Servus Dei Gabriel
“Dan terpujilah Pencipta Langit dan Bumi.” Bum i.” Penulis: Heilel_Realz012
Artist: unknown, Angelo Dei
Lacrima Di Angelo - Diablo Falling
Free PDF ver. 2015 kaskus kas kus
1
Chronological Abrahamic fiction fi ction Timeline Servus Dei Gabriel
Le Noir Saint Croix Operation Subject Zero DIABLO FALLING HELEL ASCENSUS DIABLO RISING
est INFERNAL – In finem aevi
_________________________________ _________________ ________________________ ________ I believe in Allah but i write these Abrahamic Fiction Mythology. Judge if you want, I don’t care. Only God who can judge my faith.
✡ ☦✞☪ Special thanks to: Moi dix Mois, Malice Mizer, Mana-sama, Kamijo, Versailles, X-japan, EPICA, Vadim Kiselev, Adrian von Ziegler, Michiru Yamane. Hellraiser franchise, Event Horizon, The House October Built, Martyr, Devil Reject, Reje ct, Requiem for a Dream, Human C entipede franchise, franchise, I Saw The T he Devil, The Walking Dead, Fringe franchise, Sympathy Lady Vengeance, Serbian film, Bible Black series. Silentt Hill Silen Hi ll series, Jacob Ladders, Melan Melancholy choly der Engel, August Underground Mordum, The OMEN franchise f ranchise,, The Prophecy Pr ophecy series, GABRIEL film. film. Anne Rice, Marquis de Sade, H.R. Giger, Gig er, Zdzisław Beksiński, Victoria Frances, Ayami Kojima, Yuki Kaori.
Devil May Cry.
Helel Ben-Shahar Sigil
2
Chronological Abrahamic fiction fi ction Timeline Servus Dei Gabriel
Le Noir Saint Croix Operation Subject Zero DIABLO FALLING HELEL ASCENSUS DIABLO RISING
est INFERNAL – In finem aevi
_________________________________ _________________ ________________________ ________ I believe in Allah but i write these Abrahamic Fiction Mythology. Judge if you want, I don’t care. Only God who can judge my faith.
✡ ☦✞☪ Special thanks to: Moi dix Mois, Malice Mizer, Mana-sama, Kamijo, Versailles, X-japan, EPICA, Vadim Kiselev, Adrian von Ziegler, Michiru Yamane. Hellraiser franchise, Event Horizon, The House October Built, Martyr, Devil Reject, Reje ct, Requiem for a Dream, Human C entipede franchise, franchise, I Saw The T he Devil, The Walking Dead, Fringe franchise, Sympathy Lady Vengeance, Serbian film, Bible Black series. Silentt Hill Silen Hi ll series, Jacob Ladders, Melan Melancholy choly der Engel, August Underground Mordum, The OMEN franchise f ranchise,, The Prophecy Pr ophecy series, GABRIEL film. film. Anne Rice, Marquis de Sade, H.R. Giger, Gig er, Zdzisław Beksiński, Victoria Frances, Ayami Kojima, Yuki Kaori.
Devil May Cry.
Helel Ben-Shahar Sigil
2
_________________________ _____________ ________________________ ________________________ __________________ ______ Pembukaan Permulaan Kejadian _________________________ _____________ ________________________ ________________________ __________________ ______
Aku mengingat mengenai waktu itu. Waktu di mana keluarga Kami yang hidup dengan damai memuji dan mengKuduskan Adonai Sang Pencipta---bentangan langit dan dataran bumi, menjadi terusik terpecah belah dalam dua kelompok berkeyakinan berbeda, saling bersiteru di antara saudara akibat dari penciptaan makhluk paling mulia yang diciptakan dan disaksikan oleh kami semua---para ma’lakh. (ehyeh-asher-ehyeh )
menciptakan
manusia dari tanah yang kelak akan menjadi pemimpin dan manusia pemelihara Assiah pemelihara Assiah (Bumi) dan semua penduduk Yetzirah Yetzirah (Surgawi) geger dengan rencana penciptaan itu. Aku merupakan salah satu dari golongan ma’lakh yang merasakan keraguan dengan rencana yang akan dilakukan itu. Ketika Eloah melihat keraguan bersemayam di dalam diriku, DIA Yang Kudus menanyakan apa sebenarnya yang membuat diriku ragu. Aku yang merupakan salah satu Seraphim yang memimpin Sefirah Yesod dan juga pemimpin kelas cherubim, menanyakan perihal rencana Elohim untuk menciptakan manusia yang kelak, ia (manusia) hanya akan menghancurkan bumi dan mendatangkan wabah pertumpahan darah. Elohim yang sebenarnya mengetahui semua pertanyaan yang tersimpan dalam diriku menjawab pertanyaanku dengan katakata yang terdengar menentramkan hati, ‘Sesungguhnya AKU mengetahui apa yang kalian sebenarnya tidak mengetahuinya’
3
Aku sadar, aku hanyalah salah satu ciptaan yang diberikan pengetahuan terbatas--oleh El-Shaddai , sekecil hamba yang tidak mengetahui
segalanya.
Adonai adalah
pemilik
dari
segala
pengetahuan dan tidak sepantasnya aku ragu dengan apa yang hendak Elah lakukan. Akhirnya tibalah waktu yang dinantikan, waktu di mana penciptaan manusia akhirnya dilaksanakan di suatu tempat— dimensi. Tepat di depan mata kami ma’lakhim yang berkerumun berbaris, kami melihat dengan jelas bagaimana Eloah menciptakan Adam dari tanah dan kami diminta bersaksi untuk itu. ‘Bersujudlah kalian semua pada Adam manusia yang kelak akan menjadi pemimpin di bumi’ Adonai memerintahkan kami semua makhluknya yang
bersaksi untuk bersujud pada ciptaannya yang baru saja diciptakan langsung di depan kami semua. Berlaksa-laksa ma’lakh yang hadir dalam proses Penciptaan Adam, kemudian bersujud menuruti perintah El-Shaddai Yang Maha Kuasa. Namun, ada satu barisan ma’lakhim yang masih tetap berdiri dan tidak mau tunduk bersujud pada Adam. Salah satu pemimpin kelas cherubim yaitu (Helel Sang Bintang Fajar)
-
, tetap berdiri kokoh di antara para
ma’lakh yang sedang bersujud kepada Adam. Barisan ma’lakh bawahannya terlihat bingung dengan apa yang pemimpinnya lakukan. Adonai yang melihat ciptaannya itu tidak mau bersujud, akhirnya menegur. Helel ben Elohim menyangsikan penciptaan Adam dan
menganggap makhluk mulia di hadapannya ini tidaklah lebih mulia daripada dirinya. Ia (Helel) merasakan bahwa Adonai telah ‘salah’
4
menciptakan manusia yang kelak hanya akan melakukan kerusakan di bumi. Eloah
murka
mendengar
semua
kata-kata
yang
dilontarkan oleh Helel. Keadaan di tempat itu kemudian menjadi sangat ricuh. Mikhael yang merupakan salah satu penghulu malaikat tinggi---Seraphim, kemudian menegur Helel hingga akhirnya terjadilah perseteruan di Yetzirah yang memicu pertikaian besar di antara para ma'lakh dan di kenal dengan Perang Pertama di Surga.
5
6
Gabriel The High Cherubim
Ma’lakh Gabriel Sigil
7
_______________________________________________________ Ingatan tentang Perang Pertama di Surga _______________________________________________________
Telah lama waktu berlalu sejak kejadian itu namun Ingatan itu masih nampak jelas terjadi di mataku. Ya, kejadian yang tidak akan dapat kulupakan di mana pedang api yang menyala-nyala diberkati Atas Nama Tuhan aku gunakan untuk melawan keluargaku sendiri. Keheningan serta kedamaian yang sebelumnya ada berubah menjadi kericuhan yang disaksikan langsung dengan kebingungan oleh Adam yang melihat para makhluk yang sebelumnya bersujud pada dirinya kemudian saling mengangkat senjata dan berperang. Aku,
(Gavri-El/Gabriel) bersama Mikhael dan
Israfael mengangkat Pedang Allah Yang Kudus diikuti oleh ribuan ma’lakh yang berpihak pada Adonai, bergerak menahan serangan para ma’lakhim yang membelot yang berusaha untuk mengambil Tahta Surgawi. Aku mengingatnya dengan jelas, perasaan itu ketika aku menebaskan Pedang Allah pada sanak keluargaku sendiri. Aku menebaskan pedang api dan melukai banyak sekali sosok-sosok yang dahulu bersamaku bersujud memuji dan mengkuduskan Eloah. Aku tidak mengerti kenapa semuanya berubah menjadi rumit. Adonai yang melihat semua kericuhan itu dari Tahtanya di Atziluth, hanya diam dan melihat apa yang sedang terjadi di Yetzirah. Mikhael yang merupakan Penghulu Ma’lakhim yang merupakan seraphim tinggi yang sangat taat kepada El-Shaddai, bertempur menggunakan pedang api dan juga perisai kudus
8
melawan Helel ben Elohim Pemimpin Cherubim bawahanku yang membelot pada Perintah Elah. Mereka berdua berperang dengan diikuti ma’lakhim yang lain dan terlihat bulu-bulu sayap yang mereka miliki lepas bertebaran di langit menciptakan pemandangan kerlip bintang. Dia, Seraphim Mikhael perlambangan api dan juga Helel perlambangan dari cahaya pertama penciptaan, bertempur dengan sangat sengit. Mereka berdua memiliki kekuatan yang seimbang hingga pertempuran itu berlangsung dengan cukup lama---satu abad waktu Assiah, memberikan kerusakan namun mereka tidak bisa benar-benar melukai satu sama lain untuk memberikan luka yang cukup parah. Aku menyesali dengan apa yang telah terjadi pada keluarga kami. Kenapa semuanya menjadi seperti ini. Walaupun aku sangat tidak sanggup untuk melukai mereka Keluargaku sendiri, namun demi nama Adonai Yang Kudus, diriku angkat pedang api di tanganku ini lantas bertikai dengan para pemberontak. Pada akhirnya, perang yang berkecamuk tanpa akhir di Yetzirah itu dihentikan oleh Elah sendiri di mana akhirnya Helel bersama dengan sepertiga malaikat yang berpihak pada dirinya dijatuhkan ke Assiah dan dilaknat oleh Eloah sebagai musuh (syaitan/iblis) sebenarnya manusia. Aku menghela nafas dalam-dalam... Aku yang berada dalam bentuk wujud ini terbalut sosok manusia dalam pakaian
jubah putih panjang, terlilit oleh kain
hitam mengikat spiral dari pinggang sampai tubuh pada bagian dada. Kepalaku terlindungi oleh tudung putih menutupi kepalaku yang hanya memperlihatkan hidung dan bagian mulut saja.
9
Aku yang nampak terdiam sepi semakin peka, merasakan angin dingin menerpa melewati diriku dan sedikit menentramkan hatiku. Telah ratusan tahun sedih aku memikirkan kejadian itu. Aku melihat Assiah dari sebuah bukit tinggi berbatu dan memandang jauh pada horizon luas yang diciptakan untuk umat manusia oleh Adonai. Begitu indahnya Sefirah Malkuth ini, yang merupakan kunci perjalanan awal bagi manusia yang Elohim ciptakan sebagai tempat di mana manusia akan menempuh perjalanan panjang untuk menuju diri-Nya. Tiba-tiba, suatu kehadiran mengusikku lalu muncul di belakangku. Ia mendekatiku pelan dan ketika aku membalikkan badan, aku melihatnya cahaya yang bersinar cukup terang ada dan sedang memandang diriku. “Apa yang engkau inginkan..?” Aku bertanya langsung kepada sosok cahaya yang berada jelas menemuiku. Tiba-tiba saja cahaya terang itu kemudian berubah dan membentuk sebuah sosok yang masih bersinar dengan terang. Aku melihatnya dengan mataku, cahaya itu berubah menyerupai sosok wanita terbalut jubah putih panjang dan tudung yang menutup kepalanya, serta di tangan kanannya ia memegang sehelai bulu angsa putih dan di tangan kirinya ia memegang kertas yang terbuat dari kulit binatang. “Maaf mengganggumu Cherubim Gabriel. Aku adalah ma’lakh yang ditugaskan oleh-Nya untuk menemanimu mengawasi manusia di Assiah,” sosok wanita itu berucap pada diriku ketika semua cahaya terang dari tubuhnya telah memudar hilang menyisakan sosok manusia. “Untuk menemaniku..”
