Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
INOVASI DETEKTOR IODIUM DENGAN METODE POTENSIOMETRI Laily Aulia Agustina, Prima Kharisma Indra Yahya, Kadek Windy Hapsari Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK
Konse Konsentr ntrasi asi ion iodat iodat dapat dapat diten ditentuk tukan an seca secara ra poten potensio siome metri tri deng dengan an mengg menggun unaka akan n elek elektro troda da perak perak-pe -perak rak iodat iodat (Ag/A (Ag/A gIO gIO 3). Elekt Elektrod roda a Ag/AgI Ag/AgIO O3 dapat dapat dibuat dibuat denga dengan n melapis melapisii kawat kawat perak perak dengan dengan perak perak iodat iodat (AgIO (AgIO 3). Pelapisa Pelapisan n tersebu tersebutt dapat dapat dilakuk dilakukan an dengan dengan mengele mengelektro ktrolisis lisis kawat kawat perak perak dalam dalam larutan larutan iodat. iodat. Lama Lama elektro elektrolisi lisiss merupak merupakan an salah salah satu satu faktor faktor yang yang dapat dapat mempeng mempengaruh aruhii karakter karakteristik istik elektrod elektroda. a. Telah Telah dilakuk dilakukan an penelitian mengenai pengaruh lama elektrolisis terhadap karakteristik elektroda Ag/AgIO 3. Elektrolisis dilakukan pada potensial 0,75 hingga 0,85 volt selama 15, 20, 25, 30 dan 35 menit. Karakteristik elektroda dipelajari dengan mengukur besarnya potensial sel dengan elektroda elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda elektroda pembanding. pembanding. Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa karakteristik karakteristik elektroda Ag/AgIO Ag/AgIO 3 dipengar dipengaruhi uhi oleh lama elektrol elektrolisis isis.. Lama elektrol elektrolisis isis optim optimum um untuk untuk pemb pembuat uatan an elekt elektrod roda a Ag/AgI Ag/AgIO3 O3 adalah adalah 30 menit menit.. Elekt Elektrod roda a terse tersebut but mempuny mempunyai ai harga harga bilangan bilangan Nernst 51,6 mV/dekade mV/dekade dan waktu waktu respon respon 4 menit. menit. Kisaran Kisaran -3 -1 konsent konsentrasi rasi iodat yang yang dapat dapat diukur diukur adalah adalah 10 M hingga 4.10 M dan batas deteksi deteksi -4 sebesar 7,94.10 M. Kata kunci : Potensiometri, Potensiometri, elektrolisis, elektroda Ag/AgIO 3 PENDAHULUAN Iodium sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses sintesis hormon tiroid (Mannar dan dan Dunn Dunn,, 1995 1995). ). Keku Kekura rang ngan an iodi iodium um meny menyeb ebab abka kan n timb timbul ulny nyaa peny penyak akit it gond gondok ok,, pertumb pertumbuhan uhan kerdil, kerdil, kelainan kelainan saraf saraf otak, otak, keterbel keterbelaka akanga ngan n mental mental (idiot), (idiot), daya pikir/IQ pikir/IQ rendah serta menurunnya kemampuan fisik. Sedangkan konsumsi iodium yang berlebihan menyeb nyebaabkan kan giga igantis tisme yaitu itu pert pertum umb buha uhan tubu ubuh yang ang tid tidak ter terkendali dali (Djokomoeldjanto, 1993). Kebutuhan iodium yang dianjurkan untuk anak-anak di bawah umur 9 tahun sebesar 50-120 µg, untuk umur antara 10–59 tahun sebesar 150 ìg dan untuk usia di atas 60 tahun sebesar sebesar ±25 µ g (Muhilal dan Hardiansyah, Hardiansyah, 1998). Salah Salah satu upaya yang yang telah telah ditempu ditempuh h untuk untuk memenu memenuhi hi kebutuhan kebutuhan iodium bagi bagi tub tubuh sec secara berk berkeelanju anjuta tan n adalah lah dengan ngan progr ogram iod iodinis inisaasi garam dapur pur (Djokomoeldjanto, 1993). Iodium dalam garam dapur berupa senyawa kalium iodat (KIO 3) dengan dengan kadar