POLIMER & POLIMERISASI
Ajar Permono
DAFTAR ISI
PRAKATA (belum ada) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Polimer 1.2. Gambaran umum produk polimer dan proses polimerisasi BAB II REAKSI POLIMERISASI 1.1. Perbedaan polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi 1.2. Macam Polimerisasi 1.3. Radikal Bebas 1.4. Polimeriasasi Anionik 1.5. Polimerisasi Kationik 1.6. Polimeriasasi Koordinasi BAB III BERAT MOLEKUL , KINETIKA POLIMERISASI DAN MORFOLOGI POLIMER 1.1. Berat Molekul Polimer 1.2. Kinetika Polimerisasi 1.3. Morfologi Polimer
BAB IV KARAKTERISASI PRODUK POLIMER 1. Berat Molekul 2. Tensile strength 3. Elongation 4. ............. (ditambahkan)
BAB V TEKNIK POLIMERISASI 1. Polimerisasi Curah (Bulk Polimerization) 2. Polimerisasi larutan (Solution Polimerization) 3. Polimerisasi Suspensi (Suspension Polimerization) 4. Polimerisasi Emulsi (Emulsion Polimerization) 5. Polimerisasi solid state, fasa gas.
6. Plasma Pzn 7. Template pzn 8. Pulsed laser pzn BAB VI 1. 2. 3. 4. 5. 6.
PRODUK POLIMER Polimer termoplastik Polimer termoseting Fiber Elastomer Polimer rekayasa Polimer khusus
BAB VI POLIMER TERMPALSTIK- POLIMER TERMOSETING- SERAT BAB VII. ELASTOMER BAB VIII. TERMOPLASTIK REKAYASA DAN POLIMER SPESIAL BAB IX. PEMROSESAN PRODUK POLIMER 1. Ekstrusi 2. Molding 3. Vacuum forming 4. SCRIMP 5. Spinning 6. Kalendering 7. Coating (pelapisan)
BAB X. PROSES POLIMERISASI SKALA LABORATORIUM & PILOT PLANT BAB XI. PROSES POLIMERISASI SKALA INDUSTRI
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT SINGKAT PENULIS
BAB I PENDAHULUAN SEJARAH POLIMER Sebagian orang mempunyai persepsi bahwa bila berbicara mengenai polimer maka akan mengacu pada produk plastik. Hal itu tidak salah, namun juga tidak seluruhnya benar. Plastik baik itu dalam bentuk plastik pembungkus makanan , tas “kresek” atau pipa pralon misalnya adalah produk polimer. Sebagian besar produk polimer memang berbasis plastik. Tapi tidak semua produk polimer adalah plastik. Beberapa produk polimer baik itu polimer sintetis (buatan) maupun polimer alam yang bukan termasuk plastik. Kita ambil contoh ban sepeda motor itu juga merupakan produk polimer. Contoh lain lem, “binder” (bahan dasar) cat tembok juga termasuk produk polimer non plastik. Pun demikian protein dengan kandungan asam amino atau nasi dengan kandungan karbohidratnya merupakan contoh polimer alam, selain karet alam dan itu jelas bukan produk plastik. Namun demikian diakui bahwa perkembangan teknologi polimer yang paling variatif adalah pada produk plastik. Polimer sebagai suatu produk kimia dengan aplikasi komersial di berbagai sektor kebutuhan manusia, ternyata mempunyai perkembangan sejarah yang lumayan panjang. Sekitar tahun 1500 diketahui bahwa orang-orang Indian – penduduk asli Amerika- telah menyadap phon karet yang kemudian membuat semacam bola dari karet. Teknologi vulkanisasi mengalami perkembangan yang berarti setelah Charles Goodyear (USA) mengembangkan teknik vulkanisasi karet alam. pada tahun 1839 yang kemudiqn disempurnakan oleh Thomas Hancock beberapa tahun kemudian. Demikian seterusnya teknologi polimer berkembang sedemikian sehingga menhasilkan produk-produk yang semakin bervariasi dan aplikasinyapun semakin luas. Teknologi polimer pada milenium ketiga ini sudah mengarah pada “perkawinan” dengan senyawa lain seperti logam (metal). Salah satu mobil keluaran tahun 2000 keatas bodinya ada yang sudah menggunakan bahan “polimet” yaitu berupa komposit polimer dan metal. Berikut dibawah “sejarah singkat” polimer modern yang diprakarsai oleh Morawetz. Daftar produksi komersial untuk beberapa polimer Bahan Polimer 1. Karet alam
Tahun 1500
Kreator Suku Mayan, Indian
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Vulkanisasi karet alam Selulosa nitrat Keret sintetis dari isoprene Bakelit (dari fenol dan formaldhida) Polistiren (PS) Polivinilkhlorida (PVC) Struktur kimia sellulose Stirena-buatiena-rubber Polyesters Epoksi resin 12. Karet silikon 13. Politetrafluoretilen (PTFE ) 14. Fiber glas 15. Liner polietilen kat. oksida khromium) 16. Liner polietilen (kat. Zigler-Natta) 17. Termoplastik elastomer 18. Polikarbonat (PC) 19. Polyoksimetilen 20. Poliamid aromatik 21. Polifenilalaninoksida (PPO) 22. Linear Low Density Polietilen (LLDPE) 23. Polimer konduksi listrik 24. Polimer krirstal cair 25. Dendrimer
1839 1862 1880 1907 1911 1912 1925 1929 1931 1936 1938 1939 th 40-an th 50-an 1954 1956 1959 1960 1961 1962 1977 1977 1978 1984
Charles Goodyear, USA Alexander Parks, USA Gustave B. , Perancis Leo Baekeland, Belgia Matthews , Inggris Ostromislensky, Rusia M. Polanyi, (?) I. G. Farben, Jerman Wallace Hume, Amerika Pierre Castan , Swiss Eugene Rochow, Amerika Roy Plunkett , Amerika kelompok kerja dari Jerman Paul Hogen, Amerika K.Ziegler,Jermen ;Natta, Itali Kraton, Amerika (?)Jerman, (?)Amerika Du Pont Co., Amerika Du Pont Co., Amerika General Electric Co, Amerika Kelompok kerja, Amerika Kelompok kerja, Amerika Kelompok kerja, Jerman D. Tomalia dkk, Amerika
Sumber: American Chemical Society
Selain dari penemuan dalam bentuk “produk nyata” ada hal lain yang perlu dicatat dalam perkembangan polimer adalah penemuan konsep atau teori yang ikut mendorong penemuan produk-produk polimer tersebut, diantaranya adalah pengembangann konsep makro molekul oleh Hermann Staudinger tahun 1920, teori termodinamika untuk polimer larutan pada tahun 1942. Kemudian antara tahun 1949-1956 teori kristal cair dikreasikan oleh Lars Onsager dan Paul Flory. Pada kurun waktu yang kurang lebih sama Michel Szwarz dari Amerika meneukan anionik polimerisasi. Pada tahun 1971 fisikawan Perancis bernama Pierre-Gilles deGennes, mengungkapkan model pengulangan difusi rantai molekul dalam bentuk matriks yang akhirnya mendapat penghargaan nobel pada tahun 1992. Selanjutnya mengenai morfologi polimer banyak diteliti oleh Richard Boyd pada dekade 80-an. Pun hingga sekarang dan
rasanya begitu seterusnya , begitu banyak penelitian dan pengembangan tentang polimer baik dari aspek sain maupun keteknikan (engineering). GAMBARAN UMUM PRODUK POLIMER DAN REAKSI POLIMERISASI Polimer adalah suatu molekul besar yang tersusun secara berulang dari unit molekul (disebut monomer). Istilah polimer dan monomer berasal dari Yunani yaitu “poli” artinya banyak, “mono” berarti tunggal dan “meros” yang artinya bagian.
Bentuk polimer dilihat dari rantainya : 1. Polimer rantai linier (lurus)
Contoh:
2. Rantai cabang (jaring)
Contoh: Monomer karet alam : isoprene .
Proses terbentuknya polimer dari monomer disebut polimerisasi. Polimerisasi dapat berlangsung dalam fasa gas, cair maupun padat. Semakin besar molekul (berarti berat molekul juga semakin besar) maka bentuk polimer cenderung mengental atau memadat. Sebagai ilustrasi suatu molekul etana (CH3CH3 ) berbentuk fasa gas pada suhu kamar. Karena merupakan molekul kecil, maka mobilitasnya tinggi artinya mudah bergerak kesana kemari. Kemudian bila jumlah atom C digandakan empat maka akan menjadi senyawa butana (CH3CH2-CH2-CH3 ) yang berbentuk cairan. Dengan bangun molekul yang lebih besar maka pergerakan molekulnya menjadi berat atau lambat sehingga cenderung mengental. Selanjutnya bila jumlah atom C adalah 22 maka senyawa berbentuk seperti lilin (wax) disebut parafin. Demikian seterusnya sebagai contoh plastik polietilen dengan ribuan atom C mempunyai bentuk padatan. Etana Butana Parafin Polietilen
CH3-CH3 CH3-CH2-CH2-CH3 CH3(CH2CH2)10CH3 CH3(CH2CH2)2000CH3
2 atom C 4 atom C 22 atom C 4002 atom C
gas cairan lilin padatan
Reaksi polimerisasi Reaksi polimerisasi dikenal ada dua macam yaitu polimerisasi adisi (poliadisi) dan polimerisasi kondensasi (polikondensasi). Namun dalam perkembangannya ada yang mengelompokkan menjadi empat dengan tambahan chain-growth polymerization (mirip dengan polimerisasi adisi ) dan step-growth polymerization (mirip dengan polimerisasi kondensasi). Polimerisasi adisi ditandai dengan terbukanya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal seperti contoh berikut. Pembukaan ikatan rangkap
Ciri polimerisasi adisi : • Bersifat chain reaction. • Reaksinya cepat. • Pembukaan ikatan rangkap (mengaktifkan ikatan rangkap). Produk polimer berbasis reaksi polimerisasi adisi diantaranya adalah beberapa jenis plastik yang digolongkan dalam polimer termoplastik. Polimer termoplastik adalah: • • •
Polimer yang apabila dipanaskan akan melunak/meleleh. Bila dididinginkan akan kembali ke bentuk semula. Polimer yang mengandung ikatan linier.
Contoh polimer termoplastik diantaranya adalah polietilen (PE) , polipropilen (PP), polistiren (PS), polivinilkhlorida (PVC), poliasetat, poliamida (PA), polikarbonat (PC), polimetilmetakrilat (PMMA), politetrafluoretilen (PTFE). Selain polimer termoplastik terdapat jenis lain yaitu polimer termosetting yang mempunyai struktur jaring dan mempunyai sifat bila dipanaskan tidak mudah meleleh. Contoh yang termasuk dalam polimer termosetting anatar lain adalah poliuretan, unsaturated polyester, melamine-formaldehid, ureaformaldehid, epoxy phenolic. Kemudian terdapat suatu bentuk polimerisasi cincin terbuka (ring opening polimerization) dimana rantai rangkap monomer berbentuk silkis. Namun demikian sebenarnya polimerisasi cincin terbuka termasuk dalam kategori polimerisasi adisi. Polimerisasi kondensasi merupakan penggabungan dua molekul kecil menjadi molekul besar dengan hasil samping molekul sederhana (diantaranya air).
Ciri polimerisasi kondensasi : • Bersifat step reaction • Reaksinya lebih lambat • Reaksinya berhenti saat kehabisan gugus fungsional • Reaksinya satu per satu
Produk polimer berbasis reaksi polimerisasi kondensasi cukup bervariasi dianataranya jenis plastik termosetting. Polimer plastik termosetting mempunyai sifat: • Apabila dipanaskan akan tetap padat dan suatu saat akan rusak. • Mempunyai struktur rantai jaring Polimer termosetting diantaranya adalah: epoksi (EP) , melamine-formaldehid (MF), urea-ormaldehid (UF), unsaturated polyester (UP), fenolik (PF), alkid, poliuretan (PUR). Selain dari pada itu terdapat jenis polimer yang mengandung sifat lentur (elastis) disebut dengan elastomer. Contoh dari elastomer adalah: natural rubber (NR) atau karet alam, styrene-butadiene rubber (SBR), polibutadien, buthyl rubber, polikhloropren, sintetis poliisopren, nitril, karet silikon. Selanjutnya terdapat istilah pada polimerisasi dipandang dari keragaman jenis monomer. Reaksi polimerisasi dimana jenis monomernya sama atau satu jenis biasa disebut homopolimerisasi. Sedangkan bila terdapat dua jenis monomer disebut dengan kopolimerisasi, bila tiga jenis monomer disebut terpolimerisasi. Begitu juga kadangkala terdapat komposisi (rumus kimia) suatu senyawa polimer yang sama, namun mempunyai struktur (rumus bangun) yang berbeda, secara umum ini dikenal dengan isomer. Selain dari pada itu bila dilihat dari peran katalisator (bahan yang berfungsi mempercepat reaksi) dalam bentuk surfaktan , reaksi polimerisasi dapat dibagi dalam kategori polimerisasi kationik, polimerisasi anionik dan polimerisasi non-ionik. Demikian juga bila dilihat dari teknis produksi pembuatan polimer, polimerisasi dapat dibedakan menjadi: - Polimerisasi curah (bulk polymerization) • Prosesnya sederhana, untuk kapasitas kecil • Hasilnya kental, padat sehingga perpindahan panasnya tidak baik. - Polimerisasi larutan (solution polymerization): Berbentuk larutann encer, perpindahan panas baik Perlu pemisahan hasil dengan pelarut. Terdapat efek pelarut terhadap BM. - Polimerisasi suspensi (suspension polimerization) Menggunakan air ( + suspension agent ) Kontrol suhu baik Hasil berbentuk butir berukuran 0,1 mm – 1 mm - Polimerisasi emulsi (emulsion polimerization) Menggunakan air + surfaktan
Kontrol suhu baik Hasil berbentuk emulsi (ukuran butir 1 mikron) Derajat Polimerisasi Derajat polimerisasi (DP) atau degree of polymerization ditandai dengan simbol n H2 H2 H2 H2 C=C + C=C (- C – C - ) (- C – C - ) n = derajat polimerisasi H2 H2 H2 H2 n besar → polimer n kecil → oligomer O
O
H-(O-C - ~~~) n OH
-O – C - ~~~
unit yang berulang
Gugus fungsional : -OH (gugus alkohol) -COOH (gugus karboksilat)
Gugus yang bereaksi
-C=C- (gugus karbon) -NH2 (gugus amino)
Sifat fisis dan struktur mikro Sifat fisis polimer seperti kelenturan (elongation), kelelehan (melting index), kekerasan (hardness) dan sebagainya , dipengaruhi oleh struktur molekul (konfigurasi) dan berat molekul (distribusi BM). Struktur suatu polimer mempunyai variasi berdasarkan pada: Aristektur polimer Letak ikatan di dalam rantai Steroeisomer : isotaktik, sindiotaktik, ataktik Bentuk kristal, amorf Berdasar arsitektur rantai ikatan, polimer dibedakan menjadi polimer rantai lurus (linear), rantai cabang (branch) dan crosslinking. Gambar rantai lurus
Gambar rantai cabang
Gambar crosslinking
Letak ikatan dalam rantai mempunyai variasi sebagai berikut. alternating polymer random polymer block polymer graft polymer
ter polymer Kemudian dilihat dari rumus bangun yang berbeda dimana rumus molekulnya sama , ini dikenal dengan streosisomer yang mempunyai variasi sebagai berikut. Isotaktik: cabang teratur (ke satu sisi) H
H
H H
H
-C–C–C–C–C– H R H R H Sindiotaktik: cabang teratur (ke dua sisi) H H R H H -C–C–C–C–C– H R H R H Ataktik: Cabang tidak teratur H R H H H -C–C–C–C–C– H H H R H Selanjutnya jika dilihat dari kristal ataupun berbentuk tak teratur (amorf) maka polimer mempunyai bentuk seperti tergambar di bawah. amorf
kristal
Pengaruh luar terhadap polimer Polimer seperti halnya produk lain pada umumnya tentu akan megalami persinggungan atau interaksi dengan lingkungan disekitarnya. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya perubahan fisis pada polimer. • Pengaruh senyawa kimia lain (chemical effects), sperti ketahanan terhadap pelarut (solvent) • Pengaruh panas dan suhu tinggi direflesikan pada melting point , serta kemungkinan terjadinya dekomposisi. • Pengaruh sinar/radiasi yaitu sinar UV • Mikroorganisme alam dapat merusak polimer Proses produk polimer Hasil produk polimer dalam bentuk resin selanjutnya dikirim ke pabrik lain untuk diproses lebih lanjut menjadi produk jadi seperti botol plastik, ember, casing televisi, plastik lembaran, pipa pralon, packing gabus putih dan sebagainya.
• • • • • •
Moulding, merupakan pengepresan dengan tekanan untuk kemudian dicetak dengan bentuk sesuai yang dikehendaki. Sistem moulding dapat berupa kompresi (compression), injeksi (injection), peniupan (blow). Extrusion , hampir mirip dengan moulding dengan media penekan berbentuk screw. Calendering, menjadikan produk berupa lembaran tipis dengan ketebalan yang bervariasi. Spinning, digunakan pada produk tekstil. Terdapat tiga tipe spinning yaitu melt, dry, dan wet spinning. Dip coating, merupakan proses pelapisan logam dengan bahan polimer agar lebih tahan terhadap karat. Thermoforming kombinasi dengan vacuumforming.
Aplikasi polimer Seperti diketahui bahwa teknologi polimer telah berkembang sedemikian pesat berakibat pada semakin banyak variasi produk aplikasi masyarakat. Berikut beberapa diantaranya adalah: Polietilen (PE): tas plastik, tas “kresek” Polopropilen (PP): plastik seal untuk aerosol can (kaleng semprot nyamuk, parfum spray dan sebagainya) Polietilenterephtalat (PET): botol air minum dalam kemasan (AMDK) Polivinilkhlorida (PVC): pipa pralon Polistiren (PS): gabus putih untuk pengepakan ABS (acrylonitrilebutadienestyrene) : casing hand phone, casing televisi, casing komputer dll. SAN (styreneacrylonitrile): lampu kristal buatan, kran air, asesoris gantungan kunci dll. Komposit polimer-logam: bodi mobil. Karet sintetis isoprene: ban mobil, ban motor Poliamid: nylon SBR (styrenebuatdienerubber): karet sintetis dengan perbagai aplikasi.
BAB II
REAKSI POLIMERISASI Seperti telah disinggung pada bab pendahuluan, reaksi polimerisasi secara garis besar dibagi menjadi reaksi polimerisasi adisi (poliadisi) dan polimerisasi kondensasi (polikondensasi). Kemudian terdapat istilah chaingrowth polymerization yang identik dengan polimerisasi adisi dan step-growth polymerization sebutan lain bagi polimerisasi adisi. Hal tersebut didasarai pada kesamaan mekanisme, namun pada kenyataannya tidak mutlak sperti itu. Penjelasan dibawah diharap dapat memperjelas argumentasi tersebut Perbedaan polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi Contoh sederhana menggambarkan reaksi polimerisasi adisi adalah pembentukan polietilen dari etilen. Reaksi dibawah menunjukkan bahwa semua atom dari monomer etilen (H dan C) menjadi bagian dari polimer polietilen tanpa sisa. Contoh polimerisasi adisi: H
H
H
H
C= C
C – C–
H
H
H
.
H n
etilen
polietilen
H
H
H
H
C
C
C
C
H
H
n stirine
polistirine
Lain halnya dengan polimerisasi kondensasi dimana tidak semua atom dari monomer menjadi bagian dari monomer. dalam hal ini terdapat sebagian atom dari monomer yang membentuk senyawa lain (pada umumnya air, tapi bisa juga molekul sederhana lainnya) yang kemudian dipisahkan dari produk polimer. O
O
H
Cl – C – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 – C – Cl +
H N – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 - CH2 – CH2 – N
H
O
H
O
– – C – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 – C – N – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 - CH2 – CH2 – N– –
+ HCl
n
H
H
Lantas bagaimana dengan perbedaan antara chain-growth polimerization dengan step-growth polimerization ? Pada chain-growth polimerization seperti halnya pada polimerisasi adisi, monomer akan menjadi bagian dari polimer tanpa ada sisa (hasil samping). Berikut contoh chain-growth polimerization pada reaksi pembentukan polistirene dari monomer stirene. Dalam reaksi ini digunakan inisiator (senyawa yang berfungsi membantu mengawali reaksi) anion yaitu suatu ion yang bermuatan negatif dengan simbol -
A:. Contoh chain-growth polimerization: H -
A : + CH2 = C
H -
A – CH2 – C :
H
H
-
A – CH2 – C :
+
H
H
-
CH2 = C
A – CH2 – C – CH2 – C :
H
H
H
-
H
H
H -
H
H
+
H -
A – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C :
dan sterusnya.
H
A – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C :
A – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C :
H
H
-
A – CH2 – C – CH2 – C : + CH2 = C
H
H
CH2 = C
Pada reaksi chain-growth polimerization diatas jelas bahwa pertambahan atau pertumbuhan rantai polimer berasal dari reaksi antara rantai polimer dengan monomer stirene. Sedangkan antara rantai polimer satu dengan lainnya tidak dapat bereaksi.
H
H
H
H -
A – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C :
H
H -
A – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C :
+
Lain halnya dengan step-growth polimerization dimana antar rantai polimer yang sedang tumbuh (growing chain) dapat saling bereaksi. Sebagai gambaran adalah reaksi pembentukan PET (polietilenterftalat) jenis plastik yang banyak dipakai sebagai botol air minuman dalam kemasan. O
O
Cl – C
C – Cl
O
+ H – O – CH2– CH2– OH
terephthoil khlorida
Cl – C
etilen glikol
O C –O – CH2– CH2– OH + HCl dimer ester
Contoh step-growth polimerization :
O Cl – C
O
O
C – O – CH2– CH2– OH
Cl – C
+
dimer O Cl – C
O C – Cl
terephthoil khlorida
O
O
C – O – CH2 – CH2 – O – C trimer
O C – Cl
+ HCl
Dimer merupakan molekul hasil gabungan dari dua monomer , dalam hal ini membentuk ester. Dimer ester selanjutnya dapat bereaksi masing-masing dengan terephthoil khlorida maupun etilen glikol. Selain itu dimer juga dapat bereaksi dengan dimer lainnya. Bila dimer ester bereaksi dengan terephthoil khlorida, maka menghasilkan trimer.
O Cl – C
O C – O – CH2– CH2– OH O
HO – CH2 – CH2– O – C
+
HO – CH2– CH2– OH
O C – O – CH2– CH2– OH
+
HCl
trimer Reaksi antar dimer ester membentuk tetramer. O Cl – C
O
O
C – O – CH2– CH2– OH +
O
Cl – C
C – O – CH2– CH2– OH
dimer O Cl – C
dimer
O
O
O
C – O – CH2– CH2 – O – C
C – O – CH2– CH2– OH
+
HCl
te tramer
Kemungkinan lain adalah reaksi antara dimer dengan trimer membentuk pentamer. O Cl – C
O
O
O
C – O – CH2– CH2– OH + Cl – C
Cl – C
O
C–Cl
trimer O
C – O – CH2– CH2– O – C pentamer
O
C– O – CH2 – CH2 – O– C
dimer O
O
O
O
C– O– CH2 – CH2 – O – C
O C–Cl + HCl
Demikian seterusnya pertumbuhan rantai berlangsung hingga terbentuk polimer. Kembali pada penjelasan di awal mula bab ini bahwa chain-growth polymerization identik dengan polimerisasi adisi dan step-growth polymerization tidak lain adalah polimerisasi kondensasi. Hal ini tidak seluruhnya benar mengingat terdapat polimerisasi adisi yang berproses secara step-growth polymerization. Sebagai contoh adalah proses pembuatan poliuretan (PUR). Aplikasi produk poliuretan antar lain adalah busa bantalan kursi. Poliuretan dapat dibuat dengan mereaksikan diisosianat dengan etilen glikol. dengan bantuan diazobicyclo[2.2.2]octane disingkat DABCO. Mekanisme adalah dimulai dengan reaksi antara etilen glikol dengan DABCO sebagai berikut.
:N DABCO
N: + HO – CH2– CH2– OH etilen glikol
:N
+ N
– H – O – CH2– CH2– OH
DABCO mempunyai dua pasang elektron bebas yang akan mendekati inti atom hidrogen mengakibatkan reaaktifitas yang tinggi pada atom oksigen karena kelebihan muatan negatif. Elektron pada atom oksigen selanjutnya menuju atom karbon pada isosianat yang cenderung bermuatan postitif, maka terbentuklah ikatan. + :N
N
– H – O – CH2– CH2– OH + O=C=N
CH2
N=C=O
N
N H
– O=C=N
CH2
O – CH2– CH2– OH
N=C=O
N
N H O – CH2– CH2– OH
O=C=N
CH2
– N–C=O
Selanjutnya yang terjadi pada mekanisme diatas adalah terdapatnya muatan negatif pada atom nitrogen dan muatan posyitif pada atom oksigen. Atom nitrogen yang kelebihan elektron selanjutnya mengikat atom hidrogen hingga terbentuk bangun dimer uretan.
O O=C=N
CH2
N – C – O – CH2– CH2– OH
+
N
N
H dimer uretan Dimer uretan dapat bereaksi dengan etilen glikol maupun diisosianat membentuk trimer.
O O=C=N
CH2
N – C – O – CH2– CH2– OH
+ HO – CH2– CH2– OH
H dimer
etilen glikol
O
O
HO – CH2– CH2– O – C – N
CH2
H
H trimer
Kemungkinan lain adalah:
N – C – O – CH2– CH2– OH
O O=C=N
CH2
N – C–O–CH2– CH2–OH + O=C=N
CH2
N=C=O
H dimer
diisosianat
O O=C=N
CH2
O
N– C– O – CH2– CH2– O– C –N H
CH2
N=C=O
H trimer
Sesuai sifat chain-growth polimerization , maka antara dimer dengan dimer atau antara dimer dengan trimer dapat bereaksi membentuk oligomer , demikian seterusnya hingga terbentuk poliuretan. O
O
O– – C – N H
CH2
N– C– O – CH2– CH2– O – – n H poliuretan
Dari mekanisme pembentukaan poliuretan diatas terlihat bahwa secara sifat merupakan polimerisasi adisi karena tidak terdapat molekul hasil samping selain hasil utama polimer. Namun dalam hal pertumbuhan rantai polimer hingga terebetuk poliuretan karena reaksi antara dimer satu dengan lainnya atau antara dimer, trimer dan oligomer dan seterunya, mengikuti kaidah stepgrowth polymerization. MACAM POLIMERISASI Seperti pernah disinggung pada bab pendahuluan, bahwa sebagian orang menyamakan polimerisasi adisi dengan chain-growth polymerization dan juga mengidentikan polimerisasi kondensasi dengan step-growth polymerization. Agar tidak membingungkan maka ada baiknya ditinjau pemilahan jenis polimerisasi oleh William Carothers.
Polimerisasi adisi (poliadisi) Reaksi polimerisasi yang menghasilkan produk polimer dimana bangun molekul polimer terbentuk semata-mata oleh pengulangan unit (monomer) tanpa adanya pemisahan sebagian atom dari monomer untuk membenetuk hasil samping. Dengan demikian rumus molekul polimer adalah sama dengan penjumlahan monomer karena setiap rumus molekul unit pengulangan adalah sama dengan monomer penyusun.. Polimerisasi kondensasi (polikondensasi) Reaksi polimerisasi kondendasi mempunyai ciri bahwa jumlah atom pada polimer yang terbentuk lebih sedikit dari penjumlahan atom monomer. Ini berarti terdapat atom-atom yang terlepas dari monomer yang kemudian menjadi hasil samping dalam bentuk molekul sederhana. Chain-growth polymerization Umumnya reaksi chain growth polimerization terdiri atas tiga langkah yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi berlangsung cepat dan rantai molekul pada polimer yang terbentuk relatif panjang dengan demikian mempunyai berat molekul yang besar. Namun begitu penambahan rantai hanya dapat berlangsung antara rantai yang sedang tumbuh (growing chain) dengan monomer. Step-growth polymerization Pada step-growth polymerization pertumbuhan rantai berlangsung lebih variatif dimana penambahan rantai dapat berlangsung tidak hanya antara rantai yang sedang tumbuh (growing chain) dengan monomer, namun dapat juga antara growing chain satu dengan lainnya. Ditinjau dari kecepatan reaksi, step-growth polymerization lebih lambat dibanding chain-growth polymerization. Dengan adanya paparan pemilahan makan mengenai reaksi polimerisasi maka barangkali sebaiknya suatu reaksi polimerisasi adisi suatu ketika bisa saja sama dengan chain-growth polymerization, di lain waktu bisa berbeda. Demikian juga polimerisasi kondensasi suatu saat dapat identik dengan step-growth polymerization, dilain waktu bisa berlainan. Namun demikian dewasa ini, seiring dengan perkembangan penelitian tentang polimerisasi , tipe reaksi chain-growth polymerization dan step-growth polymerization lebih banyak disebut dibanding polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
Radikal bebas Selanjutnya dalam reaksi polimerisasi adisi dan/atau chain-growth polymerization terkait dengan apa yang dinamakan mekanisme radikal bebas. Radikal bebas (free radical) adalah suatu gugus yang sangat reaktif yang disebabkan adanya elektron bebas (tanpa pasangan).Dengan terdapatnya elektron bebas, suatu monomer akan “terganggu” kestabilannya hingga tertular menjadi bangun yang reaktif juga , untuk kemudian mengganggu molekul monomer berikutnya. Demikian seterusnya terjadi proses radikalisasi yang berlanjut –disebut reaksi rantai atau (chain reaction) hingga akhirnya terbentuk polimer. Polimerisasi radikal bebas ini dipakai untuk memproduksi bermacam jenis polimer seperti polistirine, polimetalmetakrilat, polivnivil asetat serta polietilen. Selanjutnya dalam proses pertumbuhan rantai terdapat tiga urutan langkah reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Sesuai dengan namanya inisiasi memang merupakan reaksi awal pembentukan radikal bebas. Kemudian diikuti propagasi yaitu langkah reaksi dimana terjadi pertumbuhan rantai polimer secara berulang-ulang. Reaksi rantai ini diakhiri dengan tahapan terminasi. Untuk jelasnya berikut mekanisme reaksi pembentukan polietilen dari monomer etilen. Inisiasi Pada tahapan inisiasi deperlukan senyawa sebagai inisiator yang pada umumnya digunakan benzoil peroksida. Benzoilperoksida dikenai energi (panas) hingga terbelah menjadi gugus yang reaktif (radikal bebas) dengan adanya elektron bebas (tanpa pasangan) atau lone-pair electron.
energi O
O
O
O
C – O* +
– C – O —— O – C
*
O–C
benzoilperoksia O C
O O
*
*
+
C O
radikal bebas
Radikal bebas hasil disosiasi kemudian menyerang monomer etilen sehingga terbentuk radikal bebas baru (asosiasi).
