HUBUNGAN BEBERAPA SIFAT KIMIA FISIKA DAN AKTIVITAS AKTIVITAS BIOLOGI BIOLOGIS S OB A AT T
Seperti diketahui bahwa sifat kimia fisika dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan interaksi obat dengan reseptor. reseptor. Sifat kimia fisika tersebut antara lain adalah: ◦
IONISASI
Untuk dapat menimbulkan efek biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi adapula yang aktif dalam bentuk ionnya.
OBAT YANG OBAT YANG AKTIF AKTIF DALA DALAM M BENTUK TIDAK TERIONISASI Sebagian besar obat yang bersifat asam atau lemah, bentuk tidak terionisasisnya dapat memberikan efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di membran sel atau di dalam sel. Contoh: Fenobarbital, turunan asam barbiturat yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek pada fungsi sistem saraf pusat dan pernapasan
Bentuk ionisasi dan tidak terionisasi suatu obat yang bersifat asam lemah dan basa lemah, sangat tergantung pada nilai pKa (pKa= 7,4) senyawa dan suatu pH lingkungan.
Perubahan pH dapat berpengaruh pada sifat kelarutan dan koefisien partial obat.
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya
pH, sifat ionisasi bertambah besar, bentuk tak terionisasinya bertambah kecil, sehingga jumlah obat yang menembus membran
biologis
kemungkinan
obat
juga untuk
semakin berinteraksi
kecil.
Akibatnya,
dengan
reseptor
semakin rendah dan aktivitas biologisnya semakin turun.
Pada
obat
yang
bersifat
basa
lemah,
dengan
meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah kecil, bentuk tak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus
membran
biologis
bertambah
besar
pula.
Akibatnya kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor bertambah besar dan aktivitas biologisnya semakin meningkat. Contohnya :
Asam aromatik lemah, seperti asam benzoat, asam salisilat, dan asam mandelat, aktivitas anti bakterinya bertambah besar jika dalam media asam.
Fenol, suatu asam lemah, memberikan gambaran hubungan perubahan pH dengan aktivitas biologis yang berbeda.
Sedikit perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan bermakna dari sifat ionisasi asam atau basa dan mempengaruhi aktivitas biologis obat. Contoh: Golongan 5,5-disubtitusi dari golongan asambarbiturat, contohnya:
◦
Asam 5,5 dietil barbiturat (fenobarbital)
Golongan 5-subtitusi barbiturat bersifat lebih asam, contohnya: ◦
Asam 5-dietilbarbiturat
yang
OH
TOUTOMETRI
-
H +
ENOL
5-etilbarbiturat (keto)
Ion 5etilbarbiturat
OH -
H +
5,5 dietilbarbiturat
Ion 5,5’ dietilbarbiturat
OBAT YANG AKTIF DALAM BENTUK ION Beberapa
senyawa
menunjukkan
aktivitas
biologis
yang
semakin
meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Karena kesulitan bentuk ion untuk menembus membran biologis maka diduga bahwa senyawa tipe ini memberikan efek biologis diluar sel. Bell dan Robin (1942) memberikan postulat bahwa aktivitas anti bakteri Sulfonamida mencapai maksimum bila mempunyai nilai pKa 6-8. Pada pKa tersebut sulfonamida terionisasi 50%. Pada pKa 3-5, sulfonamida terionisasi sempurna, dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membran sehingga aktivitas anti bakterinya rendah. Coules (1942), sulfonamida dapat menembus membran sel bakteri dalam bentuk tidak terionisasinya, dan sesudah mecapai reseptor yang bekerja kemungkinan adalah bentuk ionnya.
Albert dsb kawan-kawan (1945), telah melakukan penelitian mengenai aktivitas anti bakteri turunan akridin, dan mendapatkan bahwa pada pH fisologis (7,4) dan suhu 37 derajat C, akridin terdapat dalam bentuk terionisasi, bentuk anion dan bentuk ion zwitter, mempunyai aktivitas anti bakteri rendah. Penambahan substituen amin pada struktur molekul aridin dapat mempengaruhi sifat kebasaan dan aktivitas anti bakteri. Bila posisi gugus amin pada atom C3, C6, dan C9, terjadi stabilisasi resonansi, delokalisasi muatan positif kation meningkat sehingga sifat kebasaan senyawa meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar kation obat, sehingga aktivitas anti bakterinya akan meningkat.
