MODUL 3 SAMPLING DAN REKONSTRUKSI
Yulian Deni Adhitama (13215034 ( 13215034)) Asisten: Abikarami Anandadiga/13214 Anand adiga/13214086 086 Tanggal Percobaan: 26/02/2018 EL3216-Praktikum Sistem Komunikasi Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB
Abstrak
Pada praktikum ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sampling dan rekonstruksi sinyal. Sinyal yang digunakan adalah sinyal message sederhana dan menggunakan sinyal speech. Kemudian dilakukan pengamatan dalam domain waktu dan domain frekuensi. Selain itu, pada praktikum ini juga dilakukan percobaan tentang PCM encoding. Kata kunci: Sampling, Rekonstruksi, PCM Encoding. 1.
PENDAHULUAN
Pada praktikum ini dilakukan beberapa percobaan terkait dengan materi sampling dan rekonstruksi. Percobaan itu antara lain adalah sampling dengan menggunakan sinyal message sederhana dan sinyal dari speech, kemudian mengamati hasilnya dalam domain waktu dan frekuensi, kemudian dari sinyal yang samplint tersebut dilakukan rekonstruksi untuk mengembalikan ke sinyal awal. Selain itu dilakukan juga percobaan PCM encoding, untuk mengkonversi sinyal analog menjadi digital yang besarnya antara 0 atau 1 saja. 2. 2.1
S TUDI PUSTAKA S AMPLING DAN R EKONSTRUKSI EKONSTRUKSI
Proses ini mengubah representasi sinyal yang tadinya berupa sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit. Dapat juga diibaratkan sebagai sebuah saklar on/off yang membuka dan menutup setiap periode tertentu(T).
Sinyal sampling ideal (r*(t)) dapat kita nyatakan dalam bentuk perkalian sinyal input r(t) dan sinyal delta pulse train P(t).
Kecepatan pengambilan sampel (frekuensi sampling) dari sinyal analog yang akan dikonversi haruslah memenuhi kriteria Nyquist yaitu:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
1
Dimana frekuensi sampling (Fs) minimum adalah 2 kali frekuensi sinyal analog yang akan dikonversi (Finmax). Misalnya bila sinyal analog yang akan dikonversi mempunyai frekuensi sebesar 100Hz maka frekuensi sampling minimum dari ADC adalah 200Hz. Atau bila dibalik, bila frekuensi sampling ADC sebesar 200Hz maka sinyal analog yang akan dikonversi harus mempunyai frekuensi maksimum 100Hz. Apabila kriteria Nyquist tidak dipenuhi maka akan timbul efek. Disebut aliasing karena frekuensi tertentu terlihat sebagai frekuensi yang lain (menjadi alias dari frekuensi lain). 2.2
PCM ENCODING
Modulasi Kode Pulsa/Pulse Code Modulation (PCM), merupakan salah satu teknik memproses suatu sinyal analog menjadi sinyal digital yang ekivalen. Proses-proses utama pada sistem PCM, diantaranya Proses Sampling (Pencuplikan), Quantizing (Kuantisasi), Coding (Pengkodean), Decoding (Pengkodean Kembali).
Pada Gambar A ditunjukkan diagram blok proses pengiriman pada PCM diantaranya: Filter (LPF), Sampler, Quantizer dan Coder. Pada tahap pertama, sinyal input (analog) dengan frekuensi fm masih bercampur dengan noise atau sinyal lain yang berfrekuensi lebih tinggi. Untuk menghilangkan sinyalsinyal yang tidak di inginkan(noise) tersebut digunakan LPF (low pass filter) seperti yang ditunjukkan Gambar B.
Setelah sinyal di filter, selanjutnya adalah pengambilan sample seperti yang ditunjukkan pada Gambar A dan C. Frekuensi sampling (fs) harus lebih besar atau sama dengan dua kali frekuensi sinyal informasi (fs ≥ 2fm) ; sesuai dengan Theorema Nyquist. Sinyal output sampler disebut sinyal PAM (Pulse Amplitudo Modulation).
