Sejarah Pemikiran Ekonomi Politik
I.Embrio Pemikiran Ekonomi Politik Sejarah Ekonomi Politik Ilmu ekonomi muncul karena adanya kesenjangan antara supply dan demand. Politik identik dengan kekuasaan atau power dalam suatu negara. Politik membahas distribusi kekuasaan dalam suatu negara. Sebelum ilmu ekonomi berkembang seperti saat ini, sesungguhnya dulunya berinduk kepada ilmu ekonomi politik (political economy). Sedangkan ekonomi politik sendiri merupakan bagian dari ilmu filsafat. John Stuart Mill dalam bukunya Principles bukunya Principles of Political Economy tahun 1848. Perbedaan terpenting dari ekonomi politik dengan ekonomi murni adalah dalam pandangannya dalam struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Ekonomi politik percaya bahwa struktur kekuasaan akan mempengaruhi pencapaian ekonomi, sebaliknya pendekatan ekonomi murni menganggap struktur kekuasaan di dalam masyarakat adalah given (mutlak ada). Perspektif Ekonomi Politik Munculnya teori ekonomi dapat dilacak dari periode antara abad 14 dan 16, yang biasa disebut masa “transformasi besar” di Eropa Barat sebagai implikasi dari sistem perdagangan yang secara perlahan menyisihkan sistem ekonomi feudal pada abad pertengahan. Tumbuhnya Tumbuhnya pasar ekonomi baru yang besar tersebut telah memunculkan peluang ekspresi bagi aspirasi-aspirasi individu dan memperkuat jiwa kewirausahaan yang sebelumnya ditekan oleh lembaga gereja, negara dan komunitas. Selanjutnya, pada abad 18 muncul abad pencerahaan yang marak di Perancis dengan para pelopornya, antara lain, Voltaire, Diderot, D‟Alembert, dan Condilac. Pusat gagasan dari pencerahan ide tersebut adalah adanya otonomi individu dan eksplanasi kapasitas manusia. Para pemimpin dari aliran ini mempercayai bahwa kekuatan akal akan dapat menyingkirkan manusia dari segala bentuk kesalahan. Ide dari abad pencerah inilah yang bertumu kepada ilmu pengetahuan masyarakat (science of society), yang sebetulnya menjadi dasar ekonomi politik. Sedangkan istilah ekonomi politik sendiri pertama kali diperkenalkan oleh penulis Perancis, Antoyne de Montchetien (1575-1621), dalam bukunya yang bertajuk Triatise on Political Economy. Economy. Sedangkan dalam bahasa Inggris, penggunaan istilah ekonomi politik terjadi pada 1767 lewat publikasi Sir James Steuart (1712-1789) berjudul Inequiry berjudul Inequiry into the Principles of Political Economy. Economy. Pada awal-awal masa itu, para ahli ekonomi politik mengembangkan ide tentang keperluan negara untuk menstimulasi kegiatan ekonomi (bisnis). Pasar dianggap masih belum berkembang pada saat itu, sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membuka wilayah baru perdagangan, memberikan perlindungan (pelaku ekonomi) dari kompetisi, dan menyediakan pengawasan untuk produk yang bermutu. Namun, akhir abad 18, pandangan itu ditentang karena dianggap pemerintah bukan lagi sebagai agen yang baik untuk mengatur
kegiatan ekonomi, tetapi justru sebagai badan yang merintangi upaya untuk memperoleh kesejahteraan. Perdebatan antara para ahli ekonomi politik itulah yang akhirnya memunculkan banyak sekali aliran dalam tradisi pemikiran ekonomi politik. Secara garis besar, mazhab itu dapat dipecah dalam tiga kategori, yakni: (i) Aliran ekonomi politik konservatif yang dimotori oleh Edmund Burke; (ii) Aliran ekonomi politik klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, Thomas Malthus, David Ricardo, Nassau Senior, dan Jean Baptiste Say; (iii) aliran ekonomi politik radikal yang dipropagandakan oleh William Godwin, Thomas Paine, Marquis de Condorcet, dan Karl Ma rx. Kembali ke muasal ilmu ekonomi, sebenarnya ilmu akonomi eksis kedalam ranah ilmu pengetahuan karena dipandang sebagai cabang ilmu sosialyang bisa menerangkan dengan tepat problem manusia, yakni ketersediaan sumber daya ekonomi yang terbatas. Implikasi dari keterbatasan sumber daya berujung dalam dua hal : (i) bagaimana mengalokasikan sumber daya tersebut secara efisien sehingga bisa menghasilkan output yang maksimal, (ii) menyusun formulasi kerja sama (co-operation) ataupun kompetisi (competition) secara detail sehingga tidak terjadi konflik. Teori ekonomi politik secara umum sebenarnya juga bekerja untuk mencapai dua tujuan tersebut. Bagi ahli ekonomi politik, problem serius dalam perekonomian tidak semata resource constraints, tetapi insentif. Syarat sistem insentif bekerja adalah tersedianya informasi yang lengkap sehingga dapat diakses oleh semua pelaku ekonomi (padahal ini mustahil). Informasi yang kurang lengkap menyebabkan sistem insentif tidak pernah bekerja dengan sempurna. Bagi scholars ekonomi politik, kegagalan terpenting mekanisme pasar adalah ketidaksanggupannya memfasilitasi informasi yang lengkap. Dengan kata lain informasi yang selalu diberikan oleh pasar adalah selalu asimetris. Disinilah teori ekonomi politik digunakan diantara kelangkaan informasi (di satu sisi) dan kemampuan untuk mencari model kompensasi atas ketidaksempurnaan pasar (di sisi lain). Isu yang dibangun oleh teori ekonomi politik adalah bagaimana pemerintah menyusun mekanisme yang memungkinkan seluruh partisipan di pasar mau berbagi informasi. Inilah yang melatari terjadinya peristiwa negosiasi. Dengan prinsip regulasi itu, yang sebetulnya sudah dikembangkan oleh teori ekonomi kelembagaan, suatu tindakan dan keputusan ekonomi diambil dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak sehingga kemungkinan kerugian yang bakal diderita oleh salah satu partisipan dapat dieliminir. Jika ini terjadi, maka prinsip efisiensi dan kerja sama atau kompetisi dalam kegiatan ekonomi bisa dicapai. Struktur Ekonomi Politik Pendekatan ekonomi politik sendiri secara definitive dimaknai sebagai interelasi diantara aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi, investasi, penciptaan harga, perdagangan, konsumsi dan lain sebagainya), mengacu pada definisi tersebut, pendekatan ekonomi polititk mengaitkan seluruh pen yelenggaraan politik, baik yang menyangkut aspek, proses, maupun kelembagaan dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang diintrodusir oleh pemerintah. Instrument-instrumen ekonomi
seperti mekanisme pasar, harga dan investasi dianalisis dengan menggunakan setting sistem politik dimana kebijakan atau peristiwa ekonomi tersebut terjadi. Pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan, sedangkan politik menyediakan ruang bagi tindakan tersebut. Pengertian ini sekaligus bermanfaat untuk mengakhiri keyakinan yang salah, yang menyatakan bahwa pendekatan ekonomi politik berupaya untuk mencampur analisis ekonomi dan politik untuk mengkaji suatu persoalan. Padahal, seperti yang bisa dipahami, antara analisis ekonomi dan politik tidak dapat dicampur karena keduanya dalam banyak hal memiliki dasar yang berbeda. Antara ilmu ekonomi dan ilmu politik memang berlainan dalam pengertian diantara keduanya mempunyai alat analisis sendiri-sendiri yang bahkan memiliki asumsi yang berlawanan. Dengan demikian, tidak mungkin menggabungkan alat analisis ilmu ekonomi dan politik karena bisa membingungkan. Antara ilmu ekonomi dan politik bisa disandingkan dengan pertimbangan keduanya mempunyai proses yang sama. Setidaknya, keduanya memiliki perhatian yang sama terhadap isu-isu sebagai berikut: mengorganisasi dan mengkoordinasi kegiatan manusia, mengelola konflik, mengalokasikan beban dan keuntungan, menyediakan kepuasan bagi kebutuhan dan keinginan manusia. Berdasarkan pemahaman ini, pendekatan ekonomi politik mempertemukan antara bidang ekonomi dan politik dalam hal alokasi sumber daya ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, implementasi dari kebijakan ekonomi politik selalu mempertimbangkan struktur kekuasaan dan sosial yang hidup dalam masyarakat, khususnya target masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan. Agar mendapatkan pemahaman yang lebih detail mengenai ketidakmungkinan menggabungkan analisis ekonomi dan politik bisa dilacak dari perbedaan kedua ilmu itu. Secara definitive ilmu ekonomi selalu merujuk pada tiga konsep berikut: kalkulasi, penyediaan materi, dan meregulasi sendiri. Konsep tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut. Ujung dari analisis ekonomi selalu berupamencari