GADUH GELISAH Definisi Keadaan gaduh gelisah atau agitasi adalah peningkatan aktivitas mental dan motorik seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan. Keadaan gaduhgelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatrik, bukan karena frekuensinya yang cukup tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk orang-orang dan benda-benda. 1.1.3
Etiologi Kondisi gaduh gelisah dapat disebabkan oleh :
1. Psikosis ( fungsional maupun organik ).
Psikosis Fungsional : Psikosis reaktif, Skoizofrenia,
amok dsb). Psikosis Organik : Delirium, demensia, psikosis berhub.dg zat,
manik depresif,
psikosiskrn ggg metabolik, psikosis krn trauma kepala maupun infeksi pada otak, dsb). 2. Kecemasan Akut dengan/tanpa Panik. 3. Kebingungan post konvulsi. 4. Reaksi disosiasi & keadaan fugue. 5. Ledakan amarah/temper tantrum. Keadaan gaduh gelisah bukanlah suatu diagnosis dalam arti kata yang sesungguhnya, akan tetapi hanya menunjuk kepada suatu keadaan tertentu. Biasanya keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi salah satu jenis psikosis. a. Psikosis karena gangguan mental organic (delirium) Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah karena delirium menunjukkan kesadaran yang menurun. Istilah sindrom otak organic menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah. Penyakit badaniah itu yang menyebabkan gangguan fungsi otak. Penyebab itu mungkin terletak di dalam tengkorak atau otak sendiri dan karenanya menimbulkan kelainan patologi-
anatomis ( misalnya meningoensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intracranial). Mungkin juga terletak di luar otak (misalnya tifus abdominalis, pneumonia, malaria, uremia, keracunan atropine/kecubung atau alcohol) dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosis atau keadaan gaduh gelisah tetapi tidak ditemukan kelainan pada otak sendiri. b. Skizofrenia dan gangguan skizotipal Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi suatu psikosis yang tidak berhubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada gangguan mental organik. c. Gangguan psikotik akut dan sementara Timbul mendadak tidak lama sesudah terjadi stress psikologis yang dirasakan hebat sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak, jelas dan tiba-tiba, misalnya kematian seseorang ataupun bencana. d. Skizofrenia Bila kesadaran tidak menurun dan terdapat inkoherensi serta afek emosi yang inadekuat, tanpa frustasi atau konflik yang jelas. Diagnosis diperkuat apabila terdapat disharmoni antara beberapa aspek kepribadian seperti proses berpikir, afek-emosi, psikomotorik dan kemauan. Yang paling sering adalah episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh gelisah katatonik. e. Psikosis bipolar Pada psikosis bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya, tetapi pasien memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang. Dia merasa gembira luar biasa (efori), psikomotor meningkat, logorea dan lekas tersinggung/marah. f. Amok Yaitu keadaan gaduh gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh factor sosio budaya. Efek “malu” (pengaruh sosiobudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode “meditasi” atau suatu tindakan ritualistic, maka mendadak ia bisa bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi sangat agresif dan destruktif. Kesadarannya menurun atau berkabut, lalu diikuti keadaan amnesia total atau sebagian. Gejala
Keadaan gaduh-gelisah biasanya timbul akut atau subakut. Gejala utama adalah psikomotorik yang sangat meningkat. Orang itu banyak sekali berbicara, berjalan mondar – mandir, tidak jarang ia berlari – berlari dan meloncat – loncat bila keadaan itu berat. Gerakan tangan dan kaki serta ajuk (mimik) dan suaranya cepat dan hebat. Mukanya kelihatan bingung, marah-marah atau takut. Ekspresi ini mencerminkan gangguan afek-emosi dan proses berpikir yang tidak realistik lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan sering terdapat waham curiga. Tidak jarang juga timbul halusinasi penglihatan (terutama pada sindrom otak organik yang akut) atau halusinasi pendengaran (terutama pada skizofrenia). Karena gangguan berpikir ini, serta waham curiga dan halusinasi (lebih – lebih bila halusinasi itu menakutkan), maka pasien menjadi sangat bingung, gelisah dan gaduh. Ia bersikap bermusuhan dan mungkin menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri dan/atau lingkungannya. Ia dapat melukai diri sendiri atau mengalami kecelakaan maut dalam kegelisahan yang hebat itu. Jika waham curiganya keras atau halusinasinya sangat menakutkan, maka ia dapat menyerang orang lain atau merusak barang – barang di sekitarnya. Bila orang dalam keadaan gaduh-gelisah tidak dihentikan atau dibuat tidak berdaya oleh orang – orang di sekitarnya untuk mengamankan si pasien maupun lingkungannya, maka ia akan kehabisan tenaga dengan segala akibatnya atau ia meninggal karena kecelakaan. Tergantung pada gangguan primer, maka kesadaran dapat menurun secara “kuantitatif” (tidak compos mentis lagi) dengan amnesia sesudahnya (seperti pada sindrom otak organik yang akut), atau kesadaran itu tidak menurun, akan tetapi toh tidak normal, kesadaran itu “berubah” secara kualitatif (seperti pada psikosis skizofrenia dan bipolar). Seperti pada semua psikosis, maka individu dalam keadaan gaduh-gelisah itu sudah kehilangan kontak dengan kenyataan: proses berpikir, afek-emosi, psikomotor dan kemauannya sudah tidak sesuai lagi dengan realitas. Psikomotor meningkat a. b. c. d. e.
