FENOMENA HUKUM PEMILIHAN BEBAS
osophila hi la melanogaster lanogaster Strain ♀N >< ♂bcl, dan PADA PERSILANGAN D r osop ♀N ><♂ bdp BESERTA RESIPROKNYA
LAPORAN PROYEK
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah matakuliah Genetika I yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. A. D. Corebima
Oleh: Kelompok 8 Off B Genetika Hari Kamis 1. Fina Zakiyyah
(120341421985) (120341421985)
2. Putri Islamingtyas
(120341421991) (120341421991)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Mei 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat yang mencakup struktur dan fungsi gen serta pewarisan gen-gen dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu tokoh terkenal dalam ilmu Genetika adalah John Gregory Mendel. J. G Mendel mengungkapkan beberapa hukum genetika antara lain adalah hukum Hukum pemisahan Mendel, dan Hukum pemilihan bebas Mendel. Berdasarkan hasil percobaan Mendel dengan menyilangkan tanaman ercis ( Pisum Pisum sativum) sativum) dengan persilangan monohibrid (satu sifat beda) dan dihibrid (dua seifat beda) inilah Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II lahir. Volpe (1981) dalam Corebima (2003) menyatakan bahwa selama pembentukan gamet, anggota-anggota suatu pasangan gen akan memisah satu sama lainnya. Pernyataan inilah yang dikenal dengan Hukum Pemisahan Bebas (Hukum Mendel I). Sedangkan untuk Hukum Pemilihan Bebas (Hukum Mendel II) Volpe (1981) dalam Corebima (2003) juga menyatakan bahwa suatu sifat (satu pasang gen) memisah secara
bebas
dari
sifat
lainnya
(pasangan
gen
lainnya)
selama
pembentukan gamet. Ayala dkk. (1984) (1984) dalam Corebima (2003) berkenaan dengan hukum Pilihan Bebas Mendel menyatakan bahwa gen-gen (untuk karakter-karakter yang berbeda) diwariskan secara bebas satu sama lainnya. Hukum Mendel I merupakan uji persilangan monohibrid dengan satu sifat beda. Hasil keturunan F1 akan menghasilkan sifat dominan heterozigot dan jika disilangkan sesamanya akan menghasilkan keturunan F2 dengan perbandingan rasio fenotip 3:1. Sedangkan Hukum Mendel II merupakan uji persilangan dihibrid dengan dua sifat beda. Hasil keturunan F1 akan menghasilkan sifat dominan heterozigot dan jika disilangkan sesamanya maka akan menghasilkan keturunan F2 dengan perbandingan rasio fenotip 9:3:3:1 (Henuhili, 2003).
Peristiwa pemilihan bebas Mendel dapat dibuktikan dengan menyilangkan Drosophila melanogaster
yang memiliki dua sifat beda
dengan persilangan dihibrid. Untuk itu kami melakukan percobaan persilangan antara Drosophila melanogaster ♂N >< ♀bdp beserta
resiproknya dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka kami dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana fenotip F1 dan F2 yang muncul dari persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya? 2. Bagaimana rasio F1 dan F2 dari persilangan Drosophila persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui fenotip F 1 dan F2 yang muncul dari persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta besert a resiproknya. 2. Untuk mengetahui rasio F1 dan F2 dari persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya
D. Kegunaan
1. Bagi Penulis a. Mengetahui fenotip F 1 dan F2 yang muncul dari persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya.
b. Mengetahui rasio F1 dan F2 dari persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya. c. Menambah pemahaman matakuliah genetika I, khususnya tentang hukum Mendel II. 2. Bagi Pembaca d. Memberikan informasi mengenai fenomena yang terjadi pada persilangan D. melanogaster pada strain ♂N >< ♀bdp dan ♂N ><
♀ bcl beserta resiproknya. e. Memberikan informasi mengenai rasio fenotip yang muncul pada persilangan D. melanogaster pada strain ♂N >< ♀bdp dan ♂N ><
♀ bcl beserta resiproknya. a. Memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang persilangan D. melanogaster pada bermacam strain yang lain.
E. Ruang Lingkup dan Batasan
1. Penelitian menggunakan Drosophila melanogaster strain N, bdp dan bcl. 2. Persilangan yang dilakukan pada Drosophila melanogaster yaitu antara strain ♂N >< ♀bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya untuk P1 dan P2 berasal dari hasil F1 yang disilangkan sesamanya. 3. Persilangan untuk menghasilkan F1 dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk masing-masing persilangan dan 1 kali ulangan pada persilangan untuk menghasilkan F2 untuk masing-masing persilangan. 4. Pengamatan fenotip yang dilakukan hanya sebatas morfologi luar warna mata, faset mata, warna tubuh, bentuk sayap dan jenis kelamin. 5. Pengamatan fenotip maupun jumlah anak pada F1 maupun F2 dilakukan selama tujuh hari, dimana hari pertama dianggap sebagai hari ke-1 yang dihitung sejak pertama kali telur menetas.
F. Asumsi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti berasumsi bahwa: 1. Faktor internal seperti umur D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian dan aspek biologis setiap individu, khusunya saat persilangan dianggap sama 2. Faktor abiotik atau faktor lingkungan (suhu, kelembapan, intensitas, cahaya, pH) dianggap sama dan tidak berpengaruh terhadap fenomena yang terjadi dari hasil persilangan. 3. Kondisi medium selama penelitian dianggap sama.
