BAB I PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Seti Setiap ap
orga organi nism smee
sela selalu lu
beru berusa saha ha meny menyes esua uaik ikan an
diri diri
deng dengan an
lingkunga lingkungan n hidupnya, hidupnya, artinya setiap perubahan dunia luar akan mendapat tang tangga gapa pan n agar agar ia teta tetap p bert bertah ahan an hidu hidup. p. Sist Sistem em sara saraff deng dengan an cepa cepatt menyebarkan informasi tersebut agar mendapat tanggapan sehingga terjadi perubahan dalam diri kita seperti perubahan tekanan darah, respirasi, suhu.(1) sebaliknya sistem endokrin yang menghasilkan hormon bekerja lebih lambat sebab hormon tersebut akan mengikuti aliran darah, terikat pada reseptor di organ target yang menyebabkan efek perubahan metabolisme atau fungsi dari organ tersebut. (1) Yang Yang termas termasuk uk kelenj kelenjar ar endokr endokrin in adalah adalah hipota hipotalam lamus, us, kelenj kelenjar ar hipofi hipofisis sis anterior dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau langerhans pankreas, korteks dan medula anak ginjal, ovarium, testis dan sel endokrin di saluran cerna. (1,2) Kelenjar pituitari terletak dibawah hipotalamus otak yang sangat vital untuk untuk faal faal tubuh tubuh karena karena efek hormon hormon yang yang dihasi dihasilka lkanny nnyaa langsu langsung ng pada pada organ tubuh. Pituitari atau hipofise mempunyai 2 lobus yaitu lobus posterior hipo hipofi fise se yang yang mens mensek ekres resii horm hormon on ADH ADH ( Anti Anti Diure Diureti ticc Hormo Hormone ne) dan oksito oksitosin sin.. Sedang Sedangkan kan lobus lobus anterio anteriorr mensek mensekres resii hormon hormon TSH ( Thyroid
Stimulating Hormone), ACTH ( Adrenocorticotropin Hormone), FSH ( Folicle Defisiensi hormon hormon Stimulating Hormone ) dan LH ( Luteinizing Hormone). Defisiensi dapat dapat timbul timbul,, disamp disamping ing sindro sindrom m kelebi kelebihan han hormon hormon.. Defisie Defisiensi nsi hormon hormon pituitari atau hipofise dikenal dengan Hipopituitarisme.
(2,3)
II. TUJUAN
Tujuan penulisan referat ini adalah : Mengetahui secara lebih lanjut tentang hipopituitarisme dari definisi, etiologi, mani manifes festa tasi si
klin klinis is,,
peme pemeri riks ksaa aan n
labo labora rato tori rium um,,
peme pemeri riks ksaa aan n
pendekatan diagnostis, diagnosis banding, terapi dan prognosis.
1
radio radiolo logi gi,,
BAB II PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Hipopituita Hipopituitarisme risme adalah sindrom sindrom klinis dengan dengan kelainan fungsi fungsi kelenjar hipofi hipofisis sis atau atau pituit pituitari ari antara antara lain lain mencak mencakup up penyak penyakit-p it-peny enyaki akitt akibat akibat keku kekura rang ngan an
horm hormon on
yang yang
diha dihasi silk lkan an
kele kelenj njar ar
ters terseb ebut ut..
(3)
atau
hipopituitarisme adalah defisiensi hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise atau pituitari (2).
