BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu risiko penting yang dihadapi oleh organisasi kontemporer adalah risiko fraud . Ketika fraud itu muncul – apakah itu fraud internal, penipuan pihak ketiga, atau penipuan kolusi, dapat menimbulkan dampak keuangan yang signifikan serta merusak reputasi serius pada organisasi. Dalam banyak kasus, terjadinya penipuan dengan cepat mengarah pada penurunan harga saham dan kapitalisasi pasar, dan merupakan indikator awal kesulitan keuangan, yang akhirnya menyebabkan kebangkrutan atau kehancuran perusahaan. Memang, fraud dan kesulitan keuangan tampaknya berhubungan satu sama lain seperti “ayam-dan“ayam-dan-telur” telur” dengan semacam cara: Penipuan dapat dapat menyebabkan kesulitan keuangan, tapi kesulitan keuangan sering memicu terjadinya fraud terjadinya fraud . Mengingat konsekuensi ekonomi yang serius mengenai fraud , manajemen senior dari banyak organisasi berada di bawah tekanan untuk mengatasi meningkatnya ekspektasi kunci yang terkait dengan bisnis, kepatuhan terhadap peraturan dan penggerak dalam mengembangkan program anti fraud fraud dan pengendalian aktivitas. Fokus global diperbaharui pada tata kelola perusahaan yang berasal dari kesadaran bahwa laporan keuangan dengan mudah dapat dipalsukan bagi organisasi mana pun. Sejak tahun 2002, penekanan pada perbaikan tata kelola perusahaan telah menjadi tren yang semakin global, pada beberapa negara seperti Inggris, Perancis, dan Jerman (dan Eropa pada umumnya), Kanada, Indonesia, Afrika Selatan, Australia, India, Jepang yang mengadopsi regulasi dan peraturan baru. Jelas, faktor pendorong di belakang peraturan tersebut adalah untuk menjaga men jaga kepercayaan pasar dengan langsung menangani mitigasi dan risiko penipuan pelaporan keuangan. Akibatnya, penjaga integritas keuangan, di antara internal auditor, telah mencapai keunggulan yang signifikan
1|Page
dan semakin sering diminta untuk memainkan peran kunci dalam mencegah, menghalangi, dan mendeteksi fraud mendeteksi fraud dalam dalam organisasi laba, pemerintah, dan organisasi nirlaba global. Pada tingkat internasional, standar relevan pemberian pedoman bagi auditor adalah International Standar on Auditing (ISA) Nomor 240: Tanggung Jawab Auditor untuk Pertimbangkan Penipuan dan Kesalahan dalam Audit Laporan Keuangan, yang dikeluarkan oleh Federasi Akuntan Internasional (IFAC). Walaupun standar ini berlaku terutama untuk auditor independen di luar, auditor internal juga akan mendapatkan keuntungan dari penelaahan atas isi dan bimbingan. Fraud , penyia-nyiaan, dan
penyalahgunaan juga
menjadi perhatian besar dalam pemerintahan, dan baru-baru ini direvisi dan diperbarui Generally Accepted Goverment Auditing Standards (GAGAS) di Amerika Serikat - juga dikenal sebagai Buku Kuning – Kuning – mencurahkan mencurahkan beberapa bagian tanggung jawab pemerintah auditor internal di daerah ini. Selain itu, individu-individu dan organisasi yang dibebankan dengan lebih-melihat manajemen senior (misalnya, komite audit) dan mereka yang bertanggung jawab untuk pelaporan keuangan dan pemantauan pengungkapan yang memiliki harapan tinggi sehubungan dengan auditor internal untuk mencegah suatu penipuan. Penelitian terbaru dalam tata kelola perusahaan perbandingan menemukan bahwa reformasi pemerintahan adalah tren global, dan internal auditor di seluruh dunia sedang menghadapi meningkatnya ekspektasi dalam memerangi fraud memerangi fraud . Mengingat fokus utama profesi akuntansi publik pada audit laporan keuangan, sekarang berkembang di Amerika Serikat untuk termasuk audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan berdasarkan Section 404 dari undang-undang Sarbanex-Oxley tahun 2002, tidak mengherankan bahwa AICPA membahas konsep fraud konsep fraud dengan mengevaluasi hubungannya dengan, dan efek, laporan keuangan organisasi. Dengan demikian, definisi AICPA - diambil dari Statement on Auditing (SAS) 99 yang berlaku efektif untuk audit laporan keuangan setelah 15 Desember 2002 - menggambarkan dua jenis penipuan: salah saji yang timbul dari penipuan laporan keuangan (distorsi laporan keuangan) dan salah saji yang timbul dari penyalahgunaan aset (pencurian atau penyalahgunaan aset organisasi). 2|Page
dan semakin sering diminta untuk memainkan peran kunci dalam mencegah, menghalangi, dan mendeteksi fraud mendeteksi fraud dalam dalam organisasi laba, pemerintah, dan organisasi nirlaba global. Pada tingkat internasional, standar relevan pemberian pedoman bagi auditor adalah International Standar on Auditing (ISA) Nomor 240: Tanggung Jawab Auditor untuk Pertimbangkan Penipuan dan Kesalahan dalam Audit Laporan Keuangan, yang dikeluarkan oleh Federasi Akuntan Internasional (IFAC). Walaupun standar ini berlaku terutama untuk auditor independen di luar, auditor internal juga akan mendapatkan keuntungan dari penelaahan atas isi dan bimbingan. Fraud , penyia-nyiaan, dan
penyalahgunaan juga
menjadi perhatian besar dalam pemerintahan, dan baru-baru ini direvisi dan diperbarui Generally Accepted Goverment Auditing Standards (GAGAS) di Amerika Serikat - juga dikenal sebagai Buku Kuning – Kuning – mencurahkan mencurahkan beberapa bagian tanggung jawab pemerintah auditor internal di daerah ini. Selain itu, individu-individu dan organisasi yang dibebankan dengan lebih-melihat manajemen senior (misalnya, komite audit) dan mereka yang bertanggung jawab untuk pelaporan keuangan dan pemantauan pengungkapan yang memiliki harapan tinggi sehubungan dengan auditor internal untuk mencegah suatu penipuan. Penelitian terbaru dalam tata kelola perusahaan perbandingan menemukan bahwa reformasi pemerintahan adalah tren global, dan internal auditor di seluruh dunia sedang menghadapi meningkatnya ekspektasi dalam memerangi fraud memerangi fraud . Mengingat fokus utama profesi akuntansi publik pada audit laporan keuangan, sekarang berkembang di Amerika Serikat untuk termasuk audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan berdasarkan Section 404 dari undang-undang Sarbanex-Oxley tahun 2002, tidak mengherankan bahwa AICPA membahas konsep fraud konsep fraud dengan mengevaluasi hubungannya dengan, dan efek, laporan keuangan organisasi. Dengan demikian, definisi AICPA - diambil dari Statement on Auditing (SAS) 99 yang berlaku efektif untuk audit laporan keuangan setelah 15 Desember 2002 - menggambarkan dua jenis penipuan: salah saji yang timbul dari penipuan laporan keuangan (distorsi laporan keuangan) dan salah saji yang timbul dari penyalahgunaan aset (pencurian atau penyalahgunaan aset organisasi). 2|Page
Penipuan pelaporan keuangan melibatkan salah saji disengaja atau kelalaian dari jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang dirancang untuk mengelabui pengguna laporan keuangan. Sifat dari salah saji atau kelalaian adalah kegagalan laporan keuangan yang akan disajikan dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Penipuan pelaporan keuangan yang dapat dicapai sebagai berikut:
Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disusun.
