FRAKTUR NASO-ORBITO-ETHMOID NASO-ORBITO-ETHMOID
Abduction : Abduction : Rotasi bola mata menjauhi midline Adduction : Adduction : Rotasi bola mata mendekati midline Ocular dystopia : dystopia : Perubahan posisi aksis bola mata Orbital dystopia : dystopia : Perubahan posisi tulang orbit Ectropion Ectropion : Pergerakan ke luar (eversion) kelopak mata bawah yang menyebabkan tereksposnya palpebra konjungtiva Enophthalmos : Enophthalmos : Perubahan tempat bola mata lebih ke posterior dan inferior di dalam orbit yang menyebabkan penampilan mata yang cekung ce kung Entropion : Entropion : Pergerakan Pergerakan kedalam (inversion) dari kelopak mata bawah Epipora : mata yang mengeluarkan air mata yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan cairan lakrimal untuk mengering melalui duktus nasolacrimal ke kavitas nasal Exophtalmos Exophtalmos : Posisi bola mata lebih ke anterior dari soket orbital yang menyebabkan penampilan mata yang menonjol Lagophtalmos : Ketidakmampuan kelopak mata atas untuk mengikuti pergerakan bola mata yang menyebabkan tidak menutup atau menutup tidak sempurna terhadap fisur palpebra Strabismus (squint) : (squint) : Kurangnya koordinasi antara otot ekstraokular mata kanan dan kiri yang menyebabkan penampilan kurang sinkron dan kurang simetrisnya pergerakan mata. Anatomi Regio Naso-Orbito-Ethmoid Naso-Orbito-Ethmoid
Regio naso-orbito-ethmoid (NOE) merupakan regio utama pada pertemuan sepertiga atas dan sepertiga tengah tulang fasial. Rekonstruksi post traumatic traumatic pada regio ini menantang karena anatomi yang multidimensional yaitu, berbagai macam tulang dan jaringan lunak yang menyertainya seperti apparatus lacrimal, chantus medial, bola mata dll. Struktur kunci pada fraktur ini adalah “fragmen utama” tulang dimana tendon medial chantal melekat. Penting untuk mengidentifikasi reduksi secara anatomi fragmen ini untuk mencegah telecanthus postoperatif.
1
Tulang pada regio ini
Tulang yang beperan dalam rangka struktural regio ini adalah (Gbr. 47.1):
Tulang nasal
Prosesus frontal maksila
Ethmoid
Gbr. 47.1 Anatomi regio naso-orbital Frontonasal buttresses dapat secara efektif menahan energi yang disalurkan oleh pukulan dari arah anterior dan arah lateral. Jika jembatan tebal nasal pecah, gaya dihamburkan ke sel udara ethmoidal yang bertindak sebagai kantong udara atau “crumpel zone” alami yang meminimalisir kemungkinan cedera cerebral langsung. TULANG NASAL DAN SEPTUM NASAL
Hidung adalah tempat pertemuan tulang-tulang yang kaku, atap masingmasing tulang berpasangan pada tulang nasal dan penopangnya tulang kartilago yang fleksibel. (Gbr. 47.2). Septum pada midline hidung dibentuk dari plate yang tegak lurus dengan tulang ethmoid pada bagian posterosuperior, dan septum kartilago pada bagian anteroinferior dan vomer pada bagian posteroinferior. Secara lateral, tulang nasal bersambung dengan prosessus maksila, posterior terhadap prosesus frontal maksila adalah tulang lacrimal. Bagian yang tebal dari tulang nasal berinterdigitasi dengan prosesus nasal tulang frontal dan bagian inferior, bagian yang lebih tipis dari tulang nasal melekat pada kartilago lateral atas dan overlap terhadap batas cephalic kartilago atas lateral sebesar 7-11 mm. Setengah superior dari tulang nasal terdiri dari tulang rektangular yang bersambung satu sama lainnya pada midline, dengan bentuk seperti tenda dengan septum ( plate perpendicular tulang ethmoid pada bagian posterior dan kartilago septal pada bagian anterior ) seba gai penyangga.
2
Area dimana septum, plate perpendicular dari ethmoid, kartilago lateral atas dan tulang nasal bertemu adalah area key-stone. Dorsum didukung oleh plate perpendicular ethmoid dan kartilago septal pada area ini.