2. ETIOLOGI
Klasifikasi etiologi hipopituitarisme adalah sebagai berikut : Aplasia atau hipoplasia hipofisis Cacat perkembangan : Anensefali Holoprosensefali (siklopia, sebosefali, hipotelorismus orbita) Anomali tengah wajah (hipertelorismus, dan lain-lain) Ensefalokel basal Displasia septo – optik (Sindroma de Morsier) Palato dan labioskisis Insisivus maksilaris sentral soliter Idiopatik (biasanya defisiensi hipotalamus) : Sporadik Autosomal resesif Autosomal dominan Lesi-lesi destruktif Trauma : Perinatal (trauma, anoksia, infark hemoragik) Fraktur basis kranium Penganiayaan anak
2
Lesi-lesi infiltratif Tumor : Kraniofaringioma Tumor hipotalamus Germinoma Glioma optika Adenoma hipofisis Sarkodosis Tuberkulosis Toksoplasmosis Radiasi (SSP, mata, telinga tengah) Hipofisis autoimun Pembedahan : Pengangkatan hipofisis faring Pembedahan kraniofaringioma dan tumor lainnya Vaskular : Infark (misal, hemoglobinopati) Aneurisma Defisiensi fungsional : Anoreksia nervosa
(6)
3. PATOFISIOLOGI Pengaturan sekresi hormon perifer umumnya oleh glandula pituitaria anterior dan hipotalamus serta jalur umpan balik negatif
3
Kelenjar hipofisis atau pituitari terletak di bawah hipotalamus otak dan melekat melalui suatu tangkai pada eminensia medialis otak yang terdiri dari lobus posterior (neurohipofisis) dan lobus anterior. Lobus posterior
berasal
dari
infundibulan
diencefalon
yang mempunyai
sambungan saraf langsung lewat jaras serat yang besar yang mengekskresi hormon ADH dan oksitosin. Lobus anterior berkembang dari ektoderm stomadeum
(kantong
Rathke)
dan
dikendalikan
melalui
sekresi
hipotalamus yang mensekresi hormone THS, ACTH, FSH, LH. Ujung sebagian serabut saraf hipotalamus melepaskan neurohormon ke dalam kapiler eminensia medialis dan dibawa ke sistem portal hipofisis. Eminensia medialis merupakan lintasan akhir bersama seluruh faktor pelepas (releasing factor). Ada 2 tipe sekresi hipotalamus yaitu hormon pelepas (releasing) dan hormon penghambat (inhibisi). Hormon hipofisis yang tidak memiliki kontrol umpan balik dari produk kelenjar sasaran (growth
hormone,
prolaktin,
dan
melanocyte-stimulating
hormon)
memerlukan inhibitor dan stimulator hipotalamus untuk pengendaliannya. Yang memiliki stimulator adalah kortikotropin, tirotropin, LH, FSH. Growth
hormone
atau
somatotropin
mempunyai
(4,5)
pengaruh
metabolik utama yang pada anak-anak untuk pertumbuhan somatik dan orang dewasa untuk mempertahankan ukuran normal tubuh, pengaturan sintesis protein dan pembuatan nutrien. Growth hormon memproduksi somatomedin yang memperantarai efek growth promoting. Apabila tanpa somatomedin maka GH tidak dapat merangsang pertumbuhan. Sekresi GH diatur oleh GHRH dari hipotalamus dan oleh somatostatin (hormon penghambat). Pelepasan GH dirangsang oleh hipoglikemia dan oleh asam amino (seperti arginin). (3) Penghambatan pelepasan GH dan somatostatin oleh kelenjar hipofisis akan mengakibatkan pertumbuhan terhambat yang ditandai anak cebol, kepala bulat, wajah pendek dan lebar, tulang frontal menonjol, mata agak menonjol, gigi berupsi lambat, ekstremitas kecil, pertumbuhan rambut hampir tidak ada, keterlambatan mental. Hal ini diakibatkan oleh
4
proses patologik yaitu (1) Tumor hipofisis yang merusak sel-sel hipofisis yang normal. (2) Trombosis vaskuler yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal. (3) Penyakit granulomatosa infiltratif yang merusak hipofisis, dan (4) Destruksi sel-sel hipofisis yang bersifat idiopatik atau autoimun.
