MAKALAH PRODUKSI TERNAK UNGGAS “FITOFARMAKA”
OLEH : KELOMPOK 1 FAPET B
MAKHDIAKHDAN KHAIRAN
200110110056 2001101 10056
M. RASYID RIDHA
200110110059
DEDE YUSUF K
200110110063 2001101 10063
ERVAN RIVANA
200110110084
WAHYU INDRA
200110110075 2001101 10075
IIP LATIPAH
200110110095
LABORATORIUM TERNAK UNGGAS FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2013 I
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Keberhasilan usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu : bibit, pakan dan manajemen. Pada usaha peternakan ayam petelur, pakan merupakan komponen biaya yang besar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70 %. Selain itu pakan juga merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan penampilan produksi ayam petelur. Peningkatan Peningkatan produksi ternak melalui melalui perbaikan perbaikan kualitas pakan pakan dan efisiensi penggunaan pakan perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian suatu bahan imbuhan atau suplemen. Pakan adalah salah satu komponen penting bagi pertumbuhan ternak, karena didalam pakan terdapat nutrisi untuk memenuhi proses fisiologis dalam kehidupannya, seperti pertumbuhan, berproduksi, dan lain sebagainya. Pemenuhan nutrisi yang tepat baik secara kualitatif maupun kuantitatif diperlukan untuk meningkatkan meningkatkan hasil metabolisme yang dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan ternak. Pakan yang diberikan kepada ternak selain memperhatikan nilai nutrisi didalamnya, juga memperhatikan memperhatikan nilai ekonomis ekonomis dari bahan pakan tersebut. Pakan yang baik terdiri dari bahan pakan yang ekonomis dan memenuhi nilai nutrisi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peternak harus mengetahui komponen apa saja yang harus ada dalam bahan pakan. Selain itu, untuk dapat meningkatkan produktivitas ternak melalui peningkatan daya cerna, tingkat konsumsi pakan, dan nilai gizi suatu pakan, diperlukan bahan pakan pelengkap yang ditambahkan kedalam ransum / pakan utama. Bahan pakan pelengkap bisa didapatkan dari bahan baku limbah yang merupakan hasil samping dari suatu pengolahan bahan.
1.2.
Identifikasi Masalah
Adapun beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah mengenai fitofarmaka ini, diantaranya : a.
Apa yang dimaksud dengan Fitofarmaka ?
b. Apa perbedaan dari Fitofarmaka, Obat Herbal Terstandar dan Jamu ? c. 1.3.
Apa saja bahan pakan pelengkap yang termasuk kedalam fitofarmaka ? Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah mengenai fitofarmaka, yaitu sebagai berikut : a.
Untuk mengetahui apa itu fitofarmaka,
b. Untuk mengetahui perbedaan antara fitofarmaka, obat hebat terstandar, dan jamu, c.
Untuk mengetahui bahan pakan pelengkap apa saja yang termasuk kedalam fitofarmaka.
II TINJAUAN PUSTAKA
Produk unggas seperti daging dan telur merupakan sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh manusia, sedangkan kualitas produk unggas yang dihasilkan cukup bergantung pada status kesehatan dari unggas tersebut, sehingga kualitas dan keamanan produk unggas perlu untuk mendapatkan perhatian khusus karena berkaitan secara langsung dengan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya, juga mengingat pada kerugian peternak itu sendiri. Seiring dengan perkembangan waktu, penggunaan bahan alam sebagai alternatif dalam pencegahan dan penanganan penyakit pada hewan telah menjadi pilihan dari
banyak peternak, itu dikarenakan pemberian obat-obatan konvensional memiliki resiko akumulasi metabolit obat pada produk yang dihasilkan. Dengan memberikan bahan alam yang memiliki khasiat tertentu, diharapkan akan menjauhkan unggas dari penyakit. Bahan alam yang telah teruji secara ilmiah ini disebut juga dengan fitofarmatika. Adapun cara untuk mengklasifikasikan suatu bahan alam sebagai fitofarmatika adalah sebagai berikut : 1.
Proses pembuatannya terstandar.
2.
Ditunjang dengan bukti ilmiah.
3.
Memenuhi criteria syarat ilmiah.
4.
Memenuhi prinsip etika. Cara pemberian fitofarmaka ini adalah sebagai bahan pakan pelengkap bagi unggas,
artinya diberikan pada unggas dalam bentuk pakan, baik itu dicampurkan dengan bahan pakan lain ataupun murni tanpa campuran apapun.
2.1. Fitofarmaka
Fitofarmaka diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004). Fitofarmaka harus memenuhi kriteria Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Kriteria yang harus dipenuhi Fitofarmaka, diantaranya : a.
