ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)
HANIFAH NURHAYATI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT HANIFAH NURHAYATI, Analysis of Green Open Space Requirement Based on Oxygen Demand (Case Study: Semarang City). Supervised by YON SUGIARTO. Land use change from vegetation area to urban area disturbs the ecological balance of the city, for example the needs for oxygen and climatic conditions of the city. This study aims to determine the coverage area of green open space required in Semarang in 2015, 2020 and 2025 based on oxygen needs and to assess the influences of green open space changes in Semarang toward the climatic conditions. Analysis in this study uses the equation Gerarkis. The results showed that the Semarang currently has a wide open green space area of 15621 Ha or 42% of Semarang. In 2020, green open spaces in the city of Semarang is predicted to be 14804 Ha. The decreasing of green open space in Semarang has impacts on climate condition such as the increasing of average air temperature, decreasing of average relative air humidity, decreasing of rainfall intensity and decreasing of solar radiation.
Keywords: Land use change, Green open space, Oxygen, Climate condition.
ABSTRAK HANIFAH NURHAYATI, Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Dibimbing oleh YON SUGIARTO. Alih fungsi lahan dari kawasan bervegetasi menjadi kawasan terbangun menganggu keseimbangan ekologi kota, misalnya terhadap kebutuhan oksigen dan kondisi iklim kota. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan Kota Semarang tahun 2015, tahun 2020 dan tahun 2025 berdasarkan kebutuhan oksigen serta untuk mengkaji pengaruh perubahan luas ruang terbuka hijau Kota Semarang terhadap keadaan iklim kota. Analisis pada penelitian ini menggunakan persamaan Gerarkis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Semarang saat ini memiliki luas ruang terbuka hijau 15621 Ha atau 42% dari luas Kota Semarang. Pada tahun 2020, ruang terbuka hijau Kota Semarang diprediksi seluas 14804 Ha. Pengurangan luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang dari tahun ke tahun berdampak pada iklim Kota Semarang yaitu terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata, penurunan kelembaban relatif udara rata-rata, penurunan intensitas curah hujan rata-rata dan penurunan radiasi surya rata-rata yang sampai ke permukaan Kota Semarang. Kata kunci: Alih fungsi lahan, Ruang terbuka hijau, Oksigen, Kondisi iklim.
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)
HANIFAH NURHAYATI G24080013
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Analisis
Kebutuhan
Ruang
Terbuka
Hijau
Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang) Nama
: Hanifah Nurhayati
NIM
: G24080013
Menyetujui, Pembimbing
Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc NIP. 19740604 199803 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
Berdasarkan
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Tidak lupa sholawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Semoga ajarannya selalu menerangi kehidupan ini. Penulis menyadari keterlibatan banyak pihak dalam penyelesaian penelitian ini, baik itu yang memberikan masukan, kritik maupun bantuan material dan spiritual. Karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak dan Ibu tercinta, Mbak Lis dan keluarga, Mbak Santi dan keluarga, serta seluruh keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan, perhatian, kesabaran dan pengorbanannya, semoga Allah SWT membalas dengan surga-Nya 2. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc atas segala bentuk bantuan, saran, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan 3. Bapak Dr. Ir. Impron, M. Agr, M.Sc dan Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si sebagai dosen penguji dalam tugas akhir atas saran dan nasihat yang telah diberikan 4. Seluruh dosen dan staff departemen Geofisika dan Meteorologi IPB 5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang yang telah memberikan bantuan berupa informasi dan data pendukung dalam penelitian ini 6. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang dan Pusat atas pemberian data pendukung dalam penelitian ini 7. Saudara seperjuangan GFM 45 atas persaudaraan, persahabatan, kerjasama dan dukungan yang luar biasa selama ini, khususnya Ferdy Aprihatmoko, Fauzan Nurrachman, dan Aulia Maharani yang telah membantu dalam mendapatkan data serta proses pengolahan data penelitian. 8. Seluruh mahasiswa departemen Geofisika Meteorologi atas persahabatan dan kerjasamanya 9. Seluruh teman-teman dari MAN 2 Kudus angkatan 2008, terimakasih atas dukungan dan doanya, khususnya Dewi Masitoh dan Khusnul Syarifah yang telah membantu dalam mendapatkan data penelitian 10. Teman-teman TPB dari asrama putri A2 lorong 5 (Fennyka, Mely, Dede, Rini, Putri, Sari, Sofi, Hera dkk), B25, B26 atas persaudaraaan dan persahabatannya 11. Teman-teman kost Lukita (Mbak Siska, Eka, Nunung, Deti, Tiche, Nivi, Rosma) dan Wismaku (Aulia, Dora, Diyah, Ari, Ditta) atas bantuan semangat dan doanya. 12. Teman-teman dari Keluarga Kudus Bogor atas persaudaraan, kerjasama, doa dan dukungannya. 13. Teman-teman dari Global Citizen Corps (GCC) Indonesia, Youth Care About The Orphans (Dewa, Fida, Fella, Ketty, Sintong, Dicky, Maria, Farrah, Ratna Dila, Dody, Fitra, Dilla Pera, Mirna, Nae, Putri), Indonesian Climate Student Forum (Hijaz, Edo, Wengky, Noya, Ima, Ocha, Zia, Mani, Dissa, Santi dkk), serta Earth Hour Bogor 2012 (Ruri, Emod, Sarah, Citra, Dewi, dkk) atas persahabatan, persaudaraan, dan dukungannya selama ini. 14. Adik-adik asuh dari panti asuhan Permata Hati dan anak-anak didik dari SDN 1, SDN 3, dan SDN 4 Darmaga, terima kasih atas kekeluargaan, kebahagiaan dan keceriaannya. 15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebut satu per satu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juni 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hanifah Nurhayati, lahir di Desa Pasir, Kabupaten Demak, Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1989 dan merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara dari Bapak Sunarto dan Ibu Martini. Tahun 2008 penulis lulus dari MA Negeri 2 Kudus dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada Departemen Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa serta Informasi dan Komunikasi tahun 2010-2012, dan anggota Gentra Kaheman divisi angklung dan rampak sekar tahun 2008-2009. Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Sudi Kasus Kota Semarang), dibimbing oleh Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xi I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ...................................................................... 2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)........................................................ 2.3 Tipe Ruang Terbuka Hijau (RTH) ................................................................................ 2.4 Bentuk dan Kriteria Ruang terbuka Hijau (RTH) ......................................................... 2.5 Pengaruh RTH terhadap Keadaan Iklim ....................................................................... 2.6 Luasan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Pemenuhan Oksigen..................................
2 2 3 3 4 4
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................................... 3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................................. 3.3 Metodologi Penelitian .................................................................................................. 3.3.1 Jenis Data .......................................................................................................... 3.3.2 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 3.3.3 Pengolahan Data ................................................................................................
5 5 5 5 5 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Kota Semarang ..................................................................... 4.1.1 Letak Geografis dan Topografis ........................................................................ 4.1.2 Iklim .................................................................................................................. 4.1.3 Hidrologi ............................................................................................................ 4.1.4 Permasalahan Kota Semarang ........................................................................... 4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Semarang .................... 4.2.1 Ruang Terbuka Hijau ......................................................................................... 4.2.2 Kebutuhan Oksigen ........................................................................................... 4.2.3 Kebutuhan Luas RTH ....................................................................................... 4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan Iklim Kota Semarang.............................................
7 7 8 8 9 12 12 13 16 17
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 19 5.2 Saran ............................................................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 20 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 21
ix
DAFTAR TABEL 1.
Halaman Bentuk dan kriteria komponen ruang terbuka hijau .......................................................... 4
2.
Kebutuhan oksigen berdasarkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakar minyak ............................................................................................................................... 6
3.
Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km2) ...................................................... 8
4.
Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota Semarang tahun 1985-2025 ....................................................................... 13
5.
Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025 ................................................................................................................. 14
6.
Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 1990-2025 ........................................................................................................................... 14
7.
Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025 ........................................................................................................................... 15
8.
Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025 .................. 15
9.
Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 1990-2025 ........................................................................................................................... 16
x
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman Peta topografi Kota Semarang tahun 1999 ......................................................................... 7
2.
Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang .................................................................... 8
3.
Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang .................................................. 8
4.
Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang .................................................. 10
5.
Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang ................................................................ 11
6.
Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang .................................................................. 12
7.
Peta penggunaan lahan di Kota Semarang .......................................................................... 13
8.
Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 ................................................................................................................. 17
9.
Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 ................................................................................................ 18
10. Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 ................................................................................................................ 18 11. Grafik radiasi surya rata-rata dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 ........................................................................................................................... 18
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Halaman Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (°C) Kota Semarang Tahun 1990-2007 ................... 22
2.
Data Kelembaban Relatif Udara Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007 ................................................................................................................ 23
3.
Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Kota Semarang Tahun 19902007 ................................................................................................................................. 24
4.
Data Radiasi Surya Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007................. 25
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh sejumlah orang atau masyarakat dimana mereka saling bersosialisasi dan melakukan aktivitas sehari-harinya. Kota juga sebagai pusat berbagai aktivitas manusia baik fisik maupun spiritual. Padatnya penduduk di suatu perkotaan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan kota tersebut. Semakin tinggi jumlah penduduk maka kebutuhan penduduk akan tempat tinggal juga semakin bertambah. Hal ini diperparah dengan maraknya pembangunan fisik kota. Kedua hal tersebut memiliki kecenderungan untuk mengurangi keberadaan ruang terbuka hijau pada suatu kota. Menurut Saratri (1998) dalam Putro (2009) pertumbuhan penduduk yang tinggi di perkotaan menyebabkan meningkatnya masalah-masalah sosial, ekonomi dan perkembangan kota, misalnya peningkatan pengangguran, peningkatan kriminalitas, peningkatan pencemaran, menjamurnya pedagang kaki lima, penurunan kualitas permukiman, dan menyebarnya kemacetan lalu lintas. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang No. 7 Tahun 2007, Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat sosial ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH nonalami atau binaan seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. RTH memiliki fungsi penting bagi kelestarian lingkungan dan kenyamanan masyarakat yaitu dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Secara sosialbudaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan sarana rekreasi. Semarang sebagai kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat khususnya dalam bidang pembangunan. Telah ditetapkan bahwa Semarang memiliki Rencana Pembangunan Jangka Pendek yaitu dalam kurun waktu 5 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang yaitu dalam kurun waktu 20 tahun. Sejalan dengan itu pertambahan penduduk juga semakin meningkat. Wilayah pinggiran kota mempunyai pertumbuhan penduduk yang lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Hal ini ditunjang dengan adanya peningkatan akses ke pusat kota (Santoso et al. 2009). Peningkatan jumlah penduduk daerah perkotaan menimbulkan tekanan yang besar terhadap sumberdaya dan lingkungan perkotaan. Salah satu dampak yang timbul akibat peningkatan jumlah penduduk adalah terjadinya konversi lahan yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai vegetasi berubah menjadi ruang pemukiman dan sarana pendukung kegiatan di perkotaan, seperti: industri, perdagangan dan jalan raya. Menurut Setyawati dan Sedyawati (2010) konsentrasi penduduk di bagian wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan tejadinya peningkatan polusi udara di Kota Semarang. Kota Semarang merupakan kota pantai beriklim tropis kering dipengaruhi kondisi lautan. Keadaan cuaca panas terik merupakan problem lingkungan di Kota Semarang. Permasalahan lingkungan terutama kondisi iklim mikro di perkotaan tidak terlepas dari keberadaan RTH. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai studi pengembangan RTH Kota Semarang terutama dalam pemenuhan kebutuhan oksigen bagi penduduk kota serta untuk mengatasi pencemaran udara yang cenderung meningkat. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menentukan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan Kota Semarang tahun 2015, tahun 2020 dan tahun 2025 yang akan datang berdasarkan kebutuhan oksigen untuk memberikan kenyamanan bagi penduduk kota 2. Mengkaji pengaruh perubahan luas ruang terbuka hijau Kota Semarang terhadap keadaan iklim kota.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) Definisi mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangatlah beragam, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, dituliskan bahwa ruang terbuka hijau perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan pada pertimbangan dapat terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan keselamatan bangunan gedung dengan lingkungan di sekitarnya. Disamping itu, juga mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungan di sekitarnya. Sebagai bagian dari rencana tata ruang, maka kedudukan RTH akan menjadi penentu keseimbangan lingkungan hidup dan lingkungan binaan. Rencana tata ruang menjadi landasan dalam mengantisipasi pesatnya perkembangan ruang-ruang terbangun, yang harus diikuti dengan kebijakan penyediaan ruang terbuka (Samsudi 2010). 2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Wilayah Perkotaan, dengan tujuan sebagai berikut : a. Meningkatkan lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan b. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat Peranan RTH bagi pengembangan kota adalah sebagai berikut : a. Alat pengukur iklim amplitude (klimatologis). Penghijauan memperkecil amplitude variasi yang lebih besar dari kondisi udara panas ke kondisi udara sejuk b. Penyaring udara kotor (protektif). Penghijauan dapat mencegah terjadinya pencemaran udara yang berlebihan oleh adanya asap kendaraan, asap buangan industri dan gas beracun lainnya c. Sebagai tempat hidup satwa. Pohon peneduh tepi jalan sebagai tempat hidup satwa burung/unggas d. Sebagai penunjang keindahan (estetika). Tanaman ini memiliki bentuk teksur dan warna yang menarik e. Mempertinggi kualitas ruang kehidupan lingkungan. Ditinjau dari sudut planologi, penghijauan berfungsi sebagai pengikat dan pemersatu elemen-elemen (bangunan) yang ada disekelilingnya. Dengan demikian, dapat tercipta lingkungan yang kompak dan serasi. Adapun manfaat RTH di wilayah perkotaan antara lain sebagai berikut : a. Memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan sebagai paru-paru kota b. Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota c. Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah d. Sebagai tempat hidup satwa dan plasma nutfah e. Sebagai resapan air guna menjaga keseimbangan tata air dalam tanah, mengurangi aliran air permukaan, menangkap dan menyimpan air, menjaga keseimbangan tanah agar kesuburan tanah tetap terjamin f. Sirkulasi udara dalam kota g. Sebagai tempat sarana dan prasarana kegiatan rekreasi.