H *
H C
H
C H
H
H
C
C
H
H
*
chain growth radikal bebas
Propagasi Radikal bebas baru tetsebut bereaksi dengan molekul monomer lain, demikian sterusnya hingga membentuk rantai yang lebih panjang (chain growth). Tahapan reaksi ini disebut dengan propagasi.
H
H
C
C*
H
H C
C H
H
H
H
H
C
C
C
C*
H
H
H
H
H
H
C
C
C
C
C
H
H
H
chain growth radikal bebas
dan seterusnya hingga terbentuk polietilen H
H
C
C n
H
H
polietilen
H
H
H
H C
H
H
H
H
H
H
H
C H
H C H
*
Terminasi Merupakan tahap berakhirnya reaksi polimerisasi. Terdapat dua kemungkinan untuk mengakhiri reksi rantai, yaitu cara coupling (sebagian kalangan menamakannya cara kombinasi) dan cara disproporsionasi. Mekanisme terminasi coupling terjadi manakala monomer sudah habis sehingga yang tersisa adalah sejumlah chain growth radikal bebas. Masing-masing molekul tersebut kemudian berinteraksi satu sama lain dengan cara memasangkan elektron bebas ( lone-pair electron ) yang dimiliki.
H
H
H
H
H
H
C
C
C
C
C
C*
H
H
H
H
H
H
*
chain growth radikal bebas
H
H
H
H
H
H
C
C
C
C
C
C
H
H
H
H
H
H
chain growth radikal bebas
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
H
H
H
H
H
H H polietilen
H
H
H
H
H
Sedangkan terminasi cara disproporsionasi terlihat lebih kompleks dimana pergerakan elektron bebas tidak mencari padannannya seperti cara coupling melainkan menempuh cara yang unik.
H
H
H H
H
H
--- C – C – C – C – C – C – H
H *
H
H H
H
H
H
H
H
H H
H
H
H *
H H
H
H
H
H
H
H H
H
H
H
H
H H
polietilen
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
C – C – C – C – C – C ---
H
H
H
*
H
--- C – C – C – C – C – C – H
H
C – C – C – C – C – C ---
H
--- C – C – C – C – C – C – H
H *
H
H
H
H
H
H
H
H
H
C = C – C – C – C – C --H
H
H
H
H
H
polietilen
Hal yang perlu diperhatikan diatas bahwa mekanisme terminasi diatas bukanlah menyalahi kaidah polimerisasi adisi atau chain-growth polymerization diamana pada saat terjadinya proses polimerisasi (propagasi) rantai yang tumbuh (growing chain) tidak dapat bereaksi satu sama lain. Dalam kasus tahapan terminasi ini reaksi antar growing chain semata mata untuk mengakhiri tahapan propagasi didorong tidak ada lagi monomer yang dapat diikat menjadi rantai baru (memperpanjang rantai). Berikut beberapa monomer yang dapat berpolimerisasi secara radikal bebas.
MONOMER
STRUKTUR KIMIA
Etilen
CH2 = CH2
Tetrafluroetilen
CF 2 = CF 2
Butadien
CH2 = CH2 – CH = CH2
Isopren
Khloropren
CH3 CH2 = C – CH = CH2 Cl CH2 = C – CH = CH2 CH2 = CH
Stirine
Vinil khlorida
CH2 = CH Cl
Viniliden khlorida
Cl CH2 = C Cl
Vinil asetat
OCOCH3 CH2 = CH
Metil metakrilat
COOCH3 CH2 = C – CH3
Akrilonitril
CN CH2 = CH
POLIMERISASI ANIONIK Pada polimerisasi anionik digunakan anion (ion bermuatan negatif) sebagai inisiator atau katalisator. Salah satu inisiator yang sering dipakai dalam polimerisasi anionik adalah butil litium. Identik dengan mekanisme radikal bebas, pada polimerisasi anionik juga terbagi dalam tiga langkah inisiasi, propagasi dan terrminasi. Berikut contoh polimerisasi anionik.
H CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – Li
CH3– CH2– CH2 – C
Li
+
H butil litium
butil anion
litium kation
Butil litium mempunyai kecenderungan mudah terjadi pengkutuban antara litium kation yang bermuatan positif dan butil anion yang bermuatan negatif pada atom karbon (disebut carabanion). Manakala carabanion bertemu dengan monomer etilen, maka ikatan rangkap pada etilen akan terbuka dan terbentuk carbanion baru. Kejadian ini merupakan tahapan inisiasi.
H CH3– CH2– CH2 – C
H Li
+
H C
H
C
H
H etilen
H H CH3– CH2– CH2 – CH2 – C – C H
H
Li
+
Demikian seterusnya terjadi pengulangan mekanisme carbanion pengikatan baru (tahap propagasi)sehingga pada akhirnya (terminasi) akan menghasilkan polietilen. Mekanisme polimerisasi anion ini bisa jadi berlangsung terus menerus dengan sendirinya selama masih ada monomer. Pun bila harus berhenti katakan berbulan-bulan, baru kemudian terdapat pasokan monomer baru, maka reaksi propagasi tetap hidup dan akan berlangsung sebagaimana mestinya. Oleh karenanya mekanisme tersebut disebut juga living anion polimerization.
H H CH3– CH2– CH2 – CH2 – C – C H
H Li
H
+
H C
H
C H
H H H H CH3– CH2– CH2– CH2 – C– C –C – C
Li
+
dan seterusnya
H H H H
H
H
C
C n
H
H
polietilen
Contoh lain living anion polimerization adalah polimerisasi stirine dengan butil litium membentuk polistirine.
H CH3– CH2– CH2 – C
H Li
+
CH2 = CH
+
CH3–CH2–CH2–CH2 – CH2–C
Li
H
stirine
H CH3–CH2–CH2–CH2 –CH2–C
H
H +
Li + CH2 = CH
CH3–CH2–CH2–CH2–CH2–C–CH2 – C
+
Li
H
CH3–CH2–CH2–CH2–CH2–C–CH2 – C
H
H
H
+
Li
+
CH2 = CH
H
CH3–CH2–CH2–CH2–CH2–C–CH2– C–CH2 – C
+
Li
Begitu seterusnya, reaksi akan berlanjut sampai monomer habis atau jika ada penambahan senyawa terminasi.
H
H
CH3–CH2–CH2–CH2 –CH2– CH2–C––CH2 – C n
+
Li
polistirine
Tabel jenis monomer yang dapat berpolimerisasi secara anionik.
MONOMER
STRUKTUR KIMIA
Stirene
CH2 = CH
Butadien
CH2 = CH2 – CH = CH2
Metil metakrilat
COOCH3 CH2 = C – CH3
Akrilonitril
CN CH2 = CH
Kaprolaktam
O C N H
Etilen oksida
O CH2
CH2
POLIMERISASI KATIONIK Polimerisasi kationik mempunyai ciri yaitu penggunaan kation sebagai inisiator. Kation adalah ion bermuatan positif yang dalam ilustrasi dibawah +
menggunakan simbol K . Ikatan rangkap akan terbuka dan bersama dengan kation membentuk senyawa yang bermuatan positif. Dengan monomer baru senyawa tersebut berinteraksi membentuk rantai yang lebih panjang pada tahapan propagasi, hingga akhirnya terbentuk poliisobutilen.
CH3 K
+
CH3 CH2
C
K
CH2
C
CH3
+
CH3
isobutilen
CH3 K
CH2
C
CH3
+
CH2
CH3
C
K
CH2
CH3
CH3
C
C
CH3
CH3
CH3
K – CH2 – C – CH2 – C CH3
CH2
CH3
C n CH3
poliisobutilen
C CH3
CH3 CH2
CH3
CH3
+
CH2
CH3
+
CH3
CH3
CH3
K – CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C CH3
CH3
+
CH3
Yang sering terjadi dalam praktek adalah polimerisasi kationik yang sedikit lebih rumit. Sebagai contoh penggunaan katalis asam Lewis AlCl 3 dimana terdapat orbit elektron yang kosong. Seperti diketahui dari hukum oktet yang menyatakan bahwa atom yang terletak pada baris ke dua sistem periodik unsur-unsur memiliki delapan elektron pada orbit terluar. Disini AlCl3 berbagi elektron dengan tiga atom Cl atau terdapat enam elektron, berarti kurang dua elektron. Kekurangan elektron tersebut menjadikan terdapat orbit elektron yang kosong, sehingga manakala terdapat sejumlah molekul air maka akan membentuk molekul kompleks. Kompleks AlCl3 / H2O beeaksi dengan monomer pada fase inisiasi dilanjutkan ke fase propagasi hingga terbentuknya polimer yang mati (dead polymer) pada akhir reaksi (terminasi ).
Cl Cl
orbit elektron yang kosong
Al Cl
Inisiasi
Cl
Cl
H
Al
O
Cl H
Cl
Cl
Al
H O
Cl
H
kompleks AlCl3 / H2 O
Propagasi Cl Cl
Al Cl
H O
CH3 CH2
H
C CH3 isobutilen
CH3 H
CH2
C
+
CH3
Cl +
Cl
Al Cl
OH
CH3 H
CH2 – C
CH3
+
CH2
CH3
C
H
CH3
CH2 – C –CH2
C
CH3
+
CH3
CH3 CH2
CH3
C
CH3
H
H
CH3
CH3
CH3
CH3 +
CH2 – C
CH2 – C n CH3 CH3
atom hidrogen yang mudah bergabung dengan molekul lain H CH3 H
CH2 – C
H
C
H +
CH2 – C n CH3 CH3
+
CH3
CH3
CH2 – C – CH2 – C – CH2 – C
CH3
CH3
CH3
CH2 – C – CH2 – C
CH3
CH3 H
CH3
+
CH3
Terminasi H CH3 H
H
C
H
CH3
+
CH2 – C
CH2 – C n CH3 CH3
CH3 H
CH2 – C
CH2
C CH3
CH2 CH2 – C n
CH3
CH3 +
CH2
C
CH3
+
CH3
Kemungkinan lain dari fase terminasi adalah terjadi reaksi antar polimer yang sedang tumbuh (chain grwoth) dengan kompleks AlCl3 / H2O.
H CH3 H
CH2 – C
H
CH2 – C n
CH3
CH3 H
CH2 – C
C
H
Cl
+
Cl
Al
CH3
Cl
CH2
CH2 – C n CH3 CH3
OH
Cl +
Cl
C Cl
H O H
Selain daripada itu masih terdapat satu kemungkinan lagi fase terminasi ,dimana salah satu atom Cl pada kompleks AlCl3 / H2O akan lepas menuju rantai
CH3 H
CH2 – C
CH3 CH2 – C n
CH3
Cl
+
Cl
Al
CH3
OH
Cl
polimer yang sedang tumbuh untuk mengakhiri reaksi.
CH3 H
CH2 – C
CH3
CH2 – C Cl n CH3 CH3
Cl +
Cl
Al
OH
Selain daripada mekanisme reaksi diatas, polimerisasi kationik juga menggunakan kombinasi katalist asam Lewis lain seperti BF3, SnCl4, TiCl4, AgClO4, I2 dengan ko-katalis H2O. Disamping itu juga ada yang menngunakan inisiator seperti HCl, HBr, H2SO4, HCLO4. Berikut monomer yang dapat berpolimerisasi secara kationik.
Tabel jenis monomer yang dapat berpolimerisasi secara kationik.
MONOMER Isobutilen
STRUKTUR KIMIA CH3 CH2 = C
Stirine
Vinil metil eter
CH3 CH2 = CH
OCH3 CH2 = CH
POLIMERISASI KOORDINASI Polimerisasi koordinasi banyak terdapat pada gugus olefin dimana dalam prosesnya menggunakan kombinasi katalisator dan ko-katalisator. Katalisator yang dipakai merupakan logam transisi dari grup IV s/d VIII, sedang ko-katalisator adalah organometalik dari grup Is/d III. Kataliastor Ziegler-Natta merupakan campuran katalisator dan ko-katalisator yang banyak dipakai dalam polimerisasi koordinasi untuk memproduksi poliropilen dan polietilen. Salah stu contoh adalah campuran antara TiCl3 dan AL(C2H5)2Cl atau TiCl4 dan AL(C2H5)3 . TiCl3 pada dasarnya mempunyai berbagai variasi strukur kristal, salah satu diantaranya adalah α- TiCl3. kristal α- TiCl3
Terlihat dalam struktur interior (dalam) geometri kristal - TiCl3 bahwa setiap atom Ti (titanium) membuat ikatan koordinasi dengan enam atom Cl (khlor), inimerupakan kondisi ideal. Namun ternyata tidak semua atom titanium berikatan dengan enam aton khlor. Khusunya dalam bagian luar (permukaan) atom titanium tidak berikatan dengan enam atom khlor melainkan hanya lima atom. Struktur permukaan (atas) dan struktur interior (bawah)
Dengan hanya mempunyai lima atom khlor maka terdapat satu orbit kosong seperti dalam gambar dibawah. Titanium dengan orbit kosong
Manakala atom titanium dengan orbit kosong tersebut sebagai katalisator dan direkasikan dengan ko-katalisator AL(C2H5)2Cl maka akan menjadi bangun dengan satu atom khlor terlempar dan masih mengandung orbit kosong.
Manakala campuran katalisator dan ko-katalis tersebut bertemu dengan propilen sebagai monomer misalnya, maka akan terbentuk suatu struketur kompleks seperti dibawah.
+
Namun bangun kompleks tersebut tidak stabil oleh karena terdapat perpindahan elektron hingga membentuk struktur baru sebagai berikut.
Selanjutnya terjadi migrasi dimana berakibat terdapat orbit kosong pada atom titanium.
Manakala senyawa tersebut bertemu dengan monomer propilen maka akan terbentuk senyawa baru dengan orbit kosong. Demikian seterusnya hingga terbentuk polipropilen isotaktik.
Selain polipropilen isotaktik, terdapat bentuk stereoisomer sindiotaktik dimana digunakan kombinasi katalisator VCl4 dengan struktur sebagai berikut.
dan ko-katalisator
Al(C2H5)2Cl
Namun untuk memudahkan pemahaman mekanisme reaksi polimerisasi sindiotaktik ini maka strukturnya disederhanakan menyadi seperti dibawah.
Manakala monomer propilen berpolimerisasi menngunakan katalisator ini maka akan membentuk senyawa seperti dibawah.
campuran
+
Senyawa tersebut ternyata cukup labil sehingga berubah secara berurutan menjadi senyawa yang mempunyai orbit bebas.
Bilamana senyawa tersebut bertemu dengan monomer etilen maka akan terbentuk senyawa kompleks.
+
Bangun komplek selanjutnya menjadi oligemer dengan struktur rantai yang memanjang dan manakala bereaksi dengan monomer propilen secara berkesinambungan lama kelamaan akan membentuk propilen sindiotaktik.
Selain campuran katalisator dan kokatalisator seperti yang dijelaskan diatas, perkembangan penggunaan katalisator Ziegler Natta pada industri polimer dari waktu ke waktu sangat pesat. Campuran metilalumoksan (MAO) dengan senyawa lain cukup banyak diteliti dan dikembangkan. Akhir-akhir ini produksi polietilen bahkan menggunakan campuran katalisator dan kokatalisator hingga sembilan macam senyawa. Berikut daftar jenis monomer yang dapat membentuk polimer dengan bantuan katalisator Ziegler Natta.
Tabel jenis monomer yang dapat berpolimerisasi menggunakan Ziegler Natta
MONOMER Ethylene
Propylene
1-Butene
Butadiene
Isoprene
Styrene
STRUKTRUR KIMIA
katalisator
BAB III
BERAT MOLEKUL KINETIKA POLIMERISASI DAN MORFOLOGI POLIMER BERAT MOLEKUL POLIMER Sebelum menginjak pada pembahasan mengenai berat molekul suatu polimer, ada baiknya didahului dengan pemahaman pengertian tenatang derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi (DP)dari suatu molekul polimer adalah jumlah unit pengulangan (monomer) pada suatu rantai polimer. Dengan demikian berat molekul (BM) suatu polimer merupakan fungsi dari derajat polimerisasi dan berat molekul unit pengulangan atau monomer. Sebagai contoh suatu produk polietilen mempunyai DP=1000 akan mempunyai BM sebesar 28.000 (diketahui BM molekul monomer etilen = 28). Pada kenyataannya perhitungan BM suatu polimer tidaklah sederhana. Hal ini disebabkan bervariasinya panjang rantai penyusun polimer yang masing-masing mempunyai berat molekul parsial yang berbeda. Oleh karenanya pengukuran berat molekul suatu polimer pada dasarnya merupakan angka rata-rata.
1
2 3 ...........................x
Terdapat korelasi sebagai berikut N0 = N x
(3.1)
atau N0 x=
C0 =
N
(3.2) C
Dimana N0 = unit pengulangan (monomer) N = setelah reaksi x = derajat polimerisasi dengan N = N0(1-p) dan kemudian disubstitusikan ke persamaan (3.2) maka diperoleh 1 x=
(3.3) 1- p
Disini p adalah konversi dan x Berat Molekul.
adalah rata-rata jumlah yang analog dengan
Produk polimer pada umumnya (kecuali yang telah dimurnikan) mempunyai berat molekul rata-rata, hal ini disebabkan didalam polimer tersebut terdapat banyak molekul rantai polimer penyusun yang masing-masing mempunyai berat molekul sendiri-sendiri, sehingga berbentuk distribusi. Terdapat beberapa cara pengukuran berat molekul rara-rata seperti BM rata-rata viskositas, namun yang paling popular adalah yaitu BM rata-rata jumlah dan BM rata-rata berat. Berat Molekul rata-rata jumlah Berat molekul rata-rata (BM rata-rata) jumlah dinyatakan dalam
Mn =
Σ NxMx Σ Nx
(3.4)
Untuk mempermudah pemahaman, berikut contoh perhitungan BM rata-rata jumlah. Diumpamakan sampel suatu polimer diambil. Diumpamakan di dalam sampel tersebut terkandung 15 molekul polimer yang masing-masing mempunyai
massa molekul bervariasi (ini hanya sekedar contoh, pada kenyataannya jumlah molekul bisa mencapai juataan !). No 1
Massa tiap molekul (Mx) 100.000
Jumlah molekul (Nx) 2
2
150.000
3
3
200.000
5
4
250.000
8
5
300.000
10
6
350.000
13
7
400.000
14
8
450.000
15
9
500.000
14
10
550.000
13
11
600.000
10
12
650.000
8
13
700.000
5
14
750.000
3
15
800.000
2
Selanjutnya dicari total massa tiap molekul yaitu perkalian atara massa tiap
molekul dikalikan jumlah molekul yang ada (Nx Mx) kemudian dijumlahkan (Σ Nx Mx )
No 1
Massa tiap molekul (Mx) 100.000
Jumlah molekul (Nx) 2
Total massa tiap molekul (Nx Mx) 200.000
2
150.000
3
450.000
3
200.000
5
1.000.000
4
250.000
8
2.000.000
5
300.000
10
3.000.000
6
350.000
13
4.550.000
7
400.000
14
5.600.000
8
450.000
15
6.750.000
9
500.000
14
7.000.000
10
550.000
13
7.150.000
11
600.000
10
6.000.000
12
650.000
8
5.200.000
13
700.000
5
3.500.000
14
750.000
3
2.250.000
15
800.000
2
1.600.000
Σ Nx = 125
Σ Nx Mx = 56.250.000
Dengan demikian diperoleh BM rata-rata
Σ Nx Mx
56.250.000
Mn =
=
= 450.000
Σ Nx
125
Berat molekul rata-rata berat Persamaan berat molekul rata-rata berat (BM rata-rata berat) adalah
Mw =
Σ Nx Mx 2 Σ Nx Mx
(3.5)
Untuk mempermudah pemahaman, berikut contoh perhitungan BM rata-rata berat. Mengemabnagkan data pada tabel sebelumnya , maka kemudian dicari fraksi berat dari tiap molekul ( Nx Mx / Σ Nx Mx ). Selanjutnya dihitung perkalian antara fraksi berat dengan massa tiap molekul (Mx). No
Massa tiap molekul (Mx)
Jumlah molekul (Nx)
Total massa tiap molekul (Nx Mx)
Fraksi berat tiap molekul
1
100.000
2
200.000
Nx Mx / Σ Nx Mx 0,0036
2
150.000
3
450.000
0,0080
1.200
3
200.000
5
1.000.000
0.0178
3.560
4
250.000
8
2.000.000
0,0356
8.900
5
300.000
10
3.000.000
0,0533
15.990
6
350.000
13
4.550.000
0,0809
28.315
7
400.000
14
5.600.000
0,0996
39.840
8
450.000
15
6.750.000
0,1200
54.000
Nx Mx
2
Σ Nx Mx 360
9
500.000
14
7.000.000
0,1244
62.200
10
550.000
13
7.150.000
0,1271
69.905
11
600.000
10
6.000.000
0,1067
64.020
12
650.000
8
5.200.000
0,0924
60.060
13
700.000
5
3.500.000
0,0622
43.540
14
750.000
3
2.250.000
0,0400
30.000
15
800.000
2
1.600.000
0,0284
22.720
Σ Nx =
Σ Nx Mx =
125
ΣNxMx 2 Σ Nx Mx = 504.610
56.250.000
Akhirmya diperoleh BM rata-rata berat sebesar
Mw =
Σ Nx Mx 2
= 504.610
Σ Nx Mx
Berat molekul rata-rata jumlah selalu lebih besar atau paling tidak sama dengan berat molekul rata-rata jumlah. Polidispersity Polidispersity adalah perbandingan antara BM rata-rata berat dengan BM rata-rata jumlah (Mw / Mn) . Ini menunjukkan seberapa lebar distribusi berat molekul pada polimer. Untuk contoh perhitungan diatas diperoleh Polydispersity Index (PDI) :
Mw PDI =
504.610 = Mn
= 450.000
1,121
Distribusi berat molekul Distribusi berat molekul dapat diilustrasikan sebagai berikut dimana sebagai absis adalah berat molekul dan ordinat merupakan jumlah molekul. Dalam hal ini besaran berat molekul pada absis bertambah dari kanan ke kiri. BM rata-rata jumlah
BM rata-rata berat jumlah molekul
berat molekul
Bentuk kurva distribusi normal diatas merupakan kondisi ideal. Pada kenyataannya yang sering terjadi adalah bentuk kurva distribusi sebagai berikut.
jumlah molekul
berat molekul
Variasi lain kurva distribusi yang kadang terjadi khususnya pada polimerisasi vinil dengan cara radikal bebas adalah bentuk yang disebut efek Tromsdorff .
berat molekul rata-rata jumlah
jumlah molekul
berat molekul
Kemudian secara praktek bagaimana menakar berat molekul suatu polimer , akan dijelaskan pada bab tersendiri.
KINETIKA STEP-GROWTH POLIMERIZATION Kinetika pada step-growth polymerization lebih mudah dipahami dibandingkan kinetika chain-growth polymerization. Sebelum memasuki pada inti penjabaran tentang kinetika reaksi, ada baiknya sedikit diulang pemahaman tentang step-growth polymerization. Contoh step-growth polymerization antar lain adalah reaksi pembentukan PET (polietilenterepftalat). O
O
O
C –OH + nHO–CH2–CH2–OH
nHO–C
asam tereftalat
O
O– C
C–O–CH2–CH2–O
etilen glikol
n
+ 2n H2O
polietilentereftalat
Contoh kedua step-growth polymerization adalah reaksi pembentukan nilon-6,6.
O
O
nHO–C–(CH2)4 – C–OH
O
+ nH–N–(CH2)6– N–H H
asam adipat
H
1,6 diamino heksana
O
–C– (CH2)4 –C - N–O–(CH2)6–N H nilon-6,6
+ 2nH2O
H n air
Kedua contoh diatas menunjukan adanya bentuk yang sama yaitu pada polimer yang terbentuk dimana pada masing-masing polimer tersebut terdapat dua rantai monomer yang diapit oleh gugus sejenis. Oleh karenanya reaksi ini dikategorikan sebagai step-growth polymerization tipe A-A/B-B. Selanjutnya reaksi dibawah juga merupakan step-growth polymerization tapi mempunyai tipe yang lain. Pada polimer yang terbentuk terlihat bahwa gugus fungsional berbeda sehingga disebut dengan step-growth polymerization tipe A-B. Pada step-growth polymerization tingkat (order) reaksi tergantung pada tipe reaksi (apakah A-A/B-B atau A-B) dan penggunaan katalis. Sebagai contoh untuk reaksi A-A/B-B order dua tanpa katalisator
d[A-A] Ro = = k[A-A][B-B] dt
(3.25)
Ro merupakan kecepatan perubahan konsentrasi monomer persatuan waktu dan k adalah konstanta kevepatan polimerisasi. pada kesetimbangan stokiometri maka A-A = B-B , sehingga persamaan menjadi
O
O
O
nHO–C–(CH2)5 – C–OH
– (CH2)5 – C– O
asam hidroksi kaproat
d[A-A]
polikaprolakton
n
+ nH2O air
= k[A-A]2 dt
Ro = -
(3.26)
Persamaan diintegrasikan dengan batas pada t = 0 konsentrasinya adalah [A-A]o sehingga terbentuk persamaan 1 kt =
1 + [A-A]
(3.27) [A-A]o
Sedangkan diketahui bahwa [A-A] = (1 – p)[A-A]o dimana p adalah konfersi fraksional monomer dan kemudian disubstitusikan kedalam persamaan diatas maka diperoleh persamaan
1 - 1 = kt [A-A]o 1 - p
(3.28)
Dalam notasi lain [A-A]o dinyatakan dengan Co , sehingga persamaan menjadi 1 = k Co t + 1 1 - p
(3.29)
Bila dibuat grafik kualitatif bentuknya adalah sebagai berikut. 1/(1-p)
waktu (t) Contoh berikutnya perhitungan kinetika step-growth polymerization untuk reaksi order tiga seperti misalnya reaksi katalitis antara asam adipat dengan etilen glikol. r = k0 CH+ CCOOHCOH –COO - + H+
-COOH Bila diasumsikan CH+ ~ CCOOH
maka CCOOH = COH sehingga
r = k’ CCOOH CCOOH.CCOOH
(3.30a)
atau dC = k’ C3 dt
(3.30b)
Selanjutnya diintegralkan menjadi 1
1 + C2
= 2 k’ t C0
(3.31)
Kemudian diketahui bahwa C = C0 (1-p) dan disubstitusikan kedalam persaamaan diatas, maka 1 = 2 C02 k’ t + 1 (1–p)2
Kemudian bila dibuat grafik akan berbentuk seperti dibawah.
1 (1–p)2 waktu (t)
(3.32)
KINETIKA CHAIN GROWTH POLYMERIZATION
Seperti diketengahkan pada bab sebelumnya mengenai chain- growth polymerization yang identik dengan polimerisasi adisi dapat difahami antara lain dengan mekanisme radikal bebas (selain secara ionik dan polimerisasi koordinasi). .Cchain-growth polimerization berlangsung sangat cepat dibandingkan dengan step-growth polimerization Dalam hal ini uraian kinetika chain- growth polymerization dilakukan melalui mekanisme radikal bebas. Mekanisme polimerisasi radikal bebas seperti diketahui terdiri atas tiga langkah yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Inisiasi Tahapan langkah inisiasi sendiri pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua sublangkah yaitu disosiasi dan asosiasi. Pada disosiasi yaitu pecahnya inisiator menjadi dua radikal bebas yang kemudian diikuti asosiasi yaitu bergabungnya radikal bebas dengan molekul monomer tunggal. Guna memepermudah pemahaman kinetika chain- growth polymerization melalui meknisme radikal bebas, berikut dibawah penjelasan secara bertahap. Insiator yang dipakai adalah benzil peroksida. energi O
O
O C – O* +
– C – O —— O – C
O *
O–C
benzoilperoksia
Pada inisiasi molekul benzil perokaida terpecah menjadi dua yang masing-masing “membawa” elektron bebas (lone pair electron) yang kemudian membawa siaft sebagai radikal bebas. Secara sederhana proses disosiasi bisa dinyatakan dalam kd I–I
2I*
(3.33)
Kemudian diikuti langkah asosiasi yatu bereaksi dengan molekul monomer stirine membentuk radikal bebas yang baru. O
O ka
C
O* +
CH2 = CH
C
O
CH2
CH *
atau ka I
+ M
I M*
(3.34)
Propagasi Disini radikal bebas yang baru bereaksi lagi dengan molekul monomer stirene lain sehingga membentuk radikal bebas yang baru (dengan rantai yang semakin memanjang atau disebut growing chain). O
O kp
–
C – O – CH2 – CH * + CH2 = CH
– C – O – CH2 – CH – CH2 – CH*
atau kp I Mx*
+ M
I MxM*
(3.35)
Terminasi Tahapan terminasi terjadi manakala tidak ada lagi monomer yang dapat diikat. Harap diingat bahwa meknisme reaksi dari mulai inisiasi diatas berjalan secara simultan yang melibatkan banyak molekul inisiator maupun molekul monomer serta radikal bebas. Kemudian reaksi sampai pada tahapan dimanan molekul monomer habis sehingga antara radikal bebas growing chain satu sama lain akan saling memasangkan elektron bebas (lone pair electron). Mekanisme terimanis cara ini lazim disebut cara coupling. Selain itu ada yang menyebutnya cara kombinasi (combination). O
O
– C – O – CH2 – CH – CH2 – CH* + * CH – CH2 – CH – CH2 – O – C – x-1 y-1
O
O
ktc – C – O – CH2 – CH – CH2 – CH – CH – CH2 – CH – CH2 – O – C – x-1 y-1
atau ktc I Mx-1 M*
+
* M My-1 I
I Mx-1 M – M My-1 I
(3.36)
Mekanisme lain untuk mengakhiri reaksi adalah dengan cara disproporsionasi (disproportionation) dimana pada akhirnya akan terbentuk satu polimer dengan ujung rantai mengandung ikatan rangkap lainnnya lagi tidak.
OO
O O
– CH – CH – CH2 +* CHCH = 2CH – CH – 2CH 2 –– O – C– –C O– –O –CHCH – CH – 2 CH – CH –O C –– C – 2 –2CH – CH2 – 2CH* + x-1x-1 y-1 y-1
atau ktd I Mx-1 M*
+
* M My-1 I
I Mx
+
I My
(3.37)
Selain daripada itu sebenarnya masih terdapat teori lain dalam menggambarkan fase terminasi yaitu memanfaatkan atom hidrogen yang terkandung dalam solven yaitu SH sebagai chain transfer agent Diketahui bahwa pada polimerisasi cukup banyak diantaranya memakai solven atau pelarut dalam prosesnya. Meskipun begitu suplai atom hidrogen dapat juga dari inisiator, monomer, additive, bahkan juga polimer. Terminasi terjadi manakala radikal bebas growing chain mentarnsfer radikal bebasnya ke molekul solven yang selanjutnya mencari monomer baru untuk membuat rantai polimer baru.
O – C – O – CH2 – CH – CH2 – CH* + SH x-1
O – C – O – CH2 – CH – CH2 – CH2 + S* x-1
atau seacara sederhana dilukiskan sebagai ktr I Mx-1 M* + SH
I Mx-1 MH + S*
Kinetika chain-growth polymerization selanjutnya dijabarkan sebagai berikut.
melalui
(3.38)
mekanisme
radikal
bebas
Diketahui pada uraian sebelumnya (persamaan 3.35) bahwa reaksi chain growth (propagasi) untuk polimerisasi radikal bebas dapat diwakili dalam bentuk I Mx*
+ M
I MxM*
Dengan demikian kecepatan polimerisasi secara keseluruhan (overall rate of polymerization, Ro) adalah sama dengan kecepatan reaksi propagasi (Rp), sehingga Ro ~ Rp = kp [ IMx * ][M]
(3.39)
Dalam hal ini konsentrasi radikal bebas yaitu [ IMx * ] sulit diukur sehingga guna memudahkan perhitungan konsentrasi radikal bebas diwakili oleh konsentrasi kinsentrasi monomer pada tahapan langkah inisiasi. Lebih khusus lagi kecepatan polimerisasi pada langkah inisiasi diwakili oleh langkah yang paling pelan yaitu disosiasi. d[I*] Ri =
= 2 kd [ I ]
(3.40)
dt Kemudian muncul fraksi f oleh karena hanya sebagian radikal bebas pada isnisiator yang bereaksi dengan monomer membentuk chain growth. d[I*]
Ri =
= 2 f kd [ I ] dt
(3.41)
Sedangkan tahapan terminasi diwakili oleh cara kombinasi dan disprpoporsiasi, sehingga kecepatan reaksi terminasi ,Rt mempunyai konstanta gabungan antara konstanta kombinasi dengan konstanta disproporsiasi., . kt = ktc + ktd kt IMx * + IMx *
P
(3.42)
Dari persamaan (3.19) kemudian menjadi d[ IM* ] = 2 kt [ IMx * ]2 (3.43)
Rt = dt
Diketahui bahwa radikal bebas terbentuk saat isniasiasi dan kemudian terkonsumsi saat terminasi, sehingga pada konsis staedy state dapat dinyatakan bahwa keecepatan reaksi pada saat inisisasi sama dengan kecepatan reaksi saat terminasi. Ri ~ Rt
(3.44)
Dari persamaan (3.41) sudah diketahui persamaan untuk Ri sehingga diperoleh persamaan untuk Rt. d[I*] Rt =
= 2 f kd [ I ]
(3.45)
dt Kemudian dilakukan substitusi persamaan (3.43) ke persamaan (3.45) maka diperoleh 1/2
f kd [ I Mx* ] =
[I] kt
Bila dibawa ke persamaan (3.39) diatas maka diperoleh
½
(3.46)
f kd Ro = kp
[I]
½
[M]
(3.47)
kt
Dimana [ I ] dan [ M ] mempunyai korelasi dengan konsentrasi pada saat awal dan bila diurutkan dari persamaan tentang kecepatan disosiasi maka dioperoleh persamaan d[I] = kd [ I ] dt Bila diintegralkan dengan batas t = 0 sampai t = t dieroleh [ I ] = [ I ]o exp(-kdt) Hal yang sama bagi konsentrasi monomer pada tahap propagasi (persamaan 3.35) hingga diperoleh d [ M] -
= kp [IMx*] [ M ] dt
Diintergralkan menjadi [ M ] = [ M]o exp( -kp [ IMx* ] t )
Bila dikaitkan dengan derajat polimerisasi rata-rata jumlah maka dapat diperoleh dari perbandingan kecepatan reaksi propagasi dibandingkan kecepatan reaksi terminasi. Rp Xn =
(3.48) Rt
Pada kondisi steady state derajat polimerisasi rata-rata jumlah menjadi
kp [ M ] Xn =
(3.49) 2 ( kt f kd [ I ] )
1/2
Bilamana terminasi cara chain transfer dilibatkan, maka persamaan (3.48) menjadi Rp Xn = (3.50) Rtc + Rtd + Rtr Rtr adalah kecepatan reaksi terminasi dengan cara chain transfer yang besarnya adalah Rtr = ktr [ IMx*][SH]
(3.51)
Subsitusi besaran yang ada kedalam persamaan (3.50) menghasilkan 1
1
=
[ SH ] +C Xn (Xn)o
(3.52) [M]
Dimana C merupakan koefisien chain transfer ktr C= kp KINETIKA KOPOLIMERISASI RADIKAL BEBAS Seperti diketahui dengan kopolimerisasi berarti melibatkan dua monomer, sedemikian sehingga memungkinkan terdapat empat tipe reaksi pada tahapan propagasi seperti tergambar dibawah. k11 A
M1* + M1
M1 M1* k12
B
M1* + M2
M1 M2*
.
k21 C
M2* + M1
M2 M1* k22
D
M2* + M2
M2 M2*
Pada saat reaksi berlangsung monomer M1 berkurang dengan kecepatan reaksi sebagai berikut ( berdasar reaksi A dan C ). -d[M1] =k11[ dt
M1*] [ M1 ]
+
k21 [
M2* ] [M1]
(3.53)
Sedangkan M2 berkurang dengan kecepatan reaksi ( berdasar reaksi B dan D ) sebagai berikut. -d[M2] =k12[ dt
M1*] [ M2 ]
+ k22 [
M2* ] [M2]
(3.54)
Selama reaksi berlangsung variasi kopolimer yang terbentuk merupakan fungsi dari reatifitas dan konsentrasi komonomer. Perubahan komposisi komonomer dapat dicari dengan pendekatan persamaan berikut. d[M1] [ M1 ] = d[M2] [M2]
k11[
M1*] + k21 [
M2* ] (3.55)
k12[
M1*]
+ k22 [
M2* ]
Kelemahan persamaan (3.55) diatas adalah sulitnya mengukur konsentrasi radikal bebas. Oleh karenanya Mayo dan Lewis mengetengahkan persamaan yang mengakomodir kelemahan tersebut sehingga menjadi d[M1]
[ M1 ]
r1 [ M1] + [ M2 ]
= d[M2]
(3.56) [M2]
[ M1] + r2 [ M2* ]
Dimana didalam persamaan mengandung apa yang disebut rasio reaktifitas (reactifity ratio) untuk kedua monomer yaitu k11 r1 =
(3.57a) k12 k22
r2 =
(3.57b)
k21 Dalam hal ini rasio reaktifitas monomer 1 (r1) adalah perbandingan antara konstanta propagasi monomer M1 (homopolimerisasi) dengan konstanta propagasi M2 (kopolimerisasi) dengan ujung rantai radikal M2* . Demikian juga rasio reaktifitas monomer (r2) adalah perbandingan antara konstanta propagasi monomer M2 (homopolimerisasi) dengan konstanta propagasi M1 (kopolimerisasi) dengan ujung rantai radikal M 2* . Manakala kedua rasio reaktifitas mendekati nol , maka struktur polimer yang terbentuk berselangseling . Namun bila rasio reaktifitas besar maka struktur polimer berupa blok kopolimer. Kembali ke persamaan (3.56) yang berarti komposisi kopolimer dapat diperoleh manakala rasio reaktifitas diketahui. Kemudian mol fraksi M1 dalam campuran monomer dinyatakan sebagai [ M1 ] f1=
(3.60) [ M1] +[ M2]
dimana f 1 + f 1 = 1. Persamaan (3.60) dpat dikembangkan mejadi
d [ M1 ] F 1=
(3.61) d [ M1 ] + d [ M2 ]
dimana fraksi mol F 1 + F 2 = 1. Persamaan (3.61) dibagi dengan d [ M2 ], dan dilakukan substitusi persamaan (3.56) dan (3.60) akhirnya diperoleh persamaan dibawah.
r 1 f 12 + f 1 f 2 F 1=
(3.62) 2
2
2
r 1f 1 + 2 f 1f 1 + r 2f 2
Contoh beberapa rasio reaktivitas kopolimerisasi radikal bebas. Monomer 1 Etilen
Monomer 2 Vinil Asetat Karbon monooksida Propilen
r1 0,130 0,025 3,200
r2 1,230 0,004 0,620
Stirine
Akrolinitrile Butadiene Divinilbenzena Maleat anhidrid Metilmetakrilat 4-khlorostirine Vinileden khlorida
0,290 0, 820 0,260 0,097 0,585 0,816 1,700
0,020 1,380 1,180 0,001 0,478 1,062 0,110
Vinil khlorida
Vinileden khlorida
0,205
3,068
Sumber: Joel R.Fried Selain daripada itu menurut Alfrey dan Price, konstanta kecepatan reaksi propagasi dapat dinyatakan dalam persamaan (3.58) dimana Pi merupakan konstanta proporsional dan Qj adalah ukuran reaktifitas monomer. Sedangkan e adalah polaritas radikal M1* dan M2*. kij = Pi Qj exp(-ei ej )
(3.58)
Jika persamaan (3.58) disubstitusikan kedalam persamaan (3.57a) dan (3.57b) maka doperoleh persamaan seperti dibawah.
k11 r1 =
r2 =
Q1 =
k12
Q2
k22
Q2 =
exp [ - e1 (-e1 – e2)]
(3.59a)
exp [ - e2 (-e1 – e2)]
(3.59b)
k21
Q1
Monomer Akrilamida Akrilonitril Butadiene Etilen Isobutilen Isopren Maleat anhidrid Asam metakrilat Metil metakrilat N-Vinil pirolidon Stirine Vinil asetat Vinil khlorida Viniliden khlorida
Q 0,23 0,48 1,70 0,016 0,023 1,99 0,86 0,98 0,78 0,088 1,00 0,026 0,056 0,31
e 0,54 1,23 -0,50 0,05 -1,20 -0,55 3,69 0,62 0,40 -1,62 -0,80 -0,88 0,16 0,34
Sumber: Joel R.Fried
MORFOLOGI POLIMER Yang dimaksudkan dengan morfologi polimer disini adalah struktur polimer. Struktur polimer seperti bentuk kristalin, semi kristalin atau bentuk tidak beraturan (amorf) sangat berpengaruh pada sifat fisis suatu produk polimer khusunya polimer padat. Pada dasarnya suatu polimer tidak ada yang seratus persen berstruktur kristalin atau seratus persen amorf. Yang ada adalah gabungan dari keduanya (semi-kristalin), hanya saja persentase atau dominasi masing-masing struktur sangat bervariasi Sebagai contoh meskipun sama-sama polietilen antara LDPE (low density polyethylene) dan HDPE (high density polyethylene) mempunyai persentase kristalin yang berlainan.
Tabel kuantitatif kristaliniti untuk LDPE dan HDPE DISKRIPSI Titik leleh (C) Kristalin (%) Densitas (g/cm3)
LDPE 190-220 40 0.92
HDPE 210-240 80 0.96
Ultimate Tensile Strength
2000
4500
Beda struktur antara LDPE dan HDPE terlihat dalam gambar di bawah.
Rantai lurus (HDPE)
Rantai cabang (LDPE)
Pada LDPE yang mempunyai arsitektur rantai cabang cenderung dominan dengan struktur kristalin dibanding HDPE (dengan rantai lurus) yang dominan dengan struktur amorf. Disini memang bisa menyesatkan yaitu pada HDPE dengan rantai lurus yang teratur justru dominan dengan struktur amorf. Sebaliknya pada LDPE dengan rantai cabangnya yang tidak teratur justru cukup banyak mengandung struktur kritalin. Penjelasannya adalah bahwa hal ini tetap masuk akal oleh sebab bangun amorf maupun kristalin adalah berukuran mikro yang menyusun rantai polimer secara keseluruhan. Jadi tidak ada korelasi positif bahwa struktur amorf yang tak teratur selalu menyadi komponen utama rantai cabang (yang juga tidak teratur). Begitu juga sebaliknya tidak ada korelasi positif antara rantai lurus (yang teratur) selalu didominasi struktur kristalin yang teratur.
Data pada tabel dibawah menunjukkan secara kualitatif dominasi struktur kristalin dan amorf pada beberapa produk polimer lainnya.
Tabel kuantitatif kristaliniti dan amorf berbagai polimer DOMINASI KRISTALIN Polipropilen Polistirine sindiotaktik Nilon Kevlar dan Nomex Poliketon
DOMINASI AMORF PMMA Polistirine aktatik Polikarbonat Poliisopren Polibutadien
Bagaimanakah struktur kristal maupun amorf dapat terbentuk ? Sebagi contoh yaitu diawali dari kenyataan bahwa rantai lurus suatu polimer sebenarnya tidak selamanya lurus, namun suatu ketika akan berbelok dan melipat (melekuk) seperti dalam gambar dibawah. Rantai polimer lurus yang berlekuk
Selain berlipat-lipat, bentuk rantai polimer juga tersusun berbaris rapi seperti gambar dibawah. Struktur polimer seperti ini disebut lamella. Namun lebih sering ditemukan bahwa struktur barisan tidaklah selalu rapi, melainkan terdapat rantai yang “membelot” dan keluar dari barisan.
Struktur rantai polimer lamella
Rantai yang membelot dari lamella
Rantai yang keluar dari barisan dalam jumlah banyak kemudian mengelompok membentuk amorf (bentuk tak beraturan). Sketsa bentuk kristalin dan amorf
kristalin
amorf
Secara tersendiri struktur amorf mempunyai bentuk seperti ‘benang bundet’.
Struktur amorf
Kembali kepada sebab mengapa suatu polimer mengandung lebih banyak struktur amorf sementara sebagian lainnya dominan struktu kristalinitanya? Mengambil contoh dimuka untuk polistirine. Dinyatakan bahwa untuk polistirine sindiotaktik mempunyai struktur kristalin lebih banyak dibanding polistirine atatik. Sedikit mengulang pada bab pendahuluan bahwa terdapat tiga macam bentuk pada stereoisomer dari suatu polimer yaitu isotaktik (cabangnya teratur ke satu sisi) , sindiotaktik (cabang teratur selang-seling ke dua sisi) serta ataktik (cabang tidak teratur sama sekali). Polistirine sindiotaktik dan ataktik
Pada polistirine sindiotaktik dengan cabang yang teratur maka bila dalam jumlah banyak akan membentuk struktur kristalin. Sebaliknya pada polistririne ataktik dengan cabang yang tidak beraturan maka masuk akal bila kemudian terusun menjadi amorf (urain ini harap dibedakan dengan penjelasan sebelumnya mengenai rantai lurus dan rantai cabang pada HDPE dan LDPE). Contoh lain adalah pada nilon 6,6 dimana terdapat ikatan hidrogen antara oksigen gugus karbonil dengan hidrogen dari amida. Ikatan tersebut menjadikan kuatnya struktur kristalin. Arsitektur nilon 6,6
Contoh lainnya ada pada PET (polietilentereftalat, contoh produk: botol plastik AMDK). Rumus bangun PET
Dalam hal ini gugus ester memperkuat struktur krisatlin pada PET. Selain gugus ester, struktur kristalin juga diperkuat oleh susunan gugus aromatik seperti tergambar di bawah.
Bangun aromatik (segi enam)
SERAT POLIMER Didalam pencetakan, resin polimer dipanaskan kemudian dicetak dan didinginkan. Manakala proses pendinginan berlangsung cepat, maka prosentase penambahan struktur amorf akan lebih tinggi dibanding kristalin. OLeh karenanya bila menginginkan struktur kristalin lebih banyak, teknik pendinginan secara bertahap menjadi penting. Kemudian pad proses pencetakan kadang disertai dengan proses penarikan (stretching). Pada saat tertarik, maka struktur kristalin yang semula arahnya bervariasi menjadi lebih teratur menuju ke satu arah ini membentuk semacam serat. Struktur kristalin mengalami penarikan
SFERULIT Yang dimaksud dengan sferlulit ialah suatu arsitektur polimer yang bentuknya menyerupai ruji-ruji dalam bola (tiga dimensi). Secara dua dimensi bentuk sferulit terlihat dalam gambar di bawah. Ruji-ruji terbentuk karena proses pelelehan struktur kristalin.
Bentuk sferulit dua dimensi
GUGUS IKUTAN Seperti diketahui bahwa suatu rantai polimer terdiri atas rantai utama dan cabang. Cabang pada polimer tersebut disebut dengan gugus ikutan (pendant group). Besar kecilnya gugus ikutan memberi pengaruh pada sifat fisis polimer. Sebagai contoh adalah perbandingan antara polivinil asetat (PVAc) dan polivinil alkohol (PVA).
PVAc PVA Gugus ikutan pada PVA lebih kecil dibanding gugus ikutan pada PVAc, dalam kenyataan PVA lebih mudah mengkristal dibanding PVAc. Contoh lain polimer dengan gugus ikutan adalah pada polistirine. polistirine
polistirine dengan gugus ikutan
Dalam kenyataan rantai polimer yang terbentuk tidak lah lurus seperti gambar diatas namun zig-zag, dan tiga dimensi. Pada gambar dibawah ikatan berupa garis tebal menonjol keatas, sedangkan yang bergaris tipis masuk ke dalam. Gugus ikutan dalam polistririne tiga dimensi
PELELEHAN DAN TRANSISI KACA Seperti diketahui bahwa suatu polimer pada umumnya bestruktur semikristalin yang berarti didalamnya terdapat dua struktur sekaligus yaitu kristalin dan amorf. Didalam proses produksi, resin polimer dipanaskan untuk kemudian dicetak sengan bentuk sesuai yang dikehendaki. Pada saat polimer dipnasakan kedua struktur yaitu kristalin dan amorf secara bersamaan mengalami proses pemanasan tersebut. Pada umumnya atau secara awam dikatakan bahwa pada saat itu hanya terjadi proses pelelehan. Namun sebenarnya istilah pelelehan
hanya teruju pada struktur kristalin. Sedang untuk struktur amorf menggunakan istilah transisi kaca (galss transition). Pada proses pelelehan struktur padatan kristalin akan meleleh, sedang pada transisi kaca struktur amorf dari bentuk serupa kaca (glass) akan berubah menjadi bentuk serupa karet atau pengaretan (rubbery). Grafik perubahan struktur akibat pemanasan
Dengan demikian istilah untuk suhu pemanasanpun berbeda. Untuk struktur ktristalin digunakan istilah titik pelelehan (melting point) dengan simbol Tm. Sedangkan bagi struktur amorf dipakai istilah suhu transisi kaca (glass transition temperature) dengan simbol Tg. Berikut contoh suhu transisi kaca untuk beberapa produk. POLIMER Polieteilen (LDPE) Polipropilen (ataktik) Polipropilen (isotaktik) Polivinil asetat (PVAc) Polietilentereftalat (PET) Polivinil alkohol (PVA) Polivinil chlorida (PVC) Polistirine Polimetilmetakrilat (ataktik)
Tg, oC -125 -20 100 28 69 85 81 100 105
Sumber: James A. Jacobs & Thomas F. Kilduff's
Terlihat bahwa variasi suhu transisi kaca (Tg) untuk bermacam produk sngat variatif meskipun untuk polimer sejenispun. Berikut beberapa hal yang mempengaruhi suhu transisi kaca. •
kekakuan gugus . Pada PET (polietilentereftalat) terdapat bangun bulk pada rantainya , ini akan menaikkan Tg. Polietilen adipat
Polietilentereftalat
•
Tg= -70oC
Tg= 69 oC
Gaya intermolekuler. Adanya gaya dwikutub (dipole) pada ikatan C-Cl menjadikan PVC mempunyai gaya intermolekuler lebih tinggi dibanding polipropilen. Polipropilen (ataktik) Polivinilkhlorida (ataktik)
•
Tg= - 20 oC Tg= - 20 oC
Pengaruh gugus ikutan bulk. Adaya gugus ikutan berbentuk bulk (bulky pendant group) kebebasan pergerakan , ini menyebabkan kenaikan Tg. Polipropilen (ataktik)
Tg= - 20 oC
membatasi
Polistirine ataktik
•
Tg= 100 oC
Pengaruh gugus ikutan fleksibel. Adanya gugus alifatik pada polibutilmetakrilat memberi ruang bagi rotasi, ini akan menurunkan Tg.
Polimetilmetakrilat
Polimetilmetakrilat
Tg= 105 oC
Tg= 105 oC
•
Crosslinking. Polimer berarsitektur crosslinking mempunyai Tg yang lebih tinggi oleh kerena terbatasnya pergerakan. Karena merupakan hal yang khusus dan sebagai bagian dari sub-bab morfologi, maka pembahasan crosslinking menempati bagian tersendiri.
•
Plastisizer. Plastisizer adalah bahan yang dapat menurunkan Tg. Dengannya suatu plastik menjadi lebih fleksibel sehingga mudah dibentuk, karena melemahkan gaya intermolekular.
CROSSLINKING Seperti telah disinggung sekilas pada bab pendahuluan bahwa dilihat dari segi arsitektur rantai ikatan, terdapat polimer dengan bentuk rantai lurus, rantai cabang dan crosslingking dengan bentuk sebagai berikut. Rantai lurus (linier)
Rantai cabang Crosslinking
Beda antara crosslinking dan rantai cabang adalah bahwa pada crosslinking terdapat semacam bentuk lingkaran tertutup (close loop). Secara tiga dimensi crosslinking mempunyai bentuk sebagai berikut.
Pengetahuan polimer crosslinking sebenarnya sama tuanya dengan penemuan polimer itu sendiri. Contoh polimer crosslinking generasi pertama yang banyak dikenal ialah karet alam . Adalah Charles Goodyer yang merintis vulkanisasi keret alam menggunakan belerang (sulfur). Crosslinking poliisoprene
Polisioprene juga dapat dibentuk dari isoprene menggunakan katalisator ziegler natta.
katalisator ziegler natta
Disamping itu ada sejumlah polimer crosslinking lain seperti poliuretan, poliester, , epoksi resin dan lain sebagainya. Berikut contoh kopolimerisasi crosslinking antara vinil ester dengan stirine. kopolimerisasi vinil ester dengan stirine membentuk crosslingking
panas = stirine
= polistirine linier
= vinil ester
= titik cabang = radikal
Apa manfaat crosslingking ? Berikut beberapa keuntungan polimerisasi crosslinking: menaikkan kekuatan (tensile strength), lebih liat (tahan terhadap retakan), polimer menjadi lebih tahan panas dan juga lebih pengaruh cairan kimia. Dengan demikian terlihat bahwa polimer crosslinking cenderung bersigat sebagai polimer termosetting. Polimer termosetting hasil crosslingking ini cukup sulit untuk didadur ulang, oleh karenanya dikemudian hari dikembangkan jenis polimer crosslingking yang bisa didaur ulang atau reversible crosslink. Yang termasuk dalam reversible crosslink adalah jenis elastomer termoplastik seperti karet SBS (stirine-butadien-stirine) atau SBS rubber.
blok polistririne
blok polistirine
blok butadien Bentuk SBS rubber diatas lazim disebut dengan blok kopolimer. Kopolimer adalah polimer yang terdiri atas lebih dari satu jenis monomer dengan kata lain tersusun dari dua atau lebih komonomer. Dengan demikian blok kopolimer adalah kopolimer dimana komonomer terangkai secara terpisah (mungkin lebih tepat tersendiri) dengan rantai utama polimer. Rangkain tersendiri tersebut dinamakan blok. Barangkali struktur berikut. dapat memperjelas pemaahaman blok kopolimer.
SBS rubber
Terlihat bahwa setiap setiap blok polibuatdiene diapit oleh blok polistirine. Selanjutnya blok kopolimer khusunya untuk polistirine cenderung membuat
kumpulan yang lebih besar (cluster) yang bersama dengan blok polibuatdiene membentuk crosslingking.
SBS rubber
blok polibutadiene
cluster blok polistririne
Manakala SBS rubber dipanaskan maka cluster polistririne akan pecah (terputus) sehingga seolah bersifat sebagai polimer termoplastik dan bisa di daur ulang. Keseluruhan pembahasan mekanisme crosslingking diatas adalh berdasrakan pada reaksi kimia. Perlu diketahui bahwa selain dengan proses kimia, polimer crosslingking dapat juga direkayasa melalui radiasi. Prinsip pembentukan polimer crosslingking dengan radiasi dapt dijelaskan dengan mekanisme seperti pada ilsutrasi dibawah. Mekanisme iradiasi
Ikatan crosslingking hasil radiasi
Sebagai contoh pada polietilen rantai lurus yang kemudian dikenai radiasi maka atom H akan terlempar dari ikatan dan bersama atom H dari rantai lain membentuk gas H2. Hal ini kemudian memicu terbentuknya ikatan crosslingking pada sisi yang ditinggalkan atom H tersebut. Proses iradiasi ini mempunyai keuntungan yaitu meniadakan proses operasi dengan tekanan serta suhu yang relatif tinggi seperti pada polimerisasi crosslingking berbasis reaksi kimia. Namun demikian dalam aplikasi di industri, metode radiasi masih kalah jauh dengan metoda reaksi kimia , hal ini terutama disebabkan masalah finansial.
BAB IV KARAKTERISASI PRODUK POLIMER PENGUKURAN BERAT MOLEKUL •
Analisis gugus ujung Analisis cara ini terbilang cukup sederhana dimana salah satunya adalah dengan cara titrasi. Sebagaimana diketahui bahwa suatu polimer terdiri atas rantai utama sebagai tulang punggung (backbone) yang pada bagian ujungnya seringkali mempunyai gugus yang berbeda. Sebagai contoh suatu rantai polimer mempunyai gugus ujung gugus karboksilat (–COOH) seperti tergambar dibawah.
COOH
HOOC
Gugus ujung tersebut dapat diketahui konsentrasinya antara lain dengan cara titrasi. Dengan mengetahui konsentrasinya, maka jumlah molekul pada gugus ujung tersebut dapat diketahui.Dengan demikian maka jumlah molekul polimer keseluruhan dapat diketahui. Berat molekul polimer diperoleh dengan cara membagi massa total polimer dengan jumlah molekul. Σ Nx Mx Mn = Σ Nx
Untuk polimer dengan gugus ujung yang sama, berat molekul polimer terhitung perlu dibagi dua. Pada kenyataannya pengukuran berat molekul dengan cara ini sudah jarang dipraktekan oleh karena mengandung beberapa kelemahan. Pertama jenis polimer yang diukur hanya memungkinkan bagi polimer dengan rantai lurus (linier).
Selain daripada itu, pengukuran konsentrasi gugus ujung berpotensi menimbulkan kesalahan cukup besar terutama bila dihadapkan pada polimer dengan struktur molekul yang besar. Semakin besar rantai utama suatu polimer berarti konsentrasi gugus ujung semakin kecil. Pengukuran konsentrasi suatu senyawa (dalam hal ini gugus ujung) yang kecil akan menaikkan probilitas kesalahan. Oleh karenanya pengukuran berat molekul dengan cara analisis gugus ujung ini hanya valid bagi polimer dengan berat molekul relatif kecil (dibawah 5.000).
•
Kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Pemahaman dasar mengenai keniakn titik didih dapat terlihat pada grafik dibawah.
Gambar efek kenaikan titik didih
Sebagai parameter adalah tekanan uap pelarut murni dan tekanan uap larutan. Yang disebut larutan adalah campuran suatu komponen dengan pelarut murni. Fenomena terlarutnya komponen dalam suatu pelarut memberi efek pada kenaikan titik didih larutan sebesar ∆T pada tekanan 1 atm. Sedangkan kenaikan titik didih mempunyai korelasi dengan konsentrasi molar komponen terlarut .
∆T = mK
(4.1)
Dalam hal ini m adalah molalitas komponen yaitu sama dengan jumlah mol komponen tiap 1000 gram pelarut, dan K adalah koefisien kenaikan titik didih. Selanjutnya diskenariokan terdapat suatu larutan bahan polimer dengan berat molekul M dan konsentrasi larutan tersebut adalah c g/cc, maka
1000 c m=
(4.2) ρM
dimana ρ adalah densitas pelarut dalam g/cc. Dengan melakukan substitusi dari kedua persamaan diatas diperoleh 1000 c K M=
(4.3) ρ ∆T
Pada bersamaan (4.3) terlihat adanya korelasi antara berat molekul (M) dengan kenaikan titik didih (∆T). Besaran lain yaitu c, K dan ρ dapat dicari pada tabel. Analisis yang mirip terjadi pada penurunan titik beku pada suatu larutan, hingga diperoleh
c RTf 2 M=
(4.4) ρ lf ∆T
dimana R adalah adalh konstanta gas, Tf adalah titik beku pelarut, lf adalah panas laten fusi.
•
Tekanan Osmosis Adanya tekanan osmosis digambarkan dengan proses perpindahan suatu molekul cairan pelarut melewati membran semipermeable. Skema tekanan osmosis
Dalam gambar diatas yang disebut larutan terdiri atas polimer terlarut dan pelarut (solven) yang berada pada kolom tersendiri. Di kolom lain terdapat cairan yaitu pelarut saja (murni). Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh suatu membran semipermeable. Adanya perbedaan konsentrasi cairan pada masing-masing kolom menyebabkan terdapatnya beda potensial kimia. Dalam keadaan kesetimbangan, adanya beda potensial diimbangi oleh adanya tekanan pada membran. Pori-pori membran memungkinkan untuk dilewati oleh molekul-molekul pelarut, tetapi akan menahan molekul polimer. Dengan pergerakan molekul pelarut murni ke kolom lain, menjadikan adanya perbedaan cairan antar kedua kolom yg direfleksikan oleh besaran tekanan osomosis sebesar π = ρgh dimana ρ adalah densitas larutan, g adalah percepatan gravitasi bumi dan h selisih tinggi cairan antar kolom. Hubungan antara beda potensial kimia ∆µ1 dengan tekanan osmosis Π dinyatakan dalam persamaan dibawah. V1 adalah volume molar pelarut dan adalah a1 aktifitas. ∆µ1 = RT ln a1= - ΠV1 .............................................. (4.5) Persamaan Flory-Huggins tentang thermodinamika larutan polimer adalah:
ln a1 = ln (1 - φ2) + φ2 + χ12φ2 2
.................................(4.6)
Substitusi pesamaan (4.6) ke pesamaan (4.5) hasilnya sebagai berikut. RT Π= [ ln (1- φ2 ) + φ2 + χ12φ2 2 ] ...............................(4.7) V1 Selain dari pada itu fraksi volume φ2 dapat dinyatakan sebagai fungsi konsentrasi c yaitu φ2 = cv, dimana v adalah volume spesifik polimer. Kemudian dengan metode perluasan (ekspansi) deret Taylor diperoleh . Π = c .
Mv2
RT
1 - χ 12
1+ M
V1
2
1
Mv2
3
V1
c +
c2 + .....
..............(4.8)
Selanjutnya persamaan dikembangkan menjadi
Π = RTc
1 + A2c +A3C2 + ...
................................... (4.9)
Mn
dimana besaran A2 dan A3 adalah dan Mn adalah berat molekul rata-rata jumlah. v2
1
V1
2
1
v3
3
V1
A2 =
- χ12
A3 =
•
Hamburan cahaya Pengukuran berat molekul melalui metode hamburan cahaya didasarkan pada perbedaan indeks refraksi antara pelarut dengan polimer terlarut. Justru dengan adanya indeks refraksi yang tidak homogen tersebut, maka hamburan cahaya dapat terjadi. Polarisasi partikel kecil dalam larutan dinyatakan dengan
n0 cV
αp =
dn0 .............................................................(4.10) dc
2πnL
dimana V adalah volume larutan, R sebagai bilangan avogadro, c adalah konsentrasi larutan, n0 adalah indeks refraksi larutan, dn0 / dc sebagai konsentrasi persatuan indeks refraksi. Model intensitas hamburan cahaya untuk partikel kecil
Manakala c disubsitusikan sebagai nM/V maka persamaan menjadi
αp =
n0 M
dn0 ........................................... (4.11)
2πL
dc
Selanjutnya manakala n/V digantikan c/M dan dimasukkan dalam persamaan untuk intensitas hamburan cahaya maka diperoleh i0θ
2π2 =
I0
rλ
2 4
n02 L
dn0
2
M c (1 + cos2θ )
................................(4.12)
dc
Dimana I0 adalah intensitas cahaya yang datang, sedangkan i0θ merupakan intensitas hamburan cahaya dengan sudut θ derajat dan r sebagai jarak observasi. Dalam praktek besaran I0 dan θ adalah konstant, sehingga dapat diwakili oleh Rayleigh ratio R0θ. r2 i0θ
R0θ =
......................................................... (4.13) I0
Selain dari pada itu Rayleigh ratio dapat ditulis dalam bentuk seperti persamaan dibawah. R0θ = K Mc
.........................................................(4.14)
Besaran K merupakan konstanta sebagai fungsi dari konsentarsi larutan dan berat molekul senyawa terlarut. 2π2n02 K =
dn0
λ L 4
2
(1 + cos2θ )
.......................................(4.15)
dc
Untuk larutan polimer polidispers Rayleigh ratio dapat dinyatakan sebagai berikut. R0θ = K Σ cx Mx Bila dilakukan penyusunan sebagaimana persamaan dibawah maka diperoleh hubungan dengan berat molekul rata-rata berat Mw.
Kc = R0θ
Σ cx Σ cx Mx
=
Σ Nx Mx
Σ Nx Mx2
1 =
..........................(4.16) Mw
Persamaan diatas khusus berlaku bagi hamburan cahaya bagi larutan ideal dan partikel kecil. Korelasi berat molekul dengan hamburan cahaya bagi partikel besar dan larutan non-ideal dapat ditemukan pada pustaka lain.
•
Viskometer Pengukuran berat molekul polimer dengan viskometer dilakukan pertama-tama dengan melarutkan polimer dalam suatu pelarut. Selanjutnya larutan tersebut dimasukkan kedalam suatu viskometer dengan prinsip seperti terlukis dibawah.
a
b
Larutan polimer didalam viskometer dengan ketinggian pada level a kemudian dikucurkan ke bawah hingga mencapai level b. Catat konsumsi waktunya (disebut efflux time). Logikanya semakin kental larutan polimer semakin memerlukan waktu lebih lama, demikian sebaliknya. Selanjutnya lakukan hal yang sama dimana cairan yang diukur adalah pelarut murni. Perbandingan efflux time antara larutan dengan dengan pelarut murni disebut viskositas realtif (relative viscosity).
t =
ηr
......................................................(4.17) t0
Notasi t adalah efflux time larutan, t0 sebagai efflux time pelarut, ηr adalah viskositas realtif. Selanjutnya akan diperoleh viskositas spesifik atau specific viscosity (ηsp )yaitu dengan membagi selisih antara efflux time larutan, dengan efflux time pelarut yang kemudian dibagi dengan efflux time pelarut. t - t0 = ...................................................(4.18)
ηsp
t0 Manakala vikositas spesifik dibagi dengan konsentrasi larutan (c) maka diperoleh reduced viscosity (ηred ). ηsp =
ηred
...................................................(4.19) c Bila kemudian dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dengan reduced viscosity, maka akan diperoleh suatu garis lurus sebagaimana terlukis dibawah.
ηred
k’ [η]2 [η]
konsentrasi Atau bila dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut. ηred = [η] + kH [η]2
...................................................
(4.20) Dalam persamaan garis lurus, kH[η]2 merupakan slope dengan kH sebagi koefisien Huggins dan [η] adalah intrinsic viscosity . Korelasi antara intrinsic viscosity dengan berat molekul rata-rata vikositas (viscosity average molecular weight), Mv adalah: [η] ...........................................................(4.21)
=
K’
Mv
dimana K’ adalah konstanta Mark-Houwink. •
Gel Permeation Chromatography Pengukuran berat molekul polimer dengan metode gel permeation chromatography ( disebut pula size exclusion chromatography ) memberi hasil dalam bentuk distribusi berat molekul. Seperti diketahui bahwa polimer mempunyai berat molekul yang tidak tunggal melainkan bervariasi sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk kurva distribusi. Secara prinsip metode gel permeation chromatography adalah melewatkan larutan polimer (polimer dilarutkan dalam tetrahidrofuran) melalui suatu kolom berisi butiran atau beads yang mempunyai pori-pori dengan diameter yang bervariasi. Larutan polimer yang mengandung berbagai ukuran molekul sehingga memungkinkan waktu tinggal tiap-tiap molekul dalam kolom menjadi berlainan. Hal ini bisa difahami mengingat molekul-molekul tersebut ada menembus pori-pori beads , ada pula yang tidak. Molekul yang ukurannya lebih besar dari diameter pori-pori terbesar akan turun tanpa membus pori-pori melainkan melewati selasela bead (terlihat sebagai garis yang melengkung dari atas kebawah pada gambar). Dengan demikian molekul-molekul besar yang saat turun tidak melewati pori-pori beads cenderung lebih cepat mencapai bawah. Beads pada umumnya terbuat dari polistirine crosslingking. Skema kolom gel permeation chromatography
konsentrasi
waktu
Selanjutnya dapat diperoleh data hubungan konsentrasi larutan polimer dengan waktu yang kemudian diplotkan dalam grafik sebagai berikut.
Bila dilakukan konversi dengan menggunakan kurva kalibrasi maka diperoleh grafik hubungan antara ditribusi berat molekul dengan konsentrasi.
konsentrasi
berat molekul
•
MALDI MALDI merupakan singkatan dari matrix-assisted laser desorption/ionization. Semua kata penyusun tersebut merupakan komponen dan peristiwa yang terintegrasi sedemikian sehingga suatu polimer dapat diukur distribusi berat molekulnya. Berikut sketsa yang menjelaskan prinsip kerja piranti MALDI. Gambar piranti MALDI
Sumber: A.Creel Sampel yang dipakai adalah bahan polimer yang akan diukur berat molekulnya. Polimer tersebut terlebih dahulu dilarutkan dalam solven tertentu. Selanjutnya masih perlu dibubuhi dengan senyawa tertentu seperti asam dihidrobenzoat yang berfungsi meningkatkan serapan sinar ultraviolet (laser UV). Dengan kejadian ini berarti polimer terdistribusi dalam suatu matriks senyawa. Adanya pancaran sinar UV dan terdapatnya kondisi vakum, menjadikan sampel polimer mengalami penguapan. Dengan adanya matriks senyawa diatas menyebabkan partikel polimer mengandung muatan. Pada sketsa diatas diasumsikan muatan partikel gas polimer adalah postif. Dengan demikian partikel polimer akan menuju lempeng anoda. Partikel gas polimer tersebut akan melewati lobang lempeng anoda terus menuju detektor dan dicatat waktunya. Seperti diketahui bahwa kandungan molekul suatu polimer adalah tidak tungga melainkan jamak dan bervariasi. Semakin besar molekul berarti semakin besa. Semakin besar massa molekul memerlukan waktu lebih lama dalam percepatan menuju detektor. Oleh karenanya pengukuran berat molekul polimer dengan piranti MALDI mempunyai distribusi sebagaimana gambar dibawah.
Gambar distribusi berat molekul polimer
TENSILE STRENGTH Suatu bahan polimer diantaranya memerlukan sifat mekanis tertentu seperti peregangan. Tensile strength merefleksikan besarnya tekanan yang mengakibatkan sampel polimer patah. Semakin tinggi nilai tensile strength berarti bahan polimer semakin besar kemampuan peregangannya , sebagai contoh adalah fiberglass. Satuan tensil strength adalah psi atau dapat juga kg/cm2. sketsa tensil strength tekanan sampel patah tensile strength
tarikan
ELONGATION Elongation menggambarkan seberapa pemanjangan bila bahan polimer ditarik hingga putus (patah). Dengan demikian semakin tinggi nilai elongation berarti polimer tersebut semakin lentur, sebagai contoh karet. Besaran elongation dinyatakan dalam %. sketsa elongation
tekanan sampel patah
tarikan elongation
BAB V TEKNIK POLIMERISASI Seperti diketahui bahwa variasi produk polimer sangatlah banyak mulai dari karet sintetis, nilon, gabus putih sampai berjenis-jenis plastik. Keberagaman produk tersebut erat kaitannya dengan sifat-sifat fisika dan kimia produk polimer itu sendiri dan bahan baku termasuk monomer. Oleh karenanya teknologi atau proses pembuatan polimer juga mempunyai berbagai teknik. Cara atau metoda teknik polimerisasi yang dikenal adalah: polimerisasi bulk,
polimerisasi solution, polimerisasi antar fasa.
polimerisasi
suspensi,
polimerisasi
emulsi
dan
POLIMERISASI BULK Polimerisasi bulk merupakan teknik polimerisasi yang paling sederhana dimana tidak digunakan media pelarut (solven), jadi hanya monomer dan katalisator. Keuntungan cara ini adalah bahwa yield nya tinggi dan dari segi finansial cukup menguntungkan kerena tidak memerlukan tambahan peralatan pemisah. Pada umumnya teknik ini diaplikasikan pada polimerisasi radikal bebas, hanya beberapa dipakai untuk reaksi chain-growth. Namun begitu polimerisasi bulk bukannya tanpa kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah resiko terjadinya reaksi tak terkendali (runaway reaction).Fenomena ini dapat terjadi manakala panas reaksi yang timbul (reaksi eksotermis) memberi efek lanjut pada kecepatan reaksi sehingga polimerisasi tidak dapat dikontrol lagi. Hal yang sama yaitu efek gel atau trommsdorf effect timbul karena autoacceleration akibat tidak terkontrolnya viskositas polimer. Oleh karenaya polimerisasi bulk pada umumnya hanya dipakai pada skala kecil untuk meminimalkan terjadinya runaway reaction. Polimerisasi bulk = monomer + katalisator Beberapa produk poliemer seperti polistirine, polimetilmetakrilat dapat dibuat dengan teknik polimerisasi bulk.
POLIMERISASI SOLUTION Pada polimerisasi solution digunakan media pelarut (solven) untuk mengontrol panas reaksi eksotermis. Solven bisa dalam bentuk pelarut organik maupun air. Dengan adanya pengendalian terhadap panas reaksi maka efek gel dan runaway reaction dapat diminimalisir. Dalam hal adanya proses pelarutan, terdapat dua kemungkinan yaitu: • •
monomer dan polimer yang terbentuk terlarut dalam solven. Sebagai contoh polistririne dalam toluena. Monomer terlarut dalam solven sedangkan produk polimer tidak. Contohnya akrilonitril dalam khloroform.
Adanya solven sebagai senyawa pelarut menjadikan perlunya proses pemisahan anatar polimer dengan solven paska polimerisasi. Ini tentu saja merupakan biaya tambahan. Polimerisasi solution= monomer + katalisator + solven Reaksi polimerisasi radikal bebas dan polimerisasi ionik banyak menggunakan teknik ini. Beberapa produk hasil polimerisasi solution diantaranya adalah poliakrilamida, polibutadiane, polivinilkhlorida, polistririne dan polimetilmetakrilat. Termodinamika polimerisasi solution , oleh Flory-Huggins dianalogikan dengan suatu kisi-kisi seperti tergambar dibawah.
Model kisi-kisi dengan molekul terpencar
Sumber: USM
Lingkaran dalam sel yang berwarna abu-abu digambarkan sebagai molekul pelarut (solven), sedangkan lingkaran hitam mewakili molekul polimer terlarut. Pada saat terdapat keadaan pelarutan polimer dengan jumlah molekul yang sedikit (berat molekul rendah), maka molekul polimer terdistribusi secara terpencar seperti gambar diatas. Namun manakala terbentuk rantai polimer tunggal (juga masih dengan berat molekul rendah) maka model pencampuran menjadi seperti terlukis dibawah.
Model kisi-kisi untuk rantai polimer tunggal
Sumber: USM Persamaan termodinamika yang dipakai adalah: ∆Gmix = ∆Hmix - T∆Smix ................................... (5.1) ∆Gmix adalah energi bebas campuran , ∆Hmix entalpi campuran, T suhu absolut dan ∆Smix entropi campuran. Entropi dicari melalui pendekatan persamaan Boltzmann dimana k adalah konstanta Boltzmann (1,38 X 10-23 J K-1). ∆Smix = k ln Ω ................................................... (5.2) Sedangkan Ω merupakan jumlah kemungkinan cara penyusunan antara molekul solven n1 dan molekul polimer n2 dan N = n1 + n2 . N! Ω=
......................................... (5.3) n1 ! n2 !
Dengan pendekatan Stirling diperoleh ln n ! = n ln n – n
............................................. (5.4)
Bila dioleh dan disubstitusikan ke persamaan (5.2) diperoleh
∆Smix =- k (n1 ln x1 + n2 ln x2)
............................ (5.5)
Persamaan (5.5) identik dengan persamaan ∆Smix =- R (n1 ln x1 + n2 ln x2) ............................... (5.6) dimana R merupakan konstanta gas ideal dan x1 merupakan frkasi mol solven yang besarnya adalah
x1 =
n1
......................................... (5.7)
n1 + n2
Persamaan diatas diperuntukkan bagi polimer dengan berat molekul rendah. Sedangkan untuk polimer dengan berat molekul tinggi , model kisi-kisi dibagi dengan rantai polimer menjadi sejumlah r segmen , dimana r adalah rasio volume polimer dengan volume solven. Untuk molekul polimer sejumlah n2 maka jumlah total kisi-kisi adalah N = n1 + r n2 . Selanjutnya Florry dan Huggins merumuskan entropi pencampuran menjadi ∆Smix = - k (n1 ln φ1 + n2 ln φ2) ........................................ (5.8) dimana φ1 adalah fraksi volume solven dan φ2 fraksi volume polimer yang direfleksikan sebagai n1
φ1 = n1 + r n2
.............................................. (5.9a)
r n2
φ2 = n1 + r n2
............................................... (5.9b)
Setelah nilai entropi pencampuran ∆Smix diperoleh, maka dilanjutkan dengan mencari nilai entalpi pencampuran ∆Hmix yang dinyatakan dengan ∆Hmix = z n1 r1φ 2 ∆ω12 .................................... (5.10)
dimana z adalah jumlah sel yang merupakan tetangga terdekat, r1 merupakan jumlah “segmen” molekul solven, ∆ω12 beda energi internal yang dinyatakan dalam ∆ω12 = ω12 – ½ (ω11 + ω22 ) ........................... (5.11) dimana ω11 adalah energi kontak antar molekul solven dan ω12 energi kontak antar molekul polimer. Selanjutnya dinyatakan perlunya parameter interaksi sebagai parameter energi tunggal.
χ
χ
12
z r1 ∆ω12 12
=
..................................... (5.12) kT
Manakala persamaan (5.12) disubstitusikan ke persamaan (5.10) untuk ∆ω12 hingga diperoleh ∆Hmix = kT χ12 n1φ 2 ........................................ (5.13)
Selanjutnya dengan memasukkan persamaan (5.13) dan (5.8) ke persamaan (5.1) akan diperoleh energi bebas pencampuran sebagai beikut. ∆Gmix = kT ( n1 lnφ1 + n2 lnφ2 + χ12 n1φ 2 ) ........................... (5.13) Dalam perkembangannya diketahui bahwa model Flory-Huggins ini mengandung beberapa kelemahan seperti model ini hanya cocok untuk larutan yang menfandung densitas yang seragam. Kemudian tidak dimasukkannya parameter perubahan konsentrasi pencampuran juga merupaka kelemahan lain. Modifikasi teori Flory-Huggins dituangkan dalam persamaan ∆Gmix = RT (φ1 lnφ1 + φ2 lnφ2 + g φ 1φ 2 ) ...................................... (5.14) dimana g merupakan energi interaksi dimana terdapat ketergantungan konzentrasi pencampuran yang dinyatakan sebagai g = g0 + g1 φ2 + g1 φ22 +
....
dengan variasi gk (k= 1, 2, 3,... ) sebagi fungsi suhu.
......................... (5.15)
gk,1 gk = gk,1 +
................................................. (5.16) T
Sketsa proses pelarutan polimer
a).Polimer saat awal bercampur dengan solven ikatan
b). Terjadi pembengkaan
c). Molekul polimer terdispers dalam solven
Sumber: USM
POLIMERISASI SUSPENSI Pada polimerisasi suspensi (dan juga polimerisasi emulsi) media pelarut yang digunakan adalah air. Dengan demikian akan terbentuk tetesan (droplets) monomer yang terdispers dalam air yang berfungsi sebagai media pertukaran panas (heat transfer medium). Dalam hal ini monomer tidak larut dalam air, meski dapat juga sedikit terlarut. Dalam praktek adanya kemungkinan bergabungnya butiran membentuk sticky droplets dapat dihindar dengan agitasi yang cukup dan konstan selain juga dengan menambah polivinil alkhohol sebagai protective colloid. Kadangkala senyawa pembentuk rantai (chain trnasfer agent) juga ditambahkan khususnya untuk polimerisasi radikal bebas. Keuntungan teknik ini adalah mudahnya pengendalian panas dan pemisahan air yang relatif lebih mudah dibanding pelarut organik. Polimerisasi suspensi= monomer + katalisator + air Polimerisasi suspensi sering juga disebut sebagai bead polimerization atau pearl polimerization. Beberapa produk yang di buat dengan teknik polimerisasi suspensi antara lain adalah polistririne-akrilonitril dan polivinilkhlorida.
POLIMERISASI EMULSI Polimerisasi emulsi mirip dengan polimerisasi emulsi dalam hal penggunaan air sebagai media pelarut.Jadi pada polimerisasi emulsi selain air , monomer dan katalisator, juga perlu adanya emulsifier. Senyawa pengemulsi ini adalah dari jenis surfaktan. Surfaktan pada tiap ujumgnya mempunyai perbedaan dalam solubilitas atau kelarutan dalam air. Bagian “kepala” atau polar bersifat cinta air (hidrofilia) sedangkan bagian “ekor” atau non-polar bersifat benci air (hidrofobia). Surfaktan tersebut didalam air dengan konsentrasi tertentu yaitu critical micelle concentration (CMC) membentuk micelle. Jenis katalisator yang digunakan dalam polimerisasi emulsi ialah yang dapat larut dalam air. Monomer yang diumpankan kemudian membentuk droplets. Molekul-molekul monomer dari droplets kemudian mendifusi menuju ruangan didalam micelle yang selanjutnya dengan bantuan katalisator membentuk polimer. Hasil polimerisasi suspensi biasa disebut dengan latex yaitu bahan dasar untuk cat, lem, tinta, pelapis (coating) kertas dsb.
Ilustrasi surfaktan jenis sodium lauril sulfat
bagaian non-polar bagian polar
Bentuk micelle
Molekul monomer membentuk rantai polimer didalam micelle
TEKNIK POLIMERISASI LAIN • Polimerisasi Fasa Gas Polimerisasi ini berlangsung pada fasa gas dengan suhu dan tekanan operasi relatif tinggi. Produk polimer yang menggunakan proses ini adalah HDPE (high density poly ethylene). Katalisator yang dipakai adalah jenis padat seperti khromium dan katalisator campuran logam (sehingga ada yang menyebutnya dengan polimerisasi mettalocene) . Pembahasan lebih jauh mengenai proses pembuatan polietilen terdapat pada bab tersendiri. •
Polimerisasi Plasma Pada polimerisasi jenis ini, suatu subsrat polimer crosslingking sebagai lapisan plasma yang digunakan sebagai medium polimerisasi. Monomer dalam bentuk gas bersama-sama dengan atom pembentuk rantai seperti atom karbon, silisium atau sulfur. Hasil polimerisasi plasma adalah polimer berstruktur crosslinking khusus yaiutu mempunyai bentuk tidak beraturan Polimer crosslingking konvensional
Polimer crosslingking plasma
Aplikasai polimer plasma antara lain pada pelapisan anti karat, pelapisan anti debu dan sebagainya. •
Polimerisasi Pulsa Laser Polimerisasi pulsa laser atau pulsed laser polymerization (PLP) yang khusus meliputi polimerisasi radikal bebas telah dikembangkan mulai tahun 80an. Secara prinsip adalah bahwa setiap pulsa laser akan memburu monomer bersama dengan katalisator (photo-inisiator) untuk membentuk radikal bebas yang dilanjutkan dengan pertumbuhan rantai atau growing chain. Proses terminasi terjadi manakala growing chain bertemu dengan radikal bebas lain sehingga tidak polimer tanpa lone pair elektron.
BAB VI
POLIMER TERMOPLASTIK-TERMOSETING-SERAT Produk polimer yang beredar di masyarakat sangatlah beragam sesuai dengan kebutuhan yang beragam pula. Mulai dari lembaran plastik tipis dan lunak sampai dengan rompi anti peluru adalah salah satu contoh ekstrim produk polimer. Belum lagi barang kebutuhan sehari-hari seperti ember, bak mandi plastik, kipas angin, casing komputer, ponsel dan lain sebaginya, tidak lain juga merupakan barang-barang berbahan dasar polimer. Penjelasan pada bab ini akan menitikberatkan pada jenis-jenis bahan polimer yang banyak dipakai untuk kebutuhan umum.
Secara garis besar prenggolongan produk polimer bisa jadi cukup membingungkan oleh karena begitu banyak produk yang mungkin dapat dikategorikan pada lebih dari satu golongan. Namun demikian untuk memudahkan pemahaman, penggolongan produk polimer dapat dibagi menjadi: polimer termoplastik, polimer termoseting, fiber , elastomer, polimer rekayasa dan polimer khusus. Yang termasuk dalam polimer termoplastik antara lain adalah adalah: polietilen, polipropilen. polistirine, polikarbonat, pilivinilkhlorida, polivinil asesat, dan polimetilmetakrilat. Golongan polimer termoseting adalah epoksi resin , poliimid, polidisiklopentadien dan fenolformaldehid. Sedangkan yang termasuk serat (fiber) adalah: nilon dan poliester , aramid, poliakrilonitril, selulosa, poliuretan. Polimer karet atau elastomer meliputi: polibutadien, poliisopren, polikhloroprene, SBS (styrene-butadienerubber). Contoh polimer reakayasa antara lain ABS (kopolimer akrilonitrilbutadien-stirine), SAN (stirine-akrilonitril). Sedang istilah polimer khusus adalah untuk menggambarkan jenis polimer yang aplikasinya sangat khusus dan terbatas seperti: polimer cair-kristal, polimer ionik, polimer inorganik, polimer konduktif, dan lain sebaginya. A.POLIMER TERMOSETING Untuk polimer termoplastik, pada dasarnya masih dapat dibagi menjadi sub-golongan yaitu polyolefin dan polimer vinil. Poliolefin terdiri atas polietilen dan polipropilen. Contoh polimer vinil adalah polistririne, polivinil khlorida, polimetilmmetakrilat, polivinil astetat, polivinil pirolidinon. POLIOLEFIN Selain polietilen dan polipropilen yang termasuk dalam golongan poliolefin adalah polyisobutene, poly but-1-ene, poly 4-methyl-pent-1-ene. Namun penmabahasan dibawah hanya menyangkut dua yang pertama ialah polietilen dan polipropilen.
POLIETILEN Polietilen (PE) merupakan produk polimer plastik yang paling banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari mulai dari plastik tipis (film) yang lunak hingga rompi anti peluru. Pada dasarnya struktur molekul polietilen adalah sederhana yaitu gandengan atom karbon yang membentuk rantai panjang dimana masing-masing atom karbon mengandung dua ikatan dengan atom hidrogen. Struktur polietilen
Polietilen sendiri masih terbagi atas beberapa jenis seperti high density polyethylene (HDPE), medium density polyethylene (MDPE), low density polyethylene (LDPE), linear low density polyethylene (LLDPE), very low density polyethylene (VLDPE) dan ultra-high molecular weight polyethylene (UHMWPE). Dari sekian jenis polietilen, LDPE dan HDPE yang paling banyak dibuat atau dikonsumsi orang. HDPE yang nota bene densitasnya tinggi adalah yang dalam bentuk linier. Jadi dari suatu behen polimer terkandung deretan rantai molekul-molekul polietilen -yang karena linier (lurus)-maka terstruktur dengan rapi. Oleh karenanya dalam satuan volume bahan polimer tertentu terkandung relatif banyak molekul. Lain halnya dengan LDPE yang berstruktur rantai cabang. Dengan struktur rantai rantai cabang seperti sketsa dibawah, maka dalam satuan volume tertentu akan mengandung molekul polietilen dengan jumlah realtif lebih sedikit sehingga massanyapun lebih sedikit dibanding massa molekul HDPE.
HDPE
LDPE
Tabel perbandingan antara HDPE dengan LDPE
Diskripsi Aplikasi
Suhu pelelehan Kristalinitas Kelenturan Kekuatan Transparansi
Densitas
Sifat kimia
LDPE HDPE tas plastik, botol susu, isolator kabel, pipa, taplak meja, sarung atau freezer bag dan lain-lain. cover mobil dan lain-lain. 115 oC 135 oC kristalinitas relatif rendah (50-60%) realtif lentur karena kritalinitas rendah kurang kuat dibanding HDPE realtif transparan karean cukup banyak struktur amorfnya densitas lebih rendah dibanding HDPE( 0.91-0.94 g/cm3 ) tahan terhadap bermacam pelarut dan senyawa asam maupun basa
kritalinitas bisa mencapai 90 % kurang lentur dibanding LDPE lebih kuat karena rapinya struktur rantai polimer kurang begitu transparan karean sebagian besar berstruktur kristalin densitas lebih tingi dibanding LDPE (0.95-0.97 g/cm3) tahan terhadap bermacam pelarut dan senyawa asam maupun basa
LDPE dibuat dengan polimerisasi bulk radikal bebas dengan katalisator peroksida. Reaksi polimerisasi berlangsung pada suhu sekitar 250oC dengan tekanan operasi 3000 atm. Reaksi ini boleh diaka sanagat eksotermis, sehingga dengan mempertimbangkan faktor keselamatan (menghindari runaway reaction) maka konversi dibatasai tidak terlalu tinggi. Polimer etilen yang terbentuk mempunyai berat molekul antara 6.000 s/d 40.000 dimana banayak terbentuk rantai cabang. Sebagai gambaran dari deretan sekitar 500 monomer terbentuk
sekitar 30 rantai cabang. Cabang tersebut mayoritas merupakan etil dan butil yang terbentuk dari intra molekul yang disebut dengan mekanisme backbitting.Sedangkan rantai lebih panjang dapat dibuat dengan mekanisme chain transfer dengan tekanan operasi lebih rendah namun konversi lebih tinggi. CH2 CH2 R
CH
R CH2
CH– CH2 – CH2 – CH2 – CH3 *
H * CH2
H2C = CH2
R
CH– CH2 – CH2* CH2 CH2 CH2
CH3 R
CH– CH2* +
R’
CH– CH2
R’ H H2C = CH2
R
CH– CH2 + R’
R’
CH– CH2
CH– CH2 *
R’
CH2 CH2 *
R’
Sedangkan HDPE dapat dibuat dengan berbagai cara namun dasarnya adalah proses slurry dengan suhu dan tekanan realtif rendah. Secara garis besar proses slurry dapat dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama ialah proses slurry dimana digunakan reaktor tangki berpengaduk. Dan tipe kedua adalah menggunakan reaktor double-loop yang banyak digunakan oleh Amerika dan negara-negara Eropa. Di Indonesia pabrik polietilen juga menggunakan proses dengan reaktor double-loop. Sedangkan proses sluury dengan reaktor tangki berpengaduk banyak berkembang di Jepang. Proses dengan reaktor double-loop juga masih dibagi menjadi beberapa jenis berdasar katalisator (inisiator) yang dipakai. Diantarnya adalah dengan memakai katalisator khromium oksida dana aluminum oksida yang lebih dikenal dengan proses Phillips. Sementara yang lebih popular adalah dengan katalisator Ziegler-Natta. Kini banyak dikembangkan proses produksi polietilen dengan campuran sampai lebih dari 7 macam katalisator. Penjabaran tipe-tipe proses pembuatan polietilen lebih lanjut dapat ditemukan pada bab mengenai proses industri polimer. Produk polietilen lain yaitu LLDPE (linear low density polyethylene) dan MDPE (medium density polyethylene) dan VLDPE (very low density polyethylene) dibuat sebagai pengembangan lebih lanjut dan kadang dipakai sebagai produk campuran bagi LDPE untuk memenuhi bermacam spesifikasi yang khusus. Sedangkan UHMWPE (ultra-high molecular weight polyethylene) dibuat untuk menghasilkan polimer yang amat sangat kuat seperti untuk tujuan pengamanan badan yaitu produk rompi anti peluru. POLIPROPILEN Selain polietilen yang termasuk dalam kelompok poliolefin adalah polipropilen. Nampaknya polipropilen bagai “saudara kandung” polietilen.Namun dalam spesifikasi tertentu polietilen juga dapat digolongkan sebagai fiber. secara umum polipropilen mempunyai suhu pelelehan lebih tinggi daripada polietilen. Polipropilen bisa tahan sampai suhu dibawah 165oC. Oleh karenanya beberapa produk kerumahtanggan seperti piring plastik (yang kadang menerima panas dari nasi) dibuat dari polipropilen. Sebagai fiber polipropilen banyak dimanfaatkan untuk karpet dalam rumah maupun sebagai rumput sintetis untuk pelatihan oleh raga golf. Teknologi pembuatan polipropilen mirip dengan teknologi pembuatan polietilen yaitu menggunakan reaktor double-loop dengan katalisator ZieglerNatta atau gabungan beberapa katalisator (mettalocene catalyst).
propilen polipropilen
Yang unik dari teknologi polipropilen adalah bahwa dapat dilakukan variasi tacticity dalam struktur molekulnya (lihat bab pendahuluan tentang tacticit). Struktur isotaktik mempunyai ciri bahwa cabang (dalam hal ini grup metil) berada di satu sisi saja.
polipropilen isotaktik Sedikit mengulang dari bab II tentang penggunaan katalisator ganda (campuran Ti Cl5 dan AL(C2H5)2Cl pada pembentukan polipropilen isoataktik (i-PP).
+
Namun bangun kompleks tersebut tidak stabil oleh karena terdapat perpindahan elektron hingga membentuk struktur baru sebagai berikut.
Selanjutnya terjadi migrasi dimana berakibat terdapat orbit kosong pada atom titanium.
Manakala senyawa tersebut bertemu dengan monomer propilen maka akan terbentuk senyawa baru dengan orbit kosong. Demikian seterusnya hingga terbentuk polipropilen isotaktik.
Berat molekul i-PP umumnya antara 150.000 s/d 1.500.000. Selain polipropilen isotaktik, terdapat pula polipropilen ataktik yang mempunyai sifat mekanis berbeda dengan polimer isoataktik. polipropilen ataktik
Selanjutnya dengan rekayasa penggunaan katalisator mettalocene , maka dapat diproduksi polipropilen yang berstruktur selang-seling antara blok isotaktik dan ataktik dalam satu rantai. Struktur khusus tersebut menjadikan polipropilen yang memiliki sifat-siafat mekanis terutama kemuluran (rubberry) yang lebih. polietilen elastomeris
blok isotaktik
blok ataktik
Bila masing-masing berdisi sendiri-sendiri, dalam hal ini misalnya blok isotaktik saja, mak polipropilen mempunyai kekuatan yang lebih namun kaku. demikian halnya bila hanya terdapat struktur ataktik saja, maka polipropilen mempunyai kelenturan yang bagus namun tidak kuat. Dengan menggambungkan anta kedua blok tersebut, maka diperoleh produk polipopilen yang kuat namun tidak getas alias cukup lentur. Contoh beberapa produk yang berbahan polipropilen. mobil-mobilan
tambang plastik
pipa
lampu mobil
Sumber: British Petroleum
POLIMER VINIL Dalam hal ini pembahasan tentang polimer vinil mencakup polistririne, polivinil khlorida, polimetilmmetakrilat, polivinil astetat, polivinil pirolidinon. POLISTIRINE Polistirine (PS) yang dikenal di masyarakat terdiri atas tiga tipe yaitu general purpose polystyrene (GPPS), high impact polystyrene (HIPS), expandable polystyrene (EPS) dan produk kopolimer bersama senyawa lain. Secara komersial peredaran produk polistirine cukup luas. Beberapa produk seperti boneka, pengering rambut (hair drier) dan beberapa peralatan dapur dari plastik rata-rata terbuat dari polistirine. Juga gabus putih yang banyak dipakai sebagai perlengkapan pengemas atau wadah makanan instan, merupakan EPS.
Polistirine adalah polimer vinil yang termasuk dalam kategori termoplastik. Polistrini dibuat dari monomer stirin dengan reaksi radikal bebas. Struktur polistirin terdiri atas rantai hidokarbon panjang dimana pada salah satu atom carbon terdapat gigus fenil.
stirine
polistirine
Polistirin juga mempunyai struktur molekul yang bervariasi (tacticity). Polistirin ataktik yang terbentuk sebagai GPPS mempunyai sifat mekanis menengah terutama untuk kekerasannya. Lain halnya dengan polistirin sindiotaktik yang lebih keras dan tahan panas (meleleh pada 270oC).
polistirine ataktik
polistirine sindiotaktik
Pada proses pembuatan polistirin sindiotaktik bila dilakukan reakayasa mencampur dengan polibutadien maka akan terjadi kopolimerisasi dengan sifatsifat khusus. Dengan adanya kopolimerisasi tersebut maka polimer yang terbentuk selain kuat juga liat ( tidak mudah patah). Produk ini dikenal dengan high impact polystyrene (HIPS).
polistirine polibutadien
HIPS Tabel perbandingan antara GPPS dan HIPS Deskripsi
GPPS
HIPS
ASTM
Izod impact strength, J/m Elongation, % Suhu pembengkokan oC pada 66 psi Modulus, GPA
13,3 - 21,4 1-2 75 - 100
26,7 - 587 13 - 50 75 - 95
D 256 D 638 D 648
2,41 – 3,38
1,79 – 3,24
D 638
Kopolimerisasi polistirine dengan divinilbenzen membentuk crosslinking dengan hasil produk yang digunakan sebagi bahan isian alat pertukaran ion (ionexcahange). Kopolimerisasi lain antara GPPS dengan akrilonitril akan menghailkan produk resin stirineakrilonitril (SAN) yang lebih kuat dan tahan terhadap bahan kimia (chemical resistance). SAN dicampur (blending) dengan SBR (styrene-butadiene-rubber) menjadi resin ABS. Untuk tujuan aplikasi tertentu kadang HIPS juga dicampur dengan polifenilenoksida (PPO).
POLIVIVINKHLORIDA Produk polivinilkhlorida atau PVC sangat dikenal di masyarakat yaitu dalam bentuk pipa paralon. Namun demikian sebenarnya masih cukup banyak produk PVC lain seperti jas hujan, isolator listrik, boneka dan lain sebagainya. Pada kenyataannya rekayasa polimerisasi vinil khlorida menjadi PVC dapat menghasilkan produk PVC tipe kaku dan tipe lunak.
vinil khlorida polivinilkhlorida PVC tipe lunak dapt diperoleh bila selama proses polimerisasi ditambahkan plastisizer. Sedangkan polimerisasi tanpa penambahan plastisize akan diperoleh PVC tipe kaku mempunyai berat molekul antara 25.000 s/d 150.000. Untuk jenis PVC yang lebih tahan panas dapat diperoleh dengan khlorinasi sehingga didapatkan chlorinated polyvinyl chloride (CPVC). Produk PVC yang keras dapat diperoleh melalui sistem blending dengan ABS (akrilonitril-butadien-
stirin). Sebaliknya untuk PVC yang sangat lunak seperti dalam bentuk plastik film dapat diperoleh dengan kopolimerisasi PVC dengan vinilidin khlorida atau vinil asetat. Tabel perbandingan PVC tipe kaku dan tipe lunak Diskripsi Izod impact strength, J/m Elongation, % Suhu pembengkokan o C pada 66 psi Tensile strength, MPa
Tipe Kaku 21,4 - 1068
Tipe Lunak 26,7 - 587
ASTM D 256
2 - 80 57 - 58
13 - 50 75 - 95
D 638 D 648
41,4 – 51,7
22,1 – 33,8
D 638
Menurut sejarah, penemuan PVC cukup unik yaitu seorang kimiawan Jerman Fritz Klatte mencoba mereaksikan gas asetilen dengan asam khlorida yang menghasilkan vinil khlorida. Pada dasarnya ia mencoba mengatasi kelebihan stok asetilen diperusahaan yang bangkrut. Selanjutnya vinil khlorida yang terbentuk didiamkan saja tanpa disadari selang beberapa waktu sebagian vinil khlorida mengalami polimerisasi menjadi PVC. POLIKARBONAT Polikarbonat termasuk sebagai polimer termoplastik meskipun dalam perkembangannya terdapat produk polikarbonat yang termasuk dalam polimer termosting. Polokarbonat boleh dikatakan merupakan produk pengganti kaca oleh karena mempunyai kebeningan yang tinggi. Beberapa “kaca” jendela dewasa ini kadang sudah menggunakan polikarobonat daripada kaca yang sesungguhnya. keutamaan polikarbionat adalah meskipun tebal tetapi transmitannya terjaga, lain halnya dengan kaca biasa yang dengan ketebalan sama sudah cenderung translusen atau berkurang banyak tranparansinya. Selain itu polikarbonat juga sebagai bahan utama produk seperti compact disk, wadah makanan, konektor elektrik dan sebaginya. Demikian juga dengan kacamata yang kita pakai sudah banyak yang menggantikan kaca dengan plastik. Plastik optik itu tidak lain adalah polikarbonat. Polikarbonat dibuat dengan mereaksikan bisfenol A dengan natrium hidroksida.
bisfenol A
natrium
hidroksida
garam bisfenol Garam bisfenol kemudian direaksikan dengan fosgen membentuk polikarbonat.
+
garam bisfenol
fosgen
+
polikarbonat
Selain mempunyai transmitan yang prima, polikarbonat juga relatif tahan terhadap api , tidak menyerap air dan cukup kuat. Kelemahannya polikarbonat tidak tahan terhadap kebanyakan bahan kimia. Selanjutnya pengembangan polikarbonat menghasilkan produk yang kemudian banyak dipakai sebagai lensa kaca mata menggantikan gelas. Selain daripada itu masih terdapat produk polikarbonat crosslongking. Namun karena jenis polimer ini bukan dari golongan termoplastik, maka pembahasan mengenai polikarbonat tipe ini ada dalam subbab polimer termosetting.
POLIMETALMETAKRILAT Hampir sama dengan polikarbonat, polimetilmetakrilat disingkat PMMA mapu menggantikan sebagian fungsi kaca karena mempunyai transmitan yang bagus. Lampu mobil, “kaca” jendela, atap pemberhentian bus, akuarium raksas pada Sea World adalah sebagian contoh aplikasi PMMA. Polimerisasi PMMA bersifat radikal bebas dengan monomer metilmetakrilat. Hasilnya adalah PMMA dengan suhu transisi kaca Tg = 115 oC.
metilmetakrilat
PMMA
Namun demikian PMMA juga dapat dibuat berdasar reaksi anionik pada suhu rendah sehingga diperoleh struktur isotaktik (Tg = 45 oC, Tm= 160oC) dan juga struktur sindiotaktik (Tg = 115 oC, Tm= 200oC). Aplikasi lain yang cukup unik dari PMMA adalah sebagai campuran bahan dasar cat. Dalam hal ini PMMA tersuspensi dalam air hingga menjadikan cat lebih bersinar dan kuat (tidak lembek). Namun demikian dalam kedaan normal sebenarnya PMMA sulit terdispers dalam air. Ini karena sifat hidrofobia (benci air) PMMA. Untuk itu perlu senyawa pengemulsi (emulsifier) yang dalam hal ini diperankan oleh kopolimer antara polivinil asetat (PVA) dengan polivinil alkohol (POVAL). Kopolimer tersebut dinamakan polivinil alkohol-ko-vinil asetat.
polivinil alkohol-ko-vinil asetat Pada kopolimerisasi polivinil alkohol-ko-vinil bagian POVAL bersifat hidofilia (cinta air) sedang bagian PVA bersifat hidrofobia. Oleh karenanya maka PMMA akan mendifusi kopolimer tersebut pada bagian tengah dan terlingkupi oleh kopolimer sehingga PMMA dapat tersdispers dalam air.
Dispersi PMMA dengan emulsifier polivinil alkohol-ko-vinil asetat
sumber : USM Selain itu peran unik lain PMMA adalah sebagai bahan anti-beku pada fluida hidrolik. Seperti diketahui bahwa pada negara dengan empat musim, Pada saat musim dingin beberapa fluida kadang mengalami pembekuan. Mencampur fluida tersebut dengan PMMA menjadikan lebih tahan sehingga tidak mudah membeku. Produk khusu PMMA juga dimanfaatkan sebagai bahan lensa kontak mata. POLIVINIL ASETAT Polivinil asetat disingkat PVA (sebagian orang menyingkatnya dengan PVAC) merupakan produk yang sepertinya kurang begitu popular. Namun sesungguhnya begitu banyak orang memanfaatkannya. Contohnya ada produk perekat. Sebagai perekat (lem) PVA banyak dibuat untuk merekatkan antara lembaran kayu satu dengan lainnya pada plywood misalnya. Selain itu PVA juga dimanfaatkan oleh industri tekstil dan kertas sebagai lapisan (coating) yang memberi kesan mengkilap. PVA termasuk golongan polimer vinil dimana reaksi dasarnya adalah radikal bebas dengan monomer vinil asetat.
vinil asetat polivinil asetat Keistimewaan PVA pada produk cat adalah bahwa bersama-sama dengan polivinil alkohol (POVAL) membentuk kopolimer yang berfungsi sebagai senyawa pengemulsi (emulsifier). Penjelasannya adalah sebagai berikut. PVA direkaikan dengan metanol dan natrium hidroksida akan membentuk POVAL.
metanol NaOH
Namun tidak semua PVA menjadi POVAL, sehingga sebagian sisa PVA (20%) akan melakukan kopolimerisasi dengan POVAL membentuk polivinil alkoholko-vinil asetat.
polivinil alkohol-ko-vinil asetat Selanjutnya seperti diterangkan pada sub-bab sebelumnya bahwa polivinil alkohol-ko-vinil asetat sangat berperan pada sitem suspensi PMMA dalam prodduk cat yaitu sebagai senyawa pengemulsi (emulsifier).
POLIVINIL PIROLIDINON Produk polivinil pirolidinon disngkat PVP sepertinya kalah populer dengan PVC. Meski demikian pada kenyataannya produk PVP justru lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa jenis perekat kemudian bahan pelapis (coating) sebagai bahan untuk industri tekstil merupakan beberapa contoh kemanfaatan PVP. Secara lengkap PVP dapat dituliskan sebagai poli-Nvinil-2- pirolidinon, merupakan polimer berbentuk amorf yang mempunyai suhu transisi kaca antar 126 oC -174 o untuk tipe umum (commerccial grade). Kopolimerisasi PVP dengan hidrokismetil metakrilat mengahsilkan produk lensa kontak untuk mata. Selain itu PVP dapat membnetuk crosslingking dalam suasana amat basa atau dengan radiasai sinar ultra violet. Demikian juga
PVP biasa dicampur (blending) dengan resin lain untuk mempertinggi kualitas atau untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi yang amat khusus. PVP pada umumnya diproses melalui teknik polimerisasi bulk dengan reaksi raduikal bebas menggunakan katalisator peroksida.
POLIMER TERMOSTING Pada bahasan tentang polimer termosting produk yang terlingkupi antara lain adalah polikarbonat, epoksi resin, poliimida dan polidisiklopentadien. Khusus untuk polikarobonat telah diuraikan pada bagian polimer termoplastik oleh kerena sebagian polikarbonat ada yang masuk golongan polimer termoplasti dan ada juga yang termasuk golongan polimer termosting. POLIKARBONAT TERMOSTING Dalam reaksi polimerisasi dibawah digunakan suatu monomer yang mengandung dua gugus alil.
gugus alil gugus alil
Kedua gugus tersebut kemudian saling beikatan satu sama lain sedemikian sehingga mebentuk polikarbonat yang berstruktur crosslingking. Dengan demikian terdapat perbedaan yang cukup mendasar anatara poli karbonat yang dibuat dari bisfenol A dengan polikarbonat crosslingking. Polikarbonat crosslingking ini dapat digolongkan sebagai polimer termoseting. polikarbonat crosslingking
Sumber: USM
EPOKSI RESIN Epoksi resinn merupakan salah satu polimer termoset yang aplikasi produknya cukup banyak dimanfaatkan oleh publik. Bentuk fisik epoksi resin mulai dari polimer padat hingga yang dalam bentuk cairan. Proses pembuatan epoksi resin pada dasarnya dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah membuat gugus diepoksi. Gugus diepoksi dibuat dengan mereaksikan bisfenol A dengan epikhlorohidrin dalam suasana basa.
bisfenol A
epikhlorohidrin
gugus epoksi
gugus epoksi
Untuk derajat polimerisasi (n) hanya 25 saja ,maka epoksi sudah dalam bentuk padatan keras pada suhu kamar. Semakin rendah derajat polimerisasi bentuk fisik semakin lunak. Seperti senyawa dibawah yang mengandung hanya dua gugusb epoksi maka dalam aplikasi berbentuk cairan kental sebagi perekat (lem).
Bentuk diepoksi molekul kecil lain adalah sebagai berikut.
Selanjutnya tahap kedua pembuatan epoksi resin adalah merekasikan senyawa gugus diepoksi dengan diamin.
diamin Selanjutnya antara molekul diamin dan diepoksi bergabung membentuk struktur crosslinking.
epoksi resin Bila epoksi resin mempunyai struktur molekul raksasa seperti diatas, maka produknya berupa padatan yang teramat keras. Dan karena polimer termoset pada intinya sulit untuk dilelehkan, maka proses molding ynag diterapkan berbeda dengan proses molding yang lazim polimer termoplastik. Prose molding polimer termosting dikenal dengan reaction injection molding (RIM). Jadi prose polimerisasi berlangsung didalam molding dengan cara menginjeksi kedua senyaawa yaiti diepoksi dan diamin. POLIIMIDA Poliimid mempunyai strukrur dasar berupa gugus molekul imida seperti dibawah. R, R’ dan R’’ merupakan hidrokarbon.
imida Manakala molekul imida tersebut berpolimerisasi, maka terdapat dua kemungkinan bentuk poliimida. Bentuk yang pertama berupa adalah bentuk heterosiklik dimana gugus imida merupakan bagian dari unit siklis pada rantai polimer. Bentuk alternatif kedua berupa rantai lurus dimana atom dari gugus imida merupakan bagian dari rantai.
poliimida heterosiklis
piliimida linier
Kebanyakan polimer poliimida merupakan produk atau bahan dengan kekerasan yang tinggi. Hal tersebut dipicu oleh adanya perpindahan (mungkin lebih tepat pemberian) elektron dari satu molekul ke molekul lainnya yang kekurangan.
atom nitrogen mempunyai kelebihan elektron yang siap untuk didonorkan ke gusus karbonil
penerima
gugus karbonil
donor
menerima elektron
mekanisme pemberian dan penerimaan elektron tersebut berlangsung secara tersu menerus sehingga terbentuk suatu struktur yang rapat seperti tergambar dibawah. Struktur poliimida
Meski begitu ada kalanya diperlukan juga polimer yang lebih lunak. Untuk itu perlu direkayasa poliimida yang dibuat dengan menendors senyawa bisphenol Ayang membentuk ikatan dengan eter eter. ikatan eter
bisfenol A berikatan dengan eter Produk-produk poliimida banyak dimanfaatkan untuk menggantikan kaca dan logam sebagai komponen di industri. Selain daripada itu kemasan makanan yang perlu pemanasan juga dapat menggunakan poliimida. POLISIKLOPENTADIEN Polisiklopentadien dibuat dengan polimerisasi monomer endodisiklopentadien. dengan metoda ring-opening metathesis polymerization (ROMP).
endo-disiklopentadien
poliendo-disiklopentadien
Selanjutnya poliendo-disiklopentadien mesih mengalami polimerisasi lanjut hingga membentuk struktur crosslinking.
poliendo-disiklopentadien crosslinking
polidisiklopentadien
SERAT Serat atau fiber pada dasarnya dapat terbagi atas dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis. Contoh serat alami adalah sutera (dihasilkan oleh ulat sutera), wool (bisa dari bulu domba). Selain daripada itu serat juga dapat diambil dari tumbuh-tumbuhan. Diketahui bahwa selulose dari batang pohon pinus dimanfaatkan untuk membuat bubur kertas (pulp). Demikian juga dengan kapas dan jerami yang banyak tersusun dari selulose. Sedangkan serat sintetis atau serat buatan merupakan rekayasa polimer banyak dimanfaatkan untuk berbagai komoditi seperti tekstil, kemasan, bahan peledak dan sebagainya. Yang termasuk dalam serat sintetis adalah, poliester, nilon, aramid, poliakrilonitril dan serat olefin. Yang termasuk sebagai serat olefin adalah polietilen dan polipropilen. Meski dipahami dan sudah diuraikan di depan bahwa keduanya termasuk dalam golongan polimer termoplastik, namun variasi produk polietilen dan terutama polipropilen diantaranya dapat dikategorikan sebagai serat (ingat produk seperti karpet, tali juga geoplastik lebih sesuai digolongkan sebagai serat olefin). Serat (fiber) mempunyai struktur mayoritas sebagai kristal yang ditandai dengan komposisi yang seragam dan terjalin rapi. Sebagai contoh pada nilon 6,6 dimana oksigen gugus karbonil berikatan dengan hydrogen pada amida hingga membuat struktur yang terkait secara teratur.
Nilon 6,6
Secara garis besar dan umum struktur serat adalah seperti tergambar dibawah dimana terdapat kecenderungan ikatan yang menuju ke satu arah.
Struktur umum serat Konsekuensinya adalah manakala dilakukan penarikan atau peregangan kearah tegak lurus dari arah serat maka terkesan serat menjadi lebih mudah patah. Sebaliknya bila serat diteruik kearah yang sama dengan alur serta maka akan terasa kekuatan serat.
ditarik tegak lurus
ditarik searah
SELULOSE Selulose merupakan polimer linier dengan unit monomer adalah glukosa. Selulose banyak ditemukan di alam diantaranya ada pada kayu dan daun. Struktur selulose
Unit monomer selulose
Selain daripada itu terdapat pula turunan dari seloluse yaitu hidroksietilselulose. Unit monomer dalam hidroksietilselulose adalah modifikasi dari unit monomer selulose dimana gugus hidroksil digantikan dengan gugus hidroksietil. Hidroksietilselulose banyak berperan dalam berbagai industri sebagai emulsifier (senyawa pengemulsi), pengental (thickener), senyawa anti penggumpalan dan sebagainya. Unit monomer hidroksietilselulose
Selain daripada itu selolose dapat juga diproses lanjut menjadi rayon. Rayon disebut juga sebagai regenerated cellulose dimana seloluse dimurnikan kemudian dilarutkan menggunakan kausti, selanjutnya direkayasa menjadi filament. Kemudian selulose asetat dapat dibuat dengan mereaksikan selulose dengan asam asetat. Beberapa dekade lalu selulose asetat dimanfaatkan sebagai pita seluloid dalam industri film. Produk lain yang banyak dimanfaatkan orang adalah selulose nitrat. Sebagai bahan peledak yang efektif hingga kini, selulose nitrat masih banyak diproduksi. Selain itu bersamasama dengan senyawa lain sebagai komposit, selulose nitrat dimanfaatkan untuk pembuatan kaca film pada mobil. NILON Produk serat yang cukup banyak dikenal khalayak adalah nilon. Nilon pada dasarnya juga sebagai poliester. Beberapa produk yang dibuat dari bahan
nilon diantaranya adalah senar raket, tire cord (anyaman pada ban) , karpet, parasut, stocking untuk kaki wanita, sleeping bag, sabuk pengaman, jas hujan dan sebagainya. Nilon dikenal juga sebagai poliamida oleh sebab terdapat gugus amida pada rantainya. Dengan adanya struktur yang teratur sehingga cenderung ke bentuk kristalin, oleh kerenaya nilon dikategorikan sebagai serat.
gugus amida Contoh paling popular dari nilon adalah bilon 6,6. Disebut nilon 6,6 oleh karena disatu sisi dan sisi lainnya terkandung enam atom karbon sebagai unit pengulanagan.
enam atom karbon
enam atom
karbon Rekayasa pembuatan nilon cukup berkemabang. Dewasa ini industri nilon banyak menggunakan asam adaipat dan heksametilendiamin sebagai bahan baku utama.
asam adipat
heksametilen diamin
nilon 6,6
Kemungkinan lain nilon dapat juga dibuat dari adipoil khlorida yang direkasikan dengan heksametilendiamin. Namun ini biasa dilakukan dalam skala laboratorium. adipolil khlorida
hexametilen diamin
nilon 6,6
Selain itu nilon 6,6 juga dapat dibuat dengan merekasikan asam adipat dan alkohol. Dietil adipat yang terbentuk direaksikan lanjut dengan alkohol hingga membentuk poliester yaitu nilon 6,6. Selain nilon 6,6 produk nilon lain yang berikutnya adalah nilon 6. Nilon 6 dibuat dari kaprolaktam dengan basis reaksi ring opening polymerization (ROP). Variasi aplikasi produk nilon 6 hampir mendekati nilon 6,6.
kaprolakatam
nilon 6
ARAMID Aramid merupakan polimer yang tergolong high performance fiber. Produk aramid yang dikenal dengan nama dagang Kevlar dan Nomex dimanfaatkan anatar lain sebagai baju anti peluru, baju tahan panas dan sebagainya. Struktur Kevlar dan Nomex dapat dilihat dibawah. Keduanya sebenarnya adalah poliamida dimana gugus amida dipisahkan oleh gugus para-fenilen. Pada Kevlar gugus amida melekat pada siklis fenil berlawanan arah satu sama lain pada ataom karbon 1 dan 4.
Kevlar Sedangkan Nomex mempunyai gugus meta-fenilen dimana gugus amida melekat pada siklis fenil pada atom karbon 1 dan 3.
Nomex Seperti diterangkan sebelumnya bahwa aramaid ini termasuk produk polimer yang istimewa oleh karena ketangguhannya terhadap panas dan juga
kekerasannya yang luar biasa. Mengapa hal tersaebut dapat terjadi? menjawabnya dilihat struktur Kevlar.
amida cis
Untuk
amida trans
Kevlar dalam hal konformasi bentuk mempunyai kemungkinan berupa amidacis mauapun amida –trans. Pada bentuk cis gugus hidrokarbon berada pada sisi yang sama, hal yang berbeda pada bentuk trans. Meskipun begitu pada kenyataannya bentuk trans lah yang paling mungkin terjadi.
Bentuk cis
ikatan amida
karbon karbonil
nitrogen amida Bentuk trans
Bentuk cis pada Kevlar sulit terjadi dikarenakan oleh adanya gugus siklis yang bakal saling berbenturan . Jadi bisa dikatakan tidak akan ada cukup ruang yang memungkinkan gugus siklis fenil berakumulasi, sehingga Kevlar lebih cenderung berada dalam bentuk trans. Dengan bentuk trans yang dominan tersebut maka keboleh jadian terbentuknya struktur kritalin sangat tinggi.
gugus fenil saling berbenturan
Bentuk cis
ruang gugus fenil lebih lega
Bentuk trans POLIESTER Selain nilon, alah satu jenis poliester yang banyak diproduksi secara masal adalah polietilen tereftalat disingkat PET. Produk sehari-hari yang banyak dikonsumsi orang adalah AMDK (air minuman dalam kemasan). Botol plastik kemasan AMDK itulah terbuat dari PET. Struktur molekul polietilentereftalat terdiri atas gugus tereftalat dan gugus etilen.
gugus tereftalat
gugus etilen
Suatu hal yang menjadi kelemahan PET adalah tidak tahan panas. Ini menjadikan isu lingkungan yang cukup serius oleh karena kemasan PET tidak dapat di diisi kembali (refill). Hal ini disebabkan untuk melakukan refill (misal pada kemasan botol kaca) perlu dilakukan sterilisasi melalui pembilasan dengan air panas. Nah pada saat pembilasan inilah PET akan mengalami deformasi. Selain itu PET juga tidak dapat untuk mengemas jeli atau produk makanan lain. Hal ini karena produk makanan tersebut perlu
sterilisasi dengan panas. Mudahnya PET untuk terdeformasi karena mempunyai suhu transisi kaca (glass transition temperature) rendah. Lain halnya dengan “saudara” nya PET yaitu PEN (polietilen naftalat). PEN mempunyai suhu transisi kaca cukup tinggi. Oleh karenanya PEN banyak dimanfaatkan sebagai kemasan bahan makanan. Molekul PEN dapat dilihat dibawah.
gugus naftalat
gugus etilen
PET dapat dibuat dengan mereaksikan asam tereftalat dengan etilen glikol dalam suasana asam. Selain itu reaksi antara tereftaloil khlorida dengan etilen glikol dapat terpolimerisasi menjadi PET juga. Sayangnya kedua proses tersebut hanya layak untuk skala kecil (skala laboratorium).
asam tereftalat
etilen glikol
tereftaloil khlorida
etilen glikol
Untuk skala besar atau skala industri PET diproduksi dengan mereaksikan dimetil tereftalat dan etilen glikol hingga membentuk bis-2-hidroksietil terftalat. Metanol sebagai senyawa ikutan teruapkan karena pemanasan. Selanjutnya bis-
2-hidroksietil terftalat dipanaskan hingga suhu sekitar 270oC hingga terbentuk polietilenftalat.
dimetil tereftalat
etilen glikol
+ bis-2-hidroksietil terftalat metanol
bis-2-hidroksietil terftalat
polietilentereftalat
etilen glikol
Selain PET dan PEN, produk sejeni lain yang mungkin kurang dikenal dimasyarakat adalah polibutilen tereftalat (PBT) dan politrimetilen tereftalat.
polibutilen tereftalat
politrimetilen tereftalat
POLIAKRILONITRIL Poliakrilonitril dari segi popularitas akan kalah dari sebut saja polietilen atau polipropilen. Namun demikian pada kenyataanya layar pada yacht, atap outdoor dan beberapa filter pada industri adalah contoh dari pemanfaatan poliakrilonitril. Selain itu dalam bentuk komponding bersama dengan senyawa lain akan didapat produk yang cukup variatif dan mempunyai keunggulan khusus.
akrilonitril
poliakrilonitril
poliakrilonitril ko-metilakrilat
poliakrilonitril ko-metilmetakrilat
poliakrilonitril ko-vinilkhlorida
Selain itu dalam dunia plastik dikenal pula kopolimer stirine-akrilonitril (SAN) dan akrilonitril-butadiene-stirine. SAN bercirikan plastik yang bening, keras namun cukup getas. Produk seperti keran air, gantungan kunci contoh produk yang terbuat dari SAN. Sedangkan pada ABS terdapat unsur karet dari butadiene sehingga menjadikan plastik mempunyai sifat lentur sehingga mudah dibuat berbagai desain. Komponen bodi motor atau mobil sebagian dibuat dari ABS.
SAN
stirine
akrilonitril
polibutadien
cabang SAN polibutadien
ABS
POLIURETAN Poliuretan merupakan salah satu polimer yang mempunyai bentuk fisik bervariasai mulai dari cairan , busa dan padatan tergantung dari darajat polimerisasinya. Dalam bentuk cairan dikenal sebagai cat, dalam bentuk busa dipakai sebagai bantalan kuris, sebagai padatan dipakai pengganti kayu untuk furniture. Unit pengulangan atau monomer poliuretan adalah uretan.
ikatan uretan dalam poliuretan
Benntuk lain molekul poliuretan
Poliuretan
dapat dibuat dari reaksi antara diisosianat dengan etilen glikol.
diisosianatodifenilmetan
etilen
glikol
poliuretan
Selain daripada itu reaksi antara diisisianat dengan etilen diamin akan membentuk poliurea , namun dalam perdagangan bahan ini ditawarkan sebagai poliuretan.
diisosianatodifenilmetan etilen diamin
poliurea
Dalam perkembangannya poliuretan dapat dicampur dengan komponen sejenis karet sehingga menghasilkan produk yang kuat namun lentur. bagian yang lunak
bagian yang keras
x = sekitar 40 FIBERGLAS DAN SERAT KARBON Fiberglas cukup banyak dikenal masyarakat oleh karena beberapa produk seperti tangki , papan selancar, bak mandi acap kali menggunakan fiberglas sebagai bahannya. Teknologi fiberglas sebenarnya sudah cukup lama yaitu sekitar tahun 30-an para industrialis mulai mengembangkannya. Keuntungan pemakaian fiberglass adalah karena ketahannanya terhadap panas maupun bahan-bahan kimia pada umumnya. Lain halnya sengan serat karbon. Serat karbon merupakan produk yang belakangan ini ramai diperbincangkan khususnya bagi penggemar otomotif.
Memang pada kenyataannya cukup banyak komponen mobil dan sepeda motor yang memanfaatkan serat karbon. Produk yang terbuat dari serat karbon pada umumnya tahan panas tinggi, sangat kuat namun ringan sehingga teknologi pesawat luar angkasa juga memanfaatkanya. Sayangmya rekayasa serat karbon termasuk teknologi yang cukup canggih sehingga hanya beberapa industri saja yang mampu melakukan rekayasa. Secara prinsip serat karbon merupakan polimer dimana dalam rantainya mayoritas (kalau mungkin semua) hanya mengandung atom karbon. Bagaimana itu bisa terjadi? Secara sederhana digambarkan untuk membuat suatu rantai karbon perlu ada sumber atom karbon (prekursor). Secara teoritis sumber atom karbon tentu melimpah karena hamper semua monomer mengandung atom karbon. Di dalam suatu monomer, atom karbon normalnya tidak berdiri sendiri namun berikatan dengan atom lain semisal atom hidrogen atau atom oksigen. Selanjutnya untuk mengisolasi atom karbon dapat dilakukan dengan proses pemanasan tinggi (pirolisis). Dalam praktek, tidak semua monomer dapat dijadikan sebagai sumber atom karbon. Sejauh ini hanya rayon dan poliakrilinitril (PAN) yang lazim digunakan sebagai prekursor. Namun belakangan ini dikembangkan juga pembuatan serta karbon dari hidrokarbon aromatik. PRODUK SERAT LAIN Selain beberapa jenis serat yang diuraikan diatas, sebenarnya masih terdapat beberapa bahan atau senyawa yang dapat dikategorikan sebagai serat. Namun karena aplikasi atau pemanfaatan produknya masih terbatas, maka orang belum begitu mengenal meskipun beberapa diantaranya sebenarnya merupakan produk yang sering dipakai juga. Serat jenis ini diantaranya adalah serat spandex sebagai bahan pakaian renang atau bahan kostum atlit balap sepeda. Kemudian serat sulfar yang berfungsi sebagai membran atau filter, kadang dipakai juga sebagai gasket (perpak). Kemudian yang lainnya seperti serat triasetat, serta vinal, serat vinion dan sebagainya tentunya mempunyai karakteristik yang unik.
BAB VII ELASTOMER
Elastomer mengandung kosa kata elastis dan polimer sehingga dapat diartikann sebagai bahan atau produk polimer yang elastis. Secara sederhana produk polimer yang elastis adalah karet, dalam hal ini termasuk karet alam maupun karet sintetis. Klasifikasi elastomer dibagi dalam tiga jenis yaitu: elastomer dien, elastomer non-dien dan elastomer termoplastik. Yang termasuk dalam elastomer dien adalah polisisipren, polibutadien dan polikhloropren. Contoh elastomer non-dien adalah polisisobutilen, silikon poliuretan dan sebagainya. Sedangkan SBS rubber, dan EPR/EPDM merupakan contoh elastomer termoplastik. Namun demikian penjelasan dibawah barangkali tidak terlalu menekankan pada kalsifikasi atau jenis elastomer namun lebih banyak tertuju pada sifat dan aplikasi masing-masing individu elastomer. POLIISOPREN Polimer dien mempunyai ciri terdapatnya ikatan rangkap ganda pada atom-atom karbon. Polisopren dikenal sebagai karet alam namun terdapat juga sebagai karet sintetis.
isopren Sebagai karet sintetis poliisopren dapat direkayasa dengan polimerisasi menggunakan katalisator Ziegler-Natta.
isopren poliisopren
Namun demikian reaksi polimerisasi tersebut mempunyai banyak kemungkinan sedemikian sehingga poliisopren yang terbentuk sangat variatif (konformasi) . Dinamakan cis-1,4 karena ikatan rangkap pada atom karbon terikat dengan rantai utama terletak dalam satu sisi dan monomer terikat pada atom nomor 1 dan 4. Sedangkan untuk poliisopren trans-1,4 ikatan rangkap pada atom karbon terikat dengan rantai utama pada sisi yang berseberangan dan monomer terhubung dengan atom c nomor 1 dan 4. Bentuk yang lebih unik ada pada poliisopren 1, 2 dan poliisopren 3,4 . Selanjutnya disebut poliisopren 1,2 dikarenakan monomer terhubung menjadi rantai melalui atom karbon nomor 1 dan 2. Pengertian yang identik terdapat pada poliisopren 3,4.
Sebagai karet alam poliisoprene telah dikenal sejak berabad-abad lalu oleh sukusuku Indian dimana mereka menjadap getah karet atau lateks untuk dijadikan alas kaki dan juga semacam bola mainan. Adapun komposisi lateks adalah sebagai berikut. Komponen Isopren Protein Resin Quebersitol Abu
Persen 30 – 36 1 –2 2 0,5 0,3 – 0,7
POLIBUTADIEN Dalam dunia otomotif khususnya masalah ban, peran polibutadien sangatlah signifikan. Ban mobil pada umumnya dibuat dari campuran (compounding) antara polibutadien dengan berbagai senyawa lain. Sebagai contoh dalam dunia balap dimana peran ban cukup menentukan terhadap laju kendaraan. Di arena balap formula-1 (F-1) persaingan antara dua produsen ban dari tahun ketahun semakin sengit. Seorang Michael Schumacher (yang sampai tahun 2004 telah menjadi juara dunia 7 kali) pada tahun 2003 pernah nyaris terlepas gelarnya oleh pembalap lain dan ditengarai salah satu penyebab utama adalah unjuk kerja ban yang dipakai tidak optimal. Butadien sebagai monomer polibutadien, seperti halnya isoprene mempunyai ikatan rangkap pada atom karbon. Dengan menggunakan katalisator Ziegler-Natta buatdien dapat terpolimerisasi menjadi polibutadien.
butadien
butadien
polibutadien
Seperti halnya poliisopren bentuk konformasi pada polibutadien adalah adalah cukup bervariasi.
Dalam perkembangnnya butadiene dapat berkopolimerisasi dengan senyawa lain semisal stirine membentuk SBS (stirine-butadien-(stirine), dengan akrilonitril membentuk NBR (nitrile butadiene rubber). Aplikasi kopolimerisasi
tersebut cukup variatif antara lain sebagai gasket pompa , pipa , komponen mobil dan sebagainya. POLIKHLOROPREN Polikhloropren seperti halnya poliisopren dan polibutadien merupakan polimer dien yang mempunyai nilai komersial tinggi. Nama lain yang lebih terkenal dari polikhloropren adalah neopren. Neopren banyak dipakai sebagai gasket pompa atau mesin lain yang mempunyai nilai khusus. Kekhususan neopren adalah daya tahan terhadap bermacam jenis oli maupun bahan kimia serta cukup tahan terhadap panas.
khloropren
polikhloropren
FENOMENA VULKANISASI Vulkanisasi merupakan proses guna meningkatkan performa elastomer dalam hal ini polimer dien. Seperti diketahui bahwa dalam kedaan orisinal beberapa polimer dien cenderung mudah lembek bila terkena panas atau mudah pecah bila terkena dingin. Dengan vulkanisasi maka elastomer menjadi lebih tahan panas sekaligus tidak mudah retak atau pecah. Secara tradisional proses vulkanisasi dilakukan dengan memansakan elastomer dan menambahkan sulfur. Akibatnya terbentuk struktur krosslingking. Dewasa ini proses vulkanisasi disempurnakan dengan menambahkan aktivator seperti oksida seng atau asam lemak seperti asam stearat.
POLIISOBUTILEN Polisisobutilen termasuk dalam elastomer non-dien. Polisiobutilen dibuat berdasar reaski polimerisasi vinil secara kationik dari isobutilen.
isobutilen
isobutilen
poliisobutilen
Dalam praktek untuk mempertinggi performa, poliisobutiulen “disisipi” isopren seperti tergambar dibawah. Produk poiliisobutilen atau PIB antara lain dimanfaatkan untuk lapisan dalam bola atau ban. Hal ini karena sifat khusus PIB yang mempunyai pori-pori amat rapat sedemikian sehingga gas yang terbungkus didalamnya praktis sangat sulit menembus keluar.
isopren
KOPOLIMER SBS Kopolimer SBS (stirine-butadien-stirine) atau SBS rubber merupakan rekayasa untuk mendapatkan bahan yang kuat (diambil dari sifat polistirine) namun liat (diambil dari sifat butadien). Bahan seperti ini diperlukan diantaranya sebagai serat ban juga alas sepatu.
blok polistririne
blok polistirine
blok butadien
Proses pembentukan SBS rubber tentunya diawali dengan pembuatan polistirine. Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu bahwa polistirine dibuat dengan polimerisasi anionik yang lebih khusus disebut polimerisasi hidup (living polymerization). Dalam hal ini digunakan katalisator butil litium
+ butil litium
stirine
polistirine
Selanjutnya polistirine yang masih “hidup” tersebut bila ditambahkan polibutadien makan akan terbentuk kopolimer blok stirine-butadien.
+ butadien
polistirine
kopolimer blok stirine-butadien Selanjutnya blok stirin-butadien tidak langsung dibubuhi monomer stirine, melainkan direksikan dengan dikhlorodometilsilan untuk membentuk kopolimer triblok stirine-butadien-stirine.
+ dikhlorodimetilsilan
Langkah berikutnya adalah menambahkan polistirine kedalam polimer tersebut hingga terbentuk kopolimer triblok stirine-butadien-stirine.
+
kopolimer triblok stirine-butadien-stirine
POLIURETAN Seperti diketahui bahwa terdapat beberapa produk polimer yang dapat dimasukkan lebih dari satu kategori salah satunya adalah poliuretan. Poliuretan dapat digolongkan sebagai serat , namun dalam bentuk lain semisal spon poliuretan termasuk juga sebagai elastomer. Berikut dibawah adalah mekanisme pembentukan poliuretan. Selain dengan reaksi antara diisosianat dengan etilen glikol , poliuretan dapat dibuat dengan mereaksikan diisosianat dengan etilen glikol dengan bantuan diazobicyclo[2.2.2]octane disingkat DABCO.
N: + HO – CH2– CH2– OH
:N DABCO
:N
+ N
– H – O – CH2– CH2– OH
etilen glikol
DABCO mempunyai dua pasang elektron bebas yang akan mendekati inti atom hidrogen mengakibatkan reaktifitas yang tinggi pada atom oksigen karena kelebihan muatan negatif. Elektron pada atom oksigen selanjutnya menuju ke atom karbon pada isosianat yang cenderung bermuatan postitif, maka terbentuklah ikatan. Selanjutnya terdapat muatan negatif pada atom nitrogen dan muatan positif pada atom oksigen. Atom nitrogen yang kelebihan elektron akan mengikat atom hidrogen hingga terbentuk bangun dimer uretan. Dimer uretan dapat bereaksi dengan etilen glikol maupun diisosianat membentuk trimer.
+ :N
N
– H – O – CH2– CH2– OH + O=C=N
N
N H
O=C=N
CH2
O – CH2– CH2– OH – N=C=O
N
N H O – CH2– CH2– OH
O=C=N
CH2
– N–C=O
CH2
N=C=O
O O=C=N
CH2
N – C – O – CH2– CH2– OH
+
N
N
H dimer uretan O O=C=N
CH2
N – C – O – CH2– CH2– OH
+ HO – CH2– CH2– OH
H dimer
etilen glikol
O
O
HO – CH2– CH2– O – C – N
CH2
H
N – C – O – CH2– CH2– OH H
trimer
Alteranif reaksi lain adalah sebagai berikut. Antara dimer dengan dimer atau antara dimer dengan trimer dapat bereaksi membentuk oligomer , demikian seterusnya hingga terbentuk poliuretan. O O=C=N
CH2
N – C–O–CH2– CH2–OH + O=C=N H dimer
CH2
N=C=O
diisosianat
O O=C=N
CH2
O
N– C– O – CH2– CH2– O– C –N H
H trimer
CH2
N=C=O
O
O
O– – C – N H
CH2
N– C– O – CH2– CH2– O – – n H poliuretan
SILIKON Seperti halnya beberapa produk polimer lain yang mempunyai variasi fisik yaitu dapat berbentuk sebagi cairan maupun padatan. Silikon cair banyak dimanfaatkan sebagai minyak pelumas. Dalam keadaan padat berbagai aplikasi silicon cukup variatif diantaranya dibuat menjadi semacam keramik yang tahan panas amat tinggi (sebagai alas tempat teke off nya pesawat luar angkasa). Namun demikian pemberian nama silikon sebenarnya salah kaprah mengingat diawal penemuannya struktur silikon dikira mempunyai struktur seperti dibawah.
sangkaan awal struktur sislikon Ternyata setelah diteliti lebih jauh struktur silikon adalah sebagai seperti tergambar dibawah, dimana gugus R dapat berupa metal atau fenil.
Selanjutnya terdapat contoh senyawa berbasis silikon yaitu polidimetilsiloksan polimetilfenilsiloksan dan polidifenilsiloksan.
polimetilfenilsiloksan
polidimetilsiloksan polidifenilsiloksan
Mekanisme pembentukan silikon dari monomer oktametilsiklotetrasiloksan dalam sauasana basa ( sodium hidroksida).
monomer oktametilsiklotetrasiloksan
Gugus hidroksil akanmenuju ke atom silikon yang sebenarnya telah mempunyai jumlah electron yang cukup (ada delapan). Oleh karena itu mau tidak mau kelebihan elektron pada atom silikon terpaksa dodonasikan ke atom oksigen. Oleh karena kelebihan beban maka terjadilah pemecahan rantai siklis menjadi rantai lurus (dalam hal ini secara keseluruhan molekul menjadi bermuatan negatif akibat dari kelebihan elektron pada atom oksigen tersebut).
Seperti halnya pada gugus hidroksil, molekul bermuatan negatif tersebut akan mencari monomer baru dan menyerangnya sehingga kejadian pembukaan siklis terulang (peristiwa ring opening). Demikian seterusnya hingga terbentuk polimer polidimetilsiloksan atau dikenal dengan sebutan silikon saja.
Silikon
ELASTOMER LAIN Selain dari beberapa senyawa elastomer seperti terurai diatas, masih ada beberapa jenis elastomer yang barangkali dari segi popularitas belum begitu dikenal. Namun demikian seiring dengan perkembangan teknologi, beberap diantaranya mulai cukup banyak dikembangkan. Beberapa diantaranya adalah : •
Fluroelastomer. Kebanyakan produk flouroelastomer adalah bukan senyawa tunggal , namun merupakan kopolimer . Contohnya: polivinilidinflurida-koheksafluropropilen, politetrafluroetilen-ko-propilen, polivinilidinfluridako- khlorotrifluroetilen, dsb.
•
EPR/EPDM Kepanjangan EPR adalah ethylene –propylene rubber merupakan kopolimer acak kopolimer etilen dan propilen menggunakan katalisator ZieglerNatta. Dengan rekayasa kopolimer acak maka sifat-sifat kaku dari propilen dan etilen akan berubah menjadi lentur. Selain EPR masih terdapat EPDM yang merupakan kopolimer dari etilen, propilen dan senyawa dien seperti disiklopentadien, sikooktadien atau 1,4-heksadien. Kelebihan EPR/EPDM adalah ketahannan yang prima terhadap bahan kimia, panas serta tidak mudah berubah warna. Oleh karenya kopolimer jenis ini banyak dipaki sebagai isolator kabel, juga untuk bumper mobil.
•
Polisulfida dan elastomer PVC. Aplikasi polisulfida antara lain untuk membran yang tahan berbagai bahan kimia . Demikian juga elastomer pvc dimanfaatkan sebagai komponen yang tahan terhadap minyak bumi.
BAB VIII TERMOPLASTIK REKAYASA DAN POLIMER SPESIAL Penggunaan istilah polimer rekayasa atau lebih khusus termoplastik rekayasa (engineering thermoplastic) dan polimer spesial (specialties polymer) boleh dikatakan agak dipaksakan karena tidak ada landasan teknis yang menunjang, kecuali beberapa diantaranya proses produksinya memerlukan teknologi yang tinggi. Istilah tersebut lahir sekedar untuk membedakan bahwa bahan atau produk polimer yang terangkum didalamnya secara umum mempunyai sifatsifat khusus seperti lebih tahan panas tinggi, lebih tahan bahan kimia dibanding polimer termoplastik (tanpa embel-embel rekayasa) dan polimer termosting. Oleh karenanya ada beberapa jenis polimer yang digolongkan sebagai termoplastik rekayasa namun ada juga yang memasukkan sebagai termoplastik saja. Sebagai tambahan, dari segi harga jual produk yang termasuk dalam termoplastik rekayasa dan polimer spesial relatif lebih tinggi (lebih mahal). Yang digolongkan dalam termoplastik rekayasa diantaranya adalah polifenilsulfida (PPS), polifethersulfon (PES), polifenilenoksida, poliketon, poliasetal, polimer fluro, kopolimer stiirine-akrilonitril (SAN), kopolimer akrilonitril-butadien-stirine (ABS) polikarbonat, poliamida, poliimida. Sedangkan produk polimer spesial diantaranya adalah polielektrolit, polimer anorganik, polimer kristal cair,polimer konduktif dan bioplastik.
POLIFENILEN SULFIDA Polifenilen sulfide disingkat PPS merupakan polimer termoplastik rekayasa yang banyak dipakai oleh industri kimia seperti sebagai komponen pompa. Hal ini karena ketahanannya terhadap bebagai bahan kimia yang korosif, selain juga tahan terhadap gesekan serta panas tinggi. Bila dilihat dari struktur mikro maka PPS mempunyai struktur kristal, maka suhu lelehnya adalah tinggi yaitu 285oC. namun adanya kelebihan ini juga sedikit menyulitkan dalam pemrosesan
saat pencetakan. PPS umumnya dibentuk (dengan disuntikkan kedalam cetakan atau molding) pada suhu diatas 300 oC. Polifenilen sulfide dibuat dari mereaksikan p-dikhlorobenzen
dengan
sodium bisulfit dalam pelarut N-metil pirolidon.
p-dikhlorobenzen POLIETERSULFON
sodium bisulfit
polifenilen sulfida
Seperti halnya PPS polietersulfon (PES) merupakan produk polimer yang performanya dapat diandalakan. Selain tahan panas tinggi PES juga sangat stabil bila terkena uap (steam) oleh karenaya banyak dipergunakan dalam proses sterilisasi peralatan kedokteran. Pada awalnya orang memproduksi polifenilen sulfon sebelum ditemukan PES. Polifenilen sulfon seperti terlihat dibawah mempunyai gusus sulfon pada rantainya. Ternya produk polifenilen sulfon ini terlalu keras dan sangat sulit diproses. Oleh karenya para pakar kemudian memasukkan gugus eter kedalam polifenilen sulfon, sehingga menjadi polietersulfon. Adanya gugus eter menjadikan produk lebih lentur dan lebih mudah diprioses.
polifenilen sulfon gugus sulfon
ikatan eter polietersulfon Kandungan gugus eter didalam PES sebenarnya diitroduksi oleh bisfenol A.
bisfenol A Dalam praktek yang dipergunakan adalah garam sodium dari bisfenol A yang berekasi dengan di-p-flurofenilsulfon. Rekasi berlangsung pada suhu sekitar 145oC dalam larutan dimetil sulfooksida (DMSO).
polietersulfon
POLIFENILENOKSIDA Polifenilenoksida atau PPO dibuat dari reaksi antara 2,6 dimetilfenol dengan polifenilenoksida dengan katalisator tembaga. Dari strukturnya PPO mempunyai ikatan eter pada atom karbon no 1 dan 4., juga adanya gugus metil yang terhubung pada atom karbon no 2 dan 6 seperti terlihat dalam gambar dibawah. Produk PPO mempunyai kekerasan yang cukup tinggi, namun mudah pecah (getas). Oleh karenanya PPO umumnya dicampur dengan high impact polistirine (HIPS). Adanya kompnding tersebut menaikkan performa PPO selain lebih liat juga lebih mudah diproses.
polifenilenoksida
2,6 dimetilfenol
polifenilenoksida
POLIKETON Terdapat kemiripan struktur kimia antara poliketon dan polietilen sperti tergambar dibawah. Namun dalam ketahanan terhadap panas ada selisih yang cukup signifikan bagi keduanya. Polietilen meleleh pada suhu 140 oC sedangkan poliketon baru meleleh bila dipanaskan hingga suhu diatas 255 oC. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Dari gambar jelas pada poliketon terkandung gugus karbonil diantara gugus etilen. gugus karbonil
poliketon
polietilen
Seperti halnya polietilen, poliketon dibuat dari bahan dasar etilen.. Gas etilen kemudian direksikan dengan dengan karbon monooksida hingga terbentuk poliketon.
etilen
karbon monooksida
poliketon
Dalam praktek terkadang poliketon diobuat dengan menyisipkan propilen sebagai aditif. Efek postifnya adalah menjadikan poliketon lebih liat dan kuat. Hanya saja titik lelehnya akan turun ke sekitar 220oC. gugus etilen
gugus metilen
POLIMER FLURO Terdapat beberapa macam polimer fluro sperti polikhlorotrifluroetilen (CTFE), polivinilidenflurida (PVDF), polivinilfluorida (PVF) politetrafluroetilen (PTFE), fluorinated ethylene-propylene (FEP). Diantara kesemuanya yang paling banyak dikembangkan adalah politetrafluroetilen (PTFE). Dalam perdagangan PTFE lebih banyak dikenal dengan Teflon yang diproduksi oleh Du Pont. Teflon berupa cairan pelapis (coating) yang diaplikasikan pada berbagai peralatan seperti pompa, sterika, bejana, loyang roti dan sebagainya. Keuntungan pelapisan peralatan dengan PTFE diataranya adalah tidak lengket, tidak tahan panas, tahan bermacam bahan kimia, halus (koefisien gesekan rendah). --CF2 – CF2— n
Bahan baku PTFE adalah tetrafluroetilen yang mengalami polimerisasi secara radikal bebas. Namun dengan tuntutan keunggulan aplikasi tersebut menjadukan teknologi pembuatan PTFE menjadi tidak sederhana. Suhu pellehan PTFE adalah 327oC sehingga sulit diproses. Oleh karenanya dalam praktek sering dilakukan blending dengan senyawa lain seperti heksafluroetilen, etilenperfluroalkoksi.
SAN DAN ABS Kopolimer stirine-akrilonitril (SAN) sepertinya merupakan produk termoplastik rekayasa yang kurang begitu dikenal. Meskipun begitu sebenarnya cukup banyak produk
sehari-hari yang terbuat dari SAN sebut saja misalnya keran air , gantungan kunci. Produk SAN bercirikan plastik yang bening (transparan) , keras namun agak getas. Proses pembuatan SAN adalah dengan mereaksikan monomer stirine dan akrilonitril pada suhu sekitar 152 oC. Selain digunakan secara langsung, sebagian besar plstik SAN digunakan sebagai bahan pembuatan kopolimer akrilonitril-butadien-stririne (ABS). Pemanfaatan ABS semakin hari semakin meningkat, selain sebagai casing komputer ataupun produk elektronik lain , ABS banyak digunakan untuk body sepeda motor dan bumper dan dashboard mobil. Didalam struktur ABS terdapat unsur karet dari butadiene yang menjadikan plastik mempunyai sifat liat selain keras. Selanjutnya untuk jenis produk polimer rekayasa lain seperti polikarbonat, poliamida, poliimida dapat dilihat pada bab sebelumnya karena bahan polimer tersebut dapat dikategorikan juga sebagai polimer termoseting. Selain polimer reakayasa masih terdapat produk polimer lain yang disebut polimer spesial. Berikut dibawah beberapa produk yang tergolong sebagai poolimer spesial yaitu polielektrolit, polimer anorganik, polimer kristal cair, polimer konduktif dan bioplastik.
POLIELEKTROLIT Polielektrolit adalah suatu produk polimer spesial dengan kharakteristik dapat membentuk ion postif dan negatif manakala berada dalam air (lihat gambar dibawah).
pengkutuban poliellektrolit
polielektrolit dalam air Efek dari pengkutuban tersebut adalah terjadinya peruraian rantai polimer. Akibatnya dari fenomena ini adalah larutan yang ada menjadi mengental. Hal ini wajar mengingat ruangan yang ada telah dipenuhi polimer yang m,engemabng tersebut. Lain halnya dengan polimer biasa (polimer non-elektrolit), bila dilarutkan dalam air maka akan terjadi penggumpalan seperti ilustrasi dibawah.
polimer
non-
elektrolit dalam air Sekarang dilihat kejadian apa manakala larutan polielektrolit diberi garam. Ingat garam juga merupakan elektrolit, bila dilarutkan kedalam air maka akan terurai menjadi ion postif dan
negative juga. Efek yang ditumbulkan manakala larutan polielektrolit ditaburi garanm adalah agak terjadi pengerutan atau penggumpalan rantai polimer seperti halnya polimer non-elektrolit. Dalam peristiwa ini akan terjadi perubahan viskositas yang cukup signifikan, larutan menjadi encer.
peruraian garam
rantai polielektrolit menggumpal POLIMER ANORGANIK Produk lain yang termasuk sebagai polimer special adalah polimer anorganik. Adanya polimer anorganik tentu saja mengacu pada keberadaan istilah polimer organik. Pada polimer organik –seperti yang selama ini dibahasterdapat ciri utama yaitu doiminasi atom karbon (C) pada rantai utama. Sedangkan polimer anorganik mempunyai rantai utama yang didominasi selain atom karbon. Adapaun yang termasuk dalam polimer anorganik adalah silikon, polisilan, poligerman, polistanan dan polifosfazen. Oleh karean silikon juga termasuk produk elastomer maka uraian tentangnya dapat dilihat pada bab elastomer. POLISILAN Polisilan atau polidimetilsilan termasuk polimer anorganik dan mempunyai struktur kristal. Oleh karenanya polisilan tidak bisa dilarutkan dengan pelarut apapun. Selain itu polisilan baru mulai meleleh bila dipanaskan
pada suhu 250oC. Polisilan dapat dibuat dikhlorodimetilsilan dengan logam sodium (natrium).
dikhlorodimetilsilan
dengan
mereaksikan
polisilan
struktur polisilan (polidimetilsilan) Dengan struktur tersebut dan seperti diutarakan diatas, secara fisik produk polisilan cukup keras, sulit larut dan tahan panas. Namun seperti halnya produk polimer dengan kharakteristik tadi (sulit larut , keras dan tahan panas tinggi) maka secara aplikatif sulit untuk diproses (dibentuk). Oleh karenya perlu dilakukan rekayasa sehingga menghasilkan turunan produk yang relatif mudah untuk diproses. Berikut dibawah reaksi antara dikhlorodimetilsilan dengan logam sodium namun dengan penambahan dikhlorometilfenilsilan.
dikhlorometilfenilsilan
Senyawa yang terbentuk (merupakan kopolimerisasi) mengandung gugus fenil. Keuntungan adanya gugus fenil ialah kesempatan atau kemapuan untuk terbentuknya struktur kritalin menjadi berkurang. Dengan menipisnya struktur kristalin maka menjadikan produk polimer bisa dilarutkan sehingga dan mudah dinbentuk (diproses).
POLIGERMAN DAN POLISTANAN Sebutan poligerman, polistanan terlihat mengacu pada senyawa Germanium (Ge) dan Stanum (Sn). Seperti halnya pada silikon dan polisilan senyawa rantai utama adalah senyawa anorganik . Bersama sama dengan polisilan kedua produk polimer anorganik ini banyak dikembangkan untuk aplikasi konduktor listrik. Polidimetilgerman
polidimetilstanan
POLIFOSFAZEN Polifosfazen mempunyai struktur yaitu pada rantai utama terdapat dua jenis atom yaitu atom P dan atom N. polifosfazen
Polifosfazen dibuat dengan merekasikan fosforpentakhlorida dan amonium khlorida membentuk polimer terkhlorinasi. Senyawa tersebut kemudian direksikan dengan garam alkhohol (RONa) , R adalah hidrokarbon (CxHy).
fosforpentakhlorida amonium khlorida
polifosfazen
POLIMER KRISTAL CAIR Polimer kristal cair (liquid crystal polymer, LCP) merupakan salah satu produk canggih polimer spesial dan dari asas manfatnyapun cukup tinngi. Tentu khalayak tidak asing dengan layar LCD (liquid crystal display) yang banyak dipakai pada produk audio-visual, kalkulator, telepon selular dan sebagainya. Sesunguhnya esensi dari LCD adalah LCP. Kreasi awal mengenai LCP dimulai dengan ditemukannya poliester kristal cair disebut (nama dagang) Vectra seperti bentuk dibawah. O ---- O
C – O -__ C ____ n O Vectra
Kemudian rekyasa LCP lainnya menghasilkan polibensilglutomat. ---- CH – CONH---n (CH2)2 CO2
CH2
polibensilglutomat Unit cabang pada rantai utama merupakan bagian yang kaku (rigid) dari LCP. Unit ini lazim dinamakan mesogen.Kemudian dilanjutkan dengan rekayasa yang menghasilkan poliester termotropik dengan nama dagang Xydar.
O --- O
O
C–O
O– C
x
O C ---y
Xydar Adapun variasi struktur LCP terdiri atas tiga bentuk yaitu: smetik, nematik dan kholesterik. Struktur smetik berupa akumulasi krital secara vertikal yang membentuk lapisan secara teratur kerahah vertikl pula. Sedangkan struktur nematik juga juga berupa akumulasi krital secara vertikl namun secara tidak beraturan (tidak membentuk lapisan). Pada struktur kholesterik terdapoat juga susunan atau lapisan kumulatif kristal secara horizontal dan lapisan-lapisan tersebut tersusun kerah vertikal. Dari ketiga variasi polimer kristal cair tersebut struktur nematik nampakmnya sementara ini yang paling berkembang. dalam aplikasi. Dari gambaran bermacam jenis polimer (termoplastik) rekayasa dan polimer spesal diatas tampak bahwa perkembangan polimer sangatlah pesat. Dewasa ini banyak penelitian polimer berbasis nanoteknologi dimana bakal dihasilkan produk polimer yang mempunyai performa tinggi. Selain daripada itu produk polimer tersebut diharapkan dapat mensubstitusi secara lebih luas penggunaan kayu maupun logam bagi berbagai keperluan.
POLIMER KONDUKTIF Barangkali sulit dibayangkan pada awalnya bahwa polimer –yang mungkin berkonotasi kepada produk plastik- bisa direkayasa menjadi produk polimer spesial yang mempunyai kemampuan daya hantar listrik. Produk tersebut dinamakan polimer konduktif Contoh aplikasi polimer konduktif diantaranya adalah baterai, sensor, elektrokhromik dan sebagainya. Poliasetilen merupakan polimer konduktif yang pertama dikembangkan. Produk lain polimer konduktif adalah politiofen, polifenilen dan polipirol. Berikut dibawah struktur beberapa polimer konduktif. CH = CH == HC
CH == n poliasetilen
n politiofen
N H polipirol
n
S n politiofen
BIOPLASTIK Sudah menjadi perhatian bersama bahwa “kelemahan” produk plastik secara umum adalah pada kesulitan untuk diurai oleh alam (nonbiodegradable). Ini memberi potensi akumulasi sampah plastik. Memang cukup banyak jenis sampah plastik yang kemudian didaur ulang (recycling), namun bagaimanapun masih cukup banyak sisa plastik yang tidak dapat terambil dan itu tidak dapat hancur untuk kemudian menyatu dengan tanah. Belum lagi beberapa jenis polimer yang termasuk dalam golongan termoset dan polimer rekayasa maupun polimer spesial. Sebagian besar -bahkan hampir semuaproduk polimer tersebut tidak bisa didaur ulang. Oleh karenanya lalu muncul generasi bioplastik yaitu jenis plastik yang dapat diurai alam (biodegradable). Menilik dari kosakata ‘bio’ maka jenis plastik tersebut tentunya terbuat dari bahan dasar seperti hasil pertanian misalnya yang merupakan renewable resources. Oleh kerena sifat produk bioplastik yang ramah lingkungan maka beberapa kalangan menyebutnya sebagai plastik hijau (green plastic). Sebenarnya di alam telah tersedia apa yang disebut biopolimer yaitu dalam bentuk selulose, karbohidrat, jenis protein seperti kalogen, kasein, poliester alami dan sebagainya. Namun dari kesemua bioplimer tersebut hanya sebagian yang dapat diproses menjadi bioplastik. Pati atau karbohidrat yang berasal dari berbagai biji-bijian seperti jagung, beras, kedelai, juga umbi-umbian, merupakan bahan dasar yang dapat diproses menjadi bioplastik. Selain daripada itu kasein dan gelatin juga direkayasa untuk dijadikan plastik. Kemudian poliasamlaktat juga dicoba untuk diproses menjadi berbagai plastik pembungkus. Pertanyaannya mengapa perkembangan aplikasi dan sosialisasi bioplastik terkesan kurang begitu cepat.? Kendala yang timbul dari rekayasa bioplastik adalah harga pokok produksi yang masih tinggi, ini berakibat harga jual produk bioplastik masih berlipat-lipat dari harga plastik biasa. Dengan kata lain belum ekonomis. Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan juga
kesadaran ataupun desakan akan pentingnya kelestarian alam maka kehadiran bioplastik secara masal rasanya hanya persoalan waktu.
BAB IX
PEMROSESAN PRODUK POLIMER
Bahan atau produk polimer sebagai hasil polimerisasi sebagian besar berbentuk resin plastik (ada yang menyebutnya pellet atau chip plastik). Resin tersebut kemudian diproses dengan berbagai teknik diataranya ekstrusi (extrusion), molding, kalendering (celendering), pelapisan (coating) dan spining (spinning). Namun tidak seluruh produk polimer mesti dijadikan resin Beberapa jenis polimer termoset tidak memungkinkan dibuat resin, demikian juga untuk beberapa jenis polimer rekayasa maupun polimer spesial, oleh karenanya perlu teknik khusus untuk memprosesnya. EKSTRUSI Pada proses ekstrusi terjadi peristiwa transfer (conveying) resin dari satu titik ke titik lain menggunakan ulir (screw), kemudian pelelehan dan penekanan. Secara prinsip resin masuk dalam wadah (hoper) kemudian dibawa oleh ulir sambil mengalami proses pelelehan. Panas berasal dari kumparan yang dipasang di sekeliling ulir. Begitu pergerakan bahan menuju ujung, terjadi kenaikan tekanan karena bahan polimer mesti melalui lubang kecil sedangkan dari belakang ulir terus bergerak menekan. Bahan keluar selanjutnya bisa “dieterima” oleh molding untuk dicetak, atau kembali dibuat resin. Khusus yang terakhir ini sepertinya merupakan aktivitas pengulangan (dari resin yang dikenain proses ekstrusi untuk dibentuk resin kembali). Jawabannya secara
teknis memang demikian. Namun sebenarnya resin yang keluar berbeda dengan resin yang masuk. Dalam kasus ini resin yang masuk dicampur dengan bahan lain sehuingga resin keluar mempunyai sepsifikasi yang khusus. Dengan demikian tujuan ekstrusi dianatarnya adalah untuk mendapat resin dengan spesifikasi berbeda dengan cara compunding, atau tujuan pewarnaan, proses daur ulang, selain sebagai proses pendahuluan sebelum proses molding. Pencampuran (compounding) merupakan hal yang umum di industri polimer plastik. Sebagai contoh plastik SAN (stirine-akrilonitril) bila dicampur dengan SBS rubber (stririne-butadien-stririn rubber) melalui ekstruder (alat pengekstrusi) akan menjadi plastik ABS (akrilonitril-butadien-stririne). Dalam hal ini pencampuran bertujuan untuk mendapatkan plastik yang keras sekaligus liat. Plastik SAN bersifat keras namun getas. Untuk menghilangkan kegetasan maka perlu dicampur dengan SBS rubber agar mempunyai sifat liat, maka jadilah plastik ABS tersebut. Kemudian proses ekstrusi juga dipakai untuk pewarnaan resin. Sebagai contoh resin ABS dalam keadaan asli berwarna putih kekuningan dan opak (tidak transparan). Dan seperti diketahui aplikasi ABS diantaranya adalah untuk bodi sepeda motor, casing HP dan seterusnya. Produkproduk tersebut kenyataannya memerlukan variasi warna,. Untuk itulah resin ABS diberi pigmen dengan menggunakan proses ekstrusi. Sedangkan proses daur ulang beberapa jenis plastik juga menggunakan ekstruder. Dalam hal ini plastik bekas dalam ukuran potongan tertentu diumpankan ke hoper untuk selanjutnya diekstrusi menghasilkan resin palstik daur ulang. Resin tsb kemudian dikirim (dujual) ke pabrik molding untuk dicetak. Ekstruder yang ada dipasaran biasanya terdiri atas ekstruder tunggal (single extruder) dan ekstruder ganda atau kembar (twin extruder). Seacara umum ekstruder ganda mempunyai nilai lebih yaitu pencampuran yang lebih merata dan biasanya outputnya besar. Tentu saja harga ekstruder ganda lebih mahal dibanding elkstruder tunggal. Berikut dibawah penampang melintang kedua jenis ekstruder dan foto ekstruder ganda. Ekstruder tunggal resin masuk
hasil keluar
Ekstruder ganda resin masuk
hasil keluar
Ekstruder ganda
Sumber: Farrel
MOLDING Molding merupakan proses pencetakan bahan polimer menjadi bentuk sesuai dengan yang dikehendaki. Botol plastik kemasan air minum dan kemasan-kemasan merupakan contoh hasil proses molding. Adapun proses molding dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu blow molding, injection molding, compression molding, resin transfer molding (RTM), vacuum forming dan SCRIMP. BLOW MOLDING Prinsip proses blow molding adalah didahului oleh proses ekstrusi menggunakan ekstruder dimana lelehan polimer yang keluar berupa silinder berongga (desebut dengan parison). Parison –yang ditunjukkan dengan anak panah pada gambar A- kemudian diposisikan dalam molding yang dalam kedaan terbuka seperti pada gambar A. Selanjutnya molding menutup (gambar B) yang diikuti dengan peniupan udara kedalam rongga parison. Oleh karenya terjadi pengembangan sesuai dengan bentuk molding yang ditunjukkan oleh gambar D. Beberapa plastik jenis polietilen baik LDPE maupun HDPE, polipropilen, polivinilkhlorida merupakan polimer yang banyak dibentuk melalui proses blow molding. Skema proses blow molding
A
B
C
D
Berikut foto blow molding lengkap atau utuh dengan ekstruder yang diproduksi oleh Air Irco. Blow molding tipe PETstar4
Sumber : Air Irco
INJECTION MOLDING Adapun pada injection molding prosesnya diawali dengan dituangkannya resin kedalam hopper atau corong. Selanjutnya terjadi pemanasan sedemikian sehingga resin meleleh dan ditransfer ke ujung menggunakan ulir seperti terlihat pada gambar dibawah. Penampang injection molding
Sumber: ChePartner
Polimer yang keluar dari mesin injeksi selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk molding. Berikut dibawah foto injection molding. Gambar injection molding
Sumber : ChePartner Beberapa produk hasil proses injectiom molding pada bidang otomotif diantaranya casing lampu, tutup radiator dan sebagainya. Selain daripada itu terdapat pula apa yang dinamakan dengan reaction injection molding atau RIM. Ciri proses ini adalah bahwa bahan polimer yang dicetak tidak dalam bentuk resin atau pellet (atau chip), tetapi merupakan polimer slurry hasil reaksi.. Jadi cairan kental hasil reaksi, langsung diinjeksikan ke mold untuk dicetak. Skema recrion injectiom molding
RESIN TRANSFER MOLDING (RTM) Aplikasi resin transfer molding disingkat RTM banyak dipakai pada industri otomotif seperti dashboard mobil. Demikian juga pada pencetakan bodi sepeda motor. Mekanisme RTM adalah seperti tergambar di bawah. Pertama yaitu menempatkan suatu komponen cetakan yang lazim dikenal dengan preform kedalam molding Selanjutnya resin ditransfer dengan tekanan memelui celah kedalam molding hingga memenuhi voluime preform. Kemudian molding dipanaskan sehingga resin meleleh dan membentuk cetakan sesuai bentuk preform. Seteleh dingin molding dilepas dan hasil cetakan dikeluarkan. Gambar proses TRM preform
COMPRESSION MOLDING Prisip dasar compression molding adalah menempatkan resin didalam mold bagian bawah selanjutnya komponen mold atas diturunkan dan dilanjutkan pemanasan . Begitu resin meleleh maka secara otomatis akan memembentuk cetakan sesuai bentuk celah pada molding. Polimer plastik
yang dibentuk melalui compression molding adalah dari jenis termoseting, meskipun jenis polimer termoplastik juga dapat diproses melalui cara ini. Mekanisme compression molding
VACUUM FORMING Kalau anda membeli biskuit kalengan maka anda sering menemukan didalamnya terdapat plastik agak kaku dan agak tipis yang ditempati biskuit dengan aneka bentuk. Jenis plastik tersebut melekuk keatas dan kebawah menyesuaikan bentuk biskuit yang di tampung. Plastik jenis tersebut kebanyakan dibuat dengan metoda vacuum forming. Mekanisme vacuum forming dapat dilihat pada gambar dibawah. Polimer plastik sebagai bahan lembaran diletakkan diatas mold. Selanjutnya diklem dengan fixture rapat-rapat. Manakala kondisi vakum bekerja, maka lembaran plastik akan tertarik ke bawah menjadi bentuk tertentu sesuai bentuk mold.
Mekanisme vacuum forming
Sumber : Thomas Nissen SCRIPM Seemann Composites Resin Infusion Molding Process disingkat SCRIMP merupakan proses pembuatan produk komposit yang lazim dilakukan akhirakhir ini. Komposit adalah bahan yang terdiri atas campuran atau kombinasi beberapa bahan dalam hal ini bahan polimer. Aplikasi Scrimp diantaranya adalah pada pembuatan perahu. Dalam proses dibawah terlihat bahwa terdapat beberapa lapisan bahan polimer yang kemudian dilengketkan satu sama lain dengan bantuan sistem vakum. Bahan polimer dalam hal ini misalnya politetrafluroetilen, nilon, serat karbon , epoksi resin dan sebagainya. Mekanisme SCRIMP
Didalam cekungan SCRIMP selain lapisan mold yang posisinya paling bawah, kemudian diatasnya terdapat dua lapisan serat yang dibatasi oleh core. Bagian terluar lapisan yang disebut bag. Campuran resin polimer bersama curing agent dijadikan satu dalam suatu wadah. Selanjutnya diumpankan atau dihisap menembus lapisan serat dan seterusnya hingga mencapai mold menggunakan pompa vakum. Selanjutnya dipanaskan hingga beberap jam sehingga kombinasi resin meleleh dan tercampur homogen. Kemudian didinginkan dan produk komposit diambil.
SPINNING Spinning merupakan pemrosesan produk polimer yang menghasilkan serat. Nilon, benang poliester merupakn contoh produk polimer yang direkayasa melalui proses spinning. Selama ini dikenal tiga tipe proses spinning yaitu melt spinning, dry spinning dan wet spinning. MELT SPINNING Pada melt spinning, resin polimer dalam keadaan murni (tanpa dicampur dengan pelarut atau solven) dituangkan kedalam ekstruder untuk dilelehkan dan dikenai proses ekstrusi. Keluar dari ekstruder, lelehan polimer dimasukkan kedalam unit spinning yang terdiri atas pompa, filter dan spinnert. Hasilnya adalah sejumlah serat panjang yang kemudian didinginkan aliran udara. Seratserat tersebut selanjutnya digulungkan pada bobbin.
Proses melt spinning
resin polimer
ekstruder filter spinneret udara
bobbin
DRY SPINNING Pada dry spinning pertama kali polimer dilarutkan dalam suatu pelarut. Kemudian sebelum masuk ke unit spinning perlu dipanaskan menggunakan heat exchanger. Didalam kolom spinning , pelarut yang ada diuapkan dengan gas panas untuk didaur ulang. Serat yang terbentuk selanjutnya digulunkan pada bobbin.
polimer
pemungut pelarut
pelarut
tangki larutan filter tangki pengumpan pompa heat exchanger gas panas kaya pelarut kolom spinning
gas panas aplikator
bobbin
Proses dry spinning
WET SPINNING Seperti halnya pada dry spinning, proses wet spinning juga menggunakan media pelarut. Bedanya pembentukan serat polimer menggunakan air sebagai media koagulan. Serat yang terbentuk dicuci atau dilakukan peregangan kemudian digulung.
Proses wet spinning
polimer
pelarut tangki larutan filter
ke pencucian filter
tangki pengumpan
heat exchenger
roll
pompa
koagulan terpakai
koagulan segar
KALENDERING Salah satu polimer plastik yang sering kita temui adalah gulungan atau lembaran plastik tipis. Produk tersebut kemudian dibentuk menjadi tas atau pembungkus lainnya. Prisnsip proses kalendering adalah membuat lapisan tipis polimer plastik menggunakan roll pres. Pertama celah diantara roll cukup besar
kemudian secara bertahap mengecil sehingga polimer yang lewat menjadi kian tipis dan pada akhirnya lembaran tersebut digulung.
Mekanisme kalendering
COATING Coating atau pelapisan bahan polimer kedalam suatu lembaran (web). Adapaun proses coating mempunyai cara yang bervariasi seperti tergambar dibawah. Pada metoda roll coating , web melewati celah diantar roll dan terlapisi oleh cairan polimer yang berasal dari bak. Pada jenis blade coating, web melewati roll yang terlapisi cairan polimer dimana tebal tipisnya diatur dari tekanan pisau. Sedangkan pada metoda curtain coating, web bergerak melewati die yang mengucurkan bahan polimer sehingga terbentuk lapisan.
Mekanisme coating
web
web pisau
pisau Roll coating
Blade coating
die
cairan polimer web
Curtain coating
BAB X PROSES POLIMERISASI SKALA LABORATORIUM & PILOT PLANT PROSES SKALA LABORATORIUM Produk polimer yang sekarang banyak dipergunkan orang dalam keperluan sehari hari seperti plastik, lem, cat tembok dan sebagainya, tentu diproduksi dengan skala industri dengan output puluhan bahkan rausan ton perharinya mengingat konsumsi yang cukup tinggi. Namun demikian pada tataran lain yaitu penelitian dan pengembangan, sebagian besar produk polimer tersebut dibuat dalam skala kecil atau skala laboratorium dengan volume hasil katakan 1-2 kg per batch. Namun demikian meskipun volume hasilnya sedikit, percobaan skala laboratorium ini merupakan penelitian dasar sebelum melangkah ke skala lebih tinggi (skala pilot plant maupun skala industri). Berikut dibawah diilustrasikan beberapa pembuatan polimer skala laboratorium yang pernah dilakukan. A. PEMBUATAN PEREKAT UREA-FORMALDEHID Produk urea-formaldehid yang merupakan perekat kayu dpata dibuat dengan mereaksikan urea dengan formaldehid dengan larutan buffer asam borat. Katalisator yang dipakai adalah soda api. Percobaan yang dilakukan oleh Heru Rustono dilangsungkan melalui empat tahap. Tahap pertama adalah pemurnian urea sebagai bahan baku , kemudian tahap kedua proses polimerisasi secara batch dalam labu leher tiga. Tahap ketiga adalah proses dehidtarasi guna pemekatan hasil. Proses polimerisasi beralngsung pada suhu 90oC selama 50 menit. Hasil polimer perekat selanjutnya dites atau diuji kualitasnya, Bahan baku Spesifikasi bahan baku dijabarkan sebagai berikut.
Urea CO (NH2)2 Bahan ini berwujud kristal putih dalam kemasan 1 kg keluaran Merck. Bahan disimpan dalam botol berwarna (jangan mennggunakan botol bening trnasparan) ditutup dan dihindarkan dari sinar matahari langsung. Formaldehid HCOH Digunakan larutan formalin 35% dalam kemasan botol satu liter Sebelum dipakai larutan ini perlu dites kemurnian atau kandungan formaldehidnya. Asam borat H3BO3 Dipakai asam borat padat berupa kristal putih, dalam satu batch dipakai asam borat sebanyak 5 gram. Asam borat berfunhsi sebagai larutan buffer. Larutan soda api NaOH Larutan soda api dibuat dengan melarutakn flake NaOH kedalam air hingga mempunyai konsentrasi 50%. Banyaknya larutan soda api dalam reaksi adalah berpatokan pada target pH sekitar delapan. Alkohol C2H5OH Digunakan alkohol 95%. Alkohol dipakai untuk mengencerkan produk hasil perekat.
PEMURNIAN UREA Urea dimurnikan dengan cara melarutkannya dalam air dan dipercepat dengan pemanasan. Larutan urea kemudian disaring menggunakan perangkat seperti dibawah. Air yang mengandung impurities tertampung di erlenmeyer, sedang urea murni diambil dari corong. Peralatan rekristalisasi urea
1 2
5
4
Keterangan gambar 1. 2. 3. 4. 5.
Gelas beker Kompor listrik Corong porselen Erlenmeyer Pompa hisap
PROSES POLIMERISASI Formaldehid atau formalin dimasukkan kedalam reaktor (labu leher tiga) diikuti asam borat, urea, dengan jumlah mengikuti tabel dibawah. Selanjutnya air pendingin dijalankan, pengaduk dan pemanas listrik dihidupkan hingga pemanas gliserol mencapi suhu 120oC. Saat suhu dalam reaktor mencapai konstan 90oC, masukkan katalisator larutan soda api kedalamnya melalui pendingin balik. Tetapkan waktu reaksi selama 50 menit dihitung saat pemasukan katalisator tadi. Hasil reaksi kemudian didinginkan dan dipindahkan kedalam labu distilasi guna proses dehidratasi. Tabel perbandingan jumlah mol urea – formaldehid Sampel 1 2 3 4 5 6
Urea – Formaldehid (perbandingan mol) 1 : 0,5 1 : 0,75 1 : 1,0 1 : 1,25 1 : 1,5 1 : 1,75
Urea – Formaldehid (gram) 15 : 10,11 15 : 15,16 15 : 20,22 15 : 25,27 15 : 30,32 15 : 35,38
7 8 9
1 : 2,0 1 : 2,25 1 : 2,5
15 : 40,43 15 : 45,48 15 : 50,54
Gambar peralatan polimerisasi
5 3
3
6 7
4
1
8 2 .
Keterangan gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Labu leher tiga Bak pemanas gliserol Pengaduk listrik Pemanas listrik Pendingin balik Pengaduk merkuri Termometer Pengatur suhu (thermocontroller)
DEHIDRATASI POLIMER PEREKAT Proses ini bertujuan memekatkan cairan perekat hasil polimerisasi hingga mencapai kekentalan yang dikehendaki. Pertama penjepit selang ditutup. Selanjutnya pengaduk dan pemanas gliserol dihidupkan, demikian juga dengan air pendingin. Setelah kran manometer dibuka, lakukan seting hingga tekanan dalam labu 20 mmHg dengan membuka secara perlahan penjepit selang. Suhu dalam labu dipertahankan 40oC. Proses dijalankan selama satu jam, hasil larutan pekat kemudian dimaskukkan dalam botl guna dilakukan pengujian kualitas. Rangkaian alat dehidratasi polimer
10 5 4 6
10 11
3
1 7 8
2 9 .
Keterangan gambar 1. Labu distilasi 2. Pemanas gliserol 3. Pengaduk listrik 4. Pipa kapiler 5. Termometer 6. Pendingin air 7. Pemanas listrik 8. Pengatur suhu 9. Erlenmeyer 10. Penjepit selang
9
12
13
11. Manometer 12. Erlenmeyer 13. Pompa hisap
PENGUJIAN KUALITAS Pengtesan produk polimer perekat meliputi penentuan konversi optimum resin polimer, uji aplikasi dan uji sifat-sifat fisis. Konversi ditunjukkan dengan pengukuran kadar resin yang terbentuk yang dinyatakan dalam persen seprti tergamabr pada tabel berikut. Tabel perbandingan mol urea – formaldehid terhadap kadar resin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Urea : Formaladehid (mol) 1 : 0,50 1 : 0,75 1 : 1,00 1 : 1,25 1 : 1,50 1 : 1,75 1 : 2,00 1 : 2,25 1 : 2,50
Kadar resin (%) 71,30 65,20 58,40 60,70 54,30 51,60 47,20 44,50 41,10
Dari tabel diatas terlihat bahwa kandungan resin terbanyak dicapai pada perbandingan urea : formaldehid = 1 : 0,5 . Berikutnya terlihat penambahan formaladehid justru menurunkan kadar resin. Hal ini bisa difahami mengingat terjadi ekses atau kelebihan formaldehid yang kemudian menguap sehingga akhirnya kandungan resin menurun. Uji aplikasi dilakukan dengan cara sebagai berikut. Perekat diencerkan dengan alkohol selanjutnya dioleskan pada kayu mahoni dengan ukuran tertentu kemudian ditangkupkan dan dijepit. Kayu mahoni dipilih karena mempunyai berat jenis yang mendekati kayu “maple” seperti tertera salam ASTM D.732-46. Tangkupan kayu dalam keadaan mendapat tekanan tersebut kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama
satu jam. Setelah itu kayu diambil, dilepas jepitannya lalu disimpan dalam desikator selama tujuh hari. Terakhir dilakukan pengujuan kuat geser. Tabel perbandingan mol urea – formaldehid terhadap kuat geser perekat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Urea : Formaladehid (mol) 1 : 0,50 1 : 0,75 1 : 1,00 1 : 1,25 1 : 1,50 1 : 1,75 1 : 2,00 1 : 2,25 1 : 2,50
Kuat Geser (kg/cm2) 18,20 21,30 23,10 27,40 29,50 32,40 34,60 33,00 31,70
Dari tabel terlihat pada awalnya kuat geser semakin besar seiring pertambahan formaldehid. Namun itu tidak seterusnya, pada titik tertentu akan dicapai kondisi optimum (disini pada no 7) yaitu saat perbandingan urea : formaldehid = 1 : 2 . Seteleh titik tersebut, penambahan formaldehid justru memperlemah kuat geser. Sedangkan pengujian sifat-sifat fisis meliputi pengaruh perbandingan perekasi terhadap volatilitas, specific gravity, dan sebagainya tidak diuraikan disini.
B. PEMBUATAN POLIESTER Seperti dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa salah satu produk poliester yang terkenal adalah polietilen tereftalat (PET) dan nilon. Pembuatan nilon seperti yang akan dijabarkan oleh Rudolf Indraloka adalah berbasis proses esterifikasi dimana asam adipat direksikan dengan etanol (alkohol) hingga membentuk dietil adipat. Dietil adipat kemudian juga direaksikan dengan etanol hingga terbentuk poliseter atau nilon (proses poliesterifikasi). Bahan baku Bahan baku yang dipergunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut.
Asam Adipat HOO-(CH2)4-COOH Berat molekul 146,14, kerapatan 1,36, titik lebur 152oC, titik didih 265oC, kelarutan dalam air pada temperatur 15 oC adalah 1,4 g/100 g. Etanol C2H5OH Dipakai alkohol absolut dengan berat molekul 46,17, kerapatan 0,81 g/ml, titik didih 78,2 o C. Etilen Glikol HOCH2CH2OH Berat molekul 62,07, kerapatan 1,113 g/ml, titik didih 197,4oC, larut dalam air dan alkohol. PTSA (asam para toluen sulfonat) CH3C6H4SO3H.H2O Berfungsi sebagai katalisator. Berat mol4ekul 190,21 , titik lebur 146oC , kelarutan sangat baik dalam air dan alkohol. Bahan bahan lain Bahan pelengkap lain guna analisis adalah asam perkhlorat, etil asetat, asam asetat anhidrid, natrium hidroksida, metanol dan sebagainya. ESTERIFIKASI Rangkaian alat guna proses esterifikasi tergambar dibawah, Pada mulanya asam adipat dimasukkan ke labu leher tiga, kemudian diikuti katalisator PTSA. Kemudian pengaduk dijalankan , pemanas dan pengatur suhu juga dijalankan. Setelah suhu reaksi tercapai , masukkan etanol kedalam labu. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan setiap 30 menit , ditimbang guna analisis hasil (titrasi menggunakan NaOH 0,02 N dengan indikator PP). Campuran reaksi selanjutnya dipisahkan dengan etanol sisa menggunakan sistem distilasi hampa. Campuran hasil dietil adipat dan PTSA dipisahkan dengan penambahan air dan khloroform. Air akan melarutkan PTSA dan asam adipat sisa, sedang dietil adipat larut dalam khloroform. Campuran khloroform dan dietil adipat sebagai lapisan bawah dipisahkan memakai corong pemisah. Selanjutnya dicuci kembali dengan air guna memisahkan kemungkinan adanya asam adipat dan PTSA sisa lalu dipisahkan lagi. Terakhir campuran dietil adipat dan khloroform dipisahkan melalui distilasi hampa. Gambar peralatan esterifikasi
5 3
3
6 7
4
1
8 2 .
Keterangan gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Labu leher tiga. Bak pemanas gliserol. Pengaduk Pendingin balik Pengaduk merkuri Termometer Pemanas Pengatur suhu (thermocontroler)
Dari pengambilan sampel secara periodik kemudain dilakukan pengukuran kadar asam adipat yang terbentuk hingga didapat korelasi waktu reaksi dengan kadar gusus karboksilat pada berbagai suhu. Hubungan waktu reaksi esterifikasi dengan kadar gugus karboksilat pada suhu 80oC No
Waktu (menit)
Konsentrasi x 103 gek/g
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
5,2184 4,2387 3,5563 3,2049 3,0588 2,7973 2,6707 2,6362 2,4628 2,3574 2,3074 2,2686 2,2404 2,2311
Tabel hubungan waktu reaksi esterifikasi dengan kadar gugus karboksilat pada suhu 86oC dan 90 oC No
Waktu (menit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
15 30 45 60 75 90 120 135 150 165 180 140
Konsentrasi x 103 gek/g 86 oC 3,640056 3,231664 3,008635 2,527927 2,265704 2,079853 1,931231 1,891609 1,833130 1,816272 1,809614 1,801371
Konsentrasi x 103 gek/g 90 oC 3,767650 3,288714 2,963043 2,485384 2,211575 2,031431 1,989689 1,952016 1,932607 1,012790 -
Dari tabel terlihat bahwa pada awal reaksi terjadi perubahan reaksi yang cukup besar. Hal ini karena pada awal reaksi konsentrasi reaktan cukup besar sehingga kecepatan reaksi sangat tinggi dan sulit diamati. Namun pad akhir reaksi kecepatan reaksi hampir konstan yang disebabkan hampir dicapainya keadaan setimbang. Terdapatnya air pada awal reaksi dapat mempercepat tercapainya kesetimbangan reaksi. Selanjutnya dihitung konstanta kecepatan reaksi dengan hasil pada tabel berikut. Tabel Hubungan konstanta kecepatan reaksi dengan suhu
Suhu, oC 80 86 90
k1 x 103 3,824057 4,603741 4,994491
K2 x 103 3,187644 3,679037 3,830242
K 1,199650 1,251344 1,303962
Selanjutnya dibuat hubungan ln k dengan 1/T dan akhirnya diperoleh persamaan: Ln k1 = 4,2547 – 3464,734 / T atau k1 = 70,43711 e (-3464,734/T) , energi aktifasi = 6884,427 kal/g, ralat rata-rata = 3,03 % Ln k2= 1,0898420 – 2411,018/T atau k2 = 2,973805 e (-2411,018/T energi aktifasi = 4790,693 kal/g, ralat rata-rata = 4,41 %
)
,
Ln K = 3,162775 – 1052,963 / T atau K = 23,63609 e (-1052,963 / T) , energi aktifasi = 2092,238 kal/g, ralat rata-rata = 4,36 % POLIESTERIFIKASI Poliesterifikasi dilakukan dengan merekasikan dietil adipat hasil esterifikasi dengan etilen glikol menggunakan katalisator PTSA. Peralatan yang digunakan seperti tergambar dibawah. Pertama dietil adipat dimasukkan kedalam labu kemudian disusul katalisator PTSA. Pompa dan pemanas dihidupkan, suhu dipertahankan dengan mengatur thermocontroller. Kemudian masukkan etilen glikol kedalam labu. Manakala adonan sudah homogen, setiap 45 menit diambil contoh guna anlaisis. Lakukan untuk berbagai variasai suhu yaitu 110 oC, 121 oC, 130 oC, 140 oC. Tabel hubungan waktu reaksi poliesterifikasi dengan konsentrasi ester pada suhu 110 oC, 121 oC, 130 oC, 140 oC Konsentrasi x mgek/g No
Waktu (menit)
110 oC
121 oC
130 oC
140 oC
1 2 3 4 5 6 7
35 75 120 165 210 255 300
3,6752546 3,5040897 3,3615805 3,3375209 3,2392960 3,1523963 3,0812942
3,6032080 3,4265410 3,2917515 3,1937015 3,0897946 3,0117206 2,9481489
3,4622763 3,2110297 3,1261733 2,9634029 2,831977 2,6087845 2,5069256
3,38847993 3,04527789 2,75755670 2,61272270 2,48124855 2,37773403 2,29290153
Selanjutnya dibuat hubungan konstanta kecepatan reaksi dengan suhu dan diperoleh data sebagai berikut. Tabel Hubungan konstanta kecepatan reaksi dengan suhu Suhu, oC 110 121 130 140
Kp x 103 1,939456 2,227547 3,967577 5,057214
Ln kp - 6,2453477 - 6,1068543 - 5,5295997 - 5,2869395
Selanjutnya dibuat hubungan ln k dengan 1/T dan akhirnya diperoleh persamaan: Ln kp = 7,891731 – 5445,396 / T atau kp = 2675,07 e (-5445,396 / T) energi aktifasi = 1,082 x 104kal/gmol ralat rata-rata = 9,062 % Rangkaian alat poliesterifikasi
4 7
8
11
6 5
13
5 9 2
10 15
1 3 12
Keterangan gambar 1. Tangki nitrogen 2. labu leher tiga 3. Bak pemanas 4. Pipa kran tiga arah 5. Termometer 6. Pengaduk nitrogen 7. Pengaduk biasa 8. Pendingin
12
14
9. Pemanas listrik 10. Probe 11. Penjepit selang 12. Erlenmeyer 13. Manometer 14. Erlenmeyer 15. Pompa hisap
C. PEMBUATAN RESIN ALKID Bahan pelapis (coating) atau cat mempunyai jenis yang bermacam-macam salah satunya adalah dari jenis alkid. Resin alkid dapat dibuat melalui dua tahap yaitu: pertama reaksi glisererolisis minyak kedelai (dalam bentuk trigliserida) dengan gliserol guna memperoleh monogliserida. Kedua reaksi poliesterifikasi monogliserida dengan phtalat anhidrat untuk menmeperoleh resin alkid yang term odifikasi. Berikut hasil percobaan yang pernah dilakukan oleh Indra Gunawan. Bahan baku Bahan baku yang dipergunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut. Gliserol CH2OHCHOHCH2OH Berupa cairan kuning dengan berat molekul 92 g/gmol, titik didih 290 oC, larut dalam air dan alkohol. Phtalat anhidrat C6H4 (CO)2 O Berbentuk kristal putih, berat molekul 148 g/mol, titik didih 284,5 oC, titik lebur 130,8 oC, larut dalam air dan alkohol. Minyak kedelai (soya bean oil) Berupa cairan berwarna kuning muda, densitas 923 g/l, titil lebur – 23oC, flash point 316,7 oC.
PROSES GLISEROLISIS MINYAK KEDELAI Minyak kedelai ditimbang dengan berat yang sudah ditentukan (minyak kedelai sebanyak 45 gram dan gliserol 18,4 gram) kemudian dimasukkan kedalam labu leher tiga. Selanjutnya pengaduk dihidupkan , pemanas dijalankan hingga dicapai suhu 180 oC.
masukkan katalisator PbO sejunlah 0,2 % berat minyak kedelai. Setelah itu barulah gliserol dengan berat tertentu ditambahkan kedalam labu. Pertahankan reaksi pada suhu 180 oC selama dua jam. Gambar peralatan gliserolisis .
4 3 6 5
1
2 .
7
.
Keterangan gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
labu leher tiga Jaket pemanas Pengaduk merkuri Motor pengaduk Statif Termometer Powerstat
7
Hasil proses gliserolisis minyak kedelai dan gliserol diatas dengan asumsi BM minyak adalah 900 g/gmol, maka minyak ekuivalensinya adalah minyak kelapa= 0,05 gmol dan gliserol = 0,2 gmol. Kelebihan gliserol digunakan untuk menghindari terbentuknya digliserida. Secara fisik hasil gkliserolisis terdiri atas dua lapisan, lapisan bawah adalah gliserol sisa dan monogliserida sedang lapisan atas adalah trigliserida sisa. Kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan dan dianalisis menggunakan kromatrografi gas dengan hasil sebagai berikut. Analisis kromatrografi hasil bawah reaksi gliserolisis (dengan pelarut n-heksan) Peak No 1 2 3 4 5 6 7
Waktu 0,277 0,435 0,757 1,525 9,242 9,800 10,625
Nama n-heksan gliserol -
Konsentrasi 96,1935 1,6463 0,0066 0,0298 0,6042 1,2899 0,2297 100
Diperkirakan pek no 3 – 7 adalah monogliserida, sehingga konsentrasi monogliserida = 2, 1602 g/100 g larutan. Diketahui hasil bawah = 22,165 g (bebas pelarut), maka konsentrasi monogliserida bebas Pelarut 2,1602 g =
100 g larutan x
100 g larutan
(100 – 96,1935) g bebas pelarut
= 56,7503 g/100 g pelarut. Konsentrasi gliserol bebas pelarut = 100 - 56,7503 g/100 g pelarut = 43,2497 g/100 g bebas pe;arut. 56,7503 g/100 g pelarut Monogliserida terbentuk = x 22,165 = 12,5787 g. 100 12,5787 g Konversi terhadap berat trigliserida mula-mula =
x 100% = 27,9 % 45 g
Menurut Markley reaksi gliserolisis berjalan dengan baik dengan konversi sebesar = 21,4 %.
Perhitungan konstanta keseimbangan reaksi gliserolisis dilakukan dengan asumsi BM trigliserida= 900 g/gmol, BM monogliserida= 360 g/gmol dan mengabaikan terbentuknya digliserida. Direaksikan 0,2 gmol gliserol dan 0,05 gmol trigliserida, monogliserida terbentuk= 12,5787 g = 0,0349 gmol. Gliserol bereaksi = 2/3 x 0,0349 gmol = 0,0233 gmol, trigliserida bereaksi = 1/3 x 0,0349 gmol = 0,0116 gmol. Gliserol sisa = 0,2 gmol - 0,0233 gmol = 0,1767 gmol, trigliserida sisa = 0,05 gmol – 0,0116 gmol = 0,0038 gmol. Bila volume tidak berubah maka : [monogliserida] 3 Keq = [trigliserida][gliserol]2 ( 0,0349) 3 = (0,0038) (0,1767) 2 Keq = 0,3583 POLIESTERIFIKASI (POLIMERISASI) Setelah proses gliserolisis dengan hasil monogliserida diperoleh, maka dilanjutkan dengan proses polimerisasi atau dalam hal ini poliesterifikasi. Modifikasi peralatan dari gliserolisis ke poliesterifikasi hanya dengan menambhakan perangkat pendingin dan penampung hasil. Proses dimulai dengan menambahkan phtalat anhidrat kedalam labu yang berisi monogliserida hasil proses gliserolisis daiatas. Pendingin air dijalankan demikian pula dengan pemanasan dengan target suhu 200 oC. Proses polimerisasi dijalankan selama 3 jam. Setelah selesai suhu diturunkan ke 120 oC selanjutnya dituang kedalam penampung guna dilakukan analisis. Tabel hubungan antara gliserol, minyak kedelai dan phtalat anhidrat pada polimerisasi (P=1 atm, T=200oC, waktu= 3 jam) No 1 2 3 4 5
Gliserol g mol 0,2 0,2 0,2 0,8 0,8
g 18,4 18,4 18,4 73,6 73,6
Minyak g mol 0,05 0,05 0,1 0,1 0,1
Kedelai g 45 45 90 90 90
Phtalat g mol 0,2 0,3 0,15 0,25 0,4
Anhidrat g 29,6 44,4 22,2 37 59,2
No 1 2 3 4 5
Tabel komposisi reaktan dinyatakan dalam % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil % berat Gugus Gugus Kelebihan hidroksil phtalat anhidrat hidroksil karboksilat karboksilat 31,8 0,6 0,4 0,5 41,2 0,6 0,6 0 17 0,6 0,3 1 18,5 2,4 0,5 3,8 26,6 2,4 0,8 2
Tabel hubungan antara % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil terhadap resin content No 1 2 3 4 5
% berat phtalat anhidrat 31,8 41,2 17 18,5 26,6
Kelebihan hidroksil karboksilat 0,5 0 1 3,8 2
Resin Content 94,5 96 76,8 85,5 90,2
Dari tabel diatas terlihat bahwa semakin besar persen berat phtalat anhidrat semakin besar pula resin content. Hubungan persen berat phtalat anhidrat (X) dengan resin content (y) mempunyai korelasi dalam persamaan : Y = -396,7676 + 68,03094 X – 3,5340 X2 + 0,08066 X3 - 6,7762.10-4 X4 dengan ralat rata-rata = 1, 163 %. Selanjutnya kondisi paling besar resin content dicapai pada kelebihan gugus hidroksil per gugus karboksilat sama dengan nol yang berarti tercapai kondisi stokiometri. Resin content akan turun pada kelebihan gugus hidroksil satu dan kembali naik seiring penamabahan gugus hidroksil. Hubungan antara kewlebihan gugus hidroksil per gugus karboksilat (Z) dengan resin content (Y) adalah: Y = 98,40807 – 31,78805 Z – 20,01481 Z2 - 3,298265 Z3 .
dengan ralat rata-rata = 4,179 %. Tabel hubungan antara % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil terhadap specific gravity resin No 1 2 3 4 5
% berat phtalat anhidrat 31,8 41,2 17 18,5 26,6
Kelebihan hidroksil karboksilat 0,5 0 1 3,8 2
Specific gravity 1,8193 2,5600 1,4351 1,4190 1,6143
Terlihat pada tabel bahwa specific gravity semakin besar selaras dengan kenaikan % berat phtalat anhidrat, haL ini difahami sebagai terbentuknya rantai yang semakin panjang. Hubungan antara persen berat phtalat anhidrat (X) dengan specific gravity (Y) adalah sebagai berikut. Y = 1,372078 + 7,490182 .10-3 X – 8,152697. 10-4 X2 + 3,234911.10-5 X3 dengan ralat rata-rata = 0,636 %. Dari tabel juga terlihat bahwa pada kondisi stokiometri (kelebihan gugus hidroksil per gugus karboksilat = 0) maka didapat angka specific gravity yang terbesar. Tabel hubungan antara % berat phtalat anhidrat dan kelebihan gugus hidroksil terhadap daya serap air No 1 2 3 4 5
% berat phtalat anhidrat 31,8 41,2 17 18,5 26,6
Kelebihan hidroksil karboksilat 0,5 0 1 3,8 2
Daya serap air 4,4512 3,5834 10,1248 8,3420 5,1528
Terlihat bahwa pada konsentrasi phtalat anhidrat 41,2 % diperoleh daya serap resin terhadap air yang paling kecil. Ini sebenarnya merupakan kondisi terbaik.
Selanjutnya hubungan konsentrasi phtalat anhidrat (X) dengan daya serap air (Y) dinyatakan dalam persamaan: Y = 49,85429 - 4,086842 X + 0,123605 X2 - 1,254336.10- X3 dengan ralat rata-rata = 2,173 %. .
Keterangan gambar 1. Labu leher tiga 2. Jaket pemanas 3. Pengaduk merkuri 4. Termometer 5. Statif 6. Motor pengaduk 7. Powerstat 8. Pendingin air 9. Adaptor 10. Penampung air
PILOT PLANT Pilot plant bisa dikatakan sebagai “pabrik mini” . Disebut demikian karena Pilot plant pada dasarnya mempunyai peralatan proses dan kondisi operasi yang mirip atau relatif sama dengan pabrik skal industri hanya saja kesemuanya berskala lebih kecil. Sebagai contoh suatu industri polimer dimana unit prosesnya mempunyai lahan seluas lapangan sepak bola, maka dalam bentuk pilot plant ukurannya hanya sebesar meja pingpong. Pilot plant mempunyai kegunaan yang cukup strategis terutama dalam pengembangan proses atau process development. Process development diperlukan manakala produk atau proses yang direkayasa memerlukan upaya pengembangan lebih lanjut. Seperti diketahui bahwa seringkali terdapat gap antara hasil penelitian yang dikerjakan dalam skala kecil atau skala laboratorium dengan proses sesungguhnya (skala industri). Sebagai contoh misalnya proses pembuatan bahan A di laboratorium dengan output 200 ml/jam, kondisi optimum prosesnya adalah pada 1520C dan tekanan 1, 3 bar. Namun begitu diterapkan pada pabrik (skala industri) dengan output 2 ton/jam, maka dengan kondisi operasi yang sama belum tentu menghasilkan produk dengan spesifikasi seperti pada percobaan skala kecil tadi. Ada faktor koreksi disini. Untuk itu dibuatlah pilot plant dengan kapasitas lebih besar dari skala
laboratorium namun lebih kecil dari proses skala industri. Dengan pilot plant dapat diperoleh berbagai variabel desain secara lebih akurat. Jadi pilot plant berfungsi semacam “jembatan” antara penelitian laboratorium dengan proses skala industri. Yang menjadikan kendala adalah bahwa pengadaan pilot plant memerlukan biaya cukup besar. Berikut dibawah adalah contoh beberapa pilot plant proses polimerisasi. Pilot plant polietilen
Sumber: Zeton
Pilot plant polimerisasi emulsi
Pilot plant reaktor polimerisasi
Pilot plant polimerisasi kontinyu
Pilot plant polimerisasi kontinyu
Sumber: Zeton
BAB XI
PROSES POLIMERISASI SKALA INDUSTRI POLIETILEN Poilietilen –seperti diketahui- merupakan “raja” plastik dalam arti penggunaan naan atau konsumsi bahan tersebut paling banyak di seluruh dunia. Perkembangan teknologi proses pembuatan polietilen juga mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Salah satu proses pembuatan polietieln skala industri adalah proses Ziegler. Pertama masukkan pelarut hidrokarbon sebagai inert solvent kedalam reaktor. Kemudian TiCl4 direaksikan dengan metal alkil pada suhu sekitar 120oC, tekanan dalam reakstor dipertahankan 20 atm. Selanjutnya gas etilen diinjeksikan ke reaktor, hingga terjadi polimerisasi dengan hasil larutan kental
(slurry polymer). Selanjutnya polimer ditransfer kedalam tangki dekomposisi dimana katalisator sisa dinonaktivkan. Diagram proses polietilen (proses Ziegler) TiCl4 etilen metal alkil gas buang
pelarut hidrokarbon reaktor
deaktivator pelarut hidrokarbon tangki dekomposisi filtrasi produk pengeringan
ekstrusi
Berikutnya pelarut hidrokarbon dipisahkan untuk dimurnikan dan di daur ulang. Polimer selanjutnya dikeringkan dan dikenakan proses ekstrusi hingga dipeoleh hasil resin polimer padat. Selain proses Ziegeler, proses Phillip juga cukup banyak diaplikasikan. Secara prinsip dijelaskan bahwa dalam proses phillip reaksi polimerisasi berlangsung dalam reaktor loop (loop reactor). Mnomer gas etilen bersama-sama dengan komonomer diinjeksilan kedalm raektor. Selanjutnya pelarut hidrokarbon dan katalisator (berbasis khromium oksida). Dimasukkan kedalam reaktor. Polimer yang terbentuk selanjutnya dipisahkan dari pelarut. Kemudian produk yang kerluar dari gas phase reactor diambil guna diproses di unit pelletizer. Suhu operasi adalah sekitar 110oC dengan tekanan sekitar 30 atm.
Pada saat ini modifikasi proses ini sudah sedemikian rupa hingga memanfaatkan kombinasi katalisator sedeikian bervariasi.
Diagram proses polietilen (proses phillip)
Alternatif lain produksi polietilen adalah menggunakan proses yang dikembangkan oleh perusahaan Mitsui (disebut proses CX). Pada proses tekanan operasi hanya dibawah 10 atm hingga dipandang lebih aman. Pada proses ini digunakan n-heksan sebagai media reaksi. Gas etilen bersama komonomer seperti propilen dan butilen dan hidogen dicampur terlebih dahulu untuk kemudian diinjeksikan ke reaktor. Campuran katalisator dimasukkan kedalam reaktor hingga terjadi polimerisasi. Hasil polimerisasi selanjutnya dimurnikan dan dikeringkan untuk di proses lanjut di unit peletizer hingga terbentuk resin polimer.
Diagram proses polietilen (proses CX)
stabilizer
centrifuge powder hooper
etilen komonomer & hidrogen
drier
katalisator
ke unit pelletizer
suspenion drum
heksan stripper hasil samping
Sumber: Mitusi
MELAMIN FORMALDEHID Bahan baku melamin dan formaldehid diumpankan kedalam reaktor dengan perbandingan mol sekitar 1 : 3. Hasil yang keluar dari reaktor selanjutnya disaring dan ditransfer ketangki pelarutan untuk dicampur dengan alkohol. Suhu dalam tangki dipertahankan sekitar 55oC. Selanjutnya didalam mixer adonan dicampur dengan alfa selulosa yang berfungsi sebagai bahan
pengisi (filler). Setelah itu dilakukan proses pengeringan dan pembentukan ukuran produk di dalam pulverizor untuk kemudian disimpan. Diagram polimerisasi melamin formaldehid
alfa selulose
cyclone collector
.
storage hopper
pemotong
formaldehid alkohol
weigh hooper
melamin belt drier tangki pelarutan skip car reaktor mixer
mikro pulvrizer
filter
penyimpanan Sumber : Sukla & Pandey
STIRINE AKRILONITRIL (SAN) Prose produksi palstik stirine akrilonitril (SAN) diawali dengan mencampur bahan baku stririne dan akrrilonitril berikut bahan tambahan didalam tangki pencampur (mixing tank). Selanjutnya campuran diumpankan kedalam reaktor alir tangki berpengaduk. Suhu operasi dipertahankan sekitar 150oC dengan tekanan sekitar 2,5 atm. Produk polimer dalam bentuk slurry selanjutnya ditarnsfer ke dalam devolatilizer #1 dan devolatilizer # 2 guna pengambilan sisa monomer. Produk selanjutnya di bentuk hingga menjadi resin di unit peletizer. Seperti halnya produk polietilen yang vterdiri atas beberapa jenis seperti HDPE LDPE dan seterusnya, produk SAN pun terdiri atas beberapa
grade. Variasi jenis tersebut dapat dicapai dengan mengubah komposisi bahan baku dan menetapkan kondisi operasi tertentu. Diagram proses Stirine Akrilonitril (SAN) devolitilizer # 1 reaktor devolitilizer # 2 mixing tank
strand die ke unit peletizer
ABS COMPOUNDING Akrilonitril-butadien-stirine atau ABS merupakan kopolimerisasi berdasar proses pencampuran secara fisis-mekanis. Plastik jenis ini dibuat dengan mencampur resin SAN dengan SBR (styrene butadiene rubber). Sejumlah resin SAN dan SBR ditambah additive dengan perbandingan berat tertentu dimasukkan kedalam mixer supaya tercampur merata. Selanjutnya melalui hopper campuran tersebut mengalami proses ekstrusi (dengan ekstruder) hingga terbentuk resin ABS.
Proses ABS compounding
Silo SAN
silo SBR
auto scale
aditif
mixer
hooper
ke unit pelletizer ekstruder
Pada beberapa diagram alir diatas dinyatakan aadanya proses lanjut ‘ke unit pelletizer’. Unit pelletizer adalah rangkaian peralatan dimana produk polimer berbentuk slurry dirubah kedalam bentuk pellet (atau chip atau resin).Bentuk
pellet mungkin dapat dimiripkan dengan bentuk beras. Untuk jelasnya, berikut gambaran unit tersebut. Unit Pelletizer ke silo ABS
pelletizer strand cooler
pelumas padat
dari ekstruder, strand die pengering udara
ayakan
blower
Polimer berbentuk slurry dari unit proses kemudian dengan adanya strand die ataupun ekstruder menjadikan bentuk yang disebut strand yaitu seperti mie. Strand polimer yang masih lembek kemudian didinginkan dalam pendingin air (strand cooler). Selanjutnya strand dikeringkan dengan penyemprotan udara untuk diumpankan ke alat pelletizer. Alat tersebut terdiri atas pisu pemotong dalam bentuk silinder bergerigi. Dengan demikian strand akan terotong-potong hingga ukuran panjang sekitar 2 mm. Itulah yang disebut pellet. Pellet selanjutnya menuju ayakan (vibrating screen) guna pemerataan ukuran (pallet yang terlalu panjang tidak dapat menembus ayakan). Berikutnya pellet ditransfer menuju ke silo (tempat penyimpanan) sambil diberi pelumas padat (misal magnesium stearat). Fungsi pelumas disnis adalah untuk mencegah lengketnya antara pellet satu dengan lainnya. Pellet selanjutnya dikemas dalam kemasan 25 kg , 50 kg atau 1 ton untuk dikirim ke pabrik molding.
NILON
Bahan baku utama pembuatan nilon (dalam hal ini nilon-6) adalah kaprolaktam. Kaprolaktam dapat berbentuk bubuk maupun flake (lempengan kecil-kecil). Kaprolaktam selanjutnya dipanaskan hingga mengalami pelelehan. Cairan kaprolaktan selanjutnya ditransfer ke mixer guna pengenceran (ditambah air) dan diberi senyawa penstabil (stabilizer). Kemudian titan oksida disuntukkan kedalam aliran kaprolaktam yang menuju reaktor. Titan oksida berfungsi memperindah kenampaan produk. Keluar dari reaktor nilon 6 mempunyai suhu sekitar 260oC dan kekentalan kurang lebih 1.000 stokes. Nilon selanjutnya diumpankan kedalam evaporator. Produk selanjutnya diberi stabilizer dan ditransfer ke unit spinning. Proses pembuatan nilon diatas dikenal sebagai proses Vickers-Zimmer.
Diagram polimerisasi nilon-6
Stabilizer
sistem vakum
air
kondensat evaporator
nitrogen kaprolaktan nitrogen
boiler TiO 2 Mixer heat stabilizer
steam reaktor nilon –6
kondensat unit spinning
Sumber: Shukla Pandey
POLIBUTADIEN Pada proses pembuatan polibutadien bahan baku butadien mengalami proses pemurnian terlebih dahulu. Selanjutnya bahan diencerkan dengan memberi pelarut dan bersamna-sam dengan katalisator diumpankan ke reaktor. Setelah reaksi berjalan, hasil diberi senyawa antioksidan dan diratakan pencampurannya dalam tangki pencampur (mixing tank) yang sekaligus ebagai tangki penyimpan sementara. Cairan polimer kemudian dipisahkan dengan pelaru dan produk hasil diproses lanjut melalui koagulasi, pengambilan impurities, pengeringan dan prose mekanis untuk selanjutnya dikemas.
Diagram proses Polibutadien
air butadien
anti oksidan reaktor
mixing tank
kolom pemisah
larutan polimer
katalisator air + fraksi ringan kolom pemisah
pelarut
pemisah
pengering
solven removal
baler
air film wrapper
DAFTAR PUSTAKA Freid J.R., Polymer Science and Technology, Prentice Hall PTR 1995 Hence L.L., West J.K., Chemical Processing of Advance Materials, A WileyIntersection Publication, John Wiley & Sons, Inc, 1992. Max S. Peters, Klaus D. Timmerhaus, Ronald. E.West, Plant Design and Economics for Chemical Engineers, McGraw-Hill Companies Inc, 1998 Michael Duncan, Jeffrey A.Reiner, Chemical Engineering Design and Analysis, Cambridge University Press, 1998.
RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Ajar Permono lahir di Yogyakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada. Berpengalaman sebagai praktisi industri manufaktur antara lain: di PT. United Can Company sebagai Supervisor QC/R&D, PT. Union Carbide Indonesia sebagai Supervisor Produksi, PT. Risjad Brasali Styrindo sebagai Kepala Bagian Produksi, PT. Reckitt & Colman Indonesia sebagai Material & Production Manager, PT Ultralindo Media Cita sebagai General Manager. Berbagai jenis program pendidikan teknik dan manajemen diikuti, baik di dalam maupun di luar negeri diantaranya Manufacturing Resource Planning II oleh Oliver Wight Asia Pacific, Singapura. Manufacturing Technical & Operation oleh Miwon Petrochemical , Korea Selatan dll. Selain mendalami Proses Industri Kimia, Manajemen Manufaktur juga merupakan bidang yang ditekuninya. Dua belas buku ilmiah popular seperti Membuat Deterjen Bubuk, Membuat Cairan Pembersih Kaca, Membuat Pelembut Pakian dan sebagainya merupakan buah karya yang diterbitkan secara nasional. ”Manajemen Manufaktur” merupakan text book pertama yang telah diterbitkan. Saat ini penulis memberi konsultasi bidang home industri serta mengajar pada beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Alamat email:
[email protected].