FAKTOR RISIKO STROKE ISKEMIK Faktor risiko mayor stroke (faktor dominan) dominan) adalah penyakit dan gangguan gangguan lain yang memang sudah ada pada pasien. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah koroner, gangguan pembuluh darah karotis, diabetes mellitus, riwayat stroke sebelumnya, dan polisitemia vera,. Faktor risiko minor ini antara lain adalah kadar lemak darah yang tinggi, hematokrit tinggi, merokok, obesitas, kadar asam urat tinggi, kurang gerak badan/olahraga, fibrinogen tinggi, dan orang negro.
TATALAKSANA PREVENTIF STROKE ISKEMIK FASE AKUT DAN PASCA STROKE ISKEMIK / TIA Tujuan tatalaksana pasien stroke adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Memberikan bantuan hidup secara umum Meminimalkan lesi stroke Mencegah komplikasi akibat stroke Melakukan rehabilitasi, dan Mencegah timbulnya serangan ulang stroke
Gambar 1. Gambaran umum area infark dan penumbra terhadap thrombus pada stroke iskemik
Secara patofisiologi,berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi – reaksi reaksi berantai hingga terjadi kematian sel – sel – sel sel otak dan unsur – unsur pendukungnya. Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core ( core of infarction) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi fungsinnya sangat berkurang dan juga turut serta dalam menyebabkan defisit neurologis, sementara, tingkat iskemiknya berpusat di tengah lesi, dan makin ke perifer 7
makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur angsur mengalami kematian . Jadi, sasaran terapi preventif pada stroke iskemik dapat terbagi dua tahap, yaitu: (1) prevensi agar daerah penumbra tidak menjadi iskemik, dan (2) prevensi tidak terjadi stroke berulang. 1. Prevensi agar daerah penumbra tidak menjadi iskemik Tujuan utama terapi stroke iskemik akut adalah menyelamatkan area hipovolemi pada iskemik penumbra. Area yang oligemia dapat diselamatkan dengan menghambat beratnya iskemik injuri dan menurunkan durasi iskemik. Pilihan terapi meliputi: a. Recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) Obat ini merupakan activator plasminogen jaringan, sehingga melisiskan thrombus dengan cara mempercepat degradasi fibrin. Akan tetapi, obat ini hanya efektif dilakukan dalam 3 jam awitan stroke berdasarkan studi NINDS. Oleh karena tingginya risiko dan komplikasi trombotik, maka tidak dianjurkan dilakukan pasca 3 jam awitan stroke, dan tanpa fasilitas intensif yang mapan dan memadai. Risiko dan manfaat potensial dari rtPA harus didiskusikan dahulu dengan keluarga dan pasien sebelum pengobatan dimulai. Risiko perdarahan pada pemberian rTPA mencapai 6% pada studi NINDS dan untuk mengantisipasi hal ini American Heart Association/American Stroke Association telah mengeluarkan panduan cara mengatasi perdarahan yang disebabkan oleh rTPA. Upaya mencegah perdarahan dilakukan dengan menetapkan indikasi pemberian rTPA yang ketat melalui suatu check list panjang yang disesuaikan dengan kriteria pada studi NINDS. Penting diperhatikan bahwa hanya pasien yang memenuhi seluruh kriteria itu yang boleh diberikan trombolitik. b. Anti agregasi platelet Saat ini data yang ada masih belum cukup, namun secara statistik, terdapat penurunan yang signifikan dalam angka kematian dan hasil yang tidak menguntungkan dengan pemberian aspirin dalam waktu 48 jam pasca onset stroke. Data mengenai kegunaan obat antiplatelet lainnya, termasuk clopidogrel atau dengan kombinasi aspirin, untuk pengobatan stroke iskemik akut masih belum cukup. Berdasarkan rekomendasi AHA 2013, pemberian oral aspirin (dosis awal 325 mg) dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk pengobatan kebanyakan pasien. Sementara, kegunaan clopidogrel untuk pengobatan stroke iskemik akut belum cukup bukti. Hal ini berbeda dengan
