ANALISIS PERKIRAAN DAMPAK EKONOMI KEBIJAKAN MI M I NI M UM LE L E G A L SI ZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus) TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR KABUPATEN CIREBON
DINA SETRIANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i RINGKASAN DINA SETRIANA. Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan ( Portunus Portunus pelagicus ) Terhadap Nelayan Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan RIZAL BAHTIAR.
Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dieskpor ke berbagai negara. Kebutuhan ekspor rajungan sampai saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut sehingga untuk mengantisipasi peningkatan penangkapan rajungan yang tidak mencapai maturity, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan kebijakan minimum legal size. Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab fishery salah satunya adalah nelayan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkiraan dampak ekonomi kebijakan minimum legal size terhadap nelayan. Tujuan penelitian secara khusus yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan; (3) memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size; (4) menilai kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size dan (5) mengkaji penerapan kebijakan minimum legal zise . Penelitian ini dilakukan di Desa Gebang Mekar Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April-Mei 2011. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik usaha nelayan rajungan yaitu yang terdiri dari operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan sosial ekonomi nelayan. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah jumlah hasil tangkapan, pengalaman dan jumlah alat tangkap. Analisis kesejahteraan rajungan digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. Metode analisis yang digunakan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). Asumsi yang digunakan dalam NTN adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. NTN dihitung untuk dua alat tangkap yaitu alat tangkap jaring kejer dan bubu lipat pada kondisi saat ini atau sebelum kebijakan minimum legal size dan apabila kebijakan tersebut diterapkan. NTN untuk nelayan jaring kejer sebelum kebijakan bernilai 0,69 dan setelah kebijakan bernilai 0,65. Sedangkan, NTN untuk nelayan bubu lipat sebelum kebijakan bernilai 0,82 dan setelah kebijakan 0,81. Berdasarkan hasil analisis, kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan apabila kebijakan minimum legal size diterapkan nilai NTN untuk nelayan jaring kejer mengalami penurunan sebesar 0,04 dan untuk nelayan bubu lipat mengalami penurunan sebesar 0,01. Hal ini menunjukkan nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar tidak bisa memenuhi kebutuhan subsistennya. Berdasarkan hasil analisis Return Cost Ratio untuk nelayan jaring kejer saat ini adalah sebesar 1,06 dan setelah kebijakan sebesar 1,05. Hasil analisis nelayan bubu lipat saat ini adalah sebesar 1,10 dan setelah kebijakan 1,09. Metode analisis yang digunakan dalam jangka panjang adalah Benefit Cost Analysis (BCA). Hasil BCA usaha nelayan rajungan dengan umur proyek 10 tahun dan
ii discount rate 6,75% menunjukkan NPV untuk jaring kejer saat ini sebesar Rp 10 087 241, Net B/C 1,97 dan IRR 14 persen dan setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 2 972 450, Net B/C 1,49 dan IRR 9 persen. Hasil analisis untuk nelayan bubu lipat saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 19 683 730, Net B/C 2,07 dan IRR 17 persen, setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 14 951 582, Net B/C 1,91 dan IRR 15 persen. Hasil analisis menunjukkan penurunan R-C ratio untuk nelayan jaring kejer dan bubu lipat sama sebelum dan setelah kebijakan. Namun, pada jangka panjang penurunan IRR untuk nelayan jaring kejer sangat signifikan yaitu sebesar 5 persen sedangkan untuk nelayan bubu lipat sebesar 2 persen. Hal ini disebabkan meskipun nelayan bubu lipat memerlukan banyak investasi namun hasil tangkapan rajungan yang ukurannya kurang dari 8,5 cm hanya 1 persen dan untuk nelayan jaring kejer 5 persen dari hasil tangkapannya. Sehingga, dengan adanya kebijakan minimum legal size sangat berpengaruh pada nelayan jaring kejer . Hasil analisis menunjukkan kebijakan minimum legal size berdampak negatif terhadap terhad ap pendapatan nelayan rajungan r ajungan
Kata Kunci : Rajungan, Minimum Legal Size, Nelayan, Nilai Tukar Nelayan, Benefit Cost Analysis method .
ANALISIS PERKIRAAN DAMPAK EKONOMI KEBIJAKAN MI NI MUM LE GAL SI ZE RAJUNGAN (Portunus pelagicus) TERHADAP NELAYAN DESA GEBANG MEKAR KABUPATEN CIREBON
DINA SETRIANA H44070078
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iii Judul Skripsi : Analisis Perkiraan Dampak Ekonomi Kebijakan Legal Minimum Size Rajungan ( Portunus pelagicus) terhadap Nelayan Desa
Gebang Mekar Kabupaten Cirebon Nama
: Dina Setriana
NIM
: H44070078
Menyetujui, Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS NIP : 19580507 198601 1 001
Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si NIP : 19800603 200912 1 006
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
iv PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Perkiraan Dampak Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan ( Portunus pelagicus) Terhadap Nelayan Desa
Gebang Mekar Kabupaten Cirebon adalah benar merupakan hasil karya bersama kerjasama dengan project Economic Evaluation of Implementing Minimum Legal Size on Blue Swimming Crab Fishery in Indonesia yang diketuai oleh Bapak Rizal
Bahtiar S.Pi, M.Si yang didanai oleh EEPSEA dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Dina Setriana H44070078
v UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Mamah (Suwarni S.Pd), Bapak (E. Sadikin), kakak (Hennie Herawati dan
Henna Aditiana), Saudara Kembar (Diny Setriani) dan Dhery Mega Santika atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang tak terhingga. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS (Pembimbing I) dan Bapak
Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si (Pembimbing II) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Selaku dosen penguji utama dan
Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen perwakilan departemen. 4. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si. selaku pembimbing akademik. 5. Bapak Agus, Bapak Supandi (Sekdes Desa), Bapak Nurdiyanto (Kaur
Pemerintahan), Bapak kiat dan seluruh masyarakat Desa Gebang Mekar dan Gebang Kulon, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon bagian Perikanan Tangkap atas dukungan, data dan informasinya. 6. Rekan satu bimbingan Wezia Berkademi, Fandi W. Ikhsani, Frizka Amalia,
Ria Larastiti, Erlinda dan Astrid Yeyen atas bantuan, semangat dan motivasinya.
vi 7. Dina Berina, Diyah A.P., Nadia Mutiarani, Kartika P.S., Ario B. Sandjoyo,
Bahrion I. Tampubolon, Andrian Irwansyah serta sahabat ESL 44 atas kebersamaan dan dukungannya. 8. Ahmad Fajri Prabowo, Kriswindya Tasha, Novia F.P., Fithriyani Rahayu,
Rabiah A.S, serta rekan-rekan PSM IPB Agria Swara atas pengalaman, kebersamaan dan kasih sayangnya.
vii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat serta karunia-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkiraan dampak ekonomi kebijakan terhadap nelayan dimana dalam penelitian ini adalah kebijakan minimum legal size di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Kajian yang dilakukan meliputi karakteristik usaha nelayan rajungan melalui analisis deskriptif, faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan melalui analisis linear berganda. Selain itu, dilakukan analisis kesejahteraan nelayan sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size serta analisis pendapatan dan kelayakan usaha nelayan rajungan sebelum dan setelah kebijakan. Penelitian ini juga mengkaji implikasi kebijakan minimum legal size dan kebijakan lain yang dapat diterapkan bersama kebijakan ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
viii DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ..........................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii HALAMAN KEORISINILAN ..............................................................................iv UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................v KATA PENGANTAR ..........................................................................................vii DAFTAR ISI ........................................................................................................viii DAFTAR TABEL ..................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii I.
PENDAHULUAN .............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................6 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................6 1.5 Batasan Penelitian ..................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................8 2.1 Klasifikasi Rajungan ..............................................................................8 2.2 Morfologi Rajungan ...............................................................................9 2.3 Karakteristik Rajungan.........................................................................10 2.4 Ukuran Kedewasaan Rajungan ............................................................11 2.5 Nelayan ................................................................................................12 2.6 Return Cost Ratio ................................................................................. 14 2.7 Benefit Cost Analysis ........................................................................... 15 2.8 Nilai Tukar Nelayan .............................................................................16 2.9 Regresi Linear Berganda ......................................................................18 III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................21 IV. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................24 4.1 4.2 4.3 4.4
Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................24 Metode Penelitian.................................................................................24 Metode Pengumpulan Data ..................................................................24 Metode Analisis Data ...........................................................................25 4.4.1 Analisis Karakteristik Usaha Nelayan ........................................26 4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda...............................................27 4.4.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan ..................................................28 4.4.4 Analisis Kelayakan Usaha Rajungan ..........................................29 4.4.4.1 Return Cost Ratio ............................................................ 29 4.4.4.2 Benefit Cost Analysis ....................................................... 30
ix
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................34 5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon ............34 5.2 Topografis .............................................................................................34 5.3 Demografi .............................................................................................35 5.4 Potensi Sumberdaya ..............................................................................36 5.5 Kondisi Perikanan .................................................................................37 5.5.1 Produksi dan Nilai Produksi.........................................................37 5.5.2 Sarana dan Prasarana ....................................................................38 5.5.3 Musim dan Daerah Penangkapan .................................................39 5.6 Karakteristik Nelayan Responden .........................................................40 5.6.1 Umur Nelayan ..............................................................................40 5.6.2 Pengalaman Nelayan ....................................................................41 5.6.3 Tingkat Pendidikan ......................................................................42 5.6.4 Pekerjaan Sampingan ...................................................................44 5.7 Unit Penangkapan .................................................................................45 5.7.1 Alat Tangkap ................................................................................45 5.7.2 Perahu ...........................................................................................47 5.7.3 Nelayan ........................................................................................47 5.7.4 Bahan Bakar Solar ........................................................................48 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................49 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan ................................................49 6.1.1 Operasi Penangkapan ...................................................................49 6.1.2 Pemasaran Hasil Tangkapan ........................................................51 6.1.3 Rumah Tangga Nelayan ...............................................................53 6.1.4 Kondisi Ekonomi Sosial Masyarakat ...........................................54 6.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan ... 55 6.2.1 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan terhadap Pendapatan Nelayan ........................................................................................56 6.2.2 Hubungan Jumlah Awak Kapal terhadap Pendapatan Nelayan ........................................................................................56 6.2.3 Hubungan Jumlah Trip Melaut terhadap Pendapatan Nelayan ........................................................................................57 6.2.4 Hubungan Pengalaman terhadap Pendapatan Nelayan ................58 6.2.5 Hubungan Biaya Melaut terhadap Pendapatan Nelayan ..............58 6.2.6 Hubungan Jumlah Alat Tangkap terhadap Pendapatan Nelayan ........................................................................................59 6.2.7 Hubungan Pendapatan Lain terhadap Pendapatan Nelayan .........59 6.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan ............................................................60 6.4 Analisis Struktur Penerimaan ................................................................61 6.5 Analisis Struktur Biaya .........................................................................62 6.5.1 Biaya Penyusutan .........................................................................63 6.5.1.1 Biaya Penyusutan Perahu .................................................63 6.5.1.2 Biaya Penyusutan Mesin ..................................................64 6.5.1.3 Biaya Penyusutan Alat Tangkap ......................................64 6.5.2 Biaya Perawatan ............................................................................64 6.5.2.1 Biaya Perawatan Perahu ....................................................65 6.5.2.2 Biaya Perawatan Mesin .....................................................65
x 6.5.2.3 Biaya Perawatan Alat Tangkap .........................................66 6.5.3 Biaya Operasional Penangkapan ...................................................67 6.6 Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan ......................................68 6.7 Analisis Kelayakan Usaha ......................................................................71 6.8 Implikasi Kebijakan ...............................................................................72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................75 7.1 Kesimpulan ..............................................................................................75 7.2 Saran .........................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................77 LAMPIRAN ...........................................................................................................80 RIWAYAT HIDUP..............................................................................................101
xi DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor 1
Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007 .......2
2
Jumlah sampel menurut unit penangkapan rajungan Desa Gebang Mekar ........................................................................................................25
3
Matriks Metode Analisis Data ..................................................................26
4
Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2010 ...............35
5
Kelompok Umur Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2008 ................36
6
Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Tahun 2006-2010 Kabupaten Cirebon....................................................................................37
7
Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Rajungan Tahun 2006-2010 Kabupaten Cirebon .................................................................38
8
Jumlah Responden Berdasarkan Sebaran Umur Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ....................................................................................41
9
Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ....................................................................................42
10
Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Desa Gebang Mekar Tahun 2011................................................................................................43
11
Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ....................................................................................44
12
Banyak Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2010 ..............45
13
Komponen Biaya Penyusutan Jaring Kejer ............................................... 63
14
Komponen Biaya Penyusutan Bubu Lipat ................................................63
15
Komponen Biaya Perawatan Perahu .........................................................65
16
Komponen Biaya Perawatan Mesin ..........................................................66
17
Komponen Biaya Perawatan Alat Tangkap ..............................................67
18
Komponen Biaya Operasional Jaring Kejer .............................................. 68
19
Komponen Biaya Operasional Bubu Lipat ...............................................68
xii DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Spesies Rajungan Portunus pelagicus ........................................................ 9
2
Diagram Alur Kerangka Pemikiran ..........................................................23
3
Pelabuhan Pendaratan Ikan Desa Gebang Mekar .....................................39
4
Bubu Lipat.................................................................................................50
5
Jaring Kejer ............................................................................................... 51
6
Urutan Pemasaran Rajungan .....................................................................53
xiii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Kuesioner penelitian ...................................................................................81
2
Data Karakteristik Responden Desa Gebang Mekar Tahun 2011 ..............84
3
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Nelayan Rajungan Tahun 2011 86
4
Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ..............90
5
Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Setelah Kebijakan ................91
6
Nilai Tukar Nelayan Rajungan Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ...............93
7
Nilai Tukar Nelayan Rajungan Bubu Lipat Setelah Kebijakan .................93
8
Besarnya Penerimaan Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap Sebelum dan Setelah Kebijakan ................................................................................94
9
Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ...................................................................................................95
10
Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Jaring Kejer Setelah Kebijakan ......................................................................................95
11
Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ...................................................................................................96
12
Analisis Pendapatan Nelayan Rajungan Bubu Lipat Setelah Kebijakan ...................................................................................................96
13
Analisis Finansial Jaring Kejer Sebelum Kebijakan ..................................97
14
Analisis Finansial Jaring Kejer Setelah Kebijakan ....................................98
15
Analisis Finansial Bubu Lipat Sebelum Kebijakan ....................................99
16
Analisis Finansial Bubu Lipat Setelah Kebijakan .....................................100
1 I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Secara geografis Indonesia mempunyai zona maritim yang sangat luas yaitu, sebesar 5,8 juta km2 yang terdiri dari laut territorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17 480 pulau dan garis pantai sepanjang 95 181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Kekayaan sumberdaya alam yang begitu besar menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, salah satunya adalah potensi wilayah pesisir dan laut. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar dan khususnya memiliki peluang sebagai salah satu negara pengekspor
produk sumberdaya perikanan.
Pada tahun 2007,
Indonesia
menempati posisi ke 12 negara pengekspor ikan di dunia yaitu sebesar dua persen, sedangkan pada posisi pertama adalah China sebesar 11 persen, lalu Norwegia sebesar tujuh persen dan Thailand enam persen1. Salah satu hasil laut yang banyak dieskpor adalah rajungan (Portunus pelagicus)-( Blue Swimming Crab ). Rajungan merupakan komoditi ekspor
perikanan penting di Indonesia selain dari udang dan tuna. Pada Tabel 1 dapat dilihat nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditi pada tahun 2005-2007. Komoditas udang dari tahun 2005-2007 menempati urutan pertama untuk nilai
1
www.waspada.co.id Diakses 28 Februari 2011
2 ekspor hasil perikanan. Komoditas udang memiliki nilai ekspor sebesar US$ 1 029 935 000 menurun dari tahun sebelumnya. Urutan kedua terdapat komoditas tuna dan nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun dan memiliki nilai ekspor pada tahun 2007 sebesar US$ 304 348 000. Urutan ketiga terdapat komoditas ikan lainnya yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 568 420 000. Urutan keempat terdapat komoditas kepiting yang mempunyai nilai ekspor sebesar US$ 179 189 000. Tabel. 1 Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Tahun 2005-2007 (US$) No
Komoditi
2005
2006
2007
1
Udang
984 130 000
1 115 963 000
1 029 935 000
2
Tuna/Cakalang
246 303 000
250 567 000
304 348 000
3
Ikan lainnya (ikan putih, cumi dll)
366 414 000
449 812 000
568 420 000
4
Kepiting
130 905 000
134 825 000
179 189 000
5
Lainnya (ikan hias, rumput laut dll)
221 553 000
152 305 000
177 028 000
Total 1 913 305 000 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008
2 103 472 000
2 258 902 000
Total ekspor Rajungan selama bulan Januari-Mei 2010 mencapai 9 000 ton dengan nilai US$ 84 juta apabila dirata-ratakan eksportir Indonesia mengirim 1 800 ton rajungan. Jumlah ini naik 13,68 persen jika dibandingkan dengan ekspor 2009 sebanyak 1 583,3 ton per bulan2. Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dieskpor terutama ke Amerika dan seperti China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan sejumlah negara Eropa lainnya. Rajungan dalam bentuk segar di ekspor ke Singapura dan Jepang. Sedangkan rajungan dalam bentuk olahan kaleng diekspor ke Belanda. Hingga saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi rajungan di alam. 2
www.industri.kontan.co.id. Diakses 18 Desember 2010
3 Banyak stakeholder yang terlibat dalam crab fishery salah satunya adalah nelayan, sedangkan hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan dan berakibat pada tingkat kesejahteraan nelayan saat ini. Hal ini menunjukkan peningkatan upaya penangkapan (catching effort ) yang dilakukan oleh para nelayan dan tidak menghasilkan manfaat ekonomis maksimal. Guna mengantisipasi kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan yang berukuran kecil dan menyebabkan rajungan tidak bisa mencapai usia dewasa untuk berkembang biak, diperlukan kebijakan untuk membatasi tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang optimal dan berkelanjutan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan regulasi pendekatan ukuran minimum atau minimum legal size sebagai dasar dalam merancang kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan yang berkelanjutan dan dampaknya terhadap kesejahteraan nelayan rajungan. Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon merupakan produsen penghasil perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon dengan produksi sebesar 9 144 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2010). Desa Gebang Mekar adalah salah satu desa di Kecamatan Gebang yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan yang menangkap rajungan. Alat tangkap rajungan yang digunakan oleh nelayan disana adalah jaring kejer , bubu lipat dan jaring arad . Namun, alat tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap rajungan hanya jaring kejer dan bubu lipat sedangkan jaring arad merupakan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan (illegal). Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar merupakan salah satu basis penangkapan rajungan terbesar di Kabupaten Cirebon. Pemerintah
4 Kabupaten belum menerapkan kebijakan untuk rajungan dalam bentuk minimum legal size sehingga kajian mengenai perkiraan dampak kebijakan ini dapat
menjadi referensi dalam penerapan kebijakan tersebut dan dampaknya bagi nelayan sehingga dapat mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang ada dengan memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya rajungan dan kesejahteraan nelayan. 1.2
Perumusan Masalah
Saat ini Indonesia tidak mempunyai pengaturan terhadap penangkapan rajungan, nelayan dapat menangkap rajungan dalam berbagai ukuran dan menjualnya kepada tengkulak atau perusahaan-perusahaan rajungan. Penangkapan ikan di bawah ukuran dapat menyebabkan penipisan stok, karena rajungan tidak mencapai maturity. Berdasarkan beberapa penilitian disebutkan ukuran yang tepat adalah sekitar 8,5-10 cm lebar cangkang. Sebagian besar perikanan di dunia mulai dengan proses manajemen yang sederhana untuk melindungi stok spesies yang banyak dieksploitasi. Pendekatan yang umum digunakan adalah dengan menggunakan minimum legal size untuk menjamin bahwa spesies tersebut dapat mencapai usia dewasa dan berkembang biak sebelum ditangkap oleh nelayan. Implementasi kebijakan ini dalam perikanan dapat memiliki efek positif dan negatif. Dalam jangka pendek dapat mengurangi jumlah penangkapan dan akan berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Namun, dalam jangka panjang maka stok ikan dapat dipertahankan, dengan kata lain para nelayan akan mengalami kerugian pada jangka pendek namun akan meningkatkan keuntungan pada jangka panjang.