3
2.3 Tipe Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pembentukan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) disesuaikan dengan bentang alam berdasarkan aspek biogeografis dan struktur ruang kota serta estetika. Pembentukan RTHKP sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 ayat (1) mencerminkan karakter alam dan/atau budaya setempat yang bernilai ekologis, historik, panorama yang khas dengan tingkat penerapan teknologi. Jenis RTHKP meliputi: a. Taman kota b. Taman wisata alam c. Taman rekreasi d. Taman lingkungan perumahan dan permukiman e. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial f. Taman hutan raya g. Hutan kota h. Hutan lindung i. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah j. Cagar alam k. Kebun raya l. Kebun binatang m. Pemakaman umum n. Lapangan olah raga o. Lapangan upacara p. Parkir terbuka q. Lahan pertanian perkotaan r. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET) s. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian u. Kawasan dan jalur hijau v. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara w. Taman atap (roof garden) 2.4 Bentuk dan Kriteria Ruang Terbuka Hijau (RTH) Beberapa karakteristik dari ruang terbuka hijau dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu : luasan ruang terbuka hijau, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa RTH minimal harus memiliki luasan 30% dari luas total wilayah, dengan porsi 20% sebagai RTH publik. Bentuk ruang terbuka hijau, ada dua bentuk RTH yaitu bentuk jalur atau memanjang dan bentuk pulau atau mengelompok. RTH berbentuk jalur biasanya mengikuti pola ruang yang
berdampingan, misalnya jalur hijau di pinggir atau di median jalan, jalur hijau di sempadan sungai, jalur hijau sepanjang rel kereta api, jalur hijau dibawah SUTET, dan sabuk hijau kota. RTH yang berbentuk mengelompok seperti taman, hutan kota, tempat pemakaman umum, pengaman bandara, dan kebun raya. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 ayat (1), elemen vegetasi atau tanaman merupakan unsur yang dominan dalam RTH. Vegetasi dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbukan dari daun, bunga maupun buahnya. Untuk memaksimalkan fungsi RTH, hendaknya dipilih tanaman berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul. Aspek hortikultural sangat penting dipertimbangkan dalam pemilihan jenis tanaman untuk RTH. Selain itu guna menunjang estetika urban desain, pemilihan jenis vegetasi untuk RTH juga harus mempertimbangkan aspek arsitektural dan artistik visual. Beberapa persyaratan bagi vegetasi yang ditujukan untuk RTH adalah : a. Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota b. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar) c. Cepat tumbuh dan mempunyai umur yang panjang d. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang e. Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah f. Dahan dan ranting tidak mudah patah, buah tidak terlalu besar g. Tidak gugur daun (serasah yang dihasilkan sedikit) h. Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap i. luka akibat benturan mobil mudah sembuh j. Tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri k. Tahan terhadap gangguan fisik l. Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
4
m. Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat n. Mempunyai bentuk yang indah o. Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada p. Kompatibel dengan tanaman lain q. Serbuk sarinya tidak bersifat alergis daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhan indah/artistik, baik ditinjau dari bentuk, warna, tekstur maupun aromanya r. Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal. Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional. 2.5 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan Iklim Salah satu masalah yang cukup merisaukan masyarakat adalah berkurangnya kenyamanan akibat meningkatnya suhu udara. Untuk mengatasi itu, RTH dibangun (dengan pola penghijauan tanaman pohon) agar pada siang hari tidak terlalu panas
akibat banyaknya perkerasan seperti jalan, jembatan, bangunan dan sebagainya. Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuh sinar matahari, keadaaan cuaca dan posisi lintang, sehingga pada kawasan perumahan penghijauan RTH akan menciptakan iklim mikro(Grey and Deneke dalam Setyowati 2008). . Vegetasi berpengaruh terhadap iklim dan kenyamanan suatu kota. Vegetasi mampu meredam sinar matahari meskipun tidak secara langsung menurunkan suhu udara karena vegetsi menyerap sinar matahari untuk proses fotosintesis dan efek bayangan yang oleh vegetasi mampu menghalangi pemanasan permukaan di bawah vegetasi. Fungsi vegetasi selain memberikan efek bayangan dan meredam sinar matahari juga dapat berperan sebagai “windbreak” yang dapat mengurangi kecepatan angin (Kurnia et al. 2010) 2.6 Luasan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pemenuhan Oksigen Ruang terbuka hijau yang penuh dengan pohon sebagai paru-paru kota merupakan produsen oksigen yang belum tergantikan fungsinya. Peran pepohonan yang tidak
Tabel 1 Bentuk dan kriteria komponen ruang terbuka hijau Kriteria
Hutan Kota
1
Sasaran
Kawasan konservasi
2
Fungsi Penting
No
Hidrologis dan Ameliorasi iklim Pohon dengan tajuk dan perakaran intensif
3
Vegetasi
4
Intensitas Manajemen
Rendah
5
Status Pemilik
Umum
Pengelola
Dinas Kehutanan atau Perorangan
6
Sempa dan Sungai dan Pantai Kawasan konservasi dan Pertanian tanaman keras
Lereng/Bukit/ Gunung
Taman Kota
Jalur Hijau Kota
Halaman dan Pekarangan
Kawasan Industri dan Pusat Kegiatan
Jalan dan Kawasan konservasi
Jalan dan Kawasan Konservasi
Pemukiman
Perlindungan setempat dan hidrologi
Hidrologi, Ameliorasi iklim dan komersial
Estetika dan Produksi oksigen
Ameliorasi iklim
Pohon dengan tajuk dan perakaran intensif
Pohon dengan tajuk dan perakaran intensif
Tanaman Hias
Tumbuhan semua strata
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Tinggi
Umum dan Pribadi Dinas Pekerjaan Umum atau Pertamanan
Umum dan Pribadi
Umum dan Pribadi
Umum
Pribadi
Dinas Pertamanan atau Pribadi
Pertamanan atau Pribadi
Dinas Pertamanan
Pribadi
(Sumber: Fakultas Kehutanan IPB 1987 dalam Muis 2005)
Produksi Oksigen dan tujuan komersial Buahbuahan, tanaman hias atau lainnya
5
dapat digantikan yang lain adalah berkaitan dengan penyediaan oksigen bagi kehidupan manusia. Menurut Wisesa (1988) dalam Muis (2005), setiap satu hektar ruang terbuka hijau diperkirakan mampu menghasilkan 0.6 ton oksigen guna dikonsumsi 1500 penduduk per hari, sehingga dapat bernafas dengan lega. Kebutuhan oksigen yang dimaksud adalah oksigen yang digunakan oleh manusia, ternak dan kendaraan bermotor. Untuk mengetahui kebutuhan oksigen disuatu areal perkotaan maka perlu mengetahui jumlah penduduk yang ada. Kebutuhan oksigen untuk manusia dapat dihitung dengan asumsi bahwa manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanan dan menggunakan sekitar 600 liter oksigen dan memproduksi sekitar 480 liter CO2 (Wisesa 1988 dalam Muis 2005). Luasan RTH yang dibutuhkan oleh suatu kota dapat ditentukan berdasarkan kebutuhan oksigen dari manusia, ternak dan kendaraan bermotor dengan menggunakan persamaan Gerarki dengan asumsi bahwa suplai oksigen hanya dilakukan oleh tanaman.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian mengenai analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen ini dilakukan di Kota Semarang dari bulan Februari sampai Maret 2012. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Kota Semarang, Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Semarang tahun 2010-2030, Citra Landsat Kota Semarang, Data iklim Kota Semarang tahun 1990-2007, Data jumlah penduduk, ternak dan kendaraan bermotor Kota Semarang tahun 1990-2010. Peralatan yang digunakan yaitu seperangkat komputer, Microsoft Word, Microsoft Excel, Software Er Mapper, Software ArGIS dan alat tulis. 3.3 Metodologi Penelitian 3.3.1 Jenis Data Data yang dikumpulkan yaitu: Bentuk dan tipe ruang terbuka hijau Citra satelit Kota Semarang Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, ternak serta kendaraan bermotor
Data iklim: suhu udara, radiasi matahari, kelembabaan relatif, dan curah hujan Peraturan perundangan tentang ruang terbuka hijau
3.3.2 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Teknik dan prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Observasi Observasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran fisik kondisi Kota Semarang, terutama mengenai kondisi fisik keberadaan ruang terbuka hijau dan kendaraan bermotor di Kota Semarang. 2. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan data sekunder sehingga dapat digunakan sebagai pembanding hasil observasi dan sebagai bahan pustaka untuk menunjang keberhasilan penelitian ini. 3.3.3 Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang saat ini telah sesuai berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan kondisi iklim mikro kota Semarang yang mempengaruhi kenyamanan kota. 1. Penentuan Luas Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Peraturan atau UndangUndang Analisis kebutuhan luas ruang terbuka hijau kawasan kota dapat menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Dalam kebijakan tersebut disebutkan bahwa yang termasuk dalam ruang terbuka hijau yaitu taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan perkantoran, taman hutan raya, hutan kota, hutan lindung, bentang alam (gunung, bukit, lereng, dan lembah), cagar alam, kebun raya, kebun binatang, pemakaman umum, lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir terbuka, lahan pertanian kota, jalur dibawah tegangan tinggi, sempadan sungai/pantai/bangunan/rawa, jalur pengaman jalan, kawasan dan jalur hijau, daerah peyangga lapangan udara, dan taman atap. Luas ruang terbuka hijau kawasan perkotaan (RTHKP) minimal 30% dari luas kawasan perkotaan.