kalkulasi hasil yang paling efisien diantara keterbatasan pilihan yang tersedia. Di sini diandaikan semakin efisien hasil yang diperoleh, maka kian bagus pilihan yang diambil. Setelah itu, kegiatan ekonomi selalu bertujuan untuk melakukan produksi (reproduksi) dan sirkulasi (distribusi). Dalam konteks ini penyediaan barang/jasa dalam kegiatan ekonomi selalu bersinggungan dengan desain struktur produksi. Ekonomi berargumen bahwa pasar bisa mengatur dirinya sendiri. Pada titik inilah ekonomi dan politik (kelembagaan) itu terpisah. Kurang lebih analisis ekonomi bekerja dengan menggunakan tiga konsep tersebut. Ilmu politik berjalan juga dengan tiga konsep baku, yakni politik sebagai pemerintah (government), otoritas yang mengalokasikan nilai (authorative allocation of values) dan publik (public). Politik sebagai pemerintah jelas tugasnya untuk memberikan direksi dan mengeluarkan regulasi. Disini, sifat pemerintah berupaya menyediakan panduan dan melakukan intervensi sehingga bertabrakan dengan sifat ekonomi yang mempercayai pasar bisa bekerja secara mandiri. Selanjutnya politik juga mengalokasikan nilai- nilai. Konsep nilai dalam politik tidak setumpul nilai dalam ekonomi yang sering dimaknai sekedar efisiensi/laba. Dalam politik, nilai itu bekerja berdasarkan norma-norma yang hidup di masyarakat, seperti perlunya pemerataan/keadilan pembangunan. Disini, konsep keadilan
mengungguli efisiensi bila yang terakhir ini dicapai dengan jalan menciptakan ketimpangan. Kemudian politik sebagai publik bermakna bahwa output dari nilai politik selalu merupakan urusan bersama (public concern), berbeda dengan ekonomi yang berkonotasi privat. Jadi, dengan deskripsi tersebut, antara ekonomi dan politik memang memiliki asumsi yang berbeda, sehingga menggabungkan analisis ekonomi dan politik secara bersamaan merupakan upaya yang tidak akan pernah berhasil. Pendekatan ekonomi politik semakin relevan untuk dipakai karena struktur ekonomi sendiri tidak semata-mata ditentukan secara teknis. Ia terdiri dari dua bagian yang saling terkait. Pertama, kekuatan produksi material-pabrik dan perlangkapan (atau modal), sumbersumber alam, manusia dengan skill yang ada (tenaga kerja) dan teknologi. Teknologi menentukan hubungan produksi yang sifatnya teknis, sehingga proporsi bahan mentah, mesin dan tenaga kerja bisa dialokasikan dengan biaya yang paling minimal. Kedua, relasi reproduksi manusia, seperti hubungan antara para pekerja dan pemilik modal atau antara para pekerja dan manajer. Begitulah struktur ekonomi tersusun dari elemen material-teknis dan hubungan manusia. Setidaknya terdapat dua tipe ekonomi politik yang bisa diterapkan, baik sebagai penasehat otentik bagi partai yang berkuasa, yakni pihak yang melihat kebijakan sebagai cara untuk memaksimalkan nisbah bagi partai, atau sebagai intelektual yang menempatkan kebijakan sebagai instrumen untuk memecahkan hambatan ekonomi politik agar bisa memaksimalkan kesejahteraan sosial sesuai amanat konstitusi. Dalam kasus peran pasar, misalnya, harus terdapat upaya yang jernih untuk mencermatinya. Yang pertama harus dipahami, pasar (termasuk pasar keuangan) tidaklah bersifat netral dan paling efisien dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi. Pasar selalu mengandaikan adanya kekuatan salah satu pihak (biasanya para pemodal kakap) yang memanfaatkan informasi asimetris untuk mendapatkan keuntungan. Pandangan inilah yang mengantarkan ekonom kelembagaan berkeyakinan bahwa pasar tidak dapat dilihat dari mekanisme yang netral untuk melakukan alokasi yang efisien dan kesederajatan distribusi. Dalam hal ini pasar dianggap sebagai refleksi dari eksistensi kekuasaan, sehingga pasar tidak hanya mengontrol tetapi juga dikontrol. Jadi, instrumen retriksi itu tidak ditujukan untuk menggantikan peran pasar, melainkan untuk memastikan bahwa mekanisme pasar tidak dikontrol oleh segelintir pihak yang berkuasa (pemodal). Sejalan dengan pandangan Rodrik dan Subranian, strategi kelembagaan yang bisa dilakukan untuk menjinakan pasar dapat dipilih dalam tiga klasifikasi: (i) regulasi pasar, khususnya untuk mengatasi persoalan-persoalan eksternalitas, skala ekonomi dan informasi yang tidak sempurna, (ii) menstabilisasi pasar yang bertujuan untuk menurunkan inflasi, minimalisasi volatilitas makro ekonomi dan mencegah krisis keuangan, (iii) melegitimasi pasar, yakni kebijakan untuk menopanh kegagalan pasar. Ekonomi Politik dan Ekonomi Kelembagaan. Analisis ilmu ekonomi bisa dibagi dalam empat cakupan: (i) alokasi sumber daya, (ii) tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan produksi dan harga, (iii) distribusi pendapatan, (iv) struktur kekuasaan. Pendekatan klasik/neoklasik lebih banyak menggunakan tiga instrumen, yang pertama untuk menguliti setiap persoalan ekonomi, sebaliknya pendekatan kelembagaan lebih menekankan kepada
piranti yang terakhir untuk menganalisis fenomena ekonomi. Dalam lintasan sejarah, ahli kelembagan mempunyai kepedulian terhadap evolusi struktur kekuasaan dan aturan main, proses penciptaan dan penyelesaian konflik dimana aktifitas ekonomi tiu terjadi. Sebaliknya, ahli ekonomi klasik mendeskripsikan kasus khusus pertukaran dalam sebuah dunia yang telah dirumusakan karasteristik asumsinya, yang mungkin tidak ada hubungannya dengan duni yang kita tempati ini. Namun akibat pandangan pandangan ekonomi konvensional (klasik/neoklasik) dalam memformulasikan kebijakan ekonomi, tidak bisa disangkal bila rumusan-rumusan penyelesaian persoalan ekonomi lebih banyak dipengaruhi oleh tiga instrumen yang pertama tadi. Menurut Veblen, kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal yang direproduksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada masing-masing generasi individu berikutnya. Dengan demikian, kelembagaan berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap perilaku individu. Dalam hal ini, keinginan individu bukanlah factor penyebab fundamental dalam pengambilan keputusan, sehingga pada posisi ini tidak ada tempat untuk memulai suatu teori. Namun sifat dunia menurut pandangan Veblen, dinyatakan dengan ungkapan sosiologis bahwa manusia tidak hanya mengerjakan apa yang mereka suka, tetapi mereka juga harus suka terhadap apa yang harus mereka kerjakan. Oleh karena itu, tempat untuk memulai suatu teori adalah menganalisis apa yang harus dikerjakan oleh orang-orang (what men have to do). Ahli kelembagaan berusaha membuat model-model pola teori, sementara ahli neoklasik berusaha menyususn model-model prediktif teori. Model-model pola menjelaskan perilaku manusia dengan menempatkannya secara cermat di dalam konteks kelembagaan dan budaya. Model prediktif menjelaskan perilaku manusia dengan menyatakan secara cermat asumsi-asumsi dan menarik keimpulan implikasi (prediksi) dari sumsi tersebut. Dalam ekonomi neoklasik, prediksi adalah pengambilan keputusan secara logis dari postulat atau asumsi mendasar yang telah dibuatnya. Selanjutnya, bukti prediktif harus memiliki validitas empirirs atau akurat di dalam pengambilan keputusan tersebut. Dengan demikian sifat dari bukti prediktif adalah mudah untuk memahami dan hanya membutuhkan sedikit penjelasan. Ide inti dari paham kelembagaan (institutionalism) adalah mengenai kelembagaan (institutions), kebiasaan (habits), aturan (rules) dan perkembangannya (evolution). Namun ahli kelembagaan tidak akan berusaha membangun model tunggal umum berdasarkan ide-ide tersebut. Ekonomi kelembagaan bersifat evolusioner, kolektif, interdisipliner dan non prediktif. Ahli ekonomi kelembagaan umumnya focus pada konflik daripada keharmonisan, pada pemborosan (inefisiensi) ketimbang efisiensi dan pada ketidakpastian dibandingkan pengetahuan yang sempurna. Mereka pada umumnya menolak keseragaman pasar sebagai mekanisme alokasi yang tidak bias dan mekanisme distribusi. Disamping itu, ahli kelembagaan tetap merawat secara konsisten persepsi yang jelas mengenai perbedaan antara biaya/manfaat privat dan sosial. Jika rumusan pemikiran diatas dibawa dalam kegiatan ekonomi sehari-hari yang berbasis pasar, maka susunan ekonomi yang berbasis pasar selalu mengandaikan bahwa kesempatan, kemampuan dan informasi seluruh pelaku ekonomi sama dalam arena pasar.