5 Indonesia merupakan negara kepualuan terbesar di dunia tetapi, masyarakat dan nelayannya masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk Indonesia. Kemiskinan masyarakat nelayan di daerah pesisir bersifat struktural. Hal ini ditengarai karena tidak terpenuhinya hak-hak dasar nelayan seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan infrastruktur. Kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses informasi, teknologi dan permodalan, menyebabkan posisi tawar nelayan semakin lemah. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 menunjukkan, jumlah nelayan di Indonesia hingga 2008 mencapai 2 240 067 nelayan3. Industri pengolahan rajungan dan perusahaan pengekspor rajungan serta nelayan khawatir terhadap dampak negatif yang akan diterima jika regulasi mengenai ukuran minimum diberlakukan. Hal ini akan merugikan nelayan dalam waktu singkat, karena mereka akan lebih memilih untuk menangkap rajungan ukuran kecil agar nelayan tetap mendapatkan penghasilan karena rajungan ukuran besar semakin sulit untuk didapatkan terutama di daerah utara Jawa. Namun, apabila pemerintah dan perusahaan tidak mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol penangkapan rajungan kecil akan memberikan dampak ekonomi negatif pada industri, nelayan dan semua stakeholder yang terlibat dalam perikanan tersebut. Selain itu, pemulihan stok ikan akibat deplesi jauh lebih sulit daripada membuat kebijakan saat ini. Permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimana karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini?
3
Kompas, 8 Februari 2011.
6 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan nelayan rajungan saat
ini? 3. Berapa nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan bagaimana
dampak ekonomi diterapkannya kebijakan minimum legal size? 4. Bagaimana kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan dampak
diterapkannya kebijakan minimum legal size? 5. Apa saja instrumen kebijakan yang tepat untuk diterapkan agar kebijakan minimum legal size dapat berjalan? 1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan
rajungan saat ini. 3. Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan rajungan saat ini dan setelah minimum legal size. 4. Menilai kelayakan usaha nelayan rajungan saat ini dan setelah minimum legal size. 5. Mengkaji penerapan kebijakan minimum legal size. 1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi : 1. Bagi peneliti
Sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
7 2. Bagi akademisi Sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan. 3. Bagi pemerintah Sebagai bahan acuan dalam menerapkan kebijakan terhadap sumberdaya perikanan serta dampak positif dan negatif yang akan diterima oleh masyarakat. 4. Bagi masyarakat Sebagai bahan informasi mengenai dampak positif dan negatif dari sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. 1.5
Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki batas-batas : 1. Terdapat tiga alat tangkap yang ada di tempat penelitian yaitu jaring kejer , bubu lipat dan jaring arad . Namun, untuk semua analisis di skripsi ini hanya berdasarkan dua alat tangkap yang legal yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Sedangkan, jaring arad tidak dihitung karena merupakan jaring yang illegal .
2. Preferensi nelayan mengenai kebijakan tidak diteliti. 3.
Kesejahteraan nelayan yang dibahas dalam penelitian ini hanya meliputi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten nelayan.
4.
Analisis yang digunakan dalam kelayakan usaha nelayan adalah benefit cost analysis finansial.
8 II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Rajungan
Sistematika rajungan (Stephenson dan Chambell, 1959) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria Divisi : Eucoelomata Section : Protostomia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Brachyura Sub Seksi : Branchyrhyncha Famili : Portunidae Sub Famili : Portunninae Genus : Portunus Spesies : Portunus pelagicus Beberapa jenis kepiting yang dapat berenang ( swimming crab), sebagian besar merupakan rajungan. Nilai gizi dari bagian tubuh jenis kepiting yang dapat
9 dimakan (edible portion) mengandung protein 65,72 persen; mineral 7,5 persen; dan lemak 0,88 persen 4.
Sumber: unlimited4sedoyo.wordpress.com
Gambar 1. Spesies Rajungan ( Portunus pelagicus) 2.2
Morfologi Rajungan
Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, rajungan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila kepiting hidup di perairan payau, seperti hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut. Rajungan memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri Sembilan buah dimana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai lima pasang kaki, yang terdiri atas satu pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, tiga pasang kaki sebagai sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami
4
Zaldibiaksambas.zaldibiaksambas.wordpress.com. Diakses 1 Februari 2011
10 modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang ( swimming crab). Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi sebagai capit, propodos, karpus dan merus. Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak sembilan buah yang terdapat pada sebelah kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran sekitar 30 cm (12 inchi). Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda umur yang sama. Jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Lalu betina berwarna lebih coklat. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar. Rajungan betina berwarna kehijau-hijuan dengan bercak-bercak putih agak suram. Rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak putih terang. Perbedaan ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa. 2.3
Karakteristik Rajungan
Salah satu hasil perikanan saat ini yang mulai berkembang pesat dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah rajungan. Rajungan berbeda dengan kepiting, rajungan hanya hidup di laut sedangkan kepiting dapat hidup di
11 darat. Rajungan dapat dicirikan dengan warna karapasnya yang bermacammacam. Duri akhir pada kedua sisi kerapas relatif panjang dan runcing. Rajungan ditemukan disetiap tempat yang perairan pantainya dangkal, kedalaman laut antara 10-30 m, dilaut yang tidak berangin atau berombak besar, di payau, di lubang pantai dan tambak. Perairan Indonesia mempunyai beberapa jenis rajungan yang semuanya dapat dimakan, tetapi tidak banyak dijumpai seperti rajungan biasa. Beberapa rajungan yang terdapat di perairan Indonesia diantaranya rajungan angin ( Portunus sanguinalentus), rajungan karang ( Hrybdis curciata) dan rajungan batik (Chrybdis natator ). Jenis rajungan yang umum dimakan ialah jenis jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub family portuniade dan podopthalminae. Jenis rajungan yang terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah rajungan bintang ( Portunus pelagicus) (Juwana dan Kasijan, 2000 dalam Gardenia ,2006). 2.4
Ukuran Kedewasaan Rajungan
Rajungan menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan terjadi dapat berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu di lokasi manapun. Betina terkecil rajungan yang telah diobservasi memiliki moult /pergantian kulit yang cukup umur di Peel-Harvey Estuary ukuran terkecil
adalah 89 mm CW, sedangkan di Leschenault Estuary ukuran terkecil adalah 94 mm CW (Smith, 1982, Campbell & Fielder, 1986, Sukumaran & Neelakantan, 1996, dan Potter et al . 1998 dalam Gardenia, 2006). Karapas rajungan dapat berkembang hingga 21 cm dan mereka dapat berukuran hingga seberat 1 kg (Abyss, 2001).
12 Rajungan di perairan Australia Selatan dikatakan legal jika panjangnya lebih dari 11 cm yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau dasar duri. Batas ukuran sedang digunakan di semua perairan. Selama pemijahan kemungkinan terdapat masa telur di bawah lapisan pada betina. Rajungan yang masih ada telurnya dilindungi sepenuhnya di perairan. Rajungan pada ukuran tersebut telah matang secara seksual dan telah memproduksi setidaknya 2 kelompok telur untuk satu musim (Kangas dalam Gardenia, 2006). Rajungan mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun yang mempunyai nilai ekonomis setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228 mm (Rounsenfell, 1975 dalam Gardenia, 2006). Batasan ukuran rajungan yang dianggap telah mencapai dewasa mempunyai beberapa pendapat diantaranya adalah 9 cm CW dan 3,7 cm CL (Kumar et al . 2000, Rounsefell, 1975 dalam Gardenia, 2006). 2.5
Nelayan
Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 adalah orang yang melakukan pekerjaan menangkap ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Aspek pendukung dalam industri perikanan tangkap
13 antara lain yaitu aspek pengadaan input, pemasaran dan pengolahan. Nelayan diartikan sebagai orang yang menjalankan usaha penangkapan ikan atau orang yang ikut mengoperasikan peralatan tangkap dan orang yang mempunyai kapal. Sedangkan orang yang melakukan pekerjaan membuat jaring, mengangkat alatalat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori sebagai nelayan. Orang yang bermatapencaharian sebagai nelayan memilliki karakter keras, hal ini disebabkan kondisi alam yang dihadapi oleh para nelayan yang ekstrim dan memiliki resiko yang besar. Berdasarkan kepemilikan modal dan peralatan, nelayan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Nelayan juragan adalah orang yang memiliki modal, kapal dan peralatan
untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. 2. Nelayan buruh atau Anak Buah Kapal (ABK) yaitu tenaga kerja yang
melakukan penangkapan dan pengangkutan hasil tangkapan. Antara nelayan juragan dan buruh (ABK) terdapat perbedaan status sosial, hal ini dikarenakan pembagian hasil tangkapan dari melaut. Juragan sebagai pemilik modal dan peralatan mendapatkan bagian yang lebih besar dan ditambah dengan biaya perawatan kapal dan peralatan, sedangkan buruh mendapatkan bagian lebih kecil yaitu sisa bagian hasil dari juragan dan bagian tersebut dibagi bagi dengan buruh lainn ya berdasarkan jumlah ABK yang ikut dalam kapal. Nelayan dapat dibedakan berdasarkan teknologi yang dipakai untuk aktivitas menangkap ikan di laut, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan metode dan peralatan dan penangkapan yang lebih maju. Teknologi yang digunakan dalam usaha penangkapan bertujuan untuk
14 meningkatkan produksi semaksimal mungkin. Sedangkan, nelayan tradisional hanya mengandalkan alam dan pengalaman untuk mencari ikan. Pengalaman sangat penting dalam menentukan posisi kapal dan daerah penangkapan ikan. Peralatan dan metode untuk mengangkap ikan juga sangat sederhana, oleh karena itu hasil tangkapan yang diperoleh nelaya tradisional jauh lebih sedikit dibanding dengan nelayan modern. Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penangkapan ikan, nelayan dapat menggolongkan sebagai berikut: 1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan
untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya
digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Lamanya waktu yang dicurahkan sangat berpengaruh terhadap banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh, semakin lama waktu nelayan untuk menangkap ikan maka akan semakin banyak ikan hasil tangkapan yang diperoleh sehingga akan meningkatkan pendapatan nelayan (Monintja, 1989 dalam Yustiarani, 2008). 2.6
Return Cost Ratio (R-C Ratio) Return Cost Ratio merupakan analisa yang bertujuan untuk menguji
seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usaha perikanan yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan. Jika R-C ratio > 1, maka usaha perikanan yang dijalankan mengalami keuntungan. Jika R-C ratio < 1, maka usaha perikanan tersebut mengalami
15 kerugian, sedangkan bila R-C ratio = 1, maka cabang usaha perikanan ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995 dalam Santoso et al , 2005).
Benefi t Cost Analysis (BCA)
2.7
Tujuan-tujuan analisis dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Manfaat dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya-biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses produksi. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagi berikut : 1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya
bersifat jangka panjang. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan. 3. Biaya lainnya.
Sedangkan menurut (Kadariah, 1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1.
Manfaat langsung (direct benefit ) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik dan atau penurunan biaya.
16 2.
Manfaat tidak langsung (indirect benefit ) yang disebabkan adanya proyek tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa adanya efek multiplier , skala ekonomi yang lebih besar dan adanya dynamic secondary effect .
3.
Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect ).
Kriteria yang biasanya digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Kriteria pertama adalah NPV ( Net Present Value). Proyek atau kebijakan layak dilaksanakan jika NPV > 1, jika NPV = 0 pengembalian proyek hanya untuk biaya social opportunity dari modal dan tingkat suku bunga, sedangkan jika NPV < 0
proyek atau kebijakan tidak layak dilaksanakan. Kriteria kedua adalah BCR ( Benefit Cost Ratio). Jika nilai B/C lebih dari satu maka kebijakan atau proyek layak untuk dilaksanakan. Namun, apabila nilai B/C kurang dari satu maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999). Kriteria ketiga adalah Internal Rate of Return (IRR). Jika hasil yang didapat IRR > i (tingkat suku bunga) maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < i maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan. 2.8
Nilai Tukar Nelayan
Konsep nilai tukar (terms of trade) umumnya digunakan untuk menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang
17 diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor atau kelompok sosial ekonomi. Walaupun asal mula dan penggunaan yang lebih luas dari konsep ini berasal dari perdagangan internasional, dewasa ini konsep nilai tukar juga sering digunakan untuk membuat gambaran mengenai perubahan sistem harga dari barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produksi yang berbeda dalam suatu negara. Penggunaan seperti ini timbul konsep mengenai nilai tukar sektor. Nilai tukar menurut (Soeharjo et al, 1980 dalam Ustriyana, 2005) dapat digunakan untuk keperluan dua macam analisis. Penggunaan yang pertama adalah sebagai alat deskripsi (descriptive tool ). Sebagai alat deskripsi konsep ini digunakan untuk menerangkan
dan
menjelaskan
secara
statistik
atau
indeks
mengenai
kecenderungan jangka pendek dan jangka panjang tentang sejarah kelakuan barang-barang yang diperdagangkan. Penggunaan kedua yang sangat erat hubungannya dengan pertama, adalah sebagai alat untuk keperluan penetapan kebijakan (tool for policy). NTN yang pada dasarnya merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, NTN juga disebut sebagai Nilai Tukar Subsisten (Subsistence Terms of Trade). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran
rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki et al, 2001 dalam Ustriyana, 2005). Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat disebut sebagai penerimaan rumah tangga nelayan
18 Perkembangan NTN dapat ditunjukan dalam Indeks Tukar Nelayan (INTN). INTN adalah rasio antara indeks total pendapatan terhadap indeks total pengeluaran rumah tangga nelayan selama waktu tertentu. Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN dan INTN tersebut adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha menangkap ikan, baik untuk proses produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan, karena data yang tersedia tidak memungkinkan untuk memisahkan barang non nelayan yang benar-benar dipertukarkan dengan bahan pangan. Pengeluaran subsisten rumah tangga nelayan dapat diklasifikasikan sebagai : 1. Konsumsi harian makanan dan minuman 2. Konsumsi harian non makanan dan minuman 3. Pendidikan 4. Kesehatan 5. Perumahan 6. Pakaian 7. Rekreasi. 2.9
Regresi Linear Berganda
Regresi berganda (multiple regression model ) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (repons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ....., Xk dan komponen sisaan e ( error ) (Juanda, 2009). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu
19 peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan e, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Metode kuadrat terkecil OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk mendapatkan koefisien regresi parsial. Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu ( Residual Sum of Square atau RSS) yaitu Σei minimum (terkecil). Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Menurut (Firdaus, 2004) asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut : 1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional expcted Value) dari εi
tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi)
artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varian bersyarat dari ε adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama
asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam pengambilan contoh
berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan ε. 5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan lainnya. 6. Sisaan didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang
diberikan oleh asumsi 1 dan 2.
20 Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model
regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.