Standar persyaratan mutu yang berlaku telah terpenuhi calon fitofarmaka
b. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada calon fitofarmaka c.
Khasiat yang dikalim pada produk tersebut bisa dibuktikan secara ilmiah berdasarkan uji klinik pada calon fitofarmaka
d. Standarisasi terhadap bahan baku yang di gunakan dalam produk telah dilakukan pada calon fitofarmaka Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI), yaitu :
1. Tahap seleksi calon fitofarmaka Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sebagai calon fitofarmaka sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:
Obat alami
calon fitofarmaka yang diperkirakan dapat sebagai alternative
pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.
Obat alami
calon fitofarmaka yang berdasar pengalaman pemakaian empiris
sebelumnya dapat berkhasiat dan bermanfaat
Obat alami calon fitofarmaka yang sangat diharapakan berkhasiat untuk penyakit penyakit utama
Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
Ada/ tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo)
2. Tahap biological screening calon fitofarmaka 3. Tahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka Tahap ini adalah untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh, terdiri dari :
Pra klinik, in vivo dan in vitro
Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
Toksisitas ubkronis
Toksisitas akut
Toksisitas khas/ khusus
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon fitofarmaka 5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon calon fitofarmaka
Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
Teknologi farmasi tahap awal
Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
Parameter standar mutu: bahanbakuOA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap uji klinik pada manusia, ada4 fase yaitu: Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2 Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.
2.2.
Perbedaan Fitofarmaka, Obat Tradisional Terstandar, dan Jamu
2.2.1. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Syarat fitofarmaka yang lain adalah: - Klaim khasiat dibuktikan secara klinik - Menggunakan bahan baku terstandar - Memenuhi persyaratan mutu Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah yang mencakup uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat), uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau gejala penyakit). Uji klinik merupakan uji yang dilakukan pada manusia, setelah pengujian pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari pengujian toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk pemakaian pada manusia. Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi dalam beberapa fase yaitu :
Fase I : Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi, sifat farmakokinetik yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil farmakokinetik obat pada manusia. Fase II : Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk melihat kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan penelitian masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol), sehingga belum ada kepastian bukti manfaat terapetik. Fase III : Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai, memakai kontrol sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik. Fase IV : Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk melihat kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak terkendali pada waktu pengujian pra klinik atauklinik fase 1 , 2 , 3. 2.2.2. Obat Tradisional Terstandar
Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki grade setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun bahan bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas produknya. Uji praklinik dengan hewan uji, meliputi uji khasiat dan uji manfaat, dan bahan bakunya telah distandarisasi. Ada lima macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro, uji eksperimental in vivo, uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas akut bertujuan mencari besarnya dosis tunggal yang membunuh 50% dari kelompok hewan coba (LD50). Pada tahap ini sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan patologik organ pada hewan yang bersangkutan. Sedangkan uji toksisitas jangka panjang (subkronik dan kronik), bertujuan meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian obat ini secara teratur dalam jangka panjang dan dengan cara pemberian seperti pada pasien nantinya. Lama pemberian bergantung pada lama pemakaian nantinya pada penderita. Penelitian toksisitas jangka panjang meliputi penelitian terhadap system reproduksi termasuk teratogenisitas dan mutagenisitas, serta uji ketergantungan. Walaupun uji farmakologi-toksikologik pada hewan ini memberikan data yang berharga,
ramalan tepat mengenai efeknya pada manusia belum dapat dibuat karena spesies yang berbeda tentu berbeda pula jalur dan kecepatan metabolisme, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor, anatomi, atau fisiologinya. Kriteria Obat Herbal Terstandar antara lain: - Aman - Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra-linik - Bahan baku yang digunakan telah mengalami standarisasi - Memenuhi persyaratan mutu 2.2.3. Jamu
Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, namun khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman empiric. Jamu bisa diartikan sebagai
obat tradisional yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam
bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurund dan tidak melalaui proses seperti fitofarmaka. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian tanaman. Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut: -Aman -Klaim khasiat dibuktikan secara empiris -Memenuhi persyaratan mutu. Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut j amu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.
2.3.