6
2. Penentuan Luas Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen Pohon atau tumbuhan dapat menyerap karbondioksida melalui proses fotosintesis dan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis dari rumus: E + 6CO2+ 12H2O →C2H12O6 + 6O2 + 6H2O 264 g 216 g 180 g 192 g 108 g Berdasarkan proses fotosintesis tersebut, Gerakis (1974) dalam Muis (2005) mengembangkan suatu persamaan berikut ini,
Kemudian dikembangkan oleh Wijayanti (2003) dalam Muis (2005) yaitu sebagai berikut: Lt
=
Keterangan: Lt : Luas RTH pada tahun t (m2) Xt, Pt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun t Yt, Kt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun t Tt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun t 54 : Konstanta yang menunjukkan 1m2 luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman perhari 0.9375 : Konstanta yang menunjukkan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah setara dengan produksi oksigen 0.9375 gram.
c. Kebutuhan oksigen per hari tiap orang adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari atau 0.86 kg/hari (White et al. 1959 dalam Muis 2005). d. Kebutuhan oksigen oleh hewan ternak yaitu 1.70 kg/hari untuk sapi dan kerbau, 2.86 kg/hari untuk kuda, 0.31 kg/hari untuk kambing dan domba, serta 0.17 kg/hari untuk unggas (Muis 2005). e. Suplai oksigen hanya dilakukan oleh tanaman dan tidak ada upaya penambahan luasan RTH f. Pertumbuhan penduduk, ternak dan kendaraan bermotor konstan. Kebutuhan oksigen untuk kendaraan bermotor dihitung berdasarkan konsumsi bahan bakar minyak (bensin dan solar) oleh tiap-tiap jenis kendaraan bermotor per harinya, yaitu sepeda motor dan kendaraan penumpang menggunakan bensin, sedangkan bus dan kendaraan beban menggunakan solar. Untuk kebutuhan oksigen tiap 1 kg bensin yaitu 2.77 kg dan untuk 1 kg solar yaitu 2.88 kg (Muis 2005). Konsumsi bensin oleh sepeda motor sebesar 1.5 liter/hari dan kendaraan penumpang sebesar 25 liter/hari. Sedangkan konsumsi solar oleh bus sebesar 50 liter/hari dan kendaraan beban sebesar 40 liter/hari (Christina 2012). Untuk menghitung populasi penduduk, ternak, dan kendaraan bermotor dari tahun 2015 hingga 2025 digunakan rumus bunga berganda (Muis 2005), yaitu:
Pt+x = Pt (1+r)x Keterangan: Pt+x : Jumlah penduduk pada tahun (t+x) Pt : Jumlah penduduk pada tahun (t) r : Rata-rata persentase pertambahan jumlah penduduk x : Selisih tahun
Asumsi: a. Pengguna oksigen hanya manusia, ternak dan kendaraan bermotor, sedangkan jumlah hewan peliharaan dan ternak yang relatif kecil diabaikan dalam perhitungan. b. Jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dalam wilayah studi dianggap sama setiap hari. Tabel 2 Kebutuhan oksigen berdasarkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakar minyak kebutuhan BBM Kebutuhan O2 Kebutuhan jenis kendaraan tiap 1kg BB O2/hari liter/hari kg/hari Sepeda motor
1.5
1.10
2.77
3.03
Kendaraan penumpang
25
18.25
2.77
50.55
Kendaraan beban
40
29.20
2.88
84.10
Bus
50
36.50
2.88
105.12
(Sumber: Christina 2012 dan hasil perhitungan)
7
Rata-rata persentase pertambahan jumlah penduduk dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut (Muis 2005):
r= Keterangan: t1 : Jumlah penduduk tahun ke-1 t2 : Jumlah penduduk tahun ke-2 Rumus bunga berganda juga dapat digunakan untuk memprediksi jumlah ternak dan kendaraan bermotor untuk masingmasing jenisnya dengan menggunakan data jumlah dan laju pertumbuhan pada tahun sebelumnya. 3. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Keadaan Iklim Mikro Analisis mengenai pengaruh keberadaan luas ruang terbuka hijau terhadap iklim Kota Semarang dilakukan dengan membandingkan antara data luas ruang terbuka hijau dan iklim Kota Semarang saat ini dengan data luas ruang terbuka hijau dan iklim Kota Semarang tahun-tahun sebelumnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Kota Semarang 4.1.1 Letak Geografis dan Topografis Kota Semarang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah (Gambar 1) yang
terletak antara 6º 50' - 7º 10' Lintang Selatan dan 109º 50' - 110º 35' Bujur Timur. Sedangkan Ketinggian Kota Semarang terletak antara 0 sampai 348 meter di atas permukaan laut. Kota Semarang mempunyai keadaan geografis yang unik karena dikenal istilah Semarang atas dan Semarang bawah. Semarang atas mempunyai keadaan geografis yang berbukit-bukit. Sedangkan Semarang bawah merupakan dataran rendah yang luas. Wilayah Kota Semarang memiliki batasbatas sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak. Luas wilayah Kota Semarang sebesar 373.70 km2 dan merupakan 1.15% dari total luas daratan Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan. Secara lengkap luas wilayah masing-masing kecamatan di Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 1 Peta topografi kota Semarang tahun 1999 (Sumber: RIWRD 2001).
8
Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km2)
(Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010)
4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan muson timur. Bulan November hingga Mei angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah hujan tinggi dan kelembaban relatif tinggi. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Bulan Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim kemarau, karena
Gambar 2 Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang
membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah curah hujan dan kelembaban lebih rendah. Curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 2180 mm per tahun. Suhu rata-rata bulanan yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah berkisar antara 26.5°C hingga 28.5 °C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari minimum 71% pada bulan September ke maksimum 83% pada bulan Januari. Radiasi sinar matahari yang sampai hingga permukaan Kota Semarang bervariasi dari 50% pada bulan Januari sampai 87% pada bulan September (Gambar 2 & 3). 4.1.3 Hidrologi Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai-sungai yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang yang bermata air di Gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Debit Kali Garang merupakan 53.0 % dari debit total, kali Kreo 34.7 % dan Kali Kripik 12.3 %. Oleh karena
Gambar 3 Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang
(Sumber: BMKG Kota Semarang tahun 1990-2007)
9
Kali Garang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan (Bapeda 2010). 4.1.4 Permasalahan Kota Semarang Permasalahan di Kota Semarang tak jauh berbeda dengan permasalahan kota-kota besar lain di Indonesia. Masalah perkotaan yang umum menurut Sundari (2005) antara lain masalah yang berkaitan dengan : a. Perusakan alam, meliputi pencemaran air sungai di dalam kota dan penyempitan ruang hijau b. Perusakan nilai historis kota c. Prioritas diberikan pada kendaraan bermotor, bukan pejalan kaki d. Konsenstrasi di pusat kota, pertumbuhan yang cepat di pinggir kota, pemangunan yang tidak beraturan and menyebar serta memperpanjang jarak tempuh Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah. Salah satu permasalahan lingkungan yang sangat menonjol antara lain adalah terjadinya alih fungsi lahan dari tegalan menjadi lahan terbangun untuk kawasan permukiman, terutama lereng-lereng perbukitan antara 815% bahkan di beberapa tempat pada lereng sekitar 25%. Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti, pertanian, perumahan ataupun industri. Sekitar 1200 Ha lahan di Semarang bawah (Pantura Semarang) berada di bawah permukaan air laut (Semarang Barat Utara, Semarang Barat, Genuk) sehingga rob dan banjir sangat sering terjadi di wilayah ini . Sebagaimana diatur di dalam Perda Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 - 2010 telah ditetapkan kawasan yang berfungsi lindung dan kawasan yang berfungsi budidaya sebagian besar terletak di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung setempat adalah kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan waduk, dan sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana merupakan kawasan yang
mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan tanah. Kegiatan budidaya dikembangkan dalam alokasi pengembangan fungsi budidaya. Pada Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2010-2030 ditetapkan bahwa kota Semarang yang terdiri dari 10 Bagian Wilayah Kota (BWK) disetiap BWK harus ada titik-titik pusat lingkungan yang bertujuan untuk menjaga dan mengawasi kegiatan pembangunan di tiap-tiap BWK agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (Gambar 4 & 5).
