BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Parasit adalah suatu organisme lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh organisme yang lebih besar yang disebut host . Parasit merupakan organisme yang hidupnya merugikan induk semang yang ditumpanginya. Keberadaan parasit dalam tubuh host dapat dapat bersifat sebagai parasit sepenuhnya dan tidak sepenuhnya sebagai parasit. Ada beberapa sifat hidup dari parasit seperti parasit fakultatif, obligat, insidentil temporer dan permanen. Penyebarannya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya siklus hidup, iklim, sosial budaya atau at au ekonomi dan kebersihan. Biasanya hospes atau hospes atau induk semang yang jadi sasarannya bisa berupa hospes definitif (akhir), insidentil, (akhir), insidentil, carrier , perantara dan hospes dan hospes mekanik (Lord, 2014). Salah satu penyakit parasit yang sering menimbulkan gangguan pet animal pet animal , khususnya anjing adalah serangan caplak. Caplak merupakan salah satu ektoparasit yang terdapat pada hewan dan pada umumnya selalu menimbulkan kerugian, baik secara fisik bagi hewan itu sendiri, maupun kerugian secara ekonomis bagi pemilik. Kerugian-kerugian ini timbul karena umumnya caplak menghisap darah sehingga dapat mengakibatkan anemia, merusak kulit, menimbulkan kegatalan, dan dermatitis. Namun kerugian yang paling utama adalah peranannya sebagai vektor penyakit, antara lain Ehrlichiosis. Agen Ehrlichiosis yang banyak menyerang pada anjing adalah Ehrlichia canis. canis. Jenis agen penyakit ini tergolong dalam dalam rickettsia. Agen Agen rickettsia dapat ditemukan di dalam leukosit dan bersifat inrasitoplasmik. Ehrlichiosis dapat menyebabkan epistaxis, anemia, trombositopenia hingga menyebabkan kematian (Subronto, 2010). Oleh sebab itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai penyebab dan penanganan Ehrlichiosis penanganan Ehrlichiosis sehingga sehingga pemilik anjing lebih mewaspadai akibat dari kondisi Ehrlichiosis kondisi Ehrlichiosis..
1
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam tugas akhir ini, adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana tahapan-tahapan diagnosa Ehrlichiosis pada anjing Golden Retriver di klinik hewan My Vets?
2.
Bagaimana penanganan Ehrlichiosis pada anjing Golden Retriver di klinik hewan My Vets?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dari penulisan tugas akhir ini, adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui tahapan-tahapan dalam peneguhan diagnosa Ehrlichiosis. diagnosa Ehrlichiosis.
2.
Mengetahui penanganan yang diberikan terhadap pasien yang didiagnosa mengalami Ehrlichiosis. mengalami Ehrlichiosis.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan tugas akhir Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH), yaitu sebagai berikut: 1.
Mampu
memahami
tahapan-tahapan
dalam
peneguhan
diagnosa
Ehrlichiosis. 2.
Mampu memahami penanganan yang dilakukan terhadap pasien yang didiagnosa mengalami Ehrlichiosis. mengalami Ehrlichiosis.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ehrlichiosis
Ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada anjing yang disebabkan oleh bakteri intraselular gram negatif dari genus Ehrlichia yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae. Spesies penting dari genus Ehrlichia adalah E. canis, E. ewingii, dan E. chaffeensis (Barman, chaffeensis (Barman, 2014). Ehrlichia canis menyebabkan Canine Monocytic Ehrlichiosis (CME), Ehrlichiosis (CME), yang merupakan penyakit fatal pada anjing yang membutuhkan diagnosis cepat dan akurat untuk memulai terapi yang tepat (Skotarczak, 2003). Harrus (2011) menyatakan bahwa CME merupakan penyakit multisistemik yang bermanifestasi dalam bentuk akut, subklinis, atau kronis. Penyakit akut ditandai oleh demam tinggi, depresi, kelesuan, anoreksia, limfadenopati, splenomegali, dan kecendrungan terjadinya hemoragik seperti petekie kulit, ekimosis, dan epistaksis. Selama tahap akut, trombositopenia sedang sampai berat adalah temuan hematologis yang khas. Trombositopenia pada fase akut umumnya disertai anemia ringan dan jumlah sel darah putih yang sedikit berkurang. Selama fase subklinis, trombositopenia ringan mungkin terjadi tanpa adanya temuan klinis yang jelas. Pada fase kronis, gejala serupa dengan yang terlihat pada fase akut dapat terjadi namun dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi. Temuan umum pada fase ini adalah selaput lendir pucat, kelemahan, perdarahan, dan penurunan berat badan yang signifikan. Pada fase kronis, trombositopenia biasanya parah disertai dengan anemia dan leukopenia yang jelas.
2.2
Etiologi
Ehrlichiosis disebabkan oleh bakteri Ehrlichia canis dan canis dan ditularkan oleh gigitan caplak Ripichepalus sanguineus. Ehrlichia canis tergolong dalam Rickettsia
(α(α- proteobacter proteobacter )
memiliki
sifat
bakteri
obligat
intraseluler,
berukuran kecil (0,3-0,5 x 0,8-2,0µm), bentuk coccobacill, coccobacill, gram negatif, dan tidak berflagel, serta mengalami pembelahan secara ganda dalam sel (Greene, 2012). Masa inkubasi dari Ehrlichia berlangsung Ehrlichia berlangsung selama 8-20 hari. Organisme
3
ini berkembang biak di makrofag pada sistem mononuklear fagosit dengan pembelahan biner dan menyebar ke seluruh tubuh (Greene, 2012).
2.3
Gejala Klinis
Gejala yang dapat ditimbulkan akibat dari infeksi Ehrlichia antara lain demam, adanya leleran hidung dan mata, nafsu makan menurun, hewan tampak lesu, kehilangan berat badan, serta anemia. Pada penyakit yang lebih berat ditandai oleh demam berulang kali, leleran hidung dan mata berubah menjadi mukopurulen, muntah, kurus, terdapat limfadenopati serta splenomegali. Selain itu petechiae dan ecchymosae dapat terlihat pada kulit bagian perut, penis, rongga buccal , dan konjungtiva. Apabila terjadi perdarahan lewat hidung maupun mulut biasaya diikuti kematian yang terjadi dalam beberapa jam atau hari (Subronto, 2010).
