ERUPSI OBAT EKSANTEMATOSA EKSANTEMATOSA
I.
PENDAHULUAN
Obat Obat adal adalah ah baha bahan n kimi kimiaa yang yang digu diguna naka kan n untu untuk k pem pemerik eriksa saan an,, penc penceg egah ahan an dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat atau Adverse Drug Eruption ( ADR). ADR). Reaksi simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal, hati dan sumsum tulang tetapi reaksi pada kulit merupakan manifestasi yang tersering. 1 ulit merupakan salah satu target yang paling sering untuk reaksi efek samping obat. !rupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat, yaitu obat yang diberikan oleh dokter dalam resep, atau obat yang dijual bebas, termasuk jamu"jamuan. #emberian obat secara topikal dapat pula menyebabka menyebabkan n alergi alergi sistemik$ sistemik$ akibat penyerapan penyerapan oleh kulit. !rupsi !rupsi obat berkisar antara erupsi ringan sampai erupsi berat yang mengancam ji%a manusia. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat. 1 &entuk kelainan dari erupsi obat alergik bermacam"macam diantaranya erupsi obat eksantematosa eksantematosa,, urtikaria, urtikaria, Fixed Fixed Drug Eruption, eritroderma, purpura, 'askulitis, pustulosis, sindrom ste'ens"johnson, dan pustulosis generalisata akut. 1
II.
DEFINISI
!rupsi eksantematosa (erupsi morbiliformis atau erupsi makulopapular) adalah jenis erupsi obat yang paling sering ditemukan. !rupsi eksantematosa ditemukan sekitar * persen dari seluruh jenis reaksi obat pada kulit. !rupsi biasanya dimulai pada trunkus dan menyebar ke perifer secara simetris. +, !rupsi !ksantemosa dapat diinduksi oleh hampir semua obat. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris terdiri atas eritema dengan gejala pruritus. adang"kadang ada demam, malaise, dan nyeri sendi. !rupsi ini biasanya terjadi dalam %aktu 1 minggu inisiasi terapi dan mungkin muncul 1 atau + hari setelah terapi obat dihentikan.
+
III.
EPIDEMIOLOGI
!rupsi !ksantematosa atau erupsi morbiliform adalah erupsi obat dengan persentase tertinggi, terhitung sekitar * - dari semua kasus erupsi obat. Ruam biasanya timbul "1/ hari setelah paparan a%al dari obat pencetus. &iasanya kelompok umur yang paling sering terkena adalah usia tua./ #ada sebuah penelitian di #erancis, dari +0 de%asa berusia +0 " tahun yang datang ke pusat kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan dilaporkan bah%a 1/,- memiliki ri%ayat efek samping sistemik terhadap satu atau lebih obat. #enelitian di S%iss dari **2 pasien ra%at inap, 1- diantaranya mendapatkan efek samping obat. Reaksi obat yang fatal terjadi pada 0,1- pasien medik dan 0,01- pasien bedah. Obat yang tersering adalah antibiotik dan obat anti inflamasi non steroid (3SA4D). *
IV.
ETIOLOGI
!rupsi e5anthematous dapat disebabkan oleh banyaknya obat"obatan, termasuk 6" laktam (7penisilin7), sulphonamide antimikroba, re'erse transcriptase non"nucleoside inhibitor (misalnya, ne'irapine), dan obat anti"epilepsi.
+
Antibiotik, terutama semisintetik penisilin dan trimetoprim"sulfametoksa8ol, adalah yang paling #enyebab umum dari pola reaksi ini (9br. "12). Ampisilin amoksisilin diberikan selama !&: menyebabkan e5anthem di +"- orang de%asa dan 100- dari anak"anak. ;rimethoprim"sulfametho5a8ole diberikan kepada pasien A4DS menyebabkan e5anthems di sebagian besar pasien (sekitar /0-). uinolon tertentu (gemflo5acin) menyebabkan e5anthems pada tingkat tinggi (/- secara keseluruhan dan 0- di muda perempuan).
V.