G. Definisi Operasional
1. Galur murni adalah populasi-populasi yang merupakan turunan murni tanpa adanya variasi genetik berarti (Corebima, 2003). 2. Hibrid adalah turunan dari suatu persilangan antara dua individu yang secara genetik berbeda (Corebima, 2003). 3. Dihibrid adalah persilangan dengan dua sifat beda (Corebima, 2003) 4. Fenotip merupakan karakter yang dapat diamati dalam suatu individu yang merupakan hasil persilangan suatu interaksi genotip dengan lingkungan tempat hidup dan berkembang (Corebima, 2003). Pada penelitian ini fenotip meliputi warna mata, faset mata, keadaan sayap dan warna tubuh. 5. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung dalam suatu makhluk hidup (Corebima, 2003). 6. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik (Corebima, 2003). 7. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik. 8. Perkawinan resiprok merupakan perkawinan kebalikan dari perkawinan yang semula dilakukan (Suryo, 1998). 9. Generasi F1 adalah turunan pertama dalam fertilisasi silang genetik (Campbell, 2002).
10. Sifat dominan merupakan satu sifat yang mengalahkan sifat yang lain (Corebima, 2003). 11. Sifat resesif merupakan sifat yang dikalahkan oleh sifat dominan (Corebima, 2003). 12. Hukum pilihan bebas Mendel menyatakan bahwa faktor -faktor yang menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain (Corebima, 2003).
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistematika
Menurut Strickberger (1962) sistematika dari Drosophila yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Filum
: Arthropoda
Anak filum
: Mandibulata
Induk kelas
: Hexapoda
Kelas
: Insekta
Anak kelas
: Pterygota
Bangsa
: Diptera
Anak bangsa : Cyclorrapha Induk suku
: Ephydroidea
Suku
: Drosophilidae
Marga
: Drosophila
Anak marga
: Sophophora
Spesies
: Drosophila melanogaster
D.
melanogaster
berkembangbiak secara
merupakan
seksual
dengan
individu cepat.
haploid
yang
Ukuran tubuh D.
melanogaster biasanya lebih kecil daripada ukuran tubuh betina dengan bagian ujung abdomen tubuhnya berwarna hitam. Dalam penelitian ini D. melanogaster yang digunakan adalah strain N, bdp dan bcl.
B. Hukum Pemisahan Bebas (Hukum Mendel I)
Volpe (1981) dalam Corebima (2003) menyatakan bahwa suatu sifat (satu pasang gen) memisah secara bebas dari sifat lainnya (pasangan gen lainnya) selama pembentukan gamet. Dalam hubungannya dengan Hukum pilihan bebas Mendel Ayala dkk. (1984) dalam Corebima (2003) menyatakan bahwa gen-gen (untuk karakter yang berbeda) diwariskan secara bebas satu sama lain.
Dari hasil percobaan dalam persilangan tanaman ercis, Mendel menemukan bahwa ada sifat yang menang terhadap sifat lain pada keturunan F1 dan sifat yang kalah akan muncul pada F2-nya. Dari kenyataan adanya ciri yang menang terhadap ciri yang lainnya, J. G Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-individu heterozigot, satu alela bersifat dominan dan satu alela yang lain bersifat resesif. Dari kenyataan bahwa ciri resesif bisa muncul pada keturunan F2 (hasil dari persilangan sifat heterozigot), J. G. Mendel menyimpulkan bahwa kedua faktor untuk tiap ciri tidak bergabung dalam cara apapun. Kedua faktor itu tetap berdiri sendiri selama hidupnya dan memisah pada saat pembentukan gamet-gamet. Dalam hubungan ini separuh gamet membawahi satu faktor, sedangkan separuhnya yang lain membawa faktor yang lainnya. (Corebima, 2003) Hukum Pemisahan Mendel mempunyai dua alela yang sama (homozigot), alel dominan diberi simbol huruf besar sedang alel resesif huruf kecil. Genotip adalah komposisi faktor keturunan (tidak tampak secara fisik). Fenotip adalah sifat yang tampak pada keturunan. Pada hibrida atau polihibrida berlaku prinsip berpasangan secara bebas. Ratio Fenotip (F2) pada persilangan monohibrid adalah 3: 1 (Hukum Dominasi penuh).
C. Hukum Pemilihan Bebas (Hukum Mendel II)
J.G. Mendel melakukan percobaan persilangan yang dewasa ini dikenal sebagai persilangan dihibrida. Pada percobaannya, tanaman ercis berbiji bulat kuning disilangkan tanaman berbiji keriput hijau. Ciri biji hasil persilangan (F1), seperti sudah diduga seluruhnya bulat dan hijau. Tetapi pada F2 muncul hasil yang menarik. Dari hasil persilangan F2, Mendel mempertimbangkan dua kemungkinan yaitu: (a) ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan bersama-sama, (b) ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bebas satu sama lain. Dalam hubungan ini apabila kemungkinan a benar, maka F2 hanya
dijumpai dua macam biji ( bulat kuning dan keriput hijau) dalam rasio 3:1 sesuai dengan Hukum Pemisahan Mendel. Akan tetapi jika yang benar adalah kemungkinan b, maka pada F2 akan dijumpai 4 macam ciri biji dalam rasio 9:3:3:1. Keempat ciri biji itu adalah bulat kuning, bulat hijau, keriput kuning dan keriput hijau. Atas dasar kenyataan ini J.G. Mendel menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain. Kesimpulan inilah yang merupakan pernyataan pada Hukum Pilihan Bebas Mendel(Corebima, 2003). Hukum Pilihan Bebas Mendel (Hukum Mendel II) ini disebut juga hukum asortasi. Menurut hukum ini, setiap gen dapat berpasangan secara bebas dengan gen lain. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet pada persilangan dihibrid. Pada Hukum kedua Mendel, dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Di dalam Corebima, (2003) dijelaskan bahwa hasil persilangan yang memenuhi Hukum Mendel II adalah persilangan dengan dua sifat beda (dihibridisasi) tetapi gen yang menentukan kedua sifat itu berada pada kromosom yang berbeda. Pemilihan bebas ini terjadi pada tahap metafase I pada siklus sel. Hukum Pilihan Bebas Mendel dengan dua sifat beda ini akan menghasilkan 4 macam fenotip berbeda dengan rasio 9:3:3:1.
