PENJELASAN SPATIAL MULTIPLEXING PADA JARINGAN 4G
Disusun oleh : Made Rio Efendi
NIM : 2015-81-111
FAKULTAS ILMU KOMPUTER TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kar ena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Penjelasan Spatial Multiplexing pada jaringan 4G ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak atas doa dari orang tua, dan peran dari rekanrekan yang membantu proses penyusunan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pengertian dan fungsi Penjelasan Spatial Multiplexing pada jaringan 4G. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Jakarta , 01 November 2017
Made Rio Efendi
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian MIMO
Sistem multiple-input multiple-output (MIMO) adalah sistem yang menggunakan multi antena baik pada transmitter maupun receiver untuk mengatasi kelemahan pada sistem komunikasi wireless konvensional diantaranya adalah large scale fading, small scale fading termasuk dildalamnya multipath fading serta interferensi dari sinyal lain. Sistem MIMO memberikan penambahan efisiensi spektral yang didasarkan pada penggunaan space diversity pada transmitter dan receiver. Sistem MIMO disebut juga sistem multiple element antenna (MEA) dilihat dari penggunaan space diversity.
2.2 Teknik MIMO
Di dalam MIMO terdapat dua macam teknik yang dilakukan dalam sistem komunikasi wireless dan bergerak yakni : a. Spatial Multiplexing Teknik pertama yang digunakan dalam sistem MIMO ialah multipleks spasial (spatial multiplexing). Pada teknik ini aliran data yang berlaju dengan tinggi dipecah – pecah menjadi sejumlah aliran sesuai dengan jumlah antena pemancar masing – masing dengan laju yang lebih rendah dari aliran aslinya. Sebelum aliran data ditransmisikan oleh antena, aliran – aliran data ini dilewatkan pada matriks khusus yang berfungsi menggabungkan sinyal dari semua aliran dengan kombinasi tertentu untuk dipancarkan. Ini merupakan suatu proses multipleks yang berlangsung pada dimensi spasial karena setiap kombinasi data paralel ditujukan ke salah satu antena transmitter. Dengan sistem ini teknik spatial multiplexing memungkinkan mencapai kapasitas kanal yang besar dan juga dapat menambah spectrum efisiensi sehingga menambah kecepatan transmisi data.
2
Pada sistem ini diterapkan saluran umpan balik informasi dari antena receiver ke transmitter agar respon kanal dapat di estimasi. Dengan adanya umpan balik ini, transmitter dapat mengetahui nilai matrik multipleks yang optimum untuk mendapatkan kapasitas kanal yang maksimal. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengestimasi matrik reapon kanal ialah operasi nilai singular (singular value decomposition atau SVD). Pada teknik ini dihasilkan matriks multipleks dan demultipleks yang digunakan oleh transmitter dan receiver. Konfigurasi sistem tersebut kemudian menjadi ekuivalen dengan sistem transmitter-receiver yang terhubung melalui sejumlah saluran paralel.
b. Spatial diversity Jika sebelumnya sinyal data dipecah sesuai dengan jumlah antena di setiap sisinya, lain halnya dengan teknik spatial diversity. Pada sistem ini setiap antena pengirim pada sistem MIMO mengirimkan data yang sama secara paralel dengan menggunakan coding yang berbeda pada setiap sinyal yang dikirimkan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan kualitas sinyal setinggi mungkin dengan meamanfaatkan teknik diversity pada transmitter dan receiver. Peningkatan kualitas sinyal dapat dilihat berdasarkan nilai parameter penguatan diversity (diversity gain), yang nilainya makin meningkat dengan makin besarnya tingkat diversity R, yaitu jumlah antena yang digunakan pada receiver. Penggunaan STC (Space Time Coding) pada sistem MIMO dengan sejumlah T antena transmitter dan R antena receiver menjanjikan tingkat diversity menjadi TxR. Sebagai contoh, dengan 4 antena pada masing-masing sisi, sistem MIMO denga STC diharapkan mampu menyediakan tingkat diversity yang setara dengan metode konvensional menggunakan 16 antena pada receiver.
3
Gambar 2.1 (a) Spatial Multiplexing dan (b) Transmit Diversit y 2.3 Teknologi LTE
Long Term Evolution (LTE) adalah generasi teknologi telekomunikasi selular. Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik (Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps. Tidak diragukan lagi, LTE akan membawa banyak manfaat bagi jaringan selular. Perkembangan telekomunikasi menurut standar 3GPP (third generation partnership project).
Gambar 2.2 Evolusi Jaringan LTE
4
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa LTE merupakan evolusi dari jaringan sel uler yang dipersiapkan untuk teknologi 4G. Adapun tujuan pengembangan teknologi pada 3GPP adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan akan pengembangan jaringan 3G dalam waktu yang akan datang. 2. Kebutuhan pelanggan akan kecepatan data yang tinggi dan quality of service (QOS). 3. Pengembangan teknologi packet switching. 4. Mengurangi biaya operasional karena arsitektur jaringan yang sederhana. Bandwidth LTE adalah dari 1,4 MHz hingga 20 MHz. Operator jaringan dapat memilih bandwidth yang berbeda dan memberikan layanan yang berbeda berdasarkan spektrum. Itu juga merupakan tujuan desain dari LTE yaitu untuk meningkatkan efisiensi spektrum pada jaringan, yang memungkinkan operator untuk menyediakan lebih banyak paket data pada suatu bandwidth. 2.4 Arsitektur Jaringan LTE
Arsitektur jaringan LTE dirancang untuk tujuan mendukung trafik packet switching dengan mobilitas tinggi, quality of service(QOS), dan latency yang kecil. Pendekatan packet switching ini memperbolehkan semua la yanan termasuk layanan voice menggunakan koneksi paket. Oleh karena itu pada arsitektur jaringan LTE dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu eNodeB dan mobility management entity/gateway (MME/GW). Hal ini sangat berbeda dengan arsitektur teknologi GSM dan UMTS yang memiliki struktur lebih kompleks dengan adanya radio network controller (RNC). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan hanya adanya single node pada jaringan akses adalah pengurangan latency dan distribusi beban proses RNC untuk beberapa eNodeB. Pengeliminasian RNC pada jaringan akses memungkinkan karena LTE tidak mendukung soft handover. Arsitektur dasar j aringan LTE dapat dilihat pada gambar 2.3
5
Gambar 2.3 Arsitektur Jaringan LTE
Semua interface jaringan pada LTE adalah berbasis internet protocol (IP). eNodeB saling terkoneksi dengan interface X2 dan terhubung dengan MME/SGW melalui interface S1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Pada LTE terdapat 2logical gateway, yaitu serving gateway (S-GW) dan packet data network gateway (P-GW). S-GW bertugas untuk melanjutkan dan menerima paket ke dan dari eNodeB yang melayani user equipment (UE). P-GW menyediakan interface dengan jaringan packet data network (PDN), seperti internet dan IMS. Selain itu P-GW juga melakukan beberapa fungsi lainnya, seperti alokasi alamat, packet filtering, dan routing.
6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Long Term Evolution (LTE) adalah generasi teknologit elekomunikasi
selular.
Menurut
standar,
LTE
memberikan
kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik (Mbps) dan kecep atan downlink hingga 100 Mbps. LTE Mendukung bandwidth yang bervariasi, yaitu 1.4, 3, 5, 10, 15 and 20 MHz. Di daerah kota dan perkotaan, frekuensi band yang lebih tinggi (seperti 2.6 GHz di Uni Eropa) digunakan untuk mendukung kecepatan tinggi mobile broadband. Mendukung MBSFN (Multicast Broadcast Single Frequency Network). Fitur ini dapat memberikan layanan seperti Mobile TV menggunakan infrastruktur LTE, dan merupakan pesaing untuk layanan DVB-H berbasis siaran TV. Arsitektur jaringan LTE dirancang untuk tujuan mendukung trafik packet switching dengan mobilitas tinggi, quality of service(QOS), dan latency yang kecil. Oleh karena itu pada arsitektur jaringan LTE dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu eNodeB dan mobility management entity/gateway (MME/GW). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan hanya adanya single node pada jaringan akses adalah pengurangan latency dan distribusi beban proses RNC untuk beberapa eNodeB.
7