Banyak bicara Mondar-mandir Lari-lari Loncat-loncat Destruktif
f. Bingung Afek/emosi excitement a. b. c. d. e.
Marah-marah Mengancam Agresif Ketakutan Euphoria
Penanganan Pasien dalam episode kekerasan tidak memperhatikan campur tangan rasional dari orang lain dan kemungkinan tidak mendengarkan mereka. Jika memiliki senjata, pasien tersebut secara khusus berbahaya dan mampu untuk membunuh. Pasien tersebut harus dilucuti senjatanya dan kalau bisa tanpa membahayakan
pasien tersebut. Hal ini sebaiknya dilakukan oleh aparat
keamanan yang terlatih. Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang aman. Beberapa pasien perlu dipindahkan ke unit forensik karena beratnya potensi kekerasan mereka. Medikasi yang spesifik diberikan jika diindikasikan, kecuali diperlukan tindakan non spesifik untuk memodifikasi perilaku sampai penyebabanya dipastikan dan terapi psesifik dimulai. Pemakaian medikasi adalah dikontraindikasikan pasien yang teragitasi akut yang menderita cidera kepala, karena medikasi dapat membingungkan gambaran klinis. Pada umumnya, haloperidol intramuskular (IM) adalah salah satu terapi gawat darurat yang paling bermanfaat untuk pasien psikotik yang melakukan kekerasan. Terapi elektrokonvulsif (ECT) juga telah digunakan dalam ruang gawat darurat untuk mengendalikan kekerasan psikotik. Satu atau beberapa kali ECT dalam beberapa jam biasanya mengakhiri suatu episode kekerasan psikotik. Psikoterapi Dalam intervensi psikiatri gawat darurat, semua usaha dilakukan untuk membantu pasien
mempertahankan
harga
dirinya.
Empati
adalah
penting
untuk
penyembuhan pasien psikiatri. Pengetahuan yang diperlukan adalah bagaimana
biogenetik, situasional, perkembangan dan eksistensial berkumpul pada satu titik dalam riwayat penyakit untuk menciptakan kegawat daruratan psikiatri adalah seruppa untuk kematangan keterampilan pada dokter psikiatri. Untuk keadaan kegawatdaruratan psikiatri, diperlukan lebih dari satu orang psikiater. Dan tidak ada prosedur yang baku untuk setiap orang, karena masingmasing orang memiliki kerentanan yang berbeda dan proses psikoterapi yang berbeda. Farmakoterapi Indikasi utama untuk pemakaian medikasi psikotropik diruang gawat darurat adalah perilaku kekerasan atau menyerang, kecemasan atau panik yang masif, dan reaksi ekstrapiramidalis, seperti distonia dan akathisia sebagai efek samping dari obat psikiatri. Suatu bentuk yang jarang dari distonia adalah laringospame, dan dokter psikiatri harus siap untuk mempertahankan jalan nafas yang terbuka dengan intubasi jika diperlukan. Orang yang paranoid atau dalam keadaan luapan katatonik memerlukan trankuilisasi. Ledakan kekerasan yang episodik berespon terhadap lithium (Eskalith), penghambat-beta, dan carbamazepine (Tegretol). Jika riwayat penyakit mengarahkan suatu gangguan kejang, penelitian klinis dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan suatu pemeriksaan dilakukan untuk memastikan penyebabnya. Jika temuan adalah positif, antikonvulsan adalah dimulai, atau dilakukan pembedahan yang sesuai (sebagai contohnya, pada massa serebral). Untuk intoksikasi akibat zat rekreasional, dilakukan tindakan konservatif mungkin adekuat. Pada beberapa keadaan, obat-obat seperti thiothixene (Navane) dan Haloperidol (Haldol), 5-10 mg setiap setengah sampai satu jam diperlukan sampai pasien distabilkan. Benzodiazepine digunakan sebagai pengganti atau sebagai tambahan antipsikotik (untuk menurunkan dosis antipsikotik). Jika obat reaksional memiliki sifat antikolinergik yang kuat, maka benzodiazepine lebih tepat dibandingkan antipsikotik. Orang dengan respon alergik atau menyimpang terhadap antipsikotik atau benzodiazepine diobati dengan sodium amobarbital (Amytal) (sebagai contohnya, 130 mg oral atau IM), paraldehyde, atau diphenhydramine (Benadril, 50 sampai 100 mg oral atau IM).
Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif ditenangkan dengan sedatif atau antipsikotik yang sesuai. Diazepam (Valium), 5-10 mg, atau lorazepam (Ativan), 2-4 mg, dapat diberikan intravena (IV) perlahan-lahan sampai 2 menit. Klinisi harus memberikan medikasi IV dengan sangat berhati-hati, sehingga henti pernafasan tidak terjadi. Pasien yang memerlukan medikasi IM dapat disedasi dengan haloperidol, 5-10 mg IM, atau dengan chlorpromazine (Thorazine), 25 mg IM. Jika kemarahan disebabkan oleh alkohol atau sebagai bagian dari gangguan psikomotor pascakejang, tidur yang ditimbulkan oleh medikasi IV dengan jumlah relatif kecil dapat berlangsung selama berjam-jam. Saat terjaga, pasien seringkali sepenuhnya terjaga dan rasonal dan biasanya memiliki amnesia lengkap untuk episode kekerasan. Jika kemarahan adalah bagian dari proses psikotik yang sedang berlangsung dan kembali setelah medikasi IV menghilang, medikasi kontinu dapat diberikan. Kadang-kadang lebih baik menggunakan dosis IM atau oral kecil dengan interval ½ sampai 1 jam–sebagai contohnya, Haloperidol 2-5 mg, diazepam 10 mg– sampai pasien terkendali dibandingkan dengan menggunakan dosis besar pada awalnya dan menghentikannya dengan pasien yang mengalami overmedikasi. Saat perilaku pasien yang terganggu telah dikendalikan, dosis yang semakin kecil dan lebih jarang dapat diberikan. Selama terapi pendahuluan, tekanan darah pasien dan tanda vital lainnya harus dimonitor. Transkuilisasi cepat. Medikasi antipsikotik dapat diberikan dalam cara cepat dengan interval 30-60 menit untuk mencapai hasil terapetik yang secepat mungkin. Prosedur ini bermanfaat bagi pasien yang teragitasi dan pasien yang dalam keadaan tereksitasi. Obat yang dipilih untuk trankuilisasi cepat adalah haloperidol dan antipsikotik potensi tinggi lainnya. Pada orang dewasa 5-10 mg Haloperidol peroral atau IM dan diulangi dalam 20-30 menit sampai pasien menjadi tenang. Beberapa pasien mungkin mengalami gejala ekstrapiramidal ringan dalam 24 jan pertama setelah transkuilisasi cepat. Walaupun keadaan ini jarang, tetapi dokter psikiatri harus bisa mengatasinya. Dan keadaan ini biasanya terjadi sebelum diberikan dosis total 50 mg. Tujuan dari pemberian ini bukanlah untuk proses sedasi atau somnolensi.