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
2
Sinyal PAM tersebut yang merupakan potongan dari sinyal aslinya kemudian diberi nilai (level) sesuai dengan amplitudo dari masing-masing sample sinyal (Gambar C). Jumlah pembagian level sinyal yang digunakan disuaikan dengan jumlah bit yang di inginkan untuk mengkodekan satu sample sinyal PAM berdasarkan persamaan berikut:
Selanjutya, setiap sample yang telah terkuantisasi masuk ke dalam blok CODER. Pada tahapan ini , sample sinyal yang masih berbentuk analog dirubah menjadi biner dengan urutan serial. CODER sendiri terdiri dari dua blok utama yaitu, A/D Converter yang berfungsi untuk merubah sinyal analog menjadi biner, akan tetapi keluarannya masih dalam bentuk parallel seperti yang di tunjukkan Gambar D, karenanya di butuhkan blok kedua berupa P/S Converter agar deretan biner menjadi serial.
3. 3.1
H ASIL DAN A NALISIS S AMPLING DAN R EKONSTRUKSI 3.1.1
S AMPLING SINYAL MESSAGE SEDERHANA
Pada percobaan ini dilakukan sampling sinyal message sederhana. Sinyal tersebut adalah sinyal sinusoid dengan frekuensi sebesar 2kHz. Berikut ini adalah hasil yang didapatkan pada percobaan ini:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
3
Gambar 3.1 Sampling Sinyal Message Sederhana Pada hasil yang diamati pada osiloskop, didapatkan bahwa sinyal output (berwarna biru) memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input (berwarna hijau). Pada gambar diatas didapatkan bahwa sinyal disampling secara natural, dimana besarnya sinyal output akan mengikuti sinyal input selama selang interval tertentu. Kemudian dilakukan percobaan dengan memasukkan sinyal input sinus 2kHz ke dalam S&H in dan menggunakan 8kHz sinyal pulse train ke controller. Lalu berikut ini adalah hasil yang diamati pada percobaan ini:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
4
Gambar 3.2 Sampling Sinyal Message Sederhana Pada hasil yang diamati pada osiloskop, didapatkan bahwa sinyal output (berwarna biru) memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi sinyal input (berwarna hijau). Pada gambar diatas didapatkan bahwa sinyal disampling secara sample and hold. Dimana sinyal akan dicuplik pada waktu tertentu, kemudian besarnya amplituda di waktu tersebut akan dipertahankan sampai sinyal dicuplik pada waktu berikutnya. 3.1.2
S AMPLING SPEECH
Pada percobaan ini dilakukan sampling sinyal message dengan menggunakan sinyal speech. Sinyal direkam menggunakan board, kemudian outputnya disambungkan ke S&H input. Sinyal yang diamati pada percobaan ini ada 2, yaitu sinyal keluaran S&H dan input speech itu sendiri. Berikut ini adalah sinyal speech yang digunakan pada ercobaan ini:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
5
Gambar 3.3 Sampling Sinyal Message Sederhana Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa sinyal output memiliki frekuensi yang sama dengan sinyal input. Sampling dilakukan secara Sampling and Hold, sama seperti percobaan sbeelumnya. 3.1.3
OBSERVASI DAN PENGUKURANG SINYAL S AMPLING DI DOMAIN FREKUENSI
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan sinyal sampling dalam domain frekuensi kemudian diamati frekuensi untuk 6 magnitude tertinggi sinyal tersebut. Input yang digunakan pada pecobaan ini adalah sinyal sinus 2kHz dengan sinyal pulsa 8kHz. Berikut ini adalah hasil yang didapatkan pada percobaan ini:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
6
Gambar 3.4 Pengamatan Sinyal Sampling pada Domain Frekuensi Kemudian berikut ini adalah data untuk pengamatan 6 frekuensi dengan amplituda tertinggi yang menandakan bahwa pada frekuensi tersebut, sinyal rekonstruksi sudah mengalami aliasing (satuan dalam Hz): Alias 1
6100
Alias 4
18200
Alias 2
10100
Alias 5
22400
Alias 3
14200
Alias 6
26400
Gambar 3.5 Sinyal Aliasing Secaa teori,multiplikasi dari sampling sinyal harmonik dengan sinyal message sinus memberikan pasangan sinyal sinus yang sama dengan frekuensi harmonik plus minus frekuensi messagenya. Dalam percobaan ini, sinyal harmonik memiliki frekuensi 8kHz, maka secara teori, aliasing terjadi saat frekuensi nx8000± 2000, dimana n = 1,2,3,4,… . Dengan menggunakan perhitungan pada persamaan diatas, maka untuk 6 frekuensi pertama, aliasing akan muncul pada frekuensi 6000, 10000, 14000, 18000, 22000, dan 26000. Pada hasil yang didapatkan, frekuensi aliasing nilainya hamper sama dengan teori, hanya berbeda sedikit saja. Hal ini disebabkan karena Emona DATEx yang digunakan didesain sedemikian sehingga sinyal yang keluar dari Master Signal tersinkron, dimana frekuensi 8kHz dan 2kHz didapat dari 100kHz crystal oscillator, dimana frekuensi sebenarnya adalah 8.3kHz dan 2.08kHz.
