GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTERMAL DAERAH ANDULAN KECAMATAN WALENRANG UTARA KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI OLEH : RIFKI FEBRIANTO 111.040.005
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA 2011 i
GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTERMAL DAERAH ANDULAN KECAMATAN WALENRANG UTARA KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI Oleh :
RIFKI FEBRIANTO 111.040.005
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi Yogyakarta, 11 Agustus 2011 Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Sutanto, DEA. NIP . 030168171
Ir.F.Soehartono, M.Si. NIP . 030146745 Mengetahui, Ketua Jurusan
Ir. Sugeng Raharjo, M.T. NIP . 030217238
ii
.
Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orang tua, anak dan istri tercinta.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu terselesaikannya laporan penelitian ini, adapun diantaranya ialah :
Kedua orang tua, yang selama ini telah mendidik dan membesarkan penulis dengan kasih sayangnya serta membiayai pendidikan hingga ke jenjang ini.
Ir. Sugeng Raharjo, MT. selaku ketua jurusan
Prof. Dr. Ir. Sutanto, DEA., selaku dosen pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan pikiran dan tenaganya guna membimbing penulis dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul sewaktu menyelesaikan penyusunan laporan penelitian.
Ir. F.Soehartono, M.Si., selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan pikiran dan tenaganya guna membimbing penulis menyelesaikan laporan, dengan diselingi humor-humor ringan dan guyonannya.
Ir. M. Hasyir Naufalin, MT., selaku koordinator dan pembimbing lapangan, terima kasih atas segala dukungan, dan waktu yang telah banyak terbuang untuk membantu.
Ir. Nugrahanto, Ir. Taryoko dan Ir. Amin Dahrussalam, selaku pembimbing di lapangan. Bersama orang-orang hebat seperti anda pekerjaan terasa lebih ringan.
Seluruh teman-teman, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya. Terima kasih atas motivasi dan kerjasamanya, termasuk dukungan sarana dan prasarananya.
iv
SARI GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI HIDROTERMAL DAERAH ANDULAN KECAMATAN WALENRANG UTARA KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh :
RIFKI FEBRIANTO 111.040.005 Lokasi penelitian secara UTM terletak pada zona 51M, berada di antara titik 175000 mE – 180000 mE dan 9690000 mS – 9696000 mS dan secara astronomis o o o terletak dikoordinat 02 45’00” LS sampai 02 49’05” LS dan 120 03’40,80” BT o sampai 120 07’18,04” BT. Daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi dan empat sub satuan geomorfologi yaitu satuan vulkanik yang mempunyai dua sub satuan, yaitu sub satuan perbukitan vulkanik berlereng curam (V1), dan sub satuan perbukitan vulkanik berlereng menengah (V2), satuan fluvial yang mempunyai satu sub satuan, yaitu sub satuan dataran aluvial (F1), dan satuan struktural yang mempunyai satu sub satuan yaitu sub satuan perbukitan homoklin (S9), (Van Zuidam, 1983). Pola aliran di daerah telitian termasuk pola sub dendritik. Berdasarkan tingkat erosi dan stadia sungai maka daerah telitian termasuk dalam stadia dewasa dimana dicirikan dengan lembah sungai berbentuk “U”, bermunculan anak sungai dan erosi lateral lebih dominan. Stratigrafi daerah penelitian dari tua kemuda adalah satuan batugamping (Formasi Toraja) berumur Eosen awal – tengah, satuan breksi (Formasi Gunungapi Lamasi) berumur Oligosen, satuan andesit (Formasi Gunungapi Lamasi) berumur Oligosen. Hubungan stratigrafi antara batugamping dengan satuan yang ada diatasnya adalah tidak selaras. Diatas batugamping diendapkan secara tidak selaras satuan breksi (Formasi Gunungapi Lamasi), dan satuan andesit (Formasi Gunungapi Lamasi), dimana hubungan antara breksi dan andesit ialah bersilang jari. Struktur geologi yang berkembang juga sangat bervariasi, struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian yaitu berupa kekar, baik kekar terorientasi maupun kekar terorientasi semu. Pada daerah penelitian juga terdapat sesar, yaitu sesar geser dan sesar normal yang mempunyai arah relatif tenggara-barat laut. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang didukung dengan hasil analisis termasuk diantaranya analisis petrografi dan XRD, zona alterarsi yang terdapat di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga zonasi, antara lain adalah, zona alterasi filik, yang kedua ialah zona alterasi advanced argilik dan yang ketiga ialah zona alterasi propilitik.
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, dan karunia-Nya sehingga terselesaikannya laporan yang berjudul “Geologi dan Studi Alterasi Hidrotermal Daerah Andulan kecamatan Walenrang Utara Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan” ini. Merupakan suatu pengalaman dan proses belajar yang tidak terlupakan, menerapkan dan mengaplikasikan apa yang telah didapatkan didapatkan dari bangku perkuliahan yang syarat akan teori-teori dan hukum-hukum, di lapangan. Pada akhirnya penulis sadar bahwa segala sesuatu yang telah diberikan oleh para pengajar selama ini ada maksud dan tujuan tersendiri yang kesemuanya demi kebaikan anak didiknya. Penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan laporan skripsi ini, sangatlah penulis harapkan masukan-masukan, koreksi serta kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas penulis dalam pembuatan laporan maupun karya tulis ilmiah pada kesempatan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat sesuai yang penulis harapkan.
Yogyakarta, Juni 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................
iv
SARI ..........................................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .............................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................
xi
DAFTAR FOTO .....................................................................................................
xii
BAB 1 PEDAHULUAN...........................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang Penelitian .............................................................................
1
1.2.
Sistematika Penelitian ...................................................................................
2
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian .....................................................................
2
1.4.
Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian ................................................
2
1.5.
Rumusan Masalah .........................................................................................
3
1.6.
Hasil Penelitian .............................................................................................
4
1.7.
Manfaat Penelitian ........................................................................................
4
BAB 2 METODOLOGI KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI....................
6
2.1.
Metodologi Peneletian ..................................................................................
6
2.2.
Pengumpulan Data ........................................................................................
8
II.2.1. Sumber Data .....................................................................................
8
II.2.2. Teknik Pengumpulan Data ................................................................
8
2.3.
Bahan dan Alat .............................................................................................
9
2.4.
Peneliti Terdahulu ........................................................................................
10
2.5.
Dasar Teori Alterasi Hidrotermal .................................................................
11
2.5.1. Alterasi Hidrotermal ..........................................................................
12
2.5.2. Tipe Endapan Hidrotermal …………………………………………
14
vii
2.5.2.a. Hipotermal .........................................................................
14
2.5.2.b. Mesotermal .........................................................................
14
2.5.2.c. Epitermal .............................................................................
14
2.5.3. Proses Alterasi Hidrotermal ...............................................................
15
2.5.2.a. Kaolinisasi ............................................................................
15
2.5.2.b. Serisitisasi .............................................................................
15
2.5.2.c. Silisifikasi .............................................................................
16
2.5.2.d. Propilitisasi ...........................................................................
16
2.5.2.e. Saussuritisasi .........................................................................
16
2.5.4. Ubahan ..............................................................................................
16
2.5.5. Pembagian Zonasi Ubahan …………………………………............
18
2.5.6. Model Zonasi Ubahan ……………………………………………...
20
2.5.6.1. Model Zona Ubahan Creasey ( 1966) ……………………....
20
2.5.6.2. Model Zonasi Ubahan Lowel dan Guilbert (1970) ………..
21
2.5.7. Resume ……………………………………………………………..
22
BAB 3 TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL .......................................................
25
3.1.
Geomorfologi Regional ...............................................................................
25
3.2.
Stratigrafi Regional ......................................................................................
27
3.3.
3.2.1. Formasi Latimojong (K1)…………………………………………..
27
3.2.2. Formasi Toraja ……………………………………………………..
27
3.2.3. Batuan Gunungapi Lamasi (Tolv) ………………………………….
27
3.2.4. Formasi Date (Tomd) dan Formasi Makale (Tomm) ………………
28
3.2.5. Formasi Salowajo (Toms) ………………………………………….
28
3.2.6. Formasi Loka (Tml) ………………………………………………..
28
3.2.7. Formasi Mandar (Tmn) …………………………………………….
28
3.2.8. Formasi Sekala(Tmps) dan Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv)
29
3.2.9. Formasi Mapi (Tmpm)……………………………………………...
29
Struktur Geologi dan Tektonika ..................................................................
30
BAB 4 GEOLOGI DAERAH ANDULAN DAN SEKITARNYA ........................
36
4.1.
36
Geomorfologi ...............................................................................................
viii
4.2.
4.3.
4.1.1. Kelerengan ......................................................................................
37
4.1.2. Bentuk Lahan ....................................................................................
39
4.1.2.a.
Satuan Perbukitan Vulkanik Berlereng Terjal (V1) ..........
39
4.1.2.b
Satuan Perbukitan Vulkanik Berlereng Menengah (V2) ..
40
4.1.2.c.
Satuan Dataran Aluvial (F1) …….....................................
41
4.1.2.d.
Satuan Perbukitan Homoklin Berlereng Terjal (S9) …….
42
4.1.3. Pola Pengaliran ................................................................................
44
4.1.4. Stadia Geomorfologi .......................................................................
44
4.1.5. Morfogenesis ...................................................................................
45
Stratigrafi .....................................................................................................
46
4.2.1. Satuan Andesit Formasi Gunungapi Lamasi .......................................
46
4.2.2. Satuan Breksi Formasi Gunungapi Lamasi ......................................
49
4.2.3. Satuan Batugamping Formasi Toraja..............................................
51
Struktur Geologi ..........................................................................................
53
4.3.1. Struktur Kekar ..................................................................................
53
4.3.1.a. Kekar Terorientasi Semu ....................................................
55
4.3.1.b. Kekar terorientasi ..............................................................
56
4.3.2. Struktur Sesar ...................................................................................
56
4.3.2.a. Sesar Mataluntun .................................................................
57
4.3.2.b. Sesar Makawa ....................................................................
58
4.4. Analisis dan Interpretasi Pola Struktur Geologi .............................................
59
BAB 5 STUDI ALTERASI HIDROTERMAL……................................................
62
5.1.
Alterasi Hidrotermal Daerah Sungai Mataluntun dan Makawa ....................
62
5.1.1. Alterasi Filik …..............................................................................
62
5.1.2. Alterasi Advanced Argilik ..................................................................
67
5.1.3. Alterasi Propilitik ……………………………………………………
69
5.2.
Hasil Analisa Kadar AAS .............................................................................
75
5.3.
Hubungan Alterasi Dengan Sruktur dan Litologi Pada Daerah Penelitian..
75
BAB 6 KESIMPULAN ........................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
78
LAMPIRAN .............................................................................................................
80
ix
DAFTAR TABEL Tabel
2.1. Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Creasy, 1966; Lowell dan Guilbert, 1970 dalam anonim, 1997) ..............................
13
Tabel
3.1. Kolom stratigrafi regional (Djuri, dkk, 1998) ...................................
30
Tabel
4.1. Hubungan antara presentase sudut lereng dan beda tinggi dalam 37
klasifikasi relief (Van Zuidam, 1983)................................................. Tabel
4.2. Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan genetik ITC dalam Van Zuidam 1983 ..............................................................................
38
Tabel
4.3. Kolom lithostratigrafi daerah telitian ................................................
46
Tabel
5.1. Hasil analisa XRD LP 48 ..................................................................
66
Tabel
5.2. Hasil analisa XRD LP 55 ..................................................................
73
Tabel
5.3. Tabulasi data kandungan unsur dari hasil analisa AAS ...................
75
x
DAFTAR GAMBAR 3
Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian ...................................................................... Gambar 3.1. Peta satuan lithotektonik Sulawesi (Van Leeuwen, 1994) ..........
25
Gambar 3.2. Geologi regional Sulawesi (Hamilton, 1979) ..................................
33
Gambar 3.3. Pembagian Mandala Geologi Sulawesi (R.A.B. Sukamto, 1973), Dibagian tengah mandala ini juga didapatkan suatu terban yang memanjang kearah utara – selatan yang disebut terban Walanae. Terban ini dibatasi oleh dua sesar normal yang berarah utaraselatan. Kemudian terban ini terisi oleh produk-produk vulkanik 34
Kuarter.............................................................................................. Gambar 3.4. Tumbukan antara Mikrokontinen Banggai-Sula dengan subduksi Sunda
pada
kala
Pliosen
akhir
(Sartono,
dkk.
1991) 35
................................................................................................
45
Gambar 4.1. Klasifikasi stadia geomorfologi, Lobeck, 1939............................... Gambar 4.2. Hubungan antara Shear Joint, Extension dan Release Joint
54
terhadap prinsip arah tegasan ..........................................................
57
Gambar 4.3. Klasifikasi penamaan sesar berdasarkan (Rickard, 1972) .......... Gambar 4.4. Mekanisme struktur geologi berdasarkan model teori strain ellipsoid menurut Reidel (modifikasi dari teori Harding, 1974)
60
dalam Mc Clay, 1987 ...................................................................... Gambar 4.5. Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian yang menunjukkan arah umum tegasan maksimum relatif barat lauttenggara yang menyebabkan terbentuknya sesar geser Makawa dan sesar turun Mataluntun .............................................................
62
Gambar 5.1. Grafik analisa XRD LP 48 ..............................................................
65
Gambar 5.2. Temperatur pembentukan mineral alterasi .....................................
67
Gambar 5.3. Grafik analisa XRD LP 55 ..............................................................
72
Gambar 5.4. Temperatur pembentukan mineral pada sampel alterasi propilitik 74
..........................................................................................................
xi
DAFTAR FOTO
Foto
4.1. Satuan bentuklahan perbukitan vulkanik berlereng terjal di daerah gunung
Biang,
arah
kamera
o
N040 E
............................................................................................................ Foto
39
4.2. Satuan bentuklahan perbukitan vulkanik berlereng terjal di daerah sungai
Mataluntun,
arah
kamera
o
N040 E
............................................................................................................ Foto
40
4.3. Satuan bentuklahan perbukitanvulkanik berlereng menengah di sebelah
utara
gunung
Rangiri,
arah
kamera
o
N043 E
............................................................................................................ Foto
41
4.4. Satuan bentuklahan dataran aluvial di daerah sungai Makawa, arah o
kamera N336 E .................................................................................. Foto
42
4.5. Satuan bentuklahan dataran aluvialdi daerah sungai Makawa, arah o
kamera N138 E ................................................................................. Foto
42
4.6. Satuan bentuklahan perbukitan homoklin berlereng terjal, arah o
kamera N260 E, lokasi pengamatan 39 .......................................... Foto
43
4.7. Satuan bentuklahan perbukitan homoklin berlereng terjal, arah o
kamera N254 E ..................................................................................
43
Singkapan andesit pada LP 23 dengan arah kamera N084°E………
47
Foto
4.8.
Foto
4.9. Singkapan andesit dengan parameter palu geologi (Insert foto 4.8) ………………………………………………………………………
Foto
47
4.10. Sayatan batuan beku volkanik LP 23, beserta deskripsi petrografi ………………………………………………………………………
Foto
48
4.11. Singkapan breksi pada lokasi pengamatan 64 dengan kamera menghadap N084°E ………………………………………………...
Foto
49
4.12. Singkapan breksi dengan parameter kompas geologi (insert foto 4.11.) ..................................................................................................
Foto
4.13. Sayatan
batuan
beku
volkanik
LP
64,
beserta
50
deskripsi
…………………………………….................................................
50
xii
Foto
4.14. Foto singkapan batugamping pada lokasi pengamatan LP 70 dengan arah kamera N270°E
Foto
51
…………………………………………..
4.15. Singkapan batugamping dengan parameter kompas geologi LP 70 (insert foto 4.14) ……………………………………………………
52
Foto
4.16. Foto sayatan tipis LP 70, beserta deskripsi …………………………
52
Foto
4.17. Kekar terorientasi semu yang terletak pada lokasi pengamatan 27 daerah Gunung Biang, dengan arah kamera menghadap ke bawah ………………………………………………………………………
Foto
4.18. Kekar terorientasi yang dijumpai pada lokasi pengamatan 46, dengan arah kamera menghadap ke bawah ………………...............
Foto
55
56
4.19. Zona hancuran (breksiasi) pada andesit, dan kenampakan kekar pada lokasi pengamatan 52 dengan arah kamera N189°E ................
58
Foto
o 4.20. Bidang sesar mendatar, di daerah Makawa, arah kamera N327 E …
59
Foto
5.1. Singkapan andesit teralterasi didapatkan mineral
pirit dan
kalkopirit yang menyebar pada batuan .............................................. Foto
63
5.2. Andesit teralterasi dengan parameter uang logam (insert foto 5.1) ............................................................................................................
64
Foto
5.3. Sayatan batuan teralterasi, beserta deskripsi .....................................
64
Foto
5.4.
Alterasi
advanced
argilik di
batuan
andesit
pada
satuan
andesit................................................................................................. Foto
5.5. Singkapan andesit teralterasi dan didapatkan mineral
68
pirit dan
kalkopirit yang menyebar pada batuan …………………………….. Foto
69
5.6. Singkapan andesit teralterasi dengan parameter spidol (insert foto 5.5) ……………………………………………………………..
69
Foto
5.7. Sayatan batuan teralterasi, beserta deskripsi ………………………...
70
Foto
5.8. Sayatan poles batuan alterasi ……………………………..................
70
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini bidang ilmu geologi mulai memiliki peranan sangat penting dikalangan masyarakat, khususnya informasi mengenai kondisi geologi yang berkembang dan bekerja di daerah tersebut. Dari perkembangan dan kemajuan ilmu ini akan mendorong para ahli untuk melakukan penelitian secara regional, namun masih diperlukan suatu penelitian yang lebih detail guna melengkapi data geologi yang telah ada mencakup kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi serta aspek geologi teraplikasi lainnya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis melakukan penelitian mengenai keadaan geologi daerah Andulan dan sekitarnya, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan data-data geologi daerah Andulan yang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan, terutama untuk pengembangan daerah tersebut. Penelitian geologi lapangan ini meliputi kegiatan pemetaan terhadap aspek geomorfologi yaitu dengan melihat permukaan bumi diantaranya gerakan tanah proses erosi, bentukan sungai dan beberapa gejala lainnya. Aspek stratigrafi membahas mengenai jenis batuan, urutan lapisan dan umur batuan yang ada di daerah penelitian. Struktur geologi membahas mengenai pengaruh struktur yang bekerja serta hubungannya dengan stratigrafi di daerah tersebut. Sedangkan potensi bahan galian membahas mengenai indikasi penyebarannya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penduduk di daerah sekitar maupun oleh penduduk di luar daerah tersebut, serta dapat menceritakan sejarah geologi daerah penelitian.