Keliru dalam, atau kelalaian yang disengaja dari, laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi penting lainnya.
Kesalahan yang disengaja dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. Salah saji yang timbul dari penyalahgunaan aset (kadang-kadang disebut sebagai
polferage, penggelapan, dari penyalahgunaan kepercayaan) melibatkan pencurian atas aktiva suatu entitas yang mempengaruih penyebab laporan keuangan tidak untuk disampaikan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan GAAP. Penyalahgunaan aset dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk menggelapkan penerimaan, mencuri aset, atau menyebabkan suatu entitas membayar untuk barang atau jasa yang belum diterima. Penyalahgunaan aset bisa disertai dengan catatan palsu atau menyesatkan dokumen, atau bukti yang mungkin dibuat untuk menghindari kegiatan pen gawasan internal. Sering, kolusi dengan karyawan yang lain atau pihak ketiga juga mungkin terlibat. Belakangan yang gencar sedang dibahas adalah masalah fraud pada PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), Perusahaan pembiayaan yang berada di bawah naungan Columbia Group Group tersebut di atas kertas terlihat dalam kondisi baik-baik saja. Rating utang perseroan sempat mendapatkan rating idA atau idA atau stabil dari Pefindo pada Maret 2018. Namun, kondisi perusahaan berubah 180 derajat. Rating utang perseroan berubah drastis dari stabil menjadi idSD ( selective default ) pada 9 Mei 2018 lantaran salah satu 3|Page
kupon Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan SNP gagal bayar. Imbasnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha SNP karena perseroan gagal membayar bunga MTN senilai Rp6,75 miliar pada 14 Mei 2018 melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II No. S-247/NB.2/2018. PT Bank Mandiri Tbk angkat bicara mengenai kasus pembobolan dana di 14 bank oleh Lembaga pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) yang merupakan anak usaha Columbia. Bank Mandiri termasuk salah satu bank tersebut yang mana memberi kredit pada SNP Finance dalam bentuk joint financing. Diduga pihak SNP Finance tidak menyampaikan laporan keuangan dengan benar alias fiktif, sehingga perusahaan pemeringkat dan auditor tidak mengeluarkan peringatan atau warning sebelum gagal bayar terjadi. Persoalan laporan keuangan ini sangat vital dan seringkali menjadi keruwetan bagi sebuah perusahaan bila tak dikelola dengan baik. OJK juga mengusulkan untuk pengenaan sanksi bagi Delloite sebagai auditor SNP Finance yang diduga melanggar standar operasional prosedur (SOP). Namun langkah ini harus diambil setelah melakukan investigasi. Walaupun sebenarnya Kementerian Keuangan sudah memberikan sanksi kepada Delloite untuk memperbaiki SOP. Dalam kasus ini, Slamet juga melihat terdapat opsi penyelesaian utang SNP Finance kepada Bank. Setelah PKPU akan diketahui jumlah cash flow nasabah SNP Finance. Dana tersebut ditambah dengan aset SNP Finance dapat digunakan untuk membayar kredit. Dari total pelaku tindak pidana itu, pelaku dari non-pejabat eksekutif bank mencapai 77 persen atau sebanyak 51 orang. Disusul, direksi sebanyak 7 orang, pejabat eksekutif bank 4 orang, kepala kantor cabang 2 orang, komisaris 1 orang, dan pemegang saham 1 orang.
4|Page
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini dirumuskan dalam tiga masalah pokok yaitu: 1.
Apa jenis fraud yang terjadi di SNP Finance?
2.
Apa motif dibalik terjadinya kasus gagal bayar SNP Finance ini?
3.
Bagaimana peran audit internal dalam mengantisipasi gagal bayar tersebut?
4.
Bagaimana saran yang tepat agar permasalahan ini tidak terjadi lagi?
5|Page
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian fraud
Pengertian dari kata “ fraud ” segera menunjukkan pengkhianatan kepercayaan dan penemuan kesalahan. Pertimbangkan pengalaman anda sendiri ketika mendengar istilah “ fraud ” yang digunakan untuk mengekspresikan kemarahan moral dalam konteks umum, misalnya. "Dia penipu!" atau "Tapi, tunggu-bukankah itu penipuan?" Memang, penipuan membangkitkan kemarahan banyak orang benar dan emosi karena menunjuk pada ketidakadilan, orang yang tidak jujur dengan sengaja menipu orang lain. Bahkan, profesi audit AS, dengan cara sipil dan profesional, terus melihat penipuan sebagai "penyimpangan akuntansi" sampai sebelum abad ke-21. Pada saat itu, kecurangan laporan keuangan telah meningkat secara dramatis dalam insiden dan dampaknya, dan itu menjadi perlu untuk membuang eufemisme dan menyebutnya dengan pantas. Organisasi yang mewakili profesional khusus seperti auditor internal dan auditor eksternal, serta penguji fraud , telah berusaha untuk mendefinisikan fraud dan menggariskan peran dan tanggung jawab anggota masing-masing konstitusi. Selain gelar Certified Internal Auditor (CIA), pelatihan auditor internal sering disebut sebutan lainnya seperti Certified Public Accountants (CPA), atau Chartered Accountant di yurisdiksi non-US, dan Certified Fraud Examiner (CFE). Dengan demikian, definisi fraud dinyatakan oleh Institute of International Auditors (IIA), the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), dan Asspciation of Certified Fraud Examiner (ACFE), akan dibahas di bawah ini. Menurut Institute of Internal Auditor's (IIA) menyatakan definisi fraud dalam kerangka praktik profex`sional sebagai berikut: “Setiap tindakan ilegal ditandai dengan penipuan, penyembunyian atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak tergantung pada aplikasi kekerasan atau ancaman 6|Page
kekerasan fisik. Penipuan yang dilakukan oleh partai dan organisasi untuk memperoleh kekayaan uang, atau jasa; untuk menghindari pembayaran atau hilangnya layanan, atau untuk mengamankan keuntungan pribadi atau bisnis”. Pengertian lain dijelaskan Association of Certified Fraud Examiner (ACFE), Penggunaan pekerjaan seseorang untuk peng-kayakan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja atau penyalahgunaan sumber daya organisasi atau aset. Penipuan kerja mencakup berbagai kesalahan oleh karyawan, manajer, dan eksekutif. Skema penipuan kerja dapat yang digambarkan secara sederhana seperti pencurian kas kecil atau serumit penggelapan laporan keuangan. Empat unsur dari penipuan kerja, seperti: -
Apakah rahasia (yaitu, kerahasiaan dan curiga).
-
Melanggar tugas untuk organisasi.
-
Apakah berkomitmen untuk manfaat keuangan langsung atau tidak langsung bagi pelaku.
2.2
Biaya aktiva organisasi yang mempekerjakan, nilai atau cadangan. Jenis Jenis Fraud
ACFE ( Association of Certified Fraud Examiner ) dalam Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse melaporkan bahwa kasus fraud dan penyalahgunaan yang terjadi pada tahun 2016 mencapai angka 2.410 fraud ditempat kerja yang terjadi pada 114 negara di seluruh dunia. ACFE yang berbasis di Amerika Serikat merupakan asosiasi yang beranggotakan para penguji tindakan fraud. Berikut adalah beberapa jenis fraud menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE): 1. Korupsi (Corruption) •
Benturan kepentingan (skema pembelian, skema penjualan, dan lainnya)
•
Penyuapan (invoice kickback, bid rigging )
•
Pemberian ilegal (sering disebut gratifikasi)
•
Pemerasan 7|Page
2. Penyalahgunaan Aset ( Asset Misappropriation) Penyalahgunaan
aset
bisa
secara
tunai
maupun
nontunai.