kadar 3 0–80 0–80 ppm. Untuk menduk mendukung ung program program tersebut tersebut maka maka perlu perlu dilakuk dilakukan an analisis kadar ion iodat dalam garam dapur. Dengan demikian, kadar iodat di dalamnya dapat dipantau dan diharapkan sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Mengingat garam dapur mempunyai kadar iodat yang sangat kecil, maka diperlukan suatu suatu metode metode analisi analisiss yang yang mempuny mempunyai ai kepekaan kepekaan tinggi. tinggi. Beberapa Beberapa metode metode yang yang telah dike dikemb mban angk gkan an untu untuk k pene penent ntua uan n kada kadarr ioda iodatt anta antara ra lain lain meto metode de titr titras asi, i, meto metode de spektrof spektrofotom otometri etri (Silva, (Silva, et al., 1997)) dan dan meto metode de Flow al., 1997 Flow Injec Injectio tion n Analy Analysis sis (FIA) (Choe (Choeng ngch chan an,, 2002) 2002).. Namun, Namun, metod metodee yang yang sudah sudah diseb disebutk utkan an di atas atas masih masih memi memilik likii beberapa kelemahan. Untuk metode titrasi dibutuhkan sampel yang cukup besar yaitu 20-50 g, seda sedang ngka kan n untu untuk k meto metode de spek spektr trof ofot otom omet etri ri dan dan FIA FIA dala dalam m anali nalisa sany nyaa masi masih h membutuhkan membutuhkan pereaksi tambahan tambahan serta masih dibutuhkan waktu yang cukup lama (Silva, et
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
al., 1997 dan Choengchan, 2002). Metode lain yang mungkin dapat dikembangkan untuk penentuan iodat adalah metode potensiometri menggunakan elektroda ion selektif untuk iodat, dengan batas deteksi -6 mencapai 10 M. Keuntungan lain metode ini adalah analisisnya mudah dan sederhana untuk dilakukan, volume sampel yang dibutuhkan minimum, yaitu antara 0,05 sampai 1,00 ml serta tidak diperlukannya perlakuan pendahuluan (Camman, 1979). Dalam metode potensiometri, dipelajari hubungan antara potensial sel terhadap aktivitas ion dalam larutan. Potensiometri merupakan salah satu metode analisis yang didasarkan pada reaksi reduksi oksidasi dengan pengukuran beda potensial suatu elektrokimia (sel galvanik) dalam larutan elektrolit pada saat aliran arus dari luar sama dengan nol, yang dapat dinyatakan sebagai hubungan antara potensial sel yang terukur dengan aktivitas ion yang akan ditentukan, sesuai dengan persamaan Nernst : aoksidasi
0,0592 0
Esel = E
sel
-
log
a reduksi
Berdasarkan alasan di atas, maka perlu dilakukan perancangan elektroda selektif terhadap ion iodat, yakni elektroda Ag/AgIO 3. Elektroda ini merupakan elektroda model kawat terlapis yang dibuat dengan melapisi kawat perak (Ag) dengan AgIO 3 secara elektrolisis. Elektroda tersebut merupakan elektroda indikator logam jenis kedua dengan elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding. Apabila elektroda Ag/AgCl dicelupkan dalam larutan klorida, maka persamaan potensial dalam sistem tersebut adalah (Sawyer dan Roberts, 1974): a
-
EAg/AgCl = 0,222 – 0,0592 log ( Cl )
(1)
Jika elektroda pembanding menggunakan elektroda Ag/AgCl pada larutan KCl dengan aktivitas ion klorida 1 M maka harga potensial elektroda Ag/AgCl adalah 0,222 volt. Apabila elektroda Ag/AgIO 3 dicelupkan dalam larutan iodat, maka besarnya potensial elektroda Ag/AgIO3 dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Strobel dan Heineman, 1989): EAgIO3 /Ag = 0,354 – 0,0592 log(aIO3-)
(2)