(3,5)
Gambar Penderita Hipopituitarism
5
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hipopituitarisme dibagi dalam 2 kelompok. A. Pasien Tanpa Lesi Hipofisis Yang Tidak Nyata Anak dengan hipopituitarisme biasanya mempunyai ukuran dan berat normal pada saat lahir. Awitan hambatan pertumbuhan bervariasi saat mencapai usia 1 tahun pada hampir separuh penderita. Pada yang lain terjadi pertumbahan tinggi badan yang teratur tapi lambat, dengan angka pertumbahan selalu dibawah angka pertambahan sebaya, atau terdapat periode hilangnya pertumbuhan, diselingi oleh lonjakan pertumbuhan yang singkat. Keterlambatan penutupan epifisis memungkinkan
pertumbuhan
melampaui
usia
normal
berhenti
bertumbuh. (2,3) Bayi dengan cacat kongenital hipofisis atau hipotalamus biasanya datang dengan kedaruratan neonatus seperti apnea, sianosis atau hipoglikemia berat. Mikrofalus pada anak pria merupakan petunjuk diagnostik yang penting. Defisiensi growth hormone disertai hipoadrenalisme
dan
hipotiroidisme,
dengan manifestasi
klinis
hipopituitarisme yang berkembang lebih cepat dibandingkan dengan hipopituitarisme anak. (3,4) Kepala bulat dan wajah pendek dan lebar. Tulang frontal menonjol dan jembatan hidung tertekan, berbentuk pelana kuda. Hidung kecil dengan lipatan nasolabial yang berkembang baik. Mata agak menonjol, mandibula dan dagu kurang berkembang dan infantil, dan gigi yang bererupsi lambat, seringkali bertumpuk. Leher pendek dan laring kecil. Suara bernada tinggi dan tetap tinggi setelah pubertas. Ekstremitas dengan proporsi yang baik, kaki dan tangan kecil. Genitalia biasanya kurang berkembang dibanding umur anak, maturasi seksual dapat terhambat atau tidak ada. Rambut, wajah, aksila dan pubis biasanya tidak ada, rambut kepala halus. Hipoglikemia simtomatik biasanya setelah puasa, terjadi pada 10-15% anak dengan panhipopituitarisme, dan juga pada defisiensi growth hormone terpisah. Inteligensi biasanya normal. Penderita anak dapat merasa malu dan mengasingkan diri ketika bertambah dewasa.
6
(2,3,4)
B. Pasien Dengan Lesi Hipofisis Nyata Anak semula normal, dengan manifestasi mirip dengan kegagalan pertumbuhan hipofisis lengkap atau hampir lengkap, maka didapatkan manifestasi insufisiensi hipofisis yang berat. Atrofi korteks adrenal, tiroid dan gonad berakibat kehilangan berat badan, astenia, kepekaan terhadap dingin, keterlambatan mental dan tidak adanya keringat. Pematangan seksual gagal. Maka dapat ditemukan atrofi gonad dan saluran kelamin dengan amenore dan tanpa rambut pubis dan aksila. Terdapat kecenderungan mengalami hipoglikemia dan koma. Pertumbuhan berhenti.
(3)
Jika lesi merupakan tumor ekspansif, dapat ditemukan gejala seperti nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan, tidur patologik, menurunnya kegagalan
prestasi
sekolah, bangkitan
pertumbuhan.
Kegagalan
kejang,
poliuria
pertumbuhan
dan
seringkali
mendahului tanda dan gejala neurologik, terutama pada penderita kraniofaringioma, gejala defisit hormonal hanya menyusun 10% gejala pada saat datang. Pada pasien lain, manifestasi neurologik mungkin mendahului
gejala
endokrin,
atau
bukti
insufisiensi
hipofisis
pertamakali ditemukan setelah intervensi bedah. Cacat lapangan pandang, atrofi optik, papilederma, dan paralisis saraf kranial sering ditemukan pada penderita kraniofaringioma anak.
(4)
Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis sebagai berikut yaitu hilangnya growth hormone, hipogonadisme, hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena orang dewasa telah menyelesaikan pertumbuhan somatisnya maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan hipopituitarisme
adalah
normal.
Manifestasi
defisiensi growth
hormone mungkin dinyatakan dengan timbulnya kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan terhadap hipoglikemia puasa. Bersamaan dengan terjadinya hipogonadisme pria menunjukkan penurunan libido, impotensi dan pengurangan progresif rambut dan bulu di tubuh, jenggot
dan
berkurangnya
perkembangan
otot.