Bahan Pakan Ternak Pelengkap Fitofarmaka
2.3.1. Tepung Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Menurut Djauhariya (2003), klasifikasi tanaman mengkudu (Morinda citrifolia) adalah sebagai berikut : Filum
: Angiospermae
Sub filum
: Dicotyledonae
Divisi
: Lignosae
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Morinda
Species
: Citrifolia
Nama binominal : Morinda citrifolia L. Mengkudu sudah dimanfaatkan sejak jaman dahulu. Menurut sejarahnya bahwa mengkudu merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mengkudu tumbuh hampir diseluruh kepulauan di Indonesia, umumnya tumbuh liar di tepi pantai, pinggir hutan, ladang, pinggir jalan dan aliran air, serta pinggir kampung. Tanaman ini sengaja ditanam sebagai batas kepemilikan tanah dan untuk kebutuhan obat keluarga. Menurut data statistik tahun 2003 tanaman mengkudu dibudidayakan di 15 propinsi seluas 23 hektar dengan produksi sekitar 1.910 ton dan meningkat menjadi 73 hektar pada tahun 2004 dengan produksi sebesar 3.509 ton (Djauhariya dkk., 2005). Tanaman mengkudu adalah salah satu sumber suplemen yang mempunyai potensi cukup baik. Tanaman ini merupakan tanaman obat yang cukup potensial untuk dikembangkan. Hampir semua bagian tanaman mengkudu mengandung berbagai zat yang berguna untuk pengobatan maupun menjaga kesehatan tubuh. Daun mengkdu mengandung protein, zat kapur, zat besi, karoten dan askorbin. Kulit akarnya mengandung senyawa morindin dan morindon. Senyawa-senyawa yang berperan dalam pengobatan adalah yang terdapat dalam buahnya antara lain xeronin, proxeronin, skopoletin, antrakuinon, vitamin A, vitamin C, anti oksidan, mineral (kalium, natrium, kalsium, zat besi), protein, karbohidrat, kalori, lemak, thiamin dan riboflafin (Bestari dkk., 2005). Telah banyak penelitian – penelitian yang menyatakan bahwa mengkudu sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia. Diantaranya meningkatkan system kekebalan tubuh, memulihkan sistem peredaran darah, menyempurnakan system syaraf, mengatasi gangguan hormonal, memperbaiki sistem metabolisme tubuh, meningkatkan stamina dan
energi, anti kanker dan antibiotik alami (Hariyanti, 2008). Selain itu mengkudu juga bermanfaat untuk ternak. Rahayu dan Hidayati (2004) dalam laporan hasil penelitiaannya menyebutkan bahwa, penggunaan tepung buah mengkudu sebagai feed additive sebesar 2 % didalam pakan berpotensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan produksi telur ayam petelur Strain Loghman umur 18 bulan atau 72 minggu. Mengkudu mengandung senyawa bioaktif yang berupa antrakuinon (antibakteri), dan saponin yang berfungsi meningkatkan permeabilitas dinding sel usus, sehingga dapat meningkatkan penyerapan zat makanan (Bintang dkk., 2007). Pada kadar rendah (0,25 %) saponin dapat meningktakan transportasi zat makanan antar sel, tetapi pada kadar yang tinggi dapat membunuh sel (Sen, 1998 dalam Bintang dkk., 2007). Selain itu, penambahan tepung buah mengkudu sebesar 4 % dalam pakan ayam petelur Strain Isa Brown umur 32 – 35 minggu dapat meningkatkan Konsumsi pakan (g/ekor/hari), Hen Day Production (%), egg mass (g/ekor/hari), konversi pakan dan Income Over Feed Cost (Rp/ekor/hari) (Sendy Deka Kusumawardani, 2008). 2.3.2. Kunyit (Curcuma domestica) Kunyit yang memunyai nama latin Curcuma domestica Val. merupakan tanaman yang mudah diperbanyak dengan stek rimpang dengan ukuran 20-25 gram stek. Bibit rimpang harus cukup tua. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Tapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar diperlukan tempat yang lebih terbuka. Rimpang kunyit berwarna kuning sampai kuning jingga. Kalsifikasi kunyit, yaitu :
Kerajaan
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub-diviso
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili : Zungiberaceae Genus : Curcuma Species
: Curcuma domestica Val.