10
“Ya wahai cherubim. Sebelumnya perkenankan aku untuk mengenalkan barisan huruf merangkai nama berlafaz…” “Tidak perlu engkau katakan. Aku tahu dengan jelas siapa namamu..” Terlihat di mataku ma’lakh berjubah putih di depanku ini kaget setelah mendengar ucapanku yang mengetahui namanya meskipun ia belum sepatah kata pun sempat menyebutkan siapa dirinya. Hal Ini bukanlah sesuatu yang mengagumkan, sebab seorang ma’lakh dengan tingkat seraphim memilki kemampuan untuk mengetahui nama para ma’lakh yang ada. Sebab Kami adalah para malaikat tinggi yang diberikan kuasa lebih oleh El-Shaddai dan mendapatkan jabatan lebih tinggi dari ma’lakh yang lain. Aku kemudian tersenyum ke arah pelayan di hadapanku dan kembali berbalik melihat keadaan Assiah. Aku mendengar suara langkah kaki berjalan pelan dari arah belakang dan aku tahu, pelayan yang diperintahkan Adonai untuk menemaniku sedang berjalan lebih mendekat ke arahku. Dia melangkah kemudian berhenti di samping kiriku. Terlihat ada yang menganggunya dan kemudian ia melontarkan pertanyaan padaku yang sejak tadi terus melihat memandang lurus ke Assiah. “Wahai cherubim Gabriel, ada perihal yang ingin kutanyakan. Kenapa engkau selalu diam sendirian mengerjakan semua perintah yang Elohim berikan padamu? Kau adalah ma’lakh tinggi Kelas Seraphim dan semestinya engkau membawa para pasukanmu itu ikut bersamamu ke mana pun kau pergi..” “Aku lebih suka sendirian, Sana’el.. bukan karena aku ingin menghindar dari para ma’lakh yang lain. Tapi ketika sendirian,
11
aku dapat merasakan lebih tenang untuk melihat dan mengamati prilaku umat manusia di bawah sana.” “Jika begitu keberadaanku diriku di sini mengganggumu wahai cherub?” “Adonai telah memberikan perintah padamu untuk menemani dan melayaniku. Tentu aku tidak memiliki kuasa untuk menolak keinginan-Nya itu.” Ma’lakh itu terdiam tidak bicara setelah mendengar jawaban dariku. Aku kembali menatap lurus memandang ke ujung cakrawala yang dapat kulihat oleh kedua mataku dan menyadari ada suatu hal yang menarik perhatianku. Aku kemudian melirik pada pelayan yang berada di sampingku dan kemudian berucap dengan pelan. “Tunggulah di sini. Aku akan pergi sebentar menuju Assiah. Ada sesuatu yang ingin kulihat..” “Tapi, aku diperintahkan untuk mengi-” Belum selesai pelayan itu berbicara, aku dengan cepat kemudian melompat hempas dari tebing batu tempat di mana aku berdiri dan kemudian jatuh menuju Alam Sefirah Malkuth yaitu Assiah yang merupakan tempat di mana manusia hidup. Aku mendengarnya dengan sayup-sayup, suara pelayan itu masih berbicara memanggilku untuk menyita perhatianku. Namun aku tidak menggubrisnya dan tetap jatuh pergi meninggalkan dirinya---yang berada di tempat perbatasan antara Assiah dan juga Yetzirah. Aku tahu, aku salah telah meninggalkan pelayan yang diperintahkan Tuhan untuk menemaniku. Namun ada yang harus aku lakukan sendirian.
12
Ada hal yang harus aku lakukan di Assiah. Ada yang harus aku lakukan untuk mengungkap semua tanda tanya yang masih tersimpan di benakku ketika perang besar di langit itu terjadi dahulu kala.
_______________________________________________________ Mereka (manusia) adalah Pendosa _______________________________________________________
Satu titik cahaya ‘nur, terang benderang jatuh dari langit yang biru pekat tepat ke daerah padang tandus dengan banyak bebatuan tinggi dan juga pasir yang menutupi permukaannya. Cahaya itu jatuh tepat pada permukaan dataran berpasir menghempaskan udara menimbulkan angin yang meniup pasirpasir di bawahnya untuk beterbangan ke segala arah. Cahaya itu kemudian meredup dan berubah menjadi sosok manusia. Cahaya itu adalah aku Gabriel, salah satu ma’lakh seraphim dan juga pemimpin tertinggi choir dari kelas cherubim yang diberikan tugas untuk mengawasi manusia di bumi Assiah. Aku yang tadi baru saja menjatuhkan diri dari langit, berlutut ketika mencapai permukaan Assiah. Dengan perlahan aku berdiri dengan tegap lantas memandang ke sekeliling daerah tempat aku berada ini. Sepanjang mataku memandang, yang kulihat hanyalah tiang-tiang bebatuan yang tinggi dan juga butiran pasir yang tertiup angin dingin berpindah tempat dari tempat satu ketempat yang lain. Tidak sedikit pun kulihat kehidupan makhluk hidup.
13
Aku
perlahan-lahan
membungkukkan
tubuhku
dan
mengambil pasir yang aku pijak dengan tanganku. Ketika aku berdiri dan menggenggamnya dengan erat lalu kemudian membuka telapak tanganku, kesedihan itu mulai kembali, aku merasakannya tanah ini telah kehilangan kekudusan-nya. ‘Tanah indah yang dahulu memiliki kekudusan yang sama seperti tanah yang berada di Yetzirah, sekarang berubah menjadi kotor…’ dalam hati aku berkata lantas kemudian meniupkan pasirpasir di telapak tanganku pergi lenyap terbawa angin. Aku kemudian memikirkan apa yang tadi aku lihat di perbatasan antara Yetzirah dan Assiah. Aku memandang jauh ke sebuah bukit bebatuan yang terlihat begitu kecil dari tempatku memandang. Ketika aku fokuskan kedua mataku memandang ke tempat itu untuk melihat dengan lebih jelas, aku serta merta telah tiba di sana---tiba di bukit bebatuan yang cukup terjal yang tadi kupandang dari jauh. Aku melangkah dengan pelan pada jalan setapak yang cukup terjal itu dan akhirnya berhenti pada sebuah celah bebatuan yang memperlihatkan kondisi permukaan di bawah tempat aku berpijak sekarang. Aku melihatnya dengan mataku, sekumpulan manusia sedang menyeret tubuh seorang wanita yang diikat dengan tali tambang berwarna coklat tanpa mengenakan sehelai kain pun untuk menutupi aurat di tubuhnya. Sekumpulan manusia yang berjumlah sekitar empat orang itu yang semuanya bergender pria, menyeret tubuh wanita yang sedang menangis itu dengan kasar pada tanah dan akhirnya berhenti tepat di sebuah patung batu besar yang ukirannya mengukir sebuah bentuk makhluk raksasa bersayap lebar dengan tanduk melengkung besar pada kepalanya.
14
Orang-orang tersebut berlutut meminta sesuatu pada patung batu besar di hadapannya dan kemudian mereka semua melepaskan pakaian yang terbuat dari bekas kulit binatang itu, satu persatu setiap helai yang menutupi aurat mereka melemparkannya ke tanah. Aku tercengang melihat apa yang keempat pria itu lakukan. Mereka kemudian menggauli wanita yang sedang menangis terikat itu secara bersamaan. Perzinahan hal yang ditentang Adonai kusaksikan. Terdengar olehku lengkingan dan jeritan-jeritan pilu wanita itu yang diperkosa beramai-ramai di alam terbuka. Aku mengepalkan telapak tangan kananku dan tiba-tiba muncul perasaan yang amat marah dari dalam diriku karena melihat apa yang manusia-manusia itu perbuat di hadapanku. Aku ingin menghukum mereka semua yang telah memilih bi’dah dengan menyembah sesuatu yang lain selain Eloah dan juga mereka telah melakukan salah satu dosa besar yaitu berzinah. Diriku meregangkan kepalan telapak tangan kananku dan kembali mengendalikan perasaan yang berkecamuk di dalam diri. Aku sadar, aku tidak memiliki kuasa apapun untuk melakukan sesuatu kecuali menuruti apa perintah yang Elohim berikan. Mereka semua manusia memiliki takdir yang tertulis yang terukir tepat ketika mereka lahir. Lalu aku yang hanya seorang Pelayan Allah tidak memiliki wewenang mengubah takdir yang sudah
digariskan itu menggunakan kedua tanganku ini. Aku terus memandangi manusia-manusia keji itu dengan kedua mataku---memandang tajam tanpa bisa berbuat apa-apa. Sekitar dua jam waktu permulaan dunia aku memandangi mereka hingga apa yang mereka perbuat selesai. Gadis itu menangis karena kesakitan. Ia merasakan perih di tubuhnya dan juga di hatinya.
15
Salah satu pria yang memiliki tubuh paling besar kemudian menyeret tubuh wanita yang telah lemas lunglai itu tepat ke hadapan
patung
batu
besar
bersayap.
Ia
kemudian
menelentangkannya, berdoa dengan memohon kepada patung itu dan kemudian mengambil tongkat kayu yang sebelumnya mereka gunakan untuk mengangkat tubuh sang gadis. Pria besar itu berteriak dengan kencang sembari mengacung-acungkan tongkat--yang diujung pangkalnya itu sangat runcing, ke atas langit. Dia menusukkan tongkat kayu itu tepat ke dada sang wanita yang masih terikat oleh tambang. Darah wanita itu bercipratan keluar dari lukanya. ‘Manusia sangat kejam.. mereka tidak memiliki hati, bahkan kepada saudara-saudara satu ras sendiri mereka sangat bringas dan brutal’, aku menggerutu melihat kebengisan yang terjadi di sana. Ingin sekali aku menghukum mereka para pendosa yang telah jauh dari El Roi. Ingin sekali aku rubuhkan semua bebatuan tinggi di sekeliling mereka untuk menimpa manusia itu hingga tewas. Tapi itu semua tidak bisa. Aku terkekang oleh aturan langit dan juga kehendakku dibatasi sebagaimana seorang pelayan setia hanya taat pada perintah yang diberikan oleh tuannya. “Engkau marah, ma’lakh
?”
Terdengar suara pelan dari arah belakang diriku. Aku yang cukup terkejut, merasakan kehadiran sesuatu di sana. Ketika dengan perlahan aku membalikkan badan, aku melihat sosok manusia berjubah hitam panjang kumal terlilit rantai berkarat pada kain permukaannya. Raut mukanya tampan rupawan, pemilik rambut merah menyala layaknya api membara yang tidak
16
terlindungi tudung hitam, ia menatapku tersenyum mengejek dengan bengis. “Ini telah lama sekali Gabriel kita tidak bertemu bertatap muka setelah Kejadian Itu..” Aku hanya terdiam memandang sosok berjubah hitam di hadapanku yang berbicara sembari berjalan mendekati diriku dan akhirnya berhenti melangkah di samping kiriku. Ia melihat ke arah manusia-manusia yang sedang menari-nari dan berdoa setelah menusuk gadis yang sebelumnya mereka gauli. “Kau ingin menghukum mereka dengan tanganmu bukan?” ucapnya padaku sinis, “Lakukanlah, hukumlah mereka Gabriel, engkau yang seorang seraphim, memiliki kuasa yang cukup tinggi dan
dapat
meminta
bala
tentara
surgawi
milikmu
untuk
memusnahkan mereka para manusia pendosa dengan sangat mudah..” Aku yang sedang berdiri membelakangi dirinya hanya terdiam mendengar sosok hitam itu yang sedang menyindirku. Ya aku mengenal siapa sosok hitam ini. Dia adalah salah satu dari keluargaku dan merupakan golongan kami di masa lalu. Ia adalah salah satu ma’lakh yang juga sangat ku kenal---seorang ma'lakh yang sangat mengagumi Helel sang bintang fajar. Aku menghela nafas, membalikkan badanku memandang ke arah sama yang sedang sosok berjubah hitam itu lihat, “Aku tidak akan terlena dengan bujukan sesatmu itu
(Belial)...