Pada
wanita,
berhentinya siklus menstruasi atau amenore, merupakan tanda awal dari kegagalan hipofisis. (3) 7
5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Diagnosis defisiensi growth hormone tergantung pada temuan tidak adanya atau kadar subnormal cadangan GH hipofisis. Kadar growth
hormone serum acak di atas 10 ng/ml menyingkirkan defisiensi growth hormone , tetapi kadar yang lebih rendah perlu diteliti lebih lanjut. Gerak badan merupakan rangsangan jinak dan fisiologis untuk pelepasan growth
hormone pada sebagian besar anak normal, peningkatan kadar growth hormone akan didapatkan setelah 20 menit gerak badan yang berat. Kadar growth hormone juga meningkat 45 – 90 menit sejak mulai tidur. Jika pada keadaan-keadaan demikian ditemukan hanya kadar yang rendah, maka diperlukan tes provokasi pelepasan growth hormone untuk menguji defisiensi serta mengidentifikasi anak yang tidak berespons terhadap terapi
growth hormone. Agen provokatif yang lazim adalah L-dopa, insulin arginin, dan glukagon, dan ketiga tes mungkin diperlukan. Kadar dibawah 5 ng / ml setelah 2 tes provokatif menegakkan diagnosis defisiensi growth
hormone. Harus berhati-hati saat pemberian insulin pada pasien hipopituitarisme, disebabkan menurunnya kemampuan untuk mengatasi hipoglikemia. Resiko terbesar, adalah pada balita yang kurus, terutama jika
memperlihatkan
kadar
glukosa
puasa
yang
rendah.
Kadar
somotomedin-C semakin sering digunakan sebagai indikator defisiensi
growth hormone. Manfaat diagnostik pengukuran somatomedin-C perlu dibandingkan dengan kontrol sesuai umur dan jenis kelamin. Kadar pada anak normal berangsur-angsur meningkat dengan kadar puncak 2 tahun lebih awal pada wanita dibandingkan pria. Kadarnya lebih rendah pada anak pria dengan hambatan pertumbuhan konstitusional dibandingkan dengan kontrol sebaya. Pada anak dengan defisiensi growth hormone kadarnya sangat rendah, tetapi umumnya dapat meningkat bermakna dalam 16 - 28 jam setelah pemberian GH.
(5)
Setelah memastikan defisiensi GH, maka diperlukan pemeriksaan fungsi sumbu hipofisis-hipotalamus lainnya. Jika terdapat defisiensi tirotropin, maka kadar serum tiroksin dan TSH rendah. Peningkatan normal TSH dan prolaktin menyusul stimulasi dengan hormon pelepasan tirotropin, menempatkan cacat pada hipotalamus, sedangkan tidak adanya
8
respons menempatkan cacat pada hipofisis. Peningkatan kadar acak prolaktin plasma pada pasien dengan hipopituitarisme juga merupakan bukti yang kuat bahwa cacat terletak pada hipotalamus dan bukannya hipofisis. Sebagian anak dengan kraniofaringioma mengalami peningkatan kadar prolaktin sebelum pembedahan mengalami defisiensi prolaktin akibat kerusakan hipofisis.
(4)
Penurunan kadar kortikosteroid kemih dan kortisol plasma menunjukkan defisiensi kortikotropin. Hipoglikemia induksi insulin mencetuskan peningkatan kadar kortisol dengan merangsang pelepasan ACTH, karena itu pengukuran kadar kortisol selama tes provokasi growth
hormone dengan insulin, memberikan informasi mengenai cadangan kortikotropin. Kadar FSH dan LH serum dapat turun bahkan di bawah kadar prepubertas yang rendah. Namun defisiensi gonadotropin tidak dapat disingkirkan sebelum anak melampaui masa pubertas. Defisiensi hormon antidiuretik dapat ditegakkan dengan pemeriksaan yang sesuai.
