HUKUM SUMBER DAYA DAYA ALAM
HUKUM SUMBER DAYA DAYA ALAM ALAM A.
Pendahuluan
Sumberdaya alam merupakan karunia dan amanah dari Tuhan Yang Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu sumber daya alam wajib dikelola secara bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara berdaya guna berhasil guna dan berkelanjutan bagi sebesar!besarnya sebesar!besarnya kemakmuran rakyat baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. "etersediaan sumberdaya alam baik hayati maupun non!hayati non!hayati sangat terbatas oleh karena itu pemanfaatannya baik sebagai modal alam maupun komoditas harus dilakukan secara bijaksana sesuai dengan karakteristiknya. Sejalan dengan #asal $$ ayat %$& 'ndang!'ndang (asar )*+, yang menentukan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar!besarnya kemakmuran rakyat maka pengelolaan sumberdaya alam harus berorientasi kepada konser-asi sumberdaya alam %natural %natural resource oriented) untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam dengan menggunakan pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu. Namun kenyataannya kenyataannya apa yang diidealkan dan dan diharapkan sebagaimana uraian di atas adalah jauh dari harapan, telah terjadi banyak kerusakan atas SDA kita, yang ternyata persoalan pokok dari sumber daya alam (dan (dan lingkungan hidup) yang yang terjadi selama ini justru dipicu oleh persoalan Hukum dan Kebijakan aas sumber Da!a Alam tersebut. Oleh karenanya dengan melihat kondisi di atas Hukum Sumber Daya Alam sebagai bagian dari Hukum Tata Tata uang dan Sumber Daya Alam, di mana hal ini sebagai mata kuliah baru di di lingkungan !akultas Hukum "ni#ersitas $idya %ama, yang pada dasarnya merupakan materi kuliah yang mempelajari persoalan&persoalan hukum yang berkaitan dengan atau tentang sumber daya alam adalah menjadi hal yang penting untuk dipahami dan dipelajari guna memahami persoalan& persoalan hukum yang mun'ul dan melingkupi sumber daya alam di ndonesia.
B" #silah dan Pen$erian stilah Sumber Daya Alam sendiri se'ara yuridis dapat ditemukan di Keeapan MPR R# %omor #&'MPR R#'())) enan$ *aris+$aris Besar Haluan %e$ara ,ahun ()))+-../ , khususnya ab * Arah +ebijakan Hurup H Sumber daya Alam dan ingkungan Hidup angka -, yang menyatakan /0endayagunakan sumber da!a alam untuk sebesar&besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian 1ungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang&undang2.
Demikian juga pada ketentuan ketentuan Keeapan MPR R# %omor #0'MPR'-..( enan$ Pembaruan A$raria dan Pen$elolaan Sumber da!a Alam , khususnya 3asal 4 yang menyatakan /0enugaskan kepada De5an 3er5akilan akyat bersama 3residen 3residen epublik ndonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pen$elolaan sumber da!a alam serta men'abut,mengubah dan6atau mengganti semua undang&undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan dengan +etetapan ini.2
A.
Sedang pengertian Sumber Daya Alam (SDA) sendiri se'ara yuridis 'ukup sulit ditemukan, namun kita dapat meminjam pengertian SDA ini dari "" 3engelolaan SDA yang memberikan batasan6pengertian sebagai berikut 1Sumber da!a alam adalah semua benda2 da!a2 keadaan2 3un$si alam2 dan makhluk hidup2 !an$ merupakan hasil proses alamiah2 baik ha!ai maupun non ha!ai2 erbarukan maupun idak erbarukan4 Demikian juga halnya dengan istilah dan pengertian Hukum Sumber Daya Alam sendiri ternyata 'ukup sulit untuk men'ari hal tersebut. Se'ara yuridis kita dapat menemukan istilah Hukum Sumber Daya Alam (yang dapat kita interpretasikan se'ara bebas) adalah di Undan$+undan$ %omor 56 ,ahun -... enan$ An$$aran Pendapaan dan Belanja %e$ara ,ahun An$$aran -..( Rencana Pemban$unan ,ahunan 7REPE,A8 ,ahun -..( , khususnya ampiran ab * idang Sumber daya Alam dan ingkungan Hidup utir *.7.-. 3rogram 3enataan +elembagaan dan Pene$akan Hukum Pen$elolaan Sumber da!a Alam dan 3elestarian ingkungan Hidup, yang menyatakan /+egiatan pokok program ini dalam tahun 7889 adalah (9):::::.; (7)::::: ; (<) 3enyusunan undan$+undan$ sumber da!a alam berikut perangkat peraturannya; (-) :::: dan seterusnya2. Namun demikian penjelasan dan pengertian atas istilah Hukum Sumber Daya Alam pada "" No. <=67888 tersebut juga belum memberikan pemahaman yang tuntas.
a. b. '. d. e.
3enjelasan yang agak 'ukup gamblang dapat kita pahami dari Sundari angkuti, yang menyatakan /3ada pengelolaan lingkungan kita berhadapan dengan hukum sebagai sarana pemenuhan kepentingan. erdasarkan kepentingan&kepentingan lingkungan yang berma'am&ma'am dapat dibedakan bagian&bagian hukum lingkungan Hukum en'ana ( Ramperenrecht); Hukum +esehatan ingkungan ( Milieuhygienerecht); Hukum tentang Sumber Da!a Alam (Recht betreffende natuurlijke rijkdommen ) atau Hukum +onser#asi (Natural Resources Law ); Hukum tentang Pemba$ian Pemakaian Ruan$ (Recht betreffende de verdeling van het ruimtegebruik) atau Hukum Tata uang; Hukum 3erlindungan ingkungan ( Milieu beschermingsrecht)2 Dari penjelasan itu tampak bah5a sebetulnya Hukum SDA merupakan bagian dari Hukum ingkungan, menurut angkuti Hukum ingkungan menyangkut penetapan nilai&nilai (waardenbeoordelen), yaitu nilai&nilai yang sedang berlaku dan nilai&nilai yang diharapkan diberlakukan di masa mendatang serta dapat disebut /hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup2. Dengan demikian Hukum ingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan mahluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat dikenankan sanksi. Apabila hal tersebut kemudian kita kaitkan dengan persoalan SDA maka Hukum Sumber Daya Alam adalah Hukum yang merupakan bagian dari Hukum ingkungan yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan mahluk hidup lainnya dalam hal soal SDA, yang apabila dilanggar dapat dikenankan sanksi.
9. 7. <. -. =. 4.
9" B#DA%*+B#DA%* SDA DA% KELEMBA*AA% PE%*EL:LAA% idang&bidang yang terkait dan melingkupi persoalan Sumber Daya Alam di ndonesia antara lain adalah idang Agraria yang telah diatur oleh "" No. = Tahun 9>48 tentang 3eraturan Dasar 3okok&3okok Agraria; idang 3ertambangan yang telah diatur oleh "" No. 99 Tahun 9>4? tentang 3ertambangan; idang 3engairan yang telah diatur oleh "" No. ? Tahun 788- tentang Sumber Daya Air; idang 3erikanan yang telah diatur oleh "" No. <9 Tahun 788- tentang 3erikanan; idang +onser#asi Sumber Daya Alam dan @kosistemnya yang telah diatur oleh "" No. = Tahun 9>>8 tentang +onser#asi Sumber Daya Alam Hayati dan @kosistemnya; idang +ehutanan yang telah diatur oleh "" No. -9 Tahun 9>>> tentang +ehutanan.