10
Gambar 4 Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang (Sumber: Bapeda 2010).
11
Gambar 5 Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang (Sumber: Bapeda 2010).
12
4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Semarang 4.2.1 Ruang Terbuka Hijau Penentuan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan kebutuhan oksigen di Kota Semarang sangat bergantung pada kondisi RTH di Kota Semarang saat ini dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kota Semarang. Sesuai dengan RUTRK Kota Semarang tahun 2010 ditetapkan bahwa saat ini RTH di Kota Semarang sebesar ±15621 Ha (42%) terdiri dari RTH privat ±3737 Ha (10%) dan RTH publik ±11884 Ha (32%). Penataan dan alokasi RTH di Kota Semarang ditujukan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan, perlindungan tata air, menciptakan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan, serta sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih. RTH di Kota Semarang terdiri dari taman kota, taman lingkungan perumahan dan perkantoran, hutan lindung, cagar alam, pemakaman umum, lapangan olah raga, lahan pertanian, sempadan sungai, sempadan
rawa, sempadan pantai, lapangan udara, kawasan dan jalur hijau. RTH Kawasan hutan konservasi merupakan RTH yang mendominasi di wilayah Kota Semarang (Gambar 6), yaitu sebagai berikut: a. Kecamatan Tembalang 806 Ha b. Kecamatan Mijen 5115 Ha c. Kecamatan Banyumanik 960 Ha d. Kecamatan Ngaliyan 976 Ha e. Kecamatan Gunungpati 5214 Ha Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373.70 km2 atau 37370 Ha. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, standar RTH yang didasarkan atas persentase luas area dan jumlah penduduk suatu wilayah yaitu 4060% dari total wilayah harus dihijaukan. Pada tahun 2010 persentase luas RTH Kota Semarang mencapai 42%, nilai ini berada dalam kisaran nilai yang ditetapkan. Akan tetapi dalam penyebarannya, RTH Kota Semarang hanya terpusat di wilayah Semarang atas yang secara topografis merupakan daerah dataran tinggi dan kawasan konservasi, sedangkan wilayah Semarang bawah yang merupakan pusat kota dan daerah pantai utara Jawa memiliki luasan RTH yang kecil (Gambar 7).
Gambar 6 Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang(Sumber: RIWRD 2001).
13
Gambar 7
Peta penggunaan lahan di Kota Semarang (Sumber: Citra Landsat 11 Mei 2010 path/row 120/65)
sebanyak 1146931 jiwa dan tahun 2010 mencapai 1527433 jiwa dengan rata-rata persentase pertambahan penduduk 1.6% per tahun. Pertambahan jumlah penduduk yang paling pesat terjadi antara tahu 1994-1995 dengan persentase pertambahan penduduk 4.7%. Rumus bunga berganda, dapat digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun yang akan datang yaitu sesuai dengan target penelitian ini, dari tahun 2015 sampai 2025. Serta dengan asumsi A. Kebutuhan Oksigen oleh Penduduk Kota bahwa kebutuhan oksigen perhari tiap orang Semarang adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari atau Berdasarkan data dari Badan Pusat 0.864 kg/hari maka dapat dihitung kebutuhan Statistik Kota Semarang Tahun 1990-2010, oksigen penduduk Kota Semarang. tahun 1990 jumlah penduduk Kota Semarang Berdasarkan data proyeksi jumlah kebutuhan Tabel 4 Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota Semarang tahun 1985-2025 Jumlah Penduduk Kebutuhan Oksigen Kebutuhan Oksigen Tahun (Jiwa) (liter/hari) (kg/hari) 4.2.2 Kebutuhan Oksigen Segala aktivitas kehidupan membutuhkan oksigen (O2). Manusia, hewan ternak dan kendaraan bermotor merupakan konsumen oksigen dalam jumlah yang sangat besar. Konsumsi oksigen oleh manusia dan hewan ternak yaitu untuk proses metabolisme dan pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh, sedangkan kendaraan bermotor mengkonsumsi oksigen untuk proses pembakaran bahan bakarnya.
1985
1096271
0.66 x 109
0.95 x 106
1990
1146931
0.69 x 109
0.99 x 106
1995
1232931
0.74 x 109
1.07 x 106
2000
1309667
0.79 x 109
1.13 x 106
2005
1419478
0.85 x 109
1.23 x 106
2010
1527433
0.92 x 109
1.32 x 106
2015
1635237
0.98 x 109
1.41 x 106
2020
1750649
1.05 x 109
1.51 x 106
2025
1874207
1.12 x 109
1.62 x 106
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1985-2010 dan hasil perhitungan)
14
oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota Semarang dari tahun 1985 sampai 2025 (Tabel 4), jumlah penduduk Kota Semarang cenderung mengalami tren peningkatan yang relatif konstan yaitu 1.6 % per tahun atau 8 % per lima tahun sehingga kebutuhan oksigen penduduk Kota Semarang turut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. B. Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan Bermotor Kota Semarang Konsumen terbesar oksigen selain manusia adalah kendaraan bermotor sehingga penting juga untuk diperhitungkan. Besarnya kebutuhan oksigen oleh kendaraan bermotor per hari dapat ditentukan dari jumlah konsumsi bahan bakar (bensin dan solar) per hari. Kota Semarang yang tergolong kota besar mempunyai konsumsi BBM total per tahun sekitar 115477 kiloliter (Handajani 2009) Prinsip kerja kendaraan bermotor adalah
pengapian, proses pembakaran bahan bakarnya menggunakan oksigen. Untuk menghitung kebutuhan oksigen oleh kendaraan bermotor maka perlu diketahui jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang ada di Kota Semarang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun 1990-2010, jenis kendaraan bermotor di Kota Semarang dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: kendaraan bus, kendaraan beban (truk) , kendaraan penumpang (mobil dinas, mobil pribadi, taksi, mikrolet) dan sepeda motor (Tabel 5). Jumlah kendaraan bermotor Kota Semarang mengalami peningkatan yang sangat besar dari tahun ke tahun yaitu sebesar lebih dari 10% per tahun. Berdasarkan data proyeksi jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan kendaraan bermotor di Kota Semarang dari tahun 1990 sampai 2025 dapat diketahui bahwa pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat besar dari tahun ke
Tabel 5 Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 19902025 Tahun
Bus
Kendaraan Beban
Kendaraan Penumpang
Sepeda Motor
1990
240
902
10950
48109
1995
769
1217
19090
74580
2000
244
904
22353
82490
2005
530
732
22190
93073
2010
443
913
46784
119019
2015
804
948
75609
154207
2020
1457
983
122195
199798
2025
2644
1021
197484
258869
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)
Tabel 6 Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 1990-2025 Kebutuhan Oksigen Kendaaraan (kg/hari)
Total (kg/hari)
Tahun
Kendaraan Penumpang
Kendaraan Bus
Kendaraan beban
Sepeda Motor
1990
553550
25229
75855
145922
0.80 x 106
1995
965047
80837
102345
226212
1.37 x 106
2000
1130000
25649
76023
250205
1.48 x 106
2005
1121760
55714
61558
282304
1.52 x 106
2010
2365048
46568
76780
361002
2.85 x 106
2015
3822241
84468
79683
467733
4.45 x 106
2020
6177265
153212
82697
606018
7.02 x 106
2025
9983305
277905
85824
785188
11.13 x 106
15
tahun menyebabkan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan juga turut meningka. Tahun 1990 kebutuhan oksigen kendaraan bermotor sebesar 0.80 x 106 kg/hari dan pada tahun 2010 meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 2.85 x 106 kg/hari, sedangkan prediksi di tahun 2025 meningkat sangat drastis hingga mencapai 11.13 x 106 kg/hari (Tabel 6). C. Kebutuhan Oksigen oleh Hewan Ternak Kota Semarang Populasi hewan ternak di Kota Semarang yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: populasi kerbau dan sapi sebesar 2951 ekor, populasi kuda nol,
populasi kambing dan domba sebesar 27783 ekor, populasi unggas sebesar 1309801 ekor. Jumlah hewan ternak Kota Semarang pada tahun yang akan datang (2015, 2020 dan 2025) diprediksi dengan rumus bunga berganda (Tabel 7) . Berdasarkan data jumlah hewan ternak tersebut dan dengan menggunakan data hasil penelitian yang telah ada mengenai besarnya konsumsi oksigen hewan ternak maka dapat dihitung jumlah kebutuhan oksigen hewan ternak di Kota Semarang. Jumlah hewan ternak Kota Semarang cenderung mengalami tren peningkatan yaitu 3.2% per tahun sehingga kebutuhan oksigen penduduk Kota Semarang turut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 8).