Kunyit dapat meningkatkan kerja organ pencernaan, merangsang dinding kantong empedu mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amilase, lipase, dan protease yang berguna untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Senyawa yang terkandung dalam tanaman kunyit adalah senyawa kurkuminoid yang memberi warna kuning padan kunyit. Kurkuminoid ini kebanyakan berupa kurkumin yang mempunyai kegunaan sebagai anti oksidan, anti inflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung. Kunyit termasuk tanaman yang mempunyai banyak kegunaan, terutama bagian rimpangnya banyak dimanfaatkan untuk keperluan ramuan obat tradisional, bahan pewarna tekstil dan makanan serta kerajinan tangan, penyedap masakan, bumbu, rempahrempah, dan bahan kosmetik. Sebagai tanaman obat rimpang kunyit bermanfaat sebagai obat sakit gatal, kesemutan, gusi bengkak, luka, sesak nafas, sakit perut, bisul, sakit limpa, usus kudis, encok, sakit kuning, memperbaiki pencernaan dan merangsang gerakan usus serta menghilangkan perut kembung (karminativa), anti diare, obat peluruh empedu (kolagoga), koreng (skabida), racun serangga (desinfektan), penenang (sedativa), dan penawar racun (antidota). Kunyit dalam bentuk tepung dapat digunakan untuk mengoptimalkan kerja organ pencernaan karena kunyit yang termasuk tanaman famili Zingiberaceae yang sering digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan nafsu makan dan mengobati kelainan organ tubuh khususnya pencernaan. Jika ditambahkan dalam pakan, kunyit diharapkan dapat meningkatkan kerja organ pencernaan, dan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karkas ayam pedaging. Fungsi kunyit dalam meningkatkan kerja organ pencernaan unggas adalah merangsang dinding kantong empedu mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amilase, lipase, dan protease yang berguna untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Disamping itu minyak atsiri yang dikandung kunyit dapat mempercepat pengosongan isi lambung 2.3.3. Lidah Buaya Lidah buaya atau Aloe vera (Anonymous, 1983) sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan untuk manusia. Hal ini terkait dengan komponen senyawa aktif seperti antrakinon yang terkandung di dalamnya. Senyawa ini dilaporkan mempunyai daya
hambat terhadap pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus (Morsy, 1991). Penelitian secara in vitro (Purwadaria et al., 2001) maupun secara in vivo (di dalam usus ayam) juga menunjukkan adanya efektifitas gel lidah buaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri aerob (Sinurat et al., 2003). Oleh karena itu, penggunaan bioaktif lidah buaya sebagai imbuhan pakan mungkin akan mempunyai efek yang sama dengan antibiotik
yang
mulai
dihindarkan penggunaannya di negara maju.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak menunjukkan bahwa gel lidah buaya dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum, meskipun hasilnya belum konsisten, seperti terlihat pada Tabel 1 (Bintang et al., 2001; Sinurat et al., 2002; Sinurat et al., 2003). Penelitian ini dilakukan pada ayam broiler yang dipelihara di atas sangkar kawat. Kondisi pemeliharaan yang demikian kemungkinan mempunyai tingkat higienis atau kebersihan yang lebih baik dibandingkan dengan dipelihara di atas litter. Salah satu kemungkinan mekanisme perbaikan efisiensi penggunaan pakan oleh bioaktif lidah buaya pada ayam broiler terjadi melalui penurunan jumlah total bakteri aerob di dalam saluran pencernaan (Sinurat et al., 2003). Bioaktif lidah buaya diduga lebih efektif memperbaiki konversi pakan bila digunakan dalam kondisi pemeliharaan yang kurang baik. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pengujian efektifitas bioaktif lidah buaya pada ayam broiler yang dipelihara di atas litter, seperti halnya yang umum dilakukan peternak di Indonesia. Gel lidah buaya mempunyai banyak senyawa aktif seperti lignin, antrakinon, saponin, mineral, vitamin, asam amino dan enzim ( Suryowidodo, 1988). Dalam penelitian ini, penggunaan gel lidah buaya sebagai imbuhan pakan sangat rendah konsentrasinya yaitu 0,5- 1,0 g/kg pakan. Oleh karena itu, kontribusi kandungan gizi seperti asam amino, mineral dan vitamin dari bahan ini terhadap performans ayam dapat diabaikan. Perbaikan konversi pakan pada ayam akibat pemberian lidah buaya diduga karena adanya senyawa bioaktif. Salah satu dari senyawa ini adalah antrakinon, suatu senyawa yang larut di dalam kloroform. Hal ini ditunjang hasil penelitian yang dilakukan secara in vitro, dimana ekstrak kloroform dari gel lidah buaya mempunyai
pengaruh
menghambat
pertumbuhan bakteri (Purwadaria et al., 2001). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian efektifitas gel lidah buaya sebagai imbuhan pakan bagi ayam broiler yang dipelihara di atas litter.
