PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM Etnomatematika sebagai Solusi Citra Buruk Masyarakat mengenai Pembelajaran Matematika di Indonesia. BIDANG KEGIATAN: PKM-GAGASAN TERTULIS Diusulkan oleh:
Revaldo
1204554
Angkatan 2012
M. Tri Afriyadi Nur Asidin
1204299
Angkatan 2012
Enmufida
1200875
Angkatan 2012
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2015
1
2
DAFTAR ISI Pengesahan PKM-Gagasan Tertulis ................................................................................................1 Daftar isi...........................................................................................................................................2 Ringkasan .........................................................................................................................................3 Pendahuluan .....................................................................................................................................4 Gagasan ............................................................................................................................................6 Kesimpulan ......................................................................................................................................8 Daftar Pustaka ..................................................................................................................................9 Lampiran-Lampiran Lampiran 1 Biodata Ketua dan Anggota .......................................................................................10 Lampiran 2 Biodata Dosen Pembimbing .......................................................................................13 Lampiran 3 Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas ........................................17 Lampiran 4 Surat Pernyataan Ketua Tim.......................................................................................18
3
RINGKASAN Etnomatematika merupakan suatu kajian yang membahas mengenai hubungan antara budaya dengan matematika. Namun, sekarang ini pandangan siswa terhadap matematika bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, membosankan, dan ditakuti. Tak hanya siswa, bahkan masyarakat awam pun memiliki pandangan yang serupa mengenai matematika. Hal ini berdampak pada semakin tidak jelasnya kaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari, termasuk dengan budaya. Para peneliti yang mengkaji mengenai etnomatematika pun memiliki keyakinan bahwa hal-hal yang terdapat dalam kurikulum matematika sekolah selama ini asing dari tradisi-tradisi dan budaya-budaya yang ada di Asia, Afrika, atau Amerika Selatan. Itu membuat benua-benua tersebut mencoba mengembangkan cara untuk memasukkan tradisi dan aktivitas masyarakat sehari-hari ke dalam kurikulum sehingga seharusnya kurikulum matematika sekolah mencakup etnomatematika. Menurut D’Ambrosio (Sumardyono, 2004: 25), terdapat dua alasan utama penggunaan etnomatematika dalam pendidikan: (1) untuk mereduksi anggapan bahwa matematika itu bersifat final, permanen, absolut (permanen), dan unik (tertentu). (2) mengilustrasikan perkembangan intelektual dari berbagai macam kebudayaan, profesi, gender, dan lain-lain. Gagasan ini dimaksudkan untuk menerapkan etnomatematika dalam pembelajaran matematika agar matematika tidak lagi dipandang sempit dan absolut. Selain itu, agar keanekaragaman budaya di Indonesia yang sangat unik ini bagi siswa tak hanya didapat dari pelajaran Seni Budaya yang hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu saja, tetapi terdapat dalam pelajaran matematika sehingga siswa dapat lebih mengenal budaya asal negaranya sendiri. Metode penelitian yang kami gunakan ialah etnografi karena kami meneliti terlebih dahulu keterhubungan antara budaya dengan matematika dengan memahami budaya atau aspek kebudayaan dalam kehidupan sosial masyarakat. Besar harapan kami dalam mengubah paradigma berpikir pada masyarakat awam mengenai matematika melalui etnomatematika ini yang bisa berdampak pada kemajuan pendidikan Indonesia. Maka dari itu, kami memohon dukungan dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah yang memiliki peran penting akan keberhasilan program ini agar dapat membantu kami demi memajukan pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
4