1
1.2. Sistematika Penelitian Dalam penyelesaiannya penulis melakukan pendekatan
masalah dengan
melakukan penelitian dan pengamatan langsung di lapangan, penelitian laboratorium, analisa dan sintesa, serta studi pustaka dengan harapan dapat membantu menyelesaikan masalah geologi daerah telitian.
1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara umum sebagai salah satu upaya untuk menyajikan informasi geologi yang ada dengan menggunakan peta dasar skala 1: 25.000, serta melakukan suatu analisa berdasar atas data pada daerah telitian, kemudian dibuat suatu laporan penelitian untuk melengkapi persyaratan akademik yang sudah ditentukan oleh Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta untuk mendapatkan gelar sarjana program pendidikan strata-1 (S1) dengan topik sesuai dengan teori yang didapatkan di bangku perkuliahan serta aplikasinya. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kondisi geologi yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi dan potensi bahan galian
1.4. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitian terletak di Desa Andulan dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan. Secara astronomis daerah penelitian terletak pada o o o o koordinat 02 45’00” LS - 02 49’05” LS dan 120 03’40,80” BT - 120 07’18,04” BT.
Daerah ini tergambar dalam peta tunjuk lokasi penelitian dan masuk dalam peta lembar Palopo, nomor 2113-11 edisi I tahun 1991,
yang diterbitkan oleh
Bakosurtanal Cibinong Bogor dengan skala 1 : 50.000. Luas daerah penelitian yang
diukur
berdasarkan
peta
dasar berskala
1 : 50.000 adalah 5000 Ha.
Penelitian terletak di sebelah barat laut kota Palopo. Lokasi penelitian dapat dicapai melalui jalan darat dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat, namun 2
tidak semua lokasi dapat ditempuh dengan berkendaraan, ada beberapa daerah yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Lokasi penelitian tersebut dapat dicapai : Jakarta-Makasar dengan pesawat udara selama 2 jam Makasar-Palopo dengan mobil selama 7 jam Palopo-Kecamatan Walenrang Utara dengan mobil selama +1 jam Pada perjalanan Palopo-Walenrang Utara, kondisi jalan masih beraspal, tetapi masuk lokasi penelitian kondisi jalan belum beraspal.
Gambar 1.1. Lokasi daerah telitian
1.5. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan kedalam beberapa bagian, yaitu : 1. Bagaimana permasalahan geomorfologi pada daerah telitian? Permasalahan yang timbul mengenai pembagian satuan geomorfik serta pola pengaliran dan stadia geomorfologi daerah telitian. 2. Bagaimana permasalahan stratigrafi daerah telitian?
3
Permasalahan yang timbul adalah mengenai batas penyebaran satuan batuan seperti kontak antar dua satuan batuan yang dapat berupa batas tegas maupun berangsur . 3. Bagaimana permasalahan struktur geologi daerah telitian? Permasalahan yang timbul ialah mengenai struktur geologi apa saja yang mengontrol daerah telitian.
1.6. Hasil Penelitian Adapun hasil yang diharapkan dari penelitian ini yaitu berupa : 1. Peta lokasi pengamatan, mencakup segala informasi lintasan pengukuran kedudukan dan lithologi yang berkembang di daerah telitian. 2. Peta geomorfologi daerah telitian, mengandung informasi mengenai geomorfologi daerah telitian yang meliputi bentuk asal dan bentukan lahan. 3. Peta geologi daerah telitian, mencakup segala informasi geologi mengenai daerah telitian yang diantaranya sebaran litologi penyusun daerah telitian serta struktur geologi yang berkembang. 4. Peta alterasi daerah
telitian, mencakup informasi mengenai penyebaran
alterasi pada daerah telitian. 5. Peta semi detail alterasi daerah
telitian, mencakup informasi mengenai
penyebaran alterasi pada daerah telitian.
1.7. Manfaat Penelitian Adapun dari penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Bagi keilmuan: a. Mengetahui kondisi geologi daerah telitian. b. Dapat mengetahui dan memahami alterasi hidrotermal dan hubungannya dengan
proses
mineralisasi
yang
terbentuk
serta
faktor-faktor
pengontrolnya. 2. Bagi pemerintah : a.Mengetahui lokasi keberadaan daerah daerah yang berpotensi .
4
b. Sebagai acuan untuk perencanaan, kebijakan, penataan, pengendalian, dan arah pembangunan yang akan diambil oleh pemerintah daerah Kabupaten Luwu, pada daerah telitian. c.Sebagai acuan pengembangan lokasi penambangan. 3. Bagi masyarakat : a. Masyarakat setempat dapat mengetahui potensi yang terdapat didaerah tersebut. b. Sebagai wacana untuk melakukan pengembangan terhadap potensi daerahnya.
5
BAB 2 METODOLOGI KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1. Metode Penelitian Pemetaan geologi yang dilakukan bersifat pemetaan permukaan melalui observasi lapangan yang menggunakan jalur lintasan tertentu. Observasi yang dilakukan di lapangan meliputi orientasi medan, pengamatan morfologi, pengamatan singkapan dan batuan, pengukuran, serta pengambilan sampel batuan. Sebelum melakukan observasi ke lapangan, terlebih dahulu melakukan analisis data sekunder yang didapatkan dari pustaka dan sumber yang lain yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan sebelum melakukan observasi lapangan secara detail. Setelah mendapatkan data dari hasil observasi lapangan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data tersebut yang kemudian disusun sebagai laporan. Adapun beberapa metodologi yang dipergunakan dalam penelitian dan pembuatan laporan geologi ini adalah sebagai berikut : 1. Studi pustaka Studi pustaka mempelajari geologi daerah Sulawesi dan daerah penelitian berdasarkan publikasi – publikasi dan literatur – literatur yang telah dibuat oleh peneliti terdahulu. Hal ini sangat penting untuk mengetahui geologi dan aspek – aspek teoritis dalam ilmu geologi yang berguna sebagai dasar pemikiran dalam penyelesaian masalah geologi yang dihadapi di lapangan. Tahapan ini dilakukan sebelum penelitian lapangan dilaksanakan. 2. Pemetaan awal Pemetaan awal ini sangat berguna untuk mengetahui nama – nama desa atau daerah yang ada pada daerah penelitian, serta mengetahui macam – macam lithologi dan penyebarannya. Kegiatan semacam ini sangat berguna untuk menentukan jalur dan kegiatan penelitian. 3. Pemetaan Pemetaan ini meliputi : a. Pengamatan jenis batuan. 6
b. Hubungan antar jenis batuan. c. Struktur geologi. d. Struktur sedimen, maupun gejala-gejala geologi lainya. Apabila mendapatkan kesulitan – kesulitan dalam tahapan – tahapan ini, maka diadakan diskusi bersama dengan tim dan pembimbing lapangan dalam mencari
penyelesaian
masalahnya.
Kemudian
disinkronkan
dengan
penyebaran lateral geologi dengan daerah yang bertampalan dan bila dianggap perlu diadakan penelitian lapangan bersama – sama. 4. Tahapan pemeriksaan ulang Tahapan ini dilakukan bersama – sama dengan dosen pembimbing yang bertujuan untuk memecahkan masalah – masalah dan kesulitan – kesulitan geologi yang penulis hadapi selama melakukan penelitian di lapangan. 5. Analisa Tahapan
analisa
ini
meliputi
berbagai
macam
kegiatan – kegiatan
laboratorium, diantaranya adalah : a. Tahap analisis geomorfologi Meliputi analisis data lapangan, pengelompokan dan pemerian satuan geomorfik, analisis sungai, analisis stadia daerah dan morfogenesis. b. Tahap deskripsi petrografi Melakukan pengamatan sayatan tipis batuan yang meliputi pengamatan struktur, tekstur dan komposisi mineralogi/materi penyusun batuan dengan bantuan mikroskop polarisasi dengan tujuan mengklasifikasikan batuan dan membantu interpretasi petrogenesa batuan. c. Tahap identifikasi paleontologi Melakukan pengamatan makropaleontologi dan atau mikropaleontologi dengan tujuan untuk membantu menentukan umur. d. Tahap analisis struktur geologi Melakukan analisis data struktur geologi dengan bantuan metode-metode yang ada (diagram kipas, stereonet) dan merekonstruksi struktur geologi dengan mengacu pada teori dan model yang sudah ada.
7
6. Sintesa Tahapan ini adalah kelanjutan dari tahapan analisa yang selanjutnya penulis mencoba untuk menerapkan konsep atau model serta teori – teori geologi yang ada dalam memecahkan fenomena – fenomena geologi yang ada pada daerah penelitian. 7. Pembuatan laporan Pembuatan laporan merupakan kegiatan paling akhir setelah tahapan – tahapan tersebut di atas dilakukan dan selanjutnya nanti dipresentasikan.
2.2. Pengumpulan Data 2.2.1. Sumber Data Sumber data diperoleh dari hasil survei lapangan (data primer) dan data yang diperoleh melalui survei instansional (data sekunder), yaitu: a. Data primer adalah data yang langsung diambil dari lapangan, yaitu:
Data bentuklahan (morfografi, morfometri dan morfogenesa) dan hubungannya dengan sebaran daerah telitian.
Data geologi (litologi, stratigrafi dan struktur geologi) di lokasi penelitian
Data pengukuran-pengukuran kedudukan batuan dan kedudukan struktur geologi di lapangan.
b. Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung, yaitu:
Data peta geologi berikut laporan yang diperoleh dari instansi terkait seperti dinas energi dan sumberdaya mineral Propinsi Sulawesi Selatan, Bakosurtanal (Cibinong), hasil penelitian dari pemerintah kabupaten Luwu, P3G.
Data hasil analisa laboratorium dari sampel yang sudah diambil di lokasi penelitian.
2.2.2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yaitu: a. Pengumpulan data sekunder, diperoleh dari:
Peta rupabumi dari Bakosurtanal di outlet Bakosurtanal.
8
Peta geologi regional dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) di Bandung.
Hasil analisa laboratorium yang berasal dari laboratorium terkait.
b. Pengumpulan data primer diperoleh dari:
Pemetaan langsung dilapangan, melalui pemetaan awal dan pemetaan semi detail dengan skala 1:25.000.
Pengamatan langsung di lapangan, meliputi aspek geologi (batuan, struktur geologi dan sedimentologi), geomorfologi dan stratigrafi.
2.3. Bahan dan Alat Beberapa peralatan dan bahan yang dipergunakan untuk kelancaran penelitian geologi ini adalah sebagai berikut : 1. Peta topografi skala 1 : 25.000. Digunakan sebagai peta dasar untuk melakukan orientasi medan dan pengeplotan titik pengamatan di lapangan. 2. Peta geologi lembar Malili, Majene, dan lembar Palopo bagian barat dengan skala 1 : 250.000. 3. Palu geologi. Digunakan untuk mengambil sampel batuan yang ada di lokasi pengamatan. 4. Lup. Digunakan untuk mengamati sampel batuan yang diambil serta untuk mengamati komposisi penyusun batuan tersebut. 5. Komparator lithologi, ukuran butir serta klasifikasi dasar penamaan batuan. 6. Kantong sampel. Digunakan sebagai tempat sampel untuk digunakan pada saat analisa laboratorium. 7. Kompas geologi. Digunakan untuk melakukan orientasi medan/pengeplotan titik pengamatan, mengukur kelerengan morfologi dan untuk mengukur data struktur baik struktur primer maupun sekunder. 8. Buku catatan lapangan.
9
Digunakan untuk mencatat data-data yang ada pada saat melakukan observasi lapangan. 9. Clipboard . Digunakan sebagai alas peta topografi dan sebagai alat bantu dalam melakukan pengukuran data-data di lapangan. 10. Alat tulis. Digunakan sebagai alat untuk tulis-menulis di lapangan. 11. Penggaris dalam berbagai bentuk. Digunakan
sebagai
alat
bantu
untuk
melakukan
pengeplotan
titik
pengamatan. 12. Busur derajat. Digunakan sebagai alat bantu dalam orientasi medan. 13. Kamera. Digunakan untuk mengambil data lapangan. 14. HCl 0,1 M. Digunakan untuk mengetes ada tidaknya kandungan karbonat dalam suatu batuan. 15. Tas ransel. Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan semua peralatan yang digunakan di lapangan.
2.4. Peneliti Terdahulu Beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian di daerah Pulau Sulawesi diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Djuri dan Sudjatmiko (1949), melakukan pemetaan geologi pada lembar Majene dan bagian barat
lembar Palopo menurut pembagian dari dinas
topografi. Hasil dari pemetaan ini diterbitkan sebagai peta geologi skala 1 : 250.000 dan secara resmi disebut sebagai peta lembar majene beserta keterangan peta dan laporan tertulisnya. 2. Rab. Sukamto (1975), menurutnya ada tiga mandala geologi yang dapat di wilayah Sulawesi dan sekitarnya. Perbedaan itu terdapat pada stratigrafi, struktur, dan sejarah geologinya. Ketiga mandala geologi tersebut adalah :
10
a. Mandala Banggai-Sula b. Mandala Sulawesi Timur c. Mandala Sulawesi Barat 3. Hamilton.W (1979), dalam “ T ectonic of
The Indonesian Region”,
menekankan bahwa adanya pulau-pulau dari kelompok Punggungan Sula merupakan fragmen-fragmen kebenuaan yang berasal dari New Guinea (Papua) yang bertumbukan dengan Sulawesi bagian timur yang terjadi pada Kala Tersier Tengah atau Miosen Tengah. 4. Rab. Sukamto dan Simandjuntak T.O. (1983), dalam “ Tectonic Relationship Between Geology Province of Western Sulawesi and Banggai-Sula In The
Light of Sedimention Aspect”.
2.5. Dasar Teori Alterasi Hidrotermal Bateman (1956), menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah suatu cairan atau fluida yang panas, kemudian bergerak naik ke atas dengan membawa komponen-komponen mineral logam, fluida ini merupakan larutan sisa yang dihasilkan pada proses pembekuan magma. Alterasi dan mineralisasi adalah suatu bentuk perubahan komposisi pada batuan baik itu kimia, fisika ataupun mineralogi sebagai akibat pengaruh cairan hidrotermal pada batuan, perubahan yang terjadi dapat berupa rekristalisasi, penambahan mineral baru, larutnya mineral yang telah ada, penyusunan kembali komponen kimia-nya atau perubahan sifat fisik seperti permeabilitas dan porositas batuan ( Pirajno,1992). Alterasi dan mineralisasi bisa juga termasuk dalam proses pergantian unsurunsur tertentu dari mineral yang ada pada batuan dinding digantikan oleh unsur lain yang berasal dari larutan hidrotermal sehingga menjadi lebih stabil. Proses ini berlangsung dengan cara pertukaran ion dan tidak melalui proses pelarutan total, artinya tidak semua unsur penyusun mineral yang digantikan melainkan hanya unsurunsur tertentu saja.
11
2.5.1. Alterasi Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur, dan hasil interaksi fluida dengan batuan yang dilewatinya. Perubahan – perubahan tersebut akan bergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida (Eh, pH), kondisi tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi, serta lama aktifitas hidrotermal. Walaupun faktor – faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal. Menurut Corbett dan Leach (1996), faktor yang mempengaruhi proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut : a. Temperatur dan tekanan Peningkatan suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu juga berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas mineral, pada suhu yang lebih tinggi akan membentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin, menurut Noel White (1996), kondisi suhu dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk. Temperatur dan tekanan juga berpengaruh terhadap kemampuan larutan hidrotermal untuk bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan – bahan yang akan bereaksi dengan batuan samping. b. Permeabilitas Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi batuan yang terekahkan serta
pada
batuan
yang
berpermeabilitas
tinggi
hal
tersebut
akan
mempermudah pergerakan fluida yang selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara fluida dengan batuan. c. Komposisi kimia dan konsentrasi larutan hidrotermal Komposisi kimia dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi dan berdifusi memiliki pH yang berbeda-beda sehingga banyak mengandung klorida dan sulfida, konsentrasi encer sehingga memudahkan untuk bergerak. d. Komposisi batuan samping Komposisi batuan samping sangat berpengaruh terhadap penerimaan bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan terjadinya alterasi.
12
Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrothermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral ( mineral assemblage) (Corbett & Leach, 1996). Secara umum himpunan mineral tertentu akan mencerminkan mencerminkan tipe t ipe alterasinya.
Tipe
Mineral Kunci
Propilitik
Argilik Advanced Argilik (low temperature)
Klorit Epidot Karbonat Smektit Montmorilonit Illit-smektit Kaolinit Kaolinit Alunit
Advanced Argilik (high temperature)
Pirofilit Diaspor Andalusit
Potasik
Adularia Biotit Kuarsa Kuarsa Serisit Pirit
Filik
Serisitik
Silisik
Skarn
Tabel 2.1.
Mineral Asesoris Albit Kuarsa Kalsit Pirit Lempung/illit Oksida besi Pirit Klorit Kalsit Kuarsa Kalsedon Kristobalit Kuarsa Pirit Kuarsa Tourmalin Enargit Luzonit Klorit Epidot Pirit Illit-serisit Anhidrit Pirit Kalsit Rutil
Keterangan o
Temperatur 200 – 200 – 300 300 C , salinitas beragam, pH mendekati netral , daerah dengan permeabilitas rendah
o
Temperatur 100 – 100 – 300 300 C, salinitas rendah, pH asam – asam – netral netral .
o
Temperatur 180 C, pH asam
o
Temperatur 250 – 250 – 350 350 C, pH asam
o
Temperatur > 300 C, salinitas tinggi, dekat dengan batuan intrusif .
o
Temperatur 230 – 230 – 400 400 C, salinitas beragam, pH asam – asam – neutral, neutral, zona permeable pada batas urat .
Serisit (illit) Kuarsa Muskovit
Pirit Illit-serisit
-
Kuarsa
Pirit Illit-serisit Adularia
-
Garnet Piroksen Amfibol Epidot Magnetit
Wolastonit Klorit Biotit
Temperatur 300 – 300 – 700 700 C, salinitas tinggi, umum pada batuan samping karbonat
o
Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral.(Creasey, 1966; Lowell dan
Guilbert, 1970 dalam Anonim, 1997) .