2.3.4. Daun Sirih Daun sirih yang diberikan sebagai fitofarmaka pada ayam harus dalam keadaan telah direbus, jika diberikan secara mentah maka ayam bisa keracunan dan gila. Daun sirih ini sangat berguna untuk : a) Memperlancar pencernaan Daun sirih dapat memberikan efek spasmolitik terhadap otot-otot halus dalam saluran pencernaan, sehingga sangat baik dalam memperlancar sistem pencernaan, selain itu daun sirih juga banyak mengandung atsiri oil, satu diantara komponennya adalah kavakrol yang bersifat desinfektan dan anti jamur sehingga bisa untuk Antiseptik pada saluran pencernaan. b) Sebagai pakan organik Daun sirih sangat aman dikonsumsi bagi manusia atau hewan khususnya ayam tanpa memberikan efek samping. Jadi bisa sebagai pakan yang diberikan untuk ayam bila menggunakan sistem organik. c) Menghilangkan ngorok pada ayam Cara pemberiannya adalah berbentuk air rebusan daun sirih yang dicampur dengan jeruk nipis dan diberikan dalam keadaan hangat. 2.3.5. Bawang Putih Manfaat bawang putih untuk ayam pada dasarnya digunakan untuk penyembuhan, Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang dapat ditangani dengan menggunakan bawang putih : a) Mengurangi diare Ayam yang sedang mengalami diare karena beberapa factor, salah satunya adalah faktor cuaca. Dengan ayam mengkonsumsi bawang putih maka sistem pencernaan akan lancer, fungsinya nyaris sama dengan daun sirih. b) Meningkatkan ketahanan tubuh Dalam suhu yang tidak stabil atau pergantian musim tentu ketahanan tubuh ayam juga berbeda-beda. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh akibat cuaca. Pemberian bawang putih dapat menambah suhu tubuh. Allicin yang terkandung dalam bawang putih merupakan senyawa anti jamur. Ini menyebabkan ayam menjadi tahan terhadap serangan bakteri maupun virus yang berkembang pada suhu tertentu. Bawang putih
juga dapat menyembuhkan flu pada ayam. Memperbaiki atau mengobati bagian tubuh ayam yang luka. 2.3.6. Eceng Gondok Daun eceng gondok (Eichornia Crassipes) adalah tanaman air dan biasa tumbuh pada permukaan air seperti di kolam, sungai, rawa, danau, dan beberapa tempat dengan genangan air lainnya. Di berbagai daerah, tanaman eceng gondok ini sering dianggap sebagai hama dengan pertumbuhan dan perkembangan cukup cepat sehingga banyak orang ingin membersihkannya. Banyak anggapan bahwa sungai-sungai yang terdapat tanaman enceng gondok ini dapat menyebabkan mampetnya saluran air dikarenakan dapat menimbulkan tumpukan sampah. Disamping opini miring tentang eceng gondok, ternyata tanaman ini memiliki beberapa manfaat bagi ternak unggas, diantaranya sebagai berikut : a) Kalsium daun lebih tinggi dari pada akar dan batang Kalsium yang terdapat pada daun eceng gondok jauh lebih tinggi daripada akar dan batangnya. Fungsi kalsium itu sendiri yaitu menetralkan asam organik hasil metabolisme seperti asam oksalat berupa racun. b) Provitamin A. Fungsi provitamin A ini berguna untuk menambah warna kuning telur c) Protein. Protein dalam daun enceng gondok berupa protein kasar sebanyak 40% sedangkan sisanya protein murni setara dengan kedelai dan susu. 2.3.7. Gula Jawa Gula Jawa atau sering disebut juga gula merah, dan ada sebutan unik yaitu gula mangkok adalah sejenis bahan makanan untuk memberi rasa manis pada masakan. Gula jawa terbuat dari bahan nira sementara nira tersebut adalah cairan yang keluar dari bunga pada pohon palma seperti kelapa, aren, dan siwalan serta tebu serta bahan lain. Kandungan gula jawa, nutrisi Gula Jawa (sajian 100 g) : energi (kkal) : 386, protein (g) : 3,0, karbohidrat (g) : 76,0, lemak (g) : 10, kalsium (mg) : 76, fosfor (mg) : 37, besi (mg) : 37. Tujuan Pemberian Gula Jawa 1. Meningkatkan stamina dan daya tahan t ubuh 2. Menambah nutrisi/sumber energi dalam air minum agar mudah diserap. 3. Mengatasi dehidrasi pada ayam. 4. Menambah berat badan ayam.
5. Mencegah kematian pada ayam.
Alasan Pemberian Air Gula Jawa a.
Air gula jawa dimaksudkan untuk sumber energi mudah diserap untuk ayam.
b. Kandungan nutrisi air gula jawa berupa sukrosa dan glukosa mampu mensuplai sumber energi dan nutrisi lain berfungsi untuk menambah stamina ayam. c.
Menambah nutrisi belum tersedia pada ransum ayam Hal-hal perlu diperhatikan dalam pemberian air gula j awa, diantaranya :
a.
Campurlah beberapa bahan lain agar air gula jawa tidak dimasuki semut dengan lengkuas atau laos tadi atau bawang putih dan kunyit.
b. Pemberian boleh dilakukan pagi atau sore saja asalkan 1 x sehari c.