Aku hanya akan bergerak ketika perintah telah diberikan,” aku menjawab perkataan sosok di sebelahku dengan tegas.
17
Seketika ia tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban yang keluar dari mulutku. Aku tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya terdiam memandang dirinya yang sedang menertawaiku dengan begitu puas. “Engkau tidak pernah berubah sejak masa itu. Kau tetaplah seorang ma'lakh yang setia, Hai pemilik nama Kekuatan Allah.”
18
The King and Conqueror of Fire Hell
Fallen Angel Belial Sigil
19
_______________________________________________________ Belial Malaikat Yang Dijatuhkan _______________________________________________________
Aku melihatnya, Belial yang sedang tertawa terbahakbahak di samping diriku kemudian berubah menjadi kepulan asap hitam yang meluap-luap dan menghilang lenyap tidak berbekas. Aku kemudian mengalihkan perhatianku kembali pada momen yang terjadi di bawah sana. Secara jelas aku mendengar suara yang berat keluar dari arah patung batu berhala bertanduk dan bersayap berbicara kepada manusia-manusia pendosa yang sedang berdoa memohon sesuatu. Aku mendengarnya, patung batu itu berbicara dengan suara yang lantang menakutkan dan bersedia memberikan apa yang
mereka
persembahan.
inginkan Dia
karena
berjanji
telah
akan
mendapatkan
memberikan
kurban
hujan
dan
menghentikan kekeringan agar mereka semua dapat mendapatkan hasil panen yang melimpah. Keempat pemuda yang mendengar suara itu kemudian menari-nari, bersorak-sorai lantas berlutut agak lama, lalu pergi dari tempat itu meninggalkan tubuh wanita yang terdiam sekarat berlumuran jalan di tanah. Mereka telah jauh dari Allah… Aku yang melihat semuanya kemudian bergerak melompat dari atas bebatuan besar yang membentengi tempat itu dan kemudian dengan perlahan jatuh menapak tepat di dekat tubuh sang gadis.
20
Aku memandangnya, wajah gadis itu yang sayu dan sedang menahan rasa sakit maut menatap ke arah diriku. Aku kemudian berjalan perlahan dan kemudian berlutut dengan satu kaki, melihat dengan iba keadaan wanita di hadapanku ini. “Aku tidak ma-u ma-ti.. Aku tidak ma-u..” Aku terdiam mendengar kata-kata pilu wanita ini yang sedang dalam keadaan sekarat. ia yang tidak berdosa harus menjadi tumbal dari sekelompok orang, hanya demi sesembahan batu yang tidak layak untuk mereka sembah. Aku
kemudian
menggerakkan
tangan
kiriku
untuk
memegang kepala wanita yang memiliki rambut panjang ini dan kemudian berkata dengan pelan. “Ikhlas-lah pada takdir mu…” Wanita itu kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Aku melihat di depan mataku bagaimana manusia meninggal dan ruh-nya keluar dari jasad. Aku iba dengan keadaan yang terjadi sekarang di Assiah. Kejahatan dan pembunuhan telah terjadi di mana-mana. Tanah suci penuh kedamaian yang dahulu diciptakan, sekarang berubah menjadi tanah kotor yang banyak sekali terjadi pertumpahan darah. Ada perasaan sedih bercampur sesal didalam diriku. Kenapa manusia yang dimuliakan malah bersifat seperti ini? Aku masih belum mengerti di mana letak kemuliaan yang Adonai katakan dulu. “Kenapa Gabriel.. Kau iba dengan manusia itu?”
21
Suara patung batu bertanduk dan bersayap yang ada di hadapanku berbicara dan aku tahu dengan jelas siapa itu. Ya, itu adalah Belial, aku menyadarinya, tempat ini adalah Altar pemujaan yang dibuat untuk memuja dirinya. Aku kemudian menutupkan kedua mata wanita itu menggunakan jemariku, lantas berdiri dengan tegap memandang ke arah patung batu besar di depanku. “Apa yang membuatmu merasa setara dengan El-Shaddai dan ingin pula untuk disembah? Jawab aku, Hai Kau! Belial Cahaya Redup Yang Telah Jatuh!!” Tepat di depan patung batu itu, pada dataran rendah aku melihat kepulan asap hitam muncul perlahan dan akhirnya membentuk sosok manusia yang mengenakan jubah hitam panjang dengan rambut api menyala terang. “Aku tidak meminta untuk disembah Wahai Servus Dei yang dimuliakan. Mereka (manusia) sendiri yang datang padaku memohon sesuatu,” iris mata berwarna biru berkilau seperti mata yang aku miliki memandang tajam padaku bersama dengan senyuman sinisnya pula yang terlihat dari raut wajah manusianya. “Kau sadar apa yang kau lakukan? Semuanya itu Keji di mata Allah . Kau telah memberikan jalan bi’dah pada manusia dan membuat mereka semua berpaling dari Elah.” “Kau menyalahkan ku dengan semua kesalahan dan dosa manusia yang mereka lakukan sendiri? Hai Para Cahaya Pelayan Allah! lihatlah dengan jelas para manusia yang sempurna dan mulia itu tidaklah lebih sampah dari kami yang telah terkena kemurkaan laknat-Nya. Kami hanya memberikan apa yang mereka inginkan jika mereka mau tunduk pada kami ‘Ciptaan Adonai’ yang memang lebih tinggi derajatnya dari mereka.”
22
Aku terdiam memandang Belial yang sekarang melipatkan kedua tangannya di dada. “Mereka datang pada kami karena mereka tidak merasakan kasih dari Elah. Seharusnya kau bertanya pada HaRachaman Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang, mengapa DIA membiarkan mereka manusia yang mulia itu menderita dan tidak sedikit pun DIA peduli dan malah membiarkan mereka semua berada dalam ketidakpercayaan!!!” “Jiwa kalian telah rusak. Jiwa kalian telah dipenuhi oleh sikap pembangkangan, keangkuhan, pemberontak dan memungkiri alasan sebenarnya bagi kalian untuk hidup. Hai kalian Cahaya Redup!!! Memohon ampunlah pada El-Shaddai yang Maha Kuasa yang telah menciptakan kalian!” “Tuhan? DIA telah membuang kami. Sekarang hanya satu sosok yang dapat menjadi panutan kami semua yang telah dalam pembuangan. Ya, Dia.. aku hanya akan tunduk pada Tuanku Helel.” “Kalian telah jauh melampaui batas...“ aku mengerutkan kedua alisku dan memandang dengan tajam wajah pemberontak di hadapanku. Tanpa dapat aku sadari, aku memunculkan pedang itu. Ya, pedang dengan nyala api yang membara yang telah diberkati atas nama-Nya dan tergenggam dengan erat di telapak tangan kananku. Belial terkejut dengan apa yang kulakukan. Ia lalu kemudian menatapku dengan kembali sinis, terlihat senyumnya yang menyeringai. “Aku tahu, kau ingin sekali bertikai denganku Hai pemilik nama ‘Kekuatan Allah’. Tetapi apa engkau telah mendapat perintah dari-Nya dan diberikan izinnya untuk melakukan itu? Kalian semua hanyalah pelayan yang tidak memiliki ruang gerak bagi diri kalian
23
sendiri. Pelayan yang hanya patuh dan tidak bisa sedikit pun menyela atau mempertanyakan segala perintah-Nya.” Aku hanya bisa menggeram, tak ada yang bisa aku lakukan. Ya, aku tidak boleh melakukan hal yang sama seperti dahulu ketika bertemu dengan Sammael. Sammael. Aku menyadarinya, aku adalah salah satu dari ma’lak ma’lakhim him yang jelas-jel jelas-jelas as menget mengetahui ahui hukum dan dan aturan apa yang diberikan pada kami. Aku mencoba menenangkan semua gejolak yang ada didalam diriku dan kemudian menghilangkan kembali pedang api membara Kudus yang sedang ku genggam di tanganku. Belial yang melihat apa yang tengah kulakukan kemudian tertawa kecil. Tiba-tiba hembusan angin dingin yang cukup keras muncul menerpa tubuhku dan juga tubuh Belial di mana akhirnya jubah yang kami kenakan bergerak berkibar tertiup mengikuti arah hembusan angin. “Mari kita hancurkan hukum-Nya Gabriel Gabriel…” …” “Aku tidak ingin bertikai denganmu.” “Kau mungkin tidak mau.. akan tetapi akulah yang menginginkannya,” pijaran api berwarna merah menyala m enyala muncul di sekitar tubuh manusia Belial. Api yang awalnya hanya mengitari tubuh Belial, kemudian dengan cepat berkobar menjadi besar. Pada bagian belakang punggung sosok berjubah hitam itu terbentuk secara perlahan sosok raksasa api besar bertanduk yang memiliki sayap api menjulang tinggi ke langit. Perlahan-lahan tubuh sosok berjubah hitam itu berubah menjadi kepulan asap hitam dan kemudian menghilang tanpa
24
bekas---hanya menyisakan makhluk api besar bersayap
yang
menyala berkobar-kobar. Aku mengetahuinya, Belial sedang menggunakan Magen-El-Shaddai tepat di depan mataku sekarang. Imej yang seharusnya tidak boleh digunakan tanpa izin dan juga Kehendak Eloah. “Kebencian itu!! Kebencian ketika Perang Besar itu masih membekas dalam diri kami semua Gabriel Gabriel!! Kenapa ‘YHVH-Shalom Yang Maha Mengetahui’ menghukum Dia? Ma’lakh yang paling
setia dan selalu berdoa memuji-muji-Nya di setiap langkah-nya di manapun dirinya berada. Kau lihat buktinya sekarang, bagaimana sebegitu berdosa dan rendahnya manusia! Helel yang telah mengatakan kebenaran itu di depan Adonai dan juga barisan ma’lakhim, kau tahu apa yang terjadi? IA DILAKNAT DENGAN KEMURKAAN ELOHIM!!”
“Kau terlalu mengagumi sosok Helel sebagai cherubim hingga memujanya. Kau seharusnya sadar, Hai Ciptaan Yang Membangkang!!! Tidak ada satupun yang layak dipuja dan disembah kecuali Allah-mu!!!” Keadaan tempat yang menjadi Altar pemujaan itu sekarang menjadi riuh dan ricuh dengan suara dan juga bentuk kobaran api Belial yang besar hingga melewati barisan tebing bebatuan yang mengelilingi tempat ini. Apa yang harus kulakukan sekarang? Haruskah aku bertikai melawan mereka yang Tercemar ini tanpa perintah ataupun izin dari Adonai?
25
_________________________ _____________ ________________________ ________________________ __________________ ______ Pelayan yang tidak memiliki Kehendak-nya sendiri _________________________ _____________ ________________________ ________________________ __________________ ______
Aku memandangnya, sosok besar berkobar-kobar yang menyala dengan terang benderang. Sosok Magen-El-Shaddai Belial mengangkat kedua tangannya yang besar ke langit. Sayapnya dia kepakkan hingga melepaskan kilatan percikan api menyala-nyala yang lepas dari kobaran api menyelimuti wujudnya yang besar. Percikan jilatan api berwarna biru muncul di telapak tangan kanan sosok besar itu. Warna api yang berbeda dengan warna kobaran api yang menyelimuti seluruh tubuhnya yang merah menyala, memberikan kesan kontras dengan kedua api biru yang telah bertransformasi menjadi bentuk bola api di kedua tangan Belial---yang sekarang telah menurunkan kedua tangannya itu dari langit. “Angkat Pedang Kudus-mu Gabriel Gabriel!! Lawan Aku!” Aku!” suara Belial menggelegar. Aku masih memandangnya dengan tajam tanpa sedikit pun bergeming dari tempat di mana aku berdiri sejak tadi. Aku tidak mengeluarkan kembali pedang api yang diberkati Atas nama Allah. Aku tahu, aku tidak boleh dengan sembarangan menggunakannya tanpa sebelumnya mendapatkan izin dari DIA Sang Maha Pencipta. Belial yang melihat gerak-gerikku yang hanya diam berdiri tanpa melakukan apapun, dengan cepat bergerak melemparkan bola api biru dari tangan kanannya tepat ke arah diriku. Suara ledakan pada tanah berpasir terdengar keras disertai tersapunya debu-debu kotor itu ke udara. Jilatan-jilatan api mengejar udara yang terhempas dari tempat ledakan.