0asing&masing bidang itu se'ara kelembagaan dikelola oleh lembaga&lembaga sektoral yang berada di lingkup departemen yang menangananinya diantaranya adalah Departemen Dalam Negeri
melalui adan 3ertanahan; Departemen 3ertambangan dan @nergi; Departemen 3ekerjaan "mum; Departemen 3erikanan dan +elautan; dan Departemen +ehutanan. 3adahal idealnya kelembagaan yang mengatur soal SDA tidak diatur dan dikelola se'ara sektoral namun dikelola se'ara terpadu di ba5ah koordinasi lembaga yang memang ber5enang untuk itu. Adapun lembaga yang dimaksudkan adalah +ementerian ingkungan Hidup (0enteri ingkungan Hidup). Hal ini sebagaimana amanat yang diatur di dalam "". No 7<69>>? 3asal B 99. (+enyataannya sampai hari ini persoalan SDA masih se'ara sektoral, oleh karena itu kemudian sekarang sedang diupayakan bah5a SDA dikelola se'ara terpadu dan diatur tidak lagi se'ara sektoral. D3D sedang menggondok "" 3engelolaan SDA yang mengatur SDA se'ara terpadu).
D" K:%D#S# EMP#R#K SDA #%D:%ES#A Sumber daya alam (SDA) selain dapat dikategorikan dalam bentuk modal alam (natural resour'es sto'k) seperti daerah aliran sungai, danau, ka5asan lindung, pesisir dan lain&lain. Cuga dalam bentuk 1aktor produksi atau komoditas seperti kayu, rotan, air, mineral, ikan, dan lain&lain. "paya pelestarian kedua kategori SDA tersebut sangat ditentukan oleh daya dukungnya, karena memiliki keterbatasan untuk menghasilkan komoditas se'ara berkelanjutan. Selain itu, SDA dapat dikategorisasi menjadi SDA yang terbarukan dan tidak terbarukan, sehingga peman1aatan SDA perlu ada perlakuan yang berbeda sesuai dengan karakteristiknya.
ndonesia memiliki kekayaan SDA yang melimpah. Di sektor kelautan dan perikanan, total garis pantai men'apai 9 ribu km. Total perairan darat seluas 8.== juta km persegi, sedangkan total perairan laut seluas =, juta km persegi. 3otensi maksimum perikanan laut sebesar 4,? sampai ?,? juta metrik ton sedangkan untuk perikanan darat sebesar <,4 juta metrik ton dan baru dapat diman1aatkan sebesar <8 . Terumbu karang di ndonesia mengandung lebih dari ?8 genus dan merupakan salah satu negara yang mempunyai keragaman karang ( coral) paling tinggi di dunia. Di sektor pertambangan, ndonesia memiliki sumber daya mineral yang 'ukup besar seperti emas, tembaga, perak, nikel, batubara, bauksit dan sebagainya. Saat ini ndonesia merupakan salah satu produsen emas, tembaga dan batubara terpenting di dunia. 3roduksi batubara ndonesia yang pada a5al tahun 9>?8&an kurang dari 9 juta ton per tahun, pada akhir tahun 9>>8&an telah men'apai kurang lebih 8 juta ton per tahun. 3roduksi pertambangan yang lain seperti emas, tembaga, dan nikel juga meningkat dengan tajam. Dengan demikian, pertumbuhan produksi di bidang pertambangan merupakan sektor yang tertinggi dari seluruh industri primer dalam lima tahun terakhir. +egiatan pertambangan yang dilakukan se'ara besar&besaran telah mengubah bentang alam yang selain merusak tanah juga menghilangkan #egetasi yang berada di atasnya. ahan&lahan bekas pertambangan membentuk kubangan&kubangan raksasa, sehingga hamparan tanah menjadi gersang dan bersi1at asam akibat limbah tailing dan batuan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambang&an. Dalam kurun 5aktu tiga dekade sejarah pertambangan banyak di5arnai kon1lik dengan masyarakat lokal karena ketidakpuasan unsur&unsur masyarakat di daerah. Salah satu penyebabnya adalah sistem perijinan pertambangan yang dikelola se'ara tersentralisasi, sehingga men'iptakan ketidakadilan bagi masyarakat adat6lokal. 0anajemen pertambangan yang sentralistis juga menimbulkan benturan kepentingan antara pertambangan dengan sektor lain. $ilayah pertambangan yang diberikan kepada para in#estor melalui sistem kontrak karya (++) sebagian besar terletak dalam ka5asan hutan lindung atau bahkan dalam ka5asan taman nasional, sehingga menimbulkan kerusakan ka5asan hutan dan taman nasional. Dalam kondisi krisis, pemerintah mengharapkan eksport pertambangan di pasar global akan menambah pendapatan negara dan menstabilkan nilai tukar asing serta mengontrol de1isit. Namun dari pengelolaan pertambangan di ndonesia saat ini, akan sukar untuk mengandalkan industri pertambangan yang eksis saat ini. 3eningkatan pendapatan negara hanya akan terjadi jika industri yang ada saat ini meningkatkan produksi atau pro1it. Artinya, akan terjadi berbagai implikasi yang terkait dengan lingkungan. 3eningkatan akti1itas pertambangan tentunya akan menambah kerusakan lingkungan yang sudah terjadi sebelumnya akibat eksploitasi pertambangan yang berlebihan. 3ertambangan skala ke'il hanya akan memberi input pen'emaran lingkungan
dibandingkan hasilnya. +esulitan monitoring dan lemahnya pengaturan untuk pertambangan skala ke'il ini akan memper'epat kerusakan lingkungan. Selain itu juga dengan adanya pemotongan budget di setiap departemen akan berimplikasi pada monitoring akti1itas pertambangan serta penegakan hukum yang mengabaikan aspek lingkungan. "ntuk sumber daya hutan, hutan tropis ndonesia sejak tahun 9>4? telah dieksploitasi untuk meningkatkan pendapatan dan menghasilkan de#isa negara, sehingga laju kerusakan hutan di ndonesia men'apai 9, juta hektar per tahunnya. +a5asan hutan yang sudah ditebang oleh para pemegang H3H mengalami kerusakan men'apai == atau hampir men'apai 7< juta hektar. Selain itu, kerusakan hutan juga terjadi di ka5asan hutan konser#asi, sehingga ndonesia yang dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia, yaitu 98 ribu jenis tumbuh& tumbuhan, 9=88 jenis burung, =88 jenis mamalia, 79 jenis reptil, 4= jenis ikan air ta5ar, pada satu dekade terakhir ini teran'am semakin punah. +ebakaran hutan tahun 9>>?&9>> akibat pembukaan lahan (kon#ersi hutan) untuk perkebunan besar kelapa sa5it dengan 'ara bakar, men'apai hampir = ha luas hutan dengan kerugian ekonomi sebesar "S E milyar. Di Sumatra, total penurunan luas ka5asan hutan dari 7< juta ha menjadi 94 juta ha di mana Sumatera Selatan dan Cambi ter'atat sebagai 5ilayah yang ter'epat penurunan luas hutannya. Di +alimantan, total penurunan luas ka5asan hutan dari -8 juta ha menjadi <8 juta ha, di mana +alimantan Timur memiliki tingkat kon#ersi hutan tertinggi. Sedangkan di Sula5esi laju penurunan luas hutan tergolong rendah, namun lebih karena kon#ersi hutan sudah dilakukan pada pertengahan tahun 9>8&an. Dari < pulau, yaitu Sumatera, +alimantan dan Sula5esi, dari kurang lebih 4> juta ha luas hutan, saat ini hanya sekitar =? juta ha. Artinya terjadi pengurangan ka5asan hutan lebih dari 97 juta ha. 0enurut $orld ank (7888), jika pengelolaan sumber daya hutan tidak berubah, maka Sumatra akan kehilangan hutannya pada tahun 788= dan +alimantan 7898. +ondisi kehutanan semakin memprihatinkan, ketika ditemukan bah5a dari "SE=9.