Ada
tiga
bentuk
penyalahgunaan aset, yaitu: •
Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, nilep cek dari pelanggan, menahan cek p embayaran untuk vendor)
• Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas (Misalnya: menggunakan fasilitas perusahaan/lembaga untuk kepentingan pribadi). 3. Pernyataan Palsu ( Fraudulent Statement ) ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial ; dan (b) non financial . Saya lebih suka mengatakan: segala tindakan yang membuat Laporan Keuangan menjadi tidak seperti yang seharusnya (tidak mewakili kenyataan), tergolong kelompok fraud terhadap laporan keuangan. Misalnya:
Memalsukan bukti transaksi
Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya,
Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten untuk menaikan atau menurunkan laba
Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa sehingga aset menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya.
Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa sehingga liabilitas menjadi nampak lebih kecil dibandingkan yang seharusnya.
2.3
Motif Fraud
Motif dapat diartikan sebagai factor pendprong seseorang melakukan atau turur serta melakukan perbuatan fraud. Motif tidak lepas dari tujuan dari melakukan atau turut serta melakukan perbuatan fraud. Menurut Yayasan Pendidikan Internal Indonesia menyatakan bahwa factor pendorong nya adalah:
8|Page
1. Economic Yang mana ingin mengambil keuntungan ekonomi secara materil atau manfaat lainnya, baik yang bersifat aset kas atau aset non-kas. Kebanyakan fraud ini ada di tingkatan operasional untuk alasan menutup kebutuhan hidup (need reason). 2. Egocentric Melekat pada seseorang yang memiliki kekuasaan tanpa penyeimbang atau bersifat otoriter sehingga ia mudah mengabaikan atau mengacuhkan tata kelola dan pengendalian intern. 3. Psychosis Hal ini lebih ke masalah psikis pelaku fraud, apabila fraud dilakukan berulang kali dan menjadi kebiasaan maka pelaku tidak menyadari perbuatannya adalah salah. 4. Ideological Biasanya hal ini dikarenakan adanya pola piker yang salah, yang mana saat ada aturan, dia akan mengacuhkanya dan akan bertindak sesuai apa yang dia mau.
2.4
Pelaku Fraud
Pelaku kecurangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, contoh kecurangan yang dilakukan oleh manajemen yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting ). Sedangkan karyawan/pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets). Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud ), misalnya berupa 9|Page
manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan. Terdapat beberapa fakta pelaku fraud sebagai berikut:
Jenjang Pendidikan Fraud tidak hanya dilakukan oleh orang yang berpendidikan rendah tetapi juga orang yang berpendidikan tinggi.
Jenjang Jabatan Peluang fraud melekat pada jabatan dan kekuasaan atau kewenangan dan seperti halnya pendidikan, kompleksitas perbuatan fraud juga sangat berkorelasi dengan jabatan.
Lama Bekerja Semakin lama pelaku fraud bekerja, semakin memiliki kapabilitas dan pengetahuan tentang celah kelemahan atau peluang melakuk an fraud
Usia Jika usia semakin meningkat kapabilitasnya untuk melakukan fraud turut meningkat.
Jenis Kelamin Fraud didominasi oleh laki-laki. Fakta ini sebenarnya berkorelasi dengan jumlah laki-laki yang lebih banyak memegang jabatan. Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan
(employee fraud ). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta 10 | P a g e
pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh dari kecurangan karyawan (employee fraud ) mengacuh pada Sawyers dalam “The Practice of Modern Internal Audit ” yang telah dialih bahasakan oleh Amin Widjaja, ada 10 bentuk kecurangan karyawan, antara lain: 1.
Pemalsuan cap stempel
2.
Mencuri
barang
dagangan,
peralatan,
persediaan,
dan
barang-barang
perlengkapan lainnya 3.
Mengambil sejumlah kecil uang kas dari mesin kasir
4.
Tidak mencatat penjualan barang dan mengantongi uangnya
5.
Menciptakan kelebihan dana kas dan register dengan melakukan kurang pencatatan Pembebanan berlebihan pada akun-akun pengeluaran atau menggunakan uang
6.
muka untuk kepentingan pribadi 7.
Memutar penagihan atas rekening pelanggan
8.
Membiayakan rekening pelanggan dan mencuri uangnya
9.
Mengeluarkan kredit untuk klaim dan pengembalian oleh pelanggan palsu
10.
Tidak memberikan setoran harian ke bank, atau menyetorkan sebagian dari uang saja
2.5.
Gejala Adanya F raud
Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perludiketahui gejala-gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, Bologna mendefinisikan gejala tersebut sebagai red flag . Menurut Ditama Binbangkum red flag / gejala dapat dideteksi dengan melihat beberapa hal berikut ini: 1.
Gejala kecurangan pada manajemen : a. Ketidakcocokan diantara manajemen puncak perusahaan b. Rendahnya moral dan motivasi karyawan 11 | P a g e
c. Kurangnya staf Departemen akuntansi pada suatu perusahaan d. Tingkat komplai yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas e. Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi f.
Penjualan/laba menurun sementara itu hutang dan piutang dagang meningkat
g. Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama h. Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan i.
Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku
2.
Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai : a. Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/ penjelasan pendukung b. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung c. Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar d.
Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran
2.6.
e.
Kekurangan barang yang diterima
f.
Kemahalan harga barang yang dibeli
g.
Adanya faktur ganda
h.
Penggantian mutu barang
Unsur-unsur F raud
Kecurangan dianggap terjadi apabila memenuhi setiap unsur-unsur dari kecurangan. Apabila salah satu unsur tidak ada maka kecurangan dianggap tidak terjadi. Berikut unsurunsur kecurangan: 12 | P a g e
1.
Harus terdapat salah saji (misrepresentation)
2.
Dari suatu masa lampau ( past ) atau sekarang ( present )
3.
Fakta bersifat material (material fact )
4.
Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or necklessly)
2.7
5.
Harus ada korban (there is a victim)
6.
Harus ada yang dirugikan (there is a lost )
7.
Tindakan illegal (illegal act )
Tanggung Jawab Internal Auditor
Tanggungjawab
internal
auditor
dalam
pencegahan,
pendeteksian
dan
menginvstigasi perbuatan kecurangan masih menjadi perdebatan yang berkepanjangan dalam profesi audit, khususnya pada lembaga audit internal. Namun demikian tidak bisa dibantah
baha
internal
auditor
memegang
peranan
penting
dalam
mendukung
penerapan good corporate governance. Keterlibatan internal auditor dengan aktivitas operasional sehari-hari termasuk keterlibatan dalam proses pelaporan transaksi keuangan dan struktur pengendalian intern memberi kesempatan internal auditor untuk melakukan penilaian secara berkala dan menyeluruh atas aspek-aspek kegiatan/operasional perusahaan yang memiliki risiko tinggi. Efektivitas peran internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sangat tergantung pada besar kecilnya status kewenangan yang dimiliki dan mekanisme pelaporan hasil investigasi kecurangan yang dapat dijalankan, karena belum semua jajaran direksi mau memberikan kewenangan penuh dalam proses pencegahan, pendeteksian dan investigasi kecurangan pada internal auditor. Standar Profesi Audit Internal (1210.2) menyatakan bahwa internal audit harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan. Sejalan dengan hal tersebut, pernyataan standar internal audit (SIAS) No. 3 menyatakan bahwa internal audit diwajibkan untuk mewaspadai kemungkinan 13 | P a g e
terjadinya
ketidakwajaran
penyajian,
keslahan,
penyimpangan,
kecurangan, inefficiency, konflik kepentingan dan ketidakefektifan pada suatu aktivitas perusahaan,
pada
saat
pelaksanaan
audit.