Pada potensiometri, pengukuran potensial sel dihitung berdasarkan beda potensial antara dua elektroda, elektroda indikator dan elektroda pembanding. Dengan demikian, potensial sel dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Strobel dan Heineman, 1989): Esel = Ek – Ea = Eind - Eref
(3)
Sehingga besarnya potensial sel untuk penentuan iodat dengan menggunakan elektroda Ag/AgIO3 sebagai elektroda indikator dan elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding adalah:
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
Esel = 0,132 - 0,0592 log (aIO3-)
(4)
Sifat fisik elektroda sangat ditentukan oleh kondisi elektrolisis pada saat pembuatan elektroda, yang meliputi lama elektrolisis, arus/potensial, konsentrasi dan volume larutan elektrolit yang digunakan. Dari keempat faktor tersebut, yang paling berperan adalah lama elektrolisis (Bard dan Faulkner, 1980). Semakin lama elektrolisis maka kepekaan elektroda akan semakin meningkat. Akan tetapi, apabila waktu elektrolisis terlalu lama dapat menyebabkan lapisan elektroda terlalu tebal sehingga mengakibatkan penurunan kepekaan dan peningkatan waktu respon (Adeloju, et al., 1998). Berdasarkan hal tersebut, maka studi pengaruh lama elektrolisis pada pembuatan elektroda Ag/AgIO3 terhadap karakteristik elektroda Ag/AgIO3 perlu dilakukan . Diketahui beberapa parameter yang menunjukkan karakteristik suatu elektroda yaitu kisaran konsentrasi pengukuran. Suatu elektroda yang baik diharapkan memiliki kisaran konsentrasi yang lebar (Wang, 1994). Parameter kedua yaitu waktu respon elektroda yang merupakan waktu yang diperlukan elektroda untuk merespon suatu ion, mulai awal dicelupkan dalam larutan hingga diperoleh potensial sel tetap. Semakin cepat suatu elektroda memberikan potensial tetap, semakin baik elektroda tersebut (Evans, 1991). Parameter ketiga adalah batas deteksi yang menunjukkan batas konsentrasi terendah yang dapat direspon oleh elektroda, dan parameter terakhir adalah kepekaan pengukuran elektrode terhadap suatu ion tertentu yang dapat dilihat dari harga bilangan Nernst (Bailey, 1983). Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penulisan makalah ini untuk mempelajari pengaruh lama elektrolisis pada pembuatan elektroda Ag/AgIO 3 terhadap kisaran konsentrasi, waktu respon, batas deteksi dan kepekaan pengukuran sebagai karakteristik suatu elektroda. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan utama, pertama proses pembuatan elektroda Ag/AgIO3 dilakukan dengan mengelektrolisis kawat Ag dalam larutan KIO 3 jenuh 0,42 M. Tahap kedua dilakukan karakterisasi elektroda Ag/AgIO3 yang meliputi beberapa parameter yaitu: kisaran konsentrasi, waktu respon, batas deteksi dan kepekaan pengukuran. Untuk menentukan kisaran konsentrasi iodat, digunakan elektroda Ag/AgIO 3 dengan lama elektrolisis 30 menit. Untuk mempelajari pengaruh lama elektrolisis dilakukan pengukuran potensial sel untuk konsentrasi iodat antara 4.10 -1 hingga 10-6 M dengan menggunakan elektroda Ag/AgIO3 hasil elektrolisis selama 15, 20, 25, 30 dan 35 menit. Pengaruh lama elektrolisis terhadap waktu respon dipelajari dengan menentukan waktu rata-rata setiap elektroda untuk memberikan potensial tetap. Waktu respon rata-rata dapat diketahui dari kurva hubungan antara waktu pengukuran terhadap potensial sel larutan iodat dengan konsentrasi 4.10-1 sampai 10-3 M. Batas deteksi dari elektroda AgIO 3 dapat diketahui dengan menentukan titik potong dua buah garis yang menyinggung kurva hubungan potensial sel terhadap pIO 3 pada daerah linier dan nonlinier.