= milyar utang s5asta, ternyata "SE-.9 milyar adalah utang industri kehutanan, dimana "SE7.? milyar masuk ke dalam kelas nonperforming. Di sektor perikanan, hampir ?8 terumbu karang mengalami rusak berat akibat endapan erosi, pengambilan batu karang, penangkapan ikan dengan menggunakan bom atau ra'un, dan pen'emaran laut oleh limbah industri. Dari total hutan mangro#e seluas < juta hektar, hanya terdapat <4 yang hidup dalam kondisi baik. Sedangkan sisanya telah mengalami kerusakan yang serius akibat penebangan untuk kayu bakar dan telah dikon#ersi menjadi tambak. Di ba5ah "" No. 77 Tahun 9>>>, 0enteri +ehutanan dilanjutkan ke5enangannya untuk mengelola seluruh ka5asan lindung seperti taman nasional, 'agar alam, suaka margasat5a dan ka5asan buru. 3emerintah daerah dilibatkan dalam alokasi dan pengelolaan ka5asan hutan lainnya, seperti daerah resapan air dan perlindungan hutan, hutan produksi dan ka5asan lindung terbatas untuk konser#asi, seperi taman hutan raya dan taman 5isata. anyak ka5asan lindung men'akup 5ilayah yang sangat luas, seperti TN. orentF luasnya 7,= juta hektar, hampir 48 men'akup 5ilayah administrasi satu kabupaten. Dengan adanya desentralisasi, maka tanggung ja5ab pemeliharaan ka5asan lindung tersebut ada pada pemerintah daerah. 3ersoalan di pemerintah daerah adalah menambah anggaran bagi biaya operasional ka5asan tersebut. +egiatan peman1aatan dan pengelolaan sumber daya alam yang dilaksanakan sejauh ini belum didasarkan pada prinsip keadilan, keberlanjutan dan demokrasi, karena lebih diorientasikan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sehingga kurang memperhatikan kaidah&kaidah keadilan, pelestarian, konser#asi, dan keberlanjutan 1ungsi sumber daya alam. 3ersoalan lainnya adalah limbah industri dan limbah domestik (rumah tangga) serta penggunaan pestisida yang tidak terkendali telah menimbulkan pen'emaran hampir seluruh sungai di ndonesia, terutama di 3ulau Ca5a. 0enurut hasil penelitian yang dilakukan CGA, ternyata ?< sumur penduduk telah terkontaminasi oleh Fat kimia amoniak yang bersumber dari limbah industri. Tingkat konsentrasi pen'emaran kimia juga terhitung tinggi di sebagian besar sumur penduduk, karena sekitar 9< dari sumur&sumur penduduk yang diperiksa di 5ilayah Cakarta Selatan
mengandung Fat kimia jenis merkuri, yang berasal dari bakteri 'oli dan amoniak dari limbah tinja, organo chloride dan organo phospor yang berasal dari pupuk kimia, detergen, pestisida, limbah bahan bera'un dan berbahaya (<) dari industri. +ondisi lingkungan seperti ini juga menyebabkan sebagian besar air sungai di 3ulau Ca5a menjadi tidak layak lagi diproses dan diproduksi menjadi air minum. Hasil p emantauan A3@DA terhadap kualitas air sungai memperlihatkan sebanyak 7=&=8 dari polutan yang men'emari air sungai ternyata berasal dari industri&industri yang membuang limbahnya ke sungai. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 7,7 juta ton limbah < telah dibuang ke sungai&sungai di 5ilayah Cakarta dan Ca5a arat. Sampai satu dekade ke depan, perekonomian ndonesia masih akan tergantung pada sektor sumber daya alam, seperti hutan, tambang, perikanan, dll yang tentunya akan menjadi peluang maupun risiko. Dalam situasi krisis ekonomi dan ketidakpastian politik serta banyaknya pelanggaran hukum, risiko yang mungkin terjadi dengan adanya desentralisasi di bidang sumber daya alam akan memper'epat penurunan kualitas lingkungan. Dengan adanya ke5enangan baru yang diberikan kepada pemerintah daerah maka ke'enderungannya pemerintah daerah mengabaikan atau akan lebih intensi1 meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa melihat keseimbangan dan keamanan lingkungan. +urangnya kapasitas teknis pengelolaan serta ketidakberpihakan pada kebutuhan masyarakat lokal akan akses sumber daya alam, kemungkinan besar akan mengakibatkan hilangnya sumber daya alam dan kerusakan dalam jangka panjang dan mungkin juga tidak dapat dipulihkan bagi kebutuhan dasar akan sumber daya alam daerah tersebut.
9.
7.
<.
-.
=.
erbagai kerusakan sumber daya alam dan pen'emaran lingkungan hidup sebagaimana diuraikan di atas selain dipi'u oleh kebijakan peman1aatan sumber daya alam yang ber'orak sentralistik, juga karena pendekatan yang digunakan bersi1at sektoral. +ebijakan 3emerintah yang ber'orak sentralistik dan pendekatan yang bersi1at sektoral dalam pengelolaan sumber daya alam pada pokoknya memiliki kelemahan&kelemahan mendasar sebagai berikut Orientasi produksi komoditas bersi1at spesi1ik di setiap sektor (misalnya kayu dalam kehutanan, padi dalam pertanian). 3ola ini tidak menghargai peran SDA sebagai 1ungsi publik misalnya hutan yang menjadi bagian penentuan kualitas dan keberlanjutan daerah aliran sungai. Semakin rendah keragaman pangan menyebabkan semakin rendah keamanan pangan. Se'ara inheren, pendekatan sektoral merupakan pendekatan reduksionis sehingga memiliki 'a'at b a5aan karena ukuran kinerja pembangunan dirumuskan se'ara parsial. Dalam kondisi yang demikian, seandainya setiap sektor berhasil pun berbagai kebutuhan publik yang diperlukan seperti aspek lingkungan hidup, kebutuhan antar generasi, dan lain&lain. tidak akan mampu terpenuhi. 3er5ujudan e1isiensi ekonomi lebih menonjol daripada euity yang berakibat minimnya perhatian terhadap penyelesaian masalah&masalah tenurial! terjadinya kesenjangan penyediaan in1rastruktur ekonomi antar 5ilayah dan antar desa kota, dan rendahnya perhatian terhadap berbagai dampak negati1 pembangunan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. Terdapat ke'enderungan bah5a pelaksanaan otonomi daerah merupakan replikasi dari pendekatan sektor di daerah dengan orientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah. Di sisi lain, pemerintah pusat yang memegang 1ungsi&1ungsi pengendalian dengan kriteria, standar, dan pedoman yang ditetapkan se'ara sentralistik akan kehilangan si1at komprehensi1, apabila 1ungsi&1ungsi pengendalian tersebut didasarkan pada kepentingan masing&masing sektor. 3ola ini makin diperburuk oleh kondisi di mana tidak terdapat departemen yang mengkoordinasikan peman1aatan dan pengelolaan sumber daya alam, sehingga setiap departemen berjalan sesuai dengan #isi sektoralnya masing&masing tanpa memperhatikan dan memperhitungkan pelestarian dan keberlanjutan 1ungsi sumber daya alam. +ebijakan hukum pengelolaan sumber daya alam yang ber'orak sentralistik seperti yang digunakan sampai saat ini selain tidak memberikan perlindungan bagi kelestarian dan keberlanjutan 1ungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup, juga kurang memberi ruang bagi akses, kepentingan, dan hak&hak masyarakat adat atas penguasaan, peman1aatan, dan pengelolaan sumber daya alam. mplikasi dari kondisi&kondisi seperti diuraikan di atas dari segi politis telah mengabaikan 1akta pluralisme hukum dalam pengelolaan sumber daya alam; dari segi ekonomi menghilangkan sumber&sumber kehidupan masyarakat adat; dari segi kehidupan sosial&budaya se'ara nyata telah merusak sistem pengetahuan, teknologi, institusi, tradisi, dan religi masyarakat adat; dan se'ara ekologi telah menimbulkan degradasi kuantitas maupun kualitas sumber daya alam; sehingga
kemudian selain mun'ul kon1lik&kon1lik penguasaan dan peman1aatan sumber daya alam, juga terjadi proses pemiskinan struktural dalam kehidupan masyarakat lokal.