Implikasinya, tidak dibutuhkan instrumen lain untuk mencapai efisiensi ekonomi karena semuanya sudah dipenuhi oleh pasar. Namun, ternyata asumsi-asumsi tersebut tidak ada yang menjelma di dalam pasar. Para pelaku ekonomi terbukti mempunyai informasi yang asimetris, kemampuan yang berbeda dan informasi yang berlainan (misalkan dekat dengan sumber kekuasaan/capital). Disinilah kemudian lahir patologi ekonomi akibat tidak bekerjanya mekanisme pasar. Kedekatan teori ekonomi politik dengan ekonomi kelembagaan sebetulnya bisa dilacak dari dua aspek. Pertama, pernyataan bahwa mekanisme pasar tidak bisa digunakan seluruhnya untuk mengatur kegiatan ekonomi. Disini dibutuhkan instrumen ekonomi lain yang dapat menutup kelemahan mekanisme pasar. Jalan keluar teori desain mekanisme dan ekonomi kelembagaan adalah memformulasikan aturan main yang dalam banyak aspek menghendaki peran pemerintah (namun bukan untuk menggantikan mekanisme pasar). Kedua, efisiensi ekonomi disepakati sebagai kerangka kegiatan ekonomi. Hanya jika ekonomi klasik mengukur efisiensi ekonomi dari biaya produksi semata, maka ekonomi politik dan ekonomi kelembagaan melihat efisiensi ekonomi dari biaya transaksi. Jika biaya produksi sudah sangat jelas, maka biaya transaksi sangat sumir sehingga dibutuhkan aturan main yang terperinci. II.
Varian – Varian Pemikiran Ekonomi Politik
Tiga varian penting dalam pendekatan ekonomi politik, yang selama ini mendominasi corak pendekatan ekonomi politik. Ketiga varian itu adalah ekonomi politik klasik/ neoklasik (classical/neoclassical political economy), ekonomi politik kynesian (keynesian political economy), dan ekonomi politik marxian (Marxian political economy). -
Ekonomi Politik Klasik/Neoklasik
Ekonomi politik klasik / neoklasik berakar dari mazhab ekonomi klasik / neoklasik yang menjadi sumber terpenting perumusan kebijakan ekonomi abad 20 dan 21. Mazhab ini juga menjadi cikal bakal sistem ekonomi kapitalis dan dipraktikkan sebagian besar dunia saat ini. Sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme) tegak 4 pilar dasar yang melatari. Pertama, kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis digerakkan dan dikoordinasi oleh pasar (bebas) dengan instrumen harga sebagai penanda (sinyal). Jika harga dianggap melibihi biaya produksi dan margin laba, maka itu merupakan sinyal bagi pelaku ekonomi lain untuk masuk ke pasar untuk menambah persediaan (supply) barang/jasa sehingga dapat menurunkan harga, dan juga sebaliknya. Kedua, setiap individu mempunyai kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikan (property rights) sebagai dasar melakukan transaksi (exchange). Tanpa adanya hak kepemilikan, individu tidak akan pernah biasa mengeksekusi kegiatan ekonomi (transaksi). Ketiga , kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik faktor produksi, yakni pemodal (capital), tenaga kerja (labor), dan pemilik lahan (land). Pemilik modal memperoleh pendapatan dari laba (profit), tenaga kerja dari upah (wage), dan pemilik lahan dari sewa (rent).keempat, tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar (free entry and exit barriers).
Dalam hal penguatan pasar sebagai instrumen unutuk mengkoordinasi kegiatan ekonomi, misalnya, aturan mainnya yang digunakan adalah mengeluarkan negara / pemerintah dari aktivitas ekonomi. Seluruh kegiatan ekonomi digerakkan oleh sektor swasta lewat pasar, sehingga bisa mendeskripsikan preferensi setiap individu. Bahkan, akibat peran pasar yang dominan, kapitalisme sendiri sering disinonimkan sebagai ekonomi pasar (market economic) [Grassby, 1999:3]. Pemisahan kegiatan ekonomi dalam tiga pelaku, yakni pemilik modal, tenaga kerja, dan pemilik lahan. Meskipun relasi antara ketiga pelaku ini dianggap sangat tidak adil oleh ekonom kiri (marxian economists), namun faktanya pembagian kerja itu telah mendonorkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kompetisi yang tinggi di negara-negara kapitalis. Pada level makro, pemisahan pemilik faktor produksi tersebut menjadi alasan munculnya segregasi hubungan ekonomi yang efisien melalui spesialisasi. Pemilik modal menyiapkan sepenuhnya kebutuhan material (alat produksi) sehingga proses produksi bisa berlangsung, tenaga kerja memberikan kemampuan/keterampilan maksimal agar diperoleh output yang bermutu, dan pemilik lahan memberikan jaminan tempat bagi kegiatan produksi. Akhirnya, ekonomi kelembagaan siten ekonomi kapitalis memberi tempat yang leluasa bagi setiap pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar melalui sistem insentif. Setiap adanya regulasi yang merintangi pelaku ekonomi untuk masuk keluar pasar, disitulah akan terjadi inefisiensi ekonomi. Inefisiensi itu dengan mudah dikenali dari harga yang terbentuk di pasar. Jika harga terlalu tinggi dari yang seharusnya, berarti jumlah supply sangat terbatas sehingga hal ini menjadi sinyal bagi pelaku ekonomi lain untuk masuk (entry) pasar. Apabila prosedur masuk ini dirintangi, maka konsumen akan dirugikan (consumers loss). Dalam sistem ekonomi kapitalis, srplus diperoleh apabila terdapat selisih antara biaya produksi dengan harga jual. Margin tersebut diambil oleh pemilik modal, sedangkan pekerja (buruh) mendapatkan upah yang merupakan bagian dari biaya produksi. Jadi, dari model ini seluruh surplus nilai (surplus of value) dialokasikan kepada produsen (pemilik modal). Konsep ini dianggap merupakan cara terbaik untuk menentukan dan mengalokasikan nilai barang/jasa dan menjadi sumber terpenting kegiatan produksi dan alokasi sistem ekonomi kapitalis. Varian lain adalah ekonomi politik neoklasik (EPN). Pendekatan ekonomi neoklasik sendiri tumbuh seiring dengan munculnya marginalist economics pada era 1780-an. Sebelum era ini, teori ekonomi didominasi oleh pembahasab ekonomi pertumbuhan ekonomi, distribusi, dan teori nilai. Pusat dari pemikiran neoklasik adalah menempatkan individu sebagai “constr ained choice” [caporaso dan levine, 1992:79]. Inti dari pandangan ini adalah individu merupakan agen yang memilih (choosing agent), yaitu seseorang yang memutuskan beberapa alternatif dari tindakannya berdasarkan imajinasi tentang dampak dari keputusan tersebut terhadap dirinya. Dalam proses pengambilan keputusan tersebut, individu dihadapkan dalam situasi kelangkaan (scarcity), yakni perbedaan antara kondisi subjektif (keinginan) dan kondisi alamiah/ objektif (ketersediaan sumberdaya). Bila antara” keinginan” dan “sumber daya” terdapat perbedaan, maka kelangkaan eksis.