13
2.5.2. Tipe Endapan Hidrotermal Berdasarkan jauh dekat terjadinya proses alterasi hidrotermal, serta temperatur dan tekanan pada saat terbentuknya mineral-mineral, Lingrend (1983) dan Beteman (1962) membagi tiga golongan alterasi hidrotermal, yaitu : 1.Endapan 1. Endapan Hipotermal dengan ciri sebagai berikut : a.Endapan a. Endapan berasosiasi dengan dike (korok) atau vein (urat) dengan kedalaman yang besar. b.“Wall Rock Alteration”, dicirikan oleh adanya replacement yang kuat dengan asosiasi asosiasi mineral : albit, biotit, kalsit, pirit, kalkopirit, kalkopirit, kasiterit, emas, hornblende, plagioklas, dan kuarsa. c.Asosiasi c. Asosiasi mineral sulfida dan oksida pada intrusi granit sering diikuti pembentukan mineral mineral logam, yaitu : Au, Pb, Sn, dan Zn. d.Tekanan d.Tekanan dan temperatur relatif paling tinggi yaitu 500°C – 500°C – 600°C 600°C e.Merupakan e. Merupakan jebakan hidrotermal paling dalam 2. Endapan mesotermal mempunyai mempunyai ciri-ciri : a.Endapan a. Endapan berupa “cavity filling ” dan kadang-kadang kadang-kadang mengalami proses replacement dan pengkayaan. b.Asosiasi mineral : klorit, emas, serisit, kalsit, pirit, kuarsa. c.Asosiasi c. Asosiasi mineral sulfida dan oksida batuan beku asam dan batuan beku basa dekat dengan permukaan. d.Tekanan d.Tekanan dan temperatur medium, yaitu : 300°C – 300°C – 372°C. 372°C. e.Terletak e. Terletak di atas hipotermal. – ciri 3. Endapan epitermal mempunyai ciri – ciri : a. Endapan dekat dengan permukaan dan replacement tidak pernah dijumpai. b.Asosiasi mineral : kalsit, klorit, kalkopirit, dolomit, emas, kaolin, muskovit, zeolit, dan kuarsa. c. Asosiasi mineral logam (Au dan Ag) dengan mineral gangue. d. Tekanan dan temperatur rendah yaitu 50°C – 50°C – 300°C. 300°C.
14
2.5.3. Proses Alterasi Hidrotermal Proses alterasi hidrotermal akan tergantung daripada kondisi-kondisi geologi zona jebakan, antara lain aspek fisik, kimia, dan temperatur baik dari pengaruh larutan magma maupun dari pengaruh – pengaruh pengaruh luar lainnya. Proses-proses alterasi hidrotermal tersebut antara lain : a. Kaolinisasi b. Serisitisasi c. Silisifikasi d. Propilitisasi e. Saussuritisasi
2.5.3. a. Kaolinisasi Menurut Ries dan Watson (1958) bahwa alkali feldspar dan plagioklas asam dapat terubah menjadi mineral kaolin karena proses pelapukan yang intensif dan disertai dengan penggantian unsur K secara sempurna. Kaolin dapat pula terjadi di bawah kondisi hidrotermal. Pada ortoklas, mineral kaolin akan terlihat seperti kabut, sedangkan pada plagioklas asam kaolin akan terlihat seperti bintik-bintik dalam satu warna. Kaolinisasi terjadi karena pengaruh larutan sisa magma dan dapat pula terjadi karena sirkulasi vertikal ataupun lateral dari air permukaan.
2.5.3.b. Serisitisasi Menurut Ries dan Watson (1958), proses pelapukan mineral feldspar teralterasi menjadi serisit. Proses ini disebabkan oleh larutan sisa magma dan gas air permukaan yang mengandung gas CO. Pada umumnya proses serisitisasi terjadi pada daerah dekat dengan vein dan dekat dengan sumber panas. Biasanya proses serisitisasi mengakibatkan mengakibatkan penambaha penambahan n mineral serisit dan dan kuarsa sekunder yang berasal dari feldspar. Mineral serisit yang terbentuk akan terlihat seperti bintik-bintik halus bersama kuarsa halus dalam feldspar.
15
2.5.3.c. Silisifikasi Proses ini terjadi karena introduksi (pemasukan) silikat oleh larutan magma akhir. Silisifikasi biasanya terbentuk dari alterasi yang berhubungan dengan pengendapan bijih primer dan dapat pula terjadi pada “post alteration” , yaitu suatu pengisian pada rongga atau rekahan dari pengaruh luar atau pengaruh dari dalam batuan itu sendiri. Peristiwa ini sering terjadi pada batuan asam, dan sangat jarang dijumpai pada batuan basa. Kadang-kadang kuarsa terbentuk sebagai rijang dan struktur asli dari batuan masih terlihat.
2.5.3.d. Propilitisasi Menurut Walstrom, propilitisasi adalah hasil alterasi hidrotermal yang disertai pemasukan yang terbentuk setempat. Kemungkinan mineral yang terbentuk adalah karbonat, silikat sekunder, klorit, dan sulfida sekunder. Proses akan terjadi secara maksimal jika batuan berbutir sedang pada daerah mesotermal ataupun epitermal bawah. Proses propilitisasi terjadi disebabkan larutan hidrotermal mengandung asam sulfida pada batuan beku asam sampai intermediet. Proses ini merupakan campuran dari kwarsa, klorit, alkali feldspar, zeolit, dan disertai adanya pirit. Banyak propilit ditemukan berhubungan dengan tubuh bijih. Kenampakan alterasi ini pada tingkat awal, ditandai dengan warna hijau kecoklatan yang disebabkan oleh perubahan hornblende dan biotit menjadi klorit.
2.5.3.e. Saussuritisasi Proses ini terjadi karena pengaruh larutan hidrotermal dan sirkulasi air permukaan yang mengakibatkan terubahnya plagioklas menjadi mineral-mineral saussurit, yaitu : klorit, albit, kalsit, hornblende, aktinolit, prehnit, dan epidot.
2.5.4. Ubahan Secara umum di dalam urut-urutan zona ubahan dari batuan asal dimulai dari yang paling dalam yaitu : zona potasik yang dicirikan dengan hadirnya mineralmineral kuarsa, K-feldspar, biotit, serisit, anhidrit yang hadir dalam batuan. Zona yang kedua adalah zona filik yang dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa, serisit, dan pirit. Zona propilitik terjadi mobilitas unsur pengkayaan Ca, dimana unsur dari 16
plagioklas dan piroksen akan terubah menjadi epidot dan klorit. Pada zona argilik terjadi pengkayaan Al, dimana plagioklas dalam kondisi jenuh H 2O akan terubah menjadi kaolinit. Pada kedua zona tersebut akan terjadi pengkayaan Fe dan Mg, dimana klorit berasal dari ubahan biotit, plagioklas, dan piroksen. Pengkayaan SiO 2 di dalam batuan ubahan disebabkan oleh pengendapan lokal kuarsa di dalam urat kecil, sedangkan pada zona klorit akan ditunjukkan oleh pengkayaan MgO dan penurunan CaO. Pada batuan kuarsa adularia terjadi penambahan Si, Al, dan K serta penurunan dalam Mg, Ca, Na, dan H 2O. Tingkat ubahan secara petrologi didasarkan oleh pengkayaan mineral ubahan yang terjadi. Temperatur dan komposisi kimia fluida diasumsikan sebagai faktor yang sangat penting di dalam tingkat ubahan, bila dibandingkan dengan kedalaman. Mineral ubahan terjadi di dalam keseimbangan kimia dan temperatur yang khas (Elders, dkk, 1979), dan komposisi batuan akan terubah selama proses alterasi (Elders, dkk, 1979). Selama proses hidrotermal berlangsung maka terjadi mobilisasi unsur kimia mineral. Pada zona propilitik terjadi penambahan O 2, H2, dan CO 2 serta dicirikan oleh pembentukan
epidot,
klorit,
albit,
dan
kalsit.
Sedangkan
proses
yang
bertanggungjawab pada zona ini adalah metasomatis. Kehadiran himpunan mineral ubahan tersebut mencirikan terjadinya pengkayaan kalsium, besi, dan magnesium. Plagioklas dan piroksen berasal dari batuan asal, pada zona ini akan terubah menjadi albit, epidot, klorit, kalsit, dan kuarsa dalam persamaan reaksi : 2Na(Al Si3 O8) Ca(Al2 SiO8) + 2Ca (Mg Fe) (Si 2 O3) + 2(Mg Fe) 2(SiO 2) + 5O2 Plagioklas + 4H2O + 2CO3
Klinopiroksen
Orthopiroksen
3Na AlSi3O8 + Ca2Al2Fe3 (O(OH)) Albit
Epidot
(SiO2)) + (Mg Fe) 5Al (OH) 8(Al Si2 O8) + 2 CaCO3 + 4SiO2 Klorit
Kalsit
Kuarsa
Zona argilik dicirikan oleh hadirnya mineral lempung seperti kaolinit, ilit, monmorilonit, dan klorit, pada batuan asal dengan mineral plagioklas akan terubah
17
menjadi kaolinit dalam kondisi jenuh H2O, dimana hal ini terjadi penghilangan kalium, magnesium, dan besi. Proses ini berlangsung pada kondisi diagenesa. Pada pembentukan klorit terjadi pengkayaan besi, magnesium, dan sedikit aluminium. Disamping itu terjadi penghilangan kalium sehingga pada pembentukan klorit berlangsung dari titik keseimbangan feldspar dan biotit. Selain itu monmorilonit juga berlangsung dari titik kesetimbangan feldspar dan biotit dalam kondisi jenuh H2O. Plagioklas di dalam batuan asal terubah menjadi kaolinit dapat diikuti dalam persamaan reasi sebagai berikut : 3Na Al2Si3O8 + 2H2O
Al2 Si2 O3 (OH)4 + 4 SiO2 + Na2 O
Albit
Kaolinit
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batuan asal dengan komposisi mineral plagioklas, piroksen, biotit, dan gelas mengalami ubahan hidrotermal dengan mineral ubahan seperti : serisit, epidot, klorit, kaolinit, monmorilonit, dan kuarsa
2.5.5. Pembagian Zonasi Ubahan Menurut Corbett & Leach (1996), pada alterasi hidrotermal dapat dibagi menjadi 6 zonasi ubahan, yaitu: 1) Potasik Mineral utama dalam alterasi ini berupa potash feldspar sekunder & biotit sekunder, serta aktinolit + klinopiroksen. 2) Silisik Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral dari kelompok silika yang stabil pada pH < 2. Kuarsa akan terbentuk pada suhu tinggi sedangkan pada 0
suhu rendah (< 1000 C) akan terbentuk opal silika, kristobalit, tridimit, pada 0
suhu menengah (1000-2000 C) akan terbentuk kalsedon. 3) Filik Dicirikan oleh serisitisasi hampir seluruh mineral silikat, kecuali kuarsa. Plagioklas feldspar tergantikan oleh serisit dan kuarsa halus. K-Feldspar magmatik juga mengalami serisitisasi tapi lebih kecil intensitasnya dari plagioklas.
18
4) Argilik Lanjut ( Advanced Argilik ) Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium dari fase alumina seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengn bertambahnya serisit dan terjadi alterasi serisit (Evans, 1992). Alterasi advanced argilik ini dicirikan oleh hadirnya mineral yang terbentuk pada kondisi asam terutama kaolinit, dickit, piropilit, diaspor, alunit, jarosit dan zunyit. Perlu dibedakan antara alterasi hipogen dan supergen. Alterasi advanced argilik hipogen terbentuk
hasil
kondensasi
gas
alam
(terutama
gas
HCl)
dan
ketidakseimbangan SO2 dalam membentuk asam sulfur dan hidrogen sulfida. Alterasi advanced arrgilik supergen dapat terbentuk dalam 2 macam, pertama terbentuk oleh kondensasi gas hasil pendidihan fluida hidrotermal yang membentuk air tanah yang teroksidasi. Oksidasi oleh atmosfer merubah H2S membentuk asam sulfur yang akan merombak silikat dan akan membentuk kaolinit dan alunit. Pada proses ikatan silikat terlepas akan membentuk desposit (dengan alunit) sebagai layer silikaan pada permukaan air tanah. Erosi yang datang kemudian membentuk layer silikaan yang berasal dari kaolinit dan membentuk silika cap. Kedua alterasi ini terbentuk oleh pelapukan batuan kaya sulfida, oksida sulfida membentuk asam sulfur yang merusak batuan kemudian membentuk kaolinit & alunit. 5) Argilik Jenis alterasi ini dicirikan dengan kehadiran anggota dari kaolin (Halloysit, kaolinit dan dickit) dan illit (smektit, interlayer, illit-smektit, illit), serta asosiasi mineral transisi yang terbentuk pada pH menengah dan suhu rendah. Kelompok dari mineral temperatur rendah-transisi yaitu kelompok klorit-illit juga hadir.
6) Propilitik Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral klorit – epidot – aktinolit. Menurut White (1996), alterasi ini mempunyai penyebaran yang terluas dan kaitannya secara langsung dengan mineralisasi sangat kecil.
19
Kristal plagioklas mengalami argilitisasi dengan intensitas kecil, biotit mengalami perubahan menjadi klorit dengan atau tanpa karbonat.
2.5.6. Model Zonasi Ubahan Model zona ubahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu proses ubahan yang dibuat berdasarkan atas genetik dan deskriptif. Model tersebut antara lain :
2.5.6.1. Model Zona Ubahan Creasey (1966) Berdasarkan genetiknya, Creasey membagi zona ubahan menjadi: a) Zona Propilitik Zona ini dapat dibagi menjadi empat : i.
Klorit – kalsit – kaolin
ii.
Klorit – kalsit – talk
iii.
Klorit – epidot – kalsit
iv.
Klorit – epidot
Kelompok i, ii, dan iii terbentuk pada lingkungan CO2 tinggi, sedangkan kelompok iv pada lingkungan CO2 rendah. Himpunan mineral di atas kecuali kelompok ii merupakan batas terluar yang mengelilingi endapan tembaga porfiri pada batuan intermediet-kuarsa/granodiorit. Himpunan mineral ii dijumpai pada batuan mafik seperti diorit dan diabas yang mengalami propilitisasi. Tidak semua mineral di atas hadir dalam keadaan setimbang. Mineral lain dapat hadir dalam tiap kelompok apabila suatu komponen tertentu ditambah kedalam sistem. b) Zona Argilik Zona ini ditunjukkan oleh hadirnya mineral lempung (kaolin dan monmorilonit) serta hilangnya kandungan mineral kelompok epidot dan karbonat. Zona ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu: i.
Muskovit – kaolin – monmorilonit
ii.
Muskovit – klorit – monmorilonit
Pada himpunan mineral di atas, mineral kuarsa selalu hadir. Pirit akan hadir apabila komponen FeS2 terdapat dalam sistem, demikian pula mineral tembaga lainnya seperti kalkopirit. K-feldspar bukan merupakan mineral 20
stabil yang dapat hadir pada ubahan ini, karena temperatur zona i ni baru stabil antara 400°C – 800°C. c) Zona Potasik Zona ini dicirikan dengan munculnya biotit – muskovit – K-feldspar
atau
salah satu mineral tersebut dimana mineral penunjuk yang hadir sebagai mineral baru (mineral sekunder). Mineral bijih kalkopirit merupakan satusatunya mineral hipogen yang banyak terdapat pada zona ini.
2.5.6.2. Model Zona Ubahan Lowell dan Guilbert (1970) Mereka membuat zona hidrotermal di San Manuel-Kalamazoo (Amerika Serikat) dengan pola konsentris dari bagian tengah ke luar adalah sebagai berikut : a) Zona Potasik Sebagai mineral petunjuk dalam zona ini adalah mineral ortoklas – biotit atau ortoklas – biotit – klorit. Mineral penunjuk seperti biotit – klorit – K-feldspar – kuarsa – serisit – anhidrit terbentuk karena adanya penambahan unsur Fe dan Mg yang diikuti mineral sulfida dengan kadar rendah. b) Zona Filik Mineral pencirinya adalah kuarsa – serisit – pirit dan sedikit klorit, hidro mika, rutil, dan kadang-kadang pirofilit. Pirit dan kalkopirit sering muncul yang merupakan mineral bijih utama pada endapan tembaga porfiri. Kontak antara zona potasik dengan filik secara berangsur. c) Zona Argilik Ditandai dengan ubahan mineral plagioklas menjadi kaolin-monmorilonit. Tipe ubahan argilik lanjut terutama ditunjukkan dengan kehadiran pirofilit dan topas. d) Zona Propilitik Merupakan zona ubahan terluar yang selalu muncul pada endapan tembaga porfiri. Klorit merupakan mineral ubahan umum dan berasosiasi dengan kalsit, pirit, dan epidot. Plagioklas biasanya masih segar dan sebagian terubah 21
menjadi mineral lempung. Biotit diganti oleh mineral klorit/karbonat. Kuarsa tidak terlalu efektif terubah, kalkopirit jarang, dan pirit hadir sangat sedikit.
2.5.7. RESUME Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50 sampai >500C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu : sumber panas dan sumber fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan cenderung menyesuasikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Beberapa hal yang dapat digaris bawahi diantaranya ialah : 1. Sumber panas Dalam hal ini magmatisme, tempat dimana terjadi proses magmatisme, cenderung terbentuk sistem hidrotermal. Baik magmatisme yang membentuk plutonisme maupun vulkanisme. 2. Fluida Fluida hidrotermal dapat berasal dari: •
Fluida Magmatik
•
Air Meterorik
•
Air Connate
•
Air Metamorfik
•
Air Laut
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi •
karakter batuan dinding,
•
karakter fluida (Eh, pH),
22
•
kondisi tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986),
•
konsentrasi, serta lama aktivitas hidrotermal (Browne, 1991 dalam Corbett dan Leach, 1996).
•
temperatur dan kimia fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses ubahan hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996).