E" KA;#A% HUKUM ,E%,%A* PE%*EL:LAA% SDA< PERA,URA% PER+UUYA%* BERKA#,A% DE%*A% SDA
Sebagaimana yang telah disinggung di atas undang&undang yang berkaitan dengan sumber daya alam pada pokoknya adalah (9) "ndang&undang Nomor = tahun 9>48 tentang 3eraturan Dasar 3okok&3okok Agraria; (7) "ndang&undang Nomor 99 tahun 9>4? tentang +etentuan 3okok 3ertambangan; (<) "ndang&undang Nomor ? tahun 788- tentang 3engairan; (-) "ndang&undang Nomor tahun 788- tentang 3erikanan; (=) "ndang&undang Nomor = tahun 9>>8 tentang +onser#asi Sumber daya Alam Hayati dan @kosistemnya; (4) "ndang&undang Nomor -9 tahun 9>>> tentang +ehutanan.
3ada bagian ini berbagai undang&undang tersebut dikaji untuk melihat bagaimana pengaturan pada aspek&aspek keberlanjutan, perlindungan pada masyarakat adat, partisipasi publik, daya penegakan hukum, hubungan negara dengan sumber daya alam, sinkronisasi dengan perundang&undangan lain, penghormatan hak asasi manusia, desentralisasi, dan kelembagaan. (" Undan$+undan$ %omor 6 ,ahun ()=. enan$ Perauran Dasar Pokok+Pokok A$raria 7UUPA8 ""3A adalah produk hukum nasional pertama yang mengatur tentang sumber daya alam. ""3A mengartikan sumber daya alam (agraria) sebagai bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 3asal 9 ayat (7) menyatakan bah5a "seluruh bumi! air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik #ndonesia! sebagai karunia $uhan %M& adalah bumi! air dan ruang angkasa bangsa #ndonesia dan merupakan kekayaan nasional'.
erkaitan dengan 'akupan agraria ini, maka mun'ul pertanyaan apakah sumber daya alam yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu harus dipandang sebagai kesatuan ekologi yang utuh dan saling terkait (ekosistem), atau dapat dipandang sebagai jenis&jenis sumber daya alam yang bisa dikuasai dan dikelola se'ara terpisah Dalam hubungan ini, ""3A memang tidak se'ara tegas membahas mengenai keutuhan dan salingterkaitan antara sumber daya alam ini, namun pengaturan tentang penguasaan tanah memberikan ja5aban pada pertanyaan itu. 3asal - ayat (7) ""3A menyatakan bah5a hak&hak atas tanah memberikan 5e5enang untuk mempergunakan tanah, tubuh bumi, air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dan dalam batas&batas yang diatur oleh undang&undang. ""3A lebih banyak mengatur tentang dasar&dasar penguasaan sumber daya alam. Hanya ada satu pasal yang mengatur tentang pengalokasian peman1aatan sumber daya alam. 3asal 9- yang menjadi dasar bagi peren'anaan pengalokasian dan peman1aatan sumber daya alam menyatakan bah5a peren'anaan peman1ataan sumber daya alam dilakukan untuk keperluan negara, peribadatan, pusat kehidupan sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan produksi pertanian, peternakan, perikanan serta pengembangan industri, transmigrasi, dan pertambangan. Sementara itu, berkaitan dengan kelestarian pengelolaan sumber daya alam, ""3A hanya menyebutkan di 3asal 9= bah5a "memelihara tanah! termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiaptiap orang! badan hukum! atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu! dengan memperhatikan pihak yang ekonominya lemah.'
Namun demikian, selama tiga dekade terakhir ini kebijakan pertanahan selama pemerintahan orde baru yang ber'orak sentralistik telah menimbulkan dampak bagi sumber daya alam, terutama degradasi kualitas tanah pertanian yang banyak dialih1ungsikan menjadi areal perumahan me5ah ( real estate ), ka5asan industri, dan bahkan menjadi komoditi untuk in#estasi dan spekulasi para pemilik modal yang mengakibatkan tanah ditelantarkan dalam jangka 5aktu yang tidak tertentu. mplikasi sosial&budaya yang ditimbulkan adalah terjadinya berbagai kon1lik #ertikal maupun horisontal di daerah antara masyarakat dengan pemerintah atau masyarakat
dengan pemodal besar, karena terjadi penggusuran atau pengabaian adat6lokal dalam penguasaan dan peman1aatan sumber daya alam.
atas hak&hak masyarakat
""3A yang se'ara tegas menyatakan berlandaskan hukum adat, memberikan batasan pada hukum adat. Dalam 3asal = disebutkan bah5a hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan pada persatuan bangsa, dengan sosialisme ndonesia serta dengan peraturan& peraturan yang ter'antum dalam ""3A dan dengan peraturan perundang&undangan lainnya, serta segala sesuatu yang mengindahkan unsur&unsur yang bersandarkan pada hukum agama. 3ilihan untuk menjadikan hukum adat sebagai dasar hukum agraria nasional dilakukan mengingat ""3A dimaksudkan sebagai undang&undang yang bersumber dari kesadaran hukum rakyat banyak. Dalam kenyataannya bagian terbesar dari rakyat ndonesia tunduk pada hukum adat. Namun, ""3A memandang bah5a hukum adat perlu disempurnakan karena dalam perkembangannya tidak terlepas dari pengaruh kolonial yang kapitalistik dan masyarakat s5apraja yang 1eodal. 3enyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian dengan kepentingan masyarakat dalam konteks negara moderen dan hubungan negara dengan dunia internasional serta sosialisme ndonesia (penjelasan umum angka 9). Dalam kenyataannya, tanpa kriteria yang jelas, kepentingan bangsa dan negara a'apkali dita1sirkan sama dengan kepentingan beberapa kelompok orang yang sedang memegang kekuasaan (pemerintah). Dengan mengatasnamakan kepentingan bangsa dan negara maka hak&hak rakyat atas sumber daya alam yang bersumber dari hukum adat sering diabaikan. Hak&hak rakyat yang dalam bahasa ""3A dikatakan sebagai hak ulayat dan hak serupa itu diberikan dalam konteks kesesuaiaannya dengan kepentingan nasional dan kepentingan negara yang tidak terde1inisikan se'ara jelas serta kesesuaiannya dengan peraturan perundang&undangan lain yang pada kenyataannya justru mengingkari hak&hak masyarakat adat. 0eskipun ""3A memberikan pengakuan yang mendua pada masyarakat adat, namun untuk perorangan 5arga negara ndonesia, 'ukup diberikan peluang untuk mendapatkan hak indi#idual atas tanah. 3asal 94 ""3A memberikan berbagai peluang untuk menguasai tanah dengan berbagai alas hak hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak se5a, dan sebagainya. ""3A menganut pandangan bah5a urusan agraria pada dasar&nya adalah urusan pemerintah pusat. ""3A tidak mengatur se'ara rin'i tentang ke5enangan dan peran pemerintah daerah. +e5enangan pemerintah daerah adalah pelaksanaan dari tugas pembantuan. 3emerintah, atau lebih khusus lagi pemerintah pusat menempati peran strategis dalam ""3A. Dengan demikian dapat dipahami jika partisipasi publik tidak mendapat ruang dalam undang& undang ini. 3enegakan hukum dalam ""3A utamanya diarahkan pada pelanggaran ke5ajiban memelihara tanah dari para pemegang hak atas tanah, penda1taran tanah, pelanggaran berkaitan dengan hak milik adat, penggunaan tanah bukan oleh pemilik, dan pelanggaran ketentuan peralihan hak atas tanah. ""3A tidak memberikan penjelasan mengapa penegakan hukum hanya diberikan pada hal&hal tersebut, tetapi tidak pada hal lain, seperti halnya pelanggaran dalam prosedur pen'abutan hak atas tanah atau tidak terpenuhinya berbagai ke5ajiban pemerintah yang ditetapkan dalam ""3A. -" Undan$+undan$ %omor (( ,ahun ()=> enan$ Peramban$an 3emahaman tentang sumber daya alam dalam "ndang&undang Nomor 99 Tahun 9>4? bersi1at reduksionis. Sumber daya alam lebih banyak dilihat sebagai komoditi. "ndang&undang Nomor 99 Tahun 9>4? tentang pertambangan mengartikan sumber daya tambang sebagai bahan galian (unsur kimia, mineral, biji dan batuan yang merupakan endapan alam) yang merupakan kekayaan nasional yang dikuasai dan dipergunakan negara untuk kemakmuran rakyat.