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Elektroda Kerja Ag/AgIO3 Elektroda Ag/AgIO3 dibuat dengan cara melapisi permukaan kawat Ag dengan garam AgIO3. Dalam hal ini, kawat Ag bertindak sebagai katoda maupun anoda. Selama + elektrolisis, terjadi migrasi ion kalium (K ) menuju katoda dan ion iodat (IO 3 ) menuju anoda. Di katoda terjadi reduksi air menghasilkan gas H 2, yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung udara di sekitar kutub negatif (katoda). Agar dapat terjadi proses elektrolisis, maka perlu adanya energi dari luar yang mendorong terjadinya reaksi, yaitu dengan cara memberikan potensial sumber arus luar. Besarnya potensial yang diterapkan harus melebihi potensial dekomposisi dari sistem. Secara teoritis, besarnya potensial minimal yang harus diterapkan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Eapp= Eanoda - E katoda Dengan memasukkan harga Ksp AgIO3 dan konsentrasi iodat, maka persamaan di atas dapat dituliskan: - 2
Eapp = 1,2024 + 0,0296 log (pH 2 . [OH ] )
(9)
Berdasarkan persamaan (9) dapat dilihat, jika tekanan gas H 2 yang dihasilkan (pH 2) 1 atm dan [OH-] dalam larutan adalah 1 M, maka besarnya potensial minimal yang harus diterapkan adalah 1,2024 volt. Akan tetapi, pada penelitian ini dipastikan bahwa pH 2 kurang dari 1 atm dan [OH ] kurang dari 1 M, sehingga potensial yang digunakan adalah lebih kecil dari 1,2024 volt, yaitu 0,75 hingga 0,85 volt. Apabila potensial yang diterapkan kurang dari 0,75 V maka tidak terbentuk lapisan AgIO3 pada permukaan anoda. Sedangkan, jika potensial yang digunakan lebih dari 0,85 V, maka selain terjadi oksidasi kawat Ag menjadi ion Ag +, juga dapat terjadi oksidasi molekul + H2O menjadi gas O 2. Selanjutnya, ion Ag yang dihasilkan dapat bereaksi dengan O 2 membentuk lapisan Ag2O yang berwarna hitam pada permukaan anoda. Karakterisasi Elektroda Ag/AgIO3 Penentuan Kisaran Konsentrasi Pengukuran Persamaan Nernst menyatakan hubungan linier antara –log [IO 3 ] dengan beda potensial yang terukur. Walaupun demikian, hubungan yang linier tersebut hanya dapat terpenuhi pada kisaran konsentrasi tertentu, tergantung pada kepekaan elektroda. Berdasarkan data hasil pengukuran potensial sel dari berbagai konsentrasi larutan iodat dibuat kurva hubungan antara pIO3 terhadap potensial sel. (Gambar 1) Pada kisaran -1 -3 konsentrasi 4.10 hingga 10 M terdapat hubungan linier antara perubahan pIO 3 terhadap perubahan potensial sel dengan memberikan gradien kemiringan positif.
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
Gambar 1. Kurva hubungan antara –log [IO 3 -] terhadap potensial sel untuk elektroda Ag/AgIO3 hasil elektrolisis selama 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa harga potensial sel sebanding dengan harga pIO 3 dan berbanding terbalik dengan logaritma konsentrasi iodat. Dengan demikian, pada kisaran konsentrasi tersebut, fenomena di atas mengikuti persamaan Nernst yang menyatakan bahwa semakin kecil konsentrasi iodat maka harga pIO 3 akan semakin besar dan potensial sel yang dihasilkan akan meningkat. Pada (Gambar 1), juga dapat dilihat bahwa pada konsentrasi ion iodat yang lebih -3 kecil dari 10 M hubungan antara potensial sel terhadap pIO 3 sudah tidak memenuhi persamaan Nernst. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pada kisaran konsentrasi tersebut, jumlah AgIO 3 pada permukaan elektroda tidak mampu untuk merespon perbedaan konsentrasi iodat dalam larutan. Pada elektroda Ag/AgIO 3 hasil elektrolisis selama 15, 20, 25 dan 35 menit mempunyai kisaran konsentrasi yang sama dengan elektroda Ag/AgIO 3 hasil elektrolisis 30 menit, yaitu antara 4.10 -1 hingga 10-3 M. Dengan demikian dapat diketahui bahwa lama elektrolisis tidak berpengaruh terhadap kisaran konsentrasi pengukuran. Pengaruh Waktu Elektrolisis Terhadap Kepekaan Elektroda Ag/A gIO3 Kepekaan elektroda Ag/AgIO3 ditentukan dari harga kemiringan kurva hubungan potensial sel terhadap pIO 3 pada daerah linier. Pada (Gambar 2), lama elektrolisis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya potensial sel yang terukur, tetapi berpengaruh pada harga bilangan Nernst.