PENDAHULUAN Perkembangan zaman membuat tergesernya nilai-nilai budaya suatu masyarakat, hal ini merupakan konsekuensi yang harus diterima dikarenakan budaya tidak cepat berkembang dibandingkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh nyata saat ini adalah anak-anak lebih banyak memainkan gadgetnya ketimbang bermain permainan tradisional, secara tidak sadar menyebabkan nilai-nilai budaya akan hilang dari anak-anak yang sering menggunakan gadgetnya untuk bermain. Selain memiliki segudang manfaat, teknologi juga memiliki kerugian dalam hal budaya, diantaranya kepeminatan masyarakat terhadap budaya semakin menurun. Hilangnya nilai-niai budaya dan kearifan lokal menjadi isu yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat akhir-akhir ini. Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia mulai terkikis oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi. Kemudian menjadi malasah yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah maupun masyarakat, karena budaya merupakan unsur yang membentuk identitas dan karakter suatu bangsa. Jika terjadi ketidakpedulian terhadap unsur yang membentuk identitas dan karakter suatu bangsa maka yang akan terjadi adalah lemahnya pondasi (pijakan) bangsa tersebut untuk berdiri, dalam hal ini masyarakat memiliki peranan penting. Lalu apakah ada hubungan matematika dengan budaya? Pertanyaan sederhana yang memiliki jawaban tidak sederhana. Istilah matematika tidak asing lagi di masyarakat karena hampir setiap aspek kehidupan masyarakat terdapat unsur matematika. Contohnya saja bilangan asli yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah dari suatu barang merupakan bagian dari ranah matematika. Menurut Ekawati (2011), dalam buku standar kompetensi matematika Depdiknas secara khusus disebutkan pula bahwa fungsi matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur, menurunkan formula dan menggunakan formula matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika, kalkulus, dan trigonometri. Setiap kelompok masyarakat sudah pasti mempunyai satuan ukuran, berhitung, dan menyatakan suatu benda dalam bahasanya masing-masing, dan antara kelompok satu dengan yang lain memiliki cara yang berbeda untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Matematika adalah ilmu universal yang menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan maupun untuk memajukan daya pikir manusia. Banyak konsep-konsep dari matematika digunakan untuk kepentingan sehari-hari, contoh dalam pendidikan matematika diperlukan oleh ilmu lainnya seperti kimia, fisika, biologi, bahkan ekonomi, sejarah, geografi yang merupakan rumpun ilmu sosial juga menerapkan ilmu matematika. Posisi matematika sebagai ilmu yang universal menuntut adanya peningkatan dalam pembelajaran matematika dalam kelas, mulai dari jenjang tingkat satuan pendidikan yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Sebagian gambaran umum bagaimana matematika dipelajari saat ini adalah proses belajar mengajar masih menggunakan model konvemsional yang berpusat aktivitas pada guru. Guru menerangkan dan siswa mendengarkan, mencatat apa yang dijelaskan oleh guru dan
5
menghapalkannya, dengan tujuan untuk tujuan pembelajaran yang telah direncanakan akan cepat selesai. Dengan kata lain, guru biasanya menjelaskan konsep dengan informatif, memberikan contoh soal, lalu memberikan latihan soal yang bersifat prosedural dan terjadi terus menerus sehingga membuat kesan membosankan pada siswa. Selain itu proses seperti ini membuat siswa berpikir bahwa matematika adalah pelajaran yang menyeramkan, karena kegiatan mereka selama ini mendengarkan informasi tentang matematika yang diberikan guru. Hal-hal yang seperti itu membuat siswa berpikir bahwa matematika jauh dari kehidupan sehari-hari. Sumardyono (Paket Pembinaan Penataran, 2004) dalam Karnilah (2013) mengakui adanya gejala-gejala yang memunculkan kesan seram terhadap matematika. Sumardyono (2004) mengakuinya dengan terlebih dahulu menyajikan hasil penelitian bahwa persepsi guru terhadap matematika mempegaruhi pandangan guru terhadap pembelajaan matematika. Hers (Paket Pembinaan Penataran, 2004: 1) dalam Karnilah (2013) menyatakan bahwa hasil pengamatan di kelas menurut para peneliti, bagaimana matematika diajarkan di kelas dipengaruhi dengan kuat oleh pemahaman guru tentang sifat matematika. Hal-hal yang telah dipaparkan diatas menyiratkan adanya anggapan bahwa matematika dan budaya tidak saling terkait, dan terkesan jauh dari kehidupan sehari-hari. Gagasan ini diharapkan bermanfaat untuk mengubah opini yang memandang bahwa matematika tidak memiliki pengaruh sama sekali dengan budaya. Dengan berubahnya opini dan pola pikir tersebut maka para siswa dalam pembelajaran matematika tidak akan lagi takut ketika belajar matematika dan dapat secara sadar merasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
6