21 III.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pemanfaatan sumberdaya alam merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dihindarkan dan menjadi kebutuhan untuk masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya ini akan semakin tidak terkendali dengan semakin berkembangnya teknologi dan konsumsi masyarakat terhadap sumberdaya tersebut. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya merupakan hal yang penting untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Apabila pengelolaan berbasis wawasan lingkungan tidak dilakukan maka akan berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya tersebut. Kabupaten Cirebon adalah salah satu wilayah yang memberikan kontribusi paling besar dari hasil penangkapan ikan di Provinsi Jawa Barat. Jumlah produksi di Kabupaten Cirebon sebesar 19 875 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2009). Rajungan adalah salah satu komoditas perikanan yang terdapat di Kabupaten Cirebon dan merupakan sumberdaya perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, permintaan rajungan dari negara-negara seperti Amerika, Belanda, China dan negara Asia lainnya sangat tinggi. Namun, kendala saat ini adalah rajungan yang ditangkap oleh nelayan akhir-akhir ini telah menunjukan adanya penipisan stok, rajungan semakin sulit didapatkan terutama di sekitar Utara Laut Jawa. Salah satu penyebab penipisan stok rajungan adalah penangkapan rajungan yang belum sampai ke dalam tahap dewasa atau minimal berkembang biak satu kali telah ditangkap oleh nelayan sehingga stok rajungan tidak berada dalam kondisi yang berkelanjutan. Sehingga apabila tidak secepatnya diberlakukan suatu kebijakan untuk melindungi komoditas ini maka stok akan semakin menipis
22 sehingga bisa terjadi deplesi. Sedangkan pemulihan untuk stok deplesi jauh lebih sulit daripada menerapkan kebijakan saat ini. Alat tangkap rajungan yang tidak ramah lingkungan mempengaruhi jumlah populasi rajungan di alam, sehingga penipisan stok tidak bisa dihindari. Hal ini berdampak secara ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap semua stakeholder dalam crab fishery. Jumlah rajungan yang semakin berkurang akan menimbulkan persaingan antar nelayan. Salah satu kebijakan yakni minimum legal size dapat digunakan untuk menjaga stok rajungan agar tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi nelayan dalam jangka panjang. Kebijakan minimum legal size berdampak langsung terhadap pendapatan nelayan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis mengenai karakteristik usaha nelayan rajungan saat ini dan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Apabila kebijakan minimum legal size diterapkan, diduga terdapat dampak terhadap pendapatan nelayan maupun kelayakan usaha nelayan rajungan. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki dampak positif dan negatif baik terhadap para stakeholder maupun sumberdaya rajungan. Oleh sebab itu, perlu dilakukakan kajian mengenai instrumen kebijakan yang sesuai agar keberlanjutan sumberdaya rajungan dapat dicapai. Secara singkat kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
23
Sumberdaya perikanan
Overfishing , alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Dampak ekonomi Kebijakan berupa minimum legal size untuk menjaga stok rajungan agar tetap berkelanjutan dan memberikan mafaat bagi nelayan rajungan
Menganalisis nilai kesejahteraan nelayan saat ini dan apabila kebijakan minimum legal size diterapkan
Karakteristik usaha nelayan saat ini
pendapatan nelayan
Analisis Deskriptif
Faktor-faktor yang mempegaruhi pendapatan nelayan
Menganalisis kelayakan usaha nelayan saat ini dan saat penerapan kebijakan
Regresi Linear Berganda
Nilai Tukar Nelayan (NTN)
Return Cost Ratio dan Cost Benefit Analysis
Instrumen kebijakan yang tepat dalam kebijakan minimum legal size
Keberlanjutan sumberdaya rajungan
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
24 IV. 4.1
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April – Mei 2011. Kegiatan
penelitian
meliputi
tahap
studi
pustaka,
pembuatan
proposal,
pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan hasil penelitian. Lokasi penelitian bertempat di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Kacamatan Gebang merupakan produsen penghasil perikanan laut terbesar di Kabupaten Cirebon dengan produksi sebesar 9 144 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2010). 4.2
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survei. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka metode penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan secara sengaja, karena Kecamatan Gebang Mekar merupakan produsen rajungan terbanyak di Kabupaten Cirebon. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini dilakukan analisis perkiraan dampak kebijakan terhadap nelayan rajungan dengan dua alat tangkap jaring kejer dan bubu lipat. 4.3
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap unit penangkapan rajungan serta wawancara menggunakan kuesioner kepada nelayan sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran1. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat tangkap
25 rajungan, nelayan dan para stakeholder di lokasi penelitian. Data sekunder berupa produksi dan nilai produksi rajungan tahunan (time series data) Kabupaten Cirebon, produksi dan nilai produksi seluruh komoditas perikanan Kabupaten Cirebon, gambaran umum perikanan di Kabupaten Cirebon dan gambaran umum wilayah penelitian, yang diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan berupa buku referensi, laporan kegiatan, jurnal ilmiah, internet serta informasi dan sumber dari instansi terkait. Mengingat keterbatasan sumberdaya penelitian (tenaga, waktu dan dana) jumlah sampel yang akan diamati dibatasi sekurangkurangnya 10 persen dari unit populasi untuk setiap unit penangkapan rajungan (bubu lipat dan jaring kejer ). Perbandingan antara jumlah dengan populasi jenis alat tangkap rajungan yang menjadi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Pemilihan unit tersebut dilakukan secara purposive sampling , yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985). Tabel 2. Jumlah sampel menurut unit penangkapan rajungan di Desa Gebang Mekar Populasi Jumlah Sampel No Jenis Alat Tangkap Rajungan (Unit) (Unit)
1 2
Bubu Lipat Jaring Kejer Jumlah
20 924 944
5 30 35
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2 006 4.4
Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh lalu dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3. di bawah ini :
26 Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data
1 2
3 4
5
4.4.1
Mengidentifikasi karakteristik usaha nelayan saat ini Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan nela yan Memperkirakan nilai kesejahteraan nelayan Menilai kelayakan mata pencaharian Nelayan Mengkaji instrumen kebijakan yang tepat untuk diterapkan agar regulasi minimum legal size tetap berjalan
Data primer
Metode Analisis Data Analisis deskriptif
Data primer
Regresi linear berganda
Data primer
Nilai Tukar Nelayan (NTN) Cost Benefit Analysis
Data primer
dan Return Cost Ratio Data sekunder
Instrumen kebijakan
Analisis Karakteristik Usaha Nelayan
Metode analisis yang digunakan untuk mengkaji karakteristik usaha nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon adalah metode analisis deskriptif. Metode ini adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005). Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney, 1960 dalam Nazir, 2005). Beberapa hal yang dikaji dalam analisis deskriptif mengenai karakteristik nelayan yang akan dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif ini antara lain operasi penangkapan nelayan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan, lingkungan sosial dan ekonomi nelayan (Charles, 2000). Penjelasan ini
27 diilakukan untuk memberi gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta karakteristik nelayan saat ini. 4.4.2
Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis
ini
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pendapatan nelayan. Pendapatan nelayan (Y) merupakan fungsi dari beberapa variabel bebas, yaitu: Y = f(X1, X2, X3, X4, X5, X6, D, e) Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan tersebut dianalisis dengan metode regresi linear berganda pada aplikasi Statistical Product and Service Solution (SPSS) 15. Model yang digunakan adalah model regresi linear berganda.
Persamaan regresi besarnya pendapatan nelayan adalah sebagai berikut : Yi = β0 + β1X1i - β2X2i + β3X3i + β4X4i - β5X5i + β6X6i – β – β7Di + εi Dimana :
Yi
= Pendapatan nelayan (Rp)
β0
= Intersep
β1,..β7 = Koefisien regresi
X1
= Jumlah hasil tangkapan (Kg)
X2
= Jumlah awak kapal (Orang)
X3
= Jumlah trip melaut (Hari)
X4
= Pengalaman (Tahun)
X5
= Jumlah biaya melaut (Rp)
X6
= Jumlah alat tangkap (Unit)
D
= Pendapatan lain (ada = 1; tidak ada = 0)
і
= Responden ke-I (1,2,3…,n)
28 ε
= Galat Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan teori-teori dan observasi ke
tempat penelitian. 4.4.3
Analisis Kesejahteraan Nelayan
Analisis data mengenai penurunan kesejahteraan nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki dkk, 2001 dalam Ustriyana, 2005). Asumsi yang digunakan dalam NTN adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran ini dipakai dipak ai untuk keperluan usaha u saha penangkapan ikan, ika n, baik untuk proses p roses produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan. NTN dapat dirumuskan sebagai berikut : NTN = Yt/Et Yt
= YFt+YNFt
Et
= EFt+EKt
Dimana : Yt
= Total penerimaan (Rp/Bulan)
YFt
= Total penerimaan nelayan dari usaha perikanan (Rp/Bulan)
YNFt = Total penerimaan nelayan dari non perikanan (Rp/Bulan) Et
= Total pengeluaran (Rp/Bulan)
EFt
= Total pengeluaran nelayan untuk usaha perikanan (Rp/Bulan)
EKt
= Total pengeluaran nelayan untuk konsumsi keluarga nelayan (Rp/Bulan)
t
= Periode waktu (Bulan)
29 Analisis
kesejahteraan
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
tingkat
kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya sebelum dan setelah kebijakan. 4.4.4
Analisis Kelayakan Usaha Nelayan
Analisis kelayakan usaha rajungan digunakan untuk mengetahui apakah usaha nelayan saat ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Digunakan metode analisis return cost ratio untuk jangka pendek dan benefit cost analysis (BCA) untuk jangka panjang. 4.4.4.1
Return Cost Ratio Metode R-C ratio menunjukkan suatu nilai sebagai indikator apakah usaha
nelayan rajungan masih menguntungkan untuk dijalankan dalam jangka pendek apabila kebijakan minimum legal size diterapkan. Besarnya biaya, pendapatan dan R-C ratio menggunakan rumus (Hermanto, 1993 dalam Santoso et al , 2005): Biaya produksi (C) : TC = TFC + TVC …………………………………. (1) Keterangan: TC
= Total Cost / biaya total (Rp)
TFC = Total Fixed Cost / total biaya tetap (Rp) TVC = Total Variable Cost / total biaya variabel (Rp) Pendapatan (I) : I = TR – TC ; TR = y . Hy ……………………………. Keterangan: I
: Pendapatan (Rp)
TR
: Total Revenue / total penerimaan (Rp)
TC
: Total Cost / total pengeluaran (Rp)
Hy
: Harga jual rajungan (Rp)
(2)
30 y
: Jumlah rajungan
R-C ratio: (TR/TC) = Penerimaan (TR) …………………………………………. Pengeluaran (TC)
(3)
Penyusutan: Penyusutan = Biaya Investasi – Nilai Sisa ............................................. Umur Teknis
(4)
Kriteria : R-C ratio > 1, maka usaha nelayan rajungan menguntungkan, RC ratio < 1, maka usaha nelayan rajungan tidak menguntungkan, R-C ratio = 1 maka usaha nelayan rajungan impas. 4.4.4.2
Benefit Cost Analysis (BCA) Benefit Cost Analysis (BCA) merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui kelayakan usaha nelayan dan apabila kebijakan minimum legal size diterapkan. BCA menunjukkan nilai dari beberapa indikator untuk melihat kelayakan usaha nelayan rajungan dalam jangka panjang. Tujuan-tujuan analisis dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaatmanfaat. Tiga indikator yang harus dipenuhi untuk mengetahui apakah usaha perikanan layak untuk diterapkan yaitu: Net Present Value (NPV) merupakan selisih dari nilai investasi sekarang
dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.
( ∑
)
31 Keterangan: Bt
= keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
i
= tingkat suku bunga (%)
t
= periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n)
n
= umur teknis proyek Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV
< 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara
jumlah present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al, 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut :
Net B/C =
Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al, 1999).
32 Keterangan : B = benefit C = cost i = discount rate t = periode
IRR adalah discount factor yang membuat NPV = 0 dengan rumus yaitu :
Keterangan : і'
= nilai suku bunga yang menyebabkan NPV positif
і" = nilai suku bunga yang menyebabkan NPV negatif
NPV' = NPV dan tingkat suku bunga (і') NPV" = NPV dengan tingkat suku bunga (і") Jika hasil yang didapat IRR > і maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < і maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk
dilaksanakan. Analisis finansial dilakukan dengan beberapa asumsi yang merupakan prediksi terhadap kondisi yang tidak dapat diketahui secara pasti. Diharapkan dengan asumsi yang ditetapkan hasil estimasi tidak akan berbeda nyata dengan kondisi aktual di lapangan. Berikut asumsi-asumsi yang mendasari perhitungan finansial: 1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada tingkat nelayan bukan
harga yang berlaku di pasar; 2. Modal usaha seluruhnya bersumber pada kas pribadi;
33 3. Umur proyek ditetapkan 10 tahun berdasarkan umur teknis komponen utama
usaha penangkapan yaitu kapal; 4. Discount factor yang digunakan merupakan tingkat suku bunga pinjaman BI
pada saat penelitian dilakukan (6,75%).
34 V. 5.1
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon
Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada lintang 06°30’ LS -07°00’ LS dan 108°40’ BT. Wilayah tersebut
mempunyai ketinggian 0-130 m di atas permukaan laut. Kedalaman perairan berkisar antara 0-20 m dengan dasar perairan lumpur dan lumpur berpasir. Secara keseluruhan wilayah ini mempunyai luas 981 029 km2 dengan pantai sepanjang ±54 km (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011). Gebang Mekar merupakan salah satu desa pantai yang berada di Kecamatan Gebang dan merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Cirebon yang berada di wilayah timur dengan luas wilayah 242 615 m2. Secara geografis Desa Gebang Mekar berada pada posisi 108°43’5” BT dan 6°49’ LS. Desa Gebang
mekar secara administrasi terdiri dari empat dusun, 06 rukun warga (RW) dan 18 rukun tetangga (RT) yang dipisahkan oleh sungai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan. Desa Gebang Mekar terletak di wilayah paling utara Kecamatan Gebang, dengan batas administratif sebagai berikut :
5.2
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Desa Gebang Ilir
Sebelah Selatan
: Desa Gebang Ilir
Sebelah Barat
: Desa Gebang Kulon
Topografis
Secara topografi Kabupaten Cirebon mempunyai ketinggian antara 0-130 meter di atas permukaan laut dan dibedakan menjadi dua bagian yaitu daerah dataran rendah yang terletak di sepanjang Pantai Utara Jawa antara lain: Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Arjawinangun, Klangenan, Cirebon Utara,
35 Tengah
Tani,
Weru,
Mundu,
Astanajapura,
Lemahabang,
Pangenan,
Karangsembung, Waled, Babakan, Ciledug dan Losari, sedangkan lainnya termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi. Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai, terutama bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan di sebelah Selatan adalah daerah perbukitan. Desa Gebang Mekar terletak di daerah dataran rendah yaitu di pesisir. 5.3
Demografi
Jumlah penduduk Desa Gebang Mekar berdasarkan data statistik pada tahun 2010 tercatat sebanyak 6 341 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3 339 atau 52,66 persen dan perempuan sebanyak 3 002 jiwa atau 47,34 persen (Desa Gebang Mekar, 2010). Mata pencaharian penduduk Desa Gebang Mekar yaitu sebagai nelayan, petani, wiraswasta/pengusaha, buruh, Pegawai Negri Sipil dan TNI POLRI. Mayoritas mata pencaharian penduduk di Desa Gebang Mekar adalah sebagai nelayan dengan presentase sebesar 91,80 persen, kemudian diikuti oleh wiraswasta/pengusaha dengan presentase sebesar 5,77 persen. Daftar mata pencaharian penduduk Desa Gebang Mekar disajikan pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2010 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Presentase (%)
Petani Nelayan Wiraswasta/pengusaha Buruh PNS TNI POLRI Jumlah Sumber : Desa Gebang Mekar, 2010 (diolah)
15 2 800 176 46 6 7 3050
0,49 91,80 5,77 1,51 0,20 0,23 100
36 Jumlah penduduk di Desa Gebang Mekar dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu kelompok umur muda (0-17 tahun), kelompok usia kerja 18-56 tahun (umur produktif) dan kelompok umur tua (56 tahun ke atas). Kelompok umur di Desa Gebang Mekar dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Kelompok Umur Penduduk Desa Gebang Mekar Tahun 2008 Kelompok Umur Jumlah Penduduk (Orang)
0-17 18-56 56+
1 807 3 749 746
Sumber : Desa Gebang Mekar, 2008 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Gebang Mekar yang usia produktif lebih besar dari kelompok umur muda yaitu sebesar 3 749 orang sedangkan usia tua dari data sekunder sebesar 746 orang. Dengan demikian sebagian besar penduduk Gebang Mekar dalam usia kerja (umur produktif). 5.4
Potensi Sumberdaya Perikanan
Potensi sumberdaya ikan yang tertangkap terdiri dari berbagai jenis ikan ekonomis penting. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Kabupaten Cirebon diantaranya ikan manyung ( Arius thalassinus), kakap ( Lates calcalifer ), bambangan ( Lutjanus sanguineus), lidah (Cynoglossus bilineatus), pepetek ( Leiognathus splenden), ekor kuning (Caesio erythrogaster ), kurisi ( Nemipterus hekodon), cucut ( Hemigaleus argentata ), pari ( Dasyatis sp ), bawal putih ( Pampus argentus), bawal hitam ( Formio niger ), alu-alu (Sphyraena sp), talang-talang
(Chorinemus tala), belanak ( Mugil cepalus), kuro ( Elentheronema tetradacty), julung-julung ( Hemirhampus sp), teri (Stolephorus sp), japuh ( Dussumiera acuta), tembang (Sardinella sp), kembung ( Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberomorus guttatus), tongkol ( Euthynnus pelamis), rajungan ( Portunus pelagicus), udang
37 putih ( Penaeus merguiensis), cumi-cumi ( Loligo sp) dan kepiting (Scylla serrata) (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2011). 5.5
Kondisi Perikanan
Kondisi perikanan yang dimaksudkan adalah suatu gambaran tentang keadaan perikanan yang meliputi produksi perikanan, sarana prasarana dan musim dan daerah penangkapan ikan. 5.5.1
Produksi dan Nilai Produksi
Produksi perikanan merupakan salah satu andalan sebagai pemasukan APBD bagi pemerintah Kabupaten Cirebon. Industri perikanan merupakan sektor yang cukup penting dalam menunjang perekonomian masyarakat Kabupaten Cirebon. Sektor ini dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran. Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut Tahun 2006 – 2010 di Kabupaten Cirebon Produksi Ikan Nilai Produksi Perubahan Persentase Tahun (ton) dalam Rp 1 000 Produksi (%) 2006 39 429,10 249 817 100 2007 39 657,90 260 494 230 0,58 2008 32 111,90 588 422 144 -23,50 2009 35 393,30 426 066 900 9,27 2010 27 424,00 430 270 524 -29,06 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011 (diolah)
Pada Tabel 6 di atas, pada tahun 2008 produksi perikanan laut mengalami penurunan sebesar 23,50 persen dari produksi tahun sebelumnya yaitu 39 657,90 (ton) pada tahun 2007 menjadi 32 111,90 (ton). Namun penurunan terbesar terjadi pada tahun 2010 produksi perikanan laut mengalami penurunan sebesar 29,06 persen dari produksi tahun 2009 yaitu dari 35 393,30 (ton) menjadi 27 424,00 (ton) pada tahun 2010.