(5)
6. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Tulang-tulang panjang berbentuk ramping dan miskin mineral, pusat-pusat osifikasi timbul lambat, dan celah epifisis tetap terbuka. Fontanela dapat tetap terbuka pada umur lebih dari 2 tahun dan dapat ditemukan tulang intersutura. Radiografi kranium sangat membantu jika terdapat destruksi atau lesi desak ruang yang menyebabkan hipopituitarisme, riwayat mual, muntah, kehilangan penglihatan, nyeri kepala,
dan
bertambahnya
lingkar
kepala
menunjukkan
adanya
peningkatan tekanan intrakranial. Pembesaran sela, terutama pembalonan dengan erosi dan klasifikasi di dalam atau di atas sella, dapat dideteksi. CT
scan, scan radionuklid , atau angiogram karotis diperlukan untuk diagnois dan lokalisasi. (4,6)
9
7. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Test yang berguna untuk mengevaluasi fungsi poros hipotalamus kelenjar pituitrin adalah pemberian insulin untuk mendapatkan keadaan hipoglikemia. Selain menyebabkan sekresi GH, hipoglikemia dengan kadar gula kurang dari 50 mg/dl juga merangsang sekresi ACTH. Bila fungsi kelenjar pituitrin dan adrenal normal, kadar kortisol harus meningkat hingga 20 µ g/dl atau lebih. Pada penderita dengan diabetes yang tidak terkontrol, dengan penyakit jantung iskemik, dengan epilepsi atau penderita yang mempunyai gangguan fungsi kelenjar adrenal berat sebaiknya jangan dibuat menjadi hipoglikemi yang rendah sekali. Anoreksia nervosa merupakan bentuk hipopituitarisme sebagai kelainan yang didapat. (3,4)
8. DIAGNOSIS BANDING
Sebab-sebab penyakit pertumbuhan banyak sekali, disini hanya dibicarakan penyakit yang paling mendekati hipopituitarisme. Anak dengan Sindroma Laron memiliki semua temuan klinis hipopituitarisme idiopatik, tetapi kadar growth hormone plasma meningkat sementara kadar somatomedin rendah. Tidak terdapat respons terhadap pemberian bGH. Cacat primer tampaknya berupa ketidakpekaan sel terhadap growth hormone. Pada banyak keluarga diduga adanya modus pewarisan autosomal resesif.
(4)
Penurunan kadar somatomedin serum juga terjadi pada Thalasemia-
β , agaknya sekunder dari hemosiderosis hati dan organ lain. Hipotiroidisme primer biasanya mudah dibedakan atas dasar klinis. Akan tetapi respons terhadap tes provokasi growth hormone dapat subnormal, dan mungkin didapatkan pembesaran sella. Kadar TSH yang meningkat memastikan diagnosis dan perubahan sekunder ini menghilang setelah terapi dengan hormon tiroid.
(2,4)
Sindroma Turner harus selalu dipertimbangkan pada anak wanita yang pendek. Bila disertai dengan deformitas kongenital khas yang lazim, 10
maka diagnosis tidak sukar, tetapi pada keadaan lain mungkin didapatkan temuan karakteristik selain penampilan yang pendek. Diperlukan analisis kromosom untuk menegakkan diagnosis.
(2)
Kehilangan (deprivasi) emosional merupakan penyebab penting hambatan pertumbuhan, dan menyerupai hipopituitarisme. Kondisi ini dikenal sebagai cebol psikososial, cebol deprivasi, atau hiposomato tropisme reversibel. Bagaimana mekanisme kehilangan sensoris dan emosional menganggu pertumbuhan belum sepenuhnya dimengerti. Hipopituitarisme fungsional ditunjukkan oleh kadar somatomedin yang rendah, respons growth hormone yang rendah terhadap rangsang provokatif. Bukti sulit untuk diungkapkan karena orang dewasa yang bertanggung jawab seringkali menyembunyikan keadaan keluarga yang sebenarnya kepada dokter, dan anak jarang mengemukakan keadaan atau perlakuan yang buruk.
(2,4)
Anak yang kehilangan emosi seringkali dengan nafsu makan berubah atau berlebihan, insomnia, spasme tangis. Dapat sangat pasif atau sangat agresif dan memiliki inteligensi borderline sampai normal-kurang. Jika cara mengasuh anak diubah atau jika anak dipindah dari tempat penganiayaan, maka laju pertumbuhan akan pulih secara bermakna. Selama periode pertumbuhan susulan ini, dapat terjadi pemisahan sutura kranium dan bukti-bukti lain pseudotumor serebri.