Ekonomi Politik Neoklasik. Sekalipun ada banyak unsur dari pemikiran awal smith yang tetap dianut hingga sekarang (atau aliran neoklasik), namun ilmu ekonomi klasik bukanlah sekedar versi modern dari ekonomi politik klasik. Bahkan pendekatan neoklasik dianggap lahir pada decade 1870 yaitu bertepatan dengan bangkitnya aliran marginalis dalam ilmu ekonomi. Sebelum 1870, ilmu ekonom sebagai sebuah system pemikiran didominasi oleh agenda klasik, seperti pertumbuhan, distribusi dan teori nilai tenaga kerja, dan setelah decade 1870an, agenda ini mengalami banyak perubahan, biarpun memang perubahan itu tidaklah drastis. Pendekatan neoklasik bertolak dari ide tentang maksimalisasi kebutuhan individu. Langkah berikutnya adalah menggunakan ide ini untuk mendefenisikan kondisi-kondisi maksimalisasi kesejahteraan untuk sebuah system yang terdiri dari beberapa individu yang saling terkait. Kesejahteraan dari sebuah kelompok harus didefisikan secara berbeda dari kesejahteraan individu (biarpun pendefenisian itu tetap didasarkan pada kesejahteraan individu). Sebuah kelompok dikatakan mendapatkan kesejahteraan yang maksimal ketika semua anggota dari kelompok itu berhasil memaksimalkan kesejahteraannya masing-masing, asalkan kesejahteraan dari semua individu dalam kelompok itu saling terkait satu sama lain. Ekonomi politik neoklasik selanjutnya juga menerapkan logika ekonomi dasar dari pilihan terbatas terhadap situasi-situasi di mana transaksi pribadi tidak berhasil memaksimalkan kesejahteraan. Istilah ekonomi di sini digunakan dalam dua artian. Artian yang pertama dan yang paling mendasar dari ekonomi di sini adalah penghematan (Economizing) yang dilakukan karena terbatasnya pilihan yang ada. Yang kedua ekonomi disini berarti menggunakan mekanisme pasar sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pemenuhan terhadap kebutuhan individu. Cara lainnya adalah lewat politik. Maka ekonomi politik kadang akan mengarah pada penelitian terhadap batas-batas dari pasar sebagai institusi untuk pemenuhan kebutuhan dan kadang mengarahkan kita kepada teori politik berbasis ekonomi. Dalam bab ini kami akan membahas ekonomi politik sebagai penelitian terhadap batas-batas pasar. -
Ekonomi Politik Keynesian
Ada tiga peran yang dapat dilakukan negara untuk mengatasi masalah eksternalitas. Pertama, pembagian otoritas dan tanggung jawab antara pemerintah lokal, pemerintah pusat/negara, dan badan-badan pemerintah (misalnya pengawasan polusi udara) yang bisa menghambat terjadinya penyimpangan seetiap program. Kedua, keengganan umum untuk menggunakan kekuatan pasar untuk menyelesaikan masalah eksternalitas, seperti pajak bagi penghasil polutan. Ketiga, ketidak mauan untuk mempetimbangkan tingkat „optimal‟ dari kerusakan lingkungan (environmental disruption) menyebabkan eksternalitas hanya bisa diatasi melalui pengeluaran sumberdaya masyarakat (society‟s resources). Jadi dengan tiga peran itulah negara bisa datang untuk menuntaskan masalah eksternalisasi. Berpijak pada pandangan inilah, maka pendekatan EPK dalam derajat tertentu menghendaki adanya peran negara dalam aktivitas ekonomi. Mahzab Keynesian menghendaki adanya peran negara peran negara dalam perekonomian hanya ketika mekanisme pasar mengalami
kegagalan. Oleh karena itu, sepanjang mekanisme pasar tidak mengalami kegagalan, negara tidak diizinkan untuk mengintervensi pasar. Lebih lanjut, fokus utama EPK adalah terciptanya fokus utama stabilitasproses produksi dan pertumbuhan yang dilakukan oleh kelompok pemodal. Dengan aktivitras ini, dipastikan kegiatan produksi sekaligus transaksi perdagangan yang dipelopori dengan aktor utama pemilik modal akan dapat mendonasikan pendapatan yang besar bagi negara. Internasionalisasi persaingan ekonomi merupakan kepercayaan lain yang tidak kalah spektakuler. Kaum klasik/neoklasik berpandangan sangat logis bahwa pemagaran persaingan ekonomi antarnegara berarti melindungi praktik inefisiensi ekonomi yang digeliti oleh warga/firma suatu negara. Ekonomi Politik Keynesian. Pendekatan Keynesian mengajukan sebuah kritik terhadap konsep pasar yang meregulasi dirinya sendiri yang banyak digunaka oleh pemikir klasik dan neoklasik sebelumnya. Kritik dari pendekatan Keynesian ini mempertanyakan pandangan bahwa system pasar yang tidak diregulasi akan dapat sepenuhnya memanfaatkan potensi produksi yang ada dalam sebuah masyarakat. Inti dari argument tentang pasar yang meregulasi dirinya sendiri adalah bahwa system pasar akan mempertemukan orang yang memiliki permintaan dengan orang yang memiliki pasokan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dari smeua orang akan terpenuhi sedapat mungkin. Argumen neoklasik ini merujuk pada harga dan permintaan. Harga dari barang akan naik atau turun sedemikian rupa sehingga semua kebutuhan pasar akan terpenuhi yaitu semua yang dibawa produsen ke pasar akan selalu mendapatkan pembeli. Mekanisme harga ini akan menjamin bahwa permintaan akan selalu ada dan sekaligus membuat investasi capital diarahkan pada bagian-bagian yang memerlukan lebih banyak investasi, dimana kebutuhan yang lebih tinggi akan investasi ini akan ditandai dengan adanya profitabilitas yang lebih besar. Menurut argument neoklasik ini, memang bias jadi seorang produsen tertentu akan gagal untuk menjual semua yang mereka produksi atau bias mereka produksi, karena apa yang mereka jual tidak diinginkan oleh mereka yang memiliki daya beli yang cukup untuk membelinya. Kritik dari pendekatan Keynesian mengatakan bahwa kegagalan untuk menemukan pembeli bias jadi merupakan kesalhan sistemik yang ada tidak ada hubunganya dengan ketidakcocokan antara apa yang diproduksi dengan apa yang diperlukan, melainkan bisa disebabkan karena kegagalan dari mekanisme pasar itu sendiri untuk menarik pembeli pembeli yang memiliki daya beli yang cukup. Dengan kata lain, pasar gagal untuk mempertemukan permintaan dengan pasokan, sehingga tidak berhasil memanfaatkan keseluruhan kapasitas produksi yang tersedia dalam masyarakat. Kritik dari pendekatan Keynesian berusaha untuk mempertimbangkan kembali hubungan antara politik dengan pasar. Namun sejauh ini, banyak ekonom dari aliran Keynesian menyimpulkan bahwa kegagalan dalam permintaan agregat (kegagalan dari pasar untuk menarik konsumen-konsumen dalam jumlah sesuai dengan pasokan yang ada dalam pasar)
tidak harus diperlukan sebagai sebuah masalah politik. Para ekonom Keynesian mengajukan argument bahwa stabilitasdan kecukupan dari fungsi pasar bisa didapatkan dengan menggunakan mekanisme-mekanisme otomatis, yaitu dengan menggunakan sarana administrative dan bukan dengan cara politik. Argumen dari pendekatan Keynesian ini, tentus saja, dapat diperdebatkan lagi. Tapi yang penting disini adalah bahwa perdebatan terhadap pandangan dari aliran Keynesian ini akan menggeser focus dari topic-topik utama dalam ekonomi politik ke bidang yang berbeda, sehingga ak an memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru, diantaranya: dalam kondisi yang bagaimana pengelolaan yang dilakukan Negara terhadap perekonomian memerlukan agenda politik dan tidak cukup hanya dengan menggunakan fungsi administratif. Pendekatan Keynesian memfokuskan pada ketidakstabilan proses reproduksi dan pertumbuhan dalam perekonomian kapitalis. Karena adanya beberapa factor seperti yang akan dipaparkan nanti dalam bagian ini, perekonomian kapitalis mengandung proses-proses yang membuat reproduksi di dalamnya menjadi tidak sta bil sehingga tidak dapat diperkirakan secara pasti perkembangannya. Proses-proses yang menimbulkan ketidakstabilan ini membuat kita menjadi ragu tentang sejauh mana pasar yang meregulasi dirinya sendiri dapat dijadikan institusi bagi masyarakat untuk mengorganisir produksi dan distribusi barang. Kebijakan ekonomi dan kerja penuh. Solusi yang ditawarkan oleh Keynes untuk persoalan pengganguran karena itu berpusat pada tingkat aggregate demand. Tingkat aggregate demand menentukan tingkat output yang terkait dengan tingkat kesempatan kerja. Jika ekonomi di bawah kesempatan kerja penuh, maka tingkat aggregate demand bisa ditingkatkan sampai ke sebuah titik yang melalui mekanisme multiplier, ekonomi tersebut mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Tingkat aggregate demand mempunyai komponen berbeda, dalam sebuah ekonomi tertutup komponen adalah konsumsi, investasi dan belanja Negara : AD=C+I+G. Karena itu mengontrol AD melalui control dari kompomen-komponen itu. Dua kebijakan ekonomi diadopsi dalam keynesianisme pasca perang untuk mengontrol komponen-komponen dari aggregate demand. Kebijakan fiscal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiscal adalah berdasarkan pada control belanja (G) dan tingkat pajak (T). Sedangkan kebijakan moneter memanipulasi tingkat bunga (I) dan jumlah penawaran uang M melalui kredit dan operasi pasar terbuka (pembelian dan penjualan surat utang oleh Bank Sentral). Karena dalam framework Keynesian permintaaan adalah mesin dari ekonmi (sementara dalam framework liberal ini adalah penawaran – ingat hokum Say:penawaran menciptakan permintaanya sendiri), maka baik kebijakan fiscal maupun moneter menjadi alat untuk usaha mengontrol komponen tingkat aggregate demand yang karennya akan mempengaruhi output kesempatan kerja. -
Ekonomi Politik Marxian
Ekonomi Politik Marxian (EPM) merupakan kritik terhadap sistem ekonomi pasar (kapitalisme). Pilar kelembagaan kapitalisme tersebut dianggap oleh Karl Marx sangat exploitatif karena menempatkan tenaga kerja subordinat berhadapan dengan pemilik modal. Hal ini bisa terjadi, karena dalam kapitalisme penciptaan pranata-pranata faktor produksi selalu terlambat ketimbang percepatan inovasi produksi (teknologi). Dalam terminologi ekonomi, pranata faktor-faktor produksi tersebut adalah kelembagaan yang mengatur interaksi antara pemilik modal, tanah ,dan tenaga kerja. Dalam masa klasik kuno, kelembagaan faktor – faktor produksi lebih banyak menguntungkan pemilik tenaga kerja (budak/slave), sementara pada zaman feodal keuntungan itu banyak dipungut oleh tuan tanah, dan pada zaman kapitalis saat ini pemegang polis atas profit terbesar adalah pemilik modal. Persoalan yang mengemuka adalah, ketika inovasi produksi dilakukan pembagian keuntungan atas kegiatan ekonomi selalu tidak bisa jatuh secara proporsional kepada masingmasing pemilik faktor produksi sepanjang pranata kelembagaan faktor-faktor produksi tidak mendukung hal itu. Dalam konteks ini, Marx (Hayami, 1997:14) berkesimpulan bahwa perkembangan infrastruktur (inovasi teknologi/produksi), dan itu berlangsung terus sepanjang usia peradaban ini.