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konseptual
Proyek ini dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀ bdp dan ♂N ><
♀ bcl beserta resiproknya. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sifat yang dimiliki oleh induk akan diwariskan pada keturunannya oleh adanya faktor gen-gen melalui gamet secara bebas
Persilangan Drosophila melanogaster
♂N >< ♀bdp dan
♂N >< ♀ bcl dan
resiproknya
resiproknya
Turunan pertama (F1) memiliki fenotip Normal, karena gen yang membawa sifat normal bersifat dominan, sedangkan turunan kedua (F2) mempunyai rasio 9:3:3:1
Analisis Data (Rekonstruksi kromosom tubuh dan uji Chi Square)
Pembahasan
Kesimpulan
B. Hipotesis
1. Fenotip yang muncul pada persilangan pertama (F1) dari persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀ bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya adalah ♂N dan ♀ N heterozigot. 2. H0: Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan D. melanogaster
♂N >< ♀ bdp dan resiproknya tidak menyimpang dari rasio Hukum Mendel II = 9:3:3:1 dengan strain N : b : dp : bdp H1: Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan D. melanogaster
♂N >< ♀ bdp dan resiproknya menyimpang dari rasio Hukum Mendel II = 9:3:3:1 dengan strain N : b : dp : bdp 3. H0: Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan D. melanogaster
♂N >< ♀ bcl dan resiproknya ttidak menyimpang dari rasio Hukum Mendel II = 9:3:3:1 dengan strain N : b : cl : bcl H1: Perbandingan rasio fenotip F2 pada persilangan D. melanogaster
♂N >< ♀ bcl dan resiproknya menyimpang dari rasio Hukum Mendel II = 9:3:3:1 dengan strain N : b : cl : bcl
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan dan Jenis Praktikum
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif observatif dimana pengamatan dilakukan secara langsung pada hasil F1 dan F2 hasil persilangan Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀ bdp dan
♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya. Dilakukan tiga kali ulangan untuk persilangan parental dan satu kali ulangan untuk persilangan F1. Pengamatan dilakukan pada masing-masing strain hasil F1 maupun F2 dan dianalisis fenomena yang terjadi.
B. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan proyek dimulai pada tanggal 8 Februari 2014 bertempat di gedung O5 Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang lantai 3 ruang Genetika 310
C. Populasi dan Sampel
Populasi
yang
digunakan
adalah
seluruh
populasi
Drosophila
melanogaster dengan sampel D. melanogaster strain N, bdp dan bcl yang disediakan oleh laboratorium.
D. Alat dan Bahan
Alat: - Bak plastik
- Blender
- Botol selai
- Cutter
- Gelas plastik
- Gunting
- Kain kasa
- Kertas label
- Kertas pupasi
- Kompor gas
- Mikroskop stereo
- Panci
- Pengaduk kayu
- Pisau
- Plastik
- Selang
- Selang ampul
- Spon
- Timbangan Bahan: - Drosophila melanogaster strain N, bdp dan bcl - Pisang rajamala - Tape singkong - Fermipan - Gula merah - Air
E. Prosedur Kerja Cara membuat medium:
1. Menimbang bahan berupa pisang, tape singkong, dan gula merah dengan perbandingan 7:2:1 untuk satu resep, yaitu 700 gram pisang, 200 gram tape singkong, dan 100 gram gula merah. 2. Memotong-motong gula merah dan pisang rajamala yang telah dikupas. 3. Membersihkan tape singkong dari serat-seratnya. 4. Memblender pisang dan tape singkong dengan menambahkan air secukupnya sampai halus, sementara gula merah yang telah dipotong potong dipanaskan dengan air sampai larut. 5. Setelah halus, adonan pisang dan tape singkong tersebut dimasukkan ke dalam panci ditambahkan dengan gula merah yang terlarut dan air secukupnya. 6. Adonan dimasak selama 45 menit untuk satu resep. Jika lebih dari satu resep, adonan dimasak selama satu jam. 7. Setelah 45 menit (atau satu jam), adonan medium dimasukkan ke dalam botol selai dan segera ditutup dengan spon.
8. Medium didinginkan. 9. 7 butir yeast ke dalam medium serta memberi kertas pupasi. 10. Setelah medium dalam botol selai sudah dingin, botol selai dibersihkan dari uap. Prosedur praktikum:
1. Pengamatan fenotip strain N, bdp, dan bcl a. Mengambil satu ekor D. melanogaster dari botol stok dan memasukkannya ke dalam plastik bening. b. Mengamati fenotip D. melanogaster menggunakan mikroskop stereo. Pengamatan meliputi warna mata, warna tubuh, dan keadaan sayap. c. Mencatat sebagai data 2. Peremajaan a. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium dan siap dipakai. b. Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster untuk setiap strain pada botol yang berbeda (untuk masing-masing strainnya). c. Memberi label pada botol sesuai strain dan tanggal peremajaan. d. Peremajaan dilakukan secara berkala untuk menyediakan stok selama proyek dilakukan. 3. Pengampulan a. Setelah muncul pupa hitam pada botol stok, pupa tersebut di ambil dengan menggunakan kuas kemudian di isolasi pada selang ampul yang telah diisi potongan pisang. b. Menunggu hingga pupa menetas menjadi imago. Usia imago yang dapat disilangkan maksimal 3 hari sejak pupa menetas. 4. Persilangan P1 a. Dari ampulan yang sudah menetas dipilih D. melanogaster strain
♀N disilangkan dengan ♂bdp, beserta resiproknya dan D. melanogaster strain ♀N disilangkan dengan ♂ bcl
beserta
resiproknya dan dimasukkan dalam botol dengan medium yang baru. Dengan catatan umur lalat yang digunakan untuk persilangan tidak lebih dari 2 hari setelah menetas.