(2)
Pada cebol primordial hambatan pertumbuhan dimulai sejak kehidupan intrauterin, ditemukan pada saat lahir. Kadar growth hormone normal. Orang Pigmy Afrika di hutan tropis ekuator Afrika menyerupai pasien defisiensi growth hormone, namun memiliki kadar growth hormone normal dan tidak berespons terhadap pemberian GH. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa orang pygmi mengalami defisiensi suatu faktor pertumbuhan mirip insulin yang poten (IGF-I), yang mungkin identik dengan somatomedin C.
Sindroma
(4)
Silver-Russel dicirikan
oleh
perawakan
pendek,
penonjolan frontal, wajah kecil berbentuk segitiga, lemak subkutan sedikit,
11
jari ke-5 yang pendek, melengkung kedalam dan asimetris pada banyak kasus. Penderita anak mempunyai berat badan rendah untuk usia kehamilan. Kadar growth hormone biasanya normal, tetapi 5 penderita mengalami defisiensi growth hormone, 1 karena kraniofaringioma dan 4 idiopatik. (5) Masalah pertumbuhan yang seringkali dihadapi dokter anak adalah anak yang jelas normal dengan tinggi badan dibawah persentil ke-3 tetapi mempunyai laju pertumbuhan normal. Jika maturasi tulang lebih rendah dari usia kronologik, tetapi konsisten dengan usia sesuai tinggi, maka kondisi ini disebut sebagai hambatan konstitusional pertumbuhan . Pada anak demikian potensi pertumbuhan adekuat, tinggi badan pubertas dan dewasa akan dicapai lebih lambat dari rata-rata. Jika maturasi tulang konsisten dengan usia kronologik, maka kondisi ini dikenal sebagai . Biasanya ditemukan anggota keluarga perawakan genetik pendek berperawakan pendek lainnya, dan potensi pertumbuhan terbatas.
(2,4)
9. TERAPI
Pada pasien lesi organik nyata, maka terapi harus diarahkan pada proses penyakit primer. Evaluasi fungsi hipofisis merupakan indikasi setelah pembedahan dan atau radiasi. Pemberian
growth
hormone berhasil
meningkatkan
laju
pertumbuhan pada sedikitnya 80% anak dengan defisiensi growth
hormone, namun gagal mengubah laju pertumbuhan lain. Dosis standar efektif adalah 2 IU intramuskular 3 kali seminggu, tapi dosis 2.5 IU per minggu tampaknya sama efektifnya selama tahun pertama terapi. Respons pertumbuhan maksimal selama tahun pertama; laju dapat mencapai 2 kali yang diharapkan sesuai usia kronologik, sementara pada tahun ketiga terapi rata-rata kurang dari 1,5 kali laju sesuai usia. Hal ini jarang menurunkan efektivitas hormon. Anak yang lebih muda tampaknya berespons lebih baik dibanding anak yang lebih tua.
12
(4,6)
Hormon kini tersedia untuk pengobatan sebagaian besar anak dengan hipopitutarisme dengan 1 hipofisis manusia menghasilkan 5 mg growth
hormone. Hormon yang dibuat dengan teknologi DNA rekombinan dapat diperoleh dalam waktu dekat. Terapi dengan hidrokortison merupakan indikasi jika terdapat hipoglikemia atau insufisiensi adrenal (terbukti), dan juga hormon tiroid jika terdapat hipotiroidisme sekunder. Dosis hormon-hormon ini harus dipertahankan dalam rentang fisiologis. Untuk bayi dengan mikrofalus, pemberian suntikan 25 mg testosteron enantat intramuskular bulanan selama satu atau 2-3 bulan, dapat mengembalikan ukuran normal penis tanpa efek yang tak diinginkan terhadap maturasi tulang.