Struktur umum akridin
9 aminotetrahidroakridin
4-aminoakridin
4-aminokuinolin
Ion 9- aminoakridin
Ion – ion 3aminokridin
1. Ikatan Hidrogen Sifat kimia fisika suatu senyawa dapat mengalami perubahan dengan adanya ikatan hidrogen dan pada kasus tertentu, ikatan hidogen mempunyai peran penting terhadap aktivitas biologis obat. Contoh : Turunan pirazolon 1-fenil-3-metil-5-pirozolon, mempunyai ikatan hidrogen intermolekul dan dapat membentuk polimer linier, menghasilkan tenaga ikat antar molekul yang besar. Akibatnya terjadi peruahan sifat fisik senyawa, seperti kenaikan titik lebur dan berkurangnya kelarutan dalam pelarut non polar. Oleh karena itu 1-fenil-3-metil-5-pirozolon sukar menembus membran sistem saraf pusat sehingga tidak menimbulkan efek analgesik.
Polimer 1 fenil 3 metil 5 pirazolon
1 fenil 2,3 dimetil 5 pirazolon
2.
Turunan asam hidroksi benzoat Asam orto-hidroksi benzoat (asam salisilat), pKa = 3, dapat membentuk ikatan hidrogen intramolekul. Kelarutan senyawa dalam air kecil dan koefisien partisi benzen/air 300 kali lebih besar dibandingkan asam para-hidroksi benzoat sehingga mudah menembus membran sistem saraf pusat dan menimbulkan efek analgesik. Asam para-hidroksi benzoat, pKa = 4,5 dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekul. Kelarutan senyawa dalam air besar sehingga sulit menembus membran sistem saraf pusat dan tidak dapat menimbulkan efek analgesik.
Asam ortohidroksilbenzoat
dimer dari asam parahidroksi benzoat
3.
Turunan eter asam hidroksibenzoat Metil ester orto-hidroksibenzoat (metil salisilat), dapat membentuk ikatan hidrogen intramolekul, gugus hidroksi fenol terlindung sehingga efek anti bakterinya lemah. Metil ester para-hidroksibenzoat (Nipagin), dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekul. Penggabungan melalui ikatan hidrogen dapat membentuk senyawa dimer dengan gugus hidroksi fenol masih bebas sehinga senyawa dapat berfungsi sebagai anti bakteri.
Metil salisilat
Dimer dari nipagin
4.
Turunan benzotiadiazin dan sulfaibenzoat Obat diuretik turunan benzotiadiazin seperti kirotiazid, hidrokloritiazid dan hidroflumetiazid, dan turunan sulfamilbenzoat, seperti furosemid, dan klortalidon dapat memberikan efek diuretik karena mengandung gugus sulfamil bebas, yang mampu menduduki sisi aktif enzim sehingga dapat menghambat enzim karbonik anhidrase melalui mekanisme penghambatan bersaing.
Pembentukan Kelat
Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang mengandung gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu struktur cincin. Contoh pembentukan kelat:
Loga m EDTA
Kelat CaEDTA
Reaksi pembentukan kelat antara ligan EDTA dan ion logam ion Ca++ . Ca++ dan EDTA dihubungkan oleh elektron donor dari atom dari atom N dan O, membentuk struktur cincin.
Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin dengan ion logam karena mengandung atom yang bersifat elektron donor seperti N,S,O. Dalam sistem biologis banyak terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk kelat dengan ion logam. Contoh ligan dalam sistem biologis : asam amino, protein, vitamin, basa purin, asam trikarboksilat. Contoh kelat dalam sistem biologis : ◦
◦
◦
◦
◦
Kelat yang mengandung Fe. Contoh : enzim forfirin, enzim nonforfirin, molekul alih oksigen. Kelat yang mengandung Cu. Contoh : enzim oksidase Kelat yang mengandung Mg. Contoh : beberapa enzim proteolitik Kelat yang mengandung Mn. Contoh : arginase, proliferase. Kelat yang mengandung Zn. Contoh : insulin, karbonik anhidrase.
Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam sehingga dapat menurunkan kadar ion logam yang toksis dalam jaringan dengan jalan membentuk kelat yang mduah larut dan kemudian dieksresikan melalui ginjal. Contoh : Dimerkaprol dimekaprol mengandung gugus sulfhidril (SH) yang dapat berinteraksi dengan arsen organik membentuk kelat yang mudah larut, yang digunakan untuk antidotum keracunan arsen organik, logam Sb, Au, dan Hg,
+H2O Dimerkaprol
arsen organik
kelat
Penisilamin penisilamin adalah senyawa hasil hidrolisis penisilin dalam suasana asam, yang digunakan untuk antidotum keracunan logam Cu, Au, dan Pb, juga untuk pengobatan penyakit Wilson. Penisilamin dapat berinteraksi dengan ion Cu membentuk kelat yang mudah larut dan kemudian dieksresikan.
penisilamin kelat Cu-penisilamin (1:1) penisilamin(1:2)
kelat Cumudah larut dalam air
Oksin (8-hidroksikuinolin) Albert dan kawan-kawan meneliti hubungan struktur dan aktivitas antibakteri dari 7 isomer mono-hidroksikuinolin, dan mendapatkan bahwa hanya isomer 8hidroksikuinolin yang aktif sebagai anti bakteri. Mula-mula diduga bahwa cara kerja anti bakterinya berhubungan dengan kemampuan membentuk kelat dengan logam-logam esensial yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bakteri. Hal ini berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan struktur dan aktivitas turunan
8-hidroksikuinolin Kelat : aktif
8-merkptokuinlin Kelat : aktif
8-metoksikuinolin Nonkelat : tidak aktif
8-hidroksikuinolin-5sulfonat Kelat : tidak aktif
Oksin metoklorida Nonkelat :tidak aktif
7-klor-8hidroksikuinolin Kelat : aktif
2 metil oksin Kelat :aktivitas rendah
4-aza-oksin Kelat :aktif
5-klor-7-iodi-oksin Kelat : aktif
4-hidroksiakridin Kelat :aktif
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa turunan oksin dapat berfungsi sebagai anti bakteri karena mempunyai kemampuan membentuk kelat dengan ion-ion logam Fe dan Cu. Kelat logam-oksin tersebut mengkatalis oksidasi gugus tiol asam tiositat, suatu koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteru untuk proses oksidatif dekarboksilasi asam piruvat. Bila tidak ada ion logam, oksin tidak bersifat toksik terhadap m.o.
Oksin (0,01 M) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus yang dibiakkan pada media daging tetapi bila hanya disuspensikan pada air suling tidak dapat menimbulkan efek anti
bakteri. Hal ini disebabkan media daging mengandung ion Fe, yang dapat membentuk kelat tidak jenuh dengan oksin (1:1 dan 2:1), yang aktif sebagai anti bakteri. Bila kadar oksin dinaikkan menjadi 0,125M,
efek antibakterinya akan hilang karena terbentuk kelat jenuh (1:3). Bila ditambahkan ion Fe 0,125M, keseimbangan akan bergeser, terbentuk kelat tidak jenuh lagi yang aktif sebagai anti bakteri. Diduga bahwa tempat kerja turunan oksin terdapat di dalam dinding sel dan pada membran sitoplasma bakteri. Bila tempat kerja ada di dalam sel, diduga bahwa yang mampu menembus dinding sel adalah bentuk kelat (1:3) dan di dalam sel kelat akan pecah membentuk kelat (1:2)
oksin
oksin
Kelat ferioksin(1:2) Tidak jenuh : aktif
Kelat feri-oksin (1:1) Tidak jenuh : aktif
Kelat feri-oksin(1:3) Jenuh: tidak aktif
Ligan-ligan yang digunakan untuk antidotum keracunan logam berat kadang-kadang menimbulkan toksisitas cukup besar karena dapat mengikat logam lain yang justru diperlukan untuk fungsi fisiologis normal. Oleh karena itu penggunaan ligan harus dipilih seselektif mungkin. Contoh: Tiasetazon, difenilditiokarbazon, oksin, dan aloksan, dapat menimbulkan terjadinya permulaan penyakit DM karena obatobat tersebut membentuk kelat dengan Zn pada beta sel pankreas sehingga menghambat produksi insulin. Hidralazin (Apresolin), obat penurun tekanan darah, menimbulkan efek samping anemia karena dapat membentuk kelat dengan Fe darah. Dimerkaprol dan isoniazid, cenderung menimbulkan efek seperti histamin, diduga karena dapat membentuk kelat dengan logam Cu yang berfungsi sebagai katalisator enzim yang merusak histamin, yaitu enzim histaminase.