III. 1.
Tokoh - Tokoh Pemikir Ekonomi Politik Adam Smith
Adam Smith adalah tokoh pemikir ekonomi politik klasik. Melalui bukunya “The Wealth of Nations” Adam Smith menjelaskan tentang hokum-hukum yang menuntun “actor -aktor ekonomi” dan implikasi dari hokum-hukum ekonomi tersebut bagi masyarakat dan Negara. Adam smith tidak menyukai campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian, sebab campur tangan pemerintah berikut aturan-aturan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah lebih sering dijadiakan sebagai alat oleh kaum kaya untuk menekan kelompok masyarakat miskin. 2.
Paul Baran
Paul Baran adalah pencetus pertama lahirnya aliran dependensia.dalam On The P9olitical Economy of Backwardness, Baran berusaha menjelaskan berbagai factor penyebab keterbelakangan ekonomi di Negara-negara dunia ketiga, terutama Amerika Latin. Dengan memusatkan perhatian pada hubungan kelas antara rakyat banyak, elitinternal, dan investor asing, ia melihat adanya kontradiksi antara imperialisme, proses industrialisasi, dan ekonomi pembagunan umum di Negara-negara terbelakang. Bagi Baran, pembangunan kapitalis yang berkesinambungan mustahil terjadi di Negaranegara dunia Ketiga. Pandangan ini didasarkan pada hasil pengamatannya bahwa kapitalisme masuk ke Negara-negara terbelakang bukan melalui pertumbuhan persaingan perusahaan perusahaan kecil, melainkan melalui transfer bisnis monopolistic maju dari luar. Dengan demikian, pembangunan kapitalis di Negara-negara miskin ini tidak disertai dengan kebangkitan kelas menengah dan hilangnya dominasi tuan tanah terhadap masyarakat,
melainkan disertai pemberian fasilitas pada sedikit perusahaan monopolistic dan aristokrasi agrarian yang berkuasa secara social dan politik. Baran melihat tidak ada kompetisi untuk meningkatkan output di antara perusahaan dan juga tidak ada akumulasi surplus social di tangan wiraswastawan, yang dalam system kompetitif dipaksa untuk melakukan reinvestasi demi ekspansi dan modernisasi bisnis mereka. Sebagai dampaknya, produksi lebih rendah dari level potensinya, sementara prtanian masih beroprasi atas basis semifeodal. Melihat kenyataan tersebut, Baran menyimpulkan bahwa pola pembangunan kapitalis mustahil bisa diterapkan dnegara-negara dunia ketiga. Baran menyimpulkan bahwa kapitalisme telah gagal memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin, tetapi sebaliknya, sangat berhasil mengintroduksi semua ketimpangan ekonomi dan social yang melekat dalam system kapitalis. Lebih dari itu, kapitalisme juga telah mengubah orientasi pertanian dari pola pemenuhan kebutuhan sendiri kea rah pola komoditas ekspor. Menurut Baran, ini yang menyebabkan bangkitnya nasionalisme di Negara-negara miskin. 3.
Theonio Dos Santos
Theonio Dos Santos merupakan pemikir ekonomi politik radikal teori dependensia yang mengembangkan argumentasi Andre Gunder Frank dengan mengatakan bahwa titik berat proses ketergantungan tidak hanya merupakan “faktor eksternal” semata, melainkan juga dipengaruhu “faktor internal”. Menurut Dos Santos, faktor internal di Negara -negara dunia ketiga sedikit banyak ikut berperan dalam mengukuhkan pola ketergantungan tersebut. Faktor-faktor internal tersebut antara lain diawali oleh ketergantungan perdagangan pada masa penjajahan hingga ketergantungan industry dan financial pada era pascakemerdekaan. Dos Santos mengklasifikasikan tiga jenis ketergantungan : Ketergantungan Kolonial, yang ditandai oleh bentuk perdagangan luar negeri era colonial yang bersifat monopoli dan diikuti monopoli sumber daya lainnya oleh pemerintah kolonial. Ketergantungan industrial-finansial, ditandai oleh dominasi modal besar di Negaranegara kolonial. Ketergantungan Teknologi Industri yang terjadi setelah PD II sebagai dampak operasi perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan investasi di Negara-negara berkembang. 4.
Thorstein Veblen
Veblen dianggap sebagai bapak ekonomi politik kelembagaan. Ia lebih melihat kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat dalam bertundak, baik dalam perilaku mengonsumsi maupun berproduksi. Menurut Veblen, teori-teori klasik dan Neoklasik terlalu menyederhanakan fenomenafenomena ekonomi, dan mengabaikan peran aspek nonekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap perilaku
ekonomi masyarakat, sebab struktur politik dan social yang tidak mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses ekonomi, dan perilaku masyarakat bisa berubah, disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan. Bagi Veblen, keadaan lingkungan inilah yang disebut “institusi”. 5.
Weber, Schumpeter, dan Myrdal
Max Weber, Joseph Schumpeter dan Gunnar Myrdal adalah pemikir ekonomi politik kelembagaan yang membahas peran wirausahawan dalam proses industrialisasi. Bagi mereka, walau banyak aktor dan proses yang terlibat dalam industrialisasi dan modernisasi, tidak dapat disangkal bahwa aktor utama industrialisasi adalah wirausahawan. Dalam kajian ekonomi politik kelembagaan, variable dan parameter ekonomi hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan sejumlah actor yang berada di belakang suatu peristiwa ekonomi. 6.
Commons, Coase, dan North
John R.commons, Ronald Coase dan Douglas North adalah pemikir ekonomi politik kelembagaan yang lebih menyebutkan kelembagaan memiliki peran hokum dalam perekonomian. Menurut pakar-pakar kelembagaan ini, ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya. Ekonomi pasar perlu memenuhu prasyarat tegaknya suatu institusi yang dapat mengatur pola interaksi beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama. Kelembagaan dilihat dari sisi hukum menentukan dan atau mewarnai transaksi, terutama melalui aturan main yang berlaku, sekaligus juga mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan control kolektif terhadap transaksi. Tanpa kehadiran institusi, biaya transaksi menjadi tinggi. Selain itu, pelaku ekonomi akan menghadapi resiko penipuan, pemerasan, ancaman fisik, dan bentuk ketidakpastian lainnya.
7.
Kenneth Arrow
Kenneth Arrow adalah tokoh pemikir ekonomi politik baru dengan teori pilihan rasional. Arrow adalah tokoh yang dianggap paling berjasa dalam menyebabkan paradigma pilihan rasional mendapat tempat dalam ilmu ekonomi politik. Secara umum teori pilihan rasional berusaha mengembangkan aksioma-aksioma tentang pilihan terbaik dan preferensi yang sudah digagas oleh pakar-pakar Klasik dan Neoklasik sebelumnya. Pilihan rasional terkait dengan konsep-konsep seperti kesukaan,atau preferensi, kepercayaan, peluang, dan tindakan. 8.
F.A. Hayek
F.A. Hayek (1900-1992) adalah motor aliran neoliberalisme. Hayek dapat dikatakan sebagai tokoh kedua setelah Adam Smith yang sangat mendukung paham individualisme dan liberalism. Dalam bukunya yang sangat terkenal, The Road to Serfdom, Hayek menyatakan, “Dengan membiarkan jutaan individu melakukan reaksi terhadap harga pasar yang terbentuk secara bebas, akan terjadi optimalisasi alokasi modal, kreativitas manusia dan tenaga kerja dengan cara yang tidak mungkin ditiru oleh perencanaan terpusat, sehebat apapun perencanaan itu”.
9.