38 Tabel 7. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Rajungan Tahun 20062010 di Kabupaten Cirebon Produksi Nilai Produksi Perubahan Persentase Rajungan (ton) Dalam Rp 1 000 Produksi (%) Tahun 2006 3 257,70 52 104 000,00 2007 2 886,40 44 187 500,00 -12,86 2008 7 434,40 179 519 000,00 61,18 2009 2 969,30 74 232 500,00 -150,38 2010 2 786,00 82 026 500,00 -6,58 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011 (diolah)
Produksi komoditi rajungan mengalami fluktuasi namun cenderung mengalami penurunan. Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2009, produksi rajungan pada tahun 2008 sebesar 7 434,40 (ton) mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 2 969,30 (ton) penurunan tersebut sebesar 150,38 persen. Produksi rajungan tertinggi selama lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 7 434,40 (ton) dengan nilai produksi sebesar Rp 179 519 000,(Tabel 7). 5.5.2
Prasarana dan Sarana
Prasarana dan Sarana penunjang sangat penting untuk mendukung kegiatan perikanan. Sarana prasarana dapat berupa dermaga yaitu tempat bersandar dan merapat kapal ikan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), SPDN yang berada di dekat dermaga kapal yang memudahkan nelayan untuk mengisi BBM, KUD Mina Bahari sebagai lembaga keuangan bagi para nelayan, Kantor Syahbandar dan Kepolisan Sektor Gebang, Pelabuhan Perikanan guna menunjang kelancaran usaha perikanan, industri perikanan dan kegiatan usaha atau usaha lain yang berkaitan dengan perikanan. Pelabuhan perikanan dapat dilihat pada Gambar 3.
39
Gambar 3. Pelabuhan Pendaratan Ikan Gebang Mekar 5.5.3
Musim dan Daerah Penangkapan
Nelayan di Kabupaten Cirebon biasanya membagi musim menjadi empat berdasarkan kondisi wilayah dan keadaan angin, yaitu musim timur, musim selatan (musim peralihan yang didahului oleh angin kumbang), musim barat dan musim utara (peneduh/peralihan). Musim timur terjadi antara bulan Juni-Agustus. Musim Barat terjadi antara bulan Desember-Maret (Nontji, 1993). Kondisi musim mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan, karena tiap jenis ikan memiliki musim penangkapan yang berbeda-beda. Musim penangkapan ikan di perairan Cirebon dibagi tiga musim yaitu musim barat, musim timur dan musim kumbang. Selama musim barat, kondisi gelombang dan angin sangat kuat. Musim barat menguntungkan nelayan jaring kejer dan bubu lipat yang umumnya menangkap rajungan. Nelayan Desa Gebang Mekar dalam menentukan daerah penangkapan ( fishing ground ) jaring kejer dan bubu lipat umumnya berdasarkan pengalaman nelayan yang melakukan trip sebelumnya. Apabila hasil tangkapan yang diperoleh pada operasi penangkapan sebelumnya cukup banyak, maka nelayan akan
40 melakukan kegiatan penangkapan di daerah yang sama. Sebaliknya, jika diperoleh hasilnya sedikit maka nelayan akan mencari daerah penangkapan yang baru. Daerah penangkapan rajungan oleh nelayan Desa Gebang Mekar umumnya terdapat di perairan Cirebon, Indramayu, Brebes dan Tegal. Musim panen dan sedang biasanya nelayan menangkap rajungan di sekitar perairan Cirebon, yaitu di perairan Kalibungko, Dadap, Mundu, Celangcang, Gebang Mekar dan Losari. Kedalaman perairan untuk pemasangan jaring kejer berkisar antara 7-12 meter sedangkan untuk bubu lipat berkisar 15-20 meter tergantung jarak yang ditempuh dari fishing base dengan substrat perairan lumpur berpasir dan lumpur. 5.6
Karakteristik Nelayan Responden
Karakteristik nelayan rajungan yang diperoleh dalam penelitian di Desa Gebang Mekar dianalisis dalam beberapa kriteria yaitu meliputi umur, pengalaman,
tingkat
pendidikan
dan
kepemilikan
pekerjaan
sampingan
keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.6.1
Umur Nelayan
Umur dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok umur yang menggambarkan tingkat produktif dan non produktif dalam suatu pekerjaan. Usia produktif adalah usia dimana mampu menghasilkan suatu produk dan masih dapat meningkatkannya. Berdasarkan tingkatan umur nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar, responden yang memiliki usia paling muda adalah berumur 25 tahun dan usia paling tua adalah berumur 72 tahun. Sebaran nelayan responden berdasarkan umur dapat dilihat dalam Tabel 8.
41 Tabel 8. Jumlah Nelayan Responden Berdasarkan Sebaran Umur di Desa Gebang Mekar Tahun 2011 Jumlah Responden No Umur (Tahun) Persentase (%) (orang)
1 2 3 4 5
25-34 35-44 45-54 55-64 ≥ 65 Jumlah
10 18 5 1 1 35
28,57 51,43 14,29 2,86 2,86 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)
Tabel 8 menunjukkan sebagian usia nelayan responden berada pada umur 35-44 tahun yaitu sebanyak 51,43 persen. Sedangkan jumlah responden terendah yaitu pada kelompok umur 55-64 tahun dan lebih dari 65 tahun kelompok umur usia lanjut atau non produktif namun masih aktif bekerja sebagai nelayan umur nelayan tersebut adalah 72 tahun. Keadaan yang menyebabkan usia tidak produktif untuk tetap bekerja adalah kondisi perekonomian nelayan yang rendah dan keahlian yang dimiliki hanya mencari ikan sehingga memperkecil kesempatan untuk bekerja di sektor lain selain mencari ikan. 5.6.2
Pengalaman Nelayan
Pengalaman nelayan sangat menentukan tingkat keahlian dalam usaha untuk menangkap ikan, karena operasi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam yang tidak menentu. Kondisi alam yang sering berubah sehingga akan menyulitkan penangkapan ikan jika seorang nelayan tidak mempunyai pengalaman dalam membaca perubahan kondisi alam. Pengalaman juga berperan terhadap pemilihan lokasi untuk menangkap rajungan karena, seluruh nelayan yang berada di Desa Gebang Mekar masih tergolong kedalam nelayan tradisional yang tidak menggunakan Global Positioning System (GPS) dalam menentukan
42 daerah penangkapan ikan. Sehingga pengalaman sebagai nelayan sangat diperlukan dalam menangkap rajungan. Nelayan responden Desa Gebang Mekar yang memiliki pengalaman paling rendah adalah 7 tahun sedangkan yang paling tinggi adalah 55 tahun. Sebaran tingkat pengalaman nelayan rajungan dikelompokkan dalam beberapa bagian yaitu nelayan denga kisaran pengalaman kurang dari 10 tahun, 10 sampai 20 tahun, 21 sampai 30 tahun, 31 sampai 40 tahun dan lebih dari 41 tahun. Sebaran jumlah responden berdasarkan pengalaman menjadi nelayan dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Nelayan Responden Berdasarkan Pengalaman Menjadi Nelayan di Desa Gebang Mekar Tahun 2011 Pengalaman Jumlah Responden No (Tahun) (Orang) Persentase (%)
1 2 3 4 5
<10 10 – 20 21 -30 31 – 40 >41 Jumlah
2 13 15 2 3 35
5,71 37,14 42,86 5,71 8,57 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa nelayan yang memiliki pengalaman dengan kisaran 21-30 tahun yaitu sebanyak 15 responden atau sebanyak 42,86 persen adalah jumlah terbesar. Berdasarkan banyaknya nelayan yang memiliki pengalaman 21-30 tahun, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan nelayan memiliki pengalaman yang cukup untuk menunjang operasi penangkapan ikan. 5.6.3
Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh nelayan akan membantu membuka wawasan dan pola fikir manusia dan tingkat penerimaan akan teknologi
43 baru dalam usaha penangkapan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap kemampuan di bidang lain selain menjadi nelayan. Pengelompokkan tingkat pendidikan
ini berdasarkan jenjang pendidikan
yang ada di Indonesia.
Pengelompokkan tingkat pendidikan maksimal hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), hal ini berdasarkan program pendidikan wajib dari pemerintah hanya sampai 12 tahun. Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP dan Tamat SMA. Sebaran jumlah nelayan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10.
No 1 2 3 4
Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Nelayan Responden di Desa Gebang Mekar Tahun 2011 Tingkat Jumlah Responden Pendidikan (Orang) Persentase (%)
Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Jumlah
6 27 1 1 35
17,14 77,14 2,86 2,86 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)
Dapat dilihat pada Tabel 10 diatas jumlah nelayan yang tamat SD sebanyak 27 orang atau sekitar 77,14 persen dari total responden sebanyak 35 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan nelayan di Desa Gebang Mekar masih relatif rendah. Hal ini disebabkan keadaan rumah tangga nelayan yang miskin mendorong para nelayan untuk menjadi nelayan agar bisa membantu perekonomian keluarga mereka. Mayoritas nelayan telah bekerja menjadi nelayan sejak umur 13-14 tahun, mereka membantu orang tua mereka dengan menjadi ABK.
44 5.6.4
Pekerjaan Sampingan
Pekerjaan sampingan di luar sebagai nelayan (off-fishing ) merupakan sebuah pekerjaan yang dilakukan di luar pekerjaan menjadi nelayan. Pendapatan sebagai nelayan yang tidak menentu mengharuskan mereka mencari tambahan pemasukan bagi keluarga agar kebutuhan sehari-hari mereka dapat terpenuhi. Pekerjaan sampingan dilakukan oleh nelayan rajungan dilakukan ketika bulan bulan paceklik atau nelayan tersebut memang hanya memiliki satu macam jaring atau alat tangkap sehingga ketika tidak sedang panen rajungan mereka tidak bisa pergi kelaut. Pekerjaan sampingan yang dimiliki oleh nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar adalah sebagai buruh petani bawang di Brebes, tukang becak, budidaya udang dan membuka warung di rumah mereka. Pekerjaan sampingan tersebut dapat menambah penghasilan dari usaha penangkapan ikan yang tidak menentu. Usaha penangkapan ikan yang tidak menentu dapat juga dikarenakan oleh isu pemanasan global dan semakin banyaknya jaring atau alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sehingga berpengaruh terhadap ekosistem laut. Sebaran jumlah responden berdasarkan kepemilikan pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11.
No 1 2
Jumlah Responden Berdasarkan Kepemilikan Pekerjaan Sampingan Nelayan di Desa Gebang Mekar Tahun 2011 Pekerjaan Jumlah Responden Sampingan (Orang) Persentase (%)
Punya Tidak Punya Jumlah
5 30 35
14,29 85,71 100
Sumber : Data primer, 2011 (diolah)
Dapat dilihat pada Tabel 11 menunjukkan dari 31 orang total responden sebanyak 30 orang atau 85,71 persen responden tidak mempunyai pekerjaan
45 sampingan, sedangkan 5 orang atau sekitar 14,29 persen responden mempunyai pekerjaan sampingan. Pada Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan satu-satunya yang dapat dilakukan oleh nelayan di Desa Gebang Mekar. Hal ini juga akibat dari rendahnya tingkat pendidikan nelayan serta skill , hal tersebut mengakibatkan nelayan memiliki sedikit kesempatan untuk bekerja di bidang lain selain menjadi nelayan. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah telah membuat masyarakat nelayan sulit mengembangkan diri dalam aktivitas ekonomi. 5.7
Unit Penangkapan
Dalam perikanan tangkap, operasi penangkapan membutuhkan unit-unit penangkapan. Unit penangkapan dalam operasi penangkapan antara lain adalah alat tangkap, perahu, nelayan dan bahan bakar. 5.7.1
Alat Tangkap
Alat tangkap merupakan salah satu unit yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di Kabupaten Cirebon bervariasi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Banyaknya Alat Tangkap Ikan Laut Tahun 2006 – 2010 di Kabupaten Cirebon No Alat Tangkap umlah (Unit) 2006 2007 2008 2009 1 Payang 788 796 1 522 793 2 Dogol 25 25 138 138 3 Pukat Pantai/Jaring Arad 1 215 1 648 206 206 4 Jaring Insang Hanyut 979 934 197 472 5 Jaring Lingkar 16 16 165 592 6 Jaring Insang Tetap 1 415 1 415 1 256 1 475 7 Trammel Net 534 1 168 1 786 2 014 8 Bagan Tancap 52 52 53 192 9 Rawai Tetap 28 243 233 233 10 Perangkap Kerang 473 473 536 277 11 Perangkap Lainnya 0 746 507 667 Jumlah 5 525 7 516 6 599 7 059 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2011
2010 793 138 206 472 592 1 475 2 014 192 233 277 680 7 072
46 Berdasarkan data pada Tabel 12 nelayan di Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 alat tangkap rajungan yaitu jaring kejer termasuk dalam jaring insang tetap dan bubu lipat termasuk dalam perangkap lainnya. 1.
Alat Tangkap Bubu Lipat Bubu lipat yang dioperasikan di Desa Gebang Mekar memiliki bagian-
bagian, yaitu pelampung tanda, tali pelampung tanda, tali utama, tali cabang dan bubu lipat. Dioperasikan oleh 4-5 orang nelayan tergantung dari banyaknya bubu yang dibawa dan jarak daerah penangkapan yang ditempuh. Operasi penangkapan tiap tripnya dilakukan selama empat hari. Umumnya nelayan membeli bubu dengan cara memesan sesuai dengan ukuran berdasarkan keinginan nelayan. Bubu lipat dengan ukuran besar memiliki harga jual Rp 18 000 per buah mempunyai ukuran panjang 52 cm, lebar 33 cm dan tinggi 20 cm, sedangkan yang berukuran kecil dengan harga Rp 13 000 mempunyai ukuran panjang 44 cm, lebar 28 cm dan tinggi 15 cm. Jumlah bubu yang dibawa berkisar 150-400 buah. Hasil tangkapan utama bubu lipat ini adalah rajungan. 2.
Alat Tangkap Jaring Kejer Jaring kejer memiliki bagian-bagian, yaitu tali ris atas (Head rope), tali
pelampung ( float line), pelampung ( float ), badan jaring (webbing ), tali ris bawah ( ground rope), pemberat ( sinker ), tali selambar dan perlengkapan tambahan berupa pelampung tanda dan pemberat tambahan. Jaring kejer dioperasikan oleh 3-4 orang, kadang ada beberapa nelayan yang ikut membawa jaring kejer sendiri dengan tujuan menghemat biaya operasional. Biasanya tiap nelayan membawa 3090 tingting.
47 5.7.2
Perahu
Perahu adalah kapal yang digunakan nelayan untuk menangkap atau mengumpulkan
sumberdaya
perairan,
pekerjaan-pekerjaan
riset, guidance,
training dan kontrol. Perahu juga merupakan salah satu unit penangkapan yang
digunakan di atas air sebagai alat transportasi untuk membawa faktor produksi dari daratan sampai daerah tujuan tangkapan ikan (fishing ground ). Jenis perahu yang digunakan oleh nelayan responden tergolong masih tradisional yaitu perahu yang terbuat dari kayu dan jenis kayu yang digunakan untuk membuat perahu adalah kayu jati (Tectona grandis ) yang memiliki sifat kuat terhadap air laut. Teknologi perikanan tangkap dari segi metode penangkapan terus mengalami perkembangan, perkembangan ini dimulai dari penggunaan mesin untuk menggerakkan perahu. Ukuran perahu dikelompokkan berdasarkan berat kotor perahu yaitu GT (Gross ton) dengan ukuran kapal 2-5 GT. Mesin merupakan salah satu unit penangkapan dalam perikanan tangkap dan kekuatan mesin 10-25 PK. 5.7.3
Nelayan
Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Berdasarkan status kepemilikannya terhadap alat tangkap, nelayan Desa Gebang Mekar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
48 1.
Nelayan pemilik atau juragan, yaitu nelayan yang memiliki sarana produksi dan bertanggung jawab membiayai operasi penangkapan. Nelayan pemilik ini merupakan bakul yang berperan dalam proses pendaratan sampai pada tahap pemasaran.
2.
Nelayan buruh, yaitu nelayan yang secara langsung melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan buruh tersebut ada yang memiliki alat tangkap ada juga yang hanya menyediakan tenaga untuk operasi penangkapan buruh ini terdiri dari nelayan yang waktu bekerjanya sebagian besar digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan dan nelayan sambilan yang hanya sebagian kecil waktunya untuk melakukan operasi penangkapan selebihnya digunakan untuk melakukan pekerjaan lain.
5.7.4
Bahan Bakar (Solar)
Bahan bakar perahu yang digunakan oleh nelayan di Desa Gebang Mekar adalah solar untuk menjalankan mesin diesel. Banyaknya jumlah solar yang digunakan mempengaruhi waktu operasi penangkapan. Nelayan jaring kejer merupakan nelayan one day fishing mereka berangkat setelah shalat subuh dan pulang sekitar jam 10-12 siang sehingga bahan bakar yang dibutuhkan kurang lebih 10-15 liter karena jarak tempuh tidak terlalu jauh. Sedangkan untuk nelayan bubu mereka beroperasi lebih lama dan daya jangkau ke daerah penangkapan ( fishing ground ) lebih jauh sehingga bahan bakar yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan nelayan rajungan yang menggunakan jaring kejer yaitu sebanyak 100-120 liter. Kapasitas mesin juga berpengaruh terhadap jumlah bahan bakar karena, semakin besar kapasitas mesin maka semakin besar pula jumlah bahan bakar.