GAGASAN Apabila seseorang bertanya kepada siswa mengenai pelajaran yang sulit dipahami, sebagian besar siswa menjawab pelajaran Matematika. Dengan rumus, algoritma (proses), serta angka-angka membuat siswa kadang merasa bingung, bosan, bahkan tak aneh apabila tiba-tiba siswa berujar untuk apa kita belajar matematika ini. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saaat itu, Muhammad Nuh, mengenalkan kurikulum yang menurutnya merupakan kurikulum yang cocok diterapkan di Indonesia, yaitu kurikulum 2013 pengganti kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Alasan KTSP diganti menjadi kurikulum 2013 menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan terdahulu, Musliar Kasim, “Perubahan Kurikulum merupakan keharusan. Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan Negara lain. Perubahan kurikulum ini untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia. Jika penerapan kurikulum ditunda, akan lebih lama kita mengejar ketertinggalan dari Negara lain.” Hal-hal yang melatarbelakangi kurikulum 2013 pun dijelaskan dalam Permendikbud nomor 69 tahun 2013 yaitu terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Muhammad Nuh pada kurikulum 2013 menekankan dan menerapkan bahwa semua mata pelajaran haruslah menggunakan pendekatan saintifik, termasuk mata pelajaran matematika. Pendekatan saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Dengan penuh harapan, semua guru khususnya guru matematika melalui pendekatan saintifik ini membuat matematika menjadi lebih mudah dipahami dan membuat siswa menyenangi pelajaran matematika. Namun, ternyata tidak semua materi pada mata pelajaran matematika dengan mudah dapat menggunakan pendekatan saintifik. Setelah masa kepemimpinan SBY habis dan diangkatlah Joko Widodo menjadi presiden, menteri-menteri pun berganti dan yang menjabat menjadi Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah ialah Anies Baswedan. Anies Baswedan pun mengkaji program-program kementeriannya, sehingga diperoleh keputusan bahwa kurikulum kini berada di tangan sekolah, apakah sekolah ingin tetap menerapkan kurikulum 2013 atau kembali ke kurikulum 2006 (KTSP). Namun sebenarnya dengan dua keputusan dari kedua orang menteri tersebut tidak sepenuhnya efektif dalam melawan paradigma siswa dan masyarakat mengenai matematika yang sulit dan ditakuti itu. Kami pun menduga bahwa kurang efektifnya pembelajaran matematika terhadap siswa ialah kurangnya buku sumber, contoh dan latihan soal, serta bahan ajar lainnya dalam keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari karena siswa lebih antusias apabila guru bercerita mengenai kejadian-kejadian yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu kami
7
menggagas suatu program dalam pendidikan, yaitu mengenai etnomatematika. Etnomatematika (Verawati, 2014) adalah suatu kajian yang dilakukan untuk meneliti cara sekelompok orang pada kebudayaan tertentu dalam memahami, mengekspresikan, dan menggunakan konsep-konsep serta praktik dalam kebudayaan yang dideskripsikan oleh peneliti sebagai sesuatu yang matematis. Dengan keberagaman budaya Indonesia, sangat mungkin bagi Indonesia menerapkan pembelajaran berbasis etnomatematika ini. Kurikulum 2006 dan 2013 seakan-akan mengacu pada kurikulum pendidikan di luar negeri, karena terdorongnya persaingan luar negeri dalam kemajuan pendidikan dan seakan-akan tidak terlalu memandang kondisi pendidikan di Indonesia sendiri. Padahal, kita sangat beruntung, kita memiliki apa yang negara lain tidak semua miliki yaitu budaya yang melimpah dari seluruh Nusantara dan sayangnya tidak dimanfaatkan untuk bidang pendidikan. Ini diperkuat dengan pernyataan Bishop pada jurnalnya yaitu, “These then are some of the ways in which the mathematical curriculum in the teacher training courses can demonstrate the ideas of culture in mathematics.” (Bishop, 2004) Lalu, siapa pihak-pihak yang memiliki peran dan kontribusi dalam etnomatematika ini? 1. Siswa harus bisa merasakan fenomena-fenomena dan kebudayaan di lingkungannya sendiri, sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu mengenai semua hubungan dengan budaya. 2. Guru matematika sebagai orang pertama yang bertatap muka dengan siswa di sekolah dapat mengajarkan, memberi contoh dan latihan mengenai materi matematika dengan mengaitkan budaya di lingkungannya. 3. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan belajar mengajar, sarana dan prasarana, dan sebagainya selalu memberi arahan dan masukkan akan pentingnya pendidikan dan budaya ini demi kemajuan sekolahnya sehingga bisa berdampak pada kemajuan pendidikannya. 