Gbr. 47.2 Anatomi tulang nasal dan septum
APPARATUS LACRIMAL
A. Puncta : Punctum adalah orificum kecil yang terletak pada kelopak mata atas bagian tepi tengah dan kelopak mata bawah, pada elevasi tersebut disebut dengan papila lacrimal, berhadapan secara posterior sampai bagian medial. Obstruksi atau pendangkalan (stenosis) puncta menyebabkan epiphora ( pengeluaran air mata secara berlebihan) (Gbr. 47.3A,B) B. Canaliculi dan ampulla : Canaliculi vertikal sepanjang 2 mm dan panjang canaliculi horizontal 8 mm, keduanya bergabung pada sudut yang tepat yang disebut dengan ampula. C. Kantong dan saluran nasolacrimal : Canaliculi ini membuka pada kantong lasolacrimal yang dilindungi oleh katup Rosenmuller. Kantong nasolacrimal membuka pada saluran nasolacrimal yang panjangnya 6-21 mm dan berujung pada meatus nasal inferior. Katup Hasner melindungi pembukaan dari saluran ini.
3
Gbr. 47.3 A. Anatomi sistem drainase lacrimal. B. Diagram menunjukkan otot pada dinding medial mata CANTHUS MEDIAL
Kompleks medial canthal dari kelopak mata melekat pada orbit tulang medial dan otot disusun dengan cara sedemikian rupa (Gbr. 47.4). Tendon medial canthal bermula dari border plate tarsal upper dan lower medial . Pada bagian medial, tendon masuk kedalam crest anterior lacrimal dan tulang nasal. Pada bagian posterior, ligamen berlanjut sebagai lacrimal facia, melalui crest lacrimal posterior. Border inferiornya bebas, sementara border superiornya berlanjut menuju periosteum medial orbital.
Gbr. 47.4 Diagram garis menunjukkan ligamen canthal medial dan perlekatannya
4
TENDON ANTERIOR
Tendon horizontal anterior adalah komponen terkuat dan melekat rapat pada crest lacrimal anterior. Komponen vertikal tendon anterior lebih kurang rapat terhadap medial orbital rim, beberapa milimiter diatas area insersi tendon horizontal, dimana crest posterior lacrimal melekat adalah bagian terlemah. Vektor resultan dari perlekatan ini memberi kesan resuspensi seluruh kompleks mengikuti disrupsi pada posterior and superior terhadap crest lacrimal anterior. Posterium pada semua sisi dari tripartite kompleks medial canthal sangat tipis, jadi fikasasi tendon medial canthal harus hati-hati. TENDON POSTERIOR
Elemen posterior dari tendon medial canthal dibentuk oleh fiber tipis yang dalam dari otot preseptal dan pretarsal, disebut sebagai otot Horner’s, otot Duverney’s, tensor tarsi dan pars lacrimalis. Fiber ini membelok di bagian posterior pada akhir medial dari masing-masing plate tarsal superior terhadap ampulla atas dan inferior terhadap ampulla bawah (bagian vertikal dari masing-masing canaliculus, bukan setelah punctum). Mereka memiliki insersi yang berjalin pada tulang lacrimal atop dan dibelakang crest lacrimal posterior Agar lebih mudah memahami, fraktur regio naso-ethmoid telah disepakati untuk dibagi menjadi fraktur tulang nasal isolated dan fraktur naso-orbito-ethmoid complex. FRAKTUR TULANG NASAL
Merupakan tipe umum fraktur pada tulang fasial karena lokasi prominensia sering tidak terperhatikan. Tulang nasal adalah yang paling umum sebab merupakan eminensia pada pada wajah. Fraktur ini tidak mengancam nyawa tapi sering menyebabkan deformitas estetik dan fungsional. Anak-anak lebih terlindung terhadap fraktur nasal karena memiliki porsi tulang kartilago yang lebih banyak dibanding dewasa. TIPE
Perluasan fraktur tulang nasal tergantung pada arah gaya yang terjadi. Gaya dari depan wajah dapat menghasilkan flattening parah pada tulang dan septum nasal. Terjadi pelebaran tulang nasal, sehingga terjadi pelebaran nasal. (Tabel 47.1) Ketika terjadi gaya dari lateral yang akan menyebabkan fraktur dan tenggelamnya tulang nasal ipsilateral, dapat berpotensi juga terjadi pada tulang nasal kontralateralnya. (Gbr. 47.5A-C) Hematoma septal lebih umum terlihat pada trauma hidung pada anak-anak. Hematoma yang tidak ditangani dapat menyebabkan infeksi, destruksi septal
5
dan deformitas nasal jangka panjang dan obtsruksi jalan nafas. (Gbr. 47.6 A, B)
Fraktur septal umum ditemukan pada injuri lateral dimana piramida nasal berdeviasi sekurang-kurangnya setengah dari lebar nasal yang menghasilkan bentuk asimetris dari piramida nasal. Fraktur nasal dari trauma lateral adalah tipe yang lebih kurang parah dan memiliki prognosis lebih baik dibanding injuri yang disebabkan dari gaya frontral. Penting untuk menghindari penanganan yang overagresif pada fraktur nasal pada anak-anak untuk mencegah kerusakan pada pusat pertumbuhan septal nasal yang berperan dalam pertumbuhan tengah wajah.