49 VI. 6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan
Kegiatan
usaha
penangkapan
dimulai
dari
operasi
penangkapan,
pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi sosial masyarakat nelayan (Charles, 2000). 6.1.1
Operasi Penangkapan
Operasi penangkapan nelayan rajungan sangat tergantung pada musim, kondisi alam dan alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap rajungan yang terdapat di tempat penelitian dibagi menjadi dua yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Sebanyak 85,71 persen nelayan responden menggunakan jaring kejer sehingga secara umum kegiatan penangkapan ikan dilakukan setiap hari. Musim panen rajungan juga mempengaruhi nelayan untuk pergi ke laut, musim panen rajungan yaitu terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret (angin barat) pada bulan bulan itu nelayan memperbanyak intensitas untuk menangkap rajungan. Jika musim panen rajungan maka intensitas nelayan pergi melaut akan tinggi sedangkan jika musim paceklik yaitu dimana keadaan laut tidak terdapat rajungan atau rajungan yang didapat sangat sedikit nelayan akan mengurangi jumlah trip untuk melaut. Hal ini dikarenakan jika mereka tetap pergi ke laut nelayan akan mengalami kerugian karena hasil dari tangkapan nelayan tidak menutupi modal operasional yang telah dikeluarkan nelayan. Jika nelayan tidak pergi melaut sebagian besar waktunya akan digunakan untuk memperbaiki jaring rajungan yang rusak dan merawat kapal. Tetapi ada sebagian nelayan yang pergi ke daerah lain atau Jakarta yang sekiranya dapat memberikan hasil. Nelayan
50 rajungan ini bermigrasi secara individu maupun kelompok hanya dengan membawa alat tangkap. Kegiatan penangkapan nelayan rajungan yang menggunakan alat tangkap bubu biasanya berangkat pada malam hari pukul 01.00 WIB, sore hari pukul 15.00 WIB atau di pagi hari pukul 10.00 WIB dengan pencarian daerah tangkapan ( fishing ground ) di sekitar Brebes dan Tegal serta di daerah Indramayu dan Karawang. Waktu yang dibutuhkan untuk mencari daerah penangkapan kurang lebih 12 jam, tetapi jika jaraknya dekat hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Nelayan dengan alat tangkap bubu memerlukan ABK sebanyak empat sampai lima orang yaitu satu orang sebagai juru mudi atau tekong dan empat orang lainnya memiliki tugas masing-masing, bentuk bubu lipat dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Bubu Lipat
Sedangkan nelayan jaring kejer kebanyakan adalah nelayan (one day fishing ) mereka pergi pada jam tiga sampai jam lima pagi dan pulang sekitar jam
51 9 sampai 11 siang, dengan pencarian daerah tangkapan di sekitar Cirebon yaitu seperti perairan Mundu, Dadap, Losari, Kalibungko dan Ender. Waktu yang dibutuhkan oleh nelayan untuk mencari daerah penangkapan sekitar 1-3 jam. Informasi mengenai rajungan diperoleh dari pengalaman nelayan tersebut sebelumnya atau dari nelayan lain yang telah mendapatkan hasil yang cukup banyak dengan harapan akan mendapatkan hasil yang banyak juga. Sedangkan untuk jaring kejer memerlukan 3 sampai 4 orang yaitu satu sebagai juru mudi atau tekong dan sisanya memiliki tugas masing-masing bentuk jaring kejer dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Jaring Kejer 6.1.2
Pemasaran Hasil Tangkapan
Alat tangkap rajungan yang kebanyakan digunakan oleh nelayan Desa Gebang Mekar adalah alat tangkap bubu lipat dan jaring kejer . Sebanyak 88,57 persen nelayan menjual hasil rajungan hasil tangkapan kepada bakul. Nelayan
52 yang menangkap rajungan dengan jaring kejer tidak membawa es atau garam sebagai bahan untuk penanganan hasil tangkapan karena jarak dari daerah penangkapan ikan yang tidak terlalu jauh dari dermaga kapal serta lama trip yang pendek (one day fishing ). Penanganan rajungan dilakukan dengan menambahkan air laut pada ember atau tempat ikan lainnya. Selanjutnya setelah pendaratan (landing ) penanganan rajungan dilakukan dengan menyimpannya di es atau langsung direbus untuk mendapatkan dagingnya. Sedangkan untuk alat tangkap rajungan bubu lipat yang lama tripnya empat hari yaitu langsung merebus rajungan. Rajungan yang di dapat oleh nelayan Gebang Mekar umumnya untuk dijual kembali. Rajungan yang didapat langsung dibawa ke bakul atau pabrik untuk dijual atau nelayan langsung mengolah rajungan tersebut dengan merebusnya dan didapatkan daging rajungan yang baik. Urutan pemasaran hasil rajungan di Desa Gebang Mekar ditampilkan pada Gambar 6. Urutan pemasaran rajungan dimulai dari nelayan, rajungan hasil penangkapan nelayan dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Rajungan yang dibeli oleh pabrik langsung diolah untuk langsung di ekspor ke negara-negara seperti Amerika, Jepang dan negara Eropa lainnya. Sedangkan rajungan yang dibeli oleh bakul untuk diolah dan diseleksi untuk dijual ke perusahaan rajungan yang Pemasaran ikan hasil tangkapan selanjutnya dijual kepada konsumen. Tetapi rajungan yang tidak lolos seleksi untuk dijual ke pabrik dijual ke pedagang pengecer di sekitar Desa Gebang Mekar dalam bentuk rajungan segar atau daging rajungan.
53 6 Nelayan/Produsen
Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Bakul
Pabrik
Ekspor
7 Pedagang Pengecer
Konsumen Gambar 6. Urutan Pemasaran rajungan di Desa Gebang Mekar 6.1.3
Rumah Tangga Nelayan
Rumah tangga nelayan sangat berpengaruh pada kegiatan perikanan. Pertama, beberapa nelayan sering melibatkan anggota keluarga dalam proses penangkapan rajungan dan proses penangkapan rajungan setelah penangkapan. Nelayan sebagai kepala keluarga biasanya melibatkan anaknya untuk proses penangkapan di laut. Hal ini berakibat pada pendidikan anak-anak nelayan. Hasil wawancara sebanyak 77,14 persen responden hanya berhasil menyelesaikan pendidikan SD dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Nelayan-nelayan tersebut lebih memilih mengikuti ayah mereka untuk pergi kelaut. Namun saat ini nelayan tidak menerapkan hal yang sama kepada anakanak mereka, hasil tangkapan yang tidak menentu serta semakin banyak alat tangkap yang tidak ramah lingkungan menyebabkan mereka lebih memilih menyekolahkan anak mereka sampai pada jenjang yang lebih tinggi setidaknya
54 sampai SMA sesuai dengan wajib belajar pemerintah. Harapan nelayan dengan menyekolahkan anak-anak mereka dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan keluarganya kelak. Sedangkan untuk istri-istri nelayan mereka terlibat dalam proses penanganan hasil tangkapan rajungan. 6.1.4
Kondisi Ekonomi Sosial Masyarakat
Nelayan di Desa Gebang Mekar yang dipisahkan oleh sungai dan terbagi dalam dua blok yaitu blok petoran dan karang bulu selalu melakukan ritual membuang sesajen setiap setahun sekali. Hal ini dipercaya agar hasil melaut nelayan dalam setahun kedepan dapat lebih baik dari tahun sebelumnya. Pesta pantai ini berbeda pelaksanaannya antar blok, setiap pesta pantai selalu memiliki rangkaian acara sendiri. Kondisi lingkungan sosial dan ekonomi nelayan dipengaruhi oleh hidup nelayan yang harus berhadapan dengan alam dan kondisi cuasa dilaut yang tidak bersahabat sehingga faktor resiko usaha nelayan yang tinggi. Karakteristik sosial dan ekonomi nelayan, rata-rata umur nelayan 35 sampai 44 tahun dengan pendidikan terakhir SD dengan pengalaman rata-rata nelayan 21 sampai 30 tahun. Sifat masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan menyebabkan lingkungan sekitar pemukiman sangat kumuh. Sungai yang memisahkan blok petoran dan karang bulu di Desa Gebang mekar menjadi media tempat pembuangan sampah seluruh hasil aktivitas masyarakat. Sungai yang dijadikan dermaga tempat berlabuhnya kapal nelayan penuh dengan sampah yang menyebabkan pendangkalan di sungai tersebut. Sampah yang terbawa sampai laut akan mengganggu habitat rajungan. Hasil tangkapan nelayan rajungan jaring kejer memiliki penurunan yang sangat drastis saat penelitian kemarin. Air laut berwarna
55 dan sedikit berminyak merupakan penyebab menurunnya hasil tangkapan. Hal ini diduga akibat dari sampah dan bocornya mesin nelayan sehingga oli tumpah ke laut. Hal ini masih menjadi penelitian yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon. 6.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan
Dalam
usaha
perikanan
tangkap
terdapat
beberapa
faktor
yang
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah hasil tangkapan (Kg), jumlah awak kapal (Orang), jumlah trip melaut (Hari), pengalaman (Tahun), jumlah biaya melaut (Rp), jumlah alat tangkap
(Unit)
dan
pendapatan
lain.
Hasil
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penerimaan nelayan rajungan dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai R Square ( R- Sq) dari hasil regresi linear berganda pada Lampiran 2 sebesar 84 persen dan nilai R Square Adjusted sebesar 80 persen. Dengan nilai ini dapat menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi peubah-peubah variabel yang terdapat dalam model sehingga dapat menerangkan keragaman peubah tidak bebas (Y) yaitu sebesar 84 persen, sisanya yaitu sebesar 16 persen dijelaskan oleh peubah-peubah bebas lain yang tidak terdapat dalam model. Untuk menguji pelanggaran dalam model ini maka dilakukan beberapa uji untuk heteroskedastisitas, uji kenormalan dan multikoliniearitas. Pertama, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat hasil plot model apakah membentuk suatu pola atau tidak. Dapat dilihat pada Lampiran 2 pada model ini tidak terdapat heteroskedastisitas karena pada plot tersebut tidak membentuk pola atau menyebar bebas sehingga model homoskedastisitas. Kedua, uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF (variance inflation factor ), jika nilai VIF < 10 maka tidak terdapat
56 multikolinearitas pada model tersebut. Pada Lampiran 2 dapat dilihat nilai VIF untuk semua peubah bebas < 10, sehingga tidak terdapat multikolinearitas pada model tersebut. Nilai p-value pada uji F dengan nilai 0,000 yaitu memiliki nilai lebih kecil dari taraf nyata yaitu sebesar lima persen (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan rajungan. Untuk menguji variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan rajungan digunakan uji-t, yaitu dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah X1 (jumlah hasil tangkapan), X4 (pengalaman) dan X6 (jumlah alat tangkap). 6.2.1
Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan terhadap Pendapatan Nelayan
Hasil tangkapan nelayan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Variabel jumlah hasil tangkapan mempunyai nilai Sig . 0,003 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Berdasarkan model regresi menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan memiliki nilai positif dengan nilai 27 901,066. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah hasil tangkapan nelayan meningkat satu Kg maka diduga akan meningkatkan pendapatan nelayan sebesar Rp 27 901,066 dengan asumsi cateris paribus. 6.2.2
Hubungan Jumlah Awak Kapal terhadap Pendapatan Nelayan
Awak kapal atau ABK memiliki peranan penting dalam unit penangkapan termasuk dalam penangkapan rajungan. Faktor tenaga kerja secara teoritis mempengaruhi pendapatan usaha. Berdasarkan model regresi menunjukkan
57 bahwa jumlah awak kapal memiliki nilai negatif dengan nilai sebesar 87 716,9. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah awak kapal bertambah satu orang maka diduga akan menurunkan pendapatan nelayan sebesar Rp 87 716,9 dengan asumsi cateris paribus. Jumlah awak kapal yang menunjukkan nilai negatif pada pendapatan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah awak kapal justru akan menurunkan pendapatan. Hasil regresi mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah awak kapal maka pembagi hasil penangkapan akan semakin besar sehingga akan mengurangi jumlah pendapatan. Konsekuensi dari hal tersebut adalah upaya peningkatan jumlah awak kapal tidak meningkatkan pendapatan nelayan rajungan. 6.2.3
Hubungan Jumlah Trip Melaut terhadap Pendapatan Nelayan
Jumlah trip yang dilakukan nelayan rajungan mempengaruhi biaya nelayan yang harus dikeluarkan dalam sebulan dan mempengaruhi jumlah produksi tangkapan rajungan. Semakin banyak jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan maka semakin banyak rajungan yang didapat maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan. Berdasarkan model regresi menunjukkan bahwa jumlah trip melaut memiliki nilai positif dengan nilai 12 274,188. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah trip melaut meningkat satu hari maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 12 274,188 dengan asumsi cateris paribus. Jumlah trip melaut yang menunjukkan nilai positif pada pendapatan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah trip melaut akan menaikkan pendapatan. Hasil regresi mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah trip melaut maka hasil tangkapan rajungan akan semakin banyak.
58 6.2.4
Hubungan Pengalaman terhadap Pendapatan Nelayan
Pengalaman memiliki peran penting bagi nelayan karena mempengaruhi hasil tangkapan. Hasil tangkapan nelayan dipengaruhi oleh perubahan musim dan kondisi alam. Pengalaman digunakan untuk memprediksi perubahan musim dan kondisi alam. Pengalaman menjadi nelayan mempengaruhi keputusan dalam operasi penangkapan. Keputusan tersebut antara lain menentukan daerah penangkapan rajungan. Tingkat pengalaman diukur pada berapa lamanya nelayan tersebut bekerja sebagai nelayan. Faktor pengalaman diduga berpengaruh terhadap tingkat penerimaan nelayan. Semakin tinggi tingkat pengalaman maka pendapatan nelayan semakin tinggi. Variabel pengalaman memiliki nilai Sig . 0,093 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Berdasarkan
model regresi menunjukkan bahwa pengalaman memiliki nilai positif dengan nilai 9 558,315. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah pengalaman meningkat satu tahun maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 9 558,315 dengan asumsi cateris paribus. Pengalaman yang berpengaruh positif terhadap pendapatan menyatakan bahwa peningkatan pengalaman akan menaikkan pendapatan nelayan rajungan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pengalaman nelayan maka mempermudah mereka untuk menentukan daerah fishing ground sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan. 6.2.5
Hubungan Biaya Melaut terhadap Pendapatan Nelayan
Biaya melaut telah mencakup biaya kebutuhan solar dan konsumsi yang dikeluarkan oleh nelayan untuk pergi melaut. Dari hasil regresi linear berganda
59 menunjukkan nilai koefisien yang negatif dengan nilai 0,233. Hal ini menggambarkan bahwa jika biaya melaut meningkat Rp 1,00 maka diduga pendapatan nelayan akan menurun sebesar Rp 0,233 dengan asumsi cateris paribus. Konsekuensi dari upaya peningkatan biaya melaut akan menurunkan
pendapatan nelayan. 6.2.6
Hubungan Jumlah Alat Tangkap terhadap Pendapatan Nelayan
Jumlah
alat
tangkap
rajungan
yang
dimiliki
oleh
nelayan
juga
mempengaruhi hasil produksi rajungan yang diperoleh oleh nelayan. Produksi rajungan selain dipengaruhi musim penangkapan dipengaruhi juga oleh alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Semakin banyak alat tangkap yang digunakan oleh nelayan maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan. Variabel pengalaman memiliki nilai Sig . 0,015 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Dari hasil
regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien yang positif dengan nilai 2 079,701. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah alat tangkap meningkat satu unit maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 2 079,701 dengan asumsi cateris paribus. Jumlah jaring berpengaruh positif terhadap pendapatan menunjukkan bahwa
peningkatan
jumlah
alat
tangkap
dapat
menaikkan
pendapatan.
Konsekuensi dari upaya peningkatan alat tangkap akan menaikkan pendapatan. 6.2.7
Hubungan Pendapatan Lain terhadap Pendapatan Nelayan
Pendapatan lain berpengaruh terhadap pendapatan nelayan dan berkorelasi dengan produktivitas nelayan untuk melaut. Dari hasil regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien yang negatif dengan nilai 101 901. Nelayan yang
60 memiliki pendapatan lain di luar pekerjaannya sebagai nelayan memiliki pendapatan dari hasil melaut lebih rendah dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai pendapatan lain, dengan nilai dugaan sebesar 101 901 saat peubah bebas lain cateris paribus. Hal ini berarti nelayan yang memiliki pekerjaan lain di luar pekerjaannya sebagai nelayan memiliki pendapatan yang lebih rendah. 6.3
Analisis Kesejahteraan Nelayan
Analisis kesejahteraan nelayan rajungan digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten keluarga nelayan sehari-hari seperti untuk konsumsi harian keluarga, pendidikan, kesehatan, pakaian. Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN tersebut adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. Nilai kesejahteraan nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. NTN nelayan jaring kejer di Desa Gebang Mekar sebelum dan setelah kebijakan sebesar 0,69 dan 0,65
dari total penerimaan perikanan dan non-perikanan. Hal ini menunjukan NTN nelayan berada di bawah satu ini artinya penerimaan keluarga nelayan saat ini dan setelah kebijakan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup subsistennya. Nilai kesejahteraan nelayan rajungan bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. NTN bubu lipat menunjukkan angka 0,82 dan 0,81 dari total penerimaan perikanan dan non perikanan. Hal ini menunjukkan NTN berada di bawah satu, artinya apabila kebijakan tersebut dilaksanakan penerimaan keluarga nelayan belum memenuhi
61 kebutuhan subsistennya. Sehingga apabila kebijakan ini dilaksanakan maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten keluarga. Selisih atau penurunan nilai kesejahteraan nelayan rajungan untuk jaring kejer adalah sebesar 0,04 dan untuk nelayan bubu lipat adalah sebesar 0,01.
Penurunan kesejahteraan nelayan yang signifikan terjadi untuk nelayan jaring kejer hal ini dikarenakan hasil tangkapan rajungan nelayan jaring kejer lebih
banyak berukuran kurang dari 8,5 cm dibandingkan dengan nelayan bubu lipat. 6.4
Analisis Struktur Penerimaan
Besarnya penerimaan dalam usaha penangkapan ikan yang diperoleh nelayan
akan
mempengaruhi
pendapatan
nelayan.