2.4
Predisposisi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semua jenis anjing sebenarnya memiliki peluang untuk terkena Ehrlichia sp. Namun, pada anjing jenis German Shepherd dan Siberian Huskies merupakan anjing yang memiliki kecenderungan lebih mudah terkena penyakit ini. German Shepherd memiliki respon imun yang kurang baik apabila dibandingkan dengan anjing Beagle. Penyakit ini juga dapat muncul pada usia berapapun. Perbedaan jenis kelamin jantan dan betina tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan pada penyakit Ehrlichiosis (Subronto, 2010).
2.5
Patogenesa
Ehrlichia canis ditularkan melalui vektor utama caplak ( Rhiphichepalus sanguineus). Vektor sekunder yang dapat juga menularkan E.canis yaitu Dermacentor variabilis dan Amblyoma cajennense. Beberapa caplak seperti Amblyoma americanum dilaporkan dapat menjadi vektor bagi spesies Ehrlichia chaffeensis dan E.ewingii. Penularan Ehrlichia dapat ditularkan melalui donor darah atau sumsum tulang. Caplak betina dewasa akan meletakkan telurnya. Telur
4
yang
mengandung E.canis berkembang menjadi larva dan menghisap darah
hewan yang terinfeksi E.canis. Larva akan tumbuh menjadi nimfa dan tetap mengandung E.canis dan dapat menularkannya langsung ke hewan rentan. Dari fase nimfa caplak tumbuh menjadi caplak dewasa dan dapat menularkan Ehrlichia canis langsung pada inang (Paddock, 2003). Masa inkubasi Ehrlichia canis berlangsung selama 8-20 hari. E.canis yang masuk melalui infestasi caplak akan masuk kedalam pembuluh darah, dan bagian infektif masuk kedalam sel mononuklear melalui proses fagositosis. Sel yang paling sering diserang adalah monosit dan limfosit (Lakkawar, 2003). Tiap monosit yang terinfeksi dapat mengandung 1-2 morula. Organisme ini kemudian bereplikasi dengan cara pembelahan biner, membentuk bagian-bagian yang terbungkus disebut initial bodies. Initial bodies akan berkembang membentuk morula, bentuk yang sering ditemukan dalam pemeriksaan ulas darah. Sel monosit akan pecah dan melepaskan bagian-bagian E.canis dan menginfeksi sel monosit atau leukosit baru (Nicholson, 2010). Sel mononuklaer yang terinfeksi akan berikatan dengan sel endotel pembuluh darah menyebabkan vasculitis (Lakkawar, 2003). E.canis dapat tinggal didalam sel monosit dan masuk ke peredaran darah dan sistem limfatik dan menetap di sel fagosit limpa, liver dan limfonodul.
2.6
Terapi
Terapi utama yang dapat digunakan untuk Ehrlichiosis adalah doxycycline yang tergolong dalam antibiotik jenis tetrasikline. Menurut Greene (2012) Ehrlichia canis tergolong dalam rickettsia sehingga dalam pengobatannya dapat menggunakan antibiotik. Berdasarkan struktur kimia antibiotik dibagi menjadi tujuh yaitu: golongan β-laktam, golongan aminoglikan, golongan tetrasiklin yang memiliki sifat bakteriostatis, golongan makrolida, golongan linkomisin, golongan kuinolon, dan golongan kloramfenikol. Mekanisme kerja dari tetrasiklin adalah menghambat adanya sintesa protein dari kuman tanpa mengganggu sel-sel normalnya. Spektrum antibakterinya tergolong luas yang meliputi gram positif
5
(cocci) dan gram negatif (bacilli). Antibiotik ini kurang efektif pada Pseudomonas dan Proteus, akan tetapi efektif pada beberapa protozoa (amuba) (Mardjono, 2009).
6
BAB III. METODE KEGIATAN
3.1
Waktu dan Tempat
Kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Rotasi Interna Hewan Kecil ini dilaksanakan mulai tanggal 18 April – 10 Juni 2016 yang bertempat di Klinik Hewan My Vets, Jakarta.
3.2
Hewan
Hewan yang digunakan bernama Zeus merupakan Anjing ras Golden retriever dengan jenis kelamin jantan. Anjing Zeus berumur sekitar 5 tahun, dengan ciri rambut berwarna keemasan, tanpa tanda khusus, dengan berat badan yaitu 26 kg.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan kasus ini adalah stetoskop, termometer, spuit 3cc, Vacutainer tube ungu dan merah, kapas, tissue, pen light , alat pemeriksaan hematologi dan kimia darah serta timbangan badan. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi seekor anjing dengan ras Golden retriver, NaCl fisiologis, alkohol 70% kapas, darah dan seperangkat kit Snap Idex 4Dx
3.4
Metode Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter hewan di Klinik Hewan My Vets Jakarta dalam peneguhan diagnosa, meliputi atas: 3.4.1 Signalement
Signalement merupakan catatan identitas hewan (pasien) atau sebagai tanda pengenal. Signalement meliputi ras atau bangsa hewan, jenis kelamin, umur, warna, berat badan dan tanda khusus. Fungsi signalement adalah sebagai tanda pengenal, membantu diagnosa, membantu penentuan obat dan registrasi pasien. 3.4.2 Anamnesa
Anamnesa merupakan sejarah/cerita asal-usul terjadinya penyakit yang diderita pasien. Sejarah penyakit tersebut dapat diperoleh dengan pertanyaan yang
7
diajukan kepada pemilik hewan berupa keluhan dan riwayat yang disampaikan pemilik kepada dokter hewan sebagai tenaga medis yang menagani pasien. Fungsi
anamnesa adalah membantu pemeriksaan, membantu penentuan diagnosa dan membantu pengobatan. 3.4.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi kondisi umum, inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara keseluruhan dengan mengamati keadaan umum, kondisi kulit dan rambut, inspeksi, palpasi dan auskultasi pada bagian kepala dan leher, kelenjar pertahanan, thorax, abdomen dan organ pencernaan, sistem urogenital dan alat gerak. 3.4.4 Pemeriksaan Penunjang a.
Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Darah
Pemeriksaan hematologi dan kimia darah adalah pemeriksaan darah lengkap menggunakan sampel darah yang ditampung pada tabung venoject berwarna ungu (EDTA). Pemeriksaan hematologi dilakukan menggunakan hematology analyzer Hemavet (Aboderin, 2006). b.
Pemeriksaan menggunakan K it Snap I dexx 4Dx
Pemeriksaan Kit Snap Idexx 4Dx menggunakan sampel darah langsung. Prosedur pemakaian dapat dilihat pada lampiran 4.
