1 | Pengetahuan Lingkungan
ECOLABELLING & DAMPAKNYA DALAM KEGIATAN BISNIS
Kecendrungan global diakibatkan adanya kecendrungan globalisasi produksi. Sekarang tidak ada lagi produk yang hanya dibangun di hanya satu negara; merek boleh Toyota atau BMW, tetapi isi dari mesin-mesin itu sudah dibangun di banyak negara. Kenapa itu dimungkinkan karena ada faktor kedua, yaitu globalisasi finance. Uang tidak lagi mengenal bendera nasional, jika potensi keuntungan naik di Malasya, maka modal lari ke malaysia, jika keadaan di Indonesia tidak menentu maka modal akan lari dari Indonesia. Modal seperti air yang mencari tempat yang menguntunGlobalisasi produksi, finance, trade, dan globalisasi teknologi menghasilkan dampak terhadap lingkungan yang juga bersifat global. Jadi permasalahan lingkungan hidup tidak lagi menjadi persoalan nasional, tetapi memiliki ciri global. Akibatnya adalah; bahwa pertimbangan prodak yang peduli terhadap lingkungan menjadi global, pertimbangan masyarakat Amerika, kepedulian masyarakat Eropa, sekarang menjadi dominan mempengaruhi proses produksi, keuangan, perdagangan dan teknologi. Negara-negara maju merupakan pasar terbesar, sehingga mempunyai pengaruh besar terhadap penetapan term kondisi tersebut. Mereka yang menentukan aturannya, jika tidak mau mengikuti aturannya maka silahkan cari pasar baru. Kemudian muncul konsumen global, dimana ciri konsumen ini adalah mereka tidak hanya membutuhkan produk barang yang akan mereka konsumsi, tetapi mereka juga menanyakan bagai mana produk itu di buat, apakah produksi barang itu merusak lingkungan, apakah barang itu menguras atau mengurangi persediaan sumber daya, apakah barang ini menimbulkan pencemaran, dan macam-macam pertanyaan lain. Lebih jauh lagi para konsumen kini mempertanyakan bagai mana produk itu di buat,apakah kondisi buruh di perhatikan, dsb. Sekarang muncul gejala human aspect (faktor manusia), dan itu diperkuat dengan adanya kepedulian terhadap kualitas hidup manusia. Globalisasi produksi, Perdagangan, dan Teknologi mengakibatkan lahirnya global consumers yang menunjukan ciri-ciri yaitu : a. Perlu ada kepedulian terhadap lingkungan. b. Perlu ada kepedulian terhadap faktor manusia. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut maka sistem manajemen juga perlu ada perbaikan dan perubahan-perubahan. Manajemen dan perusahaan yang dituntut sekarang bukan hanya manajemen ekonomi (production, accounting, finance), tetapi ada tiga sokoguru manajemen, yaitu : a. Ekonomi, b. Lingkungan hidup, dan c. Faktor Manusia. Di bidang ekonomi telah ada apa yang dikenal dengan total quality management system, yaitu manajemen yang mengandalkan kepada total quality. Sedangkan di bidang lingkungan hidup kini muncul management quality of environmet management system. Dan Faktor manusia, yaitu the human social management system.
Okky Jayadi 1341177003165
2 | Pengetahuan Lingkungan
Melihat kondisi tersebut maka kita harus memanfaatkan perubahan tersebut dengan mengembangkan sistem manajement pada tiga aspek yaitu; kwalitas manajemen dalam makna ekonomi, kwalitas manajemen dalam makna lingkungan, dan quqlity management dalam makna sosial kemasyarakatan. Namun timbul pertanyaan, siapa yang akan melakukan pengecekan dan pengawasan, maka pemerintah mengambil kebijakan bahwa prosedurnya akan melibatkan suatu lembaga yang independen. Maka pengecekan akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan penaksir (penilai) dimana hasil penilaian itu akan dinilai oleh suatu panel expert yang kemudian akan memberikan rekomendasi kepada lembaga ekolabel, dan lembaga ini yang akan memberikan sertifikatnya. Namun demikian kata kunci dari penerapan ecolabelling itu adalah harus dapat dipercaya, proses pemberian label ecolabelling ini harus transparan agar dipercayai oleh masyarakat konsumen. Penerapan ataupun pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan ini sesuai dengan amanat GBHN bahwa dalam memanfaatkan sumber daya alam harus memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam itu sendiri bagi keberlanjutan pembangunan. Indonesis akan menjawabnya dengan menerapkan kriteria sendiri mengenai ekolabel. Namun diingatkan, agar penyusunan kriteria ekolabel harus transfaran, demokratis, dan accountabillity, termasuk proses bottom up. PERKEMBANGAN ECOLABELLING Sejak 1978 Jerman menerapkan ecolabel (Blue Angel) pada 4000 produk dengan maksud; menurunkan polusi, memberikan informasi kepada konsumen, memberi rangsangan ekonomi memproduksi teknologi ramah lingkungan. European Community Ecolabelling Sceme dilaksanakan sejak Juni 1993, dan mencakup mesin cuci pakaian dan cuci piring, hair sprays, lights bulps, toilet paper, laundry detergent, dishwasher detergent, dll. Ecolabelling scheme ini adalah voluntary, selffinancing dan tidak mencakup makanan, minuman dan obat-obatan. Inggris membentuk British Standards Institution melaksanakan the actual assessment of certification bodies, yang terdiri dari empat kelompok sertifikasi: A. Quality management system. B. Product conformity certification C. Product approval D. Personnel engaged in quality verification. Di tingkat internasional berkembang ; 1. ISO 9000 yang memuat kriteria untuk total quality management. Sejak 1993 dibentuk Special Advisory group for environment untuk menyusun audit lingkungan melalui TC 207. 2. UK mengembangkan BS 7750 dengan lingkungan. Oleh kelompok lembaga swadaya masyarakat internasional dibentuk forestry standardship council yang mengeluarkan prinsip-prinsip dan kriteria untuk natural forest management (1993). Jika semula ecolabelling berlaku bagi productions lifecycel tanpa
Okky Jayadi 1341177003165
3 | Pengetahuan Lingkungan
pertimbangan lingkungan, secara bertahap tumbuh pola ecolabelling yang dipusatkan pada manajemen sumber daya, khususnya sumber daya hutan. Pengusaha pemakai kayu UK memutuskan untuk menggunakan kayu dengan ecolabel yang diberikan oleh lembaga independent di negara pengekspor yang diakui oleh Forestry standardship council. Terlepas dari perkembangan internasional, GBHN menganut pola pembangunan berkelanjutan. Dalam forestry agreement Indonesia dimuat prinsip cut no more then the increment growth of the forest yang dilaksanakan melalui tebang pilih dan tanam Indonesia. KRITERIA ECOLABELLING Secara komprehensif sertifikasi ecolabelling diberikan; A. Menjamin bahwa manajemen hutan memenuhi standar tertentu B. Menjamin bahwa produk terbuat dari kayu yang berasal dari manajemen hutan berkelanjutan. C. Menjamin bahwa proses produksi berwawasan lingkungan. Manajemen hutan berkelanjutan meliputi; a. Sustainable productivity of the forest. b. Maintenance of environmental service. c. Provision of social-economic benefit. Kriteria untuk aspek lingkungan mencakup; a. Protection of soil. b. Protection of water resources. c. Protektion of biodiversity. Kriteria untuk aspek keuntungan sosial-ekonomi mencakup kriteria sosial. Pengecekan kriteria Perusahaan-perusahaan penaksir (penilai) diberikan tugas melaksanakan penilaian di lapangan: Melalui daftar yang diberi angka, setisp bidang diberikan angka-angka. Tes parcobaan di lapangan. Konsultasi dengan pihak yang berkepentingan. Jika dipandang perlu, hasil pengecekan perusahaan penaksir tersebut dicek ulang oleh lembaga ecolabelling. Atas dasar laporan perusahaan penaksir ini lembaga mengeluarkan sertifikasi ecolabelling. Perincian kriteria dikembangkan bersama dengan para ahli dan kalangan yang mengetahui. Kriteria ini perlu mendapat dukungan dari “konsumen internasional” supaya sertifikat ecolabelling menjadi dipercaya. Pengembangan institusi Kegiatan ecolabelling mencakup; a. Perusahaan Penaksir dan b. Lembaga ecolabelling.
Okky Jayadi 1341177003165
4 | Pengetahuan Lingkungan
Dampak pada kegiatan bisnis Keprihatinan konsumen pada lingkungan cendrung naik sehingga ecolabelling disatu pihak memberikan informasi kepada konsumen, dan dilain pihak mendorong produsen kearah pola pembangunan berwawasan lingkungan, sehingga memberikan dampak positif pada kegiatan bisnis.
Okky Jayadi 1341177003165
5 | Pengetahuan Lingkungan
EKOEFISIENSI: STRATEGI PENINGKATAN DAYASAING DI PASAR GLOBAL Pendahuluan Masalah lingkungan tidak lagi merupakan masalah yang hanya diperhatikan oleh pakar lingkungan, melainkan telah menjadi masalah ekonomi. Dunia perdagangan dan industripun, terutama perdagangan ginternasional, tidak lagi bebas dari permasalahan lingkungan. Kecendrungannya ialah bahwa perdagangan internasional akan makin dipengaruhi oleh pertimbangan lingkungan. Dapat diperkirakan dalam beberapa tahun lagi akan diperlakukan ekolabel yang berkaitan dengan persyaratan lingkungan pada sistem perdagangan. Semula yang menonjol ialah ekolabel pada produk kehutanan, tetapi kini menjalar juga pada produk industri pada umumnya. Sebenarnya beberapa negara telah memberlakukanya pada perdagangan dalam negri sejak beberapa tahun lalu, misalnya di jerman dengan label yang disebut”bidadari biru”. Kini dorongan makin kuat untuk memperluasnya pada perdagangan internasional. EKOLABEL Ekolabel ialah sebuah tanda pada sebuah mata dagangan yang menerangkan bahwa produksi mata dagang tersebut memenuhi persyaratan tidak merusak lingkungan. Mata dagangan yang tidak mempunyai ekolabel akan ditolak oleh negara konsumen, sehingga mata dagangan itu tidak dapat dipasarkan. Gagasan tentang ekolabel kini berkembang mencakup bidang yang luas, yaitu anilisis daur hidup (life-cycel analysis) mata dagangan. Analisis ini dimulai dari penyediaan bahan baku sampai pada pembuangan barang bekas. Istilah yang dipakai ialah fromcaradle to grave (dari lahir sampai kuburan) jadi penanganan limbah pada waktu produksi saja tidaklah cukup untuk mendapatkan ekolabel, jika mata rantai lain dalam proses produksi tidak ditangani dengan baik. Analisis daur hidup mata dagangan merupakan syarat yang jauh lebih berat daripada sekedar menangani limbah di lantai produksi. Para produsen dituntut agar memilih bahan baku yang memenuhi syarat ekolabel, produk yang dihasilkannya harus tidak atau kurang merusak lingkungan, misalnya tidak boros energi, dan setelah produk itu habis dipakai juga tidak akan merusak lingkungan misalnya, produknya itu harus dapat didaurgunakan atau didaur-ulangkan. Misalnya, dalam hal produk kehutanan pengelolaan lingkungan dengan baik haruslah dimulai dari pembalakan. Kemudian transpor kayu dari hutan ke pabrik, peoses di dalam pabrik, penanganan limbah, transportasi produk ke pasar, penggunaan oleh konsumen dan akhirnya pembuangan hasil hutan tersebut setelah masa pakainya habis. Sebuah contoh ialah industri mebel dari kayu. Kayu yang dipakai oleh produsen mebel itu haruslah berasal dari hutan yang dikelola dengan berkelanjutan serta pengolahan kayu bulat menjadi bahan baku mebel dilakukan dalam industri yang memanfaatkan sebanyak-banyaknya
Okky Jayadi 1341177003165
6 | Pengetahuan Lingkungan
limbah kayu dan tidak mencemari lingkungan. Dengan lain perkataan produsen mebel harus yakin bahwa bahan baku mebel itu memenuhi syarat ekolebel. Selanjutnya produksi mebel dalam industrinya sudah barang tentu harus juga memenuhi persyaratan ekolabel. Karena mebel dibuat dari kayu pada akhir masa pakai kayu mebel itu dapat didaurulangkan atau dipakai sebagai bahan bakar. Untuk mata dagangan yang menggunakan bahan baku hasil tambang analisis itu meliputi penambangan, pengelolaan limbah tambang dan mata rantai lainnya seperti tersebut pada contoh hasil hutan. Banyak produk industri menggunakan berjenis bahan baku, misalnya mobil. Dalam hal ini produsen harus meneliti bahwa masing-masing bahan baku yang dipakai, antara lain baja, almunium, karet, berjenis plastik, dan karet busa untuk jok, memenuhi persyaratan ekolebel. Tidak hanya itu saja. Ia juga harus memilih jenis bahan yang mempunyai dampak lingkungan terkecil. Produksi almunium dengan energi listrik dari PLTU menghasilkan CO²lebih banyak daripada produksi almunium dengan energi listrik PLTA(PLTA tidak menghasilkan CO²). Karena itu almunium jenis pertama mempunyai dampak terhadap pemanasan global lebih besar daripada jenis kedua. Dengan demikian walaupun seandainya keduanya memenuhi syarat ekolabel, seyogyanya dipilih almunium jenis kedua, sudah barang tentu dengan tidak mengabaikan aspek ekonominya. Pada akhir masa pakai banyak bagian mobil itu dapat didaur-ulangkan, misalnya baja dan almunium. Di indonesia banyak bagian plastiknya juga didaur ulang oleh para pemulung. Tetapi dinegara maju plastik itu merupakan masalah. Uraian diatas menunjukan, bahwa tugas manajer akan semakin rumit. Pemilihan kontraktor dan sub kontraktor haruslah memperhatikan juga aspek lingkungan disamping aspek ekonomi. Tujuan analisis daur hidup ialah untuk dapat melindungi lingkungan global secara terpadu. Kriteria untuk ekolebel itu tentulah tidak mudah untuk dirumuskan. Untuk keperluan itu Internasional Standarization Organization (ISO) telah membentuk sebuah komisi teknik yang disebut ISO/TC-207 Environmental Management (Pengelolaan Lingkungan). ISO/TC-207 mempunyai enam subkomisi, diantaranya : 1. SC-1: Sistem Pengelolaan Lingkungan 2. SC-2: Audit Lingkungan 3. SC-3: Label Lingkungan (Ekolabeling) 4. SC-4: Evaluasi Kinerja Lingkungan 5. SC-5: Analisis Daur Hidup 6. SC-6: Istilah dan Definisi Ekolabel yang didasarkan pada kriteria yang luas itu jelas merupakan ancaman bagi kita. Tetapi dengan telah terbentuknya ISO/TC-207 dengan
Okky Jayadi 1341177003165
7 | Pengetahuan Lingkungan
subkomisinya kita tidak dapat lagi menolaknya. Paling-paling kita dapat menawar supaya kriteria itu tidak terlalu ketat dan meminta agar ada kelonggaran bagi negara yang sedang berkembang. Seperti halnya pada ekolebel produk hutan, ekolabel untuk produk lainnya dapat diperkirakan akan mulai diberlakukan beberapa tahun lagi. Dengan lain perkataan misalnya telah mendesak. Celakanya subkomisi ISO/TC-207 bertempat dinegara maju dan ketuanya pun negara maju sehingga hasil ISO/TC-207 akan sangat diwarnai oleh persepsi lingkungan masyarakat barat. Karena itu haruslah kita waspadai dengan ikut aktif dalam ISO/TC207 agar kita dapat memperjuangkan kepentingan kita dan mempengaruhi komisi itu. PENGELOLAAN LINGKUNGAN Dengan akan diterapkannya ekolabel pada perdagangan internasional kita dipaksa untuk melakukan pengelolaan lingkungan agar industri kita tidak merusak lingkungan. Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
PENANGANAN LIMBAH Cara umum yang dipakai dalam menangani kerusakan lingkungan oleh industri ialah dengan pengolahan limbah yang dihasilkan oleh industri, yaitu pada akhir proses produksi sehingga disebut penanganan end-ofpipe. Pengolahan limbah itu memerlukan biaya tambahan pada proses produksi sehingga biaya per satuan produk naik. Pengusaha merasa dirugikan. Inilah yang menyebabkan para pengusaha enggan untuk melakukan pencegahan kerusakan lingkungan. Ia mau melakukannya, jika dipaksa oleh adanya peraturan pemerintah. Pendekatan pengelolaan lingkungan ini disebut command-and-control . Konsumen pun merasa dirugikan karena harga produk naik, sehingga konsumen juga tidak senang pada pengolahan limbah itu. Yang diuntungkan hanyalah lingkungan. Dalam kondisi masih terbatasnya biaya yang tersedia untuk pembangunan tambahan biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah itu menimbulkan persyaratan klasik ”pembangunan dulu atau lingkungan dulu”. Secara implisit pertanyaan itu melihat pembangunan dan lingkungan sebagai dua hal yang terpisah dan saling berlawanan. Dalam konflik ini ekonomi selalu dimenangkan dan lingkungan dikalahkan karena perbaikan ekonomi menjadi tujuan pokok pembangunan. Pendekatan pengaturan oleh pemerintah juga banyak mengalami kegagalan karena kontrol sosial yang umumnya masih lemah, kurangnya jumlah dan kemampuan tenaga pengawas, kurangnya anggaran belanja untuk pengawasan, kolusi antara pihak pengusaha dan pengawas. Hukum tidak dapat ditegakan. Dengan banyaknya kegagalan itu perlulah ada pendekatan baru.
Okky Jayadi 1341177003165
8 | Pengetahuan Lingkungan
Ekoefisiensi ialah suatu proses produksi yang meminimkan penggunaan bahan baku, air dan energi serta dampak lingkungan perunit produk. Sebenarnya limbah adalah bahan baku yang tidak terpakai dalam produk akhir dan terbuang. Dengan memperkecil bagian bahan baku yang terbuang limbah yang terbentuk akan menurun sehingga kerusakan lingkungan berkurang. Penggunaan air dan energi yang lebih sedikit per unit produk juga mengurangi kerusakan lingkungan. Pengurangan bahan baku yang terbuang berarti diperbesarnya bagian bahan baku yang terpakai dalam produk akhir. Ini berarti naiknya efisiensi produksi. Kenaikan efisiensi itu menurunkan biaya produksi per unit produk. Dengan demikian ekoefisiensi sekaligus menurunkan kerusakan lingkungan dan biaya produksi. Nampaklah ekoefisiensi bukan hanya efisiensi ekologi saja, melainkan juga efisiensi ekonomi. Banyak contoh menunjukan, perusahaan yang mempraktekan ekoefisiensi telah meraih keuntungan daripadanya. Beberapa diantaranya ialah dengan program minimasi limbah Coca Cola & Schweppes di Inggris telah menghemat biaya 1,2 juta pounsterling; sejak tahun 1990 penghematan yang diraih Northrop Corporation ialah $20 juta dan ole 3M $500 juta dari program sejak 1975. Contoh ekoefisiensi dalam agroindustri ialah penerapan pengelolaan hama terpadu. Berdasarkan metode ini pestisida barulah dipakai jika populasi hama mencapai tingkat diatas ambang batas. Jika populasi ada dibawahny pengendalian hama dibarkan dilakukan oleh musuh alami. Banyak laporan menunjukan, dengan pengelolaan hama terpadu produksi tidak menurun dan bahkan dapat naik. Sementara itu dengan menggunakan lebih sedikit pestisida biaya produksi dapat dihemat, sehingga keuntungan lebih besar dapat diraih. Lingkungan pun dapat terjaga dari pencemaran, harga produk dapat diturunkan dan lingkungan pun terlindungi. Pembangunan pertanian, khususnya dalam produksi pangan dengan mencetak sawah dimana-mana tanpa memperhitungkan pola pangan penduduk dan iklim tidak ekoefisiensi. Misalnya mencetak sawah di Madura dan NTT yang musim kemaraunya panjang memerlukan pembangunan infrastruktur yang mahal. Di daerah itu akan lebih ekoefisin untuk dilakukan intensifikasi jagung. Jagung adalah juga pangan pokok penduduk. Di Jawa pun pembangunan pertanian yang tidak hanya mementingkan padi akan mengurangi kebutuhan air irigasi sehingga akan mengurangi kebutuhan membangun prasarana irigasi yang mahal, yaitu bendungan dan saluran irigasi. Lagi pula pola tanam dengan pergiliran pertanaman padi dan palawija mengurangi resiko ledakan hama, sehingga dapat mengurangi kebutuhan pestisida. Pembangunan demikian adalah ekoefisiensi. Contoh lain lagi ialah dalam bidang transpor. Sistem transpor kita terlalu mementingkan mobil pribadi. Banyak mobil yang hanya berpenumpang seorang saja, sehingga BBM yang terpakai per km penumpang adalah
Okky Jayadi 1341177003165
9 | Pengetahuan Lingkungan
tinggi. Sistem ini banyak menyebabkan kemacetan lalulintas sehingga BBM yang terpakai mubazir. Untuk mengurangi kemacetan lalulintas banyak ruas jalan dijadikan satu arah. Ini memperpanjang jarak yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan, sehingga BBM yang terpakai pun bertambah. Tingginya jumlah BBM per km penumpan, mubazirnya BBM karena kemacetan dan bertambahnya BBM yang harus dipakai untuk mencapai tujuan meningkatkan biaya transpor. Kenaikan penggunaan BBM itu meningkatkan pencemaran. Sistem ini tidak ekoefisien dan merupakan salah satu faktor dalam ekonomi biaya tinggi. Sistem transportasi yang ekoefisien ialah yang memadukan secara optimal transpor dengan mobil pribadi, transpor umum (bus, kereta api), serta sepeda dan berjalan kaki untuk jarak pendek. Energi per km penumpang untuk masing-masing transpor itu berturut-turut dari yang tertinggi ke yang terendah ialah mobil pribadi, bus, kereta api, jalan kaki, dan sepeda. Mobil juga mempunyai dampak pencemaran tertinggi per km penumpang. Berjalan kaki dan bersepeda merupakan cara transpor yang sangat bersih. Zat pencemar yang diproduksi hanyalah CO² dalam kadar rendah. Dengan ekoefisiensi kerusakan lingkungan tidak ditangani pada akhir proses produksi saja dengan pengolahan limbah, melainkan mencegah terjadinya limbah pada setiap mata rantai proses tersebut. Dengan pendekatan ini perusahaan bertindak proaktif, yaitu tidak menunggu sampai dipaksa oleh pemerintah dengan peraturan tertentu, melainkan mengatur dirinya sendiri. Pengaturan sendiri ini membawa keuntungan adanya kelenturan pada perusahaan untuk mengembangkan teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaannya. Ekoefisiensi juga membuka cara pengelolaan dengan menggunakan instrumen ekonomi. Pada dasarnya instrumen ekonomi itu memberi kesempatan pada perusahaan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari pengelolaan lingkungan. Salah satu conntohnya ialah tradeable emission permit . Misalkan dua buah industri A dan B masing-masing menghasilkan zat pencemar 1 juta ton SO2. Peraturan menghendaki diturunkan jumlah zat pencemar dengan 25% sehingga kedua industri harus menurunkan zat pencemarnya dengan 500.000 ton yaitu dengan masing-masing 250.000 ton. Misalkan berdasarkan teknologi yang dipakai kedua industri itu industri A memerlukan biaya $ 1000/ton dan industri B $ 100/ton sehingga biaya yang harus ditanggung Industri A adalah $250 juta dan Industri B $ 25 juta. Jumlah total biaya penurunan pencemaran itu ialah $ 275 juta yang sebagian akan dilimpahkan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga berdasarkan tradeable emission permit industri A dengan biaya tertentu dapat minta kepada industri B untuk mengeliminasi 500.000 ton dengan biaya $50 juta. Biaya ini jauh lebih rendah dari pada biaya jika eliminasi itu dilakukan oleh masing-masing industri. Industri A untung karena biayanya dapat ditekan, industri B untung karena mendapatkan biaya pembersihan dari industri A, konsumen juga untung karena kenaikan harga ditekan dan tujuan perlindungan lingkungan dapat tercapai.
Okky Jayadi 1341177003165
10 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
Kritik terhadap tradable emission permit ialah bahwa industri diberi hak mencemari, yang dapat diperjual belikan. Sebenarnya peraturan yang menentukan ambang batas tertentu juga memberi “hak mencemari” sampai pada tngkat ambang batas itu. Bedanya ialah tradable emission permit itu “hak” itu dapat diperjual belikan. Cara ini mempunyai keuntungan insentif kepada perusahaan untuk memproduksi zat pencemar serendah-rendahnya, sehingga ia dapat menjual kelebihan haknya. Pengelolaan lingkungan dengan instrumen ekonomi juga memberi kelenturan kepada perusahaan untuk menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan. Ketiga pendekatan, yaitu pengaturan oleh pemerintah, pengaturan sendiri dan instrumen ekonomi tidaklah berdiri sendiri-sendiri. Untuk mencapai hasil yang baik seyogyanya dilakukan pengaturan yang merupakan campuran optimum ketiganya. Dalam hal pengaturan sendiri dan instrumen ekonomi pemerintah hanya memberi pedoman yang jelas tenteng tujuan yang ingin dicapai, misalnya penurunan jumlah zat pencemar dengan 25SS º seperti dalam contoh diatas, dan terserah kepada S industri untuk mencapai tujuan itu. RINGKASAN Ekoefisiensi ialah managemen bisnis yang bertujuan menaikan efisiensi ekonomi dan efisiensi ekologi. Karena limbah adalah bahan yang tidak terpakai dalam produk akhir, kenaikan efisiensi penggunaan bahan akan menurunkan jumlah limbah. Dengan demikian akan tercapai dua tujuan , yaitu ; biaya produksi turun dan jumlah limbah berkurang. Dengan ekoefisiensi yang baik produk juga akan dapat memenuhi persyaratan ekolabel. Setelah peraturan tentang ekolabel berlaku produk yang tidak mempunyai ekolabel akan ditolak oleh konsumen sehingga tidak dapat dijual. Karena itu ekoefisiensi akan dapat menaikan daya sing usahawan.
Okky Jayadi 1341177003165
11 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
KEBIJAKAN LINGKUNGAN Secara regulatif, kebijakan untuk mengaplikasikan dan mengembangkan filosofi, konsep, paradigma, dan praktik good governance dalam bidang lingkungan hidup diatur dalam dua ketentuan perundang-undangan, yakni Undang-undang No. 23 Tahun 1997 yang telah diperbaharui dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam dua undang-undang tersebut tersurat bahwa, upaya mewujudkan prinsip-perinsip kebijakan pembangunan bidang lingkungan hidup dilakukan dengan asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Dalam konsideran Undang-undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa efisiensidan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengen lebih memperhatikan aspek-aspek antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah peluang dan tantangan persaingan global. Lebih lanjut, undang-undang ini juga memberikan kewenangan yang seluasluasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Adapun kewenangan kebijakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup secara filosofis dinyatakan pada konsiderans menimbang yang berbunyi bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Disamping kedua regulasi tersebut, kebijakan lingkungan juga diatur dalam Undang-undang Tata Ruang No. 26 Tahun 2007 yang dalam konsiderannya menyatakan bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan perinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila. Berdasarkan ketiga regulasi tersebut, jika ditelaah dari falsafah lingkungan, dapat dipahami secara substansial masing-masing konsiderans maupun isi dalam pasalpasal tentang kewenangan memiliki nilai-nilai yang mendasarkan paradigma kebijakan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan. Hal ini berarti kebijakan lingkungan sebagai pengaruh utama (mainstream) kebijakan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota. Untuk lebih jelasnya esensi filosofi dan paradigma pembangunan lingkungan di Indonesia dapat disarikan sebagai berikut. Pertama, Undang-undang dasar 1945 Negara Kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah; yang diatur dengan undang-undang. Dalam konteks ini, konstitusi tertinggi memberikan penegasan tentang
Okky Jayadi 1341177003165
12 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
pembagian urusan dalam setiap bidang pembangunan, khususnya pembangunan lingkungan hidup dan sumber daya alam sebagaimana tersurat dan tersirat pada pasal 33 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kedua, menurut undang-undang No. 32 tahun 2004, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman derah peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Ketiga, dalam Undang-undang no. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa kwalitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan prikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguhsungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Ada 6 (enam) hal yang sangat fundamental tentang spirit pembaharuan kebijakan masa kini dan mendatang, yakni upaya perwujudan pembangunan bidang lingkungan yang lebih prospektif guna mewujudkan good governance, yakni (a) kebijakan eco-region; (b) kebijakan KLHS; (c) kebijakan sistem informasi lingkungan; (d) keterpaduan; (e) penegakan hukum yang lebih berat; (f) pendidikan lingkungan. Keempat, dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, konsideran bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila. Dari keempat perspektif di atas, dapat disimpulkan bahwa kendala perwujudan good governance masa kini dan ke depan sangat kompleks, baik dari sisi penegakan hukum lingkungan, perencanaan kebijakan, demokratisasi, kepemimpinan, kelembagaan, sumber daya manusia, dan politik kebijakan lingkungan. Inti dari perwujudan good local governance di bidang lingkungan sangat bergantung kepada 6 (enam) aspek penting, yakni; (1) kepastian sistem dan lingkup pemberian otonomi pemerintahan daerah yang diberikan oleh pusat, (2) kapasitas aparatur pemerintahan daerah yang menjalankan kekuasaan ditingkat lokal, (3) kapasitas sektor swasta didaerah (local private sector) yang akuntabel, (4) kapasitas organisasi masyarakat sipil didaerah dan kapasitas dan responsibilitas yang tinggi dibidang lingkungan hidup, dan (6) peran akademisi dalam inovasi dan rekayasa teknologi lingkungan.
Okky Jayadi 1341177003165
13 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
Makna pemberian otonomi bidang lingkungan hidup ini adalah agar daerah secara mandiri mampu mengurus dan sesuai tuntutan masyarakat lokal, regional, dan internasional betapa pentingnya menerapkan palsafah, paradigma, dan konsep mewujudkan kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Deskripsi diatas memberikan keyakinan bahwa konsep nilai-nilai dan norma yang tertuang dalam regulasi tersebut hingga kini belum menjadi tradisikebijakan didaerah. Indikator yang memperkuat asumsi ini antara lain banyak kabupaten/kota yang tidak mempunyai kapasitas kelembagaan lingkungan hidup yang memadai, baik dari sumber daya manusia, instrumentasi, regulasi dan standar pelayanan minimal bidang lingkungan. Akibatnya, banyak kasus kebijakan bupati/walikota yang tidak selaras dengan paradigma dan perinsip pembangunan daerah berkelanjutan, seperti kuatnya orientasi untuk mengekploitasi SDA tanpa disertai konservasi, resistensi publik terhadap kebijakan pembangunan tanpa disertai dokumen kelayakan lingkungan (AMDAL), tidak memiliki regulasi dibidang pengendalian lingkungan, lemahnya kontrol DPRD terhadap kebijakan. Beberapa daerah sudah memiliki peraturan daerah dibidang lingkungan tetapi tidak diimplementasikan. Demikian juga dalam hal kebijakan penataan ruang sering ditemukan deviasi keputusan politik yang bertentangan dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Fenomena dan fakta yang demikian itu hingga kini cendrung terus terjadi, ini membuktikan bahwa kwalitas lingkungan hidup didaerah semakin menurun dan mengancam kelangsungan prikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini wajib dijadikan agenda pembangunan daerah yang senan tiasa dihadapkan pada isu-isu lingkungan, baik secara lokal, regional dan global. Agenda ini sebagai respon terhadap isu internasional untuk mengantisipasi dampak pemanasan global yang semakin meningkat khususnya perubahan iklim, karena itu perlu model kebijakan partisipasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang berorientasi pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Disinilah fungsi legislasi menjadi amat penting dalam mewujudkan penegakan hukum lingkungan. Selama ini, kegiatan pembangunan yang dirancang untuk memadukan stakeholders dapat dikatakan belum memenuhi harapan berbagai pihak. Beberapa peneliti, seperti Dwianto (2006), menyimpulkan bahwa pelaksanaan good governance diharapkan pada kendala lambannya perubahan mentalitas birokrasi. Sementara Santosa (2004) menyatakan bahwa kendala penerapan good gavernance meliputi tiga hal, yakni kendala politisasi birokrasi, kendala kultural birokrasi, dan kendala instrumental. Budiati (2006) menyatakan bahwa untuk mewujudkan good gavernance dalam kebijakan pengelolaan lingkungan hidup, komitmen antara stakeholders belum terjalin dengan baik. Secara faktual, peningkatan peran dan keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) sangat gencar dikembangkan seiring dengan bergulirnya desentralisasi dan demokratisasi. Era desentralisasi dan
Okky Jayadi 1341177003165
14 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
demokratisasi memberi peluang bagi terbukanya sinergi pemerintah daerah dan masyarakat dibidang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, termasuk didalamnya pengelolaan lingkungan. Peran masyarakat diharapkan semakin menonjol dan mampu mendorong perubahan sistem pengelolaan yang sebelumnya bertumpu pada pemerintah. Soemarwoto (2001) mengemukakan bahwa desentralisasi pengelolaan lingkungan akan lebih efisien karena matarantai pengawasan dan pelaksanaan menjadi lebih pendek dan adanya rasa memiliki (sense of bilonging) yang tinggi. Jadi permasalahannya adalah desentralisasi yang selama ini belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena belum terciptanya pemerintahan yang baik (good gavernance). Santosa (2001)mengemukakan beberapa implikasi penerapan otonomi daerah, antara lain berupa : (1) tingginya egoisme daerah sehingga membatasi ruang gerak koordinasi antara daerah dan masing-masing pemerintah kota/kabupaten hanya bertanggung jawab pada wilayahnya sendiri; (2) orientasi pembangunan yang semata-mata untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadikan sumber daya alam sebagai objek ekploitasi berlebihan yang kurang diperhatikan kelestariannya; (3) dalam kelembagaan, institusi yang mengelola lingkungan dipandang tidak penting. Deskripsi persoalan sebagaimana digambarkan diatas, harus dijadikan perhatian dan pembelajaran yang serius sebagaimana menciptakan tata kepemerintahan yang baika agar perencanaan perumusan penetapan kebijakan pengelolaan lingkungan dapat diputuskan dengan baik. Asumsi ini sangat beralasan karena tanpa adanya perwujudan prasarat good environmental governance yang mencakup nilai-nilai kesadaran, etika tanggung jawab, serta responsibilitas semua pemangku kepentingan maka persoalan pengelolaan lingkungan hidup yang bertumpu pada management tata pemerintahan yang baik didaerah akan sulit dilaksanakan. Dapat disarikan bahwa good environmental local governance (GELG) merupakan suatu kebijakan yang strategis, terukur, dan menjamin adanya budaya perwujudan perinsip pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. C. Isu-isu Lingkungan Hidup Global, Nasional, dan Lokal Isu lingkungan hidup Global Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.000 pulau, Indonesia membentangkan dua kawasan biogeografis-indomelayu dan Australia dan mendukung berbagai jenis kehidupan flora dan fauna dalam hutan basah yang asli dan kawasan pesisir dan laut yang kaya. Sekitar 3.305 spesies hewan ampibi, burung, mamalia dan reptil, dan sedikitnya 29.375 spesies tanaman berpembuluh terbesar dipulau-pulau ini, yang diperkirakan mencapai 40 persen dari biodiversitas di kawasan APEC. Tekanan yang meningkat dalam memenuhi tuntutan penduduk dan pengelolaan lingkungan yang tidak memadai merupakan tantangan yang merugikan rakyat miskin dan perekonomian di Indonesia. Misalnya, total
Okky Jayadi 1341177003165
15 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
kerugian perekonomian akibat keterbatasan akses ke air bersih dan sanitasi yang aman setidaknya mencapai dua persen dari PDB setiap tahun, seandainya biaya tahunan yang ditimbulkan polusi udara bagi perekonomian Indonesia telah diperhitungkan mencapai sekitar $400 juta pertahun. Kinerja lingkungan yang buruk, terutama disebabkan oleh dua alasan sebagai berikut. Pertama; meskipun terdapat investasi yang besar pada kebijakan lingkungan dan suber daya alam serta pengembangan kepegawaian, pelaksanaan peraturan dan prosedur dilapangan masih buruk dan lambat, karena lemahnya intansi-intansi sektoral, rendahnya kesadaran departemen-departemen lokal dan tantangan kapasitas di semua tingkatan. Selain itu pengetahuan tentang dampak negatif lingkungan yang diperkirakan akan terjadi dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mekanisme bagi stakeholders untuk meminta pertanggung jawabankinerja intansi pemerintah masih lemah. Kedua; pertimbangan-pertimbangan lingkungan masi sangat minim ditingkat perencanaan dan penyusunan program, terutama dalam proses perencanaan investasi publik dan dalam rencana tata guna lahan dan sumber daya daerah. Pada arus demokrasi sosial dan kultural, orang memiliki identitas dan entitas nasional dan lokal serta individualisme gaya baru, yang berubah menjadi global. Maka tidak mengherankan bila perjumpaan kultural yang menembus ruang dan waktu ini melahirkan apa yang oleh Samuel P. Hutington disebut sebagai the clash of civilization (benturan peradaban). Hakikatnya ialah soal pengetahuan kognitif, pemahaman dan pengemban-an nilai secara berbeda dalam struktur modern global itu. Adanya perbedaan kepentingan (yang hakikatnya adalah perbenturan prefensi nilai) antara negara maju dan negara berkembang dalam isu lingkungan hidup. Antara lain: Pertama; negara-negara sepakat bahwa lingkungan hidup global terancam atau dalam bahaya. Misalnya bahaya pemanasan global, (global warming), robeknya lapisan ozon, hancurnya hutan tropis, ledakan penduduk, kemiskinan, polusi dan pencemaran. Jadi, konsensusnya terletak pada soal malapetaka global yang akan dinimati bersama. Kedua; isu-isu ekologisnya bertransformasi. Sederhananya, berubah menjadi nilai kepentingan (instrumental) yang ditentukan oleh politik dan pasar. Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa globalisasi adalah sebuah keharusan jaman yang bukan tanpa konsekwensi buruk. Wilayah identitas lokal (katakanlah dari negara maju liberalisasi kapitalis atau neoliberal) yang kuat akan memperluas pengaruhnya (proses meng-global) dan berbenturan dengan identitas penolakan. Disatu pihak, memang globalisasi itu dapat membantu mengatasi persoalan lingkungan, misalnya produk kapitalis global berupa barang dan jasa ditentukan oleh pasar atau konsumen yang berpihak kepada lingkungan hidup,namun dilain pihak, politik ekonomi global juga merugikan lingkungan hidup, dan ini mestinya merupakan argumen penolakan terhadap akibat buruk globalisasi itu.
Okky Jayadi 1341177003165
16 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
Isu lingkungan hidup Nasional. Masalah-masalah yang paling serius mengancam kemajuan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia adalah sebagai berikut; a. Dorongan yang keliru yang menghambat penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan. b. Persepsi masyarakat tentang masalah lingkungan dan prioritas pembangunan pemerintah. c. Manfaat sosial, lingkungan dan ekonomi, resiko dan biaya langkahlangkah alternatif pembangunan. Isu lingkungan hidup lokal a. Kesenjangan antara kebijakan dan praktek setelah desentralisasi memperlambat perbaikan yang signifikan pada kwalitas lingkungan. b. Tantangan sumber daya alam terus terjadi dan menjadi lebih rumit setelah desentralisasi. c. Isu kelembagaan di daerah.
C. Kebijakan Nasional Pembangunan Lingkungan Hidup. Dalam pelaksanaan Pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari program pembangunan nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendaya gunakan sumber daya alam yang dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentiangan ekonomi, dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang. Pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, serta lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Kondisi ideal yang ingin dicapai dalam mewujudkan “kebijakan pembangunan berkelanjutan” secara ringkas dapat diekspresikan sebagai berikut; 1. Meneruskan proses desentralisasi menuju otonomi dan devolusi yang efektif dan berorientasi pada perbaikan kesejahteraan masyarakat yang lebih merata. 2. Menciptakan iklim sosial politik yang tepat dan mendukung pengembangan masyarakat sipil.
Okky Jayadi 1341177003165
17 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
3. Kebijakan pembangunan dan prilaku stakeholders secara konsisten berorientasi pada keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup. 4. Melakukan rehabilitasi atas sumber daya alam yang rusak, terutama kawasan-kawasan konservasi dan kawasan lain yang secara potensial memiliki kekayaan sumber daya alam. 5. Pelembagaan nilai-nilai dan paradigma keberlanjutan disemua jajaran masyarakat dengan prioritas pada masyarakat pengambil kebijakan publik, anggota lembaga legislatif, dan komunitas bisnis. Nilai dan paradigma keberlanjutan ini mencakup, antara lain : (a) perinsip daya dukung alam dan sosial, (b) konsef dan praktek ecoefisiensi, (c) keadilan antar generasi, (d) teknologi yang berorientasi memperbanyak “natural capital”. 6. Menjalankan kebijakan pembangunan sumber daya manusia dan teknologi yang berorientasi pada keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dalam arti luas melalui, antara lain perbaikan kurikulum pendidikan, kampanye pendidikan lingkungan untuk publik, penyediaan berbagai pelatihan, peningkatan akses untuk pendidikan pormal, serta pengembangan riset, sains dan teknologi. Lebih sfesifik, berbagai kebijakan diatas dapat dipilah lagi sebagai kebijakan yang “menyiapkan prakondisi” dan kebijakan yang “menghambat laju degradasi lingkungan”. Berbagai indikasi bentuk kebijakan untuk mencapai kedua sasaran adalah sebagai berikut: 1. Indikasi kebijakan Lingkungan a. Kebijakan komponen penyiapan prakondisi: (1) penegakan hukum nasional, (2) penegakan hukum lingkungan, (3) membangun kemauan politik, (4) membangun kesadaran masyarakat. b. kebijakan Sosial-Politik: (1) peningkatan peran serta dan kontrol masyarakat terhadap pengelolaan SDA, (2) pengembalian hak-hak masyarakat lokal untuk mengelola SDA. c. Kebijakan Ekonomi: (1) pengentasan kemiskinan struktural, (2) alokasi lahan usaha bebas konflik, (3) pembenahan kebijakan fiskal dan moneter, (4)pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal. d. kebijakan Lingkungan-Teknologi: (1) penyediaan tenaga terampil, (2) penyediaan teknologi ramah lingkungan, (3) penggunaan standard kinerja lingkungan dunia usaha, (4) pengembangan kebijakan teknologi berorientasi ramah lingkungan hidup. e. kebijakan Pendidikan Lingkungan: (1) sistem pendidikan berwawasan lingkungan, (2) pengembangan kurikulum yang memuat nilai-nilai kesadaran lingkungan, (3) pengembangan kegiatan cinta lingkungan. 2. Kebijakan Kelembagaan: (1) penyediaan Sistem Informasi Lingkungan, (2) desentralisasi pengelolaan sumber daya alam,
Okky Jayadi 1341177003165
18 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
(3) efisiensi peran birokrasi, (4) transparansi perumusan dan implementasi kebijakan pemerintah, (5)peningkatan koordinasi antar sektor. D. Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan lingkungan Hidup Sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007, tentang pembagian urusan pemerintahan, antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah Kabupaten/kota, pengelolaan lingkungan hidup titik tekannya ada didaerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup berikut ini; 1. Program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tujuan dari program ini adalah memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi serta penguatan sistem informasi. 2. Program peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya alam. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air, udara dan mineral. 3. Program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Tujuan program ini adalah meningkatkan kwalitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kwalitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. 4. Program penataan kelembagaan dan penegakan hukum, pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. 5. Pogram peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peran dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Okky Jayadi 1341177003165
19 | P e n g e t a h u a n L i n g k u n g a n
Kebijakan Lingkungan Hidup di Daerah Beberapa fakta menunjukan terjadinya penurunan kwalitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, hal ini bisa diamati dari beberapa hal sebagai berikut: 1. Ego sektoral dan daerah. 2. Pendanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. 3. Keterbatasan sumber daya manusia. 4. Ekfloitasi sumber daya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi 5. Lemahnya implementasi peraturan perunang-undangan. 6. Lemahnya penegakan hukum lingkungan. 7. Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. 8. Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Upaya mewujudkan kebijakan otonomi daerah sesuai filosofi, paradigma, dan perinsif good environmental local governance (GELG) tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab kalangan swasta dan masyarakat yang senan tiasa memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kalangan swasta harus terlibat dalam upaya mewujudkan falsafah, prinsip, dan paradigma pembangunan industri yang berwawasan lingkungan (good corporate governance). Sebagai mana dikemukakan Warsono (dalam Santosa, 2009) menyarankan pada debitur agar oprasionalisasi usaha dapat terjamin keberlanjutannya harus mempertimbangkan aspek good scarcity in environmental management, yakni kepedulian industri atau pengusaha yang memperhitungkan kelangkaan barang dan jasa dalam proses produksi. Karena potensi sumber daya alam yang terbatas sangat tergantung bukan saja modal, teknologi, tetapi ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan. Disinilah pentingnya perwujudan perinsif good environmental gavernance (GEG) dan corporate social responsibility (CSR).
Okky Jayadi 1341177003165