8
rekomendasi AHA/ASA sebelumnya yang membolehkan pemberian clopidogrel. Alasannya adalah dibutuhkan oenelitian lebih lanjut untuk menguji kegunaan pemberian clopidogrel dalam keadaan emergensi untuk dipertimbangkan apakah diperlukan pengobatan pasien dengan stroke akut. c. Pemberian volume expander, vasodilator, dan hypertensive inducer Pada kasus luar biasa dengan hipotensi sistemik dengan gejala sisa, dibolehkan untuk memberikan vasopressor dengan tujuan meningkatkan aliran darah otak. Jika hipertensi akibat obat yang digunakan, pemantauan ketat neurologis dan kardiak sangat dianjurkan. Sementara itu pemberian agen hemodilusi ,pemberian albumin, obat yang memicu hipertensi atau dan agen vasodilator, seperti pentoxyfilline, tidak lagi dianjurkan. Perlakuan obat yang memicu hipertensi hanya diperbolehkan untuk clinical trial. d. Obat perdarahan lainnya Obat perdarahan lainnya, seperti fibrinolitik dan antikoagulan tidak dianjurkan untuk diberikan dalam fase akut karena belum cukup bukti. 2. Prevensi stroke pada pasca stroke iskemik/TIA Prevensi stroke meliputi modifikasi faktor-faktor risiko minor, seperti dengan diet, aktivitas fisik, stop kontrasepsi oral, berhenti merokok dan minum beralkohol, dan lain-lain. A. Pengendalian Faktor Risiko
1. Hipertensi a. Penurunan tekanan darah direkomendasikan baik untuk pencegahan stroke ulang maupun pada penderita dengan komplikasi vascular lainnya yang pernah mendapat serangan stroke iskemik maupun TIA sebelum 24 jam b. Oleh karena manfaat ini diperoleh pada orang-orang yang telah diketahui hipertensi sebelumnya maupun tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya, rekomendasi ini dapat digunakan oleh semua pasien dengan st roke iskemik dan TIA yang memenuhi syarat untuk penurunan tekanan darah. c. Target penurunan tekanan darah yang absolut tidak dapat dipastikan dan tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya terlihat jika penurunan rata-rata sekitar 10/5 mmHg, dengan tekanan darah normal didefinisikan <120/80 mmHg oleh JNC VII d. Beberapa modifikasi gaya hidup telah dibuktikan mengurangi tekanan darah dan merupakan bagian dan pengobatan komprehensif antihipertensi. Yang termasuk modifikasi gaya hidup ini adalah pembatasan asupan garam; penurunan berat badan; diit dengan kaya buah-buahan, sayuran dan low fat dairy products; senam aerobik yang regular; dan pembatasan konsumsi alkohol. Keterangan: yang dilakukan di Indonesia adalah olah raga teratur, dan tidak minum alkohol sama sekali.
9
e. Pemberian obat dengan dosis yang optimal untuk mencapai ti ngkat tekanan darah yang direkomendasikan masih tidak pasti karena pengetahuan tentang perbandingan yang langsung tentang obat-obatan tersebut masih terbatas. Data yang ada menunjukkan bahwa diuretika atau kombinasi diuretika dengan ACE menunjukkan manfaat. f. Pilihan obat yang spesifik dan targetnya dipilih secara orang per orang berdasarkan efek secara mekanisme farmakologi dengan mempertimbangkan karakteristik dari pasien yang spesifik, dimana dikaitkan dengan obat yang spesifik, dan memberikan efek terhadap pengobatan sesuai dengan indikasinya (contoh penyakit pembuluh darah ekstrakranial, gangguan ginjal, penyakit jantung dan diabetes). 2. Diabetes a. Gula darah diperiksa secara teratur. Direkomendasikan bahwa diabetes ditangani dengan modifikasi gaya hidup dan secara individu diberikan terapi farmakologi b. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 yang tidak dibutuhkan insulin, pengobatan dengan pioglitazon direkomendasikan setelah stroke secara protektif, double blind PROactive trial randomized dari 5238 pasien DM tipe 2 dan riwayat macrovascular disease pada pioglitazon atau plasebo. Pasien dengan riwayat stroke sebelumnya (n=486 pada grup pioglitazon, n=498 pada grup plasebo) menunjukkan manfaat yang bermakna dengan pioglitazon dengan combined end point of death and major vascular events (HR 0,78; C1 0,60-1,2; P= 0,067). Dalam analisa sekunder pioglitazon mengurangi angka kejadian stroke fatal dan non fatal (HR 0,53; 95% C1 0,34-0,85; P= 0,0085), dan cardiovascular death, nonfatal myocardiac infarction, atau nonfatal stroke (HR 0,72; 95% C1 0,52-1,00; P= 0,0467). 2 3. Lipid a. Pengobatan statin dengan efek penurunan lipid yang efektif direkomendasikan untuk mengurangi risiko stroke dan penyakit kardiovaskuler untuk pasien yang menderita stroke iskemik dan TIA yang juga disertai aterosklerosis, Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL C) ≥ 100 mg/dl, dan tanpa menderita penyakit jantung koroner b. Untuk pasien dengan stroke iskemik aterosklerosis atau TIA tanpa penyakit jantung koroner, target penurunan LCL C sekurang-kurangnya 50% atau sasaran tingkat LDL C <70 mg/dl, untuk mencapai manfaat yang optimum c. Pasien dengan stroke iskemik atau TIA disertai dengan peninggian kadar kolesterol atau menderita penyakit jantung koroner harus ditanggulangi sesuai dengan guideline NCEP III, termasuk didalamnya modifikasi gaya hidup, tuntutan diit dan obat-obatan yang direkomendasikan d. Pasien dengan stroke atau TIA dengan High Density Lilpoprotein Cholesterol (HDL C) rendah dapat dipertimbangkan pengobatan dengan niasin atau gemfibrozil
10
e. Terapi dengan statin direkomendasikan pada subjek dengan stroke nor kardioemboli. Pada studi SPARCL (Stroke Prevention by Aggresive Reduction in Cholesterol Level ), terapi statin dengan atorvastatin akan mengurangi kejadian stroke berulan (HR 0,84; CI 0,71-0,99), sementara pada HEART protection study, simvastatin mengurangi kejadian gangguan vaskuler pada pasien riwayat stroke, dan mengurangi stroke pada pasien dengan penyakit vaskuler lainnya (RR 0,76). 4. Sindrom Metabolik a. Saat ini manfaat skrining pasien untuk sindroma metabolik masih belum ada kesepakatan b. Bagi pasien yang terklarifikasi sindroma metabolic saat skrining, perlu dikakukan tindakan, meliputi konseling untuk modifikasi gaya hidup (olahraga) dan penurunan berat badan untuk menurunkan risiko vaskuler c. Terapi preventive untuk sindroma metabolik sebaiknya mencakup pengobatan yang sesuai untuk setiap komponen sindroma tersebut yang merupakan faktor risiko stroke terutama dislipidemia dan hipertensi
Sementara, terapi antiplatelet sebagai prevensi stroke pasca stroke iskemik tanpa emboli, berdasarkan pedoman AHA/ASA 2014 meliputi: a. Penderita dengan stroke iskemik akut aterotrombotik/TIA atau dengan riwayat stroke iskemik aterotrombotik/TIA sebelumnya pemberian antiplatelet lebih dianjurkan dibandingkan antikoagulan untuk mengurangi risiko berulangnya stroke dan kejadian kardiovaskular lain. b. Pasien stroke dalam terapI antiplatelet sebaiknya dievaluasi kembali untuk patofisiologi dan faktor risiko. c. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dapat dipertimbangkan dalam pasien stroke iskemik ringan atau TIA dalam waktu 24 jam dan dilanjutkan kelanjutan selama 90 hari a. Aspirin (50-325mg) monoterapi atau kombinasi aspirin dosis rendah 25 mg dengan extended release dypiridamole 200 mg dua kali sehari diindikasian sebagai terapi inisial pasca TIA atau stroke iskemik untuk mencegah rekurensi stroke. b. Clopidogrel 75 mg monoterapi merupakan opsi yang cukup beralasan sebagai pencegahan stroke pengganti aspirin dan kombinasinya dengan dypiridamole, khususnya yang alergi c. Seleksi antitrombotikdisesuaikan dengan faktor risiko pasien, harga, toleransi, efikasi, dan klinis lain d. Dalam 24 jam pertama, kombinasi aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai terapi awal dalam 24 jam pada stroke iskemik minor atau TIA dan boleh dilanjutkan selama 90 hari e. Kombinasi aspirin 25 mg dengan klopidogrel lebih dari sehari dan dilanjutkan selama 2 hingga tiga tahun dapat meningkatkan risiko perdarahan dan digdak direkomendasikan sebagai pengobatan rutin jangka panjang 11
Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA dalam pengobatan aspirin, tidak ada bukti bahwa meningkatkan dosis dapat memberi manfaat. Belum ada obat lain yang memiliki cukup bukti akan mengurangi kejadian stroke saat diobati aspirin g. Pada pasien dengan riwayat stroke iskemik atau TIA, atrial fibrilasi, dan penyakit jantung koroner,penambahan antitrombotik pada terapi VKA tidak mengurangi risiko CVA atau iskemi kardiovaskuler f.
12
TRAKTUS CORTICOSPINALIS
Jaras motorik merupakan jaras desenden. Traktus corticospinalis merupakan jaras desenden yang penting dan berfungsi untuk perintah motorik langsung dalam keadaaan sadar. Traktus ini berasal dari akson-akson upper motor neuron yang berada pada korteks motorik. Gambar berikut merupakan gambar jaras desenden pada medulla spinalis yang melewati traktus corticospinalis.
LEGENDA: 1. UMN pada cortex cerebri 2. Decussatio pyramidum 3.LMN pada cornu anterior substansia grisea medulla spinali 4. Traktus corticospinalis lateralis A. Lesi setinggi capsula interna Akson dari UMN rusak sehingga seluruh anggota badan mengalami kelumpuhan UMN pada kontralateral B.
Lesi setinggi medulla spinalis (Brown-Sequard Sundrome Setinggi lesi: kelumpuhan LMN ipsilateral karena LMN rusak pada kornu anterior substansia grisea Di bawah lesi: kelumpuhan UMN ipsilateral karena rusaknya akson UMN
UMN
LMN
Gambar 2. Traktus corticospinalis
Lintasan traktus ini awalnya akan membentuk corona radiata, setelah itu berjalan melalui crus posterior capsula interna, selanjutnya sepertiga tengah basis pedunculi, dan selanjutnya basis pontis. Sebagian besar serabut akan menyilang membentuk decussatio pyramidum kemudian turun ke caudal sebagai tractus corticospinalis lateralis dan melayani otot-otot anggota gerak. Sebagian lagi serabut yang tidak menyilang akan melanjutkan diri sebagai tractus corticospinalis anterior melalui kolumna anterior substansia alba medulla spinalis. Namun, traktus ini juga akan menyilang garis median sesaat sebelum berakhir pada segmen medulla spinalis yang bersangkutan. Traktus ini
13
terutama melayani otot-otot batang badan. Tractus corticospinalis akan bersinaps dengan motor neuron alfa yang terletak pada kornu anterior substansia grisea medulla spinalis. Jika terjadi Lesi setinggi capsula interna, a kson dari UMN rusak sehingga seluruh anggota badan mengalami kelumpuhan UMN pada kontralateral. Sementara jika lesi setinggi medulla spinalis (BrownSequard Sundrome, jika setinggi lesi: kelumpuhan LMN ipsilateral karena LMN rusak pada kornu anterior substansia grisea. Sementara jika di bawah lesi, akan terjadi kelumpuhan UMN ipsilateral karena rusaknya akson UMN. HEMIPLEGIA ALTERNANS NERVUS FASCIALIS
a. Neuroanatomi Traktus corticobulbaris memiliki fugnsi sama seperti traktus corticospinalis, yaitu aktivitas motorik oleh perintah langsung di dalam kesadaran. Jaras ini berasal dari akson UMN di korteks serebri dan berakhir pada nucleus motorik di batang orak. Sebagian besar