Tabel 7 Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025 Tahun
Kerbau dan Sapi
Kuda
Kambing dan Domba
Unggas
1990
11470
164
30076
782591
1995
10132
186
27355
2169933
2000
10674
203
32439
5108257
2005
5965
79
20239
787463
2010
2951
0
27783
1309801
2015
2278
0
28428
2602752
2020
1758
0
29088
5172020
2025
1357
0
29764
10277504
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2007 dan hasil perhitungan)
Tabel 8 Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025 Kebutuhan Oksigen Ternak (kg/hari) Tahun
Total (kg/hari)
Kerbau dan Sapi
Kuda
Kambing dan Domba
1990
19523
304
9441
130724
0.16 x 106
1995
17245
345
8587
362466
0.39 x 106
2000
18168
377
10183
853283
0.88 x 106
2005
10153
147
6353
131538
0.15 x 106
2010
5023
0
8722
218789
0.23 x 106
2015
3877
0
8924
434764
0.45 x 106
2020
2992
0
9131
863934
0.88 x 106
2025
2309
0
9343
1716754
1.73 x 106
Unggas
16
4.2.3 Kebutuhan Luas RTH Menentukan kebutuhan luas RTH berdasarkan kebutuhan oksigen suatu kota dapat digunakan pendekatan metode Gerarkis (1974) yang memperhitungkan kebutuhan ruang terbuka hijau dari tiga konsumen oksigen utama yaitu manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak. Hasil perhitungan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen Kota Semarang disajikan dalam Tabel 9. Hasil perhitungan kebutuhan luas RTH berdasarkan kebutuhan oksigen menunjukkan bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota Semarang cenderung meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahun 1990 sampai 2010 kebutuhan oksigen Kota Semarang meningkat lebih dari dua kali lipat yaitu dari 1.95 x 106 kg/hari meningkat menjadi 4.40 x 106 kg/hari. Sehingga luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota juga meningkat yaitu pada tahun 1990 sebesar 3855 Ha (10% dari luas Kota Semarang) dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 8695 Ha (23% dari luas Kota Semarang). Selama 20 tahun tersebut luas ruang terbuka hijau yang tersedia di Kota Semarang masih cukup besar dan sanggup memenuhi kebutuhan oksigen kota Semarang yaitu sebesar 42% dari luas keseluruhan Kota Semarang . Berdasarkan hasil prediksi kebutuhan luas RTH, pada tahun 2015-2025 dapat diketahui bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,
kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota Semarang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2015 kebutuhan oksigen Kota Semarang diperkirakan mencapai 6,31 x 106 kg/hari sehingga luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota yaitu seluas 12473 Ha atau 33% dari luas Kota Semarang dan RTH yang tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut seluas 15207 Ha atau 41% dari luas kota Semarang. Tahun 2020 kebutuhan oksigen Kota Semarang diperkirakan mencapai 9,41 x 106 kg/hari sehingga luas ruang terbuka yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota yaitu seluas 18583 Ha atau 50% dari luas Kota Semarang dan RTH yang tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut seluas 14804 Ha atau 40% dari luas Kota Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Semarang sudah tak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen kota. Tahun 2025 kebutuhan oksigen Kota Semarang diperkirakan akan mencapai 1,45 x 107 kg/hari sehingga luas ruang terbuka yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota yaitu seluas 28602 Ha atau 77% dari luas kota Semarang dan RTH yang tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut seluas 14412 Ha atau 39% dari luas Kota Semarang. Perlu dicermati dari hasil prediksi bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan bermotor jauh lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan manusia maupun hewan ternak per hari. Besarnya tingkat kebutuhan oksigen kendaraan bermotor disebabkan oleh laju
Tabel 9 Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 1990-2025
Kebutuhan Oksigen (kg/hari) Tahun
Penduduk
Kendaraan Bermotor 0.80 x 106
Luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota
Luas RTH yang tersedia
(Ha)
(%)
(Ha)
(%)
Hewan Ternak 0.16 x 106
1.95 x 106
3855
10%
21847
65%
6
6
Total
1990
0.99 x 106
1995
1.07 x 10
6
5587
15%
21732
58%
2000
1.13 x 106
1.48 x 106
0.88 x 106
3.50 x 106
6905
18%
21469
57%
2005
1.23 x 10
6
1.52 x 10
6
0.15 x 10
6
2.90 x 10
6
5720
15%
18786
50%
1.32 x 10
6
2.85 x 10
6
0.23 x 10
6
4.40 x 10
6
8695
23%
15621
42%
2015
1.40 x 10
6
4.45 x 10
6
0.45 x 10
6
6.31 x 10
6
12473
33%
15207
41%
2020
1.51 x 106
0.88 x 106
9.41 x 106
18583
50%
14804
40%
2025
6
6
7
28602
77%
14412
39%
2010
1.62 x 10
1.37 x 10
6
7.02 x 106 11.13 x 10
6
0.39 x 10
1.73 x 10
2.83 x 10
1.45 x 10
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan) Keterangan: Luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 2010-2030 berdasarkan RUTRK sebesar 42%
17
pertambahan jumlah kendaraan bermotor lebih besar dibandingkan laju pertambahan jumlah penduduk maupun hewan ternak. Laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor per tahunnya lebih dari 10%, sedangkan laju pertambahan penduduk sekitar 1.62% per tahun dan hewan ternak sekitar 3.20%. Jika hal ini tidak diantisipasi sedini mungkin, maka dapat mengurangi kenyamanan penduduk kota dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan menganggu keseimbangan ekologi kota. Solusi untuk menganggulangi permasalahan tersebut yaitu menekan laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang dan penerapan pajak progresif. Selain itu, upaya lain yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan fungsi ruang terbuka hijau terutama di lokasi-lokasi yang padat kegiatan seperti pusat kota. Upaya pengoptimalan fungsi ruang terbuka hijau dapat dilakukan melalui pembangunan ruang terbuka hijau dengan jenis tanaman yang memiliki produksi oksigen tinggi dan mampu meredam polutan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu menentukan bentuk dan tipe ruang terbuka hijau yang sesuai dengan rencana pengembangan wilayah kota. 4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan Iklim Kota Semarang Kota Semarang berdasarkan data iklim selama 17 tahun yaitu dari 1990 hingga 2007,
suhu udara rata-rata cenderung mengalami peningkatan, sedangkan kelembaban relatif, curah hujan dan radiasi matahari rata-rata cenderung mengalami penurunan di setiap tahunnya. Perubahan kondisi iklim Kota Semarang ini juga diiringi dengan perubahan luasan ruang terbuka hijau Kota Semarang yang semakin menyusut dari tahun ke tahun. Gambar 8 hingga 11 menunjukkan hubungan perubahaan luasan RTH Kota Semarang tiap lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan 2007) dengan kondisi iklim Kota Semarang selama 17 tahun (1990 hingga 2007). Variasi jarak antara suhu rata-rata bulanan maksimum dan minimum dari tahun ke tahun semakin kecil dan suhu rata-rata bulanan cenderung mengalami peningkatan dalam kurun waktu 17 tahun (1990-2007), Peningkatan suhu udara di Kota Semarang tak terlepas dari pengurangan luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang. Pada tahun 1990 luas ruang terbuka hijau di Kota Semarang seluas 21847 Ha dan menyusut menjadi 18153 Ha pada tahun 2007 (Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendy (2009) yang menyebutkan bahwa pada saat laju transfer panas diasumsikan tetap dan luasan ruang terbuka hijau berkurang maka nilai perubahan suhu udara menjadi besar yang berarti suhu akhir lebih besar dari suhu awal, sehingga pengurangan ruang terbuka hijau menyebabkan peningkatan suhu udara.