Pemberian diberikan pada musim dingin (penghujan) dan ketika ayam kelihatan lemas
d. Pemberian air gula jawa pada musim panas dapat menimbulkan konsumsi makanan menjadi sia-sia karena aktifitas ayam menjadi hiperaktif. Banyak pendapat bermunculan tentang manfaat air gula jawa atau gula merah ini. Maka dari itu kami mengambil kesimpulan bahwa inti pemberian air gula jawa pada ayam adalah untuk menjaga dan menambah stamina/daya tahan tubuh saat cuaca ekstrim (musim penghujan). Namun pada konsisi ayam sehat, pemberian air gula jawa tidak akan berpengaruh negatif pada ayam. 2.3.8. Daun Katuk Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi besar namun belum banyak dilirik dan dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah daun katuk (Sauropus androgynus). Komposisi Gizi Daun Katuk terdiri dari besi, provitamin A dalam bentuk carotene, vitamin C, minyak sayur, protein dan mineral lainnya. Daun katuk tua terkandung air 10,8%, lemak 20,8%, protein kasar, 15.0%, serat kasar 31,2%, abu 12,7%, dan BETN 10.2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tepung daun katuk mengandung air 12%,
abu 8,91%, lemak 26,32%, protein 23,13%,
karbohidrat 29,64%,
carotene
(mg/100 g) 165,05 dan energi (kal) 134,10. Beberapa manfaat daun katuk, yaitu sebagai berikut :
a.
Daun Katuk sebagai Antikuman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun katuk juga mempunyai sifat antikuman dan antiprotozoa. Daun katuk diekstrak dengan air panas mampu menurunkan jumlah Salmonella sp., Escherichia coli dan Streptococcus sp, tetapi tidak menurunkan jumlah Bacillus subtilis dan Lactobacillus sp. pada kotoran ayam broiler. Bahkan pada level pemberian 1,5 g/l air ekstrak tersebut mampu meningkatkan jumlah Lactobacillus sp dan Bacillus subtilis. Lactobacillus sp merupakan salah satu mikrobia efektif, yang mempunyai peranan penting dalam kesehatan baik pada manusia, hewan ternak maupun tumbuhan. Kotoran hewan ternak yang banyak mengandung Lactobacillus sp. ini merupakan bahan pupuk organik yang sangat baik serta dapat memperbaiki struktur tanah. Mereka juga dapat memperbaiki produktivitas tanaman. Selain itu, mereka mempunyai peranan penting dalam menurunkan logam berat pada suatu bahan. Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum juga menurunkan jumlah Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging ayam broiler. Penurunan Salmonella sp. baik pada daging dan kotoran hewan ternak merupakan indikasi bahwa tingkat kontaminasi produk olahan hewan ternak dapat ditekan dengan pemberian ekstrak daun katuk. Dengan demikian, kemungkinan konsumen terkena penyakit akibat mengkonsumsi daging menjadi berkurang. Pemberian ekstrak daun katuk pada ayam petelur juga mampu menekan jumlah Salmonella sp., Staphylococcus sp., Escherichia coli pada kotoran ayam petelur. b.
Daun Katuk sebagai Antilemak
Pemberian tepung daun sebanyak 30 g/kg ransum memberikan akumulasi lemak yang terendah. Turunnya akumulasi lemak oleh katuk diduga disebabkan oleh zat aktif yang ada dalam daun katuk. Daun katuk mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Telah diketahui bahwa ketiga zat tersebut mempunyai khasiat untuk menurunkan akumulasi lemak. Pada daging hewan ternak Diperoleh hasil bahwa pada ayam broiler pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 28 hari memberikan akumulasi lemak yang paling rendah. Sementara Gusmawati (2000) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan keuntungan peternak.
c.