nucleus motorik pada batang otak mendapatkan persarafan bilateral dari kedua hemisfer serebri, namun beberapa nucleus hanya mendapatkan persarafan dari sisi kontralateral saja. Sebagai contoh, nucleus motorik nervus fasialis yang mempersarafi otot-otot wajah di bawah mata hanya mendapatkan persarafan dari sisi kontralateral saja, namun nucleus motorik nervus fascialis yang mempersarafi otot-otot wajah di atas mata mendapatkan persarafan bilateral. Selain itu, nucleus motorik nervus hipoglosus untuk m. genioglossus hanya mendapatkan persaragdan dari sisi kontralateral saja, namun otot- otot lidah lainnya mendapat persarafan bilateral. Aplikasinya adalah sebagai berikut: A. Lesi setinggi capsula interna (lesi supranuclearis) menyebabkan : a. Lumpuhnya otot- otot wajah di bawah mata pada sisi kontralateral. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, otot wajah di atas mata mendapatkan persarafan bilateral sehingga tidak lumpuh total (tipe kelumpuhan UMN) B. Lesi setinggi nukelus motorik nervus fascialis (N.VII) sesisi (ipsilateral; lesi nuclearis) a. Kelumpuhan seluruh otot wajah ipsilateral tipe LMN b. Kelumpuhan anggota badan pada sisi kontralateral tipe UMN c.
Kelumpuhan ini disebut hemiplegia alternans N.VII
C. Bell’s palsy: kelumpuhan perifer N.VII (lesi infranuclear) mengakibatkan kelumpuhan otot wajah ipsilateral tipe LMN
14
LEGENDA 1: UMN pada korteks serebri 2: tractus corticobulbaris 3: nucleus motorik N VII (LMN) untuk otot wajah di ataas mata 4: nucleus motorik NVII(LMN) untuk otot-otot wajah di bawah mata 5: N VII (nervus facialis) 6. Tractus corticospinalis Lesi A: setinggi capsula interna (lesi supranuclearis) B: Lesi setinggi Nucleus motorik NVII ipsilateral C: kelumpuhan perifer (lesi infranuclear)
Gambar 3
Tractus corticobulbaris
b. Hemiplegia alternans nervus fasialis Hemiplegia alternans merupakan suatu bentuk plegia yang memiliki lesi ipsilateral dan presentasinya kontralateral di bagian tubuh. Salah satu karakternya adalh terjadi episode rekuren paraliss pada salah satu sisi tubuh, Hemiplegia alternans nervus fasialis merupakan kelumpuhan seluruh otot wajah ipsilateral tipe LMN yang disebabkan oleh lesi setinggi nucleus motorik nervus fasialis ipsilateral. Adanya lesi setinggi nucleus motorik ini juga menyebabkan kelumpuhan anggota badan pada sisi kontralateral tipe UMN. 2. Tatalaksana penurunan tekanan darah pada stroke hemoragik Sebagian besar pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg. Salah satu tatalaksana keadaan stroke akut adalah optimalisasi tekanan darah sesuai dengan kebutuhan. Pada stroke perdarahan, akan terjadi krisis hipertensi, dengan tekanan darah sistolik menjadi >180mmHg. Obat parenteral anti-hipertensi diberikan sesuaitatalaksana tekanan darah.
15
Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, tatalaksana tekanan darah adalah sebagai berikut: a. Jika tekanan darah sistolik >200 mgHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap lima menit. b. Apabila tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda
peningkatan
tekanan
intracranial,
dilakukan
pemantauan
tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral >60mmHg. c.
Apabila tekanan darah sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP mencapai 110 atau tekanan darah 160/90. Penurunan tekanan darah sistolik hingga 140mmHg masih diperbolehkan.
d. Batas penurunan tekanan darah adalah 20-25% dari MAP. Setelah mencapai penurunan darah tersebut dan tekanan darah stabil, obat penurun tekanan darah intravena kontinu dapat distop
16