(5)
10. PROGNOSIS
Prognosis untuk hidup tergantung pada faktor penyebab. Bila tidak ada lesi anatomik maka penderita dapat mencapai usia tua. Prognosis tinggi badan akhir sulit, karena pertumbuhan masih mungkin berlanjut lama setelah masa remaja yang lazim karena epifisis tetap terbuka. Maturasi seksual juga terjadi 10 - 20 tahun lebih lambat dari orang normal. Pertumbuhan susulan seringkali diamati pada anak yang menjalani pembedahan kraniofaringioma atau tumor hipotalamus lainnya. Yang mengherankan, pertumbuhan dapat terjadi bahkan tanpa hGH. Tampaknya pertumbuhan bergantung pada somatomedin, karena kadar plasmanya normal. Rangsangan untuk produksi somatomedin pada pasien pasien ini tidak diketahui.
(6)
13
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1.
Hipopituitarisme adalah sindrom klinis yang ada kaitannya dengan kelainan fungsi kelenjar hipofisis atau pituitari antara lain mencakup penyakit-penyakit akibat kekurangan hormon.
2.
Penegakan diagnosis harus meliputi manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan radiologik sehingga bisa dilakukan terapi yang tepat.
3.
Prognosis tergantung pada faktor penyebab dan ada tidaknya lesi anatomik.
B. SARAN
Pencegahan sangat penting salah satunya adalah pemeriksaan selama kehamilan, perawatan perinatal dan antenatal yang benar.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Ratna M. Faal Endokrin , C.V. Sagung Seto, Jakarta, 2000, hal.1, 14-19. 2. Jong, W. D., Syamsuhidayat, Sistem Endoktrin , dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, Edisi Revisi, 1998, hal. 949-952. 3. Anderson, P., Carty, W.M., Alih Bahasa Peter Anugerah, Gangguan Hipofisis dalam Fisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , EGC, Jakarta, 1997, hal. 1062 – 1064. 4. Gordon, B.I., Hipopituitarism, Endocrynology System, in Nelson Textbook of Paediatrics ; Berhman, R.E., Voughan, V.C., and Nelson (Eds); 13 th. Ed, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1987, p. 215-225. 5. Widmann, Alih Bahasa Latu dkk, Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium , EGC, Jakarta, 1994, hal. 413-414. 6. Mattingly, Seward, Bedside Diagnosis , Ed. 13. Gajah Mada University Press , Yogyakarta, 1996, hal. 440-441.
15
REFERAT
HIPOPITUITARISME
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Akhir Di Bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Diajukan kepada Yth. Dr. NUR FAIZAH, SpA.
Disusun oleh : ALMU’AIZIE 94310021
SMF BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO FAKULTAS KEDOKTERAN UMY 2002
16
HALAMAN PENGESAHAN Referat
HIPOPITUITARISME
Disusun Oleh : ALMU’AIZIE 94310021
Telah disetujui / disyahkan : Pada tanggal : 16 Maret 2002 Hari : Sabtu
Oleh : Dosen Pembimbing / Penguji
Dr. NUR FAIZAH, Sp.A
ii 17
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Hipopituitarisme”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi ujian akhir di Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dr. Nur Faizah, SpA., selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak sekaligus dosen pembimbing dan penguji yang dengan penuh kesabaran telah membimbing dan memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. 2. Dr. Priyono Budi Suroso, SpA., selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan dosen penguji. 3. Dr. Supriyanto, SpA., selaku dosen penguji. Penulis sadar bahwa referat ini jauh dari sempurna oleh karena itu, masukan yang bersifat membangun diperlukan demi kesempurnaan referat ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Purwokerto,
Maret 2002
Penulis
iii 18
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
ii
KATA PENGANTAR....................................................................................
iii
DAFTAR ISI..................................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN I. Latar Belakang.....................................................................
1
II...................................................................................Tujuan 1
BAB II
PEMBAHASAN I.................................................................................Definisi 2 II................................................................................Etiologi 2 III.......................................................................Patofisiologi 3 IV..............................................................Manifestasi Klinis 6 V..................................................Pemeriksaan Laboratorium 8 VI......................................................Pemeriksaan Radiologi 9 VII.......................................................Pendekatan Diagnosis 10 VIII..........................................................Diagnosis Banding 10 VIII. Terapi.................................................................................... 12
19
IX.
Prognosis.............................................................................. 13
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................................ 14 B. Saran ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 15
iv
20