Tabel 47.1 Klasifikasi fraktur tulang nasal Rohrich
Tipe 1: Fraktur simpel unilateral Tipe 2: Fraktur simpel bilateral Tipe 3 : Fraktur Comminuted ( Gbr. 47.7) Tipe 4 : Fraktur tulang nasal berhubungan dengan injuri septal Tipe 5 : Fraktur naso-orbito-ethmoid
6
Gbr. 47.5 . A Fraktur tulang nasal kanan isolated dengan perubahan tempat ringan pada bagian lateral. B. Fraktur nasal yang disebabkan tubrukan dari lateral. X gaya menengah dan Y gaya parah. C. Fraktur nasal yang disebabkan tubrukan dari anterior. X. Gaya menengah dan Y gaya parah.
Gbr. 47. 6 A. Hematoma septal yang tidak dirawat menyebabkan deformitas septum dan obstruksi nasal. B. Deviasi piramid nasal asimetris pada septum KARAKTERISTIK RADIOGRAFI
Penilaian klinis dan anamnesa penting dalam menegakkan diagnosis. Tingginya angka temuan yang tidak disengaja dari fraktur lama yang tidak diketahui sebelumnya dari trauma yang tidak signifikan merupakan penyebab pentingnya menggunakan CT / X-ray untuk mengetahui fraktur tulang nasal.
7
Gbr. 47.7. Fraktur tulang nasal comminuted undisplaced isolated TEMUAN KLINIS
Nyeri dan pembengkakan pada regio nasal
Flattening atau deformitas lainnya terhadap bentuk hidung (Gbr. 47.8)
Epiktasis atau pendarahan dari hidung Blokade jalan nafas karena pendarahan, pengeluaran cairan pembengkakan jaringan yang menyebabkan stenosis vestibular nasal
Krepitus – suara krek dan sensasi yang dirasakan ketika tulang berpindah satu sama lainnya. Hal ini juga dapat terjadi ketika emfisema jaringan dari jalur masuk udara dari kavitas nasal menuju jaringan lunak pada tulang nasal.
Septum nasal dapat berdeviasi pada satu sisi (Gbr. 47.9A, B)
Step pada deformitas dapat dipalpasi
atau
Fraktur nasal biasanya diikuti dengan oedema, ekimosis periorbital, kemosis dan hemorage konjungtival jika fraktur terjadi pada kompleks orbital.