Besarnya
penerimaan
dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan harga rajungan. Penerimaan dalam penelitian ini adalah dari penjualan hasil tangkapan rajungan langsung ke bakul atau miniplant . Harga yang ditetapkan adalah harga di tingkat pedagang rajungan pada saat penjualan dan berdasarkan jenis ikan tangkapan. Jumlah hasil tangkapan nelayan sangat tergantung pada alam, yaitu musim rajungan maka hasil tangkapan akan melimpah sedangkan pada saat musim paceklik maka hasil tangkapan akan jauh lebih sedikit bahkan sampai tidak mendapatkan rajungan sama sekali. Penerimaan nelayan rajungan dibedakan dengan dua alat tangkap yaitu penerimaan nelayan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dan menggunakan alat tangkap bubu lipat. Besarnya penerimaan nelayan rajungan berdasarkan alat tangkap sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 8. Jumlah tangkapan rajungan jaring kejer yang berukuran kurang dari 8,5 cm sebanyak 5 persen sedangkan untuk bubu lipat 1 persen. Hal
62 ini menunjukkan penerimaan nelayan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan dengan nelayan bubu lipat. Rajungan memiliki nilai jual yang tinggi, akan tetapi akan jauh lebih tinggi apabila rajungan diolah dahulu sebelum dijual. Pengolahan rajungan dengan cara direbus terlebih dahulu kemudian diambil dagingnya biasanya pengolahan daging rajungan dilakukan oleh para istri nelayan. Harga daging rajungan di bakul adalah Rp 150 000 per kilogram sedangkan dalam keadaan segar hanya Rp 42 000 per kilogram. 6.5
Analisis Struktur Biaya
Suatu usaha dalam memproduksi suatu barang dan jasa akan memerlukan biaya, peranan biaya sangat penting dalam jalannya operasional. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dengan besaran tetap dan terus dikeluarkan meskipun hasil produksi banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dengan besaran sesuai dengan produksi yang diharapkan, jika menginginkan hasil produksi yang besar maka biaya variabel harus ditingkatkan. Besaran biaya tetap dan biaya variabel yang telah dikeluarkan akan mempengaruhi berapa besar pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha. Biaya tetap dalam usaha penangkapan rajungan terdiri dari biaya perawatan dan biaya penyusutan. Biaya perawatan dan penyusutan yang dikeluarkan untuk perahu, mesin dan alat tangkap. Biaya variabel dalam usaha penangkapan rajungan adalah biaya operasional yang dikeluarkan untuk perbekalan ketika akan pergi melut antara lain biaya pembelian bahan bakar
63 (solar), biaya konsumsi juragan dan ABK untuk jaring kejer , sedangkan untuk alat tangkap bubu lipat ditambah dengan es balok dan umpan. 6.5.1
Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan dalam suatu usaha adalah termasuk biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya. Usaha penangkapan rajungan biaya penyusutan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu biaya penyusutan perahu, mesin dan alat tangkap. Komponen biaya penyusutan terhadap unit produksi untuk alat tangkap jaring kejer sama bubu lipat dapat dilihat dalam Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Komponen Biaya Penyusutan Jaring Kejer per tahun Komponen
Perahu Mesin Alat tangkap (jaring kejer ) Jumlah
Nilai (Rp) 220 000 300 000 4 800 000 5 320 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)
Tabel 14. Komponen Biaya Penyusutan Bubu Lipat per tahun Komponen
Perahu Mesin Alat tangkap bubu Jumlah
Nilai (Rp) 220 000 300 000 1 750 000 2 270 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) 6.5.1.1
Biaya Penyusutan Perahu
Perahu merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya bagi kegiatan penangkapan dilaut. Perahu yang digunakan oleh nelayan rajungan adalah perahu yang terbuat dari kayu dan masih tradisional. Pada umumnya perahu berbahan baku kayu memiliki umur teknis 10 tahun. Harga awal perahu adalah Rp 22 000 000.
64 6.5.1.2
Biaya Penyusutan Mesin
Mesin merupakan salah satu faktor yang penting selain perahu untuk usaha penangkapan dilaut. Mesin digunakan untuk menggerakan baling-baling kapal sehingga perahu dapat berjalan. Mesin perahu yang digunakan adalah mesin perahu berjenis diesel dan berbahan bakar solar dengan berbagai macam ukuran. Harga awal mesin adalah Rp 7 500 000 dan umur teknis mesin adalah sekitar 5 tahun. Semakin lama umur mesin maka kekuatan mesin sangat berkurang dari sisi ketahanan mesin. Mesin sangat rentan rusak jika umur mesin sudah tua sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar untuk perbaikan dan perawatan mesin perahu. 6.5.1.3
Biaya Penyusutan Alat Tangkap
Alat tangkap adalah faktor produksi yang digunakan oleh operasi penangkapan ikan. Jenis jaring yang digunakan untuk menangkap rajungan yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Harga jaring kejer di pasaran Rp 100 000 dan bubu lipat Rp 13 000 untuk ukuran kecil dan Rp 18 000 untuk ukuran besar namun secara umum nelayan rajungan menggunakan bubu berukuran besar. Penyusutan alat tangkap dalam pada Tabel 14 dan 15 menggunakan jaring kejer 48 tingting dan bubu lipat 400 buah. 6.5.2
Biaya Perawatan
Biaya perawatan adalah salah satu biaya tetap yang pasti dikeluarkan oleh nelayan dan besaran biaya yang dikeluarkan adalah sama setiap tahunnya. Biaya perawatan dalam usaha perikanan tangkap adalah perawatan untuk perahu, mesin dan alat tangkap.
65 6.5.2.1
Biaya Perawatan Perahu
Perawatan perahu dilakukan oleh nelayan rajungan secara umum setahun dua kali. Perawatan perahu sangat penting dilakukan oleh nelayan untuk menjaga agar tidak cepat rusak. Biasanya nelayan rajungan melakukan pengecetan total dan dilakukan enam bulan sekali. Pengerjaan perawatan perahu dilakukan sendiri oleh pemilik kapal atau kadang-kadang pemilik meminta bantuan. Pengerjaan perawatan pertama kali dengan menarik perahu kedarat setelah itu dilakukan pengerokan terlebih dahulu. Cat yang digunakan merupakan cat yang memilliki ketahanan terhadap air. Komponen biaya perawatan perahu dapat dilihat dalam Tabel 15 di bawah ini. Tabel 15. Komponen Biaya Perawatan Perahu per tahun Intensitas Alat Biaya Perawatan per Uraian Tangkap (Rp) tahun Jaring Cat Total (atas 3 500 000 Kejer dan bawah)
Jumlah Bubu Lipat
Cat Total (atas dan bawah)
4 Jumlah
500 000
Total (Rp) 1 500 000 1 500 000 2 000 000 2 000 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) 6.5.2.2
Biaya Perawatan Mesin
Perawatan mesin sangat penting dilakukan agar mesin terhindar dari kerusakan. Perawatan mesin yang rutin dilakukan oleh nelayan adalah penggantian oli secara rutin. Umumnya penggantian oli mesin dilakukan setiap bulan sekali atau bergantung pada kepemilikan dana untuk pembelian oli. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan mesin adalah untuk pembelian oli mesin. Biaya yang paling besar adalah biaya penggantian oli mesin, penggantian oli memerlukan oli sebanyak empat liter per pergantian. Jenis oli yang digunakan
66 adalah oli mesran dari pertamina harga per liter oli pertamina adalah Rp 15 000. Sedangkan penambahan oli menggunakan oli bekas dengan harga Rp 8 000 perliter. Komponen biaya perawatan mesin dapat dilihat dalam Tabel 16. Keadaaan sulit yang dirasakan oleh para nelayan karena pendapatan yang berdampak pada tertundanya perawatan atau mengganti dengan oli mesin bekas. Intensitas perawatan unit penangkapan tergantung pada biaya dan adanya modal untuk memperbaiki unit penangkapan tersebut. Kondisi mesin juga mempengaruhi cara perawatan, perawatan pada mesin lama selain dengan penggantian oli adalah dengan penambahan oli setiap minggu sekali karena kebocoran mesin sehingga oli dalam mesin berkurang. Tabel 16. Komponen Biaya Perawatan Mesin per tahun
Alat Tangkap Uraian Jaring Ganti oli mesin Kejer Tambah oli mesin
Intensitas
Biaya Jumlah (Liter)
Harga (Rp/Liter)
6 48
4 1
15 000 8 000
360 000 384 000 744 000
4 1
15 000 8 000
540 000 384 000 924 000
Jumlah Bubu Lipat
Ganti oli mesin Tambah oli mesin
9 48 Jumlah
Total (Rp)
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) 6.5.2.3
Biaya Perawatan Alat Tangkap
Perawatan alat tangkap untuk rajungan yaitu jaring kejer atau bubu lipat memiliki karakteristik berbeda. Perawatan untuk jaring kejer dilakukan dengan cara menjahit bagian jaring yang rusak atau mengganti jaring dengan jaring yang baru apabila jaring sudah tidak dapat dipakai sama sekali. Biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak jika jumlah jaring yang rusak lebih banyak yaitu sering terjadi ketika pada musim panen rajungan. Sedangkan untuk bubu lipat apabila bubu
67 rusak maka nelayan akan membeli baru. Perawatan jaring kejer dan bubu dilakukan di luar jam kerja melaut atau ketika musim paceklik datang dan nelayan tidak mempunyai pekerjaan lain selain menjadi nelayan. Alat tangkap rajungan sering mengalami kerusakan karena alat tangkap rajungan akan rusak dalam sekali pemakaian hal ini disebabkan terkena capitan rajungan yang berusaha meloloskan dari jaring. Perawatan alat tangkap ini juga dipengaruhi intensitas penggunaan alat tangkap dan berapa besar kerusakan jaring. Kondisi alat tangkap yang rusak tidak dapat dipastikan oleh nelayan, kondisi ini akan berbeda jika dalam operasi penangkapan rajungan yang digunakan hilang atau rusak parah terkena jaring yang tidak ramah lingkungan sehingga tidak dapat dilakukan kembali. Komponen biaya perawatan alat tangkap rajungan dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17. Komponen Biaya Perawatan Alat Tangkap Rajungan Per Tahun Jenis Alat Jumlah jaring Biaya Intensitas Tangkap (Unit) (Rp/Unit) perawatan Total (Rp)
Jaring Kejer Bubu Lipat
40 17
25 000 18 000 Total
2 5
2 000 000 2 500 000 4 500 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) 6.5.3
Biaya Operasional Penangkapan
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh nelayan pada saat melakukan kegiatan operasional penangkapan. Biaya operasional disini termasuk sebagai biaya variable (tidak tetap) karena dapat mempengaruhi produksi penangkapan ikan. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan antara lain biaya pembelian bahan bakar, pembelian konsumsi untuk jaring kejer dan tambahan es balok dan umpan untuk alat tangkap bubu lipat. Komponen biaya yang dikeluarkan nelayan jaring kejer untuk pembelian operasional dapat dilihat
68 dalam Tabel 18 dan komponen biaya yang dikeluarkan nelayan bubu lipat untuk pembelian operasional dalam Tabel 19. Tabel 18. Komponen Biaya Operasional (Biaya Variabel) Penangkapan Rajungan Jaring Kejer Per Tahun Intensitas Penangkapan Uraian Satuan (Trip/Tahun) Jumlah Harga (Rp) Total (Rp)
Solar Liter Konsumsi Orang Jumlah
252 252
15 4
4 500 7 500
17 010 000 7 560 000 24 570 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)
Tabel 19. Komponen Biaya Operasional (Biaya Variabel) Penangkapan Rajungan Bubu Lipat Per Tahun Intensitas Harga Penangkapan Uraian Satuan Total (Rp) (Rp) (Trip/Tahun) Jumlah Solar Liter 42 120 4 500 22 680 000 Konsumsi Orang 42 5 40 000 8 400 000 Es Balok Balok 42 4 14 000 2 352 000 Umpan Kilogram 42 150 3 000 18 900 000 Jumlah 52 332 000 Sumber: Data Primer, 2011 (diolah) 6.6
Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan
Analisis pendapatan nelayan rajungan dilakukan untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang diperoleh oleh nelayan rajungan. Tingkat pendapatan usaha nelayan rajungan berasal dari perhitungan antara penerimaan yang diperoleh dengan total biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan hasil yang diperoleh dapat diketahui apakah kegiatan usaha yang dijalankan berhasil atau tidak. Dalam hal ini apakah usaha nelayan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha. Analisis pendapatan diperoleh dari pengurangan total penerimaan dan total biaya dari suatu usaha. Biaya yang diperhitungkan dalam analisis usaha nelayan rajungan adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha ini
69 adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya penyusutan dan biaya peralatan unit penangkapan seperti perahu, mesin dan alat tangkap. Sedangkan biaya tidak tetap diperoleh dari besaran biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional penangkapan seperti biaya bahan bakar, biaya konsumsi untuk alat tangkap jaring kejer dan ditambah biaya es balok dan umpan untuk alat tangkap bubu lipat.
Besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan rajungan yaitu berasal dari pengurangan penerimaan yang diperoleh dengan besarnya biaya yang telah dikeluarkan oleh nelayan. Tingkat pendapatan tersebut dibagi dengan sistem bagi hasil yang sudah diterapkan oleh nelayan. Dalam analisis ini juga dihitung perbandingan antara penerimaan dan biaya yaitu R-C ratio (return of cost ). R-C ratio digunakan untuk melihat tingkat keuntungan dalam suatu usaha. Perhitungan pendapatan usaha dan perhitungan RC
ratio
dalam
usaha
penangkapan
rajungan
nelayan
akan
dapat
mempertimbangkan usaha yang akan dijalankan. Perhitungan tersebut dapat tingkat biaya dan penerimaan sehingga dapat merencanakan untuk usaha yang lebih baik. Perhitungan analisis pendapatan nelayan rajungan dalam jangka waktu satu tahun yaitu pada tahun 2011. Secara lebih jelasnya perhitungan analisis pendapatan usaha nelayan rajungan dengan alat tangkap jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan sebelum kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Sedangkan analisis pendapatan usaha nelayan rajungan dengan alat tangkap bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Hasil analisis pendapatan di atas menunjukkan bahwa pendapatan bersih nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar Rp 6 144 000 per tahun dan Rp 5 075 100. Hasil analisis pendapatan bersih nelayan
70 rajungan bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar Rp 11 038 000 dan Rp 10 327 360. Berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan jaring kejer dan bubu lipat untuk usaha, besaran biaya paling tinggi yaitu biaya untuk
bahan bakar solar. Jumlah trip yang sering dilakukan oleh nelayan serta jarak tempuh yang dilalui untuk menangkap rajungan menyebabkan tingginya biaya bahan bakar yang dikeluarkan. Perhitungan R-C ratio digunakan untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya. Perhitungan rasio imbangan dikatakan rugi jika angka yang dihasilkan R-C ratio < 1, sedangkan usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika angka yang dihasilkan dari rasio R-C ratio > 1. Berdasarkan perhitungan R-C ratio yang diperoleh dari usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh nelayan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar 1,06 dan 1,05. Berdasarkan
nilai tersebut dapat diketahui bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha penangkapan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,06 sebelum kebijakan dan Rp 1,05 setelah kebijakan. Berdasarkan perhitungan R-C ratio juga diperoleh dari usaha penangkapan rajungan yang dilakukan oleh
nelayan bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan adalah sebesar 1,10 dan 1,09. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha penangkapan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,10 sebelum kebijakan dan Rp 1,09 setelah kebijakan. Hasil perhitungan R-C ratio diketahui bahwa usaha penangkapan rajungan untuk nelayan jaring kejer dan
bubu lipat menguntungkan.
71 6.7
Analisis Kelayakan Usaha Nelayan Rajungan
Perhitungan analisis finansial yang dilakukan kepada nelayan rajungan jaring kejer dan bubu lipat bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan pengembangan usaha dilihat dari sudut pandang investasi. Kriteria yang digunakan adalah NPV, IRR dan Net B/C. Kriteria pertama, jika nilai NPV menunjukkan rata-rata keuntungan bersih yang diperoleh selama 10 tahun (20112021) pada tingkat diskonto 6,75% (suku bunga pinjaman Bank Indonesia). Nilai NPV ≥ 1 maka pengembangan usaha layak dilaksanakan, jika NPV < 0
pengembangan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria kedua, jika nilai B/C ≥ 1 maka pengembangan usaha layak untuk dilaksanakan, namun apabila
nilai B/C < 1 maka pengembangan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria ketiga yaitu IRR. Jika hasil yang didapat IRR > I maka pengembangan usaha layak untuk dilaksanakan Perhitungan analisis finansial nelayan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14, sedangkan bubu lipat dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. a.
Net Present Value (NPV) Nilai NPV yang diperoleh usaha nelayan rajungan untuk jaring kejer sebelum
dan setelah kebijakan sebesar Rp 10 087 241 dan Rp 2 972 450. Sedangkan, nilai NPV untuk bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan sebesar Rp 19 683 730 dan Rp 14 951 582. Nilai tersebut lebih besar dari nol, ini berarti bahwa
usaha
nelayan rajungan memperoleh peningkatan nilai uang meskipun nilai NPV menurun setelah kebijakan, sehingga dianggap layak sesuai perhitungan NPV.
72 b.
Net B/C
Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C ) menunjukkan manfaat yang diberikan dari
proyek ini untuk kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Nilai Net B/C dihitung berdasarkan nilai arus kas yang telah diperhitungkan nilai perubahannya terhadap waktu. Nilai net B/C untuk nelayan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan diperoleh sebesar 1,97 dan 1,49. Sedangkan Net B/C untuk bubu lipat 2,07 dan 1,91 yang menunjukkan bahwa usaha nelayan rajungan ini layak untuk dilaksanakan, karena nilai net B/C lebih besar dari satu. c.
I nternal R ate of Return (IRR) Salah satu kriteria untuk menentukan layak atau tidaknya usaha dilaksanakan
maka sebagai patokan dasar pembanding adalah tingkat bunga yang berlaku di lembaga keuangan yang ada yaitu ditetapkan sebesar 6,75%. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga bank, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada usaha nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan sebesar 14 persen dan 9 persen dan untuk nelayan bubu lipat sebesar 17 persen dan 15 persen yang berarti bahwa usaha nelayan rajungan untuk dilaksanakan sebelum dan setelah kebijakan namun terjadi penurunan nilai IRR setelah kebijakan. Hasil BCA menunjukkan usaha nelayan rajungan sangat layak untuk dijalankan. Namun, pada kenyataan di lapangan mata pencaharian sebagai nelayan memiliki banyak faktor eksternal seperti cuaca dan tidak menentunya stok rajungan yang ada di laut. 6.8
Implikasi Kebijakan
Permintaan rajungan yang tinggi menyebabkan nelayan menangkap rajungan dalam berbagai ukuran untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal ini
73 menyebabkan rajungan yang ditangkap oleh nelayan belum pada tahap maturity atau paling tidak belum berkembang biak sama sekali. Jika kondisi seperti terus berlangsung maka stok rajungan akan terus menurun sehingga akan terjadi krisis pada sumberdaya tersebut. Krisis itu terjadi ketika laju ekstraksi sumberdaya ini telah melebihi kemampuan regenerasinya, akan terjadi perubahan ekosistem yang menyebabkan menurunnya kemampuan produksi di masa mendatang (Fauzi, 2005). Sifat sumberdaya perikanan yang dimiliki bersama (common property ) dan kemudian diperburuk dengan rezim yang bersifat akses terbuka (open access) menyebabkan penerapan kebijakan harus hati-hati karena menyangkut banyak stakeholders. Pengelolaan sumberdaya perikanan ini juga harus didukung oleh
semua pihak baik pemerintah, masyarakat, pengusaha dan nelayan. Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan adalah minimum legal size yaitu dengan mengendalikan
mortalitas
penangkapan
dengan
mengatur
rajungan
yang
ditangkap berdasarkan panjang ukuran karapas rajungan tersebut. Kebijakan minimum legal size berdampak positif untuk pemulihan sumberdaya rajungan yang semakin menipis. Namun, kebijakan ini berdampak negatif untuk nelayan jaring kejer dan bubu lipat. Hasil analisis NTN menunjukkan nilai NTN sebelum dan setelah kebijakan minimum legal size kurang dari nol dan mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan kebijakan minimum legal size memiliki dampak negatif terhadap kesejahteraan nelayan,
dengan adanya kebijakan tersebut nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan subsistennya sehari-hari. Oleh sebab itu jika kebijakan ini dijalankan harus ada alternatif pendapatan, sehingga kesejahteraan nelayan tidak menurun. Implikasi lainnya adalah apabila discount rate yang diberlakukan lebih tinggi maka
74 kelayakan usaha nelayan rajungan memiliki performa yang kurang baik, sehingga usaha nelayan rajungan memiliki resiko yang tinggi. Ada tiga langkah yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu langkah teknis, pengendalian masukan dan pengendalian keluaran (Kusumastanto et al , 2007). Pengendalian input yang dapat dilakukan adalah pelarangan terhadap alat tangkap destruktif seperti jaring arad . Tujuan pelarangan alat tangkap tersebut untuk mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh alat tangkap tersebut terhadap habitat rajungan. Pengendalian keluaran yang dapat dilakukan adalah misalnya dengan pembatasan kuota penangkapan rajungan atau pembatasan wilayah penangkapan rajungan. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan untuk pelestarian sumberdaya perikanan dan kesejahteraan nelayan.
75 VII. 7.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan yaitu: 1. Karakteristik usaha nelayan rajungan yang dapat diidentifikasi adalah dari
operasi penangkapan total responden yang menggunakan jaring kejer sebanyak 85,71 persen jadi umumnya nelayan melakukan one day fishing . Pemasaran hasil tangkapan sebanyak 88,57 persen nelayan menjual rajungan hasil tangkapan kepada bakul. Seluruh nelayan melibatkan anggota keluarganya dalam proses penangkapan maupun dalam proses penanganan hasil rajungan. Kondisi lingkungan sosial dan ekonomi nelayan dipengaruhi oleh hidup nelayan yang harus berhadapan dengan alam dan kondisi cuaca di laut yang tidak bersahabat sehingga faktor resiko usaha nelayan yang tinggi. 2. Pendapatan nelayan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan, jumlah awak
kapal, jumlah trip melaut, pengalaman, jumlah biaya melaut, jumlah alat tangkap dan pendapatan lain. Faktor yang berpengaruh signifikan adalah jumlah hasil tangkapan, pengalaman dan jumlah alat tangkap rajungan. 3. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan NTN besarnya NTN untuk
nelayan jaring kejer sebelum kebijakan adalah sebesar 0,69 dan apabila kebijakan diterapkan adalah sebesar 0,65. NTN untuk nelayan bubu lipat sebelum kebijakan adalah sebesar 0,82 dan apabila kebijakan diterapkan adalah sebesar 0,81. Nilai NTN sebelum dan setelah kebijakan menunjukkan nelayan jaring kejer dan bubu lipat tidak dapat memenuhi kebutuhan subsistennya dan penurunan terbesar terjadi pada nelayan jaring kejer .
76 4. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha nelayan rajungan pada jangka
pendek nilai R-C Ratio untuk nelayan jaring kejer saat ini adalah sebesar 1,06 dan setelah kebijakan sebesar 1,05. Hasil R-C Ratio nelayan bubu lipat saat ini adalah sebesar 1,10 dan setelah kebijakan 1,09. Hasil BCA usaha nelayan rajungan jaring kejer saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 10 087 241, Net B/C 1,97 dan IRR 14 persen dan setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 2 972 450, Net B/C 1,49 dan IRR 9 persen. Hasil analisis untuk nelayan bubu lipat saat ini menunjukkan NPV sebesar Rp 19 683 730, Net B/C 2,07 dan IRR 17 persen, setelah kebijakan nilai NPV sebesar Rp 14 951 582, Net B/C 1,91 dan IRR 15 persen. 5. Kebijakan minimum legal size berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan
rajungan. 7.2
Saran
1. Penerapan kebijakan minimum legal size memberikan dampak negatif terhadap
pendapatan nelayan sehingga, diperlukan alternatif pendapatan untuk nelayan rajungan agar kesejahteraan nelayan dapat meningkat. 2. Perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi mengenai dampak negatif yang
ditimbulkan oleh alat tangkap tidak ramah lingkungan dan dilakukan sangsi yang tegas oleh pemerintah Kabupaten Cirebon.
77 DAFTAR PUSTAKA
Abyss. 2001. Portunus pelagicus. http://www.abyss.com.au/crab.html. Diakses 2 Mei 2011. Charles, A. T. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science. London. Campbell, G. R. and D.R. Fielder. 1986. Size at Sexual Maturity and Occurrence of Ovigerous Females in Three Species of Commercially Exploited Portunid Crabs in SE Queensland. Proceedings of The Royal Society of Queensland, 97:97-87. Dewan
Kelautan
Indonesia.
2008.
Evaluasi
Kebijakan
dalam
Rangka
Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. http://rovicky.files.wordpress.com/2010/09/la20unclos20pdf2.pdf. Diakses 18 Februari 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. 2009. Laporan Statistik Perikanan Tangkap dan Budidaya Jawa Barat (Tidak dipublikasikan). Bandung. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. 2006. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Cirebon (Tidak dipublikasikan). Cirebon. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon.. 2011. Laporan Tahunan Dinas Kelautan Cirebon (Tidak dipublikasikan). Cirebon. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar Serta Peluang Investasinya di Indonesia. http://regionalinvestment.com/newsipid/userfiles/komoditi/1/ikan_sen trawilayah.pdf. Diakses 3 Maret 2011. Direktorat Sarana Perikanan Tangkap. 2008. Nilai Ekspor Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
78 Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Gardenia, Y. T. 2006. Tesis. Teknologi Penangkapan Pilihan Untuk Perikanan Rajungan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gray, C. P et al . 1993. Pengantar Evalusi Proyek . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. IPB PRESS. Bogor. Kadariah et al . 1999. Pengantar Evaluasi Proyek-Proyek Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kompas. 8 Februari 2011. Hal. 36. ‘Sejahtera di Negeri Bahari’. Jakarta.
Kusumastanto et al . 2007. Konsepsi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Arafuru dalam Rangka Terciptanya Pemanfaatan Sumberdaya yang Lestari. Paper. Bogor. Mahesa,
R.
2010.
Ekspor
Rajungan
Terancam
Sertifikasi.
http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/46305/Ekspor-rajunganterancam-sertifikasi. Diakses 18 Desmber 2010. Mangkusubroto, K dan C.L. Trisnadi 1985. Analisis Keputusan Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact. Bandung. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Ciawi.
79 Naziri, Z. 2010. Klasifikasi Rajungan. http://zaldibiaksambas.wordpress.com/ 2010/06/21/klasifikasi-rajungan. Diakses 1 februari 2011. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Santoso et al . 2005. Jurnal AGRIJATI. Analisis Usaha Tani Padi Sawah ( Oryza sativa L.) dengan Benih Sertifikasi dan Non Sertifikasi (Studi Kasus
di
Desa
Karangsari,
Kecamatan
Weru,
Kabupaten
Cirebon).
http://faperta-unswagati.com/pdf/pdfv1/7.pdf. Diakses 1 Maret 2011. Sedoyo.
2011.
Rajungan
Ternyata
Mempunyai
Kadar
Lemak
Rendah.
http//unlimited4sedoyo.wordpress.com/2011/06/18rajungan-ternyatamempunyai-kadar-lemak-rendah/. Diakses 11 Agustus 2011. Tanjung, S. 2010. Indonesia Berpotensi Jadi Eksportir Ikan Terbersar di Dunia. http://www.waspada.co.od/index.php?option=comcontent&view =article&id=124800:Indonesia-berpotensi-jadi-eksportir-ikanterbesar-dunia&catid=77:fokusutama&Itemid=131.
Diakses
28
Februari 2011. Undang-Undang No. 45 Tahun 2009. Perikanan. Jakarta. Ustriyana, G.N.I. 2005. Model dan Pengukuran Nilai Tukar Nelayan. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(8)%20soca-ustriyananilai%20tukarnelayan(1).pdf . Diakses 1 Februari 2011. Yustiarani, A. 2008. Skripsi. Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
85 Lampiran 2. Data Karakteristik Responden Nelayan Rajungan Jaring Kejer dan Bubu Lipat di Desa Gebang Mekar Tahun 2011
No
Nama
1
Sobirin
Laki-laki
42
Tidak tamat
Menikah
Kepala keluarga
30
punya
200 000
2 3
Bagja Jaudi
Laki-laki Laki-laki
35 50
Tidak tamat Tamat SD
Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga
25 40
Tidak Punya
0 750 000
4
Darta
Laki-laki
35
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
20
Tidak
0
5
Rohmatin
Laki-laki
38
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
20
Tidak
0
6 7
Sinang Sanadi
Laki-laki Laki-laki
40 35
Tamat SD Tamat SD
Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga
30 20
Tidak Tidak
0 0
8 9
Abdul Salam Tanali
Laki-laki Laki-laki
52 35
Tamat SD Tamat SD
Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga
42 20
Tidak Tidak
0 0
10
Mudi
Laki-laki
35
Tamat SLTP
Menikah
Kepala keluarga
20
Tidak
0
11
Sangi
Laki-laki
36
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
25
Tidak
0
12
Darsikin
Laki-laki
30
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
25
Tidak
0
13
Sirin
Laki-laki
72
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
55
Tidak
0
14
Ono
Laki-laki
28
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
15
Tidak
0
15 16
Harun Taryan
Laki-laki Laki-laki
45 37
Tidak tamat Tamat SD
Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga
30 25
Tidak Tidak
0 0
17
Slamet
Laki-laki
40
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
30
Tidak
0
18 19
Taryono Rasta
Laki-laki Laki-laki
34 60
Tamat SD Tamat SD
Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga
15 50
Tidak Tidak
0 0
20
Damin
Laki-laki
40
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
30
Tidak
0
21
Raudin
Laki-laki
37
Tamat SD
Menikah
Kepala keluarga
30
Tidak
0
22
Darma
Laki-laki
45
Tidak tamat
Menikah
Kepala keluarga
20
Tidak
0
23 24 25
Ragil Rohana Sawila
Laki-laki Laki-laki Laki-laki
32 42 40
Tidak tamat Tamat SD Tidak tamat
Menikah Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga Kepala keluarga
10 30 20
Tidak Tidak punya
0 0 200 000
Umur
Tingkat Pendidikan
Status Pernikahan
Status Keluarga Pengalaman Pengalaman
Pekerjaan Sampingan
Pendapatan Sampingan Perbulan (Rp)
Jenis Kelamin
4
8
86
No 26
Nama Radiwan
Jenis Kelamin Laki-laki
27 28 29 30 31 32 33 34
Casmun Wijaya Tirung Tirung Herman Maulana Wasnadi Sarnika Sartono Kusam Wasad
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Umur 33
Tingkat Pendidikan Tamat SD
Status Pernikahan Menikah
Status Keluarga Kepala keluarga
41 25 28 34 48 45 30 40
Tamat SD Tamat SD Tamat SLTA Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD
Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah
Kepala keluarga Kepala keluarga Anak Kepala keluarga Kepala keluarga Kepala Keluarga Kepala Keluarga Kepala Keluarga
Pekerjaan Pengalaman Pengalaman Sampingan 20 Tidak
25 7 15 25 35 25 18 20
Tidak Tidak Tidak punya punya Tidak Tidak Tidak
Pendapatan Sampingan Perbulan (Rp)
0 0 0 0 300 000 50 000 0 0 0
5
8
86 Lampiran 3. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan nelayan rajungan di Desa Gebang Mekar Tahun 2011 De scriptiv e Statistics Mean 1603766 12.7540 3.4857 22.8000 25.5429 506822.9 98.3429 .1714
Y
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Std. Deviation 86990.43616 15.03162 .65849 3.50462 10.00395 81523.14536 160.34649 .38239
N
35 35 35 35 35 35 35 35
Model Summary(b)
Model
R
1
R Square
.918(a)
Adjusted R Square
.844
Std. Error of the Estimate
.803
Durbin-Watson
304899.683
1.545
a Predictors: (Constant),X7, X6, X2, X5, X4, X1, X3 b Dependent Variable: Y
R-square 84 %, artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
Uji-F (ANOVA)
Alpha 5% ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.4E+013 2.5E+012 1.6E+013
df 7
27 34
Mean Square 1.934E+012 9.296E+010
a.
Predictors: Predic tors: (Constant), (Consta nt), X7, X7, X3, X5, X4, X4, X2, X2, X1, X1, X6
b.
Dependent Variable: Y
F
20.801
H0 : Model tidak signifikan H1 : Model signifikan Nilai-p(0.000) < alpha 5% maka tolak tol ak H0 maka model signifikan
Sig. .000a
Uji-t Coe fficie ntsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 960887.6 624892.9 X1 2 7901.066 8435.390 X2 -87716.9 118140.5 X3 1 2274.188 7249.877 X4 9558.315 5481.382 X5 -.233 .340 X6 2079.710 799.930 X7 -101901 149358.1
Standardized Coefficients Beta .610 -.084 .063 .139 -.096 .485 -.057
t 1.538 3.308 -.742 .712 1.744 -.687 2.600 -.682
Sig. .136 .003 .464 .483 .093 .498 .015 .501
Zero-order .877 .594 -.183 .176 .692 .877 .249
Correlations Partial .537 -.141 .136 .318 -.131 .447 -.130
Part .252 -.057 .054 .133 -.052 .198 -.052
Collinearity Statistics Tolerance VIF .170 .452 .748 .909 .299 .166 .838
5.880 2.213 1.337 1.100 3.342 6.017 1.193
a. Dependent Variable: Y
Yang berpengaruh nyata terhadap taraf nyata 15% adalah X1 (jumlah hasil tangkapan), X4 (pengalaman) dan X6 (jumlah alat tangkap).
8887
88 Uji Asumsi
Asumsi kenormalan
Histogram
Dependent Variable: Y
6
y c
n 4 e u q e r F 2
Mean =-1 Std. Dev. N =3
0 -2
-1
0
1
2
Regression Standardized Residual
H0 : Galat menyebar normal H1 : Galat tidak menyebar normal
One -Sample Kolmogorov -Smirnov Te st Unstandardiz
N Normal Parametersa,b
Mean
Most Extreme Differences
Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a.
Test distribution is Normal.
b.