Tetapi agar pasien mampu bekerja sama dalam proses pemeriksaan dan dapat memeberikan penjelasan tentang perilaku teragitasi. Pasien yang teragitasi atau panik dapat diobati dengan dosis kecil lorazepam, 2-4 mg IV atau IM yang dapat diulangi jika diperlukan dalam 20-30 menit sampai pasien ditenagkan Kegawatan ekstrapiramidal berespon terhadap benztropine (Cogetin) 2 mg peroral atau IM, atau diphenhydramine 50 mg IM atau IV. Beberapa pasien berespon terhadap diazepam 5-10 mg peroral atu IV. Pengikatan Pengikatan digunakan jika pasien sangat berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain karena memiliki ancaman yang sangat parah yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain. Pasien dapat diikat secara sementara untuk mendapatkan medikasi atau untuk periode yang lama jika medikasi tidak dapat digunakan. Paling sering, pasien yang diikat menjadi tenang setelah beberapa waktu. Pada tingkat psikodinamika, pasien tersebut mungkin menerima pengendalian impuls yang diberikan oleh pengikatan. Fiksasi adalah upaya yg dilakukan petugas untuk membatasi perilaku pasien supaya tidak mencedarai diri sendiri maupun orang lain. Fiksasi dapat dilakukan dengan 3 cara : 1) Fiksasi Psikologis : menarik perhatian pasien dg melakukan penerimaan yg menyenangkan, memberi perhatian terhadap masalahnya, mencoba menenteramkan, atau memberi solusi sementara. Dalam hal ini seluruh perhatian pasien ditarik oleh petugas sehingga melupakan kegelisahannya. 2) Fiksasi Farmakologis/ Medikasional : dengan pemberian obat-obatan yg berefek menenangkan atau Sedatif-Hipnotik. 3) Fiksasi Fisik/Mekanis : dengan melakukan pengikatan atau memasukkan dalam ruang Isolasi (Isolasi/Seclution) Fiksasi mekanis pada pasien gaduh gelisah: a. Fiksasi digunakan untuk penjagaan/perawatan pasien. agar jangan melukai diri sendiri, menyerang orang lain atau merusak barang. b. Harus dilakukan dengan mengingat, kenyamanan pasien tak terganggu, pemberian makanan & obat tetap dapat berlangsung.
c. Penjelasan kepada pasien penanggung jawab pasien d. Seharusnya memakai alat yang telah disiapkan secara standar (Pengikat kulit yang paling aman/bukan tali). Metode Fiksasi/ pengikatan: a. Gunakan petugas terlatih sebanyak 3 – 5 orang. b. Jelaskan pada pasien meengapa hrs diikat. c. Seorang petugas hrs selalu terlihat pasien dan menenteramkan untuk menghilangkan rasa takut, ketidakberdayaan & hilangnya kendali pasien d. Pasien diikat dg tungkai terpisah, satu lengan diikat di satu sisi & lengan lain di atas kepala. e. Pengikatan harus dilakukan sedemikian rupa shg cairan IV dapat diberikan jika perlu. f. Kepala pasien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan rentan & menghindari kemungkinan aspirasi. g. Pengikatan harus diperiksa berkala demi keamanan & kenyamanan pasien h. Setelah pasien diikat, dimulai intervensi terapi. i. Setelah pasien terkendali, satu ikatan sekali waktu hrs dilepas dg intervel 5 menit, sampai pasien hanya memiliki dua ikatan (di kaki). Ke dua ikatan lainnya harus dilepas bersamaan. j. Selalu mencatat dengan lengkap alasan pengikatan, perjalanan terapi & respon pasien terhadap terapi selama pengikatan.
Peran Keluarga Mencegah Kekambuhan 1. Memotivasi pasien, mendukung tumbuhnya harapan 2. Pemberian obat dan pengawasan minum obat 3. Menjadi pendengar yang baik 4. Memberi tanggung jawab dan kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan 5. Dapat mengontrol ekspresi emosi keluarga, mengurangi tekanan pada klien
Cara Keluarga Mengontrol Gaduh Gelisah 1. Mengajarkan klien menarik nafas dalam 2. Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang tidak disukai klien 3. Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu, sholat, berdoa 4. Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien ke rumah sakit jiwa terdekat. sebelum dibawa usahakan dan utamakan keselamatan diri klien dan penolong
Kesimpulan Gaduh gelisah merupakan salah satu dari kegawat daruratan dalam bidang psikiatri, sehingga perlu penanganan secepatnya Penyebab gaduh gelisah terdapat lima macam yakni a. Psikosis ( fungsional maupun organik ). Psikosis Fungsional : Psikosis reaktif, Skoizofrenia,
manik depresif,
amok dsb). Psikosis Organik : Delirium, demensia, psikosis berhub.dg zat, psikosiskrn ggg metabolik, psikosis krn trauma kepala maupun infeksi pada otak, dsb).
b. Kecemasan Akut dengan/tanpa Panik. c. Kebingungan post konvulsi. d. Reaksi disosiasi & keadaan fugue. e. Ledakan amarah/temper tantrum. Penanganan gaduh gelisah bisa melalui farmakoterapi maupun psikoterapi. Psikoterapi dilakukan untuk membantu pasien mempertahankan harga dirinya, penangannya sangat individualis. Farmakoterapi pada orang dewasa 5-10 mg Haloperidol peroral atau IM dan diulangi dalam 20-30 menit sampai pasien menjadi tenang.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kemenkes RI, 2010. KMK No. 1627 tentang Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatri. 2. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC 3. Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 4. Maramis. W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.