PATOGENESIS
#atogenesis be
lum diketahui secara pasti, tetapi ada dua macam mekanisme yang
dikenal disini. #ertama adalah mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis.
disebabkan karena toksisitas obat, o'erdosis, interaksi antara obat dan perubahan dalam metabolisme.
+,
a. Mekanisme Imunolois Ti!e I "Reaksi ana#ilaksis$
=ekanisme ini paling banyak ditemukan. >ang berperan ialah 4g ! yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. #ajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi. ;etapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam"macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin. =ediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam"macam efek, misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok.1,,2
Ti!e II "Reaksi Au%o%oksik$
Adanya ikatan antara 4g 9 dan 4g = dengan antigen yang melekat pada sel. Akti'asi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis. 1,,2
Ti!e III "Reaksi Kom!leks Imun$
Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. ompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Akti'asi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. 1,,2
Ti!e IV "Reaksi Ale&i Selule& Ti!e Lam'a%$
#ada reaksi hipersensiti'itas tipe 4, 44 dan 444 yang berperan adalah antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe 4: yang berperan adalah limfosit ; atau dikenal sebagai imunitas seluler. 4mmunoglobulin tidak terlibat pada reaksi tipe ini. Reaksi ini melibatkan limfosit ;. ?imfosit ; yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 1+"/2 jam setelah pajanan terhadap antigen.1,,2
!rupsi eksantematosa, eritrodermik, dan fotoalergik merupakan reaksi tipe 4:. Reaksi tipe ini melibatkan limfosit yang spesifik yang juga terlibat pada purpura, Sindrom ?yell, likhenoid, dan erupsi obat yang menyerupai lupus. =ekanisme tipe 4: bersama"sama tipe 444 terlibat pada erupsi makulopapular, fi5ed drug eruption, dan eritema nodusum.+,2 #ada kenyataannya, reaksi"reaksi ini tidak selalu berdiri sendiri, namun dapat bersama"sama. ?imfosit ; berperan pada inisiasi respons antibodi, dan antibodi bekerja sebagai esensial link pada beberapa reaksi yang diperantarai sel.1,,2
9ambar 1. Reaksi @ipersensiti'itas
'. Mekanisme Non Imunolois
Reaksi pseudo-allergic menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibodydependent . ;eori yang ada menyatakan bah%a ada satu atau lebih mekanisme yang terlibat$ pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung, akti'asi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme en8im asam arachidonat sel.
/
!fek kedua diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi anti kanker. #enggunaan obat"obatan tertentu secara progresif ditimbun di ba%ah kulit, dalam jangka %aktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti hiperpigmentasi generalisata difus.1,
VI.
GAMBARAN KLINIS
Ruam biasanya timbul "1/ hari setelah paparan a%al dari agen penyebab, dengan makula eritematous dan papula menyebar secara simetris.,2 Demam dan pruritus dapat pula muncul. =eskipun selaput lendir biasanya terhindar, kemerahan tanpa lepuh (blister ) mungkin terjadi pada selaput lendir. Distribusi lesi hampir selalu pada tubuh dan ekstremitas yang bersifat simetris. ?esi konfluen di daerah intertriginosa, yaitu pada ketiak, selangkangan, dan daerah di ba%ah payudara. ;elapak tangan dan telapak kaki dapat terlibat juga. #ada anak"anak, hanya terbatas pada %ajah dan ekstremitas. Area %ajah, puting, daerah periareolar, dan bekas luka bedah dapat terhindar dari lesi ini. Reaksi terhadap ampisilin biasanya muncul pada a%alnya di siku, lutut, dan tubuh, yang kemudian meluas secara simetris ke sebagian besar tubuh. 1 !rupsi obat morbilliform umumnya dapat sembuh sendiri tanpa gejala sisa yang serius. ?esi berkurang secara cepat setelah pemberhentian konsumsi obat yang terlibat dan dapat berlanjut ke dermatitis eksfoliatif generalisata jika penggunaan obat tidak dihentikan.+ Dalam kasus yang melibatkan obat esensial, dapat dilakukan pengobatan pada eksantem tersebut. 3amun, eksantem makulopapular ini dapat menjadi gejala a%al dari reaksi yang lebih serius seperti Sindrom Ste'en ohnson dan sindrom hipersensiti'itas obat sehingga monitoring ketat sangat dianjurkan.