Selain pandangan reduksionis tentang sumber daya alam, "ndang&undang Nomor 99 Tahun 9>4? lebih menitikberatkan perhatian pada eksploitasi ( useoriented ) dari pada kelestarian sumber daya tambang. "ndang&undang ini hanya memberikan satu pasal ini hanya memberikan satu pasal
perlindungan lingkungan dari kegiatan pertambangan. 3engaturan tersebut bahkan hanya berlaku pada kegiatan pas'a penambangan, dengan menyatakan bah5a "apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan! pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lain bagi masyarakat sekitarnya.' Dengan ketentuan sema'am itu
maka undang&undang ini kurang memberi perhatian pada upaya konser#asi sumber daya alam dan lingkungannya. 3eman1aatan sumber daya tambang diarahkan untuk meningkat&kan pendapatan negara yang dilakukan dengan mengundang in#estor besar. Dengan demikian undang&undang ini sarat dengan orientasi ekonomi dan kapital ( economic and capital oriented ). "ndang&undang pertambangan ini juga bersi1at sentralistik. 3enguasan, peman1aatan, dan pengusahaan serta perijinan usaha pertambangan umum ditetapkan oleh pemerintah pusat (0enteri 3ertambangan). 3emerintah daerah hanya berhak melaksanakan penguasaan negara dan mengatur usaha pertambangan untuk bahan galian golongan G seperti pasir, kapur, belerang, dan lain&lain yang kurang bernilai ekonomis tinggi. Sedangkan, bahan galian tambang golongan A dan seperti emas, tembaga, nikel, minyak dan gas bumi, batu bara, timah, bauksit, dan lain&lain menjadi bagian dari ke5enangan pemerintah pusat. Dengan semangat sentralistik itu pula maka tidak ada ruang bagi pengaturan mengenai partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pengelolaan sumber daya tambang. +ontrol publikpun dalam pengelolaan sumber daya tambang sejak a5al tidak diatur dalam undang&undang ini. 0asyarakat terutama yang berdiam di 5ilayah yang akan dilakukan kegiatan pertambangan tidak pernah diberi in1ormasi dan dimintakan persetujuan bagi ren'ana pemberian ijin pertambangan. Hal ini mengabaikan satu prinsip penting dalam pengelolaan sumber daya alam yang dikenal sebagai prior informedconsent principle . 3engakuan pada hak&hak masyarakat adat diintegrasikan dalam pengaturan tentang pertambangan rakyat. "ndang&undang ini mena1sirkan bah5a rakyat setempat yang mengusahakan kegiatan pertambangan dipastikan sebagai masyarakat yang terikat oleh hukum adat. Dalam kenyataannya, tidak semua rakyat setempat adalah masyarakat adat, dan tidak semua pertambangan rakyat dilakukan oleh masyarakat adat. 0embatasi hak masyarakat adat hanya pada pengelolaan tambang skala ke'il (pertambangan rakyat) merupakan 5ujud sikap diskriminati1 pada masyarakat adat dalam penguasaan dan peman1aatan sumber daya tambang. mplikasi pengaturan pengelolaan sumber daya tambang yang ber'orak sentralistik, sektoral, dan diskriminati1 se'ara nyata menimbulkan dampak negati1 bagi ekologi dan lingkungan hidup. Operasi dari usaha pertambangan menimbulkan kerusakan tanah, air, dan degradasi sumber daya alam hayati. 3asal <8 yang mengatur ke5ajiban pengusaha untuk melakukan reklamasi dan rehabilitasi ternyata bukan dimaksudkan sebagai upaya untuk konser#asi, reklamasi, rehabilitasi, atau mengembalikan 1ungsi lingkungan hidup, tetapi hanya sekadar sebagai upaya untuk men'egah kemungkinan timbulnya penyakit.
5" Undan$+undan$ %omor > ,ahun -../ enan$ Sumber Da!a Air Air yang dimaksudkan dalam "" ini adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di ba5ah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
0eski tergolong relati1 baru semangat yang ada di dalam "" ini adalah penguasaan air beserta sumber&sumbernya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang masih berpusat pada negara, semangat ini kemudian mendorong mun'ulnya semangat pri#atisasi air yang lebih sekedar menguntungkan pihak s5asta. Semangat pri#atisasi ini lebih melihat air sebagai komoditas yang jelas&jelas bertentangan dengan ""D 9>-=, hak&hak masyarakat termasuk di dalamnya masyarakat adat tidak diakomodati1.
3eran yang besar dari pemerintah itu sekaligus menunjukkan bah5a pengelolaan sumber daya air bertumpu pada negara yang pelaksanaannya dijalankan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. /" Undan$+undan$ %omor ahun -../ enan$ Perikanan "ndang&undang 3erikanan ini terdiri dari 9? bab dan 998 pasal yang pada intinya mengatur dan meberikan landasan hukum bagi pengelolaan dan peman1aatan sumberdaya perikanan se'ara optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu aspek yang diatur dalam "" ini adalah 5ilayah dan pengelolaan perikanan. Disebutkan bah5a 5ilayah pengelolaan perikanan men'akup perairan ndonesia, Iona @konomi @ksklusi1 ndonesia (I@@), dan sungai, danau, 5aduk, dan genangan air lainnya yang dapat digunakan untuk kegiatan pembudidayaan ikan. Dilihat dari sisi ini, 'akupan "" ini sudah 'ukup memayungi semua kegiatan perikanan yang ada sehingga semua kegiatan pengelolaan perikanan diatur oleh "" ini. Selanjutnya juga disebutkan bah5a kegiatan pengelolaan perikanan selain diatur oleh peraturan perundang& undangan yang ada juga diselenggarakan berdasarkan peraturan standar internasional yang diterima se'ara umum. Giri sumberdaya perikanan adalah terbuka dan milik bersama serta bersi1at migrati1. Dan, oleh kerja sama internasional memegang peranan penting dan menentukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. +erja sama internasional baik se'ara bilateral maupun multilateral yang bersi1at mengikat maupun sukarela akan menjadi dominan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di masa mendatang.