Andre Gunder Frank
Andre Gunder Frank juga adalah seorang pemikir teori ekonomi politik dependensia. Banyak pakar yang menobatkannya sebagai Bapak Teori Dependensia. Menurut Andre Gunder Frank, teori dependensia berusaha menjelaskan tentang ketergantungan. Dalam hubungan ketergantungan, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang dominan dan yang bergantung. Dalam menjelaskan ketergantungan ini frank mengumpamakan hubungan antara Negara-negara barat sebagai kelompok metropolis maju dengan Negara Negara terbelakang sebagai Negara satelit, dimana terjadi hubungan yang asimetris dari dua kelompok Negara-negara ini. Pembangunan daerah-daerah satelit tergantung pada pembangunan daerah-daerah metropolis. Hubungan yang tidak imbang ini disebabkan karena Negara-negara metropolis memiliki kekuasaan atas jalannya pembangunan di Negara-negara satelit, dan bukan sebaliknya. 10. Karl Marx Karl Marx adalah pemikir utama system ekonomi politik Marxian/sosialisme. Marx mngembangkan system ekonomi politik Marxian/sosialisme sebagai kritik yang ditujukan pada system ekonomi politik klasik/kapitalisme milik Adam Smith. Menurut Marx, kapitalisme adalah sebuah system yang tidak adil. Marx melihat ada banyak asumsi yang digunakan kaum klasik keliru, dank arena itu ia menyimpulkan bahwa hasil analisis model klasik juga keliru. Melalui proses pembagian kerja, dalam realitasnya Marx melihat bahwa terjadi ketidakseimbangan, pemilik tanah dan modal biasanya mendapat porsi yang lebih besar, sedangakan para tenaga kerja/kaum buruh menerima bagian yang sangat kecil. Sumber: Caporaso, jemis A & David P. Levine.2008.Teori-teori Ekonomi Politik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Deliarnov.2009.Ekonomi Politik.Jakarta:Erlangga Ikatan Pelajar Mahasiswa Kepulauan Riau Yogyakarta.2012. Modul Sekolah Advokasi Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta:Resist Institute Yustika, Ahmad Erani.2009.Ekonomi: Empiris.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Politik
Kajian
Teoritis
Analisis
EPP Pendekatan dalam T h e o r i es o f p o l i t i c a l Ec o n o m y by James Capuraso 1.
Pendekatan Klasik (The Classic al App roach )
Pemerintah tidak perlu ikut campur dalam pasar, jika pemerintah ikut campur maka muncul kegagalan pasar (market failure), karena pasar bisa mengatur dirinya sendiri. Periode klasik dalam ekonomi politik dimulai sejak terbitnya buku “ wealth of Nations karya Adam Smith (1776) sampai terbitnya buku Principles of Political Economy karya John S. Mill (1848). Namun jika menggunakan periodisasi yang lebih longgar maka dapat dikatakan bahwa era klasik dari ekonomi politik dimulai dari munculnya pemikiran- pemikiran dari kaum fisiokrat (physiocrats) ditengah peradaban XVIII sampai ke tahun kematian Karl Marx yaitu 1883 dimana Karl Marx memang dipandang sebagai pemikir ekonomi politik penting yang terakhir. Pendekatan klasik menyatakan bahwa pasar memiliki kemampuan untuk mengelola dirinya sendiri dalam artian yang kuat (strong sense) dimana padangan seperti ini dijadikan dasar untuk melaksanakan kebijakan Laissez- faire (dari bahasa Prancis “biar bekerja”) yang berarti perdagangan bebas. Argumen yang yang diajukan oleh pemilikir aliran klasik ini adalah sistem pasar adalah sebuah realitas yang sui generis (mampu menciptakan dirinya sendiri atau akan tercipta dengan sendirirnya tanpa campuR tangan manusia) dimana pasar memiliki hubungan dengan negara tetapi pasar bukan organ bawahan dari negara. 2.
Pendekatan Neoklasik ( Ne o c l a s s i c a l P o l i t i c al E c o n o m y )
Pemerintah atau negara boleh ikut campur dalam pasar jika terjadi kegagalan pasar. Dalam ekonomi politik klasik, pasar dipandang sebagai sistem yang terdiri dari transaksi- transaksi yang dilakukan secara sukarela antar beberapa pemilik properti yang independen yang semuanya sama sama mengejar kepentingan pribadinya sendiri- sendiri. Menurut pandangan neoklasik transaksi ini baru akan terjadi kalau dianggap bisa memberikan peningkatan kesejahteraan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi. 3.
Pendekatan Keynesian ( K ey n e s i a n P o l i t i c a l E c o n o m y )
Pemerintah boleh ikut campur dalam pasar jika terjadi eksternalisasi. Pendekatan keynes berada pada kritikan teori klasik dan neoklasik yang mengatakan bahwa pasar yang meregulasi sendiri dirinya. kritik dari pendekatan keynesian adalah kegagalan untuk menemukan pembeli bisa jadi merupakan masalah yang sistematik yang tidak ada hubungannya dengan ketidakcocokan anatara apa yang diproduksi dengan
apa yang diperlukan. Melainkan karena kegagalan mekanisme pasar itu
sendiri untuk menarik pembeli- pembeli yang memiliki daya beli yang cukup. Kritik keynesian berusaha untuk mempertimbangkan kembali hubungan antara politik dengan pasar. Namun sejauh ini, banyak ekonom dari aliran keynesian
menyimpulkan bahwa kegagala dalam permintaan agregat tidak harus diberlakukan sebagai sebuah masalah politik. Aliran keynesian menerima argumen bahwa perekonomian kapitalis kalau dibiarkan bekerja sendiri tanpa regulasi dari luar, tidak bisa memanfaatkan secara sepenuhnya sumber daya yang tersedia. Kegagalan ini akan memaksa pemerintah untuk melakukan intervensi. Dalam aliran ini ketidakstabilan dari pererkonomian kapitalis menimbulkan keraguan terhadap hipotesis tentang tangan tidak terlihat (invisible hands). Aliran keynesian berujung pada kesimpulan bahwa kebijakan pemerintah harus diadakan untuk menjamin adanya stabilitas dan proses reproduksi dan adanya penyerapan tenaga kerja secara memadai. 4.
Pendekatan M a r x i an t h e P o l i t i c a l E c o n o m y
State is instrumentalism of borjouis. Marx pada dasarnya mengusung proyek eknomi klasik dalam artian bahwa marx memandang perekonomian kapitalis sebagai suatu yang pada dasarnya tidak memiliki sifat politik. Sebaliknya marx justru berusaha untuk menunjukkan bahwa faktor-faktor politik itu disebabkan oleh dinamika dari proses ekonomi kapitalis dan berusaha menjelaskan bagaimana proses itu mewarnai pertarungan-pertarungan politik berskala besar dalam sejarah. Untuk membuktikan bahwa cara kerja dari perekonomian kapitalis membawa dampak politik, Marx mengajukan kritik terhadap pandangan klasik tentang pasar yang meregulasi dirinya sendiri. Dia melakukan kritik i ni bukan dengan tujuan untuk membenarkan konsep kapitalisme yang dikendalikan negara, melainkan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa kapitalisme tidak dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama.
BEBERAPA PAHAM 1.
Kapitalisme
Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung
kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, ter utama barang modal, seperti tanah danmanusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang j adi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut. 2.
Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwakebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas Pokok-pokok Liberalisme Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik ( Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi: Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi. Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu ( Treat the Others Reason Equally). Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang di perintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed).
3.
Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law , harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu (The Emphasis of Individual). Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang l ebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan. Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafatdari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah Neoliberalisme
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif . Paham ini memfokuskan pada pasar bebas danperdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional daninvestasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatanefisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi. Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar , dengan pembenaran mengacu pada kebebasan.. Satu kelebihan neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik yang sederhana, menawarkan penyederhanaan politik sehingga pada titik tertentu politik tidak lagi mempunyai makna selain apa yang ditentukan oleh pasar dan pengusaha. Dalam pemikiran neoliberalisme, politik adalah keputusan-keputusan yang menawarkan nilai-nilai, sedangkan secara bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu cara rasional untuk mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran diluar rel pasar dianggap salah. Kapitalisme neoliberal menganggap wilayah politik adalah tempat dimana pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dengan perdagangan bebas sebagai
cara untuk perluasan pasar melalui WTO, akhirnya dianggap sebagai Neoimperialisme. 4.
Globalisasi
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara Ciri globalisasi Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia
Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai halhal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
REVIEW BUKU JAMES CAPORASO T h e o r i es o f p o l i t i c a l E c o n o m y B A B 7 D A N BAB 8
BAB 7 Pendekatan Berbasis Kekuasaan dalam Ekonomi Politik Interaksi antara kekuasaan dengan fenomena ekonomi dapat menjadi fokus dalam ekonomi politik. Konsep pasar sangat erat kaitannya dengan ide bahwa individu dapat memilih dan membuat kontrak secara sukarela. Pasar adalah struktur pembeli dan penjual yang sifat impersonal dan tersebar dimana para pembeli d an penjual ini bekerja secara independen didalam mengejar tujuan-tujuan pribadi mereka sendirisendiri.
Beberapa Penafsiran tentang Kekuasaan
Konsep kekuasaan yang paling sederhana, paling banyak dianut dan paling mudah dipahami secara intuitif adalah pandangan bahwa kekuasaan merupakan kemampuan kita untuk mencapai tujuan kita maka kita harus melakukan sesuatu untuk memengaruhi dan merubah dunia sekitar. Ada tiga jenis kekuasaan, yaitu : kekuasaan untuk mencapai tujuan dengan mengalahkan alam, kekuasaan ter hadap orang lain dan kekuasaan bersama orang lain (maksudnya kekuasaan yang terkait dengan institusi-pent).