8
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pemeriksaan
4.1.1 Sinyalmen
Nama hewan : Zeus Jenis Hewan : Anjing Ras
: Golden Retriever
Jenis kelamin : Jantan Umur
: 5 tahun
Warna
: Gold
Berat badan
: 26 kg
Gambar 4.1 Keadaan Anjing Zeus saat Dibawa ke Klinik (Dokumentasi Pribadi)
4.1.2 Anamnesa
Anjing pasien dibawa ke Klinik Hewan My vet pada tanggal 4 Juni 2016 pada pukul 12.00 WIB. Anjing dibawa dalam keadaan perdarahan dari lubang hidung, Menurut keterangan pemilik, anjing mimisan dari lubang hidung berlangsung padapagi hari, lemas, nafsu makan anjing juga menurun beberapa hari, dan ditemukan caplak di sekitar tubuhnya. Anjing pasien memang memiliki riwayat penyakit sebelumnya dengan gejala yang sama persis seperti sekarang.
9
4.1.3 Gejala Klinis
Epistaksis hebat dari lubang hidung, mukosa mulut kering, berat badan turun, dehidrasi, CRT >2 detik, dan demam berulang. 4.1.4 Pemeriksaan Fisik 1.
Keadaan Umum
Perawatan
: Baik
Habitus/tingkah laku
: Jinak
Gizi
: Sedikit menurun
Pertumbuhan badan
: Kurus
Sikap berdiri
: Tegak pada empat kaki
Suhu
: 39,20C
Frekuensi nadi
: 108x/menit
Frekuensi nafas
: 48x/menit
2.
Adaptasi Lingkungan
: Baik
3.
Kulit dan Rambut
Aspek rambut
: Bersih dan kasar, tetapi ditemukan caplak disekitar telinga
Kerontokan
: Tidak ada kelainan
Kebotakan
: Tidak ada
Turgor kulit
: > 2 detik
Permukaan kulit
: Rata
Bau kulit
: Bau khas anjing
4.
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah
: Baik
Pertulangan kepala
: Kompak
Posisi tegak telinga
: Keduanya tegak simetris
Posisi kepala
: Lebih tinggi disbanding os. vertebrae
Palpasi Mata dan orbita kiri
Palpebrae
: Membuka sempurna
10
Cilia
: Melengkung keluar
Conjuctiva
: Rose, licin, basah dan tidak ada kerusakan
Membrana nikitans
: Tersembunyi
Mata dan orbita kanan
Palpebrae
: Membuka sempurna
Cilia
: Melengkung keluar
Conjuctiva
: Rose, licin, basah dan tidak ada kerusakan
Membrana nikitans
: Tersembunyi
Bola mata kiri
Sclera
: Putih
Cornea
: Bening, permukaan licin, basah
Iris
: Tidak ada perlekatan
Limbus
: Jelas batasnya
Pupil
: Ada refleks
Refleks pupil
: Ada
Vasa injectio
: Tidak ada
Ukuran
: Sama besar kiri dan kanan
Posisi
: Simetris
Bola mata kanan
Sclera
: Putih
Cornea
: Bening, permukaan licin, basah
Iris
: Tidak ada perlekatan
Limbus
: Jelas batasnya
Pupil
: Ada refleks
Refleks pupil
: Ada
Vasa injectio
: Tidak ada
Ukuran
: Sama besar kiri dan kanan
Posisi
: Simetris
Hidung dan Sinus
Kesimetrisan cuping hidung: Simetris Aliran udara
: Respirasi tersumbat karena epistaksis
11
Kelembaban
: Lembab
Discharge
: Darah (mimisan)
Mulut dan rongga mulut
Rusak/luka bibir
: tidak ada
Mukosa
: Pucat, kering
Gigi geligi
: Teratur
Lidah
: Kasar, basah
Telinga
Posisi
: Tegak ke atas
Bau
: Bau khas
Permukaan daun telinga
: Bersih
Krepitasi
: Tidak ada
Refleks panggilan
: Ada
Leher
Perototan Leher
: Kompak
Trachea
: Teraba, Tidak ada batuk
Esophagus
: Teraba, kosong
Kelenjar Pertahanan Lymphonodus rethropharingealis
Ukuran
: Sedikit membesar
Lobulasi
: Tidak jelas
Perlekatan
: Melekat
Konsistensi
: Sedikit keras
Suhu kulit
: Sama seperti suhu di sekitar
Kesimetrisan
: Simetris kanan dan kiri
5.
Thoraks
a.
Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thorax
: Simetris
Tipe pernafasan
: Costal
Ritme
: Teratur
12
Intensitas
: Sedang
Frekuensi
: 48 kali/menit
Trakhea
: Tidak terlihat
Batuk
: Tidak ada batuk
Palpasi
Trakhea
: Teraba jelas
Penekanan rongga thorax
: Tidak menunjukkan reflek sakit
Palpasi intercostal
: Tidak ada reflek sakit
Perkusi
Lapangan paru-paru
: Tidak ada perubahan
Gema perkusi
: Suara nyaring
Auskultasi
Suara pernafasan
: Bersih
Suara ikutan antara inspirasi dan ekspirasi : Tidak ada suara abnormal b.
Sistem Peredaran Darah
Inspeksi
Ictus cordis
: Tidak ada
Perkusi
Lapangan jantung
: Tidak ada perubahan
Auskultasi
Frekuensi
: 108 kali/menit
Intensitas
: Sedang
Suara ikutan
: Tidak ada
Ritme
: Teratur
Suara sistol dan diastol
: Jelas
Ekstrasistolik
: Tidak ada tambahan sistol
Lapangan jantung
: Tidak ada perubahan
Sinkron pulsus dan jantung
: Pulsus sinkron
6.
Abdomen dan Organ Pencernaan
Inspeksi
Besarnya
: Normal
13
Bentuknya
: Simetris
Legok lapar
: Tidak terlihat
Auskultasi
Suara peristaltik lambung
: Tidak terdengar jelas
Palpasi
Epigastricus
: tidak terasa sakit
Mesogastricus
: Tidak terasa sakit
Hipogastricus
: Tidak terasa sakit
Isi usus halus
: Tidak terasa sakit
Isi usus besar
: Tidak terasa sakit
Auskultasi
Peristaltik usus
: Ada suara berdesir
Anus
Sekitar anus
: Bersih
Refleks spinchter ani
: Ada
Pembesaran kolon
: Tidak ada
Kebersihan daerah perianal
: Bersih
7.
Sistem urogenital
Inspeksi
Preputium
: Bersih
Penis
: Rose, licin, basah
Palpasi
Scrotum 8.