Gam'a& (. ;ampak makula dan papula yang ukurannya ber'ariasi dan bergabung membentuk plak.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, dasar penegakan diagnosis pada pasien ini adalah dengan melakukan anamnesis yang teliti mengenai obat"obatan yang dipakai, kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat, rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.+, Selain anamnesis yang teliti, diagnosis juga ditegakkan berdasrkan kelainan kulit yang ditemukan. &entuk kelainan dapat bermacam macam. Alergi terhadap satu macam obat dapat memberi gambaran klinis yang beraneka ragam. Sebaliknya, gambaran klinis yang sama dapat disebabkan oleh alergi berbagai obat. +, #enegakan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari jenis lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis mengenai cara pemberian obat serta jangka %aktu antara pemakaian obat dengan onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. ;etapi ada kalanya hal ini sulit untuk die'aluasi, terutama pada penderita yang mengkonsumsi obat yang mempunyai %aktu paruh yang lama atau mengalami erupsi reaksi obat yang bersifat persisten.+, VIII. PEMERIKSAAN PENUN)ANG
&iopsi kulit harus dipertimbangkan untuk semua pasien dengan berpotensi reaksi parah, biopsy dapat memperjelas jenis reaksi kulit dan mekanisme (misalnya, dengan menunjukkan kompleks imun, 'askulitis leukositoklastik, atau eosinofilia). 3amun, sering kurang membantu untuk menentukan reaksi kulit yang terinduksi obat maupun untuk mengidentifikasi agen penyebab. + &eberapa penyelidikan 'itro dapat membantu untuk mengkonfirmasi penyebab dalam kasus"kasus indi'idu, tetapi sensiti'itas dan spesifisitas tetap tidak jelas. #emeriksaan meliputi toksisitas limfosit dan transformasi limfosit assays. ;es uji akti'asi basofil telah dilaporkan berguna untuk menge'aluasi pasien dengan kemungkinan alergi obat 6"laktam antibiotik, 3SA4D, dan otot rela5an . ;es uji #enisilin dengan penentu major dan minor berguna untuk konfirmasi reaksi cepat hipersensiti'itas 4g!"mediated untuk penicillin. #atch tes telah digunakan pada pasien dengan erupsi e5anthematous ampisilin diinduksi, Reaksi A9!#, dan dalam diagnosis tambahan dari BD!s. #atch tes memiliki sensiti'itas yang lebih besar jika dilakukan pada daerah kulit yang lebih banyak dari sebelumnya.
IV.
DIAGNOSIS BANDING
+,
>ang termasuk dalam erupsi eksantematosa adalah sifilis sekunder, pitiriasis rosea atipikal, eritroderma, dan dermatitis kontak alergik. 2
1. Sifilis sekunder 1 &iasanya S 44 timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S 4 dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S 4. ?ama S 44 dapat sampai sembilan bulan. &erbeda dengan dengan S 4 yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S 44 dapat disertai gejala tersebut. elainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator . Selain memberi kelainan pada kulit, S 44 dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf. elainan kulit yang membasah (eksudatif) pada S 44 sangat menular, kelainan yang kering kurang menular. 9ejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai penyakit kulit yang lain ialahC kelainan kulit pada pada S 44 umumnya tidak gatal sering disertai limfadenitis generalisata. &entuk lesi yang dapat berbentuk roseola, roseola ialah eritema makular, berbintik"bintik atau berbercak"bercak, %arnanya merah tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. ?okasinya generalisata dan simetrik, telapak tangan dan kaki ikut dikenai. Disebut pula eksantema karena timbulnya cepat dan menyeruluh.
Gam'a& * Sifilis sekunder. ;ampak makula eritem, papul, generalisata dan simetrik
+. #itiriasis rosea1
#itiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. #enderita mengeluh gatal ringan, pitiriasis berarti skuama halus. #enyakit dimulai dengan skuama pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk o'al dan anular, ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di pinggir. ?esi berikutnya timbul /"10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran khas sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan costa, hingga menyerupai pohon cemara terbalik.