4. Pemerintah kini harus mulai membuka mata mengenai keterkaitan pendidikan dengan budaya, sehingga bisa diimplementasikan dalam kurikulum dan berdampak besar pada kemajuan pendidikan dan pelestarian kebudayaan di Indonesia. Jelas yang kita sebut sebagai budaya adalah sesuatu yang sudah mengakar menjadi kebiasaan masyarakat atau suatu kelompok tertentu. Misalkan dalam hal ini fenomena budaya pembelajaran matematika dalam kelas yang kurang menunjukkan bahwa siswa sedang belajar. Sebagian gambaran umum bagaimana matematika dipelajari saat ini adalah proses belajar mengajar masih menggunakan model konvensional yang berpusat aktivitas pada guru. Guru menerangkan dan siswa mendengarkan, mencatat apa yang dijelaskan oleh guru dan menghapalkannya, sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan akan cepat selesai. Tipe pembelajaran yang seperti ini sangat sering sekali dialami siswa dalam proses pembelajaran, sehingga menjadi budaya baru dalam pembelajaran matematika yang secara tidak langsung membangun persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang menyeramkan. Anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang menyeramkan semakin hari semakin mengakar dan tertanamkan pada diri siswa. Kita bisa mengenalkan kebudayaan dari segi
8
matematika, menjelaskan matematika disangkutpautkan dengan kebudayaan yang ada, diharapkan dengan berbagai aplikasi contoh yang memuat fakta-fakta budaya Indonesia kepada siswa membuat siswa mengubah sudut pandang mereka terhadap matematika. Adapun langkah-langkah strategis yang dilakukan untuk mengimplementasikan gagasan mengenai etnomatematika ini dapat tercapai. 1. Pembuktikan bahwa terdapat keterkaitan antara matematika dengan budaya. Dalam hal ini, kami mengambil satu daerah yang notabene memiliki beragam jenis kebudayaan. Kebudayaan tersebut dapat meliputi konstruksi bangunan, motif kain, permainan, ataupun hal-hal lainnya. Pendekatan penelitian yang kami lakukan ialah pendekatan kualitatif. 2. Pembuatan rencana pembelajaran matematika berbasis etnomatematika. 3. Pembuatan soal-soal berkenaan dengan etnomatematika. 4. Menganalisis bagaimana keefektifan pembelajaran matematika dengan menggunakan etnomatematika. Tentu gagasan ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan semua pihak masyarakat. Maka dari itu, demi ketercapaian kemajuan pendidikan di Indonesia, ini merupakan solusi yang bisa dijadikan pilihan oleh pemerintah.
KESIMPULAN Kesulitan siswa dalam mempelajari matematika di sekolah tak lepas dari bagaimana guru dan pemerintah dalam membangun kerangka pembelajaran matematika yang masih buruk dan kurang mencakup kegiatan sehari-hari. Sehingga kami menawarkan gagasan ataupun cara mengatasi dan mengubah cara pandang siswa bahkan masyarakat mengenai matematika. Gagasan tersebut ialah dengan pembelajaran berbasis etnomatematika. Guru matematika selaku pelaku utama dalam pembelajaran matematika harus berusaha keras untuk membuat materi hingga contoh dan latihan soal dengan mengaitkan matematika dan kehidupan sehari-hari, termasuk budaya. Pemerintah pun dalam hal ini membantu menunjang pembelajaran matematika dengan buku sumber ataupun penekanan terhadap guru mengenai etnomatematika ini. Kami pun berusaha keras dalam hal pembuktian hubungan matematika dan budaya dengan memilih salah satu tempat yang dijadikan objek penelitian. Objek penelitian bisa berupa konstruksi bangunan, motif kain, permainan, atau budaya-budaya yang dalam pengamatan kita dapat dihubungkan dengan matematika. Tahap selanjutnya kami ingin mengukur keefektifan pembelajaran matematika berbasis etnomatematika. Gagasan ini diharapkan bermanfaat untuk mengubah opini mayarakat yang memandang bahwa matematika tidak memiliki pengaruh sama sekali dengan budaya. Dengan berubahnya opini dan pola pikir tersebut maka para siswa dalam pembelajaran matematika tidak akan lagi takut ketika belajar matematika dan dapat secara sadar merasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
9
DAFTAR PUSTAKA Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Bishop, A. J. 1997. Educating the mathematical enculturators (Paper presented at ICMI China Regional Conference, Shanghai, China, August 1994). Papua New Guinea Journal of Teacher Education, 4(2), 17-20. Karnilah, Nilah. 2013. Study Ethnomathematics: Pengungkapan Sistem Bilangan Adat Baduy. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Masyarakat
Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 Verawati, Fenti. 2014. Study Ethnomathematics: Mengungkap Sistem Perhitungan Tanah di Masyarakat Kampung Naga. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
10
11
12
13
14
15
16
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu pernyataan dalam pengajuan Hibah PKM GAGASAN TERTULIS (PKM-GT).
Bandung, 30 Maret 2015
. Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D.
17
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas Program Studi
Bidang Ilmu
Alokasi Waktu (jam/minggu)
No
Nama / NIM
Uraian Tugas
1
Revaldo/1204554
Pendidikan Matematika
5 jam/minggu
Ringkasan dan Gagasan
2
M. Tri Afriyadi N. A./1204299
Pendidikan Matematika
5 jam/minggu
Gagasan, Kesimpulan, Daftar Pustaka
3
Enmufida/1200875
Pendidikan Matematika
5 jam/minggu
Pengesahan, Lampiran, Hubungan Masyarakat
18