4. Pola alterasi Pervasive
Penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan Selectively Pervasive
Proses ubahan hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu pada batuan. misalnya klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja. Non pervasive
5. Intensitas alterasi •
Tidak terubah
•
Lemah
•
Kuat
•
Sangat kuat
6. Tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Creasey, 1966; Lowell dan Guilbert, 1970, dalam Anonim, 1997) . •
Propilitik
•
Argilic
• Advanced argilic low temperature • Advanced argilic high temperature •
Potasik
•
Filik
•
Serisitik
•
Silisik
•
Skarn
23
BAB 3 TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 3.1. Geomorfologi Regional Sulawesi terletak pada pertemuan lempeng besar Eurasia, lempeng Pasifik, serta sejumlah lempeng lebih kecil (lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994). Berdasarkan keadaan litotektonik, Sulawesi dibagi tiga mandala, yaitu : mandala barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, mandala tengah berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, dan mandala timur berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Peta satuan litotektonik Sulawesi (Van Leeuwen,1994) Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara
24
memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen-Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada EosenOligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api dan batuan sedimen berumur Mesozoikum-Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan retas. Lengan utara dan selatan dibentuk oleh satu kesatuan geologi yang disebut sebagai mandala Sulawesi Barat. Secara serupa, lengan timur dan lengan tenggara adalah satu kesatuan geologi yang disebut sebagai mandala Sulawesi Timur. Dua busur Sulawesi tergabung bersama pada area Sulawesi Tengah, tapi dipisahkan secara jelas di selatan oleh teluk Bone dan di utara oleh teluk Tomini. Kedua teluk itu dalamnya lebih dari 2000 meter besarnya dari luasan kedua teluk tersebut ; terisi batuan sedimen dengan tebal 5000 meter ; dan sepertinya mempunyai batuan dasar samudra pada bagian terdalam dari kedua teluk tersebut. Fisiografi daerah telitian termasuk dalam fisiografi lengan selatan Sulawesi yang berarah utara – selatan. Bagian barat terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara – barat laut dan terpisahlah oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan pada bagian barat menempati hampir setengah luas daerah, melebar di bagian utara (50 km) dan menyempit di bagian selatan (20 km) pembentuknya
sebagian besar adalah batuan gunungapi. Lereng barat dan di
beberapa tempat di lereng selatan terdapat topografi berupa karst, dimana pencerminannya adalah batugamping. Pegunungan yang di barat relatif lebih sempit dan lebih tinggi dan sebagian besar juga terbentuk dari batuan gunungapi daripada pada di bagian selatan yang relatif lebih rendah, dan akhirnya menunjam dibatas lembah Walanae dan dataran Bone, fisiografi daerah telitian masuk dalam pegunungan bagian barat
25
3.2. Stratigrafi Regional Stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam peta geologi lembar Malili, Majene dan Palopo bagian barat (Djuri, dkk 1998). Urutan stratigrafi batuan dari tertua sampai termuda yang dijumpai di daerah ini adalah
3.2.1. Formasi Latimojong (K1) Formasi Latimojong atau Kapur Latimojong (Kl) yang berumur Kapur dengan ketebalan ±1000 m. Secara umum formasi ini mengalami pemalihan lemah hingga sedang dan terdiri
dari ; serpih, filit, rijang, marmer, kuarsit dan breksi
terkersikkan. Batuan ini diterobos oleh batuan beku intermediet sampai basa.
3.2.2. Formasi Toraja Di atas Formasi Latimojong diendapkan secara tidak selaras, Formasi Toraja yang terdiri dari Tersier Eosen Toraja Shale (Tets) dan Tersier Eosen Toraja Limestone (Tetl) yang berumur Eosen, yang terdiri dari serpih coklat kemerahan,
serpih napalan kelabu, batugamping, batupasir kuarsa, konglomerat, batugamping, dan setempat batubara. Ketebalan Formasi ini ±1000 m. Fosil Foraminifera besar pada batugamping menunjukan umur Eosen-Miosen sedangkan lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal. Formasi ini menindih tidak selaras Formasi Latimojong dan ditindih tidak selaras oleh batuan Gunungapi Lamasi.
3.2.3. Batuan Gunungapi Lamasi (Tolv) Di atas Formasi Toraja
terbentuk batuan vulkanik yang disebut Tersier
Oligosen Lava Vulkanik (Tolv) yang berumur Oligosen karena menindih Formasi Toraja yang berumur Eosen. Batuan vulkanik ini terdiri dari aliran lava bersusunan basaltik hingga andesitik, basalt, tuff, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau, setempat mengandung feldspatoid. Batuan tersebut terkersikkan dan terkloritisasi. Umumnya lava basal berwarna kelabu kehijauan, porfiritik-afanitik, subhedralanhedral, berstruktur aliran dan terdiri dari plagioklas, piroksen, dan sifatnya kompak dan keras. Breksi vulkanik umumnya berwarna kelabu kecoklatan dan kelabu tua, tersusun dari basalt dan andesit, berbutir kasar dan sangat kasar antara 2-8 cm, menyudut tanggung dengan kemas terbuka. Umurnya Oligosen karena menindih Formasi Toraja yang berumur Eosen. Ketebalan satuan ini ± 500 m. 26
3.2.4. Formasi Date (Tomd) dan Formasi Makale (Tomm) Diatas satuan batuan vulkanik (Tolv) terendapkan secara tidak selaras Formasi Date atau Tomd (Tersier Oligosen Miosen Date) dan Tomm (Tersier Oligosen Miosen Makale) yang merupakan Formasi Makale, Formasi Date terdiri dari napal diselingi lanau gampingan dan batupasir gampingan. Ketebalan satuan ini mencapai 500 – 1000 meter,
kandungan umur Foraminifera menunjukkan umur
Oligosen Tengah-Miosen Tengah, dengan lingkungan pengendapan pada laut dangkal, Formasi ini terdiri dari batugamping terumbu yang terbentuk dilaut dangkal, umurnya diduga Miosen Awal – Miosen Tengah. Hubungan kedua Formasi ini adalah kontak menjemari.
3.2.5. Formasi Salowajo (Tms) Berikutnya terendapkan secara tidak selaras Formasi Salowajo atau Tms (Tersier Miosen Salowajo) yang terdiri dari napal dan batugamping yang tersisip, setempat mengandung batupasir gampingan berwarna abu – abu biru sampai hitam, konglomerat dan breksi. Fosil Foraminifera yang terkandung pada formasi tersebut menunjukkan umur Miosen Awal-Miosen Tengah.
3.2.6. Formasi Loka (Tml) Selanjutnya terbentuk Formasi Loka atau Tml (Tersier Miosen Loka) yang terdiri dari batuan epiklastik gunungapi terdiri dari batupasir andesitan, lanau, konglomerat, dan breksi, berlapis hingga masif, terutama sebagai endapan darat hingga delta dan laut dangkal. Fosil Foraminifera yang terkandung dalam formasi ini menunjukkan umur Miosen Tengah-Miosen Akhir.
3.2.7. Formasi Mandar (Tmm) Berikutnya terendapkan secara selaras Formasi Mandar atau Tmm (Tersier Miosen Mandar) yang terdiri dari batupasir, batulanau dan serpih, berlapis baik, mengandung lensa lignit, dan mengandung foraminifera berumur Miosen Akhir, dengan ketebalan mencapai 400 meter. Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal – delta.
27
3.2.8. Formasi Sekala (Tmps) dan Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv) Formasi Sekala atau Tmps (Tersier Miosen-Pliosen Sekala), yang terdiri dari batupasir, konglomerat, serpih, tuff, sisipan lava andesit dan basalt, mengandung Foraminifera
berumur Miosen Tengah-Pliosen dengan lingkungan pengendapan
yaitu laut dangkal dengan ketebalan sekitar 500 meter. Batuan Gunungapi Walimbong atau Tmpv (Tersier Miosen
Pliosen vulkanik), terdiri dari lava
bersusunan basalt hingga andesit, lava bantal, breksi andesit piroksen, breksi andesit trakit. Batuan gunungapi ini terendapkan di lingkungan laut, berumur MiosenPliosen karena menjemari dengan Formasi Sekala yang berumur Miosen-Pliosen.
3.2.9. Formasi Mapi (Tmpm) Formasi Mapi atau Tmpm (Tersier Miosen – Pliosen Mapi), terdiri dari batupasir tufaan, lanau, batulempung, batugamping pasiran dan konglomerat. Berdasarkan kandungan umur fosil Foraminifera,
Formasi ini berumur Miosen
Tengah-Pliosen. Formasi ini tersingkap di Sungai Mapi dengan ketebalan sekitar 100 m.
28
Tabel 3.1 : Kolom Stratigrafi Regional (Djuri , dkk, 1998)
3.3. Struktur Geologi dan Tektonika Sulawesi terdiri dari 4 bagian pulau-pulau, yaitu yang dikenal sebagai lengan, tubuh, leher, dimana dikelilingi oleh teluk yang menjorok kedalam. Terletak pada wilayah tektonik yang sangat kompleks dimana tiga lempeng utama saling berinteraksi dari zaman Mesozoikum sampai sekarang. Wilayah ini telah dibagi menjadi 4 bagian lithotektonik, yang terhubung oleh skala besar tektonik yang berbeda-beda tempat dan sesar naik (Sukamto, 1975; Hamilton, 1979) terjadi dari barat hingga ke timur. Busur Plutono-Vulkanik Sulawesi Barat yang dijelaskan diatas dapat dibagi menjadi segmen continental margin (Sulawesi Barat) dan busur kepulauan Tersier yang didasari oleh oceanic crust (Sulawesi Utara). Sabuk metamorfik Sulawesi Tengah batuan metamorfnya terdiri dari material asal benua dan samudera, mungkin 29
termasuk kerak Australia (Parkinson, 1991; Charlton, 2000; Hall, 2002).Ofiolit Sulawesi Timur, secara tektonik terhubung oleh sedimen laut dalam yang berumur Mesozoikum, dan mungkin termasuk mid oceanic ridge Samudera Hindia, tepi cekungan, dan bagian dari busur depan Sundaland (Hall, 2002). Fragmen kontinen yamg berasal dari Australia (Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula) dimana bertumbukan dengan bagian timur Sulawesi selama Awal Miosen-Pliosen (Fortuin et al., 1990; Davidson, 1991; Smithand Silver, 1991; Davies, 1990; Hall, 1996, 2002).Hamilton. W (1979) mengatakan bahwa adanya pulau – pulau dari kelompok punggungan Sula merupakan fragmen – fragmen kebenuaan yang berasal dari New Guinea (Irian Jaya) yang bertumbukan dengan Sulawesi bagian tinur yang terjadi pada kala Tersier Tengah. Noer Azis Magetsari (1987), menyebutkan adanya beberapa kelurusan di pulau Sulawesi yang disebutnya sebagai trans Sulawesi. Disamping adanya kelurusan – kelurusan tersebut didapatkan pula adanya rekahan – rekahan yang teratur dan cekungan – cekungan sedimen yang menyertai terjadinya kelurusan – kelurusan tersebut. Diantara kelurusan – kelurusan yang besar tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kelurusan Palu – Koro 2. Kelurusan Matano dan Malili – Kendari 3. Kelurusan Batui dan struktur imbrikasi Simandjuntak T.O, (1990) mengatakan di lengan timur didapatkan adanya struktur sesar naik berupa sesar yang berbentuk konveks yang mengarah barat laut. Sesar tersebut berakhir dan menghilang di teluk Tolo yang dicerminkan dengan adanya sesar Sula – Matano. Di sebelah utara daerah Poh sesar Batui bertemu dengan sesar Balantak yang merupakan sesar geser jurus menganan yang berpotongan pada bagian timur. Selanjutnya menerus ke pantai laut Banda yang bertemu dengan sesar Sangihe yang panjangnya lebih dari 100 km. Sesar Batui merupakan sesar hasil tumbukan antara lempeng Banggai – Sula dengan lempeng Sulawesi timur. Mandala geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen dan Neogen, intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum yang diendapkan di pinggiran
30
benua (Paparan Sunda). Mandala Sulawesi Timur, batuan tertuanya adalah batuan ofiolit yang terdiri dari ultramafik termasuk dunit, harzburgit, lherzolit, piroksenit websterit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basalt. Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal-Tersier. Susunan paparan Tersier Tengah, batuan vulkanik Tersier Atas dan intrusi batuan granit. Mandala timur Sulawesi terdiri dari fragmen dari ofiolit dan zona subduksi. Perbedaan penting antara kedua mandala Sulawesi ialah kemunculan dari granit dan asosiasi granodiorit pada mandala barat dan ketidakhadiran granit dan asosiasi granodiorit pada lengan timur, yang lebih melimpah batuan beku basa dan ultrabasa. Menurut Hamilton (1979), berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektonik, Sulawesi dan sekitarnya dibagi dalam 5 provinsi tektonik (gambar 3.2), yaitu : 1.
Busur volkanik tersier Sulawesi bagian barat,
2.
Busur volkanik Minahasa-Sangihe,
3.
Sabuk metamorfik Cretaceous-Paleogene Sulawesi bagian tengah,
4.
Sabuk ofiolit Cretaceous Sulawesi bagian timur dan yang berasosiasi dengan lapisan sedimen pelagic,
5.
Fragmen benua mikro Paleozoic Banggai-Sula yang berasal dari benua Australia.
31
Gambar 3.2. Geologi regional Sulawesi (Hamilton 1979) Mandala Sulawesi Barat dibatasi oleh mandala Sulawesi Timur karena adanya suatu jalur sesar yang arah jurusnya kurang lebih utara – selatan. Dibagian barat, mandala Sulawesi Barat dibatasi oleh terjadinya rifting karena penipisan kerak benua yang kemudian mengakibatkan sistem sesar
blok di selat Makasar.
Terbukanya selat Makasar ini oleh rifting yang terjadi awal Miosen ini sedikit banyaknya dikarenakan pengaruh struktur geologi di mandala Sulawesi Barat. Secara umum pada mandala ini didapatkan adanya sesar – sesar mendatar yang pada umumnya memiliki arah sesar pergerakannya kekiri disertai beberapa sesar o
o
naik. Sesar mendatarnya kurang lebih memiliki arah jurus N 160 E dan N 340 E dengan arah pergerakan ke kiri. Sedangkan untuk sesar naik umumnya didapatkan didaerah Bantimala Complex yang mampu mengangkat kelompok mélange ini muncul ke permukaan di beberapa tempat.Di sebelah barat mandala Sulawesi Barat
32
dibatasi oleh selat Makasar yang merupakan marginal basin, dimana efek keluar dengan terjadinya pemekaran di lantai samudera antara Sulawesi dan Kalimantan. Terbentuknya selat Makasar terjadi pada zaman Kuarter sepanjang sesar mendatar Pasternoster dan sesar mendatar Palu – Koro.
Gambar 3.3 . Pembagian Mandala Geologi Sulawesi (R.A.B. Sukamto, 1973), Dibagian tengah mandala ini juga didapatkan suatu terban yang memanjang kearah utara – selatan yang disebut terban Walanae. Terban ini dibatasi oleh dua sesar normal yang berarah utara-selatan. Kemudian terban ini terisi oleh produk-produk vulkanik Kuarter.
Mandala Banggai-Sula merupakan lempeng yang relatif mudah mantap sejak akhir Mesozoikum. Kemudian lempeng tersebut bergerak ke arah barat sejak Miosen Tengah dan bertemu dengan lempeng Banggai-Sula yang menunjam ke arah bawah lempeng Sulawesi Timur, tetapi hanyalah pada bagian utaranya. Sartono. S, dkk (1991) mengatakan bahwa bergeraknya benua Mikro Banggai ke arah barat yang sebelumnya terkoyak dari tepi utara Benua Australia di Irian Jaya – Papua New Guinea melalui sesar Sorong mulai terjadi pada akhir Miosen bawah. Benua Mikro Banggai yang berada paling depan bertumbukan dengan busur Sunda yang mengakibatkan terjadinya obduksi batuan mafikultramafik serta bercampuran dengan melange tektonik dan menyebabkan juga
33
terjadinya berbagai undak pantai zaman Kuarter, yang elevasinya mencapai beberapa ratus meter.
Gambar. 3.4.
Tumbukan antara Mikrokontinen Banggai-Sula dengan subduksi Sunda padaKala Pliosen Akhir (Sartono, dkk. 1991)
Tumbukan antara benua Mikro Banggai dengan busur non volkanik di atas menggencet dan mempersempit cekungan depan Busur Sunda hingga menyebabkan terjadinya punggungan tengah Sulawesi yang sebagian tertutup oleh Danau Poso dan Teluk Bone serta Teluk Tomini.
34
BAB 4 GEOLOGI DAERAH ANDULAN DAN SEKITARNYA 4.1. Geomorfologi Pemetaan geomorfologi pada dasarnya adalah memisahkan bentuk lahan berdasarkan relief, batuan dan proses pembentuknya. Metode yang digunakan dalam pembagian satuan geomorfologi pada daerah pemetaan adalah : 1. Morfografi : menyangkut aspek-aspek yang bersifat pemerian atau descriptive antara lain; teras sungai, kipas alluvial, plato, dataran, perbukitan,
pegunungan , dsb. 2. Morfometri : menyangkut aspek-aspek yang bersifat kuantitatif; seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, beda tinggi, tingkat pengikisan sungai, dsb. 3. Morfogenesis : menyangkut faktor-faktor yang mengontrol pembentukan morfologi suatu daerah, seperti proses struktural, proses denudasi, proses fluviatil, dsb. Daerah penelitian secara umum, sebagian besar terdiri dari pegunungan dan bukit – bukit landai yang berkelompok dengan bentuk memanjang atau hampir membulat dan mempunyai arah penyebaran relatif utara selatan. Ketinggian daerah penelitian antara 125 meter hingga 800 meter diatas permukaan laut. Pembagian daerah penelitian menjadi beberapa satuan geomorfologi pada dasarnya adalah untuk memisahkan dan mengelompokkan kesamaan aspek pada suatu lahan yang memiliki karakteristik fisik tertentu. Dasar pemisahan dan penamaan satuan geomorfologi pada daerah pemetaan mengacu pada konsep dan klasifikasi berdasarkan sistem pemetaan geomorfologi ITC ( International Institute Aerospace and Earth Science) dalam Van Zuidam (1983). Aspek relief (morfologi) menunjukkan gambaran umum relief daerah yang terdiri dari aspek deskriptif seperti dataran, dan perbukitan, serta aspek morfometri yaitu berupa besar sudut lereng, ketinggian maupun kekasaran permukaan lahan.