26
Aku berhasil menghindarinya, tepat sebelum cahaya biru itu mengenaiku aku telah melompat mengambang di udara. “Perlihatkanlah padaku Magen-El-Shaddai keilahian-mu, Ma’lakh Gabriel,” Belial Berteriak sangat keras lalu melemparkan bola api di tangan kirinya ke arah tubuhku yang masih melayang cukup tinggi di langit. Bola api panas berwarna itu bergerak cepat ke arahku. Aku ingin menggunakan Pedang Allah untuk menepisnya tapi tidak, aku tidak bisa melakukan kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya. Aku kemudian meluruskan kedua tanganku kearah kiri dan kanan, dan kemudian menarik dengan cepat kedepan hingga kedua tanganku menyilang. Tebing Bebatuan yang berada di kanan dan kiriku yang mengitari tempat ini bergetar hebat, bergerak, retak dan terpecah melesat cepat ke arah depan diriku. Membentuk dengan sekejap sebongkah tembok batu besar tebal sebagai pertahanan dari serangan bola api yang sedang menuju ke arahku. Bola api itu menabrak tameng batu tebal yang telah kubuat, namun tameng itu tidaklah cukup kuat untuk menahan kekuatan bara api membara yang dibuat Belial. Kumpulan bebatuan itu akhirnya terpecah menjadi serpihan-serpihan kecil yang berpencar ke segala arah dan membiarkan kilatan pijar api biru itu melesat melewatinya dan sekarang tepat berada di hadapanku. Suara hembusan api membakar bergemuruh, tubuhku terbakar oleh panasnya kekuatan api Belial. Api itu menyelimuti tubuhku hingga aku merasakan sakit terbakar yang teramat sangat sampai teriakan kencang tanpa sadar
27
kukeluarkan secara refleks. Tubuhku yang sedang dilanda rasa sakit yang teramat sangat itu kemudian jatuh---dalam kondisi kobaran api yang masih menyelimuti tubuhku. Aku terjatuh terbaring telungkup pada tanah berpasir. Bermodalkan dengan tenaga yang ada di dalam diriku aku mencoba menghilangkan kobaran api menyala yang masih saja menggerogoti tubuhku. Perlahan aku mencoba menggerakan lengan kananku untuk menahan pijakan agar aku dapat mengangkat tubuhku yang terasa berat. Aku berupaya untuk bangun dengan posisi berlutut dengan menopang satu kaki. Di kala sulitnya diriku untuk bertahan bangun, aku mendengarnya suara Belial menggelegar tertawa terbahak-bahak kegirangan dengan apa yang baru saja ia lakukan padaku. Aku dengan susah payah akhirnya berhasil bangun berlutut lantas menghilangkan kobaran nyala api dari seluruh tubuhku menggunakan kekuatanku. Terengah-engah mengatur nafas yang memburu, melihat dengan jelas kepulan asap-asap dari jubah putih panjang yang kukenakan, memanjang terbang ke langit sebagai akibat dari kobaran api membara yang membakarku tadi. Rasa perih dan sakit yang tidak pernah kami para ma’lakhim miliki, sekarang dapat aku rasakan dengan jelas dalam wujud lahiriah. Inikah rasa sakit yang manusia rasakan dari penderitaan kehidupan yang merupakan sebuah ujian? Aku menyentuh lengan kiriku dengan telapak tangan kananku. Aku merasakannya, rasa dingin dan juga basah di telapak tanganku yang terlihat bergetar. Aku menyadarinya, lengan kiriku berdarah setelah aku melirik ke arah lengan kiri di mana terlihat
28
rembesan darah menembus lengan pakaian jubah putih yang aku kenakan. Aku ingin melawannya, aku ingin membela diriku atas apa yang tadi ia lakukan. Tapi tidak, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku diciptakan di dunia ini bukan untuk bertikai, tapi untuk berdoa memuji nama-Nya yang Kudus. “Hai
pemimpin
berlaksa-laksa
tentara
surga
kelas
cherubim yang dimuliakan. Kenapa engkau diam saja membiarkan dirimu terbakar oleh bara api-ku, nyala api yang tidak semembara api neraka yang seharusnya dengan mudah kau hilangkan dengan kekuatanmu? Kau sangatlah bodoh dengan tetap berpijak pada Perintah-Nya tanpa sekalipun berpikir menggunakan pikiranmu untuk melakukan sesuatu.” Aku diam hanya mendengar semua ocehan dari sosok setan api berkobar di hadapanku. Bertahan menahan semua rasa sakit di tubuhku, aku berdiri dengan terhuyung-huyung. “Aku bukanlah golongan engkau hai para cahaya redup yang jatuh ke jurang dunia. Golongan kalian yang lebih memikirkan pemikiran kalian sendiri yang terbatas dan berani melawan Perintah Elah Yang Maha Kuasa. Aku adalah ma’lakh yang mengerti arti untuk apa sebenarnya aku diciptakan!” Aku menjawab perkataan Belial sebelumnya, dan terlihat dia salah satu yang telah tercemar hanya tertawa terkekeh dengan apa yang baru saja ia dengar. “Hai Kalian Jiwa suci yang terkekang oleh HUKUM bagaikan sebuah boneka hidup tanpa memiliki keinginan, Kalian tidaklah lebih mulia dari kami ‘golongan’ yang sadar mengenai hak yang semestinya kami dapatkan. Kalian tidak pernah menyangsikan
29
sedikitpun kata-kata-Nya dan hanya menelan bulat-bulat perintah itu. Para pelayan yang menyedihkan,” ia tertawa, “hidup kalian itu bagaikan pion yang digerakkan tanpa jiwa!” Kata-kata hasutan itu menusuk tepat ke dalam diriku. Aku marah, aku benar-benar merasakan amarah yang sangat besar ketika Belial mengatakan ia menyangsikan Perkataan Kudus Elohim. Seolah-olah Eloah itu tidaklah Maha Benar juga Tidak Maha Mengetahui. Aku tidak bisa membendungnya lagi. Aku menatap dengan tajam ke arah Belial dan dia memandangku dengan cukup terkejut karena mata biru berkilau yang aku miliki bersinar dengan terang. Aku melepaskan pegangan tangan kananku pada lengan kiriku
yang
terluka,
lantas
kemudian
dengan
cepat
menggerakkannya ke depan pada posisi memegang senjata dan akhirnya munculah pedang itu, Pedang Api Kudus menyala yang telah diberkati oleh Allah.
Belial tersenyum kecil dengan apa yang kulakukan. Apalagi ketika ia melihat, kedua sayap putih indah muncul dari kedua punggungku yang terlilit regang oleh kain putih suci panjang yang mengelilingi sayap itu hingga mencapai ujung pangkalnya. “Kau memohon
yang
telah
ampunlah
Menyangsikan
engkau
pada-Nya
perkataan atau
aku
Adonai,
akan
menghukummu Atas Nama-Nya Yang Kudus!” Aku melihatnya, Belial meregangkan kedua tangannya dan menciptakan kembali bola api biru yang berputar berkobar dengan sangat terang di kedua telapak tangannya. Kedua sayap api membara yang terpasang di punggungnya, dia kepak-kepakan cukup kencang hingga menimbulkan tiupan angin yang cukup keras
30
di tempat itu. Tidak luput pula sayap besar itu melepaskan jilatan api ke berbagai arah dan membakar sebagian tanah berpasir yang berada di bawahnya. “Kamu memilih untuk mengabaikan HUKUM itu Gabriel?” Belial tertawa, ”bagus majulah hadapi aku Hai engkau salah satu Seraphim tinggi, Cherubim Allah!” Aku tidak bergeming mendengar perkataan Belial itu. Tubuhku tetap terdiam berdiri memandang dengan penuh amarah walaupun angin besar itu meniup jubah putih panjang yang kukenakan hingga berkibar ke arah belakang bersama dengan kain putih yang melilit kedua sayapku. Apakah aku harus melakukan kesalahan kembali? Aku tahu apa yang akan kulakukan adalah salah. Tidak, bagaimana pun juga aku akan melindungi nama-Nya dari mereka para penghujat , sekalipun itu akan membuatku bersalah dan terkena hukuman dariilah. Aku, Gabriel dengan segenap ketetapan hatiku, memilih untuk bertikai dengan ‘dia’ salah satu yang dijatuhkan demi membela Nama Adonai. Aku mengeluarkan energi yang ada di dalam tubuhku sehingga nampak cahaya kebiruan bersinar terang bergumul di sekeliling diriku, bersamaan dengan bercahayanya mata biru milikku---sebagai tanda Pelayan Allah , yang membuat Belial tertegun diam sejenak memandangku. Pasir-pasir kotor yang berada di tanah yang sedang kupijak, berputar mengelilingiku karena terkena tekanan udara yang berubah. Tanah ini, tanah tempat di mana terdapat altar pemujaan bid’ah berada, bergetar cukup kencang hingga beberapa bebatuan
31
di tebing yang mengelilingi kami berdua retak dan akhirnya berjatuhan ke tanah. Tiba-tiba saja tanah yang sedang bergetar yang berada tepat di sekelilingku, retak dan akhirnya memunculkan ledakan mata air yang keluar dari dalam tanah dan terlempar ke langit. Aliran air yang terdorong tinggi ke langit membentuk seperti pilarpilar lalu
kemudian bergerak mengelilingi diriku---membentuk
sebuah kubah perlindungan---Magen. Aku, Gabriel yang merupakan salah satu dari tujuh penghulu seraphim, adalah ma’lakh yang diberi kuasa oleh Adonai untuk mengatasi air. Ya, ini adalah unsur elemental yang aku kuasai. Air perlambangan kehidupan dan juga penyucian. “Ini yang kuinginkan, Gabriel! Lupakan segala kekangan yang ada dan lawanlah aku! Kita selesaikan semuanya apa yang ma’lakhim mulai dahulu kala di Yetzirah!!” Belial mengepakkan kedua sayapnya yang besar dan terbang ke langit. Kobaran api yang menyelimuti tubuhnya bersinar sangat terang hingga menggantikan cahaya terang dari matahari yang menyinari tempat ini. Dia sang pengendali unsur api dalam Imej Magen-ElShaddai, memusatkan energinya pada kedua tangannya dan
akhirnya mengubah kedua bola api biru mengkilau yang dia pegang menjadi dua buah kapak besar bermata satu yang terbuat dari kobaran api berasap. Aku merasakannya, dia akan segera melakukan serangan... Aku tanpa ragu lagi memegang pedang api kudus yang menyala-nyala dengan kedua telapak tanganku. Bersamaan dengan
32
itu, ledakan sinar biru tercipta yang memancar ke berbagai arah melewati kubah pelindung yang terbuat dari air yang mengitari tubuhku. “Kau masih saja angkuh Gabriel! Kau ingin melawanku dengan wujud manusia-mu seperti itu?! Ingatlah! Itu adalah kesalahanmu sendiri jika kau tewas dan ‘nur-mu terlupakan wahai ma’lakh yang setia pada Allah!!” Belial bergerak dengan sangat cepat ke arah diriku yang masih berpijak pada tanah memegang pedang suci. Raut muka bengisnya dan juga kemarahan serta kebencian yang jelas-jelas terpancar dari dalam dirinya mengusikku. Aku Gabriel, tanpa berpikir panjang lagi meletakkan pedang suci itu pada posisi siap untuk melakukan tebasan dari samping kanan. Kukumpulkan seluruh tenagaku melebarkan kedua sayap putih kudus milikku yang terlilit kain---seraya dengan segera menghempaskannya melepaskan angin ilahi, hingga akhirnya Aku melayang tinggi terbang ke arah Belial yang bergerak bersiap untuk menyerangku. “Atas Nama Tuhan Yang Esa! Tunduklah dan memohon ampunlah pada-Nya, Hai Kalian Yang Tercemar!!” Aku Gabriel melayang semakin dekat dengan tubuh besar Belial. Dalam beberapa meter lagi pertikaian yang telah lama berakhir itu akan kembali aku mulai mengingatkanku pada ledakan supernova. Tubuhku terkena hantaman yang cukup keras. Rasa sakit itu benar-benar terasa menusuk hingga menyiksa relung dada, menggetarkan tulang-tulang yang menopang tubuh, dan akhirnya aku merasakan tidak dapat menahannya lagi. Aku akhirnya
33
terdorong jatuh dengan sangat cepat secepat kecepatan cahaya pada tanah berpasir. Sakit, rasanya benar-benar sakit. Tubuhku bergetar kecil dan terasa sulit untuk digerakkan. Aku yang sedang sangat kesakitan mencoba membuka kedua mataku yang tadi terpejam dan melihat ke langit lepas. Terkejutlah aku, tepat di tirai langit melihat sosok MagenEl-Shaddai Belial menghilang. Apa yang ada hanyalah sosok Belial
dalam wujud manusia yang mengenakan jubah hitam dengan rambut menyala sedang tertusuk oleh tombak hitam yang terbuat dari asap. Aku mendengarnya, erangan lengkingan suara kesakitan Belial yang terdengar menggelegar memecah keheningan langit. Darahnya keluar mengalir dari luka tusukan itu yang tepat menusuk paru-paru sebelah kirinya. Aku yang juga merasakan hantaman yang cukup keras tadi, mencoba untuk berdiri dengan bertumpu pada pedang api suci yang masih kupegang dengan tangan kananku. Aku yang sedang berupaya berdiri bersusah payah tetap memandang ke arah Belial untuk mencari tahu apa yang terjadi hingga akhirnya sesuatu muncul. Aku melihat kepulan asap hitam kecil muncul di depan Belial dan semakin lama kepulannya semakin membesar. Aku Gabriel sangat kaget dengan apa yang aku lihat dengan kedua mataku ini. Kepulan asap hitam itu kemudian memunculkan dua sayap hitam besar yang panjangnya terlihat dari ufuk barat dan ufuk timur tempat di wilayah aku berada. Sayap ini benar-benar sangat megah. Ya aku tahu, itu bukanlah Imej Magen-El-Shaddai. Itu adalah sayap biasa yang
34
dimiliki Bani Elohim seperti apa yang aku miliki sekarang di punggungku
ini.