Peningkatan Performans Ayam Pedaging
Ternyata pemberian ekstrak daun katuk cenderung meningkatkan pertambahan berat badan dan menurunkan konversi pakan pada hewan ternak. Penurunan konversi pakan dan peningkatan pertambahan berat badan dapat dijelaskan oleh karena diduga kandungan tanin dan saponin dalam ekstrak menurun dikarenakan proses perebusan dalam air panas. Namun demikian, pada level pemberian tertentu konsumsi pakan hewan ternak masih cenderung turun. Pada penelitian selanjutnya ekstrak daun katuk ditambahkan ke dalam pakan hewan ternak komersial sebanyak 18 g/kg pakan. Pemberian ekstrak daun katuk yang disuplementasi ke dalam pakan ayam broiler sebesar 18 g/kg pakan memberikan pertambahan berat badan optimal dengan konversi pakan terendah. Namun, pemberian ekstrak tersebut menurunkan konsumsi pakan hewan ternak. Pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum selama 2 minggu dari umur 28-42 hari cenderung meningkatkan pertambahan berat badan ayam broiler dan menurunkan konversi pakan atau meningkatkan efisiensi penggunaan pakan serta memberikan keuntungan yang lebih besar sebanyak RP 278,-/ekor. 2.3.9. Kayu Manis kayu manis memiliki nama latin Cinnamomum zeylanicum yang berasal dari asia tropis, terutama Sri lanka dan India. kayu manis sudah mendapat posisi terbaik dan nggul menjadi bahan pengobatan secara luas, yakni obat-obatan tradisional. Pohon kayumanis banyak manfaatnya bagi ayam aduan. baik akarnya, kulit kayunya maupun daunnya. baik dalam keadaan kering maupun masih segar. setelah dimasak dihancurkan. kemudian dibentuk bulatan kecil-kecil. Akarrya untuk mengatasi demam akibat luka. kulit kayunya bisa mencegah dan mengobati desentri, dan meningkatkan stamina. daunnya untuk meningkatkan energi, menjaga stamina, mengobati diare juga mengobati cacingan. adapun racikan yang dapat digunakan sebagai berikut : 1. Gangguan Pencernaan Jika ayam kedapatan pencernaannya tidak normal, maka bisa dibuatkan ramuan : - Kayu manis 1 bagian - Kulit jeruk 1 bagian - Kulit telur 1 bagian - Daun kacang 1 bagian - Gula merah 1 bagian
Semua bahan dihancurkan hingga halus, dicampur madu dibentuk menjadi bulatan kecil-kecil, dan berilah ayam aduan 2 butir pada pagi dan sore hari. 2. Disentri Jika ayam menderita disentri, juga yang disertai darah bisa ditolong dengan ramuan : - Kayumanis 1 bagian - batang begonia 1 bagian - Kulit kayu pohon asam 1 bagian - Daun jambu 1 bagian Rendam bahan dalam air, remas-remas sekitar 15 menit. Berikan satu sendok tiap pagi, siang dan sore. jika anda juga sakit disentri bisa menggunakan ramuan ini dengan meminumnya 1 gelas kecil, 3 kali sehari. 2.3.10. Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Daun salam
yang memiliki nama latin Syzygium polyanthum (Wight) Walp.
adalah salah satu tanaman herbal yang memilki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit diare (Sangat et al., 2000). Minyak atsiri, triterpenoid, saponin, fl avonoid, dan tanin adalah beberapa senyawa yang terkandung dalam daun salam (Davidson & Branen, 1993) yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen, seperti Salmonella sp., Bacillus cereus, B. Subtilis, Staphylococcus aureus, E. coli dan Pseudomonas fl uorescens (Setiawan, 2002). Daun salam mempunyai efek yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Sangat et al., 2000; Setiawaty, 2003). Hermana et al. (2008) menyatakan bahwa tepung daun salam mempunyai bahan kering sebesar 95,02%m abu 4,86%, lemak kasar 4,53%, protein kasar 1,28%, serat kasar 20,39%, kalsium 1,13%, fosfor 0,71%, saponin 95,27 ppm dan tanin total 7,62%. Pemberian tepung daun salam hingga taraf 3% pada ayam broiler yang diinfeksi dengan bakteri E. coli cenderung menekan jumlah koloni bakteri E. coli dalam ekskreta. Hal ini berarti bahwa kandungan daun salam seperti minyak atsiri, tanin, flavonoid dan saponin berfungsi sebagai antibakteri, sehingga semakin tinggi penggunaan daun salam dalam ransum akan menghasilkan daya hambat bakteri yang lebih tinggi (Hermana et al., 2008).
2.3.11 Daun Beluntas (Pluchea indica Less.)
Daun Beluntas (Pluchea indica Less.) merupakan salah satu jenis tanaman Indonesia yang biasa digunakan sebagai tanaman pagar dan tanaman obat. Daun beluntas mengandung vitamin C sebesar 98,25 mg/100g, beta karoten 2552 mg/100g, total tanin 1,88%, total fenol 9,85%, total flavonoid 4,47%, kuersetin 1,45%, mirisetin 1,58% dan kaemperol 0,80% (Rukmiasih et al., 2010). Pemberian beluntas pada itik dengan dosis 1% efektif mencegah terjadinya oksidasi lipida yang ditandai dengan makin tingginya persentase asam lemak, khususnya C18:0, C18:2 dan total C18:2 dan C18:3. Setiaji & Sudarman (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun beluntas dalam air minum sampai level 10% dengan cara pemberian diskontinyu dapat digunakan sebagai obat anti stress untuk ternak ayam broiler. Flavonoid dan polifenol yang terkandung dalam daun beluntas mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, yang bersamasama dengan vitamin C dan karotenoid melindungi jaringan tubuh dari kerusakan akibar stress oksidatif (Rukmiasih et al., 2010). Sudarman et al. (2011) melaporkan bahwa penambahan daun beluntas dalam pakan ayam broiler dapat menurunkan kadar kolestrol pada daging ayam hingga 8%.