Audit
internal
juga
diminta
untuk
menginformasikan kepada pejabat yang berwenang dalam hal diduga telah terjadi penyimpangan, dan menindaklanjutinya untuk meyakinkan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan untuk memperbaiki masalah yang ada. Terdapat 4 pilar utama dalam memerangi kecurangan, yaitu: 1.
Pencegahan kecurangan ( fraud prevention)
2.
Pendeteksian dini kecurangan (early fraud detection)
3.
Investigasi kecurangan ( fraud investigation)
4.
Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi ( follow-up legal action) Berdasarkan 4 pilar utama dalam rangka memerangi kecurangan tersebut, peran
penting dari internal auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan kecurangan khususnya mencakup: -
Preventing Fraud (mencegah kecurangan)
-
Detecting Fraud (mendeteksi kecurangan)
-
Investigating Fraud (melakukan investigasi kecurangan) Secara garis besar pencegahan dan pendeteksian serta investigasi merupakan
tanggung jawab manajemen, akan tetapi internal auditor diharapkan dapat melakukan tiga hal tersebut di atas sebagai bagian dari pelaksanaan tugas manajemen. Dalam perkembangannya penugasan dalam memerangi kecurangan saat ini telah mengarah pada profesi tersendiri, seperti Certified Fraud Examiners (CFE) ataupun akuntan forensic. Dalam menjalankan tugas auditnya, internal auditor harus waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya peluang atau kemungkinan terjadinya kecurangan. Dalam kenyataannya, kewaspadaan dan sifat skeptic yang pada tempatnya, mungkin merupakan dua keterampilan yang penting bagi inernal auditor. Penyelidikan yang kritis terhadap kemungkinan kecurangan, harus diikuti oleh penilaian terhadap pengendalian yang ada, praktik pengendalian dan seluruh lingkup pengendaliannya yang potensial. Untuk 14 | P a g e
menyelidiki kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan/organisasi, sering kali dibutuhkan kombinasi keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik criminal. Internal auditor harus bertindak secara proaktif dalam mencegah dan mendeteksi terjadinya kecurangan, khususnya keterlibatan secara aktif dalam mengevaluasi struktur pengendalian intern perusahaan dan status organisasi. Efektivitas internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan sering kali terkendala oleh waktu dan besarnya biaya untuk menilai/menguji prosedur, kebijakan manajemen dan pengujian atas pengendalian. Internal auditor barada dalam posisi yang penting untuk memonitor secara terus menerus struktur pengendalian intern perusahaan melalui identifikasi dan deteksi atas tanda-tanda (red flags) yang mengindikasikan adanya suatu kecurangan. Internal auditor berada pada posisi yang tepat untuk memehami seluruh aspek tentang struktur organisasi, tempat pelatihan yang tepat, pemahaman mereka tentang sumber daya manusia yang ada, memahami kebijakan dan prosedur operasi, dan memahami kondisi bisnis dan lingkungan pengendalian intern yang memungkinkan untuk mengidentifikasi dan menilai tanda-tanda atau gejala ( symptom ataupun red flag ) kemungkinan terjadinya kecurangan. Kecurangan biasanya tidak hanya dilakukan oleh karyawan pada tingkat bawah, tetapi jug adapt dilakukan oleh jajaran direksi (top management ) baik secara individual maupun bersama-sama ( fraud management ) yang dalam cakupan penugasan audit mungkin luar jangkauan kewenangan internal auditor. Pada dasarnya dalam menjalankan tugas audit regular,
internal
auditor
perlu
mewaspadai
terjadinya
kecurangan
yang
dapat
mempengaruhi kualitas, integritas dan keandalan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, internal auditor harus menginvestigasi secara menyeluruh kemungkinan terjadinya kecurangan dan mengkomunikasikan kepada komite audit terhadap adanya indikasi kecurangan. Dengan demikian, hubungan kerjasama yang erat antara komite audit dengan fungsi audit internal, khususnya melalui pertemuan-pertemuan antara ketua komite audit dengan kepala Satuan Pemeriksa Intern (SPI), akan dapat meingkatkan kualitas hasil kerja internal auditor dan mengurangi keungkinan terjadinya kecurangan. Hubungan 15 | P a g e
kerjasama antara internal auditor dengan eksternal auditor dapat membawa keterlibatan internal auditor dalam proses penilaian terhadap (kemungkinan) terjadinya kecurangan pada area peran internal auditor yang sangat terbatas, misalnya pada level terjadinya kecurangan melibatkan manajemen lini menengah dan atas (middle/top management ). Sehingga secara tidak langsung internal auditor akan lebih mampu berperan dalam memantau kemungkinan terjadinya kecurangan pada level pembuat kebijkan. Situasi demikian ini akan memberikan peluang bagi internal auditor untuk berperan aktif dalam pengujian integritas, kualitas, dan keandalan proses pembuatan hingga implementasi kebijakan yang dilakukan oleh top manajemen. Bahkan dalam laporannya pada tahun 1999, COSO (Committee of Sponsoring Organizations) mendorong agar internl auditor mampu dan dapat berperan secara aktif dalam menilai kualitas, keandalan dan integritas manajemen puncak dalam pembuatan dan implementasi kebijakan agar terbebas dari unsur perbuatan kecurangan. Berkenaan dengan peran dan tanggung jawab sebagaimana diuraikan di atas, Pernyataan Standar Internal Auditor (SIAS) No.3 menguraikan mengenai tanggungjawab internal auditor untuk pencegahan kecurangan, yaitu : “memeriksa dan menilai kecukupan dan efektivitas system pengendalian intern, berkaitan dengan pengungkapan risiko potensial pada berbagai bentuk kegiatan/operasi organisasi”. Standar ini secara jelasa mengemukakan bahwa pencegahan kecurangan adalah tanggungjawab manajemen. Meskipun demikian, internal auditor harus menilai kewajaran dan efektivitas tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap kemungkinan penyimpangan atas kewajiban tersebut. Dapat kita lihat bahwa SIAS N0.3 menjelaskan tanggungjawab internal auditor dalam mendeteksi kecurangan yang mencakup: Pertama, internl auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas kecurangan agar dapat mengidentifikasi kondisi yang menunjukkan tandatanda fraud yang mungkin akan terjadi. Kedua, internal auditor harus mempelajari dan menilai struktur pengendalian perusahaan untuk mengidentifikasi timbulnya kesempatan terjadinya kecurangan, seperti 16 | P a g e
kurangnya perhatian dan efektivitas tehadap system pengendalian intern yang ada. Dalam kaitannya dengan pendeteksian kecurangan yang efektif, internal auditor harus mampu melakukan, antara lain hal-hal berikut: -
Mengkaji system pengendalian intern untuk menilai kekuatan dan kelemahannya.