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
7
3.1.4
R EKONSTRUKSI SINYAL S AMPLING
Pada percobaan ini dilakukan rekonstruksi dari sinyal sampling dengan menggunakan modul LPF, sehingga didapatkan sinyal hasil rekonstruksi yang sama dengan sinyal aslinya. Berikut ini adalah hasil yang didapatkan pada percobaan ini:
Gambar 3.6 Sinyal hasil rekonstruksi Pada gambar diatas, didapatkan sinyal hasil rekonstruksi yang sama dengan sinyal aslinya, dimana frekuensinya sama sama 2kHz. 3.1.5
A LIASING
Pada tugas ini, dilakukan percobaan untuk mengamati frekuensi minimal agar sinyalyang direkonstruksi tidak mengalami aliasing. Input sinyal yang digunakan adalah sinusoid dengan frekuensi sebesar 2kHz. Berikut ini adalah hasil percobaan yang dilakukan:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
8
Gambar 3.7 Hasil rekonstruksi dengan sinyal Gambar diatas adalah hasil dari rekonstruksi sinyal dengan menggunakan frekuensi sampling sebesar 3kHz. Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa sinyal hasil rekonstruksi (warna biru) memiliki frekuensi sebesar sekitar 900 Hz. Hal ini menandakan bahwa sinyal yang direkonstruksi tersebut mengalami aliasing karena frekuensinya tidak sama dengan sinyal aslinya. Menurut teori, frekuensi sampling minimal yang harus diberikan agar tidak terjadi aliasing adalah sebesar 2 kali frekuensi sinyal asli. Pada percobaan ini, sinyal asli memiliki frekuensi sebesar 2kHz, maka frekuensi sampling minimal yang diberikan adalah 4kHz. Berikut ini adalah hasil sinyal rekonstruksi dengan menggunakan sampling sebesar 4kHz:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
9
Gambar 3.8 Hasil rekonstruksi sinyal Pada hasil yang didaptkan diatas, dapat dilihat bahwa sinyal hasil rekonstruksi memberikan frekuensi sebesar 1.9kHz, dimana frekuensi ini hampir sama dengan sinyal aslinya. Namun sinyal yang direkonstruksi masih terajadi aliasing saat frekuensi sampling 4kHz. Kemudian dilakukan percobaan untuk frekuensi 5kHz, dimana nilai ini lebih dari nilai frekuensi sampling secara teori:
Gambar 3.9 Hasil rekonstruksi sinyal Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
1 0
Untuk frekuensi sampling sebesar 5kHz (Fs > 2 Fm), sinyal hasil rekonstruksi memberikan frekuensi yang sama dengan sinyal aslinya. Hal ini menandakan bahwa sinyal yang direkonstruksi tidak mengalami aliasing saat disampling dengan frekuensi sebesar lebih dari 4kHz atau 2 kali frekuensi sinyal input. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa agar sinyal yang direkonstruksi tidak mengalami aliasing, maka frekuensi sampling yang diberikan harus lebih besar dari 2 kali frekuensi input, walaupun secara teori, frekuensi sampling minimalnya sama dengan 2 kali frekuensi input. Hal ini ditujukan agar sinyal yang direkonstruksi benar benar tidak terjadi aliasing, karena bisa saja sinyal input mengandung noise yang menyebabkan nilai frekuensi input menjadi lebih besar dari yang diharapkan. 3.2
PCM ENCODING 3.2.1
PENGENALAN PCM ENCODING MENGGUNAKAN TEGANGAN DC S TATIS
Berikut ini adalah input dengan menggunakan tegangan sebesar 0 V:
Gambar 3.10 Input Sinyal Kemudian dari input tersebut, didapatkan output sebagai berikut in i:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
11
Gambar 3.11 Output Sinyal Pada kedua gambar diatas, start frame dimulai dari kotak kedua dari kiri dan berakhir di kotak kedua dari kanan. Bit ke 0 ada pada kotak kedua dari krir dan berakhir pada bit ke 7 pada kotak kedua dari kanan. Pada data diatas, output (warna biru) merupakan clock yang diset dengan frekuensi sebesar 10kHz. Hal ini menandakan bahwa untuk setiap bit input, akan ada rising edge dan falling edge. Dan hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3.11 dan 3.10, dimana untuk setiap bit (1 bit = 1 kotak pada osiloskop) sinyal biru (clock) akan rising edge dan falling edge. Nilai output tidak 00000000 karena output merupakan clock. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil sudah sesuai dengan yang diharapkan. 3.2.2