: Bersih, tidak ada kebengkakan
Alat Gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan
: Kompak
Perototan kaki belakang
: Kompak
Spasmus otot
: Tidak ada
Tremor
: Tidak ada
Sudut persendian
: Tidak ada kelainan
Cara bergerak-berjalan
: Koordinatif
14
Cara bergerak-berlari
: Koordinatif
Kestabilan pelvis
Konformasi
: Kompak
Kesimetrisan
: Bentuk simetris
Tuber ischii
: Tidak terlihat
Tuber coxae
: Tidak terlihat
Palpasi
Struktur pertulangan Kaki kiri depan
: Tegak dan lurus
Kaki kanan depan
: Tegak dan lurus
Kaki kiri belakang
: Tegak dan lurus
Kaki kanan belakang
: Tegak dan lurus
Konsistensi pertulangan
: Keras
Reaksi saat palpasi
: Tidak ada refleks sakit
Panjang kaki depan
: Simetris, sama panjang
Panjang kaki belakang
: Simetris, sama panjang
Lymphoglandula Poplitea
Ukuran
: Kecil
Lobulasi
: Tidak jelas
Perlekatan
: Tidak melekat
Konsistensi
: Kenyal
Suhu kulit
: Sama dengan suhu lingkungan sekitar
Kesimetrisan
: Simetris kanan dan kiri
9.
: Rapid tes parasit darah, Hematologi lengkap dan
Pemeriksaan lanjutan
kimia darah
15
a.
Pemeriksaan Darah Anjing Pasien
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Hematologi (4 Juni 2016) Pemeriksaan
Hasil
Interpretasi
Keterangan
Satuan
Kisaran normal
4,41
Menurun
Anemia
10^12/l
5,5-8,5
Hemoglobin
3,3
Menurun
Anemia
g/dl
12-18
Hematokrit (HCT)
26,02
Menurun
Anemia
%
37-55
Mean Corpuscular Volume (MCV)
54,1
Menurun
Mikrositik
fl
60-77
Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
22,9
Normal
-
Pg
19,5- 24,5
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
33,2
Normal
Normokromik
g/dd
31-34
Sel darah (WBC)
20,4
Meningkat
Leukositosis
10^9/l
6-17
Limfosit
11,3
Menurun
Limfositopenia
%
12-30
Monosit
0,9
Menurun
Monositopenia
%
2-9
Neutrofil
4,74
Normal
-
10^9/l
3-12
Trombosit (PLT)
93
Menurun
Trombositopenia
10^9/l
200-500
Keterangan
Satuan
Sel darah (RBC)
merah
putih
Tabel 4.2 Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan
Hasil
Interpretasi
Kisaran normal
Albumin
2,4
Menurun
Hypoalbumine mia
g/dl
2,5-4,4
Alkaline Phosphatase (ALP)
25
Normal
-
u/L
20-150
Alanine Amino Transferase (ALT)
30
Normal
-
u/l
10-118
Amylase
981
Normal
-
u/l
200-12000
Total Bilirubin
0,3
Normal
-
mg/dl
0,1-0,6
16
Blood Urea Nitrogen (BUN)
26
Meningkat
Dehidrasi
mg/dl
7-25
Kalsium
9,7
Normal
-
mg/dl
8,6-11,8
Kreatinin
4,1
Normal
-
mg/dl
0,3-1,4
Glukosa
98
Normal
-
mg/dl
60-110
Na+
137
Normal
-
mmol/l
138-160
K +
4,2
Normal
-
mmol/l
3,7-5,8
Total protein
8,7
Meningkat
Hyperproteine mia
g/dl
5,4-8,2
Globulin
6,3
Meningkat
Hyperglobuline mia
g/dl
2,3-5,2
b.
Pemeriksaan Menggunakan Tes Kit I dexx 4DX
Gambar 4.2 Tes Kit Snap Idexx 4Dx (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 4.1.5 Diagnosa
Ehrlichiosis 4.1.6 Diagnosa Banding
Anaplasmosis dan Babesiosis 4.1.7 Prognosa
Fausta 4.1.8 Terapi Terapi yang dapat diberikan untuk menangani kasus i ni meliputi:
1. Terapi cairan elekrolit: -
RL (iv)
17
2. Anti hemoragik (anti pendarahan) -
Koag® (Vitamin K1 / phytomenadione)
-
Yunan baiyo®
3. Antibiotik -
Doxyxicline secara PO, dengan dosis 5 mg/kgBB, diberikan 2x sehari selama 5 hari
4. Antioksidan -
Vitamin C
5. Suplemen tambahan 4.2
TF Plus®
Pembahasan
Pemeriksaan fisik pada anjing pasien dengan ras Golden Retriever yang diantar pemilik ke klinik pada tanggal 4 Juni 2016 menujukkan gejala klinis epistaksis, anoreksia, lemas, mukosa mulut pucat, dan ditemukan caplak disekitar telinga. Epistaksis dapat terjadi karena trauma eksternal akibat suatu benturan. Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, anjing pasien tidak pernah mengalami benturan. Harrus (2011) menyatakan bahwa mukosa mulut pucat dan epistakis dapat terjadi pada anjing penderita ehrlichiosis. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaan untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya penurunan sel darah merah sebesar 4,41x10^ 12/l, hemoglobin sebesar 3,3 g/dl, Hematokrit sebesar 26,02%, MCV sebesar 54,1 fl, trombosit sebesar 93x10^ 9/l, monosit sebesar 0,9% dan limfosit 11,3%. Serta adanya peningkatan, sel darah putih sebesar 20,4x10^9/l. Pemeriksan darah rutin menunjukkan bahwa anjing pasien mengalami anemia mikrositik normokromik, trombositopenia, monositopenia, limfopenia dan leukositosis. Gambaran darah tersebut mengindikasikan bahwa pada tubuh anjing pasien terjadi radang akibat infeksi bakteri stadium lanjut yang disertai oleh anemia dan perdarahan. Telah dilaporkan bahwa pada anjing penderita ehrlichiosis gambaran total eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, dan
18
trombosit/platelet mengalami penurunan secara signifikan (Bhadesiya, 2015). Derajat trombositopenia katagori sedang sampai berat adalah temuan hematologis yang khas pada kasus ehrlichiosis (Harrus, 2011). Kottadamane (2017) menyatakan bahwa temuan yang paling umum diamati pada anjing penderita ehrlichiosis
adalah
anemia,
leukositosis,
neutropenia,
limfopenia,
trombositopenia, dan eosinofilia. Pada kasus ini anjing pasien mengalami trombositopenia disertai anemia, dan leukositosis. Sedangkan hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan adanya peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) yaitu 26 mg/dl dari batas normal 7-25
mg/dl,
peningkatan kreatinin yaitu 4,1 mg/dl dari batas normal 0,3-1,4 mg/dl, total protein meningkat sebesar 8,7 g/dl dari batas normal 5,4-8,2 g/dl, serta penurunan globulin yaitu 6,3 g/dl dari batas normal 2,3-5,2 g/dl. Interpretasi hasil kimia darah menunjukkan adanya peningkatan pada kadar BUN, hal tersebut dapat diartikan bahwa kemungkinan pasien mengalami dehidrasi. Tingginya kadar BUN tidak selalu mengindikasikan terjadi kerusakan pada organ ginjal karena pada saat terjadi dehidrasi jumlah urea yang akan dikeluarkan mengalami penurunan sehingga kadar BUN dalam sirkulasi akan meningkat. Peningkatan total protein plasma dalam kasus ini kemungkinan bahwa pasien mulai mengalami dehidrasi (Salasia, 2010). Keadaan dehidrasi yang menyebabkan peningkatan pada kadar total protein plasma dapat terjadi karena adanya penurunan volume plasma. Peningkatan total protein dalam kasus ini juga terlihat akibat adanya peningkatan kadar globulin. Globulin merupakan salah satu fraksi utama protein dalam darah. Peningkatan globulin menggambarkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan sel untuk membentuk antibodi yang akan digunakan melawan infeksi yang terjadi didalam tubuh (Salasia, 2010). Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan Rapid Test E. canis. Rapid test E. canis memiliki cara kerja dengan mendeteksi antibodi dari E. canis yang berada di dalam tubuh pasien sehingga nantinya akan berikatan dengan antigen pada test kit, adanya ikatan antigen dan antibodi akan membentuk interprestasi titik atau bulatan biru pada test ini. Hasil negatif akan
19
menunjukkan satu titik biru, namun pada hasil positif E. canis akan menunjukkan dua titik biru. Hasil pemeriksaan dengan Rapid test E. canis menunjukkan interprestasi positif terhadap E. canis. SNAP® 4Dx® Plus Test adalah tes in vitro untuk deteksi antigen terhadap Dirofilaria immitis, antibodi terhadap Borrelia burgdorferi, Anaplasma phagocytophilum, Anaplasmaplatys, Ehrlichia canis, dan Ehrlichia ewingii pada serum anjing, plasma, atau anticoagulated whole blood . SNAP® 4Dx® Plus Test mampu mendeteksi empat macam penyakit, diantaranya yaitu: -
Ehrlichia canis dan Ehrlichia ewingii
-
Anaplasma phagocytophilum dan Anaplasma platys
-
Heartworm Mengidentifikasi antibodi yang diproduksi sebagai hasil dari infeksi cacing
jantung, seperti Dirofilaria immitis. -
Lyme Disease Mengidentifikasi antibodi yang diproduksi sebagai hasil dari infeksi
Borrelia burgdorferi
Gambar 4.3 Skema Pemeriksaan Tes Kit SNAP 4DX (IDEXX, 2017).
Diagnosa banding dari penyakit Ehrlichiosis adalah Anaplasmosis dan Babesiosis. Anaplasmosis pada anjing terutama disebabkan oleh spesies Anaplasma phagocytophilum dan Anaplasma platys yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae, ordo Rickettsiales. Spesies caplak di Amerika Serikat yang berperan sebagai vektor adalah Ixodes scapularis dan I. pacificus sedangkan di Eropa adalah I. ricinus (Alleman, 2008). Predileksi A. phagocytophilum pada inang adalah neutrofil (McQuiston, 2012). Anjing yang terinfeksi Anaplasma 20
menunjukkan gejala klinis berupa demam, kelemahan, membran mukosa pucat, ptechiae, epistaksis dan limfadenofati. Anaplasmosis juga dapat menimbulkan gejala poliarthritis, muntah, diare, batuk dan sulit bernafas, kemudian mengakibatkan meningitis, seizure dan ataksia (McQuiston, 2012).
Gambar 4.4 Gambaran mikroskopis dari Anaplasma phagocytophilum dalam sitoplasma dari neutrofil yang ditunjukkan oleh panah hitam (Perbesaran 100x) (Sainz et al , 2015).
Babesiosis pada anjing disebabkan oleh protozoa darah yaitu Babesia canis, termasuk dalam Babesia besar (tropozoit berukuran 2.5 - 5.0 µm). Protozoa stadium tropozoit bereplikasi di eritrosit inang, adapun stadium gametosit di dalam tubuh caplak. Babesiosis ditularkan melalui vector caplak Rhipichepalus sanguineus. Predileksi B. canis yaitu di dalam eritrosit. Gejala klinis bentuk akut memperlihatkan adanya demam, hemoglobinuria, ikterus, splenomegali, anemia dan kematian. Infeksi kronis lebih sering bersifat asimptomatik dan terkadang infeksi dapat berkembang kembali saat stres atau terjadi imunosupresi (Schoeman, 2009).
Gambar 4.5 Gambaran mikroskopis dari Babesia canis dalam eritrosit yang ditunjukkan oleh panah hitam (Perbesaran 100x) (Sainz et al , 2015).
21
Etiologi
Ehrlichia canis adalah bakteri obligat intraseluler gram negatif yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae, ordo Rickettsiales. Kejadian penyakit ini kali pertama terjadi pada tahun 1935 di Algeria. Ehrlichiosis disebut juga Canine Monocytic Ehrlichiosis (CME), karena E. canis bereplikasi di sel monosit anjing. E. canis juga dapat menyebabkan Human Ehrlichiosis (Dumler, 2001). Siklus perkembangan Ehrlichia dimulai saat caplak stadium larva mengisap darah anjing yang menderita Ehrlichiosis lalu patogen akan masuk dan bereplikasi di dalam usus caplak. Larva caplak yang telah kenyang darah akan drop-off dan moulting menjadi nimfa, adapun Ehrlichia akan tetap di usus caplak dan terbawa dalam proses moulting tersebut. Ehrlichia akan bermigrasi ke kelenjar saliva ketika nimfa caplak siap untuk mengisap darah. Diketahui bahwa perpindahan Ehrlichia pada caplak hanya terjadi secara transtadial. Pada saat caplak mengisap darah, Ehrlichia akan masuk ke dalam tubuh anjing bersamaan dengan keluarnya saliva caplak. Saliva tersebut berperan dalam antikoagulasi darah inang. Ehrlichia yang telah masuk ke inang akan menuju target sel (monosit) dan bereplikasi (Rikihisa 2010). Penyakit ini biasanya terjadi di seluruh dunia pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis dengan vector caplak Rhipicephalus sanguineus (Lakkawar, 2003). Prevalensi dari organisme ini tersebar luas di alam, hewan liar, serta beberapa spesies peliharaan seperti anjing. Genus Ehrlichia dan Anaplasma masing-masing memiliki ethiologi yang hampir sama yaitu bersifat pleomorfik, bakteri gram negatif, organisme intraseluler, polimorfonuklear parasit dan samasama
berasal
dari
family
Anaplasmataceae
atau
Rickettsiales.
Mereka
diklasifikasikan sebagai α – Proteobacteria. Bakteri ini bersifat sangat pathogen dengan cara menginfeksi sel-sel granulosit atau monosit dalam beberapa hospesnya (Lakkawar, 2003).
22
Gambar 4.6 Gambaran mikroskopis dari Ehrlichia canis pada sitoplasma dari monosit yang ditunjukkan dengan panah hitam (Perbesaran 100x) (Sainz et al, 2015).
E. canis terdapat dalam darah, sumsum tulang dan jaringan yang lain, terutama pada paru - paru. Di dalam darah, E. canis terdapat sebagai inklusi sitoplasmik terutama dalam monosit dan limfosit. Pada pewarnaan Wright, organisme pada ulasan darah dan sumsum tulang nampak sebagai agregat tunggal, multipel, berwarna kebiruan sampai azurophilic coccoid atau bentuk batang (elementary bodies), bentuk inklusi (morula) dalam sitoplasma leukosit (Yabsley, 2008). Penyakit ehrlichiosis paling banyak terjadi terutama negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Subronto, 2010). Anjing terinfeksi oleh agen penyakit ehrlichiosis,
yaitu Ehrlichia canis ditandai dengan septikemia
yakni multiplikasi bakteri dalam darah (bakteremia) merupakan infeksi berat pada darah, yang sering menyebabkan demam tinggi, menggigil, gemetar dan menurunnya tekanan darah, dan merupakan penyakit kuman rickettsia di daerah tropis. Agen rickettsia dapat ditemukan dalam leukosit, bersifat intrasitoplasmik, serta beruba koloni badan berbentu coccoid. Penyakit ini ditularkan oleh caplak setelah caplak tersebut menghisap darah anjing penderita. Penularan terjadi melalui telur dan semua stadia pertumbuhan dari caplak Rhipicephalus sanguineus. Rhipicephalus
sanguineus adalah
ektoparasit
penghisap
darah
yang
mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Caplak dari spesies Rhipicephalus sanguineus disebut juga “the brown dog tick ” dan merupakan jenis caplak yang paling sering pada anjing. Secara umum tubuh
23
caplak
terbagi
menjadi
dua
bagian
yaitu gnatosoma /kepala
dan
toraks
dan idiosoma /abdomen (Wijayanti, 2007). Patogenesis
Kasus Ehrlichiosis dapat terjadi melalui adanya peningkatan jumlah bakteri yang terjadi karena vector dari caplak Rhipicephalus sanguineus yang menyerang anjing. Bakteri yang terbawa oleh caplak ini akan masuk ke dalam tubuh anjing melalui pembuluh darah dan selanjtnya akan menuju ke sumsum tulang sebagai jaringan utama yang menghasilkan darah. Bakteri ini memiliki waktu inkubasi selama 5- 21 hari. Di dalam sumsum tulang, bakteri ini bersifat obligat intraselular yang akan masuk kedalam sel-sel monosit sebagai inangnya. Bakteri ini akan terus bersembunyi ke dalam sistem antibodi tubuh, sehingga sulit bagi sistem pertahanan tubuh untuk melawan patogenesitas bakteri ini. E. canis, disamping menggunakan sistem kekebalan tubuh sebagai inang, sel ini juga dapat menyebabkan sistem mononuclear memproduksi
antibodi
trombocytopenia.
antiplatelet
Immune-mediated
sebagai
efek
dari
trombositopenia
immune adalah
mediated
salah
satu
mekanisme yang menyebabkan kerusakan trombosit selama fase akut dari penyakit ini. Kehadiran antibodi antiplatelet adalah salah satu penyebab utama trombositopenia yang sering terlihat di CME (Yabsley, 2008). Kerusakan sel induk atau sel progenitor juga telah diusulkan terjadi sebagai akibat dari infeksi E. canis (Weiss, 2003). Kerusakan sel progenitor mengakibatkan berkurangnya respon erythropoietic sehingga akan menurunkan produksi eritrosit, sehingga akan menyebabkan gejala anemia normositik, normokromik dan nonregenerative. Gejala Klinis
Pemeriksaan klinis anjing pasien menunjukkan gejala-gejala klinis yaitu epistaksis hebat dari lubang hidung, mukosa mulut kering, berat badan turun,, dehidrasi, CRT >2 detik, dan demam berulang. Gejala klinis anjing yang mengalami Ehrlichiosis dibagi menjadi tiga fase yakni akut, subklinis dan kronis. Gejala akut berlangsung selama 1 sampai 4 minggu, pada fase ini Ehrlichia mulai bereplikasi di dalam monosit dan jumlah platelet akan turun serta terjadi immune-mediated platelet destruction. Gejala akut
24
dapat bersifat ringan sampai parah, seperti demam, lesu, anoreksia, limfadenofati, splenomegali dan penurunan berat badan. Gejala dapat diikuti dengan muntah, diare, kepincangan dan edema pada ekstremitas, dispneu, lendir pada oculonasal serta hemoragi subretina yang dapat menyebabkan kebutaan (McQuiston, 2012). Anjing yang bertahan dari fase akut akan mengalami fase subklinis selama beberapa waktu atau dapat berkembang ke fase kronis. Pada fase subklinis, anjing tetap terinfeksi Ehrlichia namun asimptomatis (Brooks, 2009). Pada fase kronis anjing akan menunjukkan gejala arthritis, gagal ginjal, pneumonia, polimiositis kelemahan, depresi serta edema pada kaki, ekor dan scrotum. Gejala gangguan perdarahan terlihat pada membran mukosa yang pucat, ptechiae, ecchymosa, epistaksis, hematuria atau melena. Gangguan reproduksi yang timbul seperti perdarahan panjang saat estrus, kematian fetus dan neonatal. Anjing dapat mati karena perdarahan atau infeksi sekunder (Skotarczak, 2003). Pengobatan
Pemberian anti-hemoraghic (anti pendarahan) yang dilakukan antara lain: Yunan balyao® dengan dosis 2x sehari yang merupakan obat tradisional cina yang secara empiris terbukti sebagai analgesik dan anti-pendarahan. Pemberian Vitamin K1 merupakan suatu naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X yang membantu dalam pembekuan darah. Akhtardanesh (2011) menyatakan bahwa rifampisin dan doksisiklin mempunyai efektifitas yang sama untuk pengobatan CME. Pada kasus ini anjing pasien ditangani dengan pemberian doksisiklin, cairan elektrolit, dan vitamin K untuk membantu menghentikan epistaksis. Pemberian
antibiotik
dilakukan
dengan
golongan
tetrasiklin
yaitu
Doxyxicline® (Oksitetrasiklin) dengan dosis 5g/kg BB, selama 5 hari diberikan secara PO. Doksisiklin merupakan antibiotik sintetik / buatan spektrum luas yang merupakan turunan dari oksitetrasiklin. Fungsi utamanya adalah sebagai bakteriostatik / penghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat sintesis protein bakteri. Anjing pasien juga diberi antioksidan yaitu dengan pemberian vitamin C dengan dosis 20 mg/kg BB secara IV.