35
Berdasarkan beberapa aspek tersebut, pembagian relief daerah penelitian mengacu pada klasifikasi berdasarkan pada ketinggian relatif terhadap permukaan laut, beda tinggi dan persentase sudut lereng. Sudut lereng
Beda tinggi
(%)
( meter)
Datar atau hampir datar
0 – 2
<5
Bergelombang/ miring landai
3 – 7
5 – 50
Bergelombang/ miring
8 – 13
51 – 75
Berbukit bergelombang/ miring
14 – 20
76 – 200
Berbukit tersayat tajam/ terjal
21 – 55
200 – 500
56 – 140
500 – 1000
> 140
> 1000
Satuan Relief
Pegunungan tersayat tajam/ sangat tajam Pegunungan/ sangat curam
Tabel 4.1.
Hubungan antara persentase sudut lereng dan beda tinggi dalam klasifikasi relief (Van Zuidam, 1983)
4.1.1. Kelerengan Berdasarkan klasifikasi tingkat kelerengan (Van Zuidam, 1983), daerah penelitian terbagi atas tiga satuan relief yaitu: 1. Satuan berelief terjal dengan klas releng 21-55%, menempati 85% dari luas total daerah telitian, dijumpai hampir diseluruh daerah telitian. 2. Satuan berelief berbukit bergelombang dengan klas lereng 14 - 20%, menempati 5 % dari luas total daerah telitian, dijumpai di bagian timurtenggara daerah telitian. 3. Satuan berelief datar atau hampir datar dengan klas lereng 3-7 %, menempati 10% dari total luas daerah telitian, dijumpai di bagian tengah dan selatan daerah telitian. Aspek genetik menggambarkan asal-usul pembentukan dan perkembangan morfologi serta proses-proses yang bekerja padanya. Aspek ini meliputi proses endogen berupa bentukan batuan yang berhubungan dengan proses denudasi dan proses eksogen yang berhubungan dengan angin, air, es maupun pergerakan
36
massa. Berdasarkan genesa sebagai kontrol utama pembentuknya, morfologi dikelompokkan menjadi 8 kelas, yaitu: 1. Bentukan asal struktural 2. Bentukan asal vulkanik 3. Bentukan asal fluvial 4. Bentukan asal marine 5. Bentukan asal pelarutan/karst 6. Bentukan asal glasial 7. Bentukan asal aeolian dan 8. Bentukan asal denudasional Adapun dalam pewarnaan peta geomorfologi, untuk membedakan baik itu satuan bentuk asalnya ataupun bentuk lahannya dengan menggunakan dasar pewarnaan (Van Zuidam,1983). Untuk pewarnaan bentuk asal seperti terlihat tabel (tabel 4.2.), sedangkan untuk bentuk lahannya dengan menggunakan modifikasi dari dasar pewarnaan yang telah ada, misalnya dengan gradasi warna dari muda ke tua ataupun sebaliknya.
Satuan
Warna / simbol
Struktural
Ungu
Vulkanik
Merah
Denudasional
Coklat
Marine
Hijau
Fluvial
Biru Tua
Glasial
Biru Muda
Karst
Orange
Eolian
Kuning
Tabel 4.2.
Klasifikasi satuan bentang alam
berdasarkan genetik menurut ITC, dalam Van Zuidam 1983.
37
4.1.2. Bentuk Lahan Bentuk lahan daerah penelitian ditentukan berdasarkan data yang diperoleh dari analisa peta topografi dan hasil pengamatan langsung keadaan lapangan, yaitu meliputi bentukan lahan (morfografi), kelerengan (morfometri), jenis litologi penyusun dan struktur geologi (morfostruktur pasif) dan proses-proses geologi (morfostruktur aktif). Berdasarkan klasifikasi Zuidam (1983) serta dikombinasikan dengan aspek genetik yang menggambarkan asal-usul pembentukan dan perkembangan morfologi serta proses-proses yang bekerja padanya, daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan bentuklahan dari tiga satuan bentuk asal, yaitu: a. Satuan perbukitan vulkanik berlereng terjal (V1) b. Satuan perbukitan vulkanik berlereng menengah (V2) c. Satuan dataran aluvial (F1) d. Satuan perbukitan homoklin berlereng terjal (S9)
4.1.2.a. Satuan Perbukitan Vulkanik Berlereng Terjal (V1) Perbukitan berlereng terjal
Foto 4.1. Satuan bentuklahan perbukitan vulkanik berlereng terjal di o
daerah gunung Biang, arah kamera N040 E.
Satuan ini menempati area seluas 60 % dari seluruh area penelitian dengan penyebaran terletak hampir diseluruh daerah telitian. Dengan lithologi andesit breksi dan tuff. Penamaan satuan perbukitan berlereng curam ini berdasarkan morfologi yang ada berupa perbukitan, memiliki sudut lereng 21-55% , tergolong perbukitan berlereng terjal (Van Zuidam,1983). Pada peta topografi satuan geomorfologi ini dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang rapat.
38
Foto 4.1 menujukkan suatu kenampakkan rangkaian perbukitan di daerah gunung Biang, suatu morfologi perbukitan dengan lereng terjal, foto diambil di o
lokasi pengamatan 22 dengan arah kamera N040 E, gunung Biang sendiri berbentuk membundar dan meluas mulai dari barat laut, selatan hingga timur laut daerah telitian, puncaknya tertingginya 792 m yang terletak di sebelah utara daerah telitian, dengan lithologi didominasi oleh batuan beku andesit dan dialiri beberapa alur liar yang membentuk pola radial.
Perbukitan berlereng terjal
Foto 4.2. Satuan bentuklahan perbukitan vulkanik berlereng terjal di o
daerah sungai Mataluntun, arah kamera N040 E
4.1.2.b. Satuan Perbukitan Vulkanik Berlereng Menengah (V2) Satuan ini menempati area seluas 5% dari seluruh area telitian, terletak di timur-tenggara daerah telitian. Dengan lithologi didominasi oleh batuan beku andesit. Penamaan satuan perbukitan menengah ini berdasarkan morfologi yang ada berupa perbukitan, dengan sudut lereng 16-20%, tergolong topografi bergelombang-berbukit (Van Zuidam, 1983). Pada peta topografi satuan geomorfologi ini dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang agak renggang. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan
ini
adalah sub dendritik.
39
Perbukitan berlereng menengah
Foto 4.3.
Satuan bentuklahan perbukitan berlereng menengah di o sebelah tenggara gunung Rangiri, arah kamera N043 E.
Tampak dalam foto 4.3. perbukitan berlereng menengah, perbukitan ini memanjang dengan arah utara selatan, terletak di sebelah tenggara daerah telitian, dengan lithologinya batuan beku andesit. Foto diambil dilokasi pengamatan 7, o
dengan arah kamera N043 E.
4.1.2.c. Satuan Dataran Aluvial (F1) Satuan ini menempati area seluas 10% dari seluruh dareah telitian dengan penyebaran sebagian terletak di tengah melampar dari utara hingga tengah lembar, dan dari tengah lembar ke arah tenggara – selatan daerah telitian. Penamaan satuan dataran aluvial ini berdasarkan morfologi yang ada berupa dataran bergelombang akibat pengaruh dari erosi, serta hasil pemetaan menunjukkan aktivitas tektonik yang membentuk pola topografi berupa dataran. Pada peta topografi satuan geomorfologi ini dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang renggang. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan ini adalah pola sub dendritik. Tampak dalam foto 4.4. dan foto 4.5. satuan bentuklahan dataran aluvial yang terletak di sekitar sungai Makawa, topografi relatif atau hampir datar dengan sedikit bergelombang banyak dimanfaatkan untuk persawahan dan ladang serta tempat tinggal oleh warga sekitar, topografi yang relatif datar dipengaruhi oleh adanya sungai Makawa yang merupakan sungai utama
dengan arus airnya yang deras
dengan tingkat erosional yang cukup tinggi. Foto diambil dari lokasi pengamatan 74 dan lokasi pengamatan 4.
40
Dataran aluvial
Foto 4.4.
Satuan bentuklahan dataran aluvial di daerah sungai o Makawa, arah kamera N336 E.
Dataran aluvial
Foto 4.5.
Satuan bentuklahan dataran aluvial di daerah sungai o Makawa arah kamera N138 E.
4.1.2.d. Satuan Perbukitan Homoklin Berlereng Terjal (S9) Satuan ini menempati area seluas 25% dari seluruh dareah telitian dengan penyebaran sebagian terletak di barat daya lembar. Penamaan satuan ini berdasarkan topografi dengan kontur yang relatif rapat dan banyaknya tinggian dan lereng yang curam dalam foto 4.6. menunjukkan topogrfi perbukitan dengan lereng lereng yang curam.
41
Foto 4.6.
Satuan bentuklahan perbukitan homoklin, arah o kamera N260 E lokasi pengamatan 39
Bentukan asal struktural dengan bentuk lahannya perbukitan homoklin dihasilkan oleh proses endogen. Pada bentuklahan perbukitan ini mempunyai tekstur yang kasar dengan bentuk yang tidak teratur serta mempelihatkan kesan topografi tinggi yang seragam dan alur sungai rapat dengan pola yang seragam, dengan lereng-lereng nya yang curam, hal ini menandakan bahwa permukaannya tersusun oleh batuan-batuan yang kompak serta proses erosi intensif yang tidak mampu menggerus permukaan secara utuh.
Foto 4.7.
Satuan bentuklahan o homoklin arah kamera N254 E.
perbukitan
42
4.1.3. Pola Pengaliran Pola pengaliran adalah semua yang menyangkut sistem aliran yang terpolakan akibat erosi yang bekerja pada suatu daerah yang bersangkutan. Pola pengaliran sangat erat hubunganya dengan resistensi batuan, jenis litologi, struktur geologi, dan stadia geomorfologinya. Pada daerah telitian semua sungai mengalir menuju sungai Makawa yang mengalir dari utara ke selatan karena pada daerah utara batuannya lebih resisten. Untuk membantu dalam penafsiran jenis pola penyaluran, maka penulis mengklasifikasikan berdasarkan jenis pola aliran yang dibuat oleh A.D. Howard, 1967. Apabila penafsiran jenis pola aliran sulit, maka penulis membuat sungai – sungai tambahan melalui alur – alur liar yang mengalir menuju arah sungai utama. Jenis pola aliran pada daerah penelitian dapat diklasifikasikan kedalam pola sungai sub dendritik.
4.1.4.
Stadia Geomorfologi Untuk menentukan stadia geomorfologi suatu daerah, maka sangat erat
hubungannya dengan proses pelarutan, denudasional, dan stadia sungai yang telah terbentuk. Stadia erosi juga akan menentukan stadia geomorfologi suatu daerah. Hal ini semua dapat ditafsirkan dari ciri-ciri morfologi, sub satuan geomorfologi, pola aliran sungai dan ciri-ciri yang lainnya. Menurut Lobeck (1939), stadia daerah ada 3 dan mempunyai ciri tersendiri yaitu stadia muda dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah sungai yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan dan kondisi geologi masih orisinil. Stadia dewasa dicirikan oleh adanya bukit sisa erosi dan erosi lateral lebih dominan, sungai bermeander dengan point bar , pola pengaliran berkembang baik, kondisi geologi mengalami pembalikan topografi seperti punggungan sinklin atau lembah antiklin. Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran sungai tidak berpola, sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai dan litologi relatif seragam.
43
Gambar. 4.1.
Klasifikasi stadia geomorfologi, Lobeck (1939)1. stadia muda, 2. stadia dewasa, 3. stadia tua
Atas dasar keterangan tersebut di atas, dengan lembah-lembah sungainya yang berbentuk “U”, banyaknya anak sungai, erosi lateral lebih dominan dan adanya lembah-lembah yang cukup terjal maka stadianya dapat digolongkan kedalam stadia dewasa (Lobeck, 1939) .
4.1.5. Morfogenesis Secara morfogenesis, pembentukan relief topografi daerah pemetaan terutama dikontrol oleh adanya sistem struktur yang berkembang. Struktur yang berkembang di daerah pemetaan terutama berupa struktur sesar, maupun kekar. Sistem retakan tersebut mengontrol pembentukan zona-zona lemah pada batuan yang akhirnya mengakibatkan intensifnya proses erosi di daerah pemetaan. Adanya proses-proses eksogenik berupa erosi, yang berkembang intensif di daerah ini menyebabkan terjadinya alur-alur dan lembah-lembah. Proses eksogenik berupa erosi ini didukung oleh struktur geologi terutama berupa struktur sesar dan kekar yang mengakibatkan terbentuknya zona lemah pada
44
batuan. Secara keseluruhan daerah pemetaan lebih banyak dikontrol oleh adanya proses endogenik dan eksogenik, maka proses tersebut lebih tepat untuk menggambarkan morfogenesis yang terjadi di daerah pemetaan.
4.2. Stratigrafi Berdasarkan pengamatan dilapangan, serta analisa kandungan fosil yang didapatkan selama penelitian berlangsung, dan setelah dibuat penampang stratigrafinya maka penulis membagi daerah telitian ini tersusun oleh tiga satuan batuan dari muda ke tua adalah sebagai berikut: 1. Satuan andesit (Formasi Gunungapi Lamasi ) 2. Satuan breksi (Formasi Gunungapi Lamasi) 3. Satuan batugamping (Formasi Toraja)
Tabel 4.3. Kolom lithostratigrafi daerah telitian
4.2.1. Satuan Andesit Formasi Gunungapi Lamasi Penamaan satuan ini melihat dari litologi yang mendominasi pada daerah telitian. Batuan beku andesit adalah batuan penyusun yang paling mendominasi pada Formasi Gunungapi Lamasi. Kenampakan dilapangan dari satuan andesit ini sebagian ada yang segar dan juga ada yang telah teralterasi, seperti terlihat pada (Foto 4.8). Adapun ciri fisik andesit secara megaskopis dilapangan menunjukan: Warna Abu-abu, dengan struktur: masif, tekstur; derajad kristalisasi: Hipokristalin; Granularitas: Fanerik halus <1mm ;Bentuk kristal:Subhedral; Relasi: Inequigranularporfiritik dengan komposisi mineral : hornblend , piroksen, plagioklas.
45
Foto 4.8. Singkapan andesit pada LP 23 dengan arah kamera N084°E.
Foto 4.9. Singkapan andesit dengan parameter palu geologi (Insert foto 4.8)
46
Foto 4.10.
Sayatan batuan beku volkanik LP 23, warna abu-abu kehijauan-kecoklatan, tekstur porfiritik (fenokris tertanam dalam masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas), subhedral-anhedral, komposisi mineral :plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas, mineral sekunder :klorit hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. Hadir sebagai ubahan dari piroksen.Nama : Andesit piroksen (William 1982)
Satuan andesit tersebar pada daerah utara dan tengah lembar telitian. dengan menempati areal sekitar 40% dari luas daerah telitian. Berdasarkan
penarikan
pada batuan basalt di daerah Palopo (Sukamto,
1975) dan korelasi dengan batuan gunungapi di daerah Biru (Van Leeuwen, 1979) dan daerah Bantimala (Sukamto, 1982), satuan ini diperkirakan berumur Oligosen. Batuan gunungapi ini merupakan hasil kegiatan gunungapi bawah laut. Sebarannya mulai dari Palopo, melampar ke utara sampai Sabang. Tebal satuan diperkirakan mencapai 500 m. Batuan Gunungapi Lamasi dapat dikorelasikan dengan batuan Gunungapi Miosen di lembar Majene (Djuri & Sudjatmiko, 1975; Sunarya & Surawinata, 1980). Berdasarkan peta geologi lembar Majene dan Palopo bagian barat (Djuri, dkk 1998) satuan ini berumur Oligosen dan terbentuk pada lingkungan darat.
47
Satuan andesit ini secara stratigrafi merupakan satuan berumur muda yang terdapat di daerah telitian. Dari pengamatan di lapangan menunjukkan hubungan stratigrafi antara satuan andesit dan satuan breksi merupakan beda fassies
4.2.2. Satuan Breksi Formasi Gunungapi Lamasi Satuan breksi pada daerah telitian ditunjukkan dengan hadirnya breksi yang mendominasi pada daerah telitian. Adapun ciri fisik breksi ialah sebagai berikut : Pada pengamatan di lapangan breksimemperlihatkan warna abu-abu, struktur masif, ukuran butir pasir sampai bongkah, terpilah buruk, menyudut, kemas terbuka, komposisi mineral fragmen : andesit, matriks: material berukuran pasir sedangkerikil, dan semen karbonat
Foto 4.11.Singkapan
breksi pada lokasi pengamatan 64 dengan kamera menghadap N084°E
48
Foto 4.12. Singkapan breksi dengan parameter kompas geologi (insert foto 4.11.)
Foto 4.13. Sayatan batuan beku volkanik LP 64, warna abu-abu kehijauan-kecoklatan, tekstur trachite bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas. Nampak lubang-lubang amigdoloidal trerisi oleh mineral sekunder kalsit dan kuarsa. Mineral sekunder yang hadir : Chlorite, warnahijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. Hadir sebagai mineral ubahan dari mineral piroksen Silica (quartz) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, pemadaman bergelombang, berukuran <0,05 mm(kriptokristalin) - 0,25mm, hadir mengisi lubang amigdoloidal.Andesit piroksen (William 1982)
49
Satuan breksi tersebar dibagian tengah dan timur daerah telitian. dengan menempati sekitar 30% dari luas daerah telitian.Berdasarkan penampang geologi yang dibuat dari sayatan pada peta geologi, satuan ini memiliki ketebalan ±450 m. Untuk penentuan umur, pada satuan breksi monomik ini sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan dengan analisa fosil. Akan tetapi penulis dalam menentukan umur satuan tersebut dengan menggunakan pendekatan secara kesebandingan dengan hasil telitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Berdasarkan peta geologi lembar Majene dan Palopo bagian barat (Djuri, dkk 1998) satuan ini berumur oligosen dan terbentuk pada lingkungan darat. Satuan breksi ini diendapkan sebagai hasil dari aktifitas gunung api dan transportasi dari batuan andesit, terbentuk bersamaan dengan pembentukan andesit. Satuan breksi Formasi Gunungapi Lamasi dengan satuan andesit Formasi Gunungapi Lamasi mempunyai umur yang sama dan menindih batugamping Formasi Toraja yang mempunyai umur lebih tua. Hubungan satuan breksi
Formasi
Gunungapi Lamasi dengan batugamping Formasi Toraja tidak selaras.
4.2.3. Satuan Batugamping Formasi Toraja Satuan batugamping dengan batuan yang berkomposisi karbonat memiliki warna putih kekuningan sampai abu abu kehitaman didominasi oleh
batugamping
berfosil.