PCM ENDCODING DENGAN V ARIABEL TEGANGAN DC
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan PCM Encoding dengan tegangan input DC. Input DC yang diberikan adalah negative. Kemudian diamati tegangan input saat output memberikan nilai 00000000. Berikut ini adalah hasil yang didapatkan pada percobaan ini:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
12
Gambar 3.12 Sinyal Input dan Output PCM Encoder Output Code
PCM Encoder Input Voltage
00000000
-2.5 V
Gambar diatas menunjukkan sinyal input dan output saat sinyal output memberikan nilai 00000000. Besarnya tegangan saat output bernilai 00000000 adalah -2.5 V. Saat diberikan tegangangan kurang dari 2.5 V, nilai PCM Encoder bukan 0000000. Dan seiring naiknya tegangan input pada arah negative, perlahan lahan bandwidth output mengecil, sehingga saat tegangan input mencapai -2.5V, output memberikan nilai 00000000. Setelah itu,input diganti dengan tegangan DC positif. Kemudian diamati besarnya input saat output memberikan nilai 11111111. Berikut ini adalah hasil yang didapat padapercobaan ini:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
13
Gambar 3.13 Sinyal Input dan Output PCM Encoder Output Code
PCM Encoder Input Voltage
11111111
2.5 V
Gambar diatas menunjukkan sinyal input dan output saat sinyal output memberikan nilai 11111111. Besarnya tegangan saat output bernilai 11111111 adalah 2.5 V. Saat diberikan tegangangan kurang dari 2.5 V, nilai PCM Encoder bukan 11111111. Dan seiring naiknya tegangan input pada arah positif, perlahan lahan bandwidth output membesar, sehingga saat tegangan input mencapai 2.5V, output memberikan nilai 11111111. Dari dua data diatas, dapat dilihat bahwa besarnya tegangan peak to peak sinyal AC pada input PCM Encoder adalah sekitar 5V. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa percobaan yang dilakukan sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan. 3.2.3
PCM ENCODING DENGAN TEGANGAN YANG BERUBAH
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan output PCM Encoder dengan input yang berubah ubah. Input yang digunakan pada percobaan ini adalah sinyal sinus dengan frekuensi sebesar 50kHz. Berikut ini adalah hasil yang didapatkan:
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
14
Gambar 3.13 Sinyal Input dan Output Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika input berubah secara kontinyu, maka output juga akan berubah secara kontinyu. Hal ini sudah dijelaskan sebelumnya, saat input dinaikkan pada arah positif, maka sinyal output akan semakin bernilai mendekati 11111111. Sebaliknya, saat input dinaikkan pada arah negative, maka sinyal output akan semakin bernilai mendekati 0 0000000. 4.
K ESIMPULAN
Sampling secara natural memberikan sinyal yang sama dengan sinyal asli untuk selang waktu sampling tertentu, sedangkan sampling secara S&H mencuplik sinyal asli pada waktu tertentu dan mempertahankan nilainya untuk selang waktu tertentu. Agar tidak terjadi aliasing, maka frekuensi sampling yang digunakan harus lebih besar dari 2 kali frekuensi input. Multiplikasi dari sampling sinyal harmonik dengan sinyal message sinus memberikan pasangan sinyal sinus yang sama dengan frekuensi harmonik plus minus frekuensi messagenya. Untuk PCM Encoder, digunakan 1 kali clock (rising edge dan falling edge) untuk setiap bitnya. Pada PCM Encoder, saat input dinaikkan pada arah positif, maka sinyal output akan semakin bernilai mendekati 11111111. Sebaliknya, saat input dinaikkan pada arah negative, maka sinyal output akan semakin bernilai mendekati 00000000. D AFTAR PUSTAKA
[1]
Emir Mauludi Husni. Modul Praktikum EL3216 Sistem Komunikasi. Laboratorium Sinyal dan Sistem Sekolah Teknik Elektro dan Informasika Institut Teknologi Bandung. Bandung. 2018.
Laporan Praktikum - Laboratorium Dasar Teknik Elektro – STEI ITB
15