Dengan di'antumkannya pasal ini yang merupakan ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur dalam "" terdahulu maka "" 3erikanan ini telah mengakomodasi dengan baik masalah kerja sama internasional ini. 3asal ini merupakan ketentuan penting yang menjadi bukti kesiapan ndonesia dalam menghadapi berbagai kerja sama dan kompetisi internasional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Dengan demikian "" 3erikanan telah se'ara baik mengantisipasi berbagai ke'enderungan yang berkembang de5asa ini dalam dunia perikanan. Aspek lain yang menarik dalam "" 3erikanan ini adalah pengakuan akan hukum&hukum adat, keari1an lokal dan peran serta masyarakat. +etentuan ini diatur dalam pasal 4 ayat (7). Ayat sebelumnya dalam pasal 4 tersebut menyebutkan bah5a pengelolaan perikanan dalam 5ilayah epublik ndonesia dilakukan untuk ter'apainya man1aat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Dari pasal&pasal yang disebutkan tersebut tampak jelas bah5a konsepsi yang melatarbelakangi pengelolaan perikanan di ndonesia sebagaimana yang diatur dalam "" 3erikanan ini adalah memakai prinsip&prinsip dari sustainable development dalam arti yang sesungguhnya. 3ada saat yang sama "" 3erikanan ini juga sangat ber5a5asan internasional dan berdimensi lokal. Dilihat dari sisi ini "" 3erikanan ini merupakan "" yang sangat up to date dan beorientasi jauh ke depan mengikuti perkembangan dan ke'enderungan internasional yang ada. "" 3erikanan juga mengatur ketentuan tentang usaha perikanan. Disebutkan bah5a usaha perikanan dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi kegiatan pra&produksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Selanjutnya pasal&pasal lain dalam ab "saha 3erikanan mengatur penyelenggaraan pembinaan dan pengaturan iFin bagi para pelaku usaha perikanan. Satu hal yang menarik adalah bah5a "" 3erikanan tidak hanya mengatur aspek produksi tapi juga aspek pendukung lainnya seperti pengolahan dan pemasaran. Dengan demikian pembinaan terhadap usaha perikanan dilakukan se'ara bersama oleh instansi terkait. Sebagaimana diketahui selama ini pembinaan terhadap aspek pengolahan dan pemasaran dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung ja5ab di bidang perdagangan dan perindustrian yang terkadang kurang memiliki koordinasi dan keterkaitan dengan instansi yang bertanggung ja5ab di bidang pra&produksi dan produksi. Dengan adanya pengaturan ini maka diharapkan adanya koordinasi yang lebih baik sehingga pembinaan dan pengembangan usaha perikanan akan semakin tertata dengan baik dan menghasilkan sebuah industri yang kuat dan tangguh. Selain mengatur usaha perikanan se'ara keseluruhan "" 3erikanan juga memberikan perhatian khusus terhadap pemberdayaan nelayan dan pembudi daya ikan berskala ke'il. 3erhatian khusus ini di5ujudkan dalam pasal&pasal yang mengatur tanggung ja5ab pemerintah untuk menyediakan skim kredit dan akses manajemen, penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan dan pembudi daya ikan ke'il. "" 3erikanan juga mengatur usaha
kemitraan antara pengusaha perikanan dan kelompok&kelompok nelayan ke'il dalam suatu kerja sama yang menguntungkan. Di sisi lain, nelayan&nelayan ke'il pun diberikan akses yang sangat luas untuk menangkap dan mengelola kegiatan perikanan di seluruh 5ilayah pengelolaan perikanan ndonesia. Dilihat dari sisi ini tampak bah5a "" 3erikanan disusun dengan semangat pemerataan yang kuat namun tanpa mengorbankan pertumbuhan yang biasa didapat dari kegiatan ekonomi berskala besar. Aspek ini penting untuk dikedepankan agar pengalaman pahit dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang justru menimbulkan kon1lik&kon1lik sosial di masa lalu tidak terulang. Hal ini karena ketentuan dan peraturan yang ada tidak se'ara eksplisit dan spesi1ik memberikan perhatian dan komitmen bagi pemberdayaan masyarakat dan usaha berskala ke'il. Dengan pengaturan sedemikian maka akan ter'ipta se'ara proporsional hak dan ke5ajiban berbagai pelaku usaha perikanan sehingga man1aat yang setara diperoleh para nelayan dan pembudidaya ke'il maupun para pengusaha perikanan dari kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan. Selain dari aspek&aspek itu, "" 3erikanan juga mengatur penga5asan dan ketentuan peradilan lainnya. Hal yang penting diatur dalam aspek ini adalah pembentukan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum. Dalam aspek ini juga diatur kegiatan penyidikan dalam perkara tindak pidana yang ada dalam ke5enangan 3enyidik 3ega5ai Negeri Sipil 3erikanan, 3er5ira TN A, dan 3ejabat 3olisi Negara epublik ndonesia, serta berbagai sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran terhadap "" 3erikanan ini. Sebagaimana diketahui praktik illegal! unregulated , dan unreported ("") atau pen'urian ikan merupakan salah satu 1aktor yang menyebabkan man1aat dari sumberdaya perikanan belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat ndonesia. +egiatan ini telah memba5a kerugian banyak kepada negara, dan diperkirakan jumlah kerugian yang diakibatkan oleh "" sebesar 7&- milliar dolar AS per tahun. erbagai upaya telah banyak dilakukan untuk memberantas kegiatan ini, namun karena legal means yang ada belum 'ukup kuat dalam mengatur dan menangani kegiatan ini maka penyelesaiannya berjalan sangat lamban dan bertele&tele. Di samping itu, koordinasi antara instansi juga belum terjalin dengan baik dalam penanganan masalah ini. Adanya ketentuan yang mengatur masalah ini sebagaimana ter'antum dalam "" 3erikanan baik yang menyangkut ke5enangan instansi dalam penyidikan, pembentukan peradilan perikanan, dan sanksi hukum yang 'ukup berat maka kini diharapkan penyelesaian kasus&kasus pen'urian ikan dapat ditangani lebih 'epat dan tidak ada alasan lagi bagi aparat hukum untuk berlindung di balik ketiadaan dan kekurangkuatan landasan hukum. Dengan demikian kita mengharapkan kegiatan "" dapat ditekan seminimal mungkin dan ketersediaan sumberdaya perikanan memberikan man1aat ekonomi yang lebih besar lagi bagi masyarakat dan pemerintah. 0eski "" ini 'ukup akomodati1 dan #isioner, namun sayang bah5a pengaturannya masih bersi1at sektoral 6"
Undan$+undan$ %omor 6 ,ahun ()). enan$ Konser?asi Sumber da!a Alam Ha!ai dan Ekosisemn!a 3enegasan tentang si1at keutuhan dan kesalingterkaitan sumber daya alam tampak dalam "ndang&undang Nomor = Tahun 9>>8 tentang +onser#asi Sumber daya Alam Hayati dan @kosistemnya. "ndang&undang ini mengartikan sumber daya alam hayati sebagai unsur&unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam he5ani (sat5a) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya yang se'ara keseluruhan membentuk ekosistem. "nsur&unsur dalam sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem.
"ndang&undang Nomor = Tahun 9>>8 lebih banyak memusatkan perhatian pada pengaturan tentang kelestarian sumber daya alam. +onser#asi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan ter5ujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistem, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. +onser#asi sumber daya alam dilakukan dengan kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, penga5etan keanekaragaman tumbuhan dan sat5a serta ekosistemhya serta peman1aatan se'ara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya.
3asal - undang&undang ini menyebutkan bah5a konser#asi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung&ja5ab dan ke5ajiban pemerintah serta masyarakat. Namun, bagian terbesar dari isi undang&undang berkaitan dengan dominasi peran pemerintah. 3engaturan tentang peran masyarakat diberikan dalam ab J 3asal . 3eran serta rakyat dalam konser#asi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna (3asal ayat (9)). Dengan pengertian demikian, maka peran serta yang dimaksud bukan partisipasi sejati dari rakyat ( genuine public participation) melainkan mobilisasi yang dilakukan pemerintah pada rakyat. 3eran pemerintah sangat besar dalam kegiatan&kegiatan konser#asi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 3emerintah menetapkan 5ilayah tertentu sebagai 5ilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; menetapkan pola dasar pembinaan 5ilayah perlindungan dan sistem penyangga kehidupan; menetapkan pengaturan 'ara peman1aatan 5ilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; mengatur dan menertibkan penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam 5ilayah perlindungan dan sistem penyangga kehidupan; menetapkan dan mengelola ka5asan suaka alam ('agar alam dan suaka margasat5a) dan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman 5isata alam). Dengan besarnya peran pemerintah itu maka ruang bagi masyarakat adat melakukan kegiatan konser#asi sumber daya alam hampir tidak ada. "ndang&undang ini tidak menyebutkan sedikitpun pengaturan tentang masyarakat adat, meskipun masyarakat adat di berbagai tempat mempunyai pranata, pengetahuan dan pengalaman konser#asi sumber daya alam. 3eran pemerintah dalam konser#asi sumber daya alam dan ekosistemnya dipahami sebagai konsekuensi dari penguasaan negara pada sumber daya alam (penjelasan 3asal 94 ayat (9) dan 3asal <- ayat (9)). +arena itulah maka hak masyarakat adat tidak mendapat tempat yang memadai. "ndang&undang ini bahkan lebih memilih menyerahkan pengelolaan Fona peman1aatan taman nasional, taman hutan raya dan taman 5isata alam melalui pemberian hak pengusahaan kepada koperasi, badan usaha milik negara, perusahaan s5asta dan perorangan. +onser#asi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pandangan undang&undang ini adalah urusan negara yang kemudian dilaksanakan oleh pemerintah pusat. 3emerintah daerah hanya dapat menjalankan urusan ini jika mendapat pendelegasian 5e5enang ataupun menjalankannya sebagai tugas pembantuan dari pemerintah pusat. 0eskipun memberi porsi besar bagi pemerintah pusat, tidak ada penjelasan tentang unsur pemerintahan mana yang bertanggung& ja5ab se'ara kelembagaan untuk menjalankan undang&undang ini. +arena itu tidak ditemukan kegiatan konser#asi sumber daya alam hayati yang terpadu, karena masing&masing lembaga menginter&pretasikan sendiri mengenai konser#asi ini sesuai dengan dasar&dasar kebijakannya yang bersi1at sektoral. "ndang&undang Nomor = Tahun 9>>8 ini sarat mengatur hak negara tetapi tidak banyak memberikan pengaturan tentang hak rakyat, apalagi dalam konteks pengakuan hak asasi manusia. 3engaturan yang diberikan kepada rakyat semata&mata berkaitan dengan ke5ajiban dan larangan& larangan yang dian'am dengan hukuman pidana.
=" Undan$+undan$ %omor /( ,ahun ())) enan$ Kehuanan "ndang&undang Nomor -9 Tahun 9>>> mende1insikan hutan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sumber daya hutan dengan demikian tidak dilihat sebagai sekumpulan komoditi tetapi juga ekosistem yang unsur&unsurnya saling terkait.
3enyelenggaraan kehutanan disebutkan berasaskan pada man1aat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Asas man1aat dan lestari d imaksudkan agar setiap pelaksanaan penyelenggaraan kehutanan memperhatikan keseimbang&an dan kelestarian unsur lingkungan, sosial&budaya dan ekonomi. 3engeja5antahan asas itu kemudian dilakukan dengan mengalokasi&kan ka5asan hutan sesuai 1ungsinya menjadi hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konser#asi. Se'ara khusus diatur pula tentang perlindungan hutan dan konser#asi alam.
3engaturan ini dimaksud&kan untuk menjaga agar 1ungsi hutan tetap lestari. Oleh karena itu, "ndang&"ndang ini merin'i berbagai perbuatan yang dianggap memberi kontribusi pada kerusakan 1ungsi hutan, menetapkan larangan&larangan serta mekanisme penegakan hukumnya. Negara yang dalam hal ini dita1sirkan sebagai pemerintah memegang peran penting dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya hutan. 3asal - menyebutkan bah5a semua hutan termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar&besar kemakmuran rakyat. 3enguasaan hutan oleh negara memberikan 5e5enang kepada pemerintah (pusat) untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, ka5asan hutan dan hasil hutan; menetapkan status 5ilayah tertentu sebagai ka5asan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan&hubungan hukum antara orang dengan hutan serta perbuatan hukum mengenai kehutanan. 3engurusan hutan meliputi kegiatan peren'anaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, penyuluhan kehutanan serta penga5asan. Dengan demikian, pemerintah ber1ungsi sebagai pengatur, pengalokasi, pemberi iFin, peren'ana, pengelola, peneliti, pendidik, penyuluh sekaligus penga5as. 3ereduksian negara menjadi pemerintah dalam konteks hak menguasai sumber daya hutan bertentangan dengan ""3A. Hak menguasai negara menurut ""3A bisa dilimpahkan kepada daerah s5atantra dan masyarakat hukum adat tertentu. Dengan peran yang besar dari pemerintah itu maka paradigma pengelolan sumber daya alam yang berpusat pada negara ( statebased forest management ) tetap dipegang oleh undang&undang ini. +alaupun masyarakat mendapat peran maka peran itu hanyalah pelengkap. Hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan paradigma pengelolaan sumber daya alam oleh negara yang menempatkan pemerintah dalam posisi sentral dan menentukan. Sebaliknya, paradigma pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat ( communitybased forest management ) menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai 1asilitator dan administrator untuk mendukung proses tersebut. 3er5ujudan lain dari paradigma pengelolaan hutan oleh negara dalam undang&undang ini tampak jelas dalam pengaturan tentang masyarakat adat. Hal ini dimulai dari ketentuan yang tidak mengakui adanya hutan adat sebagai hutan berdasarkan statusnya. "ndang&undang ini hanya mengakui hutan negara dan hutan hak sebagai hutan berdasarkan statusnya. Sedangkan, hutan adat dinyatakan sebagai bagian dari hutan negara yang berada dalam 5ilayah dan dikelola oleh masyarakat adat. +arena itu, hak&hak masyarakat adat atas sumber daya hutan diposisikan sebagai bagian dari hak negara. Hutan adat ditetapkan pemerintah sepanjang dalam kenyataannya masyarakat hukum adat masih ada dan diakui keberadaannya. 3engukuhan keberadaan dan hapusnya hak masyarakat adat ditetapkan dengan 3eraturan Daerah yang disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat dan tokoh adat serta instansi terkait. +etentuan yang si1atnya birokratik dan sangat mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi ini berpotensi mengingkari keberadaan masyarakat adat se'ara 1aktual, dan pada gilirannya kemudian mengingkari hak masyarakat adat untuk mengidenti1ikasikan dirinya sendiri (selfidentification) dan hak menentukan kehidupannya sendiri ( selfdetermination). "ndang& undang ini juga mengingkari hak asasi masyarakat adat untuk memiliki sumber daya alamnya. Hak& hak masyarakat adat yang diakui hanyalah hak meman1aatkan sumber daya alam dan mengelola dalam skala terbatas untuk keperluan hidup sehari&hari. 0eskipun memberi batasan pada hak masyarakat adat, "ndang&undang Nomor -9 Tahun 9>>> memberi ruang 'ukup besar pada peran publik untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehutanan. 3eran serta masyarakat diatur dalam sebuah bab tersendiri yang menyebutkan antara lain hak masyarakat meman1aatkan hutan dan hasil hutan, mengetahui ren'ana peruntukan hutan, peman1aatan hasil hutan dan in1ormasi kehutanan, memberikan in1ormasi dalam pembangunan kehutanan serta melakukan penga5asan se'ara langsung atau tidak langsung. Selain itu, masyarakat juga berhak mengajukan gugatan per5akilan ( class action) terhadap tindakan yang merusak hutan dan merugikan kehidupan masyarakat.
"ndang&undang kehutanan ini belum mampu sepenuhnya menerjemahkan gagasan hutan untuk kesejahteraan rakyat. 0eskipun kata&kata rakyat atau masyarakat banyak mun'ul, namun esensi pengelolaan hutan oleh masyarakat belum ter5ujud. Selain peran besar yang dimiliki pemerintah (mayoritas isi undang&undang mengatur pelaksanaan hak menguasai negara), pengaturan sistem pengelolaan hutanpun tidak mendukung sistem pengelolaan oleh masyarakat. Satuan pengelolaan hutan ditetapkan berdasarkan 1ungsi (produksi, lindung dan konser#asi), bukan berdasarkan satuan 5ilayah sebagaimana dikenal masyarakat. +elembagaan pengelolaan hutan oleh masyarakat dianggap ter5akili oleh lembaga sema'am koperasi. +operasi dipandang sebagai satu&satunya pilihan bagi masyarakat untuk mengembangkan perekonomiannya seperti dipersepsikan oleh pemerintah. +arena itu, pengaturan seperti ini se'ara nyata mengabaikan keberadaan institusi&institusi lokal atau kelembagaan adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adat6lokal. "ndang&undang ini juga tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan banyak kasus&kasus kon1lik kehutanan terutama antara masyarakat adat6lokal da antara masyarakat adat6lokal demegang konsesi kehutanan. +on1lik&kon1lik tersebut pada umumnya bersumber dari penguasaan atas 5ilayah masyarakat adat6lokal yang di kemudian hari ditetapkan pemerintah sebagai ka5asan hutan. 3roses penetapan ka5asan hutan se'ara sepihak dengan tidak melibatkan seluruh masyarakat, terutama masyarakat yang mempunyai hak historis dan kultural pada ka5asan hutan, merupakan akar kon1lik kehutanan yang terjadi di berbagai daerah. "ndang&undang kehutanan ini justru memperteguh 'ara penetapan ka5asan hutan yang tidak adil dan tidak demokratis itu. 3asal 9 menyebutkan bah5a ka5asan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang&undangan yang berlaku sebelum undang&undang ini dinyatakan tetap sah. Sementara itu, pada bagian menimbang butir ' disebutkan bah5a pengurusan hutan harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional. +etidakpuasan masyarakat adat pada proses penetapan ka5asan hutan yang a'apkali berujung pada kon1lik adalah salah satu bentuk aspirasi masyarakat dan pertentangan antara norma hukum nasional dengan norma&norma hukum adat dan nilai&nilai budaya yang dianut masyarakat. Dengan tetap diakuinya 'ara penunjukan dan penetapan ka5asan hutan seperti dimaksud dalam pasal&pasal "ndang&undang Nomor -9 Tahun 9>>> berarti telah terjadi kontradiksi internal, karena mengingkari pernyataan dalam butir ' konsiderans undang&undang tersebut. Semangat desentralisasi dalam undang&undang ini dimuat dalam 3asal 44. Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan pemerintah pusat menyerahkan sebagian ke5enangannya kepada pemerintah daerah. Namun ke5enangan yang diserahkan itu hanyalah ke5enangan kebijakan yang bersi1at operasional. +ebijakan umum dan mendasar tetap dipegang pemerintah pusat. 3emerintah daerahpun tidak terlibat dalam proses penyusunan kebijakan pusat. +etentuan tentang desentralisasi sema'am ini bertentangan dengan "ndang&undang Nomor 77 Tahun 9>>> khususnya 3asal ? ayat (9) dan 3asal 98 ayat (9). Dari aspek kelembagaan, undang&undang ini memberikan ke5enangan terlampau luas kepada Departemen +ehutanan. Departemen +ehutanan ber5enang menetapkan status dan 1ungsi hutan. +husus dalam penetapan status hutan yang berkaitan dengan penguasaan tanah tidak ada satupun ketentuan yang menyebutkan perlunya koordinasi antara Departemen +ehutanan dengan adan 3ertanahan Nasional (3N). Hal ini berpotensi menimbulkan perebutan ke5enangan dalam pengaturan mengenai lahan hutan antar instansi pemerintah serta tumpang tindih pengaturan dalam 5ilayah yang sama. 3enegakan hukum diatur 'ukup rin'i dalam undang&undang ini. Sanksi yang diberikan tidak hanya pidana tetapi juga perdata dan administrati1. Selain itu diatur juga tentang penyelesaian sengketa kehutanan yang tidak hanya bisa dilakukan melalui pengadilan, tetapi juga upaya penyelesaian sengketa kehutanan melalui jalur luar pengadilan ( alternative dispute resolution ).
Dari hasil kajian perundang&undangan yang terkait dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup di atas, memiliki karakteristik dan kelemahan substansial seperti berikut a. "ndang&undang tersebut berorientasi pada eksploitasi ( useoriented ) sehingga mengabaikan kepentingan konser#asi dan keberlanjutan 1ungsi sumber daya alam, karena semata&mata digunakan sebagai perangkat hukum untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan dan de#isa negara. b. Orientasi pengelolaan sumber daya alam lebih berpihak pada pemodal&pemodal besar, sehingga mengabaikan kepentingan dan akses atas sumber daya alam serta mematikan potensi&potensi perekonomian masyarakat lokal. '.
deologi penguasaan dan peman1aatan sumber daya alam berpusat pada Negara, sehingga pengelolaan sumber daya alam ber'orak sentralistik.
d. mplementasi pengelolaan yang dilakukan 3emerintah bersi1at sektoral, sehingga sumber daya alam tidak dilihat sebagai sistem ekologi yang terintegrasi ( ecosystem). mplikasinya, bangunan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi tidak terintegrasi dan tidak terkoordinasi antara sektor yang satu dengan sektor yang lain, sehingga setiap sektor 'enderung berjalan sendiri&sendiri sesuai dengan #isi sektornya masing&masing. e. "ndang&undang tersebut tidak mengatur se'ara proporsional mengenai perlindungan hak&hak asasi manusia (HA0) dalam penguasaan, peman1aatan, dan pengelolaan sumber daya alam. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah pemerintah menyadari adanya kelemahan& kelemahan substansial tersebut, maka dilakukan upaya&upayaKuntuk membuat undang&undang dan atau merati1ikasi kon#ensi 3 yang berkaitan dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih ber'orak responsi1. Hal ini dapat diindikasikan dari diberlakukannya undang&undang seperti berikut
). "ndang&undang Nomor = Tahun 9>>8 tentang +onser#asi Sumber daya Alam Hayati dan @kosistemnya;
. "ndang&undang Nomor 7- Tahun 9>>7 tentang 3enataan uang; $. "ndang&undang Nomor = Tahun 9>>- tentang 3engesahan +on#ensi 3 tentang +eanekaragaman Hayati, dan
+. "ndang&undang Nomor 7< Tahun 9>>? tentang 3engelolaan ingkungan Hidup.
a. b. '. d. e. 1.
$alaupun demikian, jika di'ermati dari substansi perundang&undangan tersebut di atas, maka masih ditemukan adanya kelemahan&kelemahan substansial terutama dalam pengaturan mengenai hal&hal sebagai berikut 3eran 3emerintah yang masih mendominasi penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam ( state based resource management ). +eterpaduan dan +oordinasi antar sektor dalam pengelolaan sumber daya alam yang masih lemah. Hak&hak masyarakat adat atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang belum diakui se'ara utuh. 3artisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam yang masih terbatas. Transparansi dan demokratisasi dalam proses pengambilan keputusan yang belum diatur se'ara utuh. Akuntabilitas 3emerintah kepada publik dalam pengelolaan sumber daya alam yang belum diatur se'ara tegas. Selain itu, jika di'ermati dari perkembangan pembangunan hukum pada satu dekade terakhir ini, setelah pemerintah merati1ikasi +on#ensi 3 tentang +eanekaragaman Hayati menjadi "ndang&undang Nomor = Tahun 9>>- tentang 3engesahan +on#ensi 3 tentang +eaneka&ragaman
Hayati, dan kemudian diberlakukannya (9) "ndang&undang Nomor <> Tahun 9>>> tentang Hak&hak Asasi 0anusia; dan (7) "ndang&undang Nomor 77 Tahun 9>>> tentang 3emerintahan Daerah, maka prinsip&prinsip penting yang mendukung pengelolaan sumber daya alam yang adil, demokratis, dan berkelanjutan belum diakomodasikan dan diintegrasikan ke dalam perundang&undangan mengenai sumber daya alam dan lingkungan hidup yang telah ada. Namun demikian, dalam perkembangan terakhir ada upaya untuk membuat arah kebijakan bagi pengelolaan sumber daya alam sebagaimana termuat dalam Keeapan MPR R# %omor #0'MPR'-..( tentang 3embaruan Agraria dan 3engelolaan Sumber daya Alam 3ersoalan pelik pengelolaan sumber daya alam yang diri'ikan antara lain dari tumpang tindih ke5enangan antar sektor, ketidaksinkronan kebijakan, kon1lik, kerusakan sumber daya alam, kemiskinan, dan ketidakadilan, di'oba untuk diselesaikan melalui +etetapan 03 Nomor 9J60367889. +etetapan 03 ini berangkat dari kesadaran bah5a pengelolaan sumber daya alam menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan peman1aatannya serta menimbulkan berbagai kon1lik. Oleh karena itu perlu arah pengelolaan sumber daya alam yang mampu menja5ab semua persoalan tersebut. +etetapan 03 Nomor J60367889 diharap memberikan arah yang dimaksud. +etetapan 03 Nomor J60367889 merupakan landasan peraturan perundang&undangan mengenai pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan ketentuan inilah maka +etetapan 03 ini menyebutkan pentingnya pengkajian ulang pada semua peraturan perundang& undangan berkaitan dengan agraria6pengelolaan sumber daya alam. Atas dasar itulah maka 03 menugaskan D3 bersama dengan 3residen untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta men'abut, mengubah dan6atau mengganti semua undang&undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan +etetapan 03 tersebut (3asal 4).