Tubuhku
bergetar
cukup
hebat
melihat
kengeriannya. Perasaan ini, perasaan sangat takut muncul dalam diriku melihat sosok yang ada dihadapanku sekarang. Kedua sayap megah dan besar itu kemudian bergerak sedikit dan memunculkan ribuan mata yang terbuka di setiap helai bulu sayapnya. Bola-bola mata yang muncul itu ada yang memandang Belial yang kesakitan dan ada pula yang memandang diriku yang sekarang telah berdiri cukup tegap. Aku melihatnya… Kepulan asap hitam menggulung itu akhirnya membentuk sebuah wujud manusia terbalut lilitan kain berjubah hitam kumal compang-camping dengan wajah sosok itu yang tertutupi tudung hitam. Dia Sang Wujud mengenakan topeng putih datar tanpa mata dan hidung, hanya terlihat bentuk mulut dari keramik yang muram.
35
Ma’lakh Al-Mawt Izrail
Ma’lakh Azrael/Izrail Sigil
36
Sosok itu berdiri melayang di langit dengan sayap hitam besar megah, ia menghadap ke arah diriku. Ya, aku tahu dia adalah (Ma’lakh Al-Mawt Izrail). Aku baru menyadari bahwa dia yang telah menghantamku dengan sangat keras sebelum aku sempat menebaskan pedang api suci ke tubuh Belial. ‘Apa yang membuatmu merasa boleh untuk melanggar hukum yang telah dibuat, Cherubim Gabriel?’ Suara Izrail terdengar di telingaku dan juga dari dalam diriku. Aku tahu dan mengerti maksud dari pertanyaannya itu. Dengan penuh rasa keraguan serta penyesalan aku menundukkan kepala dan menjawab pertanyaan Izrail. “Wahai malaikat maut, aku ingin melindungi nama-Nya dari para penghujat itu…” ‘Itu
bukanlah
menjadi
alasan
bagimu
untuk
menghancurkan semua ketetapan yang telah dibuat, Hai Engkau Pemilik Nama Kekuatan Allah !’
Aku tidak dapat menyanggah perkataan Izrail. Diriku sadar, aku memang bersalah. Aku kemudian menghilangkan pedang kudus yang sejak tadi aku pegang dan berusaha berdiri dengan tegap sembari tetap menunduk dan tidak lupa juga menghilangkan kedua sayap kudusku. Sekarang yang tersisa hanyalah sosok manusiaku yang mengenakan jubah putih lusuh berdebu dan juga kotor karena noda darah. Angin dingin di tempat itu bertiup mengenai tubuhku hingga akhirnya tudung kepala yang sejak tadi kukenakan, tersibak dan memperlihatkan rupaku.
37
Wujud manusiaku sekarang telah terlihat dengan jelas oleh Izrail, yaitu seorang lelaki dengan wajah tampan rupawan dan feminis wanita yang sangat cantik, memiliki rambut berwarna hitam pekat pendek agak bergelombang. Mataku berwarna biru seindah batu safir sedangkan bibirku begitu merona indah. Aku, Gabriel kelas Seraphim tertunduk muram merasakan penyesalan yang sangat mendalam. “Terkutuklah
wahai
engkau
Izrail,
kenapa
kau
menghentikan kami,” umpat Belial kesakitan. Aku mendengar suara Belial yang sedang menahan rasa sakit akibat tombak yang menusuk menembus tubuhnya. Dia terus menggerutu dengan apa yang telah dilakukan oleh Izrail. Izrail kemudian kembali menjadi asap dan akhirnya asap hitam itu telah membentuk kembali sosoknya yang mengenakan topeng putih tepat sekarang menghadap Belial yang kesakitan. ‘Aku telah bersalah menusukmu Hai engkau pelayan yang tercemar, Belial. Aku tahu, aku Izrail akan mendapatkan hukuman dari Allah. Tapi itu lebih baik daripada ada satu ‘di antara kalian’ harus mati dan hukum itu dikotori. Anggaplah rasa sakit ini adalah rasa sakitmu yang tertunda dahulu kala di masa perang besar itu. Sebab ketika itu, aku Ma’lakh Al Mawt Izrail tidak berperang menghentikan kalian dan hanya terdiam melihat bersama malaikat kematian yang lain.’ Izrail menggunakan tangan kanannya yang berbentuk sangat mengerikan---berwarna hitam legam, memegang tombak hitam berasap itu dan kemudian mencabutnya membuat Belial berteriak melengking sangat keras untuk mengalami kejatuhan bersimbah darah.
38
Izrail yang masih melayang di udara kemudian kembali mejadi kepulan asap dan sekarang menghadap ke arahku. Dia, Izrail mengangkat lengan kiri jubah hitamnya. Bentuk lengan itu bertransformasi menjadi sebuah lengan hitam sangat mengerikan tanpa bentuk yang terikat dengan rantai-rantai api yang menyalanyala. Aku tahu, lengan Izrail itu telah berubah menjadi sangat mengerikan setelah ia mendapatkan makhluk Al-Mawt dari Elohim. Suatu kehormatan baginya diberikan kuasa oleh-Nya untuk dapat memegang makhluk itu dengan telapak tangan kirinya. Al-Mawt, makhluk yang telah membuat kami ma’lakhim pingsan selama 1000 tahun hanya karena melihat sosoknya secara langsung. Makhluk yang sengaja diciptakan Adonai dan diberi kuasa oleh-Nya untuk mencabut nyawa seluruh makhluk hidup yang Elah ciptakan kini berada dan bersemayam di tangan kiri ma’lakh Izrail. _______________________________________________________ Seraphim yang Mau Mengakui Kesalahannya _______________________________________________________
Aku menyaksikannya dan bersaksi, dari telapak tangan kiri Izrail yang mengerikan itu sekarang muncul sebuah buku yang sangat besar berwarna hitam dengan lembaran perkamen kulit berwarna putih. Buku itu kemudian terbuka dengan pelan dan munculah satu wujud roh dari tanah bersama dengan dua Ma’lakh yang
menggunakan
jubah
hitam
mendampinginya.
39
dan
bersayap
hitam
Roh itu kemudian bergerak melayang masuk ke dalam buku dan akhirnya buku besar itu tertutup. Kedua ma’lakh yang muncul mendampingi roh manusia, kemudian mengembangkan sayapnya menghilang menjadi asap. Aku tahu, roh tadi yang melayang-layang adalah roh gadis yang sebelumnya tewas secara mengenaskan karena menjadi persembahan untuk Belial. Ya aku sadar sekarang, kedatangan Izrail kemari adalah untuk mengambil jiwa manusia yang telah habis waktunya di Assiah sebab ia adalah ma’lakh yang ditugaskan Allah untuk mencabut nyawa. Aku tidak pernah membayangkannya ketika nanti waktu itu tiba. Bagaimana rasa sakitnya kondisi itu ketika dia, Ma’lakh AlMawt ini akan mencabut nyawaku. Buku Hitam besar yang berada di telapak tangan kiri Izrail kemudian menjadi kobaran api berwarna hitam menyala dan menghilang lenyap tanpa bekas. Izrail yang sejak tadi melayang dengan kedua sayap hitam besar yang terbentang dari ufuk barat hingga ufuk timur, bergerak turun menuju dataran berpasir dengan sayap besar yang ia gerakan ke atas dan menimbulkan banyak sekali kepulan asap-asap hitam berbentuk kepala tengkorak yang mengerang kesakitan terbang ke langit-langit. Ketika Izrail menginjakkan kakinya pada tanah berpasir, sayap besar---dengan puluhan juta mata di setiap helai bulu sayapnya yang berada di punggungnya, menghilang seketika terlepas menjadi pecahan bulu sayap berwarna hitam melayanglayang di langit dan lenyap menjadi asap hitam.
40
Dia Izrail, Sang Ma’lakh Al-Mawt sekarang tengah berdiri di hadapanku dan memandangku yang tengah tertunduk menyesal atas apa yang sebelumnya berniat kulakukan. “Kau harus membayar ini semua Izrail!” Aku mendengarnya, suar teriakan dari arah belakang ma’lakh pencabut nyawa itu. Belial telah berdiri dan di kedua tangannya ia memegang kapak Api berwarna biru menyala-nyala, memberikan pula tatapan kebenciannya ke arah sosok Izrail Sang Maut. Izrail menoleh ke belakang. Tanpa berpikir panjang dia malaikat yang dijatuhkan berlari kencang walaupun telah terluka. Pasir-pasir yang dia lewati terbang berhamburan melayang-layang di udara. “Cukup apa yang sudah kau perbuat Belial..” Belial terkena hantaman yang cukup keras dan akhirnya jatuh tersungkur berguling-guling seperti menabrak tembok udara. Munculah di sana dengan tiba-tiba sesosok manusia terbalut jubah hitam yang sama dengannya. Dia memiliki rambut berwarna perak, memegang terbalik dua pedang berkarat di tangannya. Dia menghentikan paksa tindakan yang akan dilakukan Belial kepada Izrail. “Apa yang engkau lakukan wahai saudaraku (Beelzebub)!!”
Dia sosok manusia tampan dan cantik yang muncul tibatiba, melepas pandangannya pada diriku dan juga Izrail. Ketika aku mengamatinya lebih teliti, aku mengenalinya. Ternyata dia sosok
41
yang berada di depanku adalah Beelzebub, saudaraku Bani Elohim yang dahulu merupakan ma’lakh chorus bawahan Helel. Sang Tuan Dari Udara memandang kami berdua ma’lakhim, lantas
mengucapkan
sesuatu,
“Kamu
tidak
akan
bisa
mengalahkannya, Hai Belial Yang Jatuh. Sekalipun tuan kita, Tuan Helel berada di sini dan harus bertempur dengan mereka para Cahaya Terang, dia akan lebih memilih bertikai dengan Mikhael yang membawa berlaksa-laksa tentara surgawi dibandingkan harus bertempur langsung dengan Al-Mawt Izrail.” Belial menggeram setelah mendengar ucapan Beelzebub. “Hai kalian para Cahaya Terang Ma’lakhim, ingatlah kalian dengan janji Adonai pada Helel untuk membiarkan Kami Yang Jatuh untuk menghasut manusia hingga Hari Penghakiman itu tiba. Ingatlah Ketetapan yang telah dibuat itu. Jika kalian berniat melanggarnya, kami para Malaikat Jatuh tidak segan-segan untuk memulai kembali peperangan yang dahulu pernah terjadi.” Aku diam menerima gertakannya dan hanya memandang Beelzebub yang kini menatap tajam pada kami berdua. Tertiuplah angin di tempat itu dan membuat momen yang ada menjadi sangat tegang dengan keberadaan cahaya terang dan juga cahaya redup yang saling berbeda sisi. ‘Kami Ma’lakhim mengetahui ketentuan apa yang harus kami jalani dan patuhi. Kalian para ma’lakh yang tercemar tidak harus mengingatkan kami tentang kepatuhan dan pelayanan. Ingatlah
bahwa
kalianlah
malaikat
jatuh
yang
menghancurkan hukum yang ada saat Penciptaan Adam.’
42
memulai
Izrail menjawab perkataan Beelzebub dan membuat suasana di tempat ini menjadi hening sejenak dalam ketegangan tanpa ada satu sosok pun yang mau berbicara menyela. “Kita pergi dari tempat ini Belial…” “Membiarkan ini semua? Bukankah Helel mengatakan kita harus memiliki keteguhan bahkan sekalipun harus berseteru dengan mereka sesama bani elohim?!” “Jika kau ingin melanggar perintah yang Tuan Helel buat maka lakukanlah. Jika engkau masih hidup setelah pertikaian, dia Tuan Helel sendiri yang akan datang untuk membunuhmu dengan tangannya. Kita diperkenankan menggoda manusia, kita tidak mencari masalah dengan Servus Dei.” Belial mengumpat penuh kemarahan dan kemudian ia berubah menjadi kepulan asap hitam dan lenyap tak berbekas undur diri. Beelzebub masih berdiri tegap dengan kedua pedang di tangannya menghadap ke arah kami. “Aku Beelzebub mohon diri kepada kalian Ma’lakh Seraphim dan Ma’lakh Al-Mawt. Kuharap aku tidak akan bertemu kalian lagi dalam pertikaian,” Beelzebub kemudian berubah menjadi asap hitam yang sama dan menghilang. Altar pemujaan bid’ah yang ditujukan untuk Belial ini sekarang telah rusak dan hanya menyisakan Aku dan juga Izrail yang berdiri membisu. Izrail yang sejak tadi melirik Beelzebub kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke arahku dan melangkah dengan pelan menuju ke tempatku berdiri. Aku yang mengetahui kesalahanku, hanya bisa tertunduk diam tanpa mengeluarkan sedikit pun ucapan dari mulutku. Izrail
43
yang sedang berjalan mendekat ternyata melangkah melewati diriku dan kemudian berhenti. ‘Kau ma’lakh yang bertugas untuk mengamati manusia--Gabriel, Aku merasakannya engkau semakin lama semakin simpati dengan keadaan mereka (manusia). Engkau Seraphim penjaga Sefirah Yesod, memiliki perasaan kemanusiaan dalam dirimu yang seharusnya tidak kau miliki sebagai seorang ma’lakh Pelayan Allah .’ Aku hanya menghela nafas tidak menjawab sebab apa yang dikatakan Izrail memang benar. Aku merasakan perasan empati juga rasa kemanusiaan dan itulah salah satu penyebab mengapa aku marah ketika melihat seorang gadis tidak bersalah dibunuh hanya sebagi kurban persembahan. Aku bukanlah seorang manusia, aku tidak seharusnya melewati batas siapa sebenarnya diriku
walaupun
dalam
diriku
muncul
perasaan-perasaan
kemanusiaan itu. ‘Ingatlah siapa dirimu dan jati dirimu wahai Penghulu Gabriel. Kau bukanlah salah satu dari mereka yang lebih memilih bergerak mengenai apa yang mereka yakini (malaikat jatuh). Kau adalah Ma’lakh Seraphim yang menjadi panutan dari ma’lakhim di Yetzirah.’ Kata-kata Izrail menyadarkan diriku mengenai siapa aku sebenarnya. Ya benar, aku bukanlah makhluk yang dapat menentang segala perintah-Nya. “Aku mengerti Izrail, aku tahu DIA yang dimuliakan melihat dengan jelas apa yang terjadi di sini sebelumnya. Aku akan kembali ke Yetzirah sekarang dan menerima apapun konsekuensi yang harus aku terima nanti.”
44
‘Aku akan berangkat kembali menuju Olam Yetzirah ketika satu lagi tugasku mencabut nyawa selesai kulaksanakan di Assiah.’ Aku meliriknya ke arah belakang dan terlihat di sana Izrail berubah menjadi kepulan asap hitam dan kemudian menghilang lenyap tanpa menyisakan sesuatu apapun. ma’lakh yang diberi tugas terberat mencabut nyawa makhluk
hidup
yang
telah
habis
waktunya,
bersedia
menghentikanku tadi dengan kemungkinan akan mendapatkan hukuman dari Eloah. Aku berterima kasih padamu Izrail, karena dengan adanya dirimu aku tidak menumpahkan darah dan menodai Hukum Elohim menggunakan pedang kudus yang diberkati oleh Nama-Nya. Kau mencegahku mengalami Kejatuhan seperti Helel benShahar, aku Gabriel menghormatimu Ma’lakh Al-Mawt.
45
Olam Yetzirah
46
Aku Gabriel, setelah melewati kejadian tadi di Bumi Assiah, terdiam merenung sesaat memikirkan apa yang terjadi. Begitu dengan
jelasnya
kulihat
perubahan
kondisi
pada
malkuth,
Terpaparkan pemandangan kekacauan, pembunuhan terjadi di mana-mana. Tanah yang seharusnya diurus dengan baik oleh mereka---para manusia, kenapa sekarang berubah menjadi seperti ini. Bukankah alasan mereka diciptakan adalah sebagai pemelihara dan pemimpin muka bumi? Apakah Adonai memiliki rencana
di
balik
semua
kekacauan?
kenapa
Elah lantas
membiarkan mereka juga para malaikat jatuh berkeliaran dan melahirkan dosa di mana-mana? Aku ma’lakh yang sedang dalam keraguan, merasakan empati dengan keadaan bumi yang Elohim minta agar aku mengamatinya. Termasuk suara bumi yang selalu kudengar tangisannya memohon agar melaknat mereka para manusia yang berdosa. Aku sangat simpati dengan mereka makhluk mulia yang diciptakan di mana kami ma’lakhim bersujud seraya memuji Adonai atas penciptaan Adam. Tapi di depan mataku sekarang, apa yang terjadi jauh dari harapanku yang kuyakini mengenai kedamaian dan juga keindahan yang seharusnya didapatkan daratan Assiah Aku Gabriel, mengeluarkan kembali sayap putih kudusku yang dibalut dengan kain putih melilit regang, lantas segera terbang melayang tinggi mengepakkan sayap untuk kembali ke tempat di mana para ma’lakhim berada. Aku Gabriel, terbang melayang tinggi melewati perbatasan antara Yetzirah dan Assiah menuju ke tempat para ma’lakhim tinggi berada yaitu di alam ketiga Briah. Garis Batas Alam Ketiga
(Briah)
47
Aku Gabriel melebarkan sayapku dan kemudian meluncur turun tepat di perbatasan alam Yetzirah dan Briah. Aku menapakan kakiku pada daratan rerumputan hijau di mana disekitarnya tumbuh bunga mawar, lili, dan yang lainnya termasuk sekumpulan mawar merah indah yang tersebar dengan sangat indah dan begitu tertata rapih. Aku berjalan dengan pelan lantas menghilangkan kembali sayap kudus yang berada di punggungku. Ketika aku melangkah dalam perjalanan menuju gerbang perbatasan Kedua Dunia, Aku melihat pelayan yang ditugaskan Adonai untuk menemaniku baru saja keluar dari Gerbang Briah
dengan dikawal oleh dua ma’lakh yang pada kedua tangannya memegang tombak putih bening berkilau bagaikan kristal. Sosok mereka bertiga berjalan ke arahku di mana aku Gabriel tengah diam berhenti memandang ke arah sosok wanita yang dibalut jubah putih panjang yang wajahnya ditutupi tudung yang sedang berjalan menunduk. Pelayan itu kaget ketika langkahnya terhenti sebab ia melihat diriku telah ada di hadapannya menghalangi jalannya. “Cherubim Gabriel?!” herannya. “Apa
yang
terjadi?
Kenapa
engkau
kembali
dari
perbatasan Alam Briah dan meninggalkan tugasmu mengamati?” Aku bertanya pada pelayanku. Terlihat dari raut wajahnya ia begitu murung dan kembali menundukan kepala takut. Secara pelan dia yang masih dikawal oleh dua sosok ma’lakh di samping kiri dan kanannya berbicara dan menjelaskan padaku bahwa dia mendapatkan teguran dari Allah. Teguran dikarenakan dirinya lalai menjalankan tugasnya menemaniku membantuku mengamati manusia.
48
Dia pelayanku yang telah selesai menjelaskan semuanya padaku kemudian menundukkan kepala mohon diri. Bersama dengan dua ma’lakh yang mendampinginya ia kemudian pergi kembali menuju Yetzirah. Aku penghulu Ma’lakh Gabriel menyesalkan apa yang terjadi pada pelayan itu. Sebab semuanya adalah kesalahanku sehingga ia mendapat teguran dari Allah. Dia tidaklah lalai dalam pekerjaan yang diberikan padanya, tapi akulah yang memintanya untuk diam tidak mengikutiku ke Assiah. Ya, itu adalah kesalahanku… Aku yang telah menyadari kesalahan yang kuperbuat, akhirnya melanjutkan langkahku menuju gerbang untuk pergi ke alam
Briah
dan
mendapatkan
konsekuensi
dari
apa
yang
sebelumnya telah aku perbuat. Alam Ketiga Briah, Sefirah
(Chokmah)
Aku terbang mengepakkan kedua sayapku menuju Alam ketiga Briah walaupun tekanan yang begitu besar menghalangiku untuk sampai menuju ke tempat tujuanku. Aku yang merasakan kelelahan berusaha untuk tetap menetapkan hati dan tenaga agar sampai pada tujuan yang kucari. Aku akhirnya sampai pada salah satu sefirah di alam briah yaitu Chokmah dan dengan seraya mengembangkan sayapku meluncur turun dan berpijak pada dataran tanah berwarna abuabu dengan angin dingin yang bertiup di sekelilingku dan mengibarkan jubah putih yang aku kenakan. Tempat
ini
dataran
dengan
pasir
abu-abu
yang
membentang luas adalah Sefirah Chokmah yang merupakan satu
49
dari dua Sefirah di alam Briah tempat di mana ma’lakh yang diagungkan berada. Aku berjalan pada tanah berpasir abu-abu bertahan dari angin dingin yang bertiup cukup kencang.
Diriku melihat ke
sekeliling yang tidak ada apa-apa, kosong. Aku berjalan dengan pelan tertuju pada sebuah bangunan terbuka yang terbuat dari marmer putih bercahaya tanpa atap dan yang terlihat hanyalah tiang-tiang menjulang tinggi bersama dengan tembok-tembok pembatas yang sangat mencolok di antara bentangan daratan luas berpasir abu-abu. Aku Gabriel terus melangkah berjalan menuju bangunan itu dan akhirnya aku melihat sesosok wujud yang mengenakan lilitan berlapis jubah putih panjang dengan wajah yang ditutupi tudung dengan tinggi badan yang melebihi diriku sedang diam di gerbang luar bangunan itu. Aku mengenal sosok yang sedang berdiri itu, dia yang sedang berada dihadapanku adalah Ma’lakh Agung
(Raziel). “Ada apa wahai gerangan engkau salah satu Ma’lakh
Seraphim, Cherub Gabriel datang ke Sefirah Chokmah ini?” “Wahai engkau Ma’lakh Misteri Raziel. Aku Gabriel salah satu dari tujuh Seraphim berkeinginan bertemu dengan Adonai di Atziluth.” “Apa yang kau inginkan Gabriel? Baru saja satu ma’lakh tiba di sini dari Atziluth dan mendapat teguran dari Tuhan dengan dikawal oleh dua ma’lakh penjaga.” “Aku telah melakukan kesalahan. Aku ingin menghadap pada-Nya dan memohon ampun.”
50
“Baiklah aku mengerti keinginanmu wahai seraphim. Aku bersedia untuk mengantarkanmu ke Atziluth.” Aku yang mendengar jawaban Raziel kemudian segera berlutut dengan satu kaki seraya menunduk. Lalu terdengarlah suara langkah kaki dirinya yang mendekatiku diiringi lonceng di gerbang bangunan yang terbuat dari marmer itu. Dia dengan kedua tangannya yang lembut memegang pundak kiri dan kananku. Dia Ma’lakh Misteri Raziel adalah salah satu dari dua ma’lakh yang diberikan kuasa untuk dapat pergi terbang melewati ribuan tahun cahaya untuk dapat sampai ke tempat Eloah di alam Keempat Atziluth. Aku Gabriel Pemimpin Cherubim dan juga salah satu seraphim, tidak akan dapat sampai bahkan tubuhku akan hancur bila memaksa untuk terbang melewati ribuan tahun cahaya sendirian untuk mencapai ke sana. Raziel kemudian memunculkan sayap dari punggungnya yang bercahaya dengan kilatan pelangi yang memancar terang. Hanya dengan satu kepakan sayapnya itu, aku bersama dengan Raziel terbang dengan cepat pergi meninggalkan Sefirah chokmah melewati lorong alam dengan kecepatan ribuan tahun cahaya. Ketika kami berdua terbang melayang, rasa sesak tekanan itu menusuk diriku lebih terasa berat dan kencang dibandingkan ketika menuju ke alam Briah. Tubuhku yang seharusnya telah hancur, masih dapat bertahan tidak hancur karena dia Ratziel melindungiku dengan dua sayapnya yang besar menutupi tubuhku dan dua sayap yang lain ia kepakan melayang tinggi ke langit. Aku bertanya dalam diriku, apa yang mungkin akan terjadi nanti? Aku Gabriel, akan menemuinya, Sang Maha Pencipta. Aku tak kuasa merasakan perasaan sedih dan juga menyesal sangat
51
dalam atas apa yang telah kuperbuat sebelumnya di Assiah. Aku tahu, aku akan mendapatkan hukuman dan sangat berharap tidak terkena murka ataupun laknat-Nya. Alam Keempat
(Olam Atziluth)
Raziel dan aku yang sedang terbang dengan sangat cepat, akhirnya tiba di Alam Keempat yaitu Olam Atziluth di mana gerbang masuknya dijaga oleh satu wujud ma’lakh yang berukuran tubuh sangat besar memiliki sayap kemegahan raksasa yang melebar membentang dari perbatasan Alam Atziluth hingga Alam Briah. Ma’lakh yang berada dalam Wujud Ilahi Magen-El-Shaddai yang kudus ini bernama ma’lakh Israfael. (Israfael) adalah ma’lakh yang ditugaskan oleh Tuhan sebagai pemegang sangsakala yang akan ditiup dan digunakan nanti ketika hari akhir tiba. Aku dan Raziel yang sedang melayang di hadapannya melihat wujudnya dengan sangat jelas. Dia Israfael seluruh tubuhnya tertutup oleh bulu sayap putih dengan bejuta juta mata yang muncul disetip helainya dan juga berjuta-juta mulut yang memuji dan mengkuduskan Dia Sang Pencipta . Israfael adalah ma’lakh yang tertunduk di gerbang Atziluth dengan tertutup tujuh lapisan dinding, di mana apabila firman Tuhan keluar maka tujuh dinding itu akan terbuka dan Israfael akan melihatnya dan mendengarnya. Israfael, ma’lakh yang begitu megah pembawa sangsakala ini memiliki empat
sayap yang
panjang dan lebarnya meraih tiang-tiang surga, di mana Ia meletakan sangsakala besar itu di mulutnya dan terlihat sangsakala itu bercabang empat yaitu menghadap timur, barat, langit, dan juga bumi.
52
Dia malaikat megah Israfael memandangku dan dengan suaranya yang keluar dari ribuan bahasa manusia dari mulutnya yang berjumlah lebih dari satu, menanyakan keperluanku datang ke Atziluth. Raziel yang membawaku terbang melayang, kemudian menjawab pertanyaan ma’lakh Israfael memberitahukan alasan perihal kedatanganku untuk menemui El Roi. Israfael yang telah mendengar semua alasan dan penjelasan kemudian mengerti, lalu dengan dua sayapnya yang besar yang meraih langit, dia kemudian membuka tujuh lapis gerbang yang menguncinya dan membiarkan kami bedua melanjutkan perjalanan untuk masuk menuju Atziluth.
Kami berdua, aku Gabriel dan juga Raziel sekarang melayang di langit berwarna hitam dengan bintang-bintang yang bersinar dengan terang yang memuji dan mengkuduskan nama-Nya. Ketika aku melihat ke bawah, yang kulihat dengan mataku adalah dataran putih bersih yang luas dengan keadaan di sekelilingnya terdapat bunga, rerumputan, bahkan pohon yang berdaun berwarna putih. Aku bersama dengan Raziel yang telah tiba di tempat tujuan, kemudian dengan pelan turun dan berpijak di daerah dataran kudus. Angin lembut tidak panas ataupun dingin menerpa tubuhku serta menyejukan hatiku. Beberapa meter di depanku aku melihatnya, aliran sungai kecil dengan air yang sangat bening dengan cahaya kemuliaan yang beruap-uap menandakan bahwa tempat ini adalah tempat yang sangat suci. Di atasnya aku melihat jembatan terbuat dari marmer putih dengan dihiasi dengan beberapa relief yang terbuat dari batu
53
zamrud dan juga safir menjadi jalan yang menghubungkan tempat di mana aku berada dengan bangunan besar berwarna putih berkilau di depanku. Bangunan yang sangat besar dengan tiangtiang besar menjulang tinggi ke langit dan menopang salah satu bagian lantai dari bangunan itu. Aku tahu, Ia Sang Maha Pencipta berada di puncak Tahta-Nya, ‘Arsy.
Ma’lakh
Raziel
kemudian
mempersilahkanku
untuk
menuju ke arah bangunan itu sendirian. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki kuasa untuk bergerak lebih dari ini dan sekarang hanya aku saja yang berhak menemui-Nya di tahta yang kudus. Aku Gabriel yang mengerti mengenai pelayanan dan tugas seorang ma’lakh, kemudian berjalan sendirian melewati jembatan yang indah menuju ke bangunan putih yang sangat besar yang memperlihatkan kemegahannya, sembari mempersiapkan diri untuk menerima semua konsekuensi buruk yang akan terjadi. Alam Atziluth, Sefirah
(Keter)
Aku Gabriel, yang telah melangkah jauh memasuki bangunan putih besar sekarang sedang tertunduk berlutut dengan pasrah. Tepat di lantai atas di dalam bangunan putih yang megah itu aku berlutut dengan sangat sedih, di mana sembilan puluh sembilan anak tangga putih bercahaya berada di depanku yang menuju tepat ke atas di mana Tahta Elah Yang Kudus berada. Aku tertunduk menyesal melihat lantai bening bagaikan kristal yang sekarang sedang aku pijak. Lantai bagaikan kaca indah di bawahku ini seperti cermin yang memantulkan rupaku yang murung berada dalam sosok manusia.
54
Aku yang dalam bentuk wujud bukan ruh spiritual ‘nur, membuatku bertanya dalam hati dan kemudian sadar, sedih dengan kesalahan-kesalahan yang sedang menghantuiku. Aku merasa tidak kuasa dan sangat malu dengan semua tindakan bodoh yang aku lakukan. Di tengah ketermenunganku munculah cahaya yang cukup menyilaukan dari arah samping kananku. Cahaya itu bersinar cukup terang, terlihatlah dua sayap yang indah muncul bersamaan dengan berubahnya sosok cahaya itu menjadi sosok berjubah putih dengan tudung putih pula berdiri tepat memandangku yang sedang tertunduk dan berlutut. Dia sosok yang ada di hadapanku ini adalah Ma’lakh Agung (Metatron) yang merupakan ma’lakh yang paling dekat dengan Tuhan dan bertugas sebagai perantara Suara Allah untuk menyampaikan Perintah-Nya untuk didengar oleh semua makhluk. DIa menjadi perantara Suara Allah sebab tidak ada satupun makhluk hidup di dunia ini yang dapat mendengar Suara Elah secara langsung, sebab jika siapapun mendengarnya, maka
tubuhnya akan hancur berkeping-keping tanpa sisa karena tidak mampu menangkap Keilahian-Nya. Kedua sayap indah yang dimiliki Metatron kemudian dilebarkan ke atas dan akhirnya menghilang menyisakan sosok berjubah putih panjang dengan tudung dengan raut wajah yang tidak dapat kulihat karena begitu terang wajahnya. Dia memandang
Metatron,
kemudian
mempersilahkanku
untuk
yang kudus dan sedang berada pada
Tahta di atas diriku. Aku Gabriel kemudian mengangkat wajahku
55
yang tertunduk lalu kemudian memandang ke arah puncak sembilan puluh sembilan anak tangga bercahaya di hadapanku. Aku melihat cahaya yang begitu terang benderang menyilaukan, begitu sangat indah, begitu menentramkan hati, dan juga begitu kudus. Perasaanku begitu tenang, begitu damai ketika melihat cahaya bersinar terang menyilaukan itu menyembunyikan sosok diri-Nya dari kedua mataku. Cahaya Harachaman begitu menyilaukan hingga aku menyipitkan mataku. Dapat kulihat secara samar-samar di sekeliling cahaya itu, puluhan ribu ma’lakhim yang bercahaya terang benderang terbang berputar mengitari DIA yang Kudus dengan pola arah yang tidak berubah yaitu bergerak memutar ke kanan. Terdengar pula di telingaku dengan jelas, dari mulut para ma’lakhim itu mereka memuji-Nya dan mengkuduskan DIA Sang Maha Pencipta tanpa kenal lelah maupun berhenti sejenak.
Aku Gabriel ma’lakh tinggi seraphim tidak dapat melihat langsung wujudnya Aravat Sang Maha Pencipta. Namun walau begitu, aku merasakan keberadaannya begitu dekat. Ya sangat dekat hingga aku merasa ditelanjangi dan tidak berarti. Dia Metatron mewakili Suara Allah bertanya padaku dengan apa tujuanku datang kemari. Aku Gabriel yang menyadari semua kesalahanku dan tahu bahwa El Roi melihat apa yang sebelumnya terjadi di Assiah, dengan gugup dan terbata-bata menjelaskan semuanya. Menjelaskan mengenai kesalahanku dan juga penyesalanku karena mencoba menodai hukum yang ada. Adonai yang mengetahui semua detailnya dengan pasti
kemudian menegurku dengan keras. Ia menyesalkan kenapa Aku sebagai seorang Seraphim Tinggi melakukan tindakan tanpa batas.
56
Tubuhku menjadi begitu bergetar ketika aku terkena murka-Nya Yang Kudus. Rasa sedih dan juga penyesalan mendalam bercampur membuat tubuhku menjadi lemas dan hampir saja rubuh bila saja aku tidak berusaha menahan beban tubuhku itu sekuat tenaga. Aku yang tahu bahwa aku telah menyeret ma’lakhim lain pada
kesalahanku,
akhirnya
menjelaskan
mengenai
perihal
kelalaian pelayan yang dikirimkan untuk menjadi pembantuku mengamati manusia, juga perihal Izrail yang menusuk Belial karena berniat untuk menghentikanku. Aku yang menyadari itu semua akibat
dari
kesalahanku
kemudian
memohon
ampunan
HaRachaman agar memaafkan mereka.