b. Memberikan label jenis strain, jenis persilangan dan tanggal pada botol medium. c. Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas. d. Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru (di beri label B) begitu seterusnya hingga induk betina mati, minimal pemindahan sampai pada botol D. e. Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati fenotip yang muncul pada F 1. Pengamatan fenotip dilakukan selama 7 hari sejak hari pertama pupa menetas dan dihitung setiap harinya. 5. Persilangan F1 a. Mengampul dari F 1 sesuai dengan ulangannya. b. Menyilangkan hasil ampulan dengan catatan persilangan dilakukan dari ampulan botol yang sama pada medium baru. c. Memberikan label jenis strain, jenis persilangan dan tanggal pada botol medium. d. Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas. e. Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru (diberi label B) begitu seterusnya hingga induk betina mati, minimal pemindahan sampai pada botol D. f. Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati fenotip yang muncul pada F 2, mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-7 dan dihitung jumlah keturunan F 2.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah dengan menghitung dan mengamati fenotip F1 dan F2 masing-masing persilangan yang dilakukan sejak hari pertama sampai hari ke tujuh pupa menetas. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel pengamatan. Format tabel untuk pengamatan F1 adalah sebagai berikut:
Persilangan
Fenotip F1
Botol
Ulangan
Sex
1
2
3
A
B
C dst. Jumlah Format tabel untuk pengamatan F2 adalah sebagai berikut:
Persilangan Botol
Fenotip F2
Sex
Hari Ke1
2
3
4
5
6
7
A B C dst. Jumlah
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan melakukan rekonstruksi kromosom tubuh dan uji Chi square untuk mengetahui rasio perbandingan F1 dan F2 pada persilangan D. melanogaster stain ♂N >< ♀ bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya
BAB V DATA DAN ANALISIS DATA A. Data
1. Pengamatan Fenotip P1 a. Strain N (wild-type) -
Warna mata merah
-
Permukaan faset mata halus
-
Warna tubuh coklat
-
Sayap menutupi tubuh dengan sempurna
b. Strain bdp (black-dumpy) -
Warna mata merah
-
Permukaan faset mata halus
-
Warna tubuh hitam
-
Sayap tidak menutupi tubuh dengan sempurna dan ujungnya berlekuk
c. Strain bcl (black-clot ) -
Warna mata hitam
-
Permukaan faset mata halus
-
Warna tubuh hitam
-
Sayap menutupi tubuh dengan sempurna
2. Pengamatan fenotip F1 Keturunan F1 pada semua persilangan baik pada stain ♂N ><
♀ bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya menghasilkan keturunan berupa strain ♂N dan ♀ N. 3. Pengamatan Fenotip F2 Strain parental muncul pada keturunan F2 yaitu N, bdp, dan bcl. Namun pada keturunan F2 ini juga muncul strain b, dp dan cl. a. Strain b -
Warna mata merah
-
Faset mata halus
-
Warna tubuh hitam
-
Sayap menutupi tubuh dengan sempurna
b. Strain dp -
Warna mata merah
-
Faset mata halus
-
Warna tubuh coklat
-
Sayap tidak menutupi tubuh dengan sempurna dan ujungnya berlekuk.
c. Strain cl -
Warna mata hitam
-
Faset mata halus
-
Warna tubuh coklat
-
Sayap menutupi tubuh dengan sempurna.