Beberapa Penafsiran tentang Kepentingan
Max Weber, 1958:55 : Manusia didominasi oleh keinginan untuk mendapatkan uang, oleh keinginan untuk mendapatkan kekayaan(acquistion) sebagai tujuan yang paling utama dalam hidupnya. Keinginan untuk memuaskan kebutuhan material (melainkan sudah menjadi tujuan akhir atau tujuan mutlak-pent). Konsep kepentingan langsung (direct interest) bisa disebut juga sebagai kepentingan “subjektif” atau kepentingan “behavioral”. Kepentingan langsung bisa diterjemahkan menjadi pilihan, dan pilihan secara otomatis berubah menjadi keputusan tentang mana dari alternatif dari alternatif –alternatif yang tersedia yang akan diambil. Konsep kedua dari kepentingan adalah sebuah penafsiran yang akan sulit sekali untuk bisa diterima para penganut behaviorisme dan utilitarianisme, yaitu kepentingan yang disebut sebagai kepentingan “rill” atau kepentingan “objektif”.
Kekuasaan dan Perekonomian Pasar
Salah satu manfaat besar yang diyakini dapat diberikan oleh perekonomian pasar kapitalistik adalah kemampuannya untuk menumbuhkan kekayaan masyarakat. Contoh dimana kekayaan bisa memberikan kekuasaan, yaitu (1) kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan, (2) kontrak tenaga kerja, dan (3) hubungan produksi dalam perusahaan.
Kekuatan Pasar dari Perusahaan
Dalam pasar yang persaingannya sempurna, pertukaran ekonomi dan kekuasaan cenderung untuk saling bertolak belakang satu sama lain. Potensi kekuasaan (potential power) merujuk pada sumber daya dan sarana pengaruh yang masih belum dimanfaatkan, atau dengan kata lain, belum pernah dipakai sama sekali.
Kontrak antarpekerja dengan Kapitalis
Hubungan antara pekerja dengan kapitalis untuk menunjukkan apa saja kekuatan yang berpotensiuntuk terbentuk pada hubungan antara keduanya. Ketidak merataan distribusi kekayaan dalam sistem kapitalisme membuat beberapa memiliki kekayaan
yang bisa memungkinkan mereka untuk menyewa orang lain untuk bekerja bagi mereka, sementara orang lainnya harus menjual tenaga kerjanya agar bisa mendapatkan sarana untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kekuasaan dalam Perusahaan
Ada sebuah pendekatan yang menghubungkan antara pelaksanaan kekuasaan dengan perekonomian yang melihat bukan kepada mekanisme pasar itu sendiri melainkan pada hubungan kewenangan pada organisasi-organisasi yang melakukan produksi.
Kekuasaan Terkondisi dan Perekonomian
Konsep ini menimbulkan kekhawatiran tertentu tentang kekuasaan, terutama dalam kaitannya dengan kepentingan. Kekuasaan terkondisi adalah bersifat objektif. Mereka yang menjalankan kekuasaan dalam artian ini maupun yang tunduk pada kekuasaan ini seringkali tidak menyadari bahwa kekuasaan itu sedang dijalankan. Yang terjadi adalah bahwa penerimaan pada kewenangan tertentu, kesediaan untuk tunduk pada orang lain diambil sebagai pilihan oleh mereka yang tunduk.
BAB 8 Pendekatan Berbasis Negara dalam Ekonomi Politik Negara dalam pendekatan ini dipandang sebagai instrumen atau sebagai institusi yang dimanfaatkan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan pribadi mereka masing-masing. Pendekatan yang berpusat pada negara dalam ekonomi politik disini adalah pendekatan yang memandang bahwa agenda dari negara dan perekonomian juga merupakan agenda dari wilayah pribadi. Otonomi Negara Ide tentang otonomi negara merujuk pada kemampuan negara untuk bertindak secara independen dari faktor-faktor sosial (terutama faktor-faktor ekonomi). Konsep otonomi negara disini memandang bahwa negara adalah bebas dari pengaruh eksternal atau pengaruh masyarakat. Pandangan bahwa otonomi adalah kebebasan dari pengaruh “eksternal” memiliki tiga konsekuensi (corollary).
Negara yang dikatakan bebas akan mampu “menang dalam melawan” tekanan-tekanan dari masyarakat sipil. Tindakan negara dipandang sebagai tidak dipengaruhi oleh satu kelompok mana pun atau koalisi antarkelompok mana pun.
Negara dianggap mampu menolak atau menahan tekanan dari luar, dan konsep seperti ini sangat banyak dianut oleh para pemikir t entang masalah pengambilam kebijakan.
Pandangan otonomi negara memiliki hibungan erat dengan literatur “negara kuat Vs negara lemah”. Negara kuat adalah negara yang mampu menolak tekanan dan menghasilkan inisiatif kebijakan publik sendiri sementara negara lemah adalah negara yang “tunduk” pada tekanan dari kepentingan-kepentingan ekonomi. Pendekatan-pendekatan Berbasis Masyarakat Pendekatan Utilitarian Menurut Eric Nordlinger istilah negara merujuk pada semua individu yang memegang jabatan dimana jabatan ini memberikan kewenangan kepada individuindividu itu untuk membuat dan menjalankan keputusan-keputusan yang dpat mengikat pada sebagian atau keseluruhan dari segmen-segmen dalam masyarakat. Dalam pandangan ini otonomi negara adalah berbentuk kemampuan dari para pejabat negara untuk melaksanakan pilihan-pilihan mereka dengan cara meterjemahkan pilihan-pilihan itu kedalam kebijakan publik, yang bisa selaras atau bisa juga bertentangan dengan pilihan-pilihan dari orang lain yang bukan pejabat negara. Pendekatan-pendekatan Marxian Mengapa negara tidak bisa dipandang sebagai kumpulan dari beberapa kepentingan pribadi ketika kita membuat konsep otonomi negara? Pandangan bahwa negara adalah bentuk dari kepentingan-kepentingan pribadi dari para kapitalis yang berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Masalah dalam pendekatan instrumental ini adalah sebagai berikut : (1) apakah kepentingan kapitalis itu adalah kepentingan dari individu-individu kapitalis yang ada dalam kelas kapitalis ataukah kepentingan objektif yang dapat diimputasikan kepada para individu ini berdasarkan posisi kelas mereka? (dengan kata lain apakah nrgara dalah pelaksana dari kepentingan langsung ataukah kepentingan riil dari individuindividu yang menjadi kapitalis?, (2) kalau benar memang bahwa negara bertindak demi kepentingan kelas kapitalis dan jika benar bahwa kepentingan kapitalis itu bertenatangan dengan kepentingan para pekerja, bagaimana caranya agar negara bisa mendapatkan kepatuhan dari mayoritas dari populasi masyarakat seperti yang terjadi dalam negara-negara demokratis kapitalis?
Statisme
Pendekatan statisme dalam ekonomi politik membalik hubungan sebab akibat yang disebutkan oleh teori-teori berbasis masyarakat. Dalam teori-teori berbasis masyarakat (yaitu konsep negara dalam teori utilitarian dan teori Marxis), yang menjadi faktor penyebab atau pemicu adalah pilihan pribadi atau kondisi material yang dihadapi individu yang kemudian menyebabkan terbentuknya tuntutan politik secara terorganisir yang disodorkan kepada negara. Menurut Stepen Krasner, negara adalah sejumlah peran dan institusi yang memiliki dorongan dan tujuan khusus yang berbeda dari kepentingan kelompok tertentu manapun dalam masyarakat. Krasner mendefinisikan negara dengan menggunakan konsep kepentingan Nasional. Negara adalah institusi atau sekumpulan institusi yang bertanggung jawab untuk menetapkan nilai-nilai yang digunakan untuk menentukan kegunaaan bagi masyarakat. Pendekatan ini memandang bahwa perbedaan antara negara dengan masyarakat tidaklah paralel dengan pembedaan antara wilayah publik dengan wilayah pribadi.
Pendekatan Transformasional terhadap Negara Otonomi negara dipahami dalam dua artian, yaitu :
Otonomi negara dipahami sebagai agenda negara yang berbeda dari agenda kepentingan pribadi dan tidak bisa ditentukan berdasarkan kepentingankepentingan pribadi dari individu-individu dalam masyarakat. Otonomi negara sejauh ini dianggap sebagai kemampuan negara untuk melaksanakan kemauannya sendiri. Ini berarti otonomi negara ialah kemampuan untuk membuat tujuan dan kemudian mencapai tujuan itu.
Ada dua jenis faktor penyebab yang terjadi, yaitu faktor penyebab yang terjadi didalam negara itu sendiri dan faktor yangada diluar negara.
Ekonomi Politik Ituuuuu... In a l l t h e p o l i t i c a l s y s t e m s o f t h e w o r l d , m u c h o f p o l i t i c s i s e c o n o m i c s , an d m o s t o f e c o n o m i c s i s p o l i t ic s .