Calculated from data.
ed Residual 35 .0000000 271706.1045 .108 .105 -.108 .639 .809
Nilai-p (0.809) > alpha 5% maka terima H0 artinya galat menyebar normal
89
Uji Homoskedastisitas
Scatterplot
Dependent Variable: Y 3
d te ci d e r
2
P d e zi d
e d
a
r ul n
V at
a
1
S n oi
0
s s e r g e R
-1
-2
-1
0
1
Regression Standardized Residual
Dari plot diatas tidak membentuk pola apa pun atau menyebar bebas maka Homoskedastisitas
Uji Multikolinieritas
Nilai VIF < 10 maka tidak ada multikolinieritas
91 Lampiran 4. Nilai Tukar Nelayan Rajungan Jaring Kejer Desa Gebang Mekar Sebelum Kebijakan Tahun 2011 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Nama Responden
Sinang Sanadi Abdul Salam Tanali Mudi Sangi Darsikin Sirin Ono Harun Taryan Slamet Taryono Rasta Damin Raudin Darma Ragil Rohana Sawila Radiwan Casmun wijaya Tirung Herman maulana Wasnadi Sarnika Sartono
Pendapatan perikanan
1 000 000 1 000 000 1 000 000 1 260 000 625 000 1 541 666 1 000 000 333 333 1 000 000 896 000 2 880 000 1 750 000 996 000 1 960 000 1 000 000 2 700 000 1 260 000 2 100 000 700 000 1 066 667 1 440 000 1 250 000 1 540 000 2 800 000 1 400 000 1 000 000 1 000 000
Pendapatan non-perikanan
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 000 0 0 0 0 300 000 50 000 0
Pengeluaran perikanan
500 000 200 000 343 750 487 500 250 000 406 250 387 500 250 000 375 000 390 000 480 000 275 000 302 000 330 000 300 000 675 000 700 000 600 000 825 000 400 000 240 000 500 000 490 000 700 000 350 000 375 000 375 000
Pengeluaran rumah tangga
1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 600 000 900 000 1 500 000 2 100 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 200 000 1 500 000 3 000 000 3 000 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 800 000 1 500 000 1 500 000 600 000 1 500 000 1 500 000 0
9
92
No
28 29 30
Nama Responden
Kusam Wasad Jaya Jumlah NTN
Pendapatan perikanan
1 200 000 1 062 000 1 100 000 39 860 666 0,6879348
Pendapatan non-perikanan
0 0 0 550 000
Pengeluaran perikanan
375 000 300 000 360 000 12 542 000
Pengeluaran rumah tangga
1 500 000 1 500 000 1 500 000 46 200 000
Lampiran 5. Nilai Tukar Nelayan Jaring Kejer Desa Gebang Mekar Setelah Kebijakan Tahun 2011 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Responden
Sinang Sanadi Abdul Salam Tanali Mudi Sangi Darsikin Sirin Ono Harun Taryan Slamet Taryono Rasta Damin
Pendapatan perikanan
950 000 950 000 950 000 1 197 000 593750 1 440 643
950 000 316 666,35 950 000 851 200 2 736 000 1 662 500 946 200 1 862 000 950 000
Pendapatan nonperikanan
Pengeluaran perikanan
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
500 000 200 000 343 750 487 500 250 000 406 250 387 500 250 000 375 000 390 000 480 000 275 000 302 000 330 000 300 000
Pengeluaran rumah tangga
1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 600 000 900 000 1 500 000 2 100 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 200 000
1
9
93
No
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Responden
Raudin Darma Ragil Rohana Sawila Radiwan Casmun wijaya Tirung Herman maulana Wasnadi Sarnika Sartono Kusam Wasad Jaya Jumlah NTN nelayan
Pendapatan perikanan
2 565 000 1 197 000 1 995 000 665 000 1 013 333,65 1 368 000 1 187 500 1 463 000 2 660 000 1 330 000 950 000 950 000 1 140 000 1 008 900 1 045 000 37 843 692,7 0,65359866365
Pendapatan nonperikanan
0 0 0 0 200 000 0 0 0 0 300 000 50 000 0 0 0 0 550 000
Pengeluaran perikanan
675 000 700 000 600 000 825 000 400 000 240 000 500 000 490 000 700 000 350 000 375 000 375 000 375 000 300 000 360 000 12 542 000
Pengeluaran rumah tangga
1 500 000 3 000 000 3 000 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 800 000 1 500 000 1 500 000 600 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 1 500 000 46 200 000
2
9
94 Lampiran 6. Nilai Tukar Nelayan Bubu Lipat Desa Gebang Mekar Sebelum Kebijakan Tahun 2011 No
1 2 3 4 5
Nama Responden
Sobirin bagja Jaudi Darta Rohmatin Jumlah NTN
Pendapatan perikanan (Rp/Bulan)
1 200 000 1 600 000 4 800 000 1 960 000 2 000 000 11 560 000 0,823199621
Pendapatan nonperikanan (Rp/Bulan)
Pengeluaran perikanan (Rp/Bulan)
200 000 0 750 000 0 0 950 000
636 800 800 000 1 280 000 1 200 000 1 280 000 5 196 800
Pengeluaran rumah tangga (Rp/Bulan)
1 500 000 1 500 000 3 000 000 2 000 000 2 000 000 10 000 000
Lampiran 7. Nilai Tukar Nelayan Bubu Lipat Desa Gebang Mekar Setelah Kebijakan Tahun 2011 No
1 2 3 4 5
Nama Responden
Sobirin bagja Jaudi Darta Rohmatin Jumlah NTN
Pendapatan perikanan (Rp/Bulan)
1 188 000 1 584 000 4 752 000 1 940 400 1 980 000 11 444 400 0,815592756
Pendapatan nonperikanan (Rp/Bulan)
200 000 0 750 000 0 0 950 000
Pengeluaran perikanan (Rp/Bulan)
636 800 800 000 1 280 000 1 200 000 1 280 000 5 196 800
Pengeluaran rumah tangga (Rp/Bulan)
1 500 000 1 500 000 3 000 000 2 000 000 2 000 000 10 000 000
3
9
95 Lampiran 8. Besarnya Penerimaan Nelayan Rajungan Desa Gebang Mekar Berdasarkan Alat Tangkap Sebelum dan Setelah Kebijakan Tahun 2011 Musim paceklik
Alat tangkap
Uraian
Musim panen (angin barat)
Jaring kejer
Jumlah sebelum kebijakan (Kg/Trip) Bulan Harga (Rp/Kg) Intensitas penangkapan (trip/bulan) Pendapatan per tahun sebelum kebijakan Pendapatan per tahun setelah kebijakan Jumlah sebelum kebijakan (kg/trip) Bulan Harga (Rp/Kg) Intensitas penangkapan (trip/bulan) Pendapatan per tahun sebelum kebijakan Pendapatan per tahun setelah kebijakan
13 2 5 Desember, Januari, Februari, Maret April, Mei Juli, Agustus, September,oktober 42 000 42 000 42 000 28 20 25
Bubu lipat
Musim biasa (angin timur)
85 512 000 81 236 400 100 10 30 Desember, Januari, Februari, Maret April, Mei, Juni Juli, Agustus, September,oktober 42 000 42 000 42 000 6 2 3 118 440 000 117 255 600
4
9
96 Lampiran 9. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan Jaring Kejer Sebelum Kebijakan Keterangan Nilai (Rp) A. Penerimaan Kotor Penerimaan Rajungan Share Biaya Melaut Total Penerimaan Kotor B. Biaya Variabel (Variable Cost) Solar Konsumsi Total biaya Variabel ( Total Variable Cost ) C. Penerimaan Bersih D. Bagi Hasil E. Biaya Tetap (F ixed cost ) Biaya penyusutan Perahu Mesin Alat Tangkap Total biaya penyusutan Biaya perawatan Perahu Mesin Alat Tangkap Total biaya perawatan Total Biaya tetap F. Total Biaya G. Pendapatan H. R/C Ratio
85 512 000 18 900 000 104 412 000 17 010 000 7 560 000 24 570 000 79 842 000 64 134 000
220 000 300 000 4 800 000 5 320 000 1 500 000 744 000 2 000 000 4 244 000 9 564 000 98 268 000 6 144 000 1,06
Lampiran 10. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Rajungan Jaring Kejer Setelah Kebijakan Keterangan Nilai (Rp) A. Penerimaan Kotor Penerimaan Rajungan Share Biaya Melaut Total Penerimaan B. Biaya Variabel (Variable Cost) Solar Konsumsi Total biaya Variabel ( Total Variable Cost ) C. Penerimaan Bersih D. Bagi Hasil E. Biaya Tetap (F ixed cost ) Biaya penyusutan Perahu Mesin Alat Tangkap Total biaya penyusutan Biaya perawatan Perahu Mesin Alat Tangkap Total biaya perawatan Total Biaya tetap F. Total Biaya G. Pendapatan H. R/C Ratio
81 236 400 18 900 000 100 136 400 17 010 000 7 560 000 24 570 000 75 566 400 60 927 300
220 000 300 000 4 800 000 5 320 000 1 500 000 744 000 2 000 000 4 244 000 9 564 000 95 061 300 5 075 100 1,05
5
9
97 Lampiran 11. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Bubu Lipat Sebelum Kebijakan Keterangan Nilai (Rp) 118 440 000 A. Penerimaan kotor B. Biaya variabel (Variable cost ) Solar 22 680 000 Konsumsi 8 400 000 Es Balok 2 352 000 Umpan 18 900 000 Total biaya variabel (Total Variable Cost ) 52 332 000 66 108 000 C. Penerimaan Bersih 47 376 000 D. Bagi Hasil E. Biaya Tetap (F ixed Cost ) Biaya penyusutan Perahu 220 000 Mesin 300 000 Alat tangkap 1 750 000 Total biaya penyusutan 2 270 000 Biaya perawatan Perahu 2 000 000 Mesin 924 000 Alat tangkap 2 500 000 Total biaya perawatan 5 424 000 Total biaya tetap 8 340 667 107 402 000 F. Total biaya 11 038 000 G. Pendapatan H. R/C Ratio 1 10
Lampiran 12. Analisis Pendapatan Usaha Nelayan Bubu Lipat Setelah Kebijakan Keterangan Nilai (Rp) 117 255 600 A. Penerimaan kotor B. Biaya variabel (Variable cost ) Solar 22 680 000 Konsumsi 8 400 000 Es Balok 2 352 000 Umpan 18 900 000 Total biaya variabel (Total Variable Cost ) 52 332 000 64 923 600 C. Penerimaan Bersih 46 902 240 D. Bagi Hasil E. Biaya Tetap (F ixed Cost ) Biaya penyusutan Perahu 220 000 Mesin 300 000 Alat tangkap 1 750 000 Total biaya penyusutan 2 270 000 Biaya perawatan Perahu 2 000 000 Mesin 924 000 Alat tangkap 2 500 000 Total biaya perawatan 5 424 000 Total biaya tetap 8 340 667 106 928 240 F. Total biaya 10 327 360 G. Pendapatan H. R/C Ratio 1,09
6
9
98 Lampiran 13. Analisis Finansial Jaring Kejer Sebelum Kebijakan DF 6,75% TAHUN PROYEK No A
1
B 1
2
3
4 C
Uraian Penerimaan
0
Penjualan ikan Nilai sisa Share biaya melaut TOTAL PENERIMAAN KAS PENGELUARAN KAS Biaya Investasi kapal mesin alat tangkap kejer Tali dan Jangkar Tali selambar Tali pelampung Pelampung drigen perkakas Biaya Operasional Solar Konsumsi Biaya Perawatan Perbaikan kapal Perawatan mesin Perawatan alat tangkap Bagi hasil (upah ABK) TOTAL PENGELUARAN KAS Saldo Bersih
-35,500,000
DF NPV IRR NPV (+)
1 10,087,241 14% 63,630,667
Net B/C
1.79
1
85,512,000 18,900,000 104,412,000
22,000,000 7,500,000 4,800,000 220,000 70,000 420,000 340,000 150,000
35,500,000
2
85,512,000
3
4
5
6
85,512,000
85,512,000
85,512,000
85,512,000
18,900,000 104,412,000
18,900,000 104,412,000
18,900,000 104,412,000
18,900,000 104,412,000
18,900,000 104,412,000
4,800,000
4,800,000
4,800,000
4,800,000
7,500,000 4,800,000 220,000
7
85,512,000
8
9
10
85,512,000
85,512,000
18,900,000 104,412,000
18,900,000 104,412,000
18,900,000 104,412,000
4,800,000
4,800,000
4,800,000
4,800,000
70,000 420,000 340,000 150,000
85,512,000 1,870,667 18,900,000 106,282,667
70,000 420,000 340,000 150,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 92,948,000 11,464,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 97,748,000 6, 664,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 97,748,000 6,664,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 98,728,000 5,684 ,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 97,748,000 6,664,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 105,468,000 -1,056,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 97,748,000 6,664,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 98,728,000 5,684, 000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 97,748,000 6,664,000
1,500,000 744,000 2,000,000 64,134,000 97,748,000 8,534, 667
0.936768150
0.877534567
0.822046432
0.770066916
0.721374160
0.675760337
0.633030761
0.593003055
0.555506374
0.520380678
7
9
99 Lampiran 14. Analisis Finansial Jaring Kejer Setelah Kebijakan DF 6,75% TAHUN PROYEK No A
1
B 1
2
3
4 C
Uraian Penerimaan Penjualan ikan Nilai sisa Share biaya melaut TOTAL PENERIMAAN KAS PENGELUARAN KAS Biaya Investasi kapal mesin alat tangkap kejer Tali dan Jangkar Tali selambar Tali pelampung Pelampung drigen perkakas Biaya Operasional Solar Konsumsi Biaya Perawatan Perbaikan kapal Perawatan mesin Perawatan alat tangkap
0
1
-35,500,000
DF NPV IRR NPV (+)
1 2,972,450 9% 52,941,667
Net B/C
1.49
35,500,000
3
4
5
81,236,400
6
81,236,400
81,236,400
81,236,400
81,236,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
4,800,000
4,800,000
4,800,000
4,800,000
7,500,000 4,800,000 220,000
22,000,000 7,500,000 4,800,000 220,000 70,000 420,000 340,000 150,000
Bagi hasil tangkapan dengan ABK TOTAL PENGELUARAN KAS Saldo Bersih
2
81,236,400
7
81,236,400
8
9
10
81,236,400
81,236,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
18,900,000 100,136,400
4,800, 000
4,800,000
4,800,000
4,800,000
70,000 420,000 340,000 150,000
81,236,400 1,870,667 18,900,000 102,007,067
70,000 420,000 340,000 150,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
17,010,000 7,560,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
1,500,000 744,000 2,000,000
60,927,300 89,741,300 10,395,100
60,927,300 94,5 41,300 5,595,100
60,927,300 94, 541,300 5,595,100
60,927,300 95 ,521,300 4,615,100
60,927, 300 94,541,300 5,595,100
60,927,300 102,261,300 -2,124,900
60,927,300 94,541,300 5,595,100
60,927,300 95,521,300 4,615,100
60,927,300 94,541, 300 5,595,100
60,927,300 94,541,300 7,465,767
0.93676815
0.87753457
0.82204643
0.77006692
0.72137416
0.67576034
0.63303076
0.59300305
0.55550637
0.52038068
8
9
100 Lampiran 15. Analisis Finansial Bubu Lipat Sebelum Kebijakan DF 6,75% Tahun Proyek No A 1 2 B 1
2
3
4 C D
Uraian Penerimaan
0
Penjualan ikan Nilai sisa TOTAL PENERIMAAN KAS PENGELUARAN KAS Biaya Investasi Kapal Mesin Alat Tangkap Bubu Lipat Jangkar dan tali Tali Utama Tali Cabang Tali Pelampung Drigen Pelampung Drigen Kompor dan peralatan masak Perkakas Biaya Operasional Solar Air tawar dan Konsumsi Umpan Es Biaya Perawatan Perbaikan kapal Perawatan mesin Perawatan alat tangkap Bagi hasil (upah ABK) TOTAL PENGELUARAN KAS Saldo Bersih
-42,990,000
DF NPV IRR NPV (+)
1 19,683,730 17% 89,069,333
Net B/C
2.07
1
2
3
4
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
118,440,000
22,000,000 7,500,000 7,000,000 580,000 4,200,000 600,000 420,000 340,000 150,000 200,000
42,990,000
5
6
7
8
9
10
118,440,000 3,539,333 121,979,333
7,500,000 7,000,000
7,000,000
7,000,000
7,000,000
580,000 4,200,000 600,000 420,000 340,000
4,200,000 600,000 420,000 340,000 150,000 200,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
2,000,000 924,000 2,500,000 47,376,000 105,132,000 13,308,000
2,000,000 924,000 2,500,000 47,376,000 105,132,000 13,308,000
2,000,000 924,000 2,500,000 47,376,000 112,132,000 6,308,000
2,000,000 924,000 2,500,000 47,376,000 110, 692,000 7,748,000
2,000,000 924,000 2,500,000 47,376,000 112, 132,000 6,308,000
0.93676815
0.87753457
0.82204643
0.77006692
0.72137416
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 924,000 924,000 924,000 924,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 47,376,000 113,562,000 1 12,132,000 110, 692,000 112,132, 000 4,878,000 6,308,000 7,748,000 6,308,000
2,000,000 924,000 2,500,000 47,376,000 105,132,000 16,847,333
0.67576034
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
0.63303076
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
0.59300305
0.55550637
0.52038068
9
9
101 Lampiran 16. Analisis Finansial Bubu Lipat Setelah Kebijakan DF 6,75% Tahun Proyek No A 1 2 B 1
2
3
4 C D
Uraian Penerimaan
0
Penjualan ikan Nilai sisa TOTAL PENERIMAAN KAS PENGELUARAN KAS Biaya Investasi Kapal Mesin Alat Tangkap Bubu Lipat Jangkar dan tali Tali Utama Tali Cabang Tali Pelampung Drigen Pelampung Drigen Kompor dan peralatan masak Perkakas Biaya Operasional Solar Air tawar dan Konsumsi Umpan Es Biaya Perawatan Perbaikan kapal Perawatan mesin Perawatan alat tangkap Bagi hasil (upah ABK) TOTAL PENGELUARAN KAS Saldo Bersih
-42,990,000
DF NPV IRR NPV (+) Net B/C
1 14,953,582 15% 81,962,933 1.91
1
2
3
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
117,255,600
22,000,000 7,500,000 7,000,000 580,000 4,200,000 600,000 420,000 340,000 150,000 200,000
42,990,000
4
5
6
7
8
9
10
117,255,600 3,539,333 120,794,933
7,500,000 7,000,000
7,000,000
7,000,000
7,000,000
580,000 4,200,000 600,000 420,000 340,000
4,200,000 600,000 420,000 340,000 150,000 200,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
2,000,000 924,000 2,500,000 46,902,240 104, 658,240 12,597,360
2,000,000 924,000 2,500,000 46,902,240 104,658,240 12,597,360
2,000,000 924,000 2,500,000 46,902,240 111,658,240 5,597,360
2,000,000 924,000 2,500,000 46,902,240 110,218, 240 7,037,360
0.93676815
0.87753457
0.82204643
0.77006692
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
2,000,000 2,000,000 924,000 924,000 2,500,000 2,500,000 46,902,240 46,902,240 111,658,240 11 3,088,240 5,597,360 4,167,360
2,000,000 924,000 2,500,000 46,902,240 111,658, 240 5,597,360
0.72137416
0.67576034
0.63303076
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
22,680,000 8,400,000 18,900,000 2,352,000
2,000,000 2,000,000 2,000,000 924,000 924,000 924,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 46,902,240 46,902,240 46,902,240 110,218,240 1 11,658,240 104,65 8,240 7,037,360 5,597,360 16,136,693 0.59300305
0.55550637
0.52038068
0
0
1