Batugamping
memperlihatkan struktur masif dan perlapisan seperti terlihat pada lokasi pengamatan 70 (lihat foto 4.14).
Foto
4.14.
Foto singkapan batugamping pada lokasi pengamatan 70 dengan arah kamera N270°E
50
Foto 4.15.
Singkapan batugamping dengan parameter kompas geologi LP 70 (insert foto 4.14)
Foto 4.16.
Foto sayatan tipis LP 70 batugamping klastik, berwarna abu-abu kecoklatan - krem, klastik, grain suppoted, dengan sedikit detritus mineral opak, berukuran 0,1 – 1,2mm. Fosil (74%), tidak berwarna (sudah terekristalisasi) – kecoklatan, relief sedang, bentuk sebagian pecah (skeletal), berukuran 0,5 – 1,2m), bias rangkap ekstrim, berupa foram plankton dan bentos, foram besar serta pecahan ganggang/koral, hadir merata dalam sayatan. Mineral opak (1%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,10,1mm, bentuk membulat-membulat tanggung.Mikrit (15%), tidak berwarna, relief bervariasi, berukuran kurang dari 0,02mm, warna interferensi sangat tinggi – ekstrim, hadir merata dalam sayatan.Sparit (10%), tidak berwarna, relief sedang, berukuran 0,1 – 0,3mm, bias rangkap ekstrim, hadir merata dalam sayatan.
51
Adapun ciri fisik Batugamping secara megaskopis dilapangan menunjukan: Batugamping memperlihatkan warna putih-coklat muda, dan kelabu muda, struktur masif dan perlapisan dominan fosil dan pada umumnya bersifat keras. Satuan batugamping ini tersebar dan tersingkap di barat daya daerah telitian menempati sekitar 30% daerah luas total peta. Ketebalan satuan batugamping jika ditinjau dari penampang geologi yang dibuat dari sayatan pada peta geologi, satuan ini memiliki ketebalan mencapai 500 meter dan berdasarkan acuan dari peneliti terdahulu. Untuk penentuan umur, pada satuan batugamping dilakukan dengan analisa fosil. Berdasarkan kandungan fosil foram besar dan beberapa plankton yang dijumpai yaitu : Diccocylina sp, Lepidocylina sp tersebut didapat satuan batugamping berumur Eosen Awal-Tengah (Blow 1969) . Dan berdasarkan peta geologi lembar Majene dan Palopo bagian barat (Djuri, dkk 1998) satuan batugamping Formasi Toraja ini berumur Eosen dan terendapkan pada laut dangkal. Satuan batugamping Formasi Toraja ini secara stratigrafi ditumpang tidak selaras oleh satuan breksi dan satuan andesit Formasi Gunungapi Lamasi. Hasil ini didapat setelah penulis melakukan analisa fosil dan melakukan pengukuran detail pada kedua litologi.
4.3.
Struktur Geologi Berdasarkan analisis peta topografi, pola pengaliran dan hasil survei
lapangan, daerah pemetaan secara umum memiliki beberapa arah kelurusan morfologi dan pengaliran. Pola kelurusan yang ada didominasi oleh arah barat-timur. Selain itu di lapangan juga ditemukan adanya gejala struktur yang terbentuk akibat proses tektonik. Seperti struktur geologi kekar dan sesar.
4.3.1. Struktur Kekar Kekar adalah struktur rekahan yang terbentuk pada batuan dengan tidak atau sedikit sekali mengalami pergeseran (Billing, 1968). Kekar yang terbentuk dapat disebabkan oleh aktivitas tektonik maupun non tektonik. Dalam pembahasan kekar 52
daerah penelitian lebih dititik beratkan pada pembahasan kekar yang terbentuk akibat aktivitas tektonik dimana hasil analisanya akan digunakan dalam analisa struktur geologi daerah penelitian.
Klasifikasi kekar ada beberapa macam tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan salah satunya adalah berdasarkan genesa atau cara terjadinya yang berhubungan berhubungan dengan gaya pembentuk kekar tersebut (gambar 4.3.). Klasifikasi kekar berdasarkan berdasarkan genesa, terdiri dari : a) Shear joint (kekar gerus), terjadi akibat adanya tegasan tekanan ( compressive stress).
b) Tension joint (kekar tegangan), terjadi akibat adanya gaya tarikan. Kekar ini dibedakan atas: - Extension joint (kekar tarik), terjadi akibat pemekaran/tarikan - Release joint , terjadi akibat berkurangnya atau terhentinya gaya atau tekanan yang bekerja
Extension Joint Shear Joint
1
1 Shear Joint
3 3
2
3
Release Joint
1
Gambar 4.2.
Hubungan antara Shear Joint , Extension Joint dan Release terhadap prinsip arah tegasan.
Joint
53
Berdasarkan atas penyebab dan orientasi arah gaya yang bekerja, maka pada daerah penelitian struktur kekar ini penulis kelompokan menjadi dua jenis, yaitu : a. Kekar terorientasi semu b. Kekar terorientasi
4.3.1.a. Kekar Terorientasi Semu Kekar ini termasuk dalam kekar gerus (shear) dan kekar tarik (tention). Jenis kekar ini dapat memotong matriks atau fragmenya saja, tetapi tidak dapat memotong keduanya. Kekar jenis ini tidak dapat dipergunakan untuk menentukan arah tegasan (δ1, δ2, dan δ3). Hal itu dikarenakan oleh karena orientasi kekar ini bukanlah orientasi yang sebenarnya. Dari arah orientasi yang berbeda-beda pada fragmen batuan, hal ini membuktikan bahwa fragmen tersebut memiliki kedudukan yang acak di dalam matriksnya. Kenampakan kekar terorientasi semu ini sangat jelas terlihat pada lokasi pengamatan 27 yang terletak pada Gunung Biang.
Foto 4.17.
Kekar terorientasi semu yang terletak pada lokasi pengamatan 27 daerah Gunung Biang, dengan arah kamera menghadap ke bawah
54
4.3.1.b. Kekar Terorientasi Kekar ini termasuk dalam kekar gerus (shear) dan kekar tarik (tention). Jenis kekar ini dapat memotong matriks dan fragmenya, orientasi dari kekar ini dapat digunakan untuk untuk menentukan arah gaya tegasan utamanya (δ1, δ2, dan δ3). Pada beberapa lokasi pengamatan kekar kekar ini sering ditemukan. Lihat foto. 4.18. Pada lokasi pengamatan 46, yaitu pada batuan andesit dijumpai adanya struktur kekar. Berdasarkan hasil analisa menggunakan diagram roset, maka didapatkan bahwa kekar-kekar pada lokasi pengamatan 46 memiliki orientasi arah – N265°E, dengan arah tegasan utama; δ1 : N115°E, δ2 : N000°E, umum N085°E – N265°E, dan δ3 : N205°E.
Foto 4.18.
Kekar terorientasi yang dijumpai pada lokasi pengamatan 46, dengan arah kamera menghadap ke bawah
4.3.2 Struktur Sesar Seperti yang telah disebutkan di muka bahwa daerah penelitian adalah suatu daerah yang sangat aktif tektoniknya dan batuannya telah bercampur aduk. Dengan sendirinya struktur geologi seperti kekar, sesar dan lipatan sesar banyak dijumpai di daerah telitian.
55
Gambar 4.3.
Klasifikasi penamaan sesar berdasarkan (Rickard,
1972)
Sesar adalah merupakan suatu bidang rekahan atau rekahan yang telah mengalami pergeseran akibat adanya gaya yang bekerja (D.M.Ragan,1973). Untuk menentukan jenis pergerakan sesar yang terjadi pada daerah penelitian, maka penulis menggunakan klasifikasi penamaan sesar berdasarkan (Rickard, 1972). (Lihat gambar 4.3) Pada daerah penelitian, ada dua struktur sesar yang penulis temukan, yaitu berupa sesar geser makawa dan sesar normal mataluntun. Terbentuknya struktur sesar tersebut diperkirakan akibat adanya pergerakan pada lempeng yang mengalami tumbukan. Struktur yang terdapat di daerah penelitian adalah sebagai berikut : a. Sesar normal Mataluntun (sesar Mataluntun) b. Sesar geser Makawa (sesar Makawa)
4.3.2.a. Sesar Mataluntun Pada daerah penelitian, sesar normal ini terdapat pada lokasi pengamatan 52, sesar tersebut terdapat pada batuan andesit yang mengarah barat laut-tenggara. Indikasi keberadaan struktur sesar di lapangan adalah ditemukannya adanya struktur yang berupa kekar-kekar, baik berupa kekar gerus dan juga kekar tarik . Tanda yang lain adalah didapatkanya jalur breksiasi pada andesit yang terletak di lokasi t ersebut.
56
Foto 4.19.
Zona hancuran (breksiasi) pada andesit,dan kenampakan kekar pada lokasi pengamatan 52 dengan arah kamera N189°E.
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, dari data kekar didapatkan arah umum untuk kedudukan kekar gerus adalah N268°E/78° dan untuk kekar tarik N201°E/66°. Kedudukan bidang sesar adalah N282°E/32°. Sesuai dengan klasifikasi (Rickard, 1972), dengan data berupa dip bidang sesar sebesar 32° danrake 19° maka penulis menafsirkan jenis sesar yang terdapat pada lokasi pengamatan 51 adalah normal right slip fault (Rickard,1972). Hasil analisa terlampir.
4.3.2.a. Sesar Makawa Pada derah telitian sesar mendatar ini dijumpai pada lokasi pengamatan 5d, sesar tersebut mengarah relatif barat laut-tenggara dan terdapat pada lithologi andesit, indikasi keberadaan sesar ditandai dengan adanya kekar kekar, baik kekar gerus maupun kekar tarik, juga ditemukan adanya air terjun yang mengindikasikan suatu hasil struktur berupa sesar naik, dan zona breksiasi dengan arah kemenerusan o
o
N123 E-N303 E, serta bidang sesar.
57
Foto 4.20.
Bidang sesar mendatar, di daerah Makawa, arah kamera N327oE
Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan arah umum untuk kekar gerus yaitu o
o
o
o
N130 E/70 , dan N180 /60 untuk kekar tarik, namun ketika berjalan sekitar 30m menyusuri lebih dalam dari anak sungai Makawa ditemukan bidang sesar dengan o
o
kedudukan N120 E/74 , setelah dilakukan analisa struktur diketahui bidang sesar o
o
o
memiliki netslip 25 , N127 E dan rake sebesar 27 , penulis menafsirkan sesar Makawa, ialah reverse right slip fault (Rickard, 1972) hasil analisa terlampir.
4.4. Analisis dan Interpretasi Pola Struktur Geologi Berdasarkan data-data lapangan dan didukung data regional maka pembentukan pola-pola struktur geologi di daerah pemetaan disebabkan adanya aktivitas penunjaman lempeng yang terjadi di sekitar pulau Sulawesi. Pembentukan tersebut dimulai dengan pengendapan satuan batuan yang terdapat di daerah pemetaan yang terjadi selama kurun waktu Eosen-Oligosen. Pada daerah telitian terjadi aktivitas tektonik yang menghasilkan struktur geologi baik kekar maupun sesar. Sesar mendatar yang mempunyai tegasan berarah relatif tenggara – barat laut, yang mengenai satuan andesit Formasi Gunungapi Lamasi yang berumur Oligosen dan satuan breksi Formasi Gunungapi Lamasi. Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian di dasarkan pada pendekatan teori strain elipsoid menurut Reidel yang merupakan modifikasi dari teori Harding, 1974 (Gambar 4.4), dimana dalam pembentukannya terjadi dalam satu
58
periode pembentukan dengan arah umum tegasan maksimum berarah barat laut – tenggara.
Gambar 4.4.
Mekanisme struktur geologi berdasarkan model teori strain ellipsoid menurut Reidel (modifikasi dari Teori Harding, 1974) dalam Mc Clay, 1987.
Akibat adanya aktivitas tektonik yang menghasilkan gaya kompresi dengan arah umum tegasan maksimumnya relatif berarah barat laut – tenggara menyebabkan batuan pada daerah penelitian mengalami fasa deformasi anyal (elastis). Kemudian gaya tersebut terus bekerja sehingga menyebabkan batas elatisitas batuan dalam keadaan minimal sehingga batuan tersebut mengalami fasa deformasi plastis yaitu dengan terbentuknya kekar gerus ( shear joint ). Gaya kompresi terus berlanjut sehingga menghasilkan gaya tension (gaya tarik) yang relatif tegak lurus arah tegasan maksimum (σ 1) dan kemudian akan menyebabkan terbentuknya kekar tarik (extension joint ) . Selanjutnya tekanan (gaya kompresi) yang terus bekerja tersebut semakin meningkat sehingga mengakibatkan batuan pada daerah penelitian mencapai fasa dimana batuan tersebut akan patah dan bergeser sehingga menghasilkan terbentuknya sesar geser Makawa yang bersifat mengiri ( sinistral) dan sesar turun Mataluntun.
59
Sesar geser
σ1
σ1
Sesar turun
σ1
σ1
Gambar 4.5.
Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian yang menunjukan arah umum tegasan maksimum relatif barat laut-tenggara yang menyebabkan terbentuknya sesar geser Makawa dan sesar turun Mataluntun.
Penentuan umur dari struktur geologi daerah penelitian ditentukan secara relatif berdasarkan pendekatan umur batuan termuda yang mengalami pengaruh struktur geologi. Batuan termuda pada daerah penelitian yang mengalami pengaruh struktur geologi adalah andesit yang berumur Oligosen. Jadi dapat disimpulkan bahwa umur dari struktur geologi daerah penelitian adalah Oligosen.
60
BAB 5 STUDI ALTERASI HIDROTERMAL 5.1. Alterasi Hidrotermal Daerah Sungai Mataluntun dan Makawa Alterasi hidrotermal pada suatu tempat tertentu mempunyai karakteristik atau ciri – ciri tersendiri. Fluida hidrotermal yang mempunyai kondisi fisika-kimia tertentu akan melewati suatu batuan dinding ( wall rock ) melewati permeabilitas sekunder maupun primer, dan menghasilkan atau merubah batuan yang ada menjadi kumpulan/asosiasi mineral ubahan ( alteration). Pengendapan mineral tertentu ada yang bersifat pengisian dan juga pengalterasian terhadap batuan yang ada. Alterasi itu menyangkut kimiawi, mineralogi, dan tekstur. Zona alterasi merupakan zona dimana proses ubahan mineral dari mineral primer menjadi mineral sekunder. Pada prinsipnya proses alterasi hidrotermal ini merupakan ubahan yang disebabkan oleh sirkulasi fluida hidrotermal yang menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuia dengan kondisi yang baru. Pada daerah penelitian dijumpai beberapa zona ubahan, dimana setiap zona alterasi ini memiliki keterdapatan mineral khusus (himpunan mineral) s ebagai penciri setiap tipe alterasi tersebut. Zona alterasi yang berkembang di daerah penelitian antara lain zonasi ubahan filik zonasi ubahan advanced argilik dan zonasi ubahan propilitik. Setiap alterasi diatas dikelompokkan ke dalam tipe – tipe alterasi sesuai dengan keterdapatan mineral penciri yang sesuai dengan jenis alterasinya.
5.1.1. Alterasi Filik Zona ini tersebar di daerah selatan daerah telitian yang sebarannya mengikuti arah kekar yang ditimbulkan oleh sesar yang berada pada daerah telitian, dimana fluida hidrotermal ini keluar melewati zona-zona lemah. Alterasi ini terlihat jelas bahwa batuan yang teralterasi akan mengalami pengkayaan akan mineral serisit dan kuarsa sekunder yang berasal dari feldspar.
61
Secara megaskopis, alterasi ini berwarna abu abu pada batuan dan banyak dijumpai mineral serisit dan mineral-mineral silika seperti kuarsa dan tidak jarang terdapat mineral-mineral bijih seperti pirit, kalkopirit pada batuan tersebut. Zona filik terdapat pada tubuh batuan andesit. Proses ini disebabkan oleh larutan sisa magma dan air permukaan yang mengandung gas CO. Secara megaskopis memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, dengan asosiasi mineral yang hadir dominan kuarsa dan serisit, dimana batuan ini terpotong oleh urat kuarsa ( veinlet ). Sedangkan pengamatan dengan mikroskopis pada contoh batuan LP 48 dapat dilihat pada foto 5.1. Pembentukan tipe alterasi filik ini diinterpretasikan sebagai hasil proses pelapukan mineral feldspar teralterasi menjadi serisit. Proses ini disebabkan oleh larutan sisa magma dan gas air permukaan yang mengandung gas CO. Pada umumnya proses serisitisasi terjadi pada daerah dekat dengan vein dan dekat dengan sumber panas. Biasanya proses serisitisasi mengakibatkan penambahan mineral serisit dan kuarsa sekunder yang berasal dari feldspar. Mineral serisit yang terbentuk akan terlihat seperti bintik-bintik halus bersama kuarsa halus dalam feldspar (Ries & Watson, 1958).