-
Mengidentifikasi potensi kecurangan berdasarkan kelemahan yang ada pada siste pengendalian intern.
-
Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi-transaksi diluar kewajaran (non procedural).
-
Membedakan factor kelemahan dan kelalaian manusia dari kesalahan yang bersifat fraud .
-
Berhati-hati terhadap prosedur, praktik dan kebijakan manajemen.
-
Dapat menetapkan besarnya kerugian dan membuat laporan atas kerugian karena kecurangan, untuk tujuan penuntutan pengadilan (litigasi), penyelesaian secara perdata, dan penjauhan sanksi internal (skorsing hingga pemutusan hubungan kerja).
-
Mampu melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumn yang mendukung transaksi kecurangan.
-
Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute).
-
Mereview dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan.
-
Menguji jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang pencegahan dan pendeteksian kecurangan. Sedangkan
dalam
kaitannya
dengan
investigasi
kecurangan,
SIAS
No.3
merekomendasikan agar investigasi kecurangan dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari internal auditor, bagian hukum, investigator, petugas security dan ahli-ahli lainnya baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Tanggungjawab internal auditor berkaitan dengan investigasi kecurangan adalah: -
Menetapkan apakah pengendalian yang ada telah cukup memadai dan efektif untuk mengungkap terjadinya kecurangan 17 | P a g e
-
Merancang suatu prosedur audit untuk mengungkap dan mencegah terulangnya kembali terjadinya kecurangan atau penyimpangan
-
Mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk menginvestigasi kecurangan yang sering terjadi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keahlian seorang internal auditor
dalam pengungkapan terjadinya kecurangan, harus memiliki kemampuan mirip dengan yang dimiliki seorang penyidik criminal dan keberadaan keduanyaadalah untuk mencari kebenaran
melalui
pengungkapan
bukti
pendukung
perbutan
fraudnya.
Dalam
pengungkapan kecurangan seorng internal auditor harus mempunyai rasa ingin tahu dan suka akan tantangan pada hal-hal yang muncul secara tidak lazim. Dengan kata lain angin tahu pada hal-hal yang bertentangan dengan logika atau apa yang diharapkan secara wajar.
2.7.1. I nternational Standards On Auditing (ISA) No. 240
International Standards On Auditing (ISA) adalah standar profesi yang mengatur pelaksanaan audit atas informasi (Laporan) keuangan. ISA diterbitkan oleh International Federation Of Accountants (IFAC). Dalam ISA 240, auditor diwajibkan untuk: a)
Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji laporan keuangan yang material yang disebabkan fraud.
b)
Merancang prosedur audit lebih lanjut untuk mendapatkan bukti audit yang tepat dan cukup terhadap risiko fraud yang dinilai
c)
Merancang langkah tindak lanjut atas fraud yang terdeteksi. Terdapat dua jenis fraud yang terkait pada penugasan audit laporan
keuangan adalah terjadinya salah saji material pada laporan keuangan yang disebabkan oleh pelaporan yang di fraud – kan dan penyalahgunaan atau pengelapan aset.
18 | P a g e
Jika auditor tidak mampu melanjutkan penugasan audit akibat adanya fraud atau dugaan fraud maka auditor harus: 1)
Menentukan tanggung jawabnya yang dibebankan oleh undang undang dan profesi termasuk mengkomunikasikan hal ini kepada pihak yang memberikan penugasan dan regulator,
2)
Jika diizinkan oleh hukum yang berlaku, putuskan apakah menarik diri dari penugasan
audit
dan
jika
memutuskan
menarik
diri
maka
auditor
mendiskusikan penarikan dirinya beserta alasanya dengan manajemen dan pihak yang bertanggung jawab. 2.7.2. Sarbanes-Oxley Act (SOX)
Sox adalah kejengkelan masyarakat Amerika Serikat terhadap sejumlah reaksi karena adanya mega fraud (Skandal) akuntansi dan laporan keuangan yang terjadi di perusahaan besar antara lain Enron, Tyco International, Adelphia, dan Worldcom. Fraud tersebut menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaan tersebut. Hal itu lah yang menjadi dasar muncul nya undang undang Sox ini. Berikut ini beberapa aturan SOX yang penting: 1. Sarbanes-Oxley Section 302: Kontrol pengungkapan laporan keuangan (Disclosure controls)
Mewajibkan adanya prosedur intern yang dibuat untuk menjamin keakuratan pengungkapan laporan keuangan. Auditor independen diwajibkan menerbitkan opini apakah pengendalian inter yang efektif atas pelaporan keuangan telah dipelihara dalam segala hal yang material oleh manajemen. 2. Sarbanes-Oxley Section 303: Perbuatan yang tidak benar yang dapat memepengaruhi pelaksanaan audit ( I mproper influance on conduct of audits)
Menyatakan sebagai perbauatan melawan hukum bila ada pejabat atau director perusahaan
melakukan
perbuatan
mempengaruhi,
memaksa,
memanipulasi,
menyesatkan akuntan publik yang melaksanakan audit atas laporan keuangan 19 | P a g e
sehingga penyajian laporan keuangan menjadi salah atau menyesatkan secara material. 3. Sarbanes-Oxley Section 401: Pengungkapan padalaporan periodik ( Disclosure
in periodic reports (off-balance sheet items) ) Mewajibkan pengungkapan semua off-balance sheet items yang material. 4. Sarbanes-Oxley Section 404: Penilaian atas pengendalian intern Mewajibkan manajemen dan auditor independen untuk melaporkan kecukupan pengendalian intern keuangan / internal control financial reporting ( ICOFR ). 5. Sarbanes-Oxley Section 802: sanksi pidana tidak lebih dari 20 tahun atau sanksi denda atau keduanya bagi yang mempengaruhi investigasi atau administrasi yang dilakukan pemerintah. 6. Sarbanes-Oxley Section 906: Sanksi krimina untuk sertifikasi laporan keuangan oleh CEO/CFO
Kegagalan pejabat perusahaan mensertifikasi laporan keuangan yaitu ternyata laporan tidak memenuhi persyaratan yang diwajibkan agar laporan periodik telah menyajikan secara wajar seluruh kondisi keuangan dan hasil operasi yang material akan dikenakan denda tidak lebih dari USD 1.000.000 atau penjara tidak lebih dari 10 tahun atau dijatuhi sanksi keduanya, dan bila pensertifikasian yang salah tersebut dilakukan dengan sengaja akan dikenakan denda tidak lebih dari USD 5.000.000 atau penjara tidak lebih dari 20 tahun atau dijatuhi sanksi keduanya. 7. Sarbanes-Oxley Section 1107:
sanksi pidana apabila terjadi pembalasan
(retaliation) terhadap pelapor (whistleblower ) yang memberikan informasi yang benar kepada penegak hukum AS tentang fraud akan dikenakan denda, pidana penjara tidak lebih dari 10 tahun atau keduanya.
20 | P a g e
2.8.1 Risiko Fraud dan Manajemen Fraud Fraud Detterence (Menjerakan Fraud)
2.8.1
Menjerakan fraud yaitu fraud tidak menjadi massif, calon pelaku takut perbuatan fraudnya dapat segera terdeteksi dan terungkap, pelaku fraud tau sanksi hukum yang tegas dan konsisten akan diterapkan, dan tidak ada toleransi terhadap siapapun pelaku fraud. Tujuan
utama
membangun
dan
mengimplementasikan
program
antifraud
adalah
menumbuhkan fraud deterrence. Ada dua risiko pengendalian fraud melekat yang dihadapi organisasi: a. Collusion: dua orang atau lebih bermufakat jahat untuk melakukan fraud. b. Management’s override of controls: bila manajemen mengabaikan atau memerintahkan pengabaian pengendalian yang ada.