III KESIMPULAN
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Bedanya dengan obat herbal terstandar, yaitu Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki grade setingkat di bawah fitofarmaka, serta jamu merupakan sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, namun khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman. beberapa contoh jenis fitofarmaka yang lazim diberikan pada unggas, yaitu tepung buah mengkudu yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan produksi telur ayam petelur Strain Loghman umur 18 bulan atau 72 minggu (Rahayu dan Hidayati (2004)), kunyit yang berfungsi untuk kerja organ pencernaan, dan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karkas ayam pedaging. Gel lidah buaya berfungsi untuk perbaikan konversi pakan pada ayam dengan menghambat pertumbuhan bakteri, daun sirih berfungsi untuk menghilangkan ngorok pada ayam, bawang putih untuk menyembuhkan flu pada ayam, memperbaiki atau mengobati bagian tubuh ayam yang luka. Dan terakhir eceng gondok dengan kandungan kalsium yang tinggi serta dapat menambah warna kuning telur (Anonim, 2013). Selain yang telah disebutkan, masih banyak jenis – jenis fitofarmaka lainnya yang bermanfaat bagi ternak unggas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013.
Manfaat
Kunyit
Untuk
Ayam.
http://ayam-pelung-
genotype.blogspot.com/2013/03/manfaat-kunyit-untuk-ayam.html Diunduh Pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 22.30 _______. 2013. Manfaat Daun Eceng Gondok Untuk Ayam. http://ayam-pelunggenotype.blogspot.com/2013/03/manfaat-daun-enceng-gondok-untuk-ayam.html Diunduh Pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 22.30 _______.
2013.
Manfaat
Bawang
Putih
Untuk
Ayam.
http://ayam-pelung-
genotype.blogspot.com/2013/03/manfaat-bawang-putih-untuk-ayam.html Diunduh Pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 22.30 _______.
2013.
Manfaat
Daun
Sirih
Untuk
Ayam.
http://ayam-pelung-
genotype.blogspot.com/2013/03/manfaat-daun-sirih-untuk-ayam.html
Diunduh
Pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 22.30 Erniasih, Indah dan Tyas Rini Saraswati .2006. Penambahan Limbah Padat Kunyit (Curcuma Domestica) pada Ransum Ayam dan Pengaruhnya terhadap Status Darah dan Hepar Ayam. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan Biologi FMIPA UNDIP Hermana W., Puspitasari, D. I., Wiryawan K. G. & Suharti, S. 2008. Pemberian Tepung Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dalam Ransum Sebagai Bahan Antibakteri Escherichia coli terhadap Organ Dalam Ayam Broiler. Med. Pet. 31:63-70 Kusumawardani, Sandy Deka. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia) Dalam Pakan Terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang Mismis.
2011.
Perbedaan
fitofarmaka
obat
herbal.
http://freshofme.
blogspot.com/2011/12/ perbedaan-fitofarmaka-obat-herbal.html Diunduh pada tanggal 18 Mei pukul 08.14 PM
Riyadi, Slamet. 2009. Kunyit dan Jahe Baik Untuk Ayam Broiler. http://slametriyadi03.blogspot.com/2009/04/kunyit-dan-jahe-baik-untuk-ayam-broiler.html. Diunduh pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 07.48 PM Rukmiasih, Hardjosworo, P. S., Piliang, W. G., Hermanianto,J. & Apriyantono, A. 2010. Performance,
Chemical
Quality,
and
Off-Odor of Duck’s Meat (Anas
plathyrynchos) Fed Beluntas (Pluchea indica L. Less) Containing Ration. Med. Pet. 33: 68-75 Setiaji, D. & Sudarman, A. 2005. Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica less.) sebagai Obat Antistres pada Ayam Broiler. Med. Pet. 28: 46-51. Thifa. 2010. Fitofarmaka. http://artikel-herbal.thifaonline.com/fitofarmaka-i/ Diunduh pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 08.13 PM Wibowo, Aji, S.Farm., Apt. 2012. Fitofarmaka.
http:// farmatika. blogspot. com/p/
fitofarmaka.html. Diunduh pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 08.30 PM