Foto 5.1.Singkapan mineral batuan
andesit teralterasi didapatkan pirit dan kalkopirit yang menyebar pada
62
Foto 5.2. Andesit teralterasi dengan parameter uang logam (insert foto 5.1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
A
B
B
C
C
D
D
E
E
F
F
G
G
H
H
I
I
J
J Nikol silang
0,5 mm
Foto 5.3.Sayatan
batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral tersusun oleh kuarsa ( veintlet ), serisit, dan mineral bijih. Tampak fe-oksida mengisi rekahan. Silika (Kuarsa) (75%), Serisit (20%), mineral bijih (5%) jenis alterasi: filik
63
e t i r y P e t i r y P
z t r a u Q s a c i M , e t i l l I e t i r y P
z t r a u Q , e t i l l I
z t r a u Q
8 4 P L D R X a s i l a n a k i f a r G
. 1 . 5 r a b m a G
64
Peak Search Report (17 Peaks, Max P/N = 25.5) [Lp 48.raw] LP 48 PEAK: 17-pts/Parabolic Filter, Threshold=3.0, Cutoff=0.1%, BG=3/1.0, Peak-Top=Summit
d(Å)
B G
12.441
7.1089
19
32
1.2
416
1.7
0.221
Chrysotile
20.822
4.2626
10
490
18.7
4479
17.9
0.155
Quartz low
26.619
3.346
11
2620
100
25005
100
0.162
Illite,quartz
28.482
3.1312
9
33
1.3
350
1.4
0.18
Cordierite
33.021
2.7105
8
110
4.2
1112
4.4
0.172
Pyrite
36.501
2.4596
11
163
6.2
1751
7
0.183
Quartz
37.021
2.4262
10
54
2.1
746
3
0.235
Pyrophillite
39.439
2.2829
8
181
6.9
1893
7.6
0.178
Manganite
40.279
2.2372
8
60
2.3
852
3.4
0.241
Kutnahorite,calcian
40.739
2.213
7
46
1.8
548
2.2
0.203
Mullite
5
117
4.5
1359
5.4
0.197
Diaspore
2-Theta
42.4
2.13
Height
I%
Area
FWH M
I%
Mineral
45.741
1.982
7
76
2.9
798
3.2
0.178
Illlite.micas
47.382
1.9171
5
33
1.3
355
1.4
0.183
Marcasite
50.1
1.8192
6
255
9.7
3342
13.4
0.223
Quartz
54.823
1.6732
6
80
3.1
1182
4.7
0.251
Graphite
55.282
1.6603
8
35
1.3
452
1.8
56.221
1.6348
7
46
1.8
462
1.8
0.22 0.171
Pyrite Pyrite
Tabel 5.1Hasil analisa XRD LP 48 Berdasarkan tabel hasil analisa XRD sampel LP 48 dapat diketahui adanya mineral-mineral penciri dari zonasi ubahan filik di daerah telitian,mineral-mineral tersebut adalah : 1. Quartz 2. Pyrite 3. Illite (serisit)
65
.
Gambar 5.2. Temperatur pembentukan mineral alterasi Dari gambar 5.2. diiketahui bahwa alterasi filik yang berada di daerah telitian o
terbentuk pada suhu relatif 200-230 C. Hadirnya mineral quartz, illite (serisit), dan pirit. Alterasi ini merupakan penambahan proporsi dari serisit dan kuarsa sekunder pada batuan dinding. Penambahan mineral serisit diakibatkan pelapukan felsdspar terubah oleh larutan sisa magma dan gas air permukaan yang mengandung gas CO. Fasa mineral yang berasosiasi dengan tipe alterasi ini adalah K-feldspar, kaolinit, kalsit, biotit, rutil, anhidrit dan apatit.
5.1.2. Alterasi Advanced Argilik. Alterasi ini sebarannya mengikuti arah veinlet , alterasi advanced argilik mempunyai ciri-ciri dilapangan dengan hadirnya himpunan mineral-mineral lempung. Mineral-mineral lempung yang hadir umumnya illite, serta hadirnya mineral quartz dan diaspore, pyrophillite. Akibat kuatnya intensitas pelapukan pada lithologi andesit sehingga mengalami kesulitan dalam proses penarikan batas alterasi.
66
Secara megaskopis kenampakan alterasi ini berwarna putih keabuan dan pada batuan ini didominasi dengan kelompok mineral lempung ( clay mineral ). Pada alterasi advanced argilik ini juga hadir pirit sebagai mineral bijih, alterasi advanced argilik
ditemukan mengalterasi pada lava andesit.
Foto 5.4.
Alterasi advanced argilik di batuan andesit pada satuan andesit Selama proses pembentukan alterasi argilik terjadi pengkayaan CO 2 dari uap air yang terpanaskan (steam heated waters) ke arah batuan andesit ( wall rock ) oleh hadirnya asam sulfat / kondensasi zat volatil magmatik (Corbett dan Leach, 1996)
2-Theta
d( )
BG
Height
I%
Area
I%
FWHM
MINERAL
36.501
2.4596
11
163
6.2
1751
7
0.183
Quartz
37.021
2.4262
10
54
2.1
746
3
0.235 Pyrophillite
42.4
2.13
5
117
4.5
1359
5.4
0.197
Diaspore
47.382
1.9171
5
33
1.3
355
1.4
0.183
Marcasite
Dari hasil analiasa XRD dapat diketahui adanya mineral mineral penciri tipe alterasi advanced argilik yaitu dengan terdapatnya mineral :
1. Quartz 2. Pyrophillite 3. Diaspore 4. Marcasite
67
5.1.3. Alterasi Propilitik. Perkembangan zona jenis ini umumnya cenderung menempati zona paling luar atau menyelimuti semua jenis alterasi pada sistim hidrotermal. Akibat kuatnya intensitas pelapukan pada litologi andesit sehingga mengalami kesulitan dalam proses penarikan batas alterasi. Alterasi ini dikarenakan perubahan komposisi dan temperatur fluida hidrotermal yang awalnya bersifat asam kemudian berubah mendekati pH netral akibat dari kontaminasi air meteorik. Proses kloritisasi ini didominasi oleh mineral klorit-epidot. Hadirnya himpunan mineral klorit pada alterasi propilitik ini karena terubahnya mineral-mineral piroksen dan plagioklas akibat dari interaksi fluida hidrotermal dengan wall rock.
Foto 5.6. Singkapan andesit teralterasi (insert foto5.5)
Foto 5.5.
Singkapan andesit teralterasi dan didapatkan mineral pirit dan kalkopirit yang menyebar pada batuan
68
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
A
B
B
C
C
D
D
E
E
F
F
G
G
H
H
I
I
J
J Nikol silang
0,5 mm
Foto 5.7.Sayatan
batuan teralterasi, warna abu-abu kehijauan, komposisi mineral plagioklas (50%), piroksen (15%), opak (5%), gelas (10%), klorit (15%) serisit (5%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
A
B
B
C
C
D
D
E
E
F
F
G
G
H
H
I
I
J
J Nikol silang
0,5 mm
Foto 5.8.
Sayatan poles batuan alterasi, abu-abu kehijauan-hijau, batuan telah mengalami alterasi dengan dijumpainya mineral sekunder klorit (G-8) (hijau gelap) yang merubah mineral plagioklas serta mafik mineral. Nampak mineral sulfida (F-5) (pirit dan kalkopirit) tersebar secara merata dan mengisi urat (I-4), den an ukuran halus.
69
Secara megaskopis dilapangan tekstur ataupun sifat fisik dari batuan asal pada zona ini umumnya sudah tidak terlihat. Proses alterasi ini ditandai dengan hadirnya mineral klorit. Zona ini terdapat pada batuan yang memiliki sifat permeabilitas yang rendah dan salinitas beragam. Alterasi ini dapat terlihat baik pada tubuh batuan andesit. Zona ini dijumpai di sungai Mataluntun dengan banyak urat urat yang mempunyai o
o
arah umum N 185 E/60 . Berdasarkan pengamatan dilapangan zona ini berkembang di wilayah timur dari daerah telitian pada satuan andesit, zona ini menempati kurang lebih 5% dari daerah telitian
70
e t i l l I
t i c l a C
5 5 P L D R X a s i l a n a l i s a H
e t i b l A
z t r a u Q
. 3 . 5 r a b m a G
z t r a u Q e t i r o l h C
71
Peak Search Report (23 Peaks, Max P/N = 15.3) Peak Search Report (23 Peaks, Max P/N = 15.3) [LP 55.raw] Z 300 10
2-Theta 6.179 12.459 18.7 19.762 20.824 22.037 23.62 24.24 25.118 26.639 27.92 30.459 33.038 35.059 36.521 37.044 39.478 40.262 42.422 45.779 50.122 54.839 56.259
d(Å)
BG Height
14.2916 7.0986 4.7413 4.4888 4.2622 4.0303 3.7635 3.6688 3.5425 3.3436 3.1929 2.9323 2.7091 2.5574 2.4583 2.4248 2.2807 2.2381 2.129 1.9804 1.8185 1.6727 1.6338
36 18 16 20 19 14 17 19 20 23 20 17 13 17 21 18 17 15 11 12 11 14 13
31 72 20 31 211 61 28 37 40 959 165 28 55 42 96 30 69 33 59 36 104 27 19
I% 3.2 7.5 2.1 3.2 22 6.4 2.9 3.9 4.2 100 17.2 2.9 5.7 4.4 10 3.1 7.2 3.4 6.2 3.8 10.8 2.8 2
Area 721 1136 225 430 1874 703 1089 1125 702 9518 3688 583 431 1348 1259 1064 731 478 1073 788 1494 540 192
I%
FWHM
7.6 11.9 2.4 4.5 19.7 7.4 11.4 11.8 7.4 100 38.7 6.1 4.5 14.2 13.2 11.2 7.7 5 11.3 8.3 15.7 5.7 2
0.395 0.268 0.191 0.236 0.151 0.196 0.661 0.517 0.298 0.169 0.38 0.354 0.133 0.546 0.223 0.603 0.18 0.246 0.309 0.372 0.244 0.34 0.172
Mineral chloritic-swelling cromsieditic sudotic sepiolite quartz plagioclase plagioclase hematite stronitantie quartz albite-low chabazite tremolite mallotsitit chamosite,ferric pyrophtllite calcite bayerite diaspore illite,micas quartz oriphite pyrite
Tabel 5.2 Hasil analisa XRD LP 55 Dari tabel hasil analisa XRD LP 55 dapat diketahui adanya mineral-mineral penciri dari alterasi propilitik atau kloritisasi di daerah telitian,mineral-mineral tersebut adalah : 2+
3+
1. Klorit ( Mg,Fe ,Fe )6AlSi3O10(OH)8 2. Albite-low 3. Illite 4. Calcite (CaCO3)
72
.
Gambar 5.4. Temperatur pembentukan mineral pada sampel alterasi propilitik Mineral-mineral penciri yang hadir dalam analisa XRD kemudian dapat dimasukkan kedalam diagram temperatur pembentukan mineral untuk epitermal deposit (White & Headenquist, 1995). Sehingga dapat diketahui pada suhu berapa alterasi propilit atau kloritisasi yang hadir di daerah telitian terbentuk dan pada pH bagaimana dapat terbentuk. Pembentukan mineral-mineral yang hadir dalam alterasi 0
kloritisasi atau propilitik ternyata terbentuk pada suhu >250 C dan pH fluida yang dari asam kemudian mendekati netral karena kemungkinan adanya kontak dengan air meteorik. Pembentukan alterasi propilitik pada daerah telitian disebabkan oleh adanya ruang (sesar dan kekar) sebagai jalan keluar fluida hidrotermal yang kemudian bereaksi dengan batuan vulkanik sehingga terbentuk himpunan mineral-mineral ubahan yang mencirikan tipe alterasi propilitik. Sebagai contoh, mineral klorit yang
73
hadir diinterpretasikan sebagai hasil ubahan dari mineral plagioklas dengan reaksi kimia sebagai berikut (Stanton, 1972 dalam Heru Sigit, 2002) 2 NaAlSi3O8 + 4(Mg,Fe)
Albit
2+
2+
+ 10 H2O (Mg,Fe)4
(Fe,Al)2
3+
Si2O10 (OH)8 + 4 SiO2 +2 Na + 12 H
Klorit
Pembentukan tipe alterasi propilitik atau kloritisasi terjadi pada kisaran o
o
temperatur 200 – 300 C dengan salinitas beragam dan kondisi pH mendekati netral (5 – 7) yang umumnya terjadi pada batuan dengan permeabilitas kecil (Creasy, 1966). Tipe ini juga dipengaruhi komposisi fluida hidrothermal yang kaya unsur Ca, +
H2O, dan CO2 serta sedikit H (Pirajno, 1992 dalam Heru Sigit, 2002).
5.2. Hasil Analisa Kadar AAS ( Atomic Absorbtion Spectofotometry) Analisis geokimia dengan metode AAS ( Atomic Absorbtion Spectofotometry) dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur Au, Ag, Zn, Pb dan Cu di dalam urat kuarsa dan batuan dinding yang diambil contoh batuannya dari lapangan derah telitian yang termasuk dalam data primer penelitian. Hasil analisa mineralisasi bijih selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3
sampel S1 S2 S3
zona
Au
Ag
Cu
Pb
Zn
As
ubahan
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
Propilit
0.1
0.05
0.02
0.01
0.01
70
1.1
0.5
0.14
0.86
0.79
436
0.1
0.03
0.02
0.01
0.01
89
Adv. Argilik Silisik
Tabel 5.3.Tabulasi data kandungan unsur dari hasil analisa AAS dan tipe ubahan
5.3. Hubungan Alterasi Dengan Sruktur dan Litologi Pada Daerah Penelitian Alterasi yang ada di daerah telitian hadir memiliki pola tertentu dalam setiap lokasi keterdapatannya. Kehadiran alterasi hidrotermal dicirikan dengan kenampakan kelompok mineral ubahan yang berbeda-beda untuk tiap jenis alterasi. Tiap jenis alterasi hidrotermal memiliki sebaran yang setempat-setempat mengikuti arah dari zona-zona lemah. Semakin mendekati zona lemah, maka akan hadir jenis alterasi
74
yang berbeda dibandingkan pada tempat yang jauh dari zona lemah. Ini menunjukkan bahwa alterasi hidrotermal dikontrol oleh struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Trend dari alterasi ialah tenggara-barat laut relatif searah bidang sesar normal di daerah telitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur geologi adalah sebagai pengontrol terdapatnya alterasi hidrotermal di daerah penelitian. Alterasi pada daerah penelitian ini juga dikontrol oleh litologi pembawa, litologi yang membawa alterasi berasal dari basalt sedangkan batuan yang berperan sebagai wallrock adalah andesit. Peran dari litologi pembawa ini sangat berpengaruh terhadap alterasi hidrotermal karena litologi tersebut nantinya yang akan menghasilkan fluida hidrotermal pada saat pembekuan yang mempengaruhi sifat pH larutan hidrotermal. Perbedaan litologi pembawa akan menghasilkan sifat fluida hidrotermal yang berbeda yang apabila fluida tersebut melewati wall rock dengan litologi yang berbeda, maka fluida tersebut akan bereaksi dan menghasilkan mineralmineral ubahan dan akhirnya akan menciptakan adanya alterasi hidrotermal yang berbeda. Kedua peran antara stuktur dan litologi sangat mempengaruhi dari proses terbentuknya alterasi hidrotermal, karena struktur sebagai ruang tempat terisi fluida, dan litologi sebagai pembawa dari larutan hidrotermal yang berperan sebagai faktor dalam proses alterasi.
75
BAB 6 KESIMPULAN Daerah telitian memiliki geomorfologi yang menarik, keanekaragaman jenis litologi dan kompleksitas struktur geologi. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Daerah telitian dapat dibagi menjadi empat satuan geomorfologi, yaitu: a. Bentuk asal vulkanik dengan bentukan lahan perbukitan vulkanik berlereng curam (V1) b. Bentuk asal vulkanik dengan bentukan lahan perbukitan vulkanik berlereng menengah (V2) c. Bentuk asal fluvial dengan bentuk lahan dataran aluvial (F1) d. Bentuk asal struktural dengan bentuk lahan perbukitan homoklin berlereng curam (S9) 2. Jenis pola aliran yang terdapat pada daerah penelitian diklasifikasikan kedalam pola sungai sub dendritik. Dengan adanya lembah-lembah sungai yang berbentuk “U” yang dicirikan dengan adanya meander sungai. Selain itu dengan adanya lembah yang cukup terjal maka stadia geomorfologi daerah telitian dapat digolongkan kedalam stadia dewasa. 3. Daerah telitian tersusun oleh beberapa satuan batuan dari tua ke muda adalah: satuan batugamping Formasi Toraja, diatasnya terendapkan secara tidak selaras satuan breksi Formasi Gunungapi Lamasi yang bersilang jari dengan satuan andesit Formasi Gunungapi Lamasi. 4. Berdasarkan analisa kelurusan topografi dan data lapangan pada daerah teliti an terdapat struktur geologi kekar dan sesar. Struktur sesar yang berkembang adalah : sesar geser dan sesar normal. 5. Zona ubahan yang terdapat di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga zonasi ubahan, yaitu zona filik, zona advanced argilik dan zona propilitik.
76
DAFTAR PUSTAKA Billings, M. P, 1968, Structural Geology, Second ed. Prentice of India Private Limited, New Delhi. Carmichael, I.S.E., Turner, F.J., and Verhoogen, J., 1974, Igneous Petrology, Mc Graw – Hill. Corbett, G.J & Leach, T.M. (1996), Southwest Pasific Rim Gold / Copper System : Structure, Alteration and Mineralitation, A workshop presented for the
Society of Eksploration Geochemist, Townsville. Creasy, S.C., 1961, Hydrothermal Alterations in Geology of Porphyry Copper Deposits (S.R.Tettley & C.L.Hickx,ed), Tuscon:Univ. of Ariz. Press, pp.5174
Djuri, dkk, 1998, Geologi Lembar Majene dan Palopo Bagian Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Miner al, Departemen Pertambangan dan Energi. Hamilton, W. H., 1979. Tectonics of the Indonesian Region. U.S. Geol. Surv. Prof.Pap.1078, 345 pp.
Heru Sigit Purwanto. (2002), PemineralanEmas dan Kawalan Struktur Pada Kawasan Penjom, Pahang Dan Lubok Mandi Terengganu, Semenanjung Malaysia. Disertasi Doktor, Universitas Kebangsaan Malaysia Hal 39-83, tidak dipublikasikan. Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1973, Sandi Stratigrafi Indonesia, Departemen Pertambangan Republik Indonesia. Katili. J. A., 1978, Past and Present Geotektonic Position of Sulawesi, Indonesia, Tectonophysics, 45: 289-322.
Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip – Prinsip Sedimentasi, ITB., Bandung. Lindgren, W. (1983) Mineral Deposit McGraw-Hill Book Company, Inc, USA. Sukamto, Rab 1975, Perkembangan tektonik dengan membagi pulau Sulawesi dan pulau-pulau disekitarnya kedalam tiga mandala geologi, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi.
77
Sukamto, Rab (1975), Perkembangan Tektonik Sulawesi dan Sekitarnya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Saya Mineral, Departemen Pertambangan dan energi. Sukamto, Rab (1985), Penelitian tentang Tektonik Sulawesi yang menghasilkan Peta Pola Tektonik Sulawesi Regional, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Sukamto, Rab, and Simanjuntak R.O., (1983), Sintesis terhadap hubungan tektonik ketiga Mandala Geologi Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Sukamto, Rab, and Simanjuntak R.O., (1983), Tectonic Relationship Between Geologic Provinces of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi and Banggai Sula in the Light of Sedimentological Aspect, Bull. Geol. Res and Dev. Centre, No. 7. .