4. Tabel Pengamatan F1 Terlampir 5. Tabel Pengamatan F2 Terlampir
B. Analisis data
1. Rekonstruksi Kromosom Tubuh a. Persilangan N♂ >< bdp♀ P1
: N♂ >< bdp♀
Genotipe
:
Gamet
: b+ dp+; b dp
F1
:
P2
: N ♀>< N♂
Genotip
:
Gamet
: b+ dp+, b+dp, b dp+, bdp ; b+ dp+, b+dp, b dp+, bdp
+ d+
+ d+
><
+ d+ d
(N heterozigot) rasio 100%
+ d+
+ d+
d
d
><
F2
♂ ♀
b+ dp+
b+ dp
b+ dp+
b+ dp
b dp+
(N)
(N)
(dp)
(N)
(N)
(N)
bdp
(N)
b dp+
(N)
(N)
(dp)
(b)
(b)
bdp
(dp)
(N)
(b)
(bdp)
Rasio fenotip F2 N: b: dp: bdp = 9:3:3:1
b. Persilangan N♀ >< bdp♂ P1
: N♀ >< bdp♂
Genotipe
:
Gamet
: b+ dp+; b dp
F1
:
P2
: N ♀>< N♂
Genotip
:
Gamet
: b+ dp+, b+dp, b dp+, bdp ; b+ dp+, b+dp, b dp+, bdp
+ d+
+ d+
><
+ d+ d
(N heterozigot) rasio 100%
+ d+
+ d+
d
d
><
F2
♂ ♀ b+ dp+ b+ dp b dp+ bdp
b+ dp+
(N)
(N) (N) (N)
b+ dp
(dp)
(N)
(N)
(dp)
b dp+
(N)
(N)
(b) (b)
Bdp
(dp)
(N)
(b)
(bdp)
Rasio fenotip F2 N: b: dp: bdp = 9:3:3:1
c. Persilangan N♀ >< bcl♂ P1
: N♀ >< bcl ♂
Genotipe
:
Gamet
: b+ cl+; b cl
F1
:
P2
: N ♀>< N♂
Genotip
:
Gamet
+ c+
+ c+
><
+ c+ c
(N heterozigot) rasio 100%
+ c+
+ c+
c
c
><
: b+ cl+, b+cl, b cl+, bcl ; b+ cl+, b+cl, b cl+, bcl
F2
♂ ♀ b+ cl+ b+ cl b cl+ bcl
b+ cl+
b+ cl
(N)
(N)
(N)
(N)
(N) (cl) (N) (cl)
b cl+
(N)
Genotipe
:
Gamet
: b+ cl+; b cl
F1
:
P2
: N ♀>< N♂
Genotip
:
+ c+
+ c+
><
+ c+ c
(b) (b)
(N heterozigot) rasio 100%
+ c+
+ c+
c
c
><
(N)
d. Persilangan N♀ >< bcl♂
: N♀ >< bcl♂
Rasio fenotip F2 N: b: dp: bcl = 9:3:3:1
P1
bcl
(cl)
(N)
(b)
(bcl)
Gamet
: b+ cl+, b+cl, b cl+, bcl ; b+ cl+, b+cl, b cl+, bcl
F2
♂ ♀ b+ cl+ b+ cl b cl+ bcl
b+ cl+
b+ cl
(N)
(N)
(N)
b cl+
(cl)
(N)
(N)
(b)
(cl)
(N)
(N)
(N)
bcl
(b)
(cl)
(N)
(b)
(bcl)
Rasio fenotip F2 N: b: dp: bcl = 9:3:3:1
2. Analisis Chi square ( x2) a. Data rata-rata hasil anakan F2 dari persilangan ♂bdp>< ♀N ulangan Persilangan
N ♀ dan N ♂ dari persilangan
♂bdp>< ♀N
jumlah
strain
N b dp bdp
jumlah
2
3
2.428571
17.57143
20
0.714286
2
2.714286
0.428571
6.285714
6.714285
1.142857
2
3.142857
4.714285
27.85714
32.57143
Persilangan
strain
Fo
fh
fo-fh
(fo-fh)*2
N ♀ dan N
N
20
18.32
1.68
2.8224
(fo-fh)*2 /fh 0.15406114
♂ dari
b
2.714286
6.11
-3.39571
11.53087
1.88721335
♂bdp><
dp
6.714285
6.11
0.604285
0.36516
0.05976438
♀N
bdp
3.142857
2.04
1.102857
1.216294
0.59622233
jumlah
32.57143
persilangan
2.6972612
Db = ∑ fenotip − 1 = 3 → 7,815
x hitung = 2.6972612, x tabel = 7,815 → < . Sehingga Ho diterima dan hipotesis penelitian ditolak, sehingga persilangan N ♀
dan N ♂ dari parental ♂ bdp>< ♀N menghasilkan fenotip F2 tidak menyimpang dari 9:3:3:1
b. Data rata-rata hasil anakan F2 dari persilangan ♀bdp>< ♂N ulangan persilangan
N ♀ dan N ♂ dari persilangan
♀bdp>< ♂N
jumlah
strain
N b dp
1
2
14.71429
19.71429
34.42858
1.857143
2.142857
4
7.428571
6
13.42857
3
4.285714
7.285714
32.14286
59.14287
bdp
27
jumlah
Persilangan strain
fo
fh
N ♀ dan N N
34.42858 33.268
fo-fh 1.161
(fo-fh)*2 1.347
(fo-fh)*2 /fh 0.04048773
♂ dari
4 11.089
-7.089
50.254
4.53187131
13.42857 11.089
2.340
5.474
0.49360517
7.285714
3.590
12.886
3.48648447
b
persilangan
♀bdp><
dp
♂N
bdp
3.696
59.14287
jumlah
8.55244869
Db = ∑ fenotip − 1 = 3 → 7,815
x hitung = 8.55244869, x tabel = 7,815 → > . Sehingga Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima, sehingga persilangan N ♀
dan N ♂ dari parental ♀ bdp>< ♂N menghasilkan fenotip F2 menyimpang dari 9:3:3:1 c. Data rata-rata hasil anakan F2 dari persilangan ♀bcl >< ♂N ulangan persilangan
N ♀ dan N
jumlah
strain
N
♂ dari
b
persilangan
cl
♀bcl >< ♂N
bcl
2
3
3.428571
9.285714
12.71429
0.857143
6.285714
7.142857
1
6.571429
7.571429
0.714286
7.714286
8.428572
6
29.85714
35.85714
jumlah
Persilangan strain
N ♀ dan N N ♂ dari
b
fo
fh
fo-fh
(fo-fh)*2
(fo-fh)*2 /fh
12.71429 20.170
-7.45571
55.588
2.755955
7.142857
0.419857
0.176
0.02622
6.723
persilangan
♀bcl >< ♂N
cl bcl jumlah
7.571429
6.723
0.848429
0.720
0.10707
8.428572
2.241
6.187572
38.286
17.08436
35.85714
19.9736
Db = ∑ fenotip − 1 = 3 → 7,815
x hitung = 19.9736,x tabel = 7,815 → > . Sehingga Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima, sehingga persilangan N ♀
dan N ♂ dari parental ♀ bcl >< ♂N menghasilkan fenotip F2 menyimpang dari 9:3:3:1 d. Data rata-rata hasil anakan F2 dari persilangan ♂bcl >< ♀N ulangan persilangan