25
Pemberian infus pada pasien dilakukan untuk mengantisipasi adanya dehidrasi. Cairan infus yang dipilih adalah RL ( Ringer Laktat ). Jenis cairan RL tergolong dalam larutan kristaloid dimana larutan tersebut dapat menembus membran sel dengan mudah (Willyanto, 2010). Keunggulan dalam larutan RL adalah memiliki komposisi elektrolit dan konsentrasinya sangat serupa dengan yang dikandung di dalam cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah, sedangkan kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi otot dan saraf. Elektrolit-elektrolit tersebut dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada saat dehidrasi, syok hipovolemik termasuk syok perdarahan (Ario, 2011). Selain itu, anjing pasien juga diberi pengobatan dengan memberikan suplemen tambahan. Di klinik hewan My Vets, suplemen tambahan yang diberikan adalah TF Plus®. TF plus® merupakan antiplasminik, hemostatik, antihistamin, antiinflamasi, serta untuk menjaga daya tahan tubuh. Mengandung 100mg molekul trasferfactor (Transfer Factor E-XF). Tambahan herbal didalamnya meliputi : Jamur shiitake, Jamur maitake, Jamur agaricus Blazei, Β D Glucan dari ragi roti dan Oats, Tepung bayam (Zink dan IP6), Ekstrak daun zaitun, Mannans (Ekstrak lidah buaya), Cordycept dan Ekstrak kacang kedelai.
Tingkat dehidrasi diperkirakan sekitar 5% dengan ciri-ciri membran mukosa pucat namun tidak mengalami takikardia. Volume cairan yang dibutuhkan serta jumlah cairan yang harus diberikan dalam waktu 24 jam dapat dihitung dengan rumus sesuai dengan Lampiran 3 (Wingfield, 2009). Penanganan hewan pada kasus ini menunjukkan hasil yang baik. Pada hari kedua gejala epistaksis sudah mulai berkurang, nafsu makan mulai membaik, perilaku semakin aktif dan lincah. Anjing sudah sangat aktif dan lincah, nafsu makan normal, dan epistaksis sudah berhenti pada hari kelima. Agar anjing terbebas dari infeksi Ehrlichia, pengobatan dengan doksisiklin disarankan dilakukan selama 14 hari (Fourie, 2015).
26
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Anjing pasien ras Golden Retriever didiagnosis menderita ehrlichiosis. Tahapan diagnosa ehrliciosis pada anjing pasien yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan gejala klinis dengan gejala klinis anoreksia, lemas, mukosa mulut pucat, dan epistaksis. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan hematologi dan kimia darah. penanganan yang diberikan di klinik hewan My Vets yaitu pemberian cairan elektrolit, anti koagulan, antibiotik, dan antioksidan. Pada hari kedua epistaksis sudah berhenti dan anjing pasien sudah aktif. Untuk menghindari terulangnya infeksi Ehrlichia maka disarankan untuk memberikan pemahaman dan membantu pemilik anjing menerapkan strategi penanggulangan ektoparasit.
5.2
Saran
Disarankan pada pemilik untuk melakukan check up rutin dan menjaga kebersihan lingkungan untuk mencegah adanya caplak sehingga tidak terjadi infestasi caplak yang berakibat Ehrlichiosis. Serta perlu penambahan obat untuk mengatasi masalah anemia, yaitu seperti pemberian sangobion atau Hematopan B12® dan Biodin®.
27
DAFTAR PUSTAKA
Aboderin, F. I., and V.O. Oyetayo. 2006. Haematological Studies of Rats Fed Diff erent Doses of Probiotic, Lactobacillus plantarum, isolated from fermenting corn slurry. Pakistan J of Nutrition 5: 102-105. Akhtardanesh, B., R. Ghanbarpour., and H. Sharifi. 2011. Comparative Study Of Doxycycline and Rifampin Therapeutic Effects in Subclinical Phase Of Canine Monocytic Ehrlichiosis. Comp Clin Pathol 20: 461 – 465. Arif.
2014. Seputar Caplak pada Anjing . http://naroopetclinic.blogspot.co.id/2014/11/seputar-caplak-padaanjing.html. Diakses tanggal 30 Agustus 2017
Ario, D., dan S.B. Vicky. 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk Resusitasi Terbatas pada Syok Perdarahan Berat yang Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of Emergency. Vol.1. No.1 Fourie, J.J., I. Horak., D. Crafford., H.L. Erasmus., and O.J. Botha. 2015. The Efficacy of A Generic Doxycycline Tablet in the Treatment of Canine Monocytic Ehrlichiosis. J of the South African Vet Ass 86(1). Greene, C.E. 2012. Infection Disease of the Dog and Cat , ed 4th. Elsevier . University of Georgia. Athena: Georgia Harrus, S., T. Waner., D. Weiss., H. Bark. 2011. Kinetics of the Serum Antiplatelet Antibodies in Experimental Acute Canine Ehrlichiosis. Vet. Immunol. Immunopathol. 51, 13-20. James, N., and L. Leah. 2001. Life Cycle of the Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus. University of Florida. Kottadamane, M.R., P.S. Dhaliwal., and Singla L.D. 2016. Diagnosis and Treatment of Canine Monocytic Ehrlichiosis in A Boxer Breed of Dog – A Case Report. International Journal Of Science, Environment And Technology, Vol. 5, No 5, 3099 – 3105 Lakkawar, A.W., M.G. Nair., K.C. Varshney., R. Sreekrishnan., and V.N. Rao. 2003. Pathologyof Canine Monocytic Ehrlichiosis In A German Shepherd Dog. Slov Vet Res; 40 (2): 119-128 Lord, C.C. 2014. Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus Latreille ( Arachnida: Acari: Ixodidae). Florida Medical Entomotolgy Laboratory. Universitas of florida. 1-4. Mardjono, M. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal 788 Mylonakis, M.E., M. Kritsepi., J.S. Dumler., P.P.V.P. Diniz., M.J. Day., V.I. Siarkou., E.B. Breitschwerdt., V. Psychas., T. Petanides., and A.F.