Gambar 8 Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
18
Gambar 9 Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
Gambar 10 Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
Gambar 11 Grafik radiasi surya rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
19
Kelembaban relatif udara rata-rata Kota Semarang cukup tinggi yaitu antara 65-85%. Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada bulan-bulan musim penghujan yaitu November hingga Februari, sedangkan kelembaban relatif terendah terjadi pada bulan-bulan musim kemarau yaitu Mei hingga September. Variasi jarak antara kelembaban relatif rata-rata bulanan maksimum dan minimum dari tahun ke tahun semakin kecil. Kelembaban relatif udara rata-rata Kota Semarang justru menunjukkan kecenderungan menurun (Gambar 9). Ketidakstabilan ini selain dikarenakan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang juga dikarenakan iklim Kota Semarang yang sangat dipengaruhi oleh iklim pantai dari laut Jawa. Semakin berkurang luasan RTH di Kota Semarang berarti semakin berkurang juga vegetasinya. Hal ini menyebabkan salah satu sumber utama uap air di udara, yaitu transpirasi juga berkurang sehingga kelembaban udara menjadi turun. Curah hujan dan radiasi surya yang sampai ke permukaan bumi adalah dua unsur yang sangat erat kaitannya. Semakin tinggi curah hujan suatu wilayah itu menunjukkan aktivitas pembentukan awan di wilayah tersebut tinggi sehingga radiasi surya yang sampai ke permukaan semakin kecil akibat terhalang oleh awan. Besarnya radiasi surya yang sampai ke bumi bukan merupakan satusatunya faktor yang mengindikasikan bahwa besar pula curah hujan yang terjadi, kondisi atmosfer seperti awan dan aerosol di udara juga turut mempengaruhi. Curah hujan rata-rata bulanan Kota Semarang berkisar antara 150-200 mm dengan radiasi surya berkisar antara 60-75% (Gambar 10 & 11). Penurunan luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang menyebabkan penurunan intensitas curah hujan rata-rata Kota Semarang. Namun, dalam kurun waktu 17 tahun tersebut radiasi surya yang sampai ke permukaan Kota Semarang justru turut menurun bukan meningkat. Berdasarkan Lestari dan Jaya (2005), hal ini dikarenakan terjadi peningkatan jumlah aerosol di atmosfer mikro Kota Semarang akibat semakin meningkatnya polusi udara dari perindustrian dan transportasi di Kota Semarang serta berkurangnya vegetasi yang berfungsi menyerap polutan sehingga jumlah polutan di udara khususnya yang berbentuk aerosol meningkat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kota Semarang dengan luas wilayah 37370 Ha, saat ini memiliki luas RTH 15621 Ha. Berdasarkan perhitungan dengan persamaan Gerarkis maka untuk tahun 2015 luas RTH yang dibutuhkan Kota Semarang untuk mencukupi kebutuhan oksigen kota yaitu 12473 Ha dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang seluas 15207 Ha. Tahun 2015 RTH Kota Semarang masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen penduduk, kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota Semarang. Pada tahun 2020 dan 2025, RTH di Kota Semarang sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan oksigen kotanya. RTH Kota Semarang yang dibutuhkan pada tahun 2020 dan 2025 seluas 18583 Ha dan 28602 Ha. Oleh karena itu, pemerintah Kota Semarang dan masyarakat harus berupaya menambah luasan RTH dan mengurangi laju pertambahan baik itu manusia, kendaraan bermotor, maupun hewan ternak. Pada tahun 1990 Kota Semarang memiliki RTH seluas 21847 Ha tetapi kian menyusut hingga tahun 2010 RTH yang dimiliki Kota Semarang menjadi 15621 Ha. Hal tersebut berdampak pada iklim Kota Semarang yaitu terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata, penurunan kelembaban relatif udara rata-rata, penurunan intensitas curah hujan rata-rata dan penurunan radiasi surya rata-rata yang sampai ke permukaan Kota Semarang. Ini menunjukkan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau dapat mempengaruhi kondisi iklim kota. 5.2 Saran Pemerintah Kota Semarang hendaknya mengoptimalkan pelaksanaan Peraturan Daerah mengenai konservasi RTH yang bertujuan melindungi kelestarian RTH yang merupakan aset, potensi dan investasi Kota Semarang jangka panjang. Perlunya proses sosialisasi dan dengar pendapat antara pemerintah Kota Semarang dengan masyarakat untuk mencari solusi pengembangan RTH yang diinginkan masyarakat dan berorientasi kelestarian lingkungan agar pemanfaatan RTH dapat optimal. Untuk lebih mengetahui luasan RTH optimal yang sebenarnya, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tetapi dengan menggunakan pendekatan lain seperti kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan air, produksi karbondioksida kota dan lain sebagainya.