Charles Lindbloom (Clark, 1991, p. 3). Pendekatan ekonomi politik sendiri secara definitif dimaknai sebagai interrelasi antar aspek, proses dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi berupa produksi, investasi, harga, perdagangan, konsumsi dan lain sebagainya (Caporaso & Levine, 1992, p. 31). Mengacu pada definisi tersebut, pendekatan ekonomi politik mengaitkan seluruh penyelenggaraan politik, baik yang menyangkut aspek, proses maupun kelembagaan dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat
maupun yang diintrodusir oleh pemerintah. Artinya, instrumen-instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar, harga dan investasi dianalisis dengan menggunakan setting sistem politik dimana kebijakan atau peristiwa ekonomi itu terjadi. Pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan, sedangkan politik menyediakan ruang bagi tindakan tersebut (Yustika, 2011, p. 8). Konsep Ekonomi dan Politik
Konsep ekonomi politik pada dasarnya adalah penerapan metode ekonomi pada domain politik atau sebaliknya penerapan metode politik pada fenomena ekonomi. Ada pola distribusi kekuasaan antara negara dan privat yang tarik menarik. Pemahaman pola distribusi ini dianalisa secara menarik oleh Merlo (2006, p. 2) yaitu dengan menilai satu alasan mendasar bahwa ekonomi politik merupakan tindakan pemerintah yang hanya bisa dipahami sebagai konsekuensi kekuatan politik yang memungkinkan pemerintah untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Clark (1991, pp. 4-5) ekonomi utamanya fokus pada pemenuhan kesejahteraan individu dalam mekanisme pasar. Sementara politik, fokus pada pemenuhan keadilan secara kolektif melalui pemerintah. Namun begitu, setidak ada tiga faktor determinan yang membedakan antara ekonomi dan politik, yaitu: 1. Tujuan utama. Ekonomi diasosiasikan dengan upaya untuk memeroleh standar materi hidup berdasarkan ketersediaan sumberdaya yang ada. Tujuan kesejahteraan ekonomi itu terdiri dari tiga dimensi yaitu efisiensi, pertumbuhan dan stabilitas. Sementara politik, mengacu pada upaya memeroleh keadilan melalui ketatapan hukum dan struktur kekuasaan yang mengikat setiap individu dalam suatu komunitas. Tujuan politik ini juga terdiri dari tiga dimensi utama, yaitu kebebasan individu, kesetaraan dalam distribusi dan tuntutan sosial; 2. Wilayah institusi. Politik biasanya mengacu pada segala aktivitas pemerintah seperti kampanye, pemilu dan pembuatan peraturan. Sementara itu tempat transaksi ekonomi itu adalah pasar dimana komoditas itu diperjualbelikan; dan 3. Aktor utama. Kegiatan ekonomi dijalankan oleh tindakan setiap yang bertindak sebagai individu yang otonom. Sementara politik merefleksikan upaya dari seluruh komunitas untuk mencapai tujuan kolektif. Hirschman (1982) menyatakan bahwa negara (state) dan pasar (market ) pada dasarnya merupakan metode utama dalam mengalokasikan sumber-sumber daya yang langka dan berharga untuk berbagai kebutuhan dan keinginan manusia. Jika sebuah negara memilih atau mengutamakan alokasi sumber daya publik, maka ia akan membentuk sektor publik (pemerintahan) yang besar. Tapi jika suatu negara memercayai pasar untuk melakukan tugas alokasi, maka sektor privat (swasta) akan lebih berperan daripada sektor publik (Lane & Ersson, 1994, p. 231).
Bila menoleh kembali pada sejarah teori ekonomi politik pada awal 1900an maka penjelasan mekanisme relasi antara negara dengan privat dapat ditemukan pada aliran ekonomi politik baru bernama Keynesian yang dicetuskan oleh John Maynard Keynes (1883-1946). Pada masa itu, Keynes mengkritik aliran ekonomi klasik yang dipelopori oleh Adam Smith yang membatasi peran serta pemerintah dalam sektor ekonomi. Adam Smith menolak pemikiran ekonomi intervensi negara terhadap perputaran ekonomi dalam masyarakat, yaitu dengan memberikan peluang perputaran ekonomi kepada masyarakat secara liberal sebagai mekanisme pasar, sehingga masyarakat mampu berkonsumsi dan berproduksi sesuai harga pasar dengan hukum penawaran dan permintaan (supply and demand). Situasi ini ternyata berdampak pada social destructionyang menyebabkan kesenjangan sosial antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, negara kaya dan negara miskin.
Dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936), Keynes menyatakan antitesis dari pemikiran Smith dimana campurtangan pemerintah ternyata memiliki peran sentral yang sama baiknya dengan privat dalam perekonomian. Pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumberdaya mencapai sasarannya. Ketika itu Keynes berpendapat bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara barat disebabkan oleh kurangnya investasi dari para investor secara umum. Oleh karena itu, untuk memberikan solusi atas krisis ini, negara harus melakukan intervensi di dalamnya (Hakim, 2006:4).
Sejarah Ekonomi Politik
Sebelum ekonomi berkembang seperti saat ini, sesungguhnya dulunya berinduk kepada ilmu ekonomi politik. Sedangkan ekonomi politik sendiri merupakan bagian dari ilmu filsafat. Perkembangan ilmu ekonomi politik tidak luput dari gagasan John Stuart Mill lewat buku monumentalnya Principles of Political Economy . Perbedaan terpenting dari pendekatan ekonomi politik dan ekonomi murni adalah dalam pandangannya tentang struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Ekonomi politik percaya bahwa struktur kekuasaan akan memerangaruhi pencapaian ekonomi, sebaliknya pendekatan ekonomi murni menganggap struktur kekuasaan di dalam masyarakat adalah given (Yustika, 2011, pp. 1-2). Sejauh ini ilmu ekonomi hanya memperhatikan variabel-variabel ekonomi saja seperti tenaga kerja, modal dan teknologi produksi. Padahal sebenarnya variable-variabel itu ditentukan melalui keputusan politik (Lane & Ersson, 1994, p. 250).
Menurut Clark (1991, p. 22) awal mula munculnya teori ekonomi politik pada periode antara abad 14 dan 18 yang merupakan cerminan great transformation di Eropa Barat sebagai dampak dari sistem perdagangan yang berangsur-angsur meruntuhkan ekonomi feodal pada abad pertengahan. Peluang individu untuk berwirausaha semakin bermunculan sebagai bentuk dari pengakuan otonomi individu dan peningkatan kapasistas individu (human capacity ).
Sejarah Ekonomi Politik (Clark, 1991:25) Clark (1991, p. 23) memaparkan bahwa istilah ekonomi politik pertama kali diperkenalkan oleh penulis Perancis, Antoyne de Montchretien (1575-1621) dalam bukunya berjudul Treatise on Political Economy terbit pada 1661. Tulisan dalam bahasa inggris yang menggunakan istilah ekonomi politik pada 1767 ditandai melalui publikasi Inquiry into the Principles of Political Economy oleh Sir James Steuart (1712-1780). Pada awalnya, para ahli ekonomi politik mencoba mengembangkan petunjuk dan menawarkan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah untuk upaya menstimulasi perdagangan. Pasar dianggap masih belum berkembang saat itu, oleh karena itu pemerintah diharapkan untuk memikul tanggung jawab yang signifikan dalam membuka kawasan perdagangan baru, menawarkan proteksi dari situasi kompetitif, dan memberikan kontrol atas kualitas produk. Gagasan dan kebijakan ini disebut sebagai mercantilism yang secara langsung melibatkan kekuatan pemerintah demi terciptanya kemakmuran ekonomi. Namun, pada akhir abad 18, pandangan itu ditentang karena pemerintah (negara) dianggap bukan lagi agen yang baik untuk mengatur kegiatan ekonomi (benefecient director of economic activity), tetapi justru sebagai penghambat upaya untuk memeroleh kesejahteraan.
Perdebatan antara para ahli ekonomi politik ini akhirnya memunculkan aliran pemikir ekonomi politik yang terpecah dalam tiga kategori yaitu (1) aliran konservatif yang dimotori oleh Edmund Burke; (2) aliran klasik yang dipelopori oleh Adam Smith; dan (3) aliran radikal yang dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau dan Karl Max. Referensi: Abidin, S. Z. (2005, Januari). Analisis Daerah. Jakarta: Bappenas.
Kebijakan
Publik
dalam
Pembangunan
Caporaso, J. A., & Levine, D. P. (1992). Theories of Political Economy . USA: Cambridge Universty Press. Caporaso, J. A., & Levine, D. P. (2008). Teori-Teori Ekonomi Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Clark, B. (1991). Political Economy: A Comparative Approach (First ed.). New York: Praeger. Lane, J.-E., & Ersson, S. (1994). Ekonomi Politik Komparatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Merlo, A. (2006). Whither Political Economy? Theories, Facts ans Issues. Pennsylvania: University of Pennsylvania. Yustika, A. E. (2011). Ekonomi Politik: Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar