SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetapi hanya bergantung pada konsentrasi partikel zat terlarutnya. Dalam larutan, terdapat beberapa sifat zat yang hanya ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut. Oleh karena sifat koligatif larutan ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut, maka perlu diketahui tentang konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan yang berkaitan dengan sifat koligatif larutan yaitu :
Molaritas (M)
Kemolaran atau Molaritas adalah banyaknya zat terlarut dalam 1 Liter / 1000ml (Volume) larutan.
M= nV n= gramMr
M= gramMrx 1V (L)
M= gramMrx 1000V (ml)
Keterangan :
M = Molaritas
n = mol
Mr = Molekul Relatif (Berat Molekul)
V = Volume
Contoh soal :
17.1 gram sukrosa (Mr = 342) dilarutkan dalam air hingga volume larutan 500ml. Tentukan kemolaran sukrosa?
Jawab : M= gramMrx 1000V (ml)
M= 17.1342x 1000500= 0.1 M
Molalitas (m)
Kemolalan atau molalitas (m) adalah banyaknya zat terlarut dalam 1Kg / 1000 gram massa pelarut.
m= nP (kg) n= gramMr
m= gramMrx 1P (Kg)
m= gramMrx 1000P (gr)
Keterangan:
m = molalitas
P = massa Pelarut
n = mol
Mr = Massa Relative
Contoh soal :
4 gram NaOH dilarutkan dalam 200 gram air (Ar Na=23; O=16; H=1)/ Hitunglah molalitas larutan tersebut?
Jawab : m= gramMrx 1000P (gr)
m= 440x 1000200 = 0.5 molal
Fraksi mol (x)
Fraksi mol (x) menyatakan perbandingan jumlah mol zat terlarut atau pelarut terhadap jumlah mol larutan. Jika jumlah mol zat terlarut adalah nt, dan jumlah mol zat pelarut adalah np, maka fraksi mol zat terlarut dan pelarut adalah :
Xt= ntnt+np Xp= npnp+nt
Xt + Xp = 1
Keterangan :
Xt = Fraksi mol zat terlarut
Xp = Fraksi mol pelarut
nt = mol zat terlarut
np = mol pelarut
Contoh soal :
27.6 gram Etanol C2H5OH dalam 54 gram air (Ar = C=12; H=1; O=16). Hitunglah fraksi mol zat terlarut dan fraksi mol pelarutnya!
Jawab: nC2H5OH= grMr= 27.646=0.6 mol
nH2O= grMr= 5418=3 mol
Xt= ntnt+np
Xetanol= nC2H5OHnC2H5OH+nair
= 0.60.6+3= 0.63.6=0.167
Xp = 1 – Xt
= 1 – 0.167 = 0.833
Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan non elektrolit. Kita harus mengetahui zat elektrolit dan zat nonelektrolit karena dalam 1 molekul zat elektrolit dan zat non elektrolit akan memiliki jumlah zat yang berbeda.
Larutan berdasarkan daya hantar listriknya terbagi menjadi 2, yaitu Larutan Elektrolit yang dapat menghantarkan listrik dan Larutan non Elektrolit yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Dan selanjutnya, larutan elektrolit terbagi lagi menjadi dua, yaitu larutan Elektrolit kuat dan larutan Elektrolit lemah.
Larutan Elektrolit kuat jika dimasukkan ke dalam sejumlah pelarut maka akan terionisasi sempurna, sedangkan larutan Elektrolit lemah hanya terionisasi sebagian dan Larutan non Elektrolit tidak mengalami ionisasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari contoh reaksi berikut dan larutan-larutannya:
Larutan Elektrolit kuat : HCl H+ + Cl- (terionisasi sempurna, dari 1 molekul menjadi 2 ion).
Yang merupakan larutan elektrolit kuat yaitu Asam kuat (HCl, HI, HBr, HNO3, HClO3, HClO4, H2SO4), Basa kuat (Basa-basa golongan alkali yaitu LiOH, NaOH, dll dan alkali tanah kecuali Be dan Mg yaitu Ca(OH)2, dll) dan garam (hasil gabungan reaksi antara asam kuat dan basa kuat misalnya NaCl, CaCl2, dll).
Larutan Elektrolit lemah : HCN H+ + CN- (terionisasi sebagian, reaksinya berkesetimbangan, ion yang terbentuk dapat kembali/balik menjadi molekul kembali).
Yang merupakan larutan elektrolit lemah yaitu Asam Lemah, Basa Lemah (Asam-asam dan basa-basa diluar Asam kuat dan basa kuat).
Larutan non Elektrolit : C6H12O6(s) C6H12O6(aq) (tidak terionisasi, 1 molekul tetap 1 molekul).
Yang merupakan larutan non elektrolit yaitu GUA singkatan dari Gula (Sukrosa, Glukosa, Fruktosa, dll), Urea (CO(NH2)2), dan Alkohol (Etanol, methanol, dan senyawa hidrokarbon lainnya).
Rumusan pada sifat koligatif larutan untuk larutan elektrolit dan non elektrolit berbeda, untuk larutan elektrolit harus dikalikan faktor Van Hoff (i), yaitu:
i = (1 + (n – 1) α )
Dimana :
i = Faktor van Hoff
n = Banyaknya ion
α = derajat ionisasi
Untuk larutan Elektrolit kuat i = n karena zat terlarutnya di dalam pelarut seluruhnya berubah menjadi ion-ion sehingga α = 1.
Untuk larutan Elektrolit lemah i menggunakan rumusan di atas. Dan harga derajat ionisasinya sebesar : 0 > α > 1.
Untuk larutan non Elektrolit kuat tidak menggunakan factor van Hoff karena zat terlarutnya di dalam pelarut seluruhnya tidak berubah menjadi ion-ion sehingga i = (1 + (0 – 1) α ) α = 0 dan i = 1. Maka rumusannya tidak perlu menggunakan faktor van Hoff
Penurunan Tekanan Uap Jenuh Larutan (ΔP) - Hukum Raoult
Sifat koligatif larutan yang pertama ialah Penurunan Tekanan Uap Jenuh Larutan. Ketika zat ditambahkan ke dalam suatu pelarut (cair) untuk menghasilkan larutan, tekanan uap jenuh larutan yang dihasilkan akan lebih rendah dari tekanan uap jenuh pelarut murninya.
Pada proses penguapan pelarut murni, molekul yang berada pada permukaan pelarut dapat menguap menjadi fasa gas (wujud gas) jika memiliki energi yang cukup untuk bebas dari gaya intermolekular. Proses penguapan semacam ini berlaku reversible, atau dalam kata lain; jika energi fasa gas menurun maka partikel gas akan berubah menjadi perlarut cair dan terikat oleh gaya intermolekuler lagi. Kecepatan pelarut murni untuk mendapat energi dan berubah menjadi gas ialah sama dengan kecepatannya terikat pada gaya intermolekular dan menjadi pelarut cair lagi sehingga konsentrasi cairan akan konstan.
Sedangkan pada proses penguapan larutan (campuran pelarut dan zat terlarut), yang terjadi ialah; jumlah partikel yang dapat bebas dari gaya intermolekuler akan berkurang karena bagian permukaan larutan telah diisi oleh zat terlarut. Sehingga kemungkinan partikelnya untuk berubah ke fasa gas akan berkurang jika dibandingkan dengan partikel pada pelarut murni. Dikarenakan hal ini, maka tekanan uap jenuh larutan akan berkurang dari tekanan uap jenuh pelarut murninya. Sehingga :
P > P
Dimana :
P = tekanan uap pelarut murni
P = tekanan uap larutan
Sifat ini hanya terjadi jika zat yang dilarutkan ialah zat nonvolatil.
Seorang kimiawan berkebangsaan perancis Francois Raoult melakukan penelitian pada fenomena ini, dan merumuskan sebuah hukum Raoult;
ΔP = P . Xt
Dimana :
ΔP = Penurunan Tekanan Uap Jenuh
P = tekanan uap pelarut murni
Xt = Fraksi mol zat terlarut.
Sehingga untuk mencari Tekanan Uap Jenuh dari Larutan (campuran) P dapat digunakan persamaan:
P = P - ΔP
Dari persamaan di atas dapat diperoleh persamaan baru dengan penurunan sebagai berikut:
ΔP = P . Xt
P = P - ΔP
P = P - (P . Xt)
P = P (1 – Xt)
P = P . Xp
Dimana :
ΔP = Penurunan Tekanan Uap
P = Tekanan Uap Pelarut murni
P = Tekanan Uap Larutan
Xt = Fraksi mol zat Terlarut
Xp = Fraksi mol Pelarut
ΔP = P . Xt
P = P . Xp
Untuk larutan Elektrolit :
ΔP=P nt .int .i + np
P=P npnp + nt .i
Hukum Raoult di atas berlaku ke hampir semua larutan nonvolatile, tetapi ada beberapa yang menunjukkan deviasi(perbedaan). Deviasi ini bisa positif dan bisa negatif. Deviasi positif ialah ketika dalam pengukuran nyata, tekanan uap jenuh larutan yang dihasilkan ternyata lebih tinggi nilaianya dari yang dihitung. Sedangkan deviasi negatif bermakna sebaliknya. Deviasi dapat terjadi karena pada persamaan Hukum Raoult, kita menganggap tidak terjadi interaksi apapun antara zat terlarut dengan pelarutnya. Padahal kenyataannya, selalu ada interaksi antara keduanya. Jika terjadi interaksi yang kuat antara zat terlarut dan pelarut, maka akan terjadi deviasi negatif; yaitu faktanya nilai tekanan uap jenuh sebenarnya lebih rendah dari tekanan uap jenuh dari hasil perhitungan hukum Raoult.
Sedangkan jika interaksi yang terjadi lemah, bahkan bertolakan maka yang akan terjadi ialah deviasi positif; dimana fata di lapangan nilai tekanan uap jenuh lebih tinggi dari hasil perhitungan hukum Raoult.
Larutan yang mengikuti hukum Raoult disebut dengan larutan ideal, karena dalam faktanya di lapangan berperilaku sesuai dengan prediksi kita menggunakan teori. Larutan yang tidak mengikuti hukum Raoult disebut dengan larutan non ideal, karena perilakunya menyimpang dari prediksi kita menggunaka teori. Pada dasarnya sangat sedikit sekali larutan yang benar-benar ideal. Tetapi Hukum Raoult sendiri sudah cukup baik dalam memperkirakan perilaku larutan. Sehingga hukum Raoult masih terpercaya dan akurat.
Contoh soal:
Di ketahui 10 gram parafin, C20H42, suatu zat terlarut yg tak mudah menguap (nonvolatile), dilarutkan dalam 50 gram benzen, C6H6. Pada temperatur 53 C, tekanan uap murni benzen adalah 300 tor. Berapakah tekanan uap jenuh larutan pada temperatur tersebut?
Jawab:
Pertama yang harus di cari ialah mol zat terlarut (parafin) dan mol pelarut (benzena)
Mr Parafin = 282 Mr Benzena = 78
sehingga,
n Parafin = gramMr= 10282=0.035
n Benzena = grMr= 5078=0.641
Kemudian di hitung Fraksi mol pelarut (Xp)
Xp = npnp+nt= 0.6410.641+0.035=0.0948
Setelah itu bisa menggunakan persamaan yang paling bawah:
P = P . Xp
P = 300 torr . 0,948
P= 284,4 torr
P= 284 torr atau setara 0,374 atm *1atm=760 torr
Penurunan Titik Beku Larutan
Sifat Koligatif Larutan lainnya ialah penurunan titik beku larutan. Seperti pengaruhnya terhadap titik didih, perubahan tekanan uap jenuh larutan akan mempengaruhi titik beku larutan. Penurunan tekanan uap jenuh larutan akan menyebabkan penurunan titik didih.
Mari kita lihat diagram tiga fasanya:
GAMBAR 2
Sehingga persamaan yang akan diperoleh:
ΔTf = Tf - TfL
ΔTf ~ m
ΔTf = Kf . m (non elektrolit)
ΔTf = Kf . m . i (elektrolit)
Dimana :
ΔTf = Kenaikan titik beku
Kf = Tetapan kenaikan titik beku
m = molalitas
i = Faktor Van Hoff
Tabel Tetapan Kenaikan Titik Beku (Kf) Beberapa Pelarut
Pelarut
Titik Didih
Tetapan (Kb)
Aseton
-95.35
2.4
Benzena
5.45
5.12
Kamfer
179.8
39.7
Karbon Tetraklorida
-23
29.8
Sikloheksana
6.5
20.1
Naftalen
80.5
6.94
Fenol
43
7.27
Air
0
1.86
Di dalam suatu cairan, zat harus mencapai fasa paling teratur untuk membentuk formasi kristal beku. Jika terdapat zat lain (zat terlarut) maka cairan memiliki fasa tidak teratur sehingga lebih sulit untuk membeku dibandingkan dengan cairan murni (pelarut).
Contoh soal :
Tentukan titik beku larutan yang mengandung 18 g glukosa (Mr = 180) dalam 500 g air. Kf air = 1,860C/m.
Jawab :
n glukosa = 18 g/ 180 g mol-1 = 0,1 mol
m = 0,1 mol / 0,5 kg = 0,2 mol kg-1
ΔTf = Kb . m = 0.2 . 1.860C = 0.3720C
Kenaikan Titik Didih Larutan
Sifat koligatif larutan yang lainnya ialah peningkatan titik didih larutan. Salah satu konsekuensi dari hukum Raoult ialah adanya peningkatan titik didih larutan dibandingkan titik didih pelarut murninya. Titik didih larutan ialah temperatur dimana tekanan uap jenuh cairan sama dengan tekanan atmosfer sehingga terjadi perubahan fasa dari cair menuju gas. Dalam larutan, titik didih larutan selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya pada setiap temperatur. Sehingga diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mendidihkan suatu larutan dibandingkan pelarut murni.
Berikut ini ialah diagram tiga fasa untuk membandingkan antara titik didih larutan dan titik didih pelarut murni.
GAMBAR 3
Seperti yang bisa kita lihat, Tekanan uap jenuh larutan (garis biru) lebih rendah di bandingkan tekanan uap jenuh pelarut murni (garis pink), perhatikan perbedaannya pada garis y berlabel "Pressure (atm)". Karena keduanya harus mencapai tekanan yang sama untuk bisa menguap (yaitu 1 atm) maka larutan memerlukan temperatur yang lebih tinggi untuk bisa menguap, perhatikan garis biru terhadap garis x berlabel "Temperature('C)". Perubahan yang terjadi akan DIsimbolkan dengan ΔTb, maka perubahan ini dapat dirumuskan dengan:
ΔTb = TbL - Tb
ΔTb ~ m
ΔTb = Kb . m (non elektrolit)
ΔTb = Kb . m . i (elektrolit)
Dimana :
ΔTb = Kenaikan titik didih
Kb = Tetapan kenaikan titik didih
m = molalitas
i = Faktor Van Hoff
Tabel Tetapan Kenaikan Titik Didih (Kb) Beberapa Pelarut
Pelarut
Titik Didih
Tetapan (Kb)
Aseton
56.2
1.71
Benzena
80.1
2.53
Kamfer
204
5.61
Karbon Tetraklorida
76.5
4.95
Sikloheksana
80.7
2.79
Naftalen
217.7
5.8
Fenol
182
3.04
Air
100
0.52
Contoh soal:
Tentukan titik didih larutan yang mengandung 18 gram glukosa (Mr = 180) dalam 500 gram air. Kb air = 0,520C/m.
Jawab :
n glukosa = gramMr= 18 g180 g mol-1=0.1 mol
m= 0.1 mol0.5 kg=0.2 mol kg-1
ΔTb = Kb . m = 0.2 x 0.520C = 0.1040C
Perubahan Tekanan Osmotik Larutan
Sifat Koligatif Larutan yang juga penting untuk dipelajari ialah tekanan osmotik larutan. Osmosis merupakan perpindahan molekul pelarut melalui membran semipermiabel. Jika suatu larutan di letakkan pada satu sisi membran semipermiabel, sementara suatu pelarut di letakkan pada sisi lain dari membran, maka komponen pelarut akan bergerak melalui membran ke sisi larutan dan sebaliknya.
Perbedaan kecepatan kedua aliran ini akan menyebabkan volume dari larutan akan meningkat. Dengan peningkatan volume larutan maka perbedaan ketinggian antara kedua sisi membran menjadi terjadi. Ketika perbedaan ketinggian antara keduanya menjadi lebih besar, maka aliran pelarut akan berhenti karena tekanan yang diberikan oleh ketinggian cairan. Ketika aliran dari keduanya telah sama, perbedaan volume akan tetap dan stabil.
Skema percobaan untuk menentukan tekanan osmotik ialah seperti pada gambar berikut:
GAMBAR 4
Tekanan osmotik dapat diperoleh dari persamaan berikut:
P = ρ . g . h
Dimana:
P = Tekanan Osmotik
ρ = Densitas larutan
g = gravitasi
h = perbedaan ketinggian.
Sedangkan persamaan lain mengenai tekanan (P), Volume (V) dan konsentrasinya (M) hampir sama dengan hukum gas ideal, yaitu:
P . V = n . R . T
nV=M
π = M . R . T
π = M . R . T . i
Dimana:
π = Tekanan osmosis larutan
M = Molaritas
R = Tetapan, 0.082
T = Suhu (K)
Contoh soal ;
Berapakah tekanan osmotik larutan sukrosa 0.001 M pada suhu 270C ?
Jawab : л = M . R .T
= 0.001 mol L-1 x 0.082 L atm mol-1K-1 x (27 + 273) K
= 0,0246 atm (= 18 mmHg)