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
Gambar 2. Kurva hubungan pIO 3 pada daerah kisaran konsentrasi terhadap potensial sel dengan berbagai waktu elektrolisis. Untuk setiap elektroda Ag/AgIO 3 dengan lama elektrolisis berbeda akan memberikan harga bilangan Nernst yang berbeda. Hubungan antara lama elektrolisis terhadap harga bilangan Nernst, disajikan pada (Gambar 3). Harga bilangan Nernst meningkat dengan penambahan lama elektrolisis dan mencapai maksimum pada lama elektrolisis 30 menit. Sedangkan pada lama elektrolisis di atas 30 menit, harga bilangan Nernst mengalami penurunan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin lama elektrolisis maka AgIO3 yang terendapkan di permukaan elektroda akan semakin banyak, sehingga permukaan elektroda semakin rapat Dengan demikian, elektroda akan lebih peka terhadap perubahan konsentrasi ion iodat. Dari gambar 3 juga dapat dilihat bahwa pada lama elektrolisis 15 hingga 30 menit, peningkatan harga bilangan Nernst semakin kecil. Pada perubahan lama elektrolisis dari 15 ke 20 menit diperoleh peningkatan harga bilangan Nernst sebesar 4,4 mV/dekade. Pada perubahan lama elektrolisis dari 20 ke 25 menit diperoleh peningkatan harga bilangan Nernst sebesar 2,0 mV/dekade. Dan pada perubahan lama elektrolisis dari 25 ke 30 menit, harga bilangan Nernst meningkat 0,1 mV/dekade. Hal ini disebabkan semakin lama elektrolisis, arus yang mengalir dalam sel elektrolisis semakin kecil. Akibatnya pada setiap selang waktu 5 menit, peningkatan jumlah AgIO3 yang terendapkan juga semakin kecil. Oleh karena itu, peningkatan kepekaan elektroda semakin menurun. Pada perubahan lama elektrolisis dari 15 ke 20 menit, permukaan kawat Ag belum terlalu rapat dan arus yang mengalir masih tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan jumlah AgIO 3 yang cukup besar. Oleh sebab itu, pada selang waktu tersebut diperoleh peningkatan harga bilangan Nernst paling tajam.
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
Gambar 3. Kurva hubungan antara lama elektrolisis terhadap bilangan Nernst Penurunan harga bilangan Nernst pada lama elektrolsis 35 menit terjadi karena kerapatan AgIO3 pada permukaan kawat Ag terlalu tinggi. Akibatnya, semua ion iodat yang berada pada batas antara permukaan elektroda Ag/AgIO 3 dan larutan, langsung diteruskan ke batas antara permukaan kawat Ag dan lapisan AgIO 3 sehingga seolah-olah tidak ada perbedaan potensial antara keduanya. Didapatkan bahwa waktu elektrolisis optimum untuk pembuatan elektroda Ag/AgIO3 adalah 30 menit dengan harga bilangan Nernst paling mendekati teoritis yaitu sebesar 51,6 mV/dekade. Pengaruh Lama Elektrolisis Terhadap Waktu Respon Lama elektrolisis pada pembuatan elektroda Ag/AgIO 3 dapat berpengaruh terhadap waktu respon, karena lama elektrolisis akan mempengaruhi ketebalan lapisan AgIO3 yang dihasilkan. Semakin tebal lapisan AgIO3 pada permukaan kawat Ag akan memperbesar jarak antara dua batas antar fasa, yaitu jarak batas antara larutan dengan permukaan lapisan elektroda dan batas antara permukaan lapisan elektroda dengan permukaan kawat Ag. Berdasarkan (Gambar 4), pada menit keempat, setiap konsentrasi iodat telah memberikan potensial tetap. Gejala ini ditemukan pada semua elektroda Ag/AgIO 3 yang dipelajari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini, lama elektrolisis tidak berpengaruh terhadap waktu respon. Hal ini disebabkan dalam elektrolisis hambatan dari larutan cukup besar karena konsentrasi larutan KIO 3 yang digunakan cukup rendah, sehingga arus yang mengalir sangat kecil. Selain itu, berdasarkan tinjauan teoritis, selama elektrolisis, arus mengalami penurunan secara terus-menerus dengan bertambahnya waktu. Akibatnya, meskipun terjadi peningkatan jumlah AgIO 3 dengan bertambahnya lama elektrolisis akan tetapi dalam selang waktu 5 menit, peningkatan tersebut tidak menyebabkan peningkatan ketebalan lapisan AgIO 3 secara signifikan. Sehingga, lamanya proses transfer muatan pada elektroda tidak mempunyai perbedaan yang berarti.
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
Gambar 4. Kurva hubungan antara waktu pengukuran dengan potensial sel Penentuan Batas Deteksi Dalam pengukuran potensial sel, agar diperoleh data yang kuantitatif maka konsentrasi ion iodat yang digunakan harus lebih besar daripada batas deteksi. Berdasarkan (Gambar 5), diperoleh harga –log konsentrasi batas deteksi sebesar 3,10.
Gambar 5. Model grafik untuk penentuan batas deteksi elektroda Ag/AgIO 3 dengan lama elektrolisis 30 menit Dengan demikian, nilai batas deteksi untuk elektroda Ag/AgIO 3 hasil elektrolisis 30 -4 menit adalah 7,94.10 M. Dengan cara yang sama, dapat diketahui batas deteksi untuk setiap elektroda yang dipelajari, sehingga dapat diketahui bahwa nilai batas deteksi untuk kelima elektroda Ag/AgIO3 tidak berbeda secara nyata. Berdasarkan harga bilangan Nernst, terlihat bahwa elektroda Ag/AgIO3 yang paling baik memiliki nilai batas deteksi sebesar 7,94.10-4 M.
Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya, Malang, 2006
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lama elektrolisis pada saat pembuatan elektroda Ag/AgIO3 tidak berpengaruh terhadap waktu respon, limit deteksi dan kisaran konsentrasi iodat. Lama elektrolisis hanya berpengaruh terhadap kepekaan elektroda Ag/AgIO3 yang dinyatakan dengan besaran bilangan Nernst. Pada kisaran lama elektrolisis 15 hingga 20 menit, kepekaan elektroda akan meningkat seiring dengan penambahan lama elektrolisis. Untuk elektrolisis yang lebih lama, yaitu di atas 30 menit, kepekaan elektroda menurun. Lama elektrolisis optimum untuk pembuatan elektroda Ag/AgIO 3 adalah 30 -4 menit dengan harga bilangan Nernst 51,6 mV/dekade dan batas deteksi sebesar 7,94.10 M. Dari hasil karakterisasi disimpulkan bahwa elektroda Ag/AgIO 3 yang diperoleh, relatif cukup peka terhadap ion iodat dengan kisaran konsentrasi antara 4.10 -1 M hingga 10-3 M dan waktu respon rata-rata 4 menit DAFTAR PUSTAKA Adeloju, S.B. Young, T.M. Jagner, D. and Batley, G.E. (1998). ‘Anodic stripping potentiometric determination of antimony on a combined electrode’, Analyst, vol.123, no.3, pp. 1871-1874 Bailey, P.L. (1983). Analysis with Ion Selective Electrode, Heyden & Sons Ltd., London, pp. 20-24 Bard, A.J. and Faulkner, L.R. (1980). Electrochemical Methods: Fundamentals and Application, John Willey & Sons, New York, pp. 370-370 Camman, K. (1979). Working with Ion Selective Electrodes, Chemical Laboratory Prectice, Springer-Verlag, New York, pp. 23 Choengchan, N. (2002). Simple Flow Injection System for Coloric Determination of Iodate in Iodized Salt, http://www.st.mahidol.ac.th , diakses tanggal 4 September 2004 Djokomoeldjanto, R. (1993). Hipotiroidi di Daerah Defisiensi Iodium, Kumpulan Naskah Simposium GAKI, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 35-46 Evans, A. (1991). Potentiometric and Ion Selective Electrodes, John Willey & Sons, New York, pp. 51 Mannar, M.G.V. and Dunn, T. (1995). Choice and Dosage of Iodine Compound for Salt Iodization, http://www.ajur.uni.edu, diakses tanggal 4 September 2004 Muhilal. Jalal. dan Hardiansyah. (1998). Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan, Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VI, LIPI, Jakarta Sawyer, D.T. and Roberts, J.L. (1974). Experimental Electrochemistry for Chemist, John Willey & Sons, New York, pp. 39-44