2.8.2
Pengertian Risiko dan Risiko Fraud
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian bagi suatu entitas atau organisasi atau singkatnya adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu (events). Resiko fraud berarti potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bagi suatu entitas atau organisasi yang disebabkan karena fraud. 2.8.3
Pengertian dan Elemen Manajemen Risiko Fraud (Fraud Risk Management)
Penting bagi organisasi memiliki program antifraud yang kuat. Merujuk pedoman Managing the Business Risk of Fraud tahun 2008 dari IIA, ACFE, dan AICPA, yang didukung juga oleh beberapa asosiasi profesi, program anti fraud atau program pengendalian fraud disebut juga sebagai Fraud Risk Management (FRM). 1. Peranan Dewan Komisaris dalam Memberantas Fraud Keterlibatan dewan komisaris pada FRM mencangkup bukan hanya mendapat pemahaman penuh tentang apa yang manajemen lakukan untuk mencegah dan 21 | P a g e
mendeteksi fraud atau hanya sekedar kertas konsep tetapi yang terpenting adalah aksi nyatanya. Laporan-laporan dari manajemen tentang pengendalian anti fraud yang diterapkan akan tidak memili makna jika manajemen eksekutif dan manajemen lini menengah tidak memberi contoh suri tauladan. Hal ini disebut “tone at the top”. Menerapkan “tone at the top” dengan tepat memperkuat posisi dewan komisaris tehadap fraud bahwa mereka bukan hanya sebatas ngomong tetapi diwujudkan dalam aksi nyata. 2. Fondasi Fraud Risk Management (FRM) Untuk menjamin fondasi yang tepat untuk aktivitas FRM di organisasi, Dewan Komisaris harus bekerja sama dengan erat dengan manajemen untuk secara jelas mendefinisikan dan secara formal mendokumentasikan kedalam kebijakan antifraud atau kebijakan FRM organisasi:
Harapan Dewan Komisaris kepada manajemen dalam mengelola risiko fraud;
Tanggung jawab yang jelas kepada Dewan Komisaris dan manajemen pada FRM;
Kepemilikan dan pertanggungjawaban risiko pada manajemen eksekutif, manajemen senior, dan semua tingkatan manajer.
Tujuan program FRM
3. Prinsip-Prinsip dalam Mengelola Risiko Fraud Menurut Pedoman Managing The Business Risk of Fraud , lima prinsip kunci yang secara proaktif membentuk suatu lingkungan yang secara efektif mengelola risiko fraud meliputi:
Fraud Risk Governance
Fraud Risk Assessment (FRA)
Pencegahan Fraud 22 | P a g e
2.9 2.9.1
Pendeteksian Fraud
Pelaporan & Investigasi Fraud, serta Langkah Perbaikan
Mendeteksi F raud Memahami Gejala (Red Flag) Fraud
Gejala fraud adalah kondisi atau fenomena yang tidak lazim, tidak patut, menyimpang dari yang seharusnya yang mengarah pada perbuatan yang merugikan organisasi. 2.9.2
Faktor Kunci Kemampuan Mengenali Red Flag
Faktor kunci kemampuan mengenali gejala fraud terletak pada diri individu auditor intern mengasah analisisnya, ketelitiannya, dan nalurinya dalam :
Mengevaluasi dan menilai kualitas atau keefektifan lingkungan pengendalian dan GCG.
Mengevaluasi dan menilai kualitas atau keefektifan elemen pengendalian intern untuk suatu siklus transaksi, proses bisnis atau business flow, dan detail transaksi.
Menentukkan titik krisis yang rawan atau sangat rawan untuk di fraud kan dari kedua langkah diatas.
Mengevaluasi atau memeriksa suatu dokumen dan laporan khususnya yang terkait titik kritis.
Mencari pembanding yang tepat dari dari asset fisik atau informasi pihak ketiga, khususnya untuk mendapatkan pembanding data yang terkait titik kritis.
Membayangkan cara pelaku fraud menyembunyikan perbuatan fraud-nya termasuk cara berkolusi.
23 | P a g e
2.9.3
Mengenali Red Flag
Hal hal yang menjadi pemicu terjadinya fraud yang berhubungan dengan individu yaitu green (keserakahan) dan need (kebutuhan), yang berhubungan dengan organisasi opportunity (kesempatan) dan exposure (pengungkapan). 1. Red Flag pada Organisasi (Faktor Generik) Faktor generik adalah faktor risiko yang berada dalam pengendalian organisasi (perusahaan) yang seharusnya dapat dikelola dengan maksimal, yang mencakup:
Kesempatan
atau
adanya
peluang
bagi
pelaku
kecurangan
(opportunity).
Kemungkinan
bahwa
fraud
akan
dapat
segera
diketahui
dan
diungkapkan (exposure). 2. Red Flag pada Individu (Faktor Individu) Faktor ini melekat pada diri seseorang yang melakukan fraud. Faktor ini dikategorikan menjadi dua:
2.9.4
Moral yang berhubungan dengan keserakahan (greed ).
Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan (need ).
Hubungan Red Flag dan Risiko Fraud
Risiko fraud bersifat laten dan dalam perjalanan menjadi fraud akan melalui beberapa tahapan dan pasti akan menimbulkan gejala-gejala fraud berupa an tara lain:
Kejanggalan pada perilaku pegawai
Anomali finansial
Kejanggalan pada dokumen, catatan dan laporan
Kelemahan pengendalian intern dan/atau tata kelola
24 | P a g e
2.9.5
Teknik Mendeteksi Red Flag
Pendeteksian fraud seperti halnya pencegahan fraud adalah aktivitas yang wajib dilaksanakan secara rutin berkesinambungan. Pendeteksian fraud adalah pagar pengaman kedua dalam FRM yang diwujudkan dalam aktifitas pengendalian dan pemantauan (monitoring). Teknik-teknik pendeteksian fraud yang sangat layak diterapkan: 1. Critical Point Auditing (CPA) 2. Analisis Keuangan (Prosedur Analitis) 3. Prosedur Pengujian Khusus 4. Job Sensitivity Analysis (JSA) 5. Metode Pendekatan 6. Pengawasan Rutin/Pengawasan Melekat 7. Karakter dan Perilaku Pribadi (Behavior Analysis) 8. Data Mining dan Analytics 9. Continuous Auditing/Monitoring 10. Sistem Pelaporan Pengaduan (Whistle Blower System) 2.10.
Respon Atas Insiden F raud
2.10.1 F raud I ncidence R esponse (FIR)
Setiap organisasi pernah dan akan mengalami fraud atau korupsi. Baik berupa gejala (red flag) atau fraud yang terjadi tanpa didahului red flag . Maka dari itu, semestinya setiap organisasi menyusun kebijakan dan prosedur untuk menanganinya, yang disebut fraud incidence handling, disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas masing-masing. Investigasi dilakukan untuk mengungkap gejala dan indikasi fraud. Investigasi menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia dikenal sebagai penyelidikan dan penyidikan. Teknik investigasi merupakan metode/teknik yang digunakan dalam audit investigatif. Untuk keperluan penegakan hukum, audit investigatif adalah salah satu cara 25 | P a g e
atau teknik untuk mengungkapkan fraud atau korupsi dan menemukan alat-alat bukti dan barang bukti. 2.10.2 Penerapan Audit Forensik / Audit Investigatif
Audit investigatif mencakup penelaahan dokumentasi keuangan untuk tujuan tertentu, yang mungkin saja berhubungan dengan masalah litigasi dan pidana. Pemeriksaan secara profesional terhadap fraud dimulai dengan tiga aksioma, sebagai berikut: a. Fraud pada hakekatnya tersembunyi. b.