28
Koutinas. 2010. Severe Hepatitis associated with Acute Ehrlichia canis Infection in a Dog. J Vet Intern Med ; 24:633-638 Neer, T.M., and S. Harrus. 2006. Canine Monocytotropic Ehrlichiosis and Neorickettsiosis (E. canis, E. chaffeensis, E. ruminantium, N. sennetsu, and N. risticii infections). In: Greene CE, editor. Infectious Diseases of the Dog and Cat. 3rd ed. St. Louis, MO: Saunders Elsevier, p.203-216. Nicholson, W.L., K.E. Allen., and J.H. McQuiston. 2010. The Increasing Recognition of Rickettsial Pathogens In Dogs and People. Trends Parasitol . 205-12 Nzva. 2015. Riphicephalus sanguines. http://www.nzva.org.nz/newsstory/do-youknow-your-rhipicephalus youhaemaphysalis?destination=node%2F4766. Diakses tanggal 1 September 2017. Paddock, C.D., J.W. Sumner., G.M. Shore., D.C. Bartley., R.C. Elie., J.G. McQuade., C.R. Martin., C.S. Goldsmith., and J.E. Childs. 2003. Isolation And Characterization Of Ehrlichia Chaffeensis Strains From Patients With Fatal Ehrlichiosis. Journal Clin. Microbiol . 35:2496 – 2502. Salasia, dan Bambang. 2010. Patologi Klinik; Kasus Patologi Klinis. Samudra Biru: Yogyakarta. hlm 1, 6-7. Subronto. 2010. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing . Gajah Mada University Press: Yogyakarta. ISBN 979-420-611-3 Waner, T., and S. Harrus. 2000. Anemia of Inflammatory Disease, in Schalm's Veterinary Hematology. Philadelphia. p. 205-209. Wijayanti, D.N. 2007. Studi Investasi Caplak pada Anjing yang Dipelihara di Subdit Satwa Di Samapta Babinkam Polri Kelapa Dua Depok . [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Willyanto, I. 2010. Terapi Cairan: Memilih Larutan Terbaik Untuk Tiap Pasien . Seminar sehari continuing Education APDHKI Denpasar: Bali. Wingfield, W.E. 2009. Fluid and Elektrolite Therapy. http://www.cvmbs.colostate.edu/clinsci/wing/fluids/fluids.htm. Diakses tanggal 1 September 2017. Yabsley, M.J., J. McKibben., C.N. Macpherson., P.F. Cattan., N.A. Cherry., B.C. Hegarty., E.B. Breitschwerdt., T. O’Connor ., R. Chandrashekar., T. Paterson., M.L. Perea., G. Ball., S. Friesen., J. Goedde., B. Henderson., and W. Sylvester. 2008. Prevalence of Ehrlichia canis, Anaplasma platys, Babesia canis vogeli, Hepatozoon canis, Bartonella vinsonii berkhoffii, and Rickettsia spp. in Dogs from Grenada. Vet Parasitol.151(2-4):279-85.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Observasi Klinik
Tanggal Kondisi Umum 04/06/2016 Pagi: T= 39,20C, makan (-), minum (-), defekasi (-), urinasi (-), mukosa pucat, epistaksis dari lubang hidung Malam: T= 38,90C, makan masih sedikit, minum (+), defekasi (-), urinasi (-), Mukosa pucat, sudah tidak keluar darah dari hidung 05/06/2016 Pagi: T= 39,00C, makan (+), minum (+), defekasi (-), urinasi (+), mukosa rose, sudah tidak keluar darah dari hidung 06/06/2016 Pagi: T= 38,70C, makan (+), minum (+), defekasi (+), urinasi (+), mukosa rose, sudah tidak keluar darah dari hidung 07/06/2016 Pulang
31
Lampiran 2. Gambar Penunjang
Keadaan Anjing Zeus saat Dibawa ke Klinik (Dokumentasi pribadi)
Tes kit Ehrlichia dan Anaplasma, hasil porsitif Ehrlichiosis (Dokumentasi Pribadi)
32
Lampiran 3. Perhitungan Dosis
1. Doxycyclin = Berat Badan (Kg) x Dosis (mg/kg)
= 26 Kg x 5 mg/kg = 130 mg (1 ½ tab PO, 2x sehari selama 5 hari)
2. Cairan Elektrolit (iv) Cairan yang hilang (ml) =
BB (kg) x Tingkat dehidrasi x 1000 = 26 Kg x 0,05 x 1000 = 1300 ml Cairan Maintenance (ml) =
(30 x BB(kg) + 70) = (30 x 26 kg + 70) = 850 ml Total (ml) = 1300 + 850 = 2150 ml Cairan yang harus diberikan selama 24 jam :
BB (Kg) x Tingkat dehidrasi x 1000ml x 0,8 = 26 x 0,05 x 1000 x 0,8 = 1.040 ml
33
sediaan
100mg
Lampiran 4. Prosedur Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaann Test Snap Idexx 4Dx
Sampel darah yang digunakan untuk uji
Snap Idexx 4Dx dapat
menggunakan serum, plasma atau antikoagulan whole blood (misalnya EDTA, Heparin). Sampel darah dapat digunakan secara langsung (segar) atau dapat disimpan pada suhu 2- 7 ⁰C selama satu minggu (Idexx, 2007) Prosedur pemakaian Test Snap Idexx 4Dx: 1.
Menyiapkan test Snap Idexx 4Dx
2.
Mengambil darah (sampel)
3.
Menempatkan sampel pada permukaan (posisi horizontal) dari alat test Snap Idexx 4Dx, dengan hati-hati dan jangan sampai sampel tumpah.
4.
Ketika warna pertama muncul dalam aktivasi, tekan aktivator dengan kuat.
5.
Tunggu hingga 8 menit.
34