WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM Nama : Sumiati Hadriani Nim
: H031 17 1317
Topik : Nelayan Judul : Konflik Nelayan Pantai Selatan A. Pengantar Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat limpahannyalah sehingga saya mampu menyelesaikan artikel ini dengan tepat waktu. Penulisan artikel ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah wawasan sosial budaya maritim. Pada artikel ini membahas tentang penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi pada masyarakat pesisir khususnya di Pantai Selatan. Selalu ada perbedaan-perbedaan dalam mencari mata pencaharian antara nelayan tradisional dan nelayan modern dengan begitulah artikel ini hadir untuk mengulas lebih mendalam mengenai sebab akibat dari konflik nelayan Pantai Selatan Saya sampaikan rasa terima kasih kepada setiap pihak yang sudah mendukung pembuatan artikel ini. Penulis juga sekaligus berharap artikel ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.Disertai keseluruhan rasa rendah hati, kritik dan saran yang membangun amat penulis nantikan dari kalangan pembaca agar nantinya meningkatkan dan merevisi kembali pembuatan artikel pada tugas-tugas lainnya, karena penulis menyadari banyak sekali kesalahan pada pembuatan artikel ini. Adapun tujuan dari pembuatan artikel ini yaitu agar pembaca mengetahui keadaan dan realita serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masyarakat pesisir khususnya di Pantai Selatan. Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu apa-apa saja jenis dari penyimpangan yang terjadi pada nelayan di Pantai selatan.
B. MetodePenulisan Adapun metode dari penulisan ini yaitu penulisan dilakukan dengan menggunakan berbagai referensi yang terpercaya yang diulas dengan susunan yang sesuai dengan kaidah penulisan. Referensi ini didapat dari sumber jurnal dan dengan website penulis lain yang terpercaya. Sehingga mampu meningkatkan pengetahuan dari pembaca.
C. Pembahasan Pantai Selatan Yogyakarta berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan mempunyai gelombang laut yang tinggi dan besar, bermuara lima sungai yaitu kali Bogowoto, kali Serang, kali Progo, kali Opakdan Sungai Baron. Aliran air laut yang masuk keperairan Pantai Selatan Yogyakarta berasaldari Indonesia Throughflow (ITF) dimana arus laut dari Samudra Pasifik masuk ke Samudra Indonesia Melalui Selat Makassar3 Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peran dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam menyediakan sumber daya protein, perolehan devisa Negara dan penyediaan lapangan kerja. Pada saat krisis ekonomi, peranan sector perikanan semakin signifikan terutama dalam hal mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya saat ini sector perikanan dalam mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Padahal apabila sektor perikanan dikelola secara Serius akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dalam mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia. Pantai Selatan Kab.Bantul mempunyai potensi sumber daya perikanan laut cukup besar sehingga mempunyai peluang besar untuk pengembangan usaha perikanan2 Perairan Selatan Jawa Timur menyimpan konflik eksplosif di Prigi Trengalek, antara nelayan Madura dari Pasuruan dan nelayan lokal. Konflik masyarakat pesisir Prigi tergolong konflik antar kelas. Konflik antar kelas terjadi antar kelas sosial nelayan dalam memperebutkan wilayah penangkapan (fishing groud). Nelayan tradisional merasakan ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya ikan akibat perbedaan tingkat penguasaan capital Konflik terjadi karena keegoisan nelayan lokal dalam memetakan laut. Nelayan lokal merasa teluk Prigi merupakan wilayah mereka yang tidak boleh dimasuki pihak luar1
1
Kanima, Rurun. 2017. Konflik Nelayan Pantai Selatan. Dalam Indonesiajayati.blogspot.com (diakses tanggal 18 November 2017). 2 Saraswati, 2016. Pengolahan dan pendapatan Usaha Perikanan Laut Rumah Tangga Nelayan di Pantai Selatan Kab.Bantul (diakses tanggal 18 November 2017). 3 Suseno, Heny. 2014. Jurnal Tekhnologi Pengelolaan Limbah. Studi Radiokeologi di Pesisir Pantai Selatan Yogyakarta Monitoring 137 Cs untuk Keperluan Basseline Data dan untuk Mengantisipasi Kemungkinan Dampak Kecelakaan Nuklir di Fukushima. 2(17) : 52-57.
Kondisi-kondisi umum yang mempengaruhi timbulnya konflik nelayan di Jawa Timur, pertama, kelangkaan atau semakin menipisnya sumber daya perikanan, khususnya di perairan pantai dan kondisi overfishing, yang akhirnya mendorong sebagian nelayan untuk melakukan proses mobilitas geografis dalam migrasi penangkapan (andon) ke berbagai daerah perairan1 Sebab timbulnya konflik sosial antara kelompok nelayan di Prigi, pertama perebuan wilayah tangkap karena wilayah tersebut memiliki potensi sumber daya perikanan yang besar, kedua klaim wilayah laut, ketiga perbedaan etos kerja dan ketekunan bekerja antara nelayan andon dengan nelayan lokal sehingga memberinya hasil optimal bagi nelayan pendatang. Kondisi demikian menimbulkan kecemburuan sosial ekonomi bagi nelayan lokal. Kelima perbedaan perilaku sosial budaya antara nelayan pendatang yang kurang memperhatikan etika sosial dan adat istiadat setempat dengan nelayan local sehingga mengganggu proses adaptasi sosial dan integrasi sosial di antara mereka1 Pada awal kedatangan alat tangkap purse seine yang dibawa oleh H Mading pada tahun 1976, para nelayan Prigi merasa resah dan takut akan hasil tangkapan yang mereka berkurang karena datangnya teknologi penangkapan baru yakni purse seine. Nelayan Prigi yang merasa tersaingi bermaksud membakar kapal purse seine. Konflik nelayan pada 1977 itu terjadi karena kurang pengetahuan dan belum dapatnya menerima teknologi baru. Konflik dan ketakutan nelayan lokal terhadap datangnya kapal slerek menjadi reda, saat ada nelayan lokal yang mencoba dan membuat sendiri alat tangkap slerek. Konflik dengan nelayan andon dari Sulawesi terjadi kembali pada tahun 1980. Pada peringatan 17 Agustus 1980 nelayan andon dan nelayan setempat terlibat pertengkaran kecil, nelayan andon yang merasa terancam bersembunyi di rumah H Mading. Pertengkaran kecil berujung pada pembakaran rumah H. Mading yang dianggap orang tua nelayan andon dari Bugis Sulawesi1
1
Kanima, Rurun. 2017. Konflik Nelayan Pantai Selatan. Indonesiajayati.blogspot.com (diakses tanggal 18 November 2017).
Dalam
Konflik nelayan Prigi dengan nelayan Madura terjadi pada tahun 1980, akhir tahun 1990, dan tahun 2002. Penyebab konflik ini karena nelayan lokal merasa nelayan Madura tidak menghargai adat istiadat masyarakat Prigi misalnya mengacung ngacungkan clurit pada saat berebut wilayah penangakapan ikan. Nelayan Madura sering tidak menghargai dan dianggap “koproh” karena buang hajat di area makam. Konflik fisik tidak terelakkan antara nelayan andon dari Madura dengan nelayan Prigi. Puncak konflik terjadi pada tahun 2002, satu unit kapal nelayan Madura dibakar oleh nelayan Prigi. Kapal nelayan Madura yang berada di sungai yang tidak bias keluar akhirnya menjadi sasaran kemarahan nelayan Prigi. Setelah kejadian tersebut, jumlah nelayan andon dari Madura mejadi berkurang, dan tahun berikutnya tidak ada nelayan andon yang menangkapikan di Prigi1 Konflik terjadi kembali pada saat masuknya rumpun di Perairan Prigi. Perkembangan rumpun di Perairan Prigi mulai digunakan pertama kali oleh nelayan andon dari Sulawesi yang berlayar mencari ikan sampai keperairan Prigi sekitar tahun 1999. Pada awalnya terjadi kecemburuan sosial yang menyebabkan koflik oleh nelayan Prigi terhadap nelayan andon mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak di banding mereka, hal in disebabkan nelayan andon menggunakan alat bantu rumpun untuk mengumpulkan ikan. Akibat dari konflik tersebut nelayan andon menjual hasil tangkapan mereka di luar Prigi1 Terjadi permasalahan kembali dengan nelayan lokal. Nelayan local takut jika rumpun berdampak kepada pendapatan nelayan. Konflik pun terjadi pada tahun tersebut. Tetapi setelah terbukti rumpun yang termasuk teknologi baru bagi nelayan Prigi tidak berpengaruh terhadap pendapat nelayan tradisonal, maka konflik pun mereda. Pada tahun yang sama inovasi rumpun dengan perahu purse seine mulai dikembangkan oleh PPN bekerja sama dengan nelayan Prigi. Pada tahun 2003 PPN Prigi melakukan pengembangan usaha ekonomi kepada nelayan dengan pengadaan kapal tonda 12 GT dan rumpun1
1
Kanima, Rurun. 2017. Konflik Nelayan Pantai Selatan. Indonesiajayati.blogspot.com (diakses tanggal 18 November 2017).
Dalam
D. Penutup Adapun kesimpulan dari pembahasan mengenai konflik nelayan Pantai Selatan yaitu terjadi karena nelayan Madura dari Pasuruan dan nelayan lokal. Konflik masyarakat pesisir Prigi tergolong konflik antar kelas. Konflik antar kelas terjadi antar kelas sosial nelayan dalam perebutkan wilayah penangkapan (fishing groud). Nelayan tradisional merasakan ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya ikan akibat perbedaan tingkat penguasaan kapital Konflik terjadi karena keegoisan nalayan local dalam memetakan laut. Nelayan lokal merasa teluk Prigi merupakan wilayah mereka yang tidak boleh dimasuki pihak luar. E. DaftarPustaka Kanima, Rurun. 2017. Konflik Nelayan Pantai Selatan. Indonesiajayati.blogspot.com (diakses tanggal 18 November 2017).
Dalam
Saraswati, 2016. Pengolahan dan pendapatan Usaha Perikanan Laut Rumah Tangga Nelayan di Pantai Selatan Kab.Bantul (diakses tanggal 18 November 2017). Suseno, Heny. 2014. Jurnal Tekhnologi Pengelolaan Limbah. Studi Radiokeologi di Pesisir Pantai Selatan Yogyakarta Monitoring 137 Cs untuk Keperluan Basseline Data dan untuk Mengantisipasi Kemungkinan Dampak Kecelakaan Nuklir di Fukushima. 2(17) : 52-57.