Untuk mendapatkan bukti bahwa fraud tidak terjadi, orang harus juga berupaya membuktikan fraud telah terjadi.
c.
Setiap proses audit investigatif atas fraud diasumsikan akan berakhir hingga tahap litigasi.
1. Pendekatan dan Prinsip Audit Investigatif Pendekatan ini didasarkan pada penilaian yang logis terhadap individu dan segala sesuatu/benda yang terkait dengan tindak fraud tersebut. Beberapa prinsip-prinsip investigasi termasuk audit investigatif adalah sebagai berikut: a. Audit investigatif merupakan tindakan mencari kebenaran. b. Kegiatan audit investigatif mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti. c. Auditor mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa d. Bukti fisik merupakan bukti nyata, yang sampai kapan pun akan selalu mengungkapkan hal-hal yang sama 2. Tahapan Audit Investigatif Pengetahuan tentang proses investigasi terhadap fraud yang terdeteksi serta keterampilan menerapkan teknik-teknik yang relevan untuk mengungkapkan dan menuntaskan suatu kasus, sangatlah dibutuhkan. 26 | P a g e
3. Perencanaan Informasi tentang kasus yang diduga mengandung unsur fraud dapat berasal dari berbagai sumber, sehingga diperlukan pengembangan/pendalaman lebih lanjut dengan menganalisis. Hal tersebut dilakukan dengan menguraikan unsur-unsur 5W + 1H. 4. Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Pembuktian
dalam
audit
bertujuan
untuk
mendapatkan
kebenaran
berdasarkan fakta. Penentuan kecukupan jumlah bukti audit dan jenis bukti audit yang diperlukan, dan pengevaluasian apakah informasi yang diaudit sesuai dengan kriteria yang ditetapkan merupakan suatu bagian yang kritis dalam setiap audit. 5. Jenis Bukti Audit Alvin A. Arens and James K. Loebbecke mengklasifikasikan bukti audit menjadi 7 jenis, yaitu: a. Pengujian fisik (physical examination) b. Konfirmasi (confirmation) c. Dokumentasi (documentation) d. Observasi (observation) e. Tanya jawab dengan auditan (inquires of the client) f.
Pelaksanaan ulang (reperformance)
g. Prosedur analitis (analytical procedures) 6. Tingkatan Bukti Audit : a. Bukti utama (primary evidence) b. Bukti tambahan (secondary evidence) c. Bukti langsung (direct evidence) d. Bukti tidak langsung (circumstantial evidence) e. Bukti pendukung (corroborative evidence) 27 | P a g e
7. Sistem Pembuktian menurut KUHAP Menurut Ketentuan Umum Hukum Acara Pidana (KUHAP), pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan. 8. Teori / Sistem Pembuktian Terdapat empat sistem pembuktian yaitu: a.
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (conviction-in time)
b.
Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif
c.
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction-raisonce)
d.
Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif
9. Alat Bukti menurut KUHAP Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu: a.
Keterangan saksi;
b.
Keterangan ahli;
c.
Surat;
d.
Petunjuk;
e.
Keterangan terdakwa.
10. Hubungan Bukti Audit dengan Alat Bukti Hukum Bukti audit merupakan pendukung Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI), tidak dapat digunakan secara langsung untuk pembuktian suatu tindak pidana. Namun, bukti audit tersebut dalam hubungannya dengan tindak pindana, dapat dikembangkan oleh penyidik. 11. Metode dan Teknik Pengumpulan Bukti Teknik-teknik audit yang sering digunakan dalam pengumpulan bukti adalah sebagai berikut : 28 | P a g e
a.
Pengujian fisik (physical examination)
b.
Wawancara (interview)
c.
Bukti dokumen (document)
12. Evaluasi Bukti Bukti yang diperoleh perlu dianalisis untuk menilai kesesuaian bukti (relevansi) dengan hipotesis fraud serta sebagai landasan perlu tidaknya mengembangkan bukti lebih lanjut. 13. Kualitas Bukti Dalam evaluasi bukti, penilaian yang dilakukan mencakup keseluruhan unsur yang mendukung kualitas bukti yakni relevansi, materialitas dan kompetensi dari suatu bukti. 14. Kuantitas Bukti Kuantitas bukti yang diperoleh dianggap cukup apabila dengan bukti-bukti tersebut auditor dapat menggambarkan apa, siapa, dimana, bilamana, mengapa, kapan, dan bagaimana suatu kejadian fraud . 15. Pelaporan Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI) memuat simpulan auditor perihal terjadi tidaknya penyimpangan atas suatu kegiatan yang diaudit. Simpulan tersebut harus didukung dengan bukti-bukti audit. 16. Prinsip-prinsip Pelaporan a. Pengungkapan atas arti penting b. Kegunaan informasi dan ketepatan waktu pelaporan c. Objektifitas informasi yang disajikan d. Tingkat keyakinan penyajian e. Penyajian yang ringkas, sederhana, namun jelas dan lengkap
29 | P a g e
17. Format Laporan Laporan digunakan dalam pengambilan keputusan tindak lanjut oleh pemakai laporan dan juga dapat dipergunakan pada proses tindak lanjut hukum. 2.11 Aspek Hukum 2.11.1 Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengam orang lainnya sebagai anggota masyarakat dan menitikberatkan kepentingan perorangan yang bersifat pribadi. 1. Perikatan yang terjadi dari perjanjian 2. Perikatan yang terjadi karena undang-undang 2.11.2
Hukum Pidana
Hukum pidana merupakan hukum publik yaitu hukum yang mengatur kepentingan umum, yakni mengatur hubungan hukum antara orang dengan negara, antara badan atau lembaga negara satu sama lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan masyarakat dengan negara. Ketentuan Perundang-undangan lainnya ketentuan materil pada hukum pidana dan/atau perdata yang dapat menjadi acuan dalam menyelesaikan fraud , terdapat berbagai lex specialis yang dapat atau harus menjadi acuan karena fraud yang diinvestigasi memiliki dimensi perbuatan melawan hukum yang lebih sesuai dengan lex specialis ketimbang hukum pidana dan/atau perdata yang merupakan lex generalis Untuk menciptakan rasa keadilan dan menimbulkan rasa jera, setiap perbuatan fraud akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi pelanggarnya. 1.
Sanksi berdasarkan ketentuan perusahaan
2.
Sanksi berdasarkan ketentuan instansi pemerintah
3.
Sanksi berdasarkan ketentuan hukum pidana
4.