20
DAFTAR PUSTAKA BMKG. Data Iklim Indonesia Tahun 19902007. Jakata: BMKG Pusat. BPS Kota Semarang. Kota Semarang Dalam Angka Tahun 1990-2000. Semarang: BPS Kota Semarang. Christina B., 2012, Kalimantan Iri di Jawa Jarang Antre BBM Subsidi, [online], (http://www.tempo.co/read/news/2012/0 5/22/092405284/Kalimantan-Iri-di-JawaJarang-Antre-BBM-Subsidi, diakses tanggal 10 Juni 2012) Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Tentang: Penataan RTH di Wilayah Perkotaan. Departemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Effendy S. 2009. Dampak Pengurangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan terhadap Peningkatan Suhu Udara dengan Metode Penginderaan Jauh. Jurnal Agromet. Vol. 23 (2): 169-181. Handajani M. 2009. Analisis Gradien Kepadatan Penduduk dan Konsumsi BBM. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. Vol 11 (2): 141-148. Kurnia R, Effendy S dan Tursilowati L. 2010 Identifikasi Kenyamanan Termal Bangunan (Studi Kasus: Ruang Kuliah Kampus IPB Baranangsiang dan Darmaga Bogor). Jurnal Agromet. Vol 24 (1): 14-22. Lestari, El Assyfa R dan Jaya I.N.S. 2005. Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Satelit dab SIG untuk Menentukan Luas Hutan Kota (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol 11 (2): 55-69. Muis A. B. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air di Kota Depok Propinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kota Semarang. 2007. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2000 – 2010. Putro S. 2009. Pemodelan Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Services) Berbasis Sistem Informasi Geografis untuk Mengurangi
Kemacetan Lalu Lintas Kota Semarang. Jurnal Geografi. Vol. 6 (2): 111-120. Samsudi. 2010. Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota Surakarta. Jurnal Rural and Development. Vol 1 (1): 11-19. Santoso W, Sutomo H dan Riyanto, Bambang. 2009. Pengembangan Angkutan Umum di Daerah SubUrban Kota Semarang Berbasis Sistem Informasi Geografi. Jurnal Transportasi. Vol. 9 (1): 1-96. Setyawati dan Sedyawati. 2010. Sebaran Ruang Terbuka Hijau Dan Peluang Perbaikan Iklim Mikro di Semarang Barat. Jurnal Biosaintifikasi. Vol. 2 (2): 61-74. Setyowati L. D. 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol. 15 (3): 125-140. Sundari S. E. 2005. Studi untuk Menentukan Fungsi Hutan Kota dalam Masalah Lingkungan Perkotaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Hal: 6883.
21
LAMPIRAN
22
Lampiran 1. Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (°C) Kota Semarang Tahun 1990-2007
Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jan 26,1 26,6 26,9 26,5 26,4 26,5 26,2 25,8 28,4 26,8 26,1 26,9 26,8 27,6 27,5 27,1 27,2 26,9
Feb 27,4 26,3 26,6 26,5 26,8 26,4 25,9 26,4 28,0 26,5 26,7 26,7 26,0 26,8 27,8 27,2 28,0 26,9
Mar 26,9 27,6 27,5 27,2 26,2 26,7 27,2 27,6 28,2 27,2 26,9 26,6 27,5 26,8 27,2 27,4 27,4 25,9
Apr 28,2 27,1 27,6 27,6 27,6 27,9 27,9 27,9 28,5 27,3 27,0 27,6 28,4 28,7 28,0 28,2 27,8 26,3
Suhu Udara Rata-Rata (°C) Bulan Mei Jun Jul Agu 27,8 27,7 27,2 27,4 28,2 27,7 27,5 27,1 28,4 27,8 27,7 27,5 28,6 28,0 27,3 27,7 27,6 27,2 26,7 27,0 28,2 27,7 27,4 27,5 28,2 28,2 27,5 27,8 28,1 27,9 27,0 27,1 29,0 28,4 27,7 28,2 27,8 27,6 26,8 27,2 27,7 27,1 27,5 27,3 28,6 27,5 27,4 27,2 28,4 27,9 27,8 27,1 28,3 25,5 26,6 27,8 27,4 27,8 27,6 27,8 28,8 28,0 27,5 27,6 27,6 27,8 27,2 27,2 26,2 28,2 28,3 28,7
(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
Sep 27,8 27,9 27,9 27,8 27,5 28,2 28,0 27,6 28,5 27,9 28,4 28,3 27,8 28,2 27,2 28,1 28,0 27,2
Okt 28,7 28,7 27,5 28,5 28,6 28,9 28,0 28,7 28,4 27,9 27,9 28,1 29,1 28,1 27,9 28,2 27,4 27,9
Nov 28,7 27,8 27,5 28,3 28,7 27,3 27,4 29,3 27,4 27,4 27,4 27,7 28,7 28,2 27,5 28,3 27,8 27,5
Des 26,8 27,1 26,9 27,5 27,2 26,7 26,6 28,0 27,0 27,0 27,5 27,2 28,2 28,4 27,6 27,0 27,6 27,6
23
Lampiran 2. Data Kelembaban Relatif Udara Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007 Kelembaban Relatif Rata-Rata (%) Bulan
Tahun Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
1990
87
81
84
79
80
75
74
74
71
69
74
84
1991
85
86
78
83
72
71
67
67
65
64
77
82
1992
82
83
80
81
78
75
69
72
72
76
79
81
1993
85
83
79
79
74
74
69
70
67
68
74
78
1994
82
80
85
77
68
68
64
63
63
68
76
83
1995
84
86
85
80
79
76
71
67
68
71
81
84
1996
85
87
81
76
73
72
73
71
69
77
78
82
1997
84
84
84
76
84
71
67
65
62
65
69
78
1998
79
84
81
80
76
79
81
73
73
80
84
83
1999
85
84
82
81
79
75
72
69
67
76
81
83
2000
85
84
82
83
80
74
71
70
70
77
82
79
2001
83
82
85
80
72
77
72
70
73
80
83
83
2002
86
88
83
77
75
71
68
67
67
66
75
78
2003
81
85
84
75
75
78
71
72
72
76
81
78
2004
80
84
83
74
74
77
70
71
71
75
80
77
2005
82
82
82
78
72
78
72
70
72
75
75
83
2006
74
74
77
70
71
71
75
80
77
74
74
77
2007 83 74 74 77 70 71 71 75 (Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
80
77
83
74
24
Lampiran 3. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Kota Semarang Tahun 1990-2007 Curah Hujan Rata-Rata (mm) Bulan
Tahun Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
1990
667
82
300
119
98
139
186
172
150
18
120
265
1991
247
662
111
241
87
4
5
1
4
22
208
466
1992
207
137
206
178
163
77
6
186
131
314
257
165
1993
924
184
262
189
50
124
18
42
120
71
120
106
1994
439
160
429
210
26
25
30
1
32
66
178
473
1995
241
325
246
73
308
163
13
0
76
84
474
322
1996
225
400
114
254
104
11
95
142
66
328
301
393
1997
690
212
344
287
73
30
1
6
51
21
109
411
1998
145
440
100
269
35
169
127
108
112
229
102
230
1999
325
421
226
226
83
167
69
65
89
280
207
420
2000
486
234
164
138
285
46
44
80
147
196
439
202
2001
269
335
300
299
114
240
47
1
184
176
195
179
2002
258
447
193
300
127
22
8
1
5
66
272
148
2003
379
469
409
249
138
46
28
72
63
239
154
164
2004
382
474
396
236
125
33
15
59
50
226
141
151
2005
241
319
294
132
81
324
91
102
164
294
181
24
2006
236
125
33
15
59
50
226
141
151
236
125
33
2007 382 474 396 236 125 33 15 59 (Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
50
226
141
151
25
Lampiran 4. Data Radiasi Surya Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007 Radiasi Surya Rata-Rata (%) Bulan
Tahun Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
1990
29
66
50
75
60
74
84
85
88
89
89
50
1991
45
41
72
61
87
91
94
99
92
95
66
53
1992
63
51
68
59
79
69
88
79
76
67
48
52
1993
47
64
57
69
72
66
80
81
91
90
61
51
1994
44
52
43
61
85
83
90
97
92
95
82
48
1995
29
48
47
66
75
63
80
81
90
78
52
41
1996
44
36
76
78
84
73
81
61
83
60
73
60
1997
35
47
71
68
90
92
89
96
99
91
85
51
1998
77
67
65
72
75
66
67
93
75
65
44
49
1999
34
48
57
52
60
66
86
93
97
72
58
41
2000
44
48
53
66
72
68
89
85
94
70
51
60
2001
35
37
39
53
69
57
74
77
97
69
46
44
2002
58
34
53
63
70
78
76
78
80
80
67
56
2003
50
37
52
80
79
84
81
48
70
50
80
38
2004
54
41
56
84
83
88
85
52
74
54
84
42
2005
60
66
68
80
87
80
85
84
88
78
70
31
2006
56
84
83
88
85
52
74
54
84
56
84
83
2007 74 78 34 46 74 52 82 37 (Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
96
67
47
77