Gam'a& +. #itiriasis rosea. ;ampak eritema, papul, skuama halus, solitar, berbentuk o'al dan anular.
. !ritroderma1 !ritroderma ialah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema uni'ersal (0-"100-) biasanya disertai skuama. #ada definisi tersebut yang mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, ,misalnya pada eritroderma karena alergi obat secara sistemik, gambaran klinisnya eritema uni'ersal, pada mulanya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama.
Gam'a& ,. !ritroderma tampak eritema yang biasa disertai skuama pada stadium penyembuhan.
/. Dermatitis kontak alergi1 #enyebabnya adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (1000 dalton), dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel
epidermis di ba%ahnya (sel hidup). #enderita umumnya mengeluh gatal. elainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. #ada yang akut dimulai dengan
bercak
eritematosa
yang
berbatas
jelas
kemudian
diikuti
edema,
papulo'esikel, 'esikel atau bula. :esikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
Gam'a& -. Dermatitis ontak Alergi. ;ampak makula eritema, udem, dan infiltrat.
.
PENATALAKSANAAN
=anajemen utama untuk pasien suspek erupsi obat adalah segera hentikan pengobatan yang menyebabkan erupsi.
prednisonFhari. #ada eritodermia dosisnya ialah 5 10 mg sampai / 5 10 mg sehari.1,Dosis predsinon mulai 1"+ mgFkgbbFhari diberikan jika gejala hebat. +, '. An%i0is%amin Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga diberikan, jika terdapat rasa gatal kecuali pada urtikaria, efeknya kurang kalau dibandingkan dengan kortikosteroid. Antihistamin sedatif seperti diphenhydramine dan hydroxyzine. Dosis pemakaian adalah oral / 5 +* G *0 mg sehari, i.'. 10"*0 mg.
To!ikal
+,
ulit kering seperti pada eritema dan urtikaria diberikan bedak, contohnyaC bedak salisilat +- ditambah obat antipruritus, misalnya mentol H " 1- untuk mengurangi rasa gatal. alau keadaan basah perlu digunakan kompres, misalnya kompres larutan salisilat 1-. #ada eksantema fikstum jika kelainan membasah dapat diberi kompres dan jika kering dapat diberi krim kortikosteroid, misalnya krim hidrokortisol 1- atau + H-. 9lukokortikoid topikal tidak dapat digunakan pada %ajah dan daerah intertiginosa. uga dapat mengurangi tanda dan gejala seperti ruam. 1
I. Pen1ea0an
#asien harus menghentikan pemakaian obat spesifik yang menginduksi reaksi hipersensiti'itas. !rupsi obat eksantematosa mungkin berulang jika obatnya diberikan lagi.
II. PROGNOSIS
#ada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan berupa sindrom ?yell dan sindrom Ste'en ohnson, prognosis sangat tergantung pada luas kulit yang terkena. #rognosis buruk bila kelainan meliputi *0"0- permukaan kulit.*
DAFTAR PUSTAKA
1. @am8ah, =ochtarC Adhi Djuanda, =ochtar @am8ah and Siti Aisah, editors. Ilmu enya!it "ulit dan "elamin# *th ed. akartaC &alai #enerbit B<4$ +00. +. Shear 3eil @, no%les Sandra R, Shapiro ?ori. Iutaneous Reaction of Drug . 4nC lauss Jolff, et al, editors. Fitzspatric!$s Dermatology in %eneral &edicine#
2th
ed.
. ?ehloenya R. Approaching Iutaneous Ad'erse Drug Reactions. 'esotho &edical Association ournal +011$C1+"1 /. Riedl =, Iassilas A.=. Ad'erse Drug ReactionsC ;ypes and ;reatment Options. Am Fam hysician +00$2C121"0 *. Jilliam ames D, &erger ;imothy 9, !lston Dirk =. Drug Reactions. 4nC @odgson Sue, &o%learen, editors. Andre*s Diseases o+ the s!in linical Dermatology# 10th ed.