Sanksi berdasarkan undang-undang tindak pidana korupsi 30 | P a g e
BAB III PEMBAHASAN KASUS
Meski kasus SNP Finance tidak membawa potensi risiko sistemik bagi industri multifinance nasional, ternyata membawa potensi risiko bagi beberapa bank sebagai kreditur. kasus itu juga menjadi pelajaran berharga bagi OJK untuk lebih selektif dalam memberikan izin bagi multifinance dalam menerbitkan surat utang. 3.1
Jenis fraud dalam kasus gagal bayar PT. Sunprima Finance
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), terdapat 3 jenis fraud, yaitu korupsi, penyalahgunaan asset, dan pernyataan palsu. Dalam kasus PT. Sunprima Finance ini, masuk dalam jenis fraud korupsi dan pernyataan palsu, dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Korupsi (Benturan Kepentingan) Jelas dalam kasus ini ada benturan kepentingan, yang mana PT. SNP ini ingin mempercantik laporan keuangan audit nya melalu Kantor Akuntan Publik Akuntan Publik Marlinna dan Akuntan Publik Merliyana Syamsul agar tetap dapat pembiayaan melalui joint financing melalui 14 bank dan juga dapat mengelabui peringkat efek yang dikeluarkan Pefindo agar tetap di kategori idA/ stable. 2. Penyataan Palsu Dalam temuan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), ada keterlibatan audit internal dari PT. SNP dan juga keterlibatan auditor eksternal yang mana dalam ha ini sistem pengendalian mutu yang dimiliki KAP mengandung kelemahan karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat atas ancaman kedekatan berupa keterkaitan yang cukup lama di antara personel senior, yakni manajer tim audit dalam perikatan audit pada klien yang sama untuk suatu 31 | P a g e
periode yang cukup lama. Kementerian Keuangan menilai hal tersebut berdampak pada berkurangnya skeptisisme profesional. Ini lah yang menjadi sebab agar PT. SNP bisa mengajukan kredit lagi melalui joint financing dengan bank untuk bisa membayar Medium Term Notes (MTN). Maka dari itulah titik dimana kesalahan besar dilakukan oleh manajemen dan audit eksternal untuk membuat laporan keuangan secara fiktif. 3.2
Motif fraud dalam kasus gagal bayar PT. Sunprima Finance
Menurut Yayasan Pendidikan Internal Indonesia menyatakan bahwa factor pendorong nya adalah Economic, Egocentric, Psychosis dan Ideological, dalam kasus ini jelas bahwa masuk dalam motif economic yang mana ingin mengambil keuntungan ekonomi secara materil atau manfaat lainnya baik yang bersifat aset kas atau aset non-kas. Kebanyakan fraud ini ada di tingkatan operasional untuk alasan menutup kebutuhan hidup (need reason). SNP Finance dalam hal ini ingin mendapatkan pinjaman dikeluarkan oleh 14 bank memakai metode joint financing untuk nantinya diteruskan kepada nasabah/pengguna. Untuk mendapatkan kredit ini, terlebih dulu ditunjuk auditor publik yang bertugas memeriksa laporan keuangan. Auditor yang ditunjuk adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte yang menilai kondisi keuangan SNP Finance. Kemudian seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, kredit perbankan tersebut mengalami permasalahan menjadi Non Performing Loan (NPL). Lalu Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan Medium Term Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo berdasarkan laporan keuangan SNP yang diaudit DeLoitte. Sebelumnya diketahui jika SNP Finance mendapatkan peringkat efek periode Desember 2015-2017 idA-/ stable dari Pefindo. Kemudian pada Maret 2018, rating SNP Finance naik menjadi idA/stable. Namun Pefindo kembali menurunkan rating SNP Finance sebanyak 2 kali. Pertama pada bulan Mei 2018, diturunkan menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama menurunkan lagi ke peringkat idSD/ selective default . Akhirnya, saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban 32 | P a g e
pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang lebih Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar Rp 1,85 triliun. 3.3
Peran audit internal dalam kasus gagal bayar PT. Sunprima Finance
Internal auditor memegang peranan penting dalam mendukung penerapan good corporate governance. Keterlibatan internal auditor dengan aktivitas operasional seharihari termasuk keterlibatan dalam proses pelaporan transaksi keuangan dan struktur pengendalian intern memberi kesempatan internal auditor untuk melakukan penilaian secara berkala dan menyeluruh atas aspek-aspek kegiatan/operasional perusahaan yang memiliki risiko tinggi. Kasus SNP Finance ini menjadi tanda tanya besar karena peran audit internal nya yang tidak menyoroti atau mengingatkan adanya resiko gagal bayar jika SNP Finance terus meminjam ke bank dan mengeluarkan medium term notes, seharusnya audit internal bisa melihat aktivitas penjualan atau turunnya aktivitas bisnis dari Columbia yang mana SNP sebagai anak usaha dari Columbia tersebut, jika aktivitas bisnis Columbia menurun otomatis jual beli tidak menggunakan pembiayaan SNP Finance tidak lancar, dari situ seharusnya audit internal untuk bisa mengendalikan aliran uang dari pinjaman, karena di takutkan di dalam neraca keuangan perusahaan di sisi passiva terjadi ketimpangan antara sisi ekuitas dan sisi liabilitas, yang mana akan tergambar bahwa SNP Finance menjalankan aktivitas bisnis nya menggunakan hutang, yang mana hal tersebut jelas buruk bagi sebuah perusahaan pembiayaan.
33 | P a g e
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1
Kesimpulan
Fraud adalah tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal. Dalam kasus ini jelas mengandung fraud yang sudah direncanakan oleh manajemen untuk memperpanjang roda bisnis perusaahan. Peran audit internal seharusnya lebih sakral atau sensitive terhadap kasus seperti ini yang mana menjadi pihak yang mengontrol aktivitas yang dijalankan manajemen dengan tidak menyeleweng dari aturan yang sudah di tetapkan pemerintah atau organisasi terkait.
4.2
Saran
Berikut ini adalah saran penulis secara kongkrit agar kejadian seperti yang di alami SNP Finance tidak terjadi lagi, yaitu: 1. Perlu ada sertifikasi untuk Direktur Utama dan Direktur Keuangan mengenai permasalahan keuangan dan akuntansi, karena akan menjadi modal pertahanan paling mendasar dari terciptanya kredibilitas laporan keuangan.
IAI pun
menyarankan hal tersebut karena sertifikasi ini bisa mengingatkan penyusun laporan keuangan bahwa ada kode etik yang harus selalu dipegang teguh, dan kalau melanggar sanksinya berat. Contoh nya sertifikasi Certified Accountant (CA) yang mana harus melewati beberapa uji atau tes sebelum dapat mendapatkan sertifikasi tersebut. Karena IAI menilai Direktur Keuangan adalah posisi yang memegang peranan yang penting bagi kesuksesan suatu perusahaan, memerlukan pemahaman
34 | P a g e
yang menyeluruh tentang akuntansi dan keuangan guna menopang strategi dan operasi bisnis. 2. Pemilihan Auditor Eksternal harus menjadi titik vital, karena seperti kasus SNP Finance ini adanya hubungan kerabat antara auditor dengan jajaran manajemen SNP Finance, maka sudah terlihat bahwa tidak ada lagi sisi independensi dalam pemeriksaan laporan keuangan tersebut. IAI selaku fasilitator untuk Kantor Akuntan public dan PPPK sebagai pemeriksa standar pengendalian mutu kantor akuntan publik harus lebih diperketat mengenai aturan dan konsekuensi nya jika melanggar peraturan tersebut. 3. Perlu ada kontrol dari pemerintah atau organisasi terkait, mengenai peran audit internal, karena terlihat dalam kasus ini manajemen begitu leluasa untuk memainkan laporan keuangan. Selain itu tidak ada warning dari audit internal mengenai resiko gagal bayar yang diakibatkan pinjaman yang melebihi batas.
35 | P a g e