Potensial Redoks
Potensia redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk memberi dan menerima elektron. Hubuungan kadar oksidator dan reduktor ditunjukkan oleh persamaan Nernst sbb: Eh=Eo – 0,06/n x log (oksidator)/(reduktor)
Eh : potensial redoks yang diukur Eo : potensial redoks baku n : jumlah elektron yang berpindah 0,06 : tetapan termodinamik pemindahan 1 elektron (30˚C)
Reaksi redoks adalah perpindahan elektron dari satu atom ke atom molekul yang lain. Tiap reaksi pada organisme hidup terjadi pada potensial redoks yang optimum, dengan kisaran yang bervariasi sehingga diperkirakan bahwa potensia redoks senyawa tertentu berhubungan dengan aktivitas biologisnya. Hubungan potensial redoks dengan aktivitas biologis secara umum hanya terjadi pada senyawa dengan struktur dan sifat fisik yang hampir sama. Pada sistem interaksi obat secara redoks, pengaruh sistem distribusi dan faktor sterik sangat kecil.
Contoh: 1. Turunan kuinon Aktivitas anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus mempunyai Eo antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V, sedang aktivitas maksimum dicapai pada Eo = (+) 0,03 V. 2. Riboflavin Adalah koenzim faktor vitamin, aktivitas bilogisnya berdasar pada kemampuan untuk menerima elektron sehingga tereduksi menjadi bentuk dihidronya. Reaksi ini terjadi pada Eo= (-) 0,185 V.
riboflavin
dihidroriboflavin
Perubahan sistem reoks dapat digunakan untuk membuat senyawa antagonis riboflavin. Contoh : Bila 2 gugus metil dari riboflavin diganti dengna gugus Cl, senyawa yang terjadi mempunyai Eo = (-) 0,095 V dan berfungsi sebagai antagonis riboflavin. Diduga hal ini disebabkan bentuk dihidro-2-klor-riboflavin mempunyai sifat reduksi yang lebih lemah dibanding dihidroriboflavin. Senyawa tersebut dapat diserap pada tempat reseptor khas, tetapi tidak mempunyai potensial yang cukup reduksi biologis.
Analog riboflavin yang tidak bersifat redoks dapat dikembangkan sebagai obat antikanker. Analog tersebut dibuat dengan mengubah potensial redoksnya atau memodifikasi molekul menjadi bentuk dihidro yang tidak dapat dioksidasi.
Mengubah Potensial Redoks dioksidasi
bentuk dihidro yang tidak dapat
3.
Turunan fenotiazin Aktivitas anthelmintik suatu seri substitusi fenotiazin berhubungan dengan potensial redoks, Fenotiazin dan turunannnya mempunyai aktivitas anthelmintik terhadap Syphacia obvelata dan Aspirculurus tetraptera pada Em = 0,10,583 V (asam asetat –air) Pada pH fisiologis dan potensial aktif tersebut, kadar ion semikuinon, suatu ion radikal, mencapai maksimum dan akan berkompetisi dengan reaksi-reaksi pemindahan elektron sistem redoks biologis, terjadi isolasi sitokrom menghasilkan efek toksik dan paralis terhadap cacing.
fenotiazin
Ion semikuinon aktif
Ion
Aktivitas Permukaan
Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan molekul pada permukaan larutan, dapat menurunkan tegangan permukaan. Struktur surfaktan terdiri dari bagian yang bersifat hidrofil dan lipofil, sehingga dikatakan surfaktan bersifat ampifil. Bila surfaktan dimasukkan ke air maka pada permukaan akan teratur sedemikian rupa sehingga bagian non polar, misal rantai hidrokarbon berorientasi ke fase uap, sedang bagian polar, misal gugus-gugus COOH, OH, NH2, dan NO2 berorientasi ke fasa air.
Jenis surfaktan berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, yaitu: 1. Surfaktan anionik Mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif dan dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat, atau fosfat. Contoh : sabun K, sabun Na, Na-laurilsulfat. 2. Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan positif dan dapat berupa gugus monium kuartener, sulfonium, fosfonium, iodonium. Contoh : turunan amonium kuartener (benzalkonium klorida, setavion).