk tahun-2. Karena itu kenaikan net worth ini dibandingkan dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh ta hun-2.
Net Worth Method untuk organized crime Dengan rumus yang hampir sama, kita dapat menentukan illegal income. Seperti disebutkan tadi, di Amerika Serikat metode ini digunakan dalam memerangi organized crime. Di Indonesia pendekatan ini dapat digunakan untuk memerangi korupsi. Ketentuan perundang-undangannya sudah ada, yakni laporan mengenai kekayaan pejabat. Legal income adalah semua penghasilan yang dilaporkan yang bersangkutan. Inilah yang dibandingkan dengan net worth increase (sesudah di-adjust dengan personal expenses) untuk menentukan illegal income.
EXPENDITURE METHOD Sebagaimana halnya dengan Net Worth yang dijelaskan, penerapan Expenditure Method juga dipelopori IRS. Expenditure Method yang merupakan derivasi atau turunan dari net worth method digunakan IRS sejak tahun 1940an. Ketika RICO Act diundangkan dalam tahun 1970, Expenditure Method dimanfaatkan sebagai petunjuk organized crime. Expenditure Method juga merupakan cara pembuktian tidak langsung. Seperti Net Worth Method, Expenditure Method juga dimaksudkan untuk menentukan unreported taxable income. Expenditure Method lebih cocok untuk para wajib pajak yang tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran pengeluaran besar (mewah). Expenditure Method lebih populer dari Net Worth Method, karena Expenditure Method lebih mudah dibuat atau dihitung, dan juga lebih mudah dimengerti oleh orang awam. Mahkamah Agung di Amerika Serikat tidak menetapkan Expenditure Method secara khusus sebagai alat pembuktian, karena Expenditure Method dianggap derivasi atau turunan dari Net Worth Method. Seorang akuntan harusnya mampu menghitung unreported taxable income berdasarkan Net Worth Method akan mengkonversikannya ke Expenditure Method.
Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus perpajakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan: 1. Wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan. 2. Pembukuan dan catatan wajib pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar. 3. Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai. 4. Wajib pajak menyembunyikan pembukuan. 5. Wajib pajak tidak mempunyai assets yang terlihat atau dapat diidentifikasi.
Expenditure Method harusnya digunakan untuk kasus-kasus organized crime apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan: 1. Tersangka kelihatannya tidak membeli asset seperti rumah, tanah, saham, perhiasan, mobil atau kapal mewah, dan seterusnya. 2. Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya diluar kemampuannya. 3.
Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang memberatkan dia adalah para penjahat yang sudah dijatuhi hukuman.
4. Illegal income harus ditentukan untuk menghitung denda (misalnya dalam kejahatan penebangan hutan ilegal), menghitung kerugian negara (dalam kasus korupsi), dan pungutan negara lainnya. Expenditure Method adalah derivasi dari Net Worth Method. Namun, perlakuan terhadap asset dan liabilities-nya berbeda. Misalnya, dalam Net Worth Method penyidik akan mencantumkan saldo akhir kas dan bank. Dalam Expenditure Method, hanya perubahannya yang diambil (kenaikan atau penurunan kas dan bank). Hal yang sama juga berlaku untuk persediaan barang, piutang, utang, dan pinjaman bank. Depresiasi, amortisasi, deplesi, deffered gains, dan semacamnya juga diabaikan dalam Expenditure Method ini sebenarnya merupakan hal yang elementer untuk seorang akuntan.
4. Follow The Money
Dalam penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana kita mengenal adanya pendekatan follow the money dan follow the suspect. Pendekatan follow the money sudah lama dipakai di Amerika Serikat dikenal juga dengan pendekatan pencucian uang. Pendekatan follow the money berupa menemukan uang/harta benda/lekayaan lain yang dapat dijadikan sebagai alat bukti (objek kejahatan) dan sudah barang tentu setelah melalui analisis transaksi keuangan dan dapat diduga bahwa uang tersebut sebagai hasil kejahatan, berbeda halnya dengan pendekatan konvensional yang menitikberatkan pada pencarian pelaku secara langsung setelah ditemukan bukti-bukti permulaan. Dalam setiap tindak pidana setidaknya ada tiga komponen, yaitu pelaku, tindak pidana yang dilakukan, dan hasil tindak pidana. Hasil dan tindak pidana dapat berupa uang atau hartakekayaan lain. Pendekatan follow the money mendahulukan mencari uang atau harta kekayaan hasil tindak kejahatan disbanding dengan mencari pelaku kejahatan. Setelah hasil diperoleh, kemudian dicarilah pelakunya dan tindak pidana dilakukan. Dengan mengikuti aliran dana ini akan da[at diungkap siapa-siapa pelakunya, jenis tindak pidana, serta dimana tempat dan jumlah harta kekayaan disembunyikan Dari aspek kriminologi, pemikiran ini berangkat dari keyakinan bahwa hasil kejahatan merupakan “darah” yang menghidupi kejahatan itu sendiri. Dengan demikian apabila darah itu bisa dideteksi dan dirampas oleh negara kesempatan untuk menurunkan tingkat kejahatan akan semakin tinggi. Hasil kejahatan merupakan “darah” yang menghidupi kejahatan itu sendiri dan sekaligus merupakantitik terlemah dari mata rantai kejahatan. Upaya memotong mata rantai itu, selain lebih mudah dilakukan dengan pendekatan follow the money juga akan menghilangkan motivasi para pelakunya untuk mengulangi kembali kejahatan karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya menjadi terhalang atau sulit dil akukan. Beberapa keunggulan pendekatan follow the money adalah : 1. Pendekatan ini memprioritaskan untuk mengejar hasil kejahatan, bukan pelaku kejahatan sehingga bisa dilakukan secara diam-diam, lebih mudah dan risiko lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan pelaku yang kerap memiliki potensi melakukan perlawanan 2.Pendekatan ini mengejar hasil kejahatan yang nantinya dibawa ke depan proses hokum dan disita untuk negara karena pelaku tidak memiliki hak untuk menikmati harata hasil kejahatan yang diperoleh dengan cara yang tidak sah. Dengan disitanya
hasil tindak kejahatan ini motivasi seseorang melakukan tindak pidana untuk mencari harta menjadi berkurang atau hilang. 3. Harta atau uang merupakan tulang punggung organisasi kejahatan. Mengejar dan menyita hasil kejahatan akan memperlemag mereka sehingga tidak membahayakan kepentingan umum. 4. Terdapat pengecualian ketentuan kerahasiaanbank atau rahasia lainnya sejak pelaporan transaksi oleh penyedia jasa keuangan (PJK) sampai pemeriksaan selanjutnya oleh penegak hokum. Hal ini akan dapat mengungkap oknum-oknum atau pelaku yang menjadi dalang maupun menerima hasil uang hasil kejahatan money laundering dengan cara melihat keadaan keuangan dan transaksi keuangannya