jumlah
strain 1 N
N ♀ dan N ♂ dari
b
persilangan
cl
♂bcl >< ♀N
bcl jumlah
Persilangan strain
N ♀ dan N N ♂ dari
b
3
2.857143 14.42857 17.28571 1.428571 11.57143
13
1.571429 10.57143 12.14286 1.428571 11.71429 13.14286 7.285714 48.28572 55.57143
Fo
fh
fo-fh
(fo-fh)*2
(fo-fh)*2 /fh
17.28571 31.25893
-13.9732
195.2509
6.246243
13 10.41964
2.58036
6.658258
0.63901
persilangan
cl
♂bcl >< ♀ N
bcl jumlah
12.14286 10.41964
1.72322
2.969487
0.284989
13.14286 3.473215 9.669645
93.50203
26.92089
55.57143
34.09113
Db = ∑ fenotip − 1 = 3 → 7,815
x hitung = 34.09113,x tabel = 7,815 → > . Sehingga Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima, sehingga persilangan N ♀
dan N ♂ dari parental ♂ bcl >< ♀ N menghasilkan fenotip F2 menyimpang dari rasio 9:3:3:1
BAB VI PEMBAHASAN
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa hasil persilangan parental antara Drosophila melanogaster stain ♂N >< ♀ bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya menghasilkan strain normal yang bermata merah, bertubuh coklat dan sayap menutupi tubuh sempurna. Pemunculan strain normal pada F1 menunjukkan bahwa alel pembawa gen-gen normal dominan terhadap alel pembawa gen bdp dan gen bcl sehingga pada F1 muncul strain N yang bersifat heterozigot. Suatu karakter heterozigot adalah suatu karakter yang dikontrol oleh dua gen sepasang yang berlainan (Corebima, 2003). Pada persilangan antara F1 dihasilkan F2 yang memunculkan tipe parental N, bdp dan bcl serta muncul pula tipe rekombinan berupa b, dp dan cl. Hal ini dapat dijelaskan bahwa strain N heterozigot yang disilangkan akan akan menghasilkan pemisahan bebas dari alel-alel resesif yang sebelumnya tertutupi oleh alel dominan. Sehingga sifat yang sebelumnya tidak muncul pada hasil persilangan parental muncul pada persilangan kedua. Dalam persilangan ini, fenotip yang muncul mutlak dikendalikan oleh autosom, tidak ada peran serta dari gonosom. Hal ini dikarenakan gen pembawa sifat b, dp dan cl terletak pada kromosom tubuh dimana ketiganya terletak pada kromosom kedua (Gardner, 1991). Berdasarkan pemetaan kromosom Drosophila melanogaster oleh Klugh (2000), mutasi yang mengakibatkan black body terletak pada kromosom kedua lokus 48,5. Mutasi yang mengakibatkan perubahan sayap menjadi berlekuk (dp-dumpy wings) terletak pada kromosom kedua lokus 13,0 dan mutasi yang mengakibatkan perubahan warna mata menjadi coklat ( cl-clot eyes) terletak pada lokus 16,5 dan juga pada kromosom kedua. Akibat dari fenotip yang mutlak dikendalikan oleh kromosom autosom ini maka rekonstruksi kromosom berlaku sama pada resiproknya dimana perbedaan jenis kelamin tidak ada pengaruhnya. Fenomena keturunannya ( filial ) sama, tidak ada fenomena yang dikendalikan oleh gonosom.
Berdasarkan analisis data dari persilangan ♂bdp>< ♀N x hitung =
2.6972612, x tabel = 7,815 → < .
Sehingga
Ho
diterima
dan
hipotesis penelitian ditolak. Diterimanya H0 ini menunjukkan bahwa dari persilangan N ♀ dan N ♂ dari parental ♂ bdp>< ♀N menghasilkan fenotip F2 tidak menyimpang dari rasio 9:3:3:1. Hal ini memenuhi syarat Hukum Mendel II
yang berbunyi “Hukum pemilihan bebas menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain”. Pada Hukum kedua Mendel, dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas
tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain.
Gamet terbentuk setelah terjadi pemisahan pada anafase I. Terbentuknya empat macam gamet tersebut menunjukkan bahwa sepasang gen berdiri sendiri. Sebelum terjadi peristiwa pemisahan, diawali dengan peristiwa pemilihan bebas yang terjadi pada meiosis I tahap metafase I tepatnya pada saat penataan posisi kromosom pada bidang ekuator sel (Corebima, 2003). Volpe dalam Corebima, (2003) menyatakan bahwa suatu sifat (sepasang gen) memisah dari sifat (gen) lainnya selama pembentukan gamet. Di dalam Corebima, (2003) juga disebutkan bahwa pada banyak jenis tumbuhan atau hewan, peristiwa pemilihan bebas dan pemisahan berlan gsung selama pembelahan meiosis pertama. Peristiwa pemilihan bebas terjadi pada metafase I, sedangkan peristiwa pemisahan terjadi pada anafase I.
Berdasarkan analisis data dari persilangan ♀ bdp>< ♂N x hitung = 8.55244869, x tabel = 7,815 → > .