Van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of IndonesiaVol.II , Martinus Nijhoff The Hague. Van Leeuwen, T.M., 1974. The gology of Birru area, South Sulawesi; PT Riotinto Bethlehem Indonesia, unpubl. Rept. 277-304.
William, H. F., Turner, and Gilbert, C. M., 1955, Petrography : Introduction To Study of Rock In Thin Section, W. H. Freeman and Co. San Fransisco
Zuidam, Van, R.A, 1983, Aerial Photo Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping, Smith Publishers, The Hague, Neatherlands.
78
LAMPIRAN
79
ANALISIS PETROGAFI Nomor Foto
:1
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 2
Daerah
: S.Makawa
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
0
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Batuan
beku
intermediet
kristalinitas:hypokristalin;
vulkanik;
warna:abu-abu;
granularitas:fanerik
indeks
warna
sedang-halus;
20%; bentuk
kristal:subhedral-anhedral; ukuran kristal:2-0.1 mm; relasi:Inequigranular vitroverik yang disusun oleh:
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (45%); berwarna coklat; relief:sedang; bentuk kristal:subhedral; indeks bias Nmin
80
berukuran 2 mm dengan An 33 jenis labradorit, dan mikrolit berukuran 0.1 mm dengan An 28 jenis andesin. Hadir merata dalam sayatan.
Piroxen (20%); berwarna coklat kebiruan; relief:rendah; menunjukkan adanya belahan 2 arah; bentuk kristal:subhedral; hadir setempat dalam sayatan.
Massa gelas (20%), yang hadir merata dalam sayatan.
Mineral
opaque
(15%);
berwarna
hitam;
relief:rendah;
bentuk
kristal:anhedral, hadir menyebar dalam sayatan. Penamaan petrografi : Andesit piroksen.
81
Nomor Foto
:2
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 3
Daerah
: S.Makawa
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik dengan butiran berukuran 0,05 – 0,5 mm, terdiri dari lithic, feldspar, kuarsa dan mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Lithic (15%), abu-abu, kecoklatan, berupa pecahan batuan pumice dan batuan beku, ukuran butir 0,1-0,5 mm, bentuk menyudut tanggung.
82
Feldspar (10%), putih, relief rendah, berukuran 0,1 – 0,25mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas.
Kwarsa (2%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,05 – 0,1mm, pemadaman bergelombang.
Min opak (3%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05 – 0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat – setempat dalam sayatan.
Gelas (70%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.
Penamaan Petrografis:
Vitric Tuff (Klasifikasi Williams, 1982) Welded tuff
83
Nomor Foto
:3
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 4
Daerah
: Makawa
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna coklat, tekstur klastik dengan butiran berukuran 0,05 – 0,3 mm, terdiri dari lithic,piroksen feldspar, kuarsa dan mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Feldspar (10%), putih, relief rendah, berukuran 0,1 – 0,25mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas.
Lithic (5%), abu-abu, kecoklatan, berupa pecahan batuan pumice, ukuran butir 0,1-0,3 mm, bentuk menyudut tanggung.
84
Piroksen (5%), hijau muda, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemahtidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm.
Kwarsa (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,05 – 0,1mm, pemadaman bergelombang.
Min opak (4%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05 – 0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat – setempat dalam sayatan.
Gelas (75%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.
Penamaan petrografis : Vitric tuff (Klasifikasi Williams, 1982)
85
Nomor Foto
:4
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 5c
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik dengan butiran berukuran 0,05 – 0,5 mm, terdiri dari lithic, feldspar, kuarsa dan mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Lithic (15%), abu-abu, kecoklatan, berupa pecahan batuan pumice dan batuan beku, ukuran butir 0,1-0,5 mm, bentuk menyudut tanggung.
Feldspar (10%), putih, relief rendah, berukuran 0,1 – 0,25mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas.
86
Kwarsa (2%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,05 – 0,1mm, pemadaman bergelombang.
Min opak (3%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05 – 0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat – setempat dalam sayatan.
Gelas (70%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.
Penamaan petrografis :
Vitric Tuff (Klasifikasi Williams, 1982) Welded tuff
87
Nomor Foto
:5
Nama Megaskopis
: Batulempung
No. Sampel
: PLP 5f
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis lempung, berwarna coklat, komposisi butiran terdiri dari feldspar, kuarsa dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05 – 0,3mm. Butiran mengambang dalam matrik lempung.
KOMPONEN PENYUSUN:
Feldspar (5%), warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, dengan ukuran butir 0,1-0,2mm, sebagian menampakkan kembaran, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, merata dalam sayatan.
88
Kwarsa (5%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, berukuran 0,05 – 0,1mm, pemadaman bergelombang.
Mineral opak (5%), hitam, isotrop, relief tinggi, dengan ukuran 0,05-0,1mm, bentuk membulat-membulat tanggung.
Lempung (70%), kecoklatan, nikol silang gelap
Gelas (15%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.
Penamaan petrografis :
Claystone
(Klasifikasi R.L. Pettijohn, 1972)
Sandy Mudstone (klasifikasi Dott (1964) vide Gilbert, 1982) Claystone (Klasifikasi Gilbert, 1954)
89
Nomor Foto
:6
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 9a
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan, tekstur porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (65%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-0,5 mm, bentuk subhedral-
90
anhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (45%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan.
Piroksen (15%), hijau muda, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-0,5 mm. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi mineral klorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Gelas (10%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang gelap, dengan
bewarna
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut.
Penamaan petrografi : Andesit Piroksen (klasifikasi Williams, 1982)
Mineral sekunder yang hadir:
Klorit (5%) hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. Hadir sebagai mineral ubahan dari mineral piroksen
91
Nomor Foto
:7
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 9c
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis batuan piroklastik (lapuk), berwarna abu-abu-krem, tekstur klastik dengan butiran berukuran 0,05 – 0,3 mm, terdiri dari feldspar, kuarsa dan mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Feldspar (5%), putih, relief rendah, berukuran 0,1 – 0,25mm, bentuk menyudut tanggung, berupa plagioklas.
Kwarsa (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, indeks bias n>nKb, berukuran 0,05 – 0,1mm, pemadaman bergelombang.
92
Min opak
(4%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran
0,05 – 0,1mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat – setempat dalam sayatan.
Gelas (90%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.
Penamaan petrografis : Vitric Tuff (Klasifikasi Williams, 1982)
93
Nomor Foto
:8
Nama Megaskopis
: Tuff
No. Sampel
: PLP 9f
Daerah
: anak S.Makawa
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis batuan piroklastik (sangat lapuk), berwarna abu-abu, tekstur klastik dengan butiran berukuran 0,05 – 15,5 mm, terdiri dari lithic, kuarsa, feldspar dan mineral opak, bentuk menyudut tanggung, butiran tertanam dalam matriks gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Lithic (50%), abu-abu, kecoklatan, didominasi oleh pecahan batuan piroklastik (pumice) dengan ukuran butir 0,3-15,5 mm, bentuk menyudut tanggung.
94
Kwarsa (1%), tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, berukuran 0,06 – 0,1mm, pemadaman bergelombang.
Feldspar (2%), putih, relief rendah, berukuran 0,1 – 0,25mm, bentuk menyudut tanggung, berupa ortoklas.
Min opak (2%), hitam, kedap cahaya, relief sangat tinggi, berukuran 0,05 – 0,15mm, bentuk menyudut tanggung, hadir setempat – setempat dalam sayatan.
Gelas (45%), tidak berwarna, pengamatan dengan menggunakan nikol silang menjadi gelap, sebagian besar telah terubah menjadi mineral lempung.
Penamaan petrografis : Lithic tuff (Klasifikasi Williams, 1982)
95
Nomor Foto
:9
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 29
Daerah
: G.Biang
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
0
nikol sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Batuan beku intermediet vulkanik; warna abu abu; indeks warna 20%; kristalinitas:hipokristalin
;
granularitas:fanerikhalus-afanetik
;
bentuk
kristal:subhedral-anhedral; ukuran kristal:0.5-3 mm; relasi:Inequigranular vitroverik yang disusun oleh:
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (60%); warna:coklat; relief:sedang; bentuk kristal:subhedral; indeks bias:Nmin
96
berukuran 2 mm, dengan An 55 jenis Labradorit, dan pada mikrolit berukuran 0.5 mm dengan An 28 jenis Oligoklas, hadir merata dalam sayatan.
Piroxen (20%); berwarna biru; relief:rendah; menunjukkan adanya belahan 2 arah; bentuk cristal:subhedral; hadir setempat dalam sayatan.
Massa gelas (20%), yang hadar merata dalam sayatan.
Penamaan petrografi : Andesit piroksen.
97
Nomor Foto
: 10
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 48
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS : Sayatan batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral tersusun oleh kuarsa ( veint let ), serisit, dan mineral bijih. Nampak fe oksida mengisi rekahan.
KOMPOSISI MINERAL:
Silika (Kuarsa) (75%), tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, pemadaman bergelombang, berukuran 0,05 – 0,3mm, hadir mengisi fracture
Serisit (20%), tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan dari mineral plagioklas dan K-feldspar.
98
Mineral bijih (5%), hitam, relief sangat tinggi, isotrop, berukuran 0,02 – 0,1mm. dari pengamatan megaskopis berupa mineral sulfide pyrite, tersebar mengisi urat dan.
Jenis Alterasi : Filik
99
Nomor Foto
: 11
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 49
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
Nikol Sejajar
0 0,5 mm PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral tersusun oleh kuarsa, serisit, dan mineral bijih.
KOMPOSISI MINERAL:
Silika (Kuarsa) (75%), tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, pemadaman bergelombang, berukuran 0,05 – 0,3mm, hadir mengisi fracture
Serisit (20%), tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan dari mineral plagioklas dan K-feldspar.
Mineral bijih (5%), hitam, relief sangat tinggi, isotrop, berukuran 0,02 – 0,1mm. dari pengamatan megaskopis berupa mineral sulfide pyrite, tersebar mengisi urat. Jenis Alterasi : Filik 100
Nomor Foto
: 12
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 51
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
: Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS : Sayatan batuan teralterasi, warna abu-abu kecoklatan-kehijauan, komposisi mineral tersusun oleh kuarsa, serisit, klorit dan mineral bijih.
KOMPOSISI MINERAL:
Silika (Kuarsa) (70%), tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, pemadaman bergelombang, berukuran 0,05 – 0,3mm, hadir mengisi rekahan (vein).
Klorit (20%), hijau - hijau kekuningan, belahan parallel/satu arah, fibrous, ukuran butir 0,05-0,1 mm.
101
Serisit (5%), tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan dari mineral plagioklas dan K-feldspar.
Mineral bijih (5%), hitam, relief sangat tinggi, isotrop, berukuran 0,02 – 0,1mm. dari pengamatan megaskopis berupa mineral sulfide pyrite.
Jenis Alterasi : Propilitik
102
Nomor Foto
: 13
Nama Megaskopis
: Batuan alterasi
No. Sampel
: PLP 52
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan beku
volkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur
porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (50%) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-0,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (45%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan. 103
Piroksen (15%)
hijau muda, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme
lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-0,3 mm. Hadir sebagai klinopiroksen (Augit) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi mineral klorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%)
hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,05-
0,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Gelas (10%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut..
Penamaan petrografi : Andesit piroksen(klasifikasi Williams, 1982)
Mineral sekunder yang hadir:
Klorit (15%) hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. Hadir sebagai mineral ubahan dari mineral piroksen
Jenis alterasi :
Propilitik
104
Nomor Foto
: 14
Nama Megaskopis
: Batuan Alterasi
No. Sampel
: PLP 53
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan beku volkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas. Nampak adanya urat klorit
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (50%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (25%) berukuran 0,3-0,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (40%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan. 105
Piroksen (15%), hijau muda, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-0,3 mm. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi mineral klorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Gelas (10%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut.
Penamaan petrografi : Andesit piroksen (klasifikasi Williams, 1982)
Mineral sekunder yang hadir:
Klorit (15%) hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. Hadir sebagai mineral ubahan dari mineral piroksen, sebagian hadir mengisi urat
Serisit (5%) tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan dari mineral plagioklas.
Jenis alterasi :
Propilitik
106
Nomor Foto
: 15
Nama Megaskopis
: Batuan Alterasi
No. Sampel
: PLP 54
Daerah
: S.Mataluntun
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol Silang
0
Nikol Sejajar
0,5 mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan beku volkanik(teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur porfiritik (fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (45%), warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbadAlbit sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedralanhedral, An 42 (jenis andesin), sebagai massa dasar (40%) berukuran 0,050,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan. 107
Piroksen (15%), hijau muda, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm. Hadir sebagai klinopiroksen (Augit) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi mineral klorit, hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%), hitam, isotrop relief tinggi, ukuran pada fenokris 0,050,1mm. hadir sebagai inklusi pada piroksen.
Gelas (15%) tidak bewarna, pengamatan dengan nikol silang bewarna gelap, dengan menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut..
Penamaan petrografi :
Piroksen andesit (klasifikasi Williams, 1982)
Mineral sekunder yang hadir:
Klorit (15%) hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. hadir sebagai mineral ubahan dari mineral piroksen
Serisit (5%) tidak berwarna, belahan satu arah, bf kuat, hadir sebagai ubahan dari mineral plagioklas.
Jenis alterasi :
Propilitik
108
Nomor Foto
: 16
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: Lp 64
Daerah
: S.Andulan
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
0
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan-kecoklatan, tekstur trachite bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari plagioklas, hornblende, mineral opak dan gelas. Nampak lubang-lubang amigdaloidal terisi oleh mineral sekunder kalsit dan kuarsa.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (60%), putih-abu-abu, relief sedang, kembaran karlsbad-Albit, sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (40%) berukuran 0,05-0,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan. Nampak pada masa dasar memperlihatkan penjajaran mineral plagioklas.
109
Piroksen (15%), hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%) hitam, isotrop relief tinggi, ukuran butir 0,05-0,1mm.
Gelas (20%) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol berwarna gelap, dengan
Keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah
mengalami ubahan menjadi lempung. Penamaan Petrografis :
Andesit (klasifikasi Williams, 1982)
110
Nomor Foto
: 17
Nama Megaskopis
: Batugamping
No. Sampel
: Lp 71
Daerah
: anak S.Andulan
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
0
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan tipis batugamping klastik, berwarna abu-abu kecoklatan - krem, klastik, grain supported, dengan sedikit detritus mineral opak, berukuran 0,1 – 1,2mm.
KOMPONEN PENYUSUN:
Fosil (74%), tidak berwarna (sudah terekristalisasi) – kecoklatan, relief sedang, bentuk sebagian pecah (skeletal), berukuran 0,5 – 1,2 mm, bias rangkap ekstrim, berupa foram plankton dan bentos, foram besar serta pecahan ganggang/koral, hadir merata dalam sayatan.
Mineral opak (1%) hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,1-0,1mm, bentuk membulat-membulat tanggung.
111
Mikrit (15%), tidak berwarna, relief bervariasi, berukuran kurang dari 0,02mm, warna interferensi sangat tinggi – ekstrim, hadir merata dalam sayatan.
Sparit (10%), tidak berwarna, relief sedang, berukuran 0,1 – 0,3mm, bias rangkap ekstrim, hadir merata dalam sayatan.
Kehadiran fosil foram: Diccocylina sp, Lepidocylina sp. Penamaan Petrografis :
Packstone (Klasifikasi Dunham, 1962) Biomicrite (Klasifikasi R.L. Folk, 1962 ) Fosilliferous Limestone (Klasifikasi Gilbert , 1954)
112
Nomor Foto
: 18
Nama Megaskopis
: Andesit
No. Sampel
: PLP 89
Daerah
: S.Makawa
Posisi nikol
: Nikol Silang dan Sejajar
Perbesaran
: 30 kali
Nikol silang
0
Nikol sejajar
0,5mm
PEMERIAN PETROGRAFIS: Sayatan batuan beku volkanik, warna abu-abu kehijauan-kecoklatan, tekstur porfiritik(fenokris tertanam dalam oleh masa dasar fine grain plagioklas, piroksen, min opak dan gelas), bentuk subhedral-anhedral, komposisi mineral terdiri dari mineral plagioklas, hornblende, mineral opak dan gelas.
KOMPOSISI MINERAL:
Plagioklas (60%), putih-abu-abu, indek bias n>nkb, relief sedang, kembaran kalsbad-Albit, sebagai fenokris (20%) berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (40%) berukuran 0,05-0,1mm, An42 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan.
113
Piroksen (20%), hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,3 mm. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Mineral opak (5%) hitam, isotrop relief tinggi, ukuran butir 0,05-0,1mm.
Gelas (15%) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi lempung.
Penamaan petrografis: Andesit (klasifikasi Williams, 1982)
Mineral sekunder yang hadir:
Klorit (15%) hijau-hijau kekuningan, belahan parallel / satu arah, ukuran butir 0,05-0,1 mm. Hadir sebagai mineral ubahan dari mineral hornblende
Silika (quartz)(5%) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, pemadaman bergelombang, berukuran <0,05 mm(kriptokristalin) - 0,25mm, hadir mengisi lubang amigdoloidal.
114
ANALISIS STEREONET SESAR MAKAWA
115
ANALISIS STEREONET SESAR MATALUNTUN
116
ALISIS PALEONTOLOGI
LABORATOR LABORA TORIUM IUM MIKROPALEONTOLO MIKROPALEONTOLOGI GI JURUSAN JURUS AN TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNOLOGI TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN NASIONA NAS IONAL L “VETERAN” YOGYAKARTA
No.contoh batuan Lokasi Batuan
Formasi Umur
: PLP 71 : Anak Sungai Andulan : Batugamping EOSEN UMUR
Forami Foraminifera nifera Besar Be sar
OLIGOSEN Akhir
Awal Te Tengah Awal Tengah Ta
Tb
: Toraja : Eosen Awal - Tengah (Tab)
Tc
Td
1
Te 2 3 4
M IOSEN Tengah
Awal
Akhir
Tf 5
1
2
3
n e s o i l
n e s o P t s i l
Tg Th
P
Discocylina Sp. Lepidocylina Sp.
Van Der Vlerk & Umbgr Umbgrove ove (1927)
117
PETA LINTASAN SEMI DETAIL
118
N A T A M A G N E P I S A K O L A T E P
119
I G O L O F R O M O E G A T E P
120
I G O L O E G A T E P
121