Aku memohon dengan sungguh-sungguh agar tidak terkena murka-Nya ataupun laknat-Nya. Aku yang merasakan perasaan sangat bersalah, berkata dengan sepenuh hati sambil bersujud. “Engkau Yang Maha Mengetahui dengan jelas semua perihal di dunia ini, Jika Aku yang merupakan penyebab engkau menegur kedua ma’lakh itu (pelayanku dan Izrail), aku Gabriel Ma’lakh Seraphim bersedia menanggung sendiri segala murkamu kepada mereka.” Selesai mengatakan itu aku tertunduk dan bersujud kembali. Di dalam pergolakan perasaan dalam diriku itu, aku dalam posisi sujudku merasakan bahwa Cahaya Allah yang berada di Tahta-Nya berubah dan bersinar menjadi sangat terang. Aku yang sekarang sedang bersujud memohon ampun, merasakan cahaya itu mengenaiku dan memberikan rasa hangat yang dapat aku rasakan menusuk hingga ke dalam diriku yang terdalam. Menyentuh cahaya ruh-ku.
57
Gabriel ben Elohim
58
_______________________________________________________ Malaikat yang mendapatkan pengampunan _______________________________________________________
Aku menapakkan kakiku pada daratan setelah terbang melayang cukup jauh sebelumnya dan sekarang ini sedang berpijak pada rerumputan indah luas itu di alam perbatasan antara Yetzirah dan juga Briah. Aku telah mengatakan semuanya, semua kesalahan yang terjadi dan bersujud memohon ampun pada Elah atas semua yang telah kulakukan. Aku merasakan ketakutan dan juga kesedihan yang mendalam di kala aku menunduk menyadari semua kesalahku sendiri. Elah Shemaya yang melihat dengan jelas semuanya apa
yang terjadi di Assiah, tindakan yang dilakukan Izrail, dan juga kelalaian pelayanku, akhirnya dengan kata- katanya yang penuh kasih ia menegurku lalu kemudian memaafkanku karena aku telah mau untuk mengakui semua kesalahan yang ada. HaRachaman mengatakan semuanya dan memberikan
ketentraman di hatiku mengenai segala keraguan yang ada bahkan mengenai manusia. El-Shaddai menyadari segala keraguanku di masa lalu ketika masa Penciptaan Adam, sehingga DIA kemudian memintaku untuk mengamati manusia agar aku mengerti sendiri apa manusia itu dan kenapa mereka lebih mulia dari pada golongan kami ma’lakhim ben elohim. DIA ingin agar kami ma’lakhim menyadari bahwa mereka
(manusia) benar-benar diciptakan paling sempurna dan juga paling
59
mulia dan tidak ada sedikitpun kesalahan seperti apa yang Helel lontarkan ketika di masa lalu saat di mana perang besar itu terjadi. Aku
Gabriel
yang
telah
mendapatkan
kesediaan
pengampunan HaRachaman masih belum bisa mengerti arti dari kemuliaan manusia. Namun dengan tugas yang telah diberikan padaku sebagai Grigori (pengamat), memberikan keyakinan besar bahwa suatu saat nanti aku akan dapat mengerti arti dari kemuliaan yang dahulu sempat memecah belah Keluarga Kami. Aku menghela nafas dan kemudian berjalan melangkah pergi dari gerbang perbatasan Yetzirah dan Briah. Aku sedikit kaget dan kemudian terdiam sejenak saat aku memandang sosok Izrail yang telah tiba di depan diriku. ‘Kau telah menemui DIA Yang Dikuduskan, Wahai Gabriel?’ “Ya, aku telah menjelaskan semuanya dan memohon ampun dari segala murka nya padaku yang bersalah ini Izrail…” ‘Baiklah, sekarang adalah waktu bagiku untuk bertanggung jawab atas segala perbuatanku..’ “HaRachaman telah memaafkanmu juga Izrail.. DIA memaafkanmu atas tindakanmu di luar perintah demi menjaga hukum yang berlaku dan menghentikan diriku. Aku telah mau mengakuinya dan menanggung semua kesalahan-kesalahan yang disebabkan atas diriku. Baik tindakanmu dan juga tindakan dari dia, pelayanku, aku menanggung beban kalian semua dan menanggung murka-Nya Yang Kudus.” Izrail terdiam terkejut mendengar semua perkataan diriku sedangkan aku tetap memandangnya dengan sedikit senyuman
60
ketenangan walaupun aku harus kehilangan Kuasa itu. Ya, kuasa untuk menggunakan Magen-El-Shaddai Imaji. ‘Hai pemilik nama Kekuatan Allah, engkau seharusnya tidak menanggung beban kesalahan ma’lakh lain dalam pundakmu sendiri. Bagaimanapun juga kau tidaklah semestinya menanggung murka itu sendirian.’ “Wahai Ma’lakh Al-Mawt Izrail, aku adalah Gabriel Ma’lakh Seraphim yang telah melakukan kesalahan besar sebanyak dua kali. Kesalahan pertama adalah pertikaian langsung dengan Sammael mengenai perihal pemerkosaan Hawa dan sekarang adalah pertikaian demi menjaga Nama-nya yang Kudus dari hujatan Belial. Bagiku hukuman ini telah sepantasnya Elah berikan padaku yang telah bersalah. Aku tidak mempersalahkan semua ini sebab yang terpenting adalah DIA Yang Tanpa Akhir telah memaafkanku atas segala kelalaianku.” Angin lembut tiba-tiba bertiup di antara kami berdua diselingi dengan terbangnya rerumputan dan juga beberapa kelopak bunga yang tertanam di sekeliling kami. Dia Izrail yang mengenakan jubah hitam panjang dengan tudung yang menutup wajahnya dan mengenakan topeng putih, kemudian menundukkan kepala padaku. Dia menghormatiku setelah mendengar perkataan yang tadi aku ucapkan juga pembelaanku atas tindakan dirinya. “Semua masalah telah selesai Izrail, Hukum Allah itu telah kau jaga dengan baik. Sebelum aku datang kembali kemari, Adonai memintaku agar memanggilmu untuk datang menemui-Nya di Atziluth..”
61
‘Aku mengerti wahai Gabriel. Aku akan pergi menuju Atziluth.’ Izrail kemudian melangkah berjalan menuju diriku yang tengah terdiam, lalu ketika ia telah melewati diriku aku mengucapkan sesuatu padanya. “Terima
kasih
wahai
Izrail,
karena
engkau
telah
menghalangiku yang berusaha menodai Hukum Allah..” Dia Ma’lakh Al-Mawt Izrail berhenti terdiam sejenak dan kemudian menjawab kata-kataku. ‘Aku hanya mencari jalan terbaik untuk menjaga hukum yang
ada,
hukum
yang
dilawan
Helel
pemicu
pemecah
pemberontakan langit. Aku akan melakukan apapun untuk melindungi Hukum Allah sekalipun jiwaku harus kukorbankan lebur untuk melakukannya.’ Aku tersenyum dan kemudian melangkah pergi dari tempat itu seraya menutup kedua mataku. Dalam setiap langkahku aku merasakannya, angin lembut menerpa tubuhku yang telah kehilangan beban. Ya semua beban itu hilang bersamaan dengan perasaan mengenai keberadaan Izrail yang pergi menghilang memasuki Gerbang Briah menuju Singgasana Elah ‘Arsy, di Atziluth. Akhirnya, Aku mengerti kenapa hanya yang Izrail dapat berhasil
mendapatkan
unsur
tanah
sebagai
bahan
untuk
menciptakan tubuh Adam dari bumi malkuth dahulu kala, sekalipun bumi menolak keras saat aku, Mikhael, dan Israfael meminta atas Perintah Elohim.
62
Karena dia Izrail, merupakan ma’lakh yang paling setia menjalankan perintah dan menjaga kemurnian Hukum Allah dengan segenap jiwanya. Alam Kedua Yetzirah, Sefirah
(Yesod)
Aku melayang di langit dengan mengepakkan kedua sayap di punggungku dan kaget dengan apa yang aku lihat tepat di bawah daratan. Aku melihatnya, para ma’lakh cherubim bawahanku yang berjumlah berpuluh-puluh ribu sedang berdiri tepat di sekitar bangunan yang terbuat dari kristal bening dengan banyak pilar-pilar yang menjulang tinggi yang merupakan tempat aku diam dan bekerja sebagai pemimpin dari Cherubim Choir di Sefirah Yesod. Mereka ma’lakhim memandang ke arah diriku. Aku bingung apa yang sebenarnya mereka sedang lakukan. Aku kemudian dengan perlahan mengepakkan sayap untuk turun dan akhirnya menginjakan kakiku pada dataran di bawah. Mereka ma’lakhim bawahanku kemudian berlutut ketika aku telah sampai dan berdiri di antara mereka. “Wahai Seraphim Gabriel, kami telah mendengar semua beritanya. Kami semua para cherubim meminta maaf karena telah membiarkanmu terluka akibat pertikaian dengan Belial. Maafkan diri kami. Seharusnya kami para Cherub selalu ada mendampingimu dan melindungimu wahai Malaikat Tinggi Yang Kudus.” Aku terdiam sejenak akibat mendengar salah satu dari ribuan ma’lakh cherubim berbicara dan sisanya masih tertunduk berlutut padaku. “Ini bukan kesalahan kalian, hai para Servus Dei. Semua pertikaian dan juga teguran Eloah yang akhirnya aku terima itu adalah murni karena kesalahan dan kelalaianku.”
63
“Kami tidak bisa menerimanya wahai Seraphim Gabriel. Karena Belial engkau harus terkena murka dari Elah dan karena Belial jugalah engkau salah satu dari Tujuh Seraphim terluka. Kami (Cherubim) telah mempersiapkan semuanya, bala tentara, dan
barisan
choir
peperangan.
Hanya
tinggal
menunggu
perintahmu untuk melakukan penyerangan.” Aku terkejut karenar salah satu bawahanku mengeluarkan kata-kata untuk melakukan pembalasan kepada Belial. “Hentikan tindakan yang kalian pikirkan dan memohon ampunlah pada Elah, wahai kumpulan Cherubim! Ingatlah siapa kalian dan apa jati diri kalian! Aku adalah pemimpin kalian para cherub, tapi di atas diriku ada yang Maha Tinggi, Ilah yang Maha Esa!! Ingatlah hanya kepada DIA-lah kalian seharusnya mengabdi dan
hanya
kepada
DIA-lah
kalian
seharusnya
benar-benar
menjalankan perintah!!” Semua ma’lakhim yang sedang berlutut di tempat ini kemudian terdiam ketakutan mendengar teguran murkaku. Ma’lakh bawahanku yang sebelumnya berbicara pun sekarang menunduk terdiam membisu. Aku Gabriel kembali menenangkan diri dan kemudian melihat ke arah sekeliling di mana para ma’lakh bawahan ku masih berlutut terdiam. Ketika aku memandang ke salah satu arah, aku melihat dia---pelayanku yang dikirim oleh Tuhan untuk mengamati manusia bersamaku, sedang berlutut juga. Aku berjalan dengan pelan mendekatinya. Dia, pelayanku yang merasakan bahwa aku telah berada tepat di depannya kemudian menegadahkan kepalanya dan memandang wajahku.
64
Dia memperlihatkan wajahnya yang cantik
jelita dan
hatinya yang suci bersih. Aku tersenyum padanya dan kemudian berlutut
memegang
kedua
pundaknya
dengan
tanganku.
“Cherubim Gabriel…” ucapnya pelan. “Maafkan diriku wahai Sana’el ben Elohim… Karena kesalahanku, engkau harus terkena teguran dari Allah.” Pelayanku yang mengambil bentuk wujud wanita yang mengenakan jubah putih panjang bertudung, tersenyum setelah mendengar kata-kata maaf yang keluar dari mulutku. Kata-kata langsung dari seorang Seraphim. Aku merasakan lega, karena telah meminta maaf atas kesalahan yang telah aku perbuat. Setelah kejadian yang menimpaku ini dan juga teguran keras yang aku dapatkan, akhirnya aku menyadari banyak hal. Menyadari siapa diriku, apa tujuan diriku diciptakan, juga tindakanku yang tidak boleh sembarangan. Aku Gabriel adalah Servus Dei yang diciptakan dengan tujuan untuk memuji dan mengkuduskan ilahi. Memahami sebagai cahaya
ciptaan---yang
menjadi
Pelayan
Allah ,
yang
mengesampingkan keinginanku sendiri, hanya tunduk mengabdi, membaktikan diri, mengikuti apapun perintah ilahi yang Kudus. Aku adalah Cherubim Tinggi Sefirah Yesod, Gabriel. Aku yang terkekang dalam Kemuliaan YHVH.
65