Gbr. 47.8 Deformitas pada fraktur nasal
8
Gbr. 47.9 . A Deviasi septal. B. Fraktur tulang nasal kanan dan pergerakan ke medial yang disebabkan deviasi septal aperture piriformis asimetris
PENANGANAN REDUKSI
Reduksi fraktur nasal dapat dilakukan baik dengan teknik terbuka maupun tertutup. Pada kebanyakan kasus, teknik reduksi tertutup banyak berhasil dilakukan. Waktu yang paling tepat untuk melakukan reduksi adalah segera setelah terjadinya injuri. Kadang berguna jika oedema dibiarkan mereda terlebih sebelum dilakukan reduksi. Namun, penundaan dilakukan reduksi dapat menyebabkan kesulitan dalam mentaksir fragmen nasal karena terjadinya fibrosis dan malunion menyebabkan fragment fraktur menjadi kurang mobil. Reduksi tertutup Indikasi reduksi tertutup
Fraktur unilateral atau bilateral tulang nasal
Fraktur kompleks septum nasal yang sedikit berdeviasi
Teknik
Reduksi dapat dilakukan baik dengan anastesi lokal atau anastesi umum dengan menggunakan Tang septal Walsham dan Asch
9
Blade unpadded pada tang Walsham masuk melewati lubang hidung sementara padded blade tetap berada diluar. Fraktur tulang nasal dan prosesus frontal maksila dijaga berada diantara dua blade Reduksi dilakukan dengan memberikan gaya dari arah yang berlawanan dari gaya arah datang fraktur, biasanya dalam arah anterolateral Kadang pemindahan segmen secara lateral membutuhkan tekanan langsung dari eksternal Untuk reduksi fraktur septal, tang Asch dapat digunakan dengan satu blade pada masing-masing lubang hidung untuk menggenggam septum sekaligus untuk mereduksi segmen fraktur. Kadang kartilago septum dapat mengalami dislokasi dari posisi anatominya pada groove sentral maksila ( lidah pada posisi groove). Kartilago septal dapat digenggam dan direposisi menuju groovenya. Tulang lacrimal dan dinding medial orbit dari masing-masing sisi ditekan menggunakan tekanan digital untuk membentuk kembali jembatan dangkal hidung.
Gbr. 47.10 A, B Reduksi fraktur septal menggunakan tang Asch
Gbr. 47.11 A, B Reduksi fraktur tulang nasal menggunakan tang Walsham
10
Reduksi terbuka
Septum yang ada menjadi kesukaran dalam reduksi piramida nasal. Ketika fragmen septal berinterdigitasi satu dengan yang lainnya, septum tidak bisa direduksi dengan baik, sehingga menyebabkan deviasi tulang piramida. Kasus seperti ini merupakan indikasi teknik reduksi terbuka Sama seperti NOE, pembedahan dilakukan untuk kasus fraktur tulang nasal. Untuk alasan kosmetik, flep biocoronal lebih dipilih. Fragmen fraktur direduksi dan difiksasi menggunakan miniplate atau microplate. Penutupan dan perawatan postoperatif sama seperti yang dijelaskan pada reduksi tertutup. Pada kasus yang melibatkan disrupsi ligamen medial canthal dari mata, canthopexy dilakukan sebagai tambahan. Indikasi reduksi terbuka
Fraktur yang ekstensif
Deviasi piramida nasal yang lebih besar dari setengah lebar jembatan nasal
Fraktur septal terbuka
Deformitas yang menetap setelah reduksi tertutup
Kontraindikasi
Fraktur nasal yang tidak berpindak tempat tidak menyebabkan deformitas kosmetik; tidak ada penanganan. Pada kasusu fraktur komplek naso-ethmoid parah, maka dibutuhkan reduksi terbuka. Kadang, reduksi fraktur simpel uncomplicated pada trauma panfasial dapat memicu atau memperburuk kebocoran serebrospinal. Komplikasi Segera
Epiktasis umumnya menyertai fraktur nasal dan dapat berulang dengan reduksi Hematoma selalu diperhatikan dan harus dihilangkan CSF rhinorrhoea tidak umum terjadi, tapi dapat terjadi ketika fraktur meluas sampai cribiform plate Hematoma selalu menjadi perhatian dan penanganan utama. CSF rhinorrhoea jarang terjadi tapi harus diantisipasi ketika fraktur meluas pada cribiform plate
11
Tertunda
Obstruksi nasal
Deformitas nasal sekunder (Gbr. 47.12)
Deformitas saddle hidung (Gbr. 47.13)
Synechia (Adesi) (Gbr. 47.14)
Perforasi septal
Metode immobilisasi
Splinting dibutuhkan untuk immobilisasi, walaupun beberapa fraktur simpel tidak membutuhkan splinting Splinting intranasal
Kassa Ribbon
Splint silikon (Gbr. 47.15 A, B)
Penggunaan kassa ribbon merupakan metode standar untuk mendapatkan dukungan intranasal ketika fraktur direduksi. Kassa ribbon dengan panjang 12-15 cm diambil dan dimasukkan kedalam hidung lapis demi lapis dari atas kebawah. Pembalutan hidung yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan tempat dari segmen fraktur yang telah direduksi; penting untuk tidak membalut hidung secara berlebihan.
Kekurangan
Penyokong anteroposterior yang inadekuat
Kesulitan bernafas melalui hidung
Sumber potensial terjadinya infeksi
12