Sehingga
Ho
ditolak
dan
hipotesis penelitian diterima. Hal yang sama juga terjadi pada persilangan ♀bcl ><
♂N
dimana
persilangan
x hitung = 19.9736,x tabel = 7,815 → > dan
♂bcl ><
♀N
x hitung = 34.09113, x tabel = 7,815 → >
. Maka dari ketiga persilangan ini dapat disimpulkan bahwa fenotip F2 yang dihasilkan menyimpang dari rasio Hukum Mendel II yaitu 9:3:3:1. Penyimpangan ini kemungkinan terjadi karena berbagai macam faktor. Dari hasil analisis teoritis kemungkinan terjadinya penyimpangan rasio dari hukum Mendel
II ini dikarenakan terjadi peristiwa pindah silang (crossing over ) pada ketiga persilangan yg dilakukan. Pindah silang (crossing over ) merupakan fenomena dimana terjadi pemutusan dan penyambungan kembali yang diikuti oleh pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen (Corebima, 2003). Pindah silang merupakan peristiwa yang terjadi selama sinapsis dari kromosom-kromosom homolog pada zygoten dan pacyten dari profase I meiosis (Gardner, dkk:1984 dalam Corebima 2003). Gardner dkk (1984) menyatakan bahwa peristiwa pindah silang terjadi karena replikasi kromosom berlangsung selama interfase, maka peristiwa pindah silang terjadi pada tahap tetrad pasca replikasi pada saat tiap kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk empat kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog. Pindah silang terjadi karena adanya rekombinasi dari gen-gen yang terletak pada satu kromosom tubuh yang sama. D. melanogaster strain bdp terletak pada kromosom II yang merupakan kromosom tubuh. Pada pemetaan kromosom yang dilakukan oleh Klugh (2000) menunjukkan bahwa strain b dan strain dp yang merupakan strain rekombinan pada F2 terletak pada kromosom II. Begitu pula dengan D. melanogaster strain bcl yang terletak pada kromosom II dan menghasilkan F2 yaitu b dan cl yang juga terletak pada kromosom II.
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Fenotip
yang
muncul
dari
persilangan
pertama
Drosophila
melanogaster strain ♂N >< ♀ bdp dan ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya menghasilkan keturunan berupa strain ♂N dan ♀ N yang bersifat heterozigot. 2. Fenotip yang muncul dari persilangan kedua Drosophila melanogaster strain ♂N >< ♀ bdp dan resiproknya menghasilkan keturunan berupa strain N, bdp, b dan dp. Sedangkan fenotip yang muncul dari persilangan kedua ♂N >< ♀ bcl beserta resiproknya menghasilkan keturunan berupa strain N, bcl, b dan cl. 3. Hasil persilangan dari ♂bdp>< ♀N menghasilkan rasio fenotip F2 yang sesuai dengan Hukum Pemilihan bebas Mendel yakni 9:3:3:1.
Berbeda dengan resiproknya yaitu persilangan ♀ bdp><
♂N
menghasilkan rasio fenotip yang tidak sesuai atau menyimpang dari Hukum Pemilihan Bebas Mendel. 4. Hasil
persilangan
♀bcl
>< ♂N dan resiproknya keduanya
menghasilkan rasio fenotip F2 yang tidak sesuai dengan rasio fenotip Hukum Pemilihan Bebas Mendel 9:3:3:1. 5. Penyimpangan rasio yang terjadi kemungkinan karena terjadinya pindah silang (crossing over ).
B. Saran
1. Dalam melakukan penelitian mengenai Drosophila melanogaster ini dibutuhkan ketelitian, kesabaran dan ketekunan untuk selalu konsisten dalam melakukan semua prosedur penelitian. Terutama dalam peremajaan, pengampulan, persilangan, maupun dalam pengamatan hasil persilangan.
2. Faktor yang paling penting dalam melakukan penelitian ini terutama adalah kekompakan antar individu dalam kelompok agar didapatkan hasil yang efisien dengan waktuktu yang bisa efektif dimanfaatkan sebaik mungkin. 3. Dalam
melaksanakan
memperhatikan
penelitian
faktor-faktor
luar
juga yang
diharapkan dapat
peneliti
mempengaruhi
keberhasilan proyek seperti kebersihan dan kualitas medium. 4. Dalam
melaksanakan
penelitian,
peneliti
hendaknya
selalu
berkoordinasi dengan asisten pembimbing agar proyek berjalan dengan lancar dan tidak terjadi kesalahan penentuan fenomena.
DAFTAR RUJUKAN
Campbell, Neil A, dkk. 2002. Biologi Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Corebima, A. D. 2003. Genetika Mendel . Surabaya: Airlangga University Press Gardner, E.J. dkk. 1991. Priciples of Genetics. John Wiley dan Sons, New York Henuhili, Victoria dan Suratsih. 2003. Genetika (Common Texbook). Yogyakarta: Unversitas Negeri Yogyakarta Kimball, John W. Biologi. Jakarta: Erlangga Klugh, W.S & Clummings M.R. 2000. Consep of Genetic. Nre Jersey: Pretince Hall Inc. Strickberger, M. W. 1985. Genetics Third Edition. New York: Macmillan Pubishing Company Sulisetijono. 2010. Statistika. Malang : Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. Suryo. 1996. Genetika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Proyek Pendidikan Tenaga Guru. Yatim, Wildan. 1983. Genetika edisi 3. Bandung : Tarsito.
Lampiran Tabel Pengamatan F1
Persilangan
Fenotip F1 N
♀bdp>< ♂N
N
N
Botol
A
B
C
Sex
Fenotip F1 N
♂bdp>< ♀N
N
N
Botol
A
B
C
2
3
♂
37
20
33
90
♀
65
35
42
142
♂
28
18
20
66
♀
35
16
22
73
♂
13
6
27
46
♀
38
3
27
68
216
98
171
485
Sex
Ulangan
Fenotip F1 N
♀bcl >< ♂N
N N
Botol
A
B C
Jumlah
1
2
3
♂
-
44
24
68
♀
-
41
29
70
♂
-
-
38
38
♀
-
-
45
45
♂
-
-
-
♀
-
-
-
85
136
Jumlah
Persilangan
Jumlah
1
Jumlah
Persilangan
Ulangan
Sex
Ulangan
221
Jumlah
1
2
3
♂
-
10
9
19
♀
-
10
15
25
♂
-
-
-
♀
-
-
-
♂
-
-
-
♀
-
Jumlah
Persilangan
Fenotip F1
Botol
N
♂bcl >< ♀N
N
B
N
C
-
20
24
44
Ulangan
Sex
A
-
Jumlah
1
2
3
♂
14
-
17
31
♀
26
-
39
65
♂
-
-
-
♀
-
-
-
♂
-
-
-
♀
-
-
-
Jumlah
40
56
96
Tabel Pengamatan F2
S
Ulangan Botol
Fenotip F2 N
b 3
A
N♀ dan N♂ dari
dp
bdp
persilangan
♂bdp ><
N
♀N
2
A
b
dp
Sex
Hari Ke4
Jml
1
2
3
5 6
7
♂
0
6
14 12 4 5
3
44
♀
7
13 26 20 2 6
5
79
♂
0
0
2
1
0 2
0
5
♀
0
0
0
2
0 1
6
9
♂
0
1
8
4
0 3
0
16
♀
3
3
8
11 0 0
3
28
♂
0
2
0
2
0 0
0
4
♀
0
1
2
6
0 0
1
10
♂
6
0
4
1
0 0
0
11
♀
6
0
0
0
0 0
0
6
♂
0
0
2
1
0 0
0
3
♀
0
2
0
0
0 0
0
2
♂
0
0
0
1
0 0
0
1
♀
2
0
0
0
0 0
0
2
Rt2 ul
17.57143
2
6.285714
2
2.428571
0.714286
0.428571
bdp
♂
3
0
0
0
0 0
0
3
♀
4
0
0
1
0 0
0
5
31 28 66 62 6 17 18 228
Jumlah
S
Hari Ke-
Ulanga
Boto
Fenoti
Se
n
l
p F2
x
1
2
3
4
5
6
7
♂
1
5
11
11
4
7
8
47
♀
17
17
19
7
91
2
2
2
0
1 0 0
6
♂
1 5 0
0
6
♀
0
2
1
4
0
1
1
9
♂
0
3
4
7
3
0
0
17
♀
3
5
6
11
0
0
0
25
♂
0
2
3
4
1
0
0
10
♀
6
4
3
4
1
1
1
20
♂
3
16
5
7
5
1
1
38
♀
7
19
15
9
3
8
4
65
♂
0
1
0
1
1
1
0
4
♀
1
1
2
1
4
0
0
9
♂
0
10
4
4
0
1
0
19
♀
6
8
8
5
1
3
2
33
♂
1
2
1
1
1
0
0
6
♀
4
4
2
1
3
0
1
15
♂
1
11
2
3
1
3
3
24
♀
4
4
5
4
0
0
2
19
♂
0
2
2
4
0
0
0
8
♀
0
2
3
1
3
1
0
10
♂
0
3
1
2
0
1
0
7
♀
1
1
4
1
2
3
0
12
♂
0
1
2
1
2
1
0
7
♀
2
0
3
2
0
1
1
9
N
b 2
A dp
bdp
N
N♀ dan b
N♂ dari persilang
A
an ♀bdp
dp
>< ♂N bdp 1
N
b B
1.142857
dp
bdp
Jml
Rt2 ul
19.714 29 2.1428 57 6 4.2857 14 14.714 29 1.8571 43 7.4285 71 3 6.1428 57 2.5714 29 2.7142 86 2.2857 14
5 5
Jumlah
S
Ulangan Botol
Fenotip F2 N
b 2
A
N♀ dan
cl
bcl
N♂ dari persilangan
N
♀bcl >< ♂N
b 3
A
cl
bcl
Sex
Ulangan Botol
persilangan
Fenotip F2 N
1
10 9
4 2
4 3
3 0
Hari Ke-
510
Jml
2
3
4
5
6
7
♂
2
5
1
1
1
4
0
14
♀
0
1
7
0
1
1
0
10
♂
0
2
0
0
0
0
0
2
♀
1
0
0
0
0
3
0
4
♂
0
3
0
0
1
2
0
6
♀
0
0
0
0
0
1
0
1
♂
0
1
0
0
1
0
0
2
♀
0
2
0
0
1
0
0
3
♂
5
7
6
3
5
2
0
28
♀
7
6
4
8
5
4
3
37
♂
2
4
3
7
4
2
0
22
♀
4
2
4
3
5
3
1
22
♂
3
4
4
5
3
4
1
24
♀
2
5
6
3
4
2
0
22
♂
3
6
4
2
5
3
2
25
♀
5
3
4
7
5
2
3
29
Rt2 ul
3.4285 71 0.8571 43 1 0.7142 86 9.2857 14 6.2857 14 6.5714 29 7.7142 86
34 51 43 39 41 33 10 251
N♀ dan N♂ dari
10 6
1
Jumlah
S
12 5
A b
Hari KeSex 1
2
3
4
5
Rt2 6
7
Jml
Ulanga n
♂
3
3
0
2
0
1
0
9
♀
1
4
4
0
2
0
0
11
2.8571 43
♂
1
0
3
1
0
0
0
5
1.4285