SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
1 A. Sejarah Nusantara Ancangan Sejarah manapun tidak akan mencapai tujuannya jika tidak memperhatikan faktor geografis.1
Berdasarkan latar belakang historis bahwa tata ”Nusantara” adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata ini terdiri dari kata-kata nusa yang berarti ‘pulau’ dan antara berarti ‘lain’. Istilah ini digunakan dalam konsep kenegaraan “Jawa” artinya daerah di luar pengaruh budaya Jawa. Dalam penggunaan bahasa modern, istilah nusantara biasanya meliputi daerah kepulauan Asia Tenggara atau wilayah Austronesia. Sehingga pada masa sekarang ini banyak orang menggunakan istilah geografis ini untuk menunjukkan sebagai satu kesatuan pulau di Nusantara termasuk wilayah-wilayah di Semenanjung Malaya (Malaysia, Singapura) dan Filipina bahkan beberapa negara di wilayah Indochina seperti Kamboja akan tetapi tidak termasuk wilayah Papua. Di sisi lain, istilah geografis Nusantara saat ini sering diartikan sebagai Indonesia yang merupakan satu entitas politik. Fokus dari diskusi buku ajar ini adalah kepada istilah geografis Nusantara sebagai wilayah Indonesia pada masa sekarang ini.
A.1. Sejarah Singkat Nusantara Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Persinggahan para pelayar dan pedagang dari berbagai mancanegara telah menjadikan Nusantara sebagai tempat kehadiran semua kebudayaan besar didunia. Bukti-bukti penemuan artefak-artefak seperti prasasti, uang logam dan gerabah memberikan informasi kehadiran bangsa-bangsa besar tersebut. Seperti prasasti berbahasa Tamil ditemukan di desa Lobu Tua pesisir Barat Sumatra (Barus)1, porselin dan gerabah Cina ditemukan di Palembang, nisan dan uang logam Arab ditemukan di Aceh. Dari penemuan-penemuan tersebut, para arkeolog dan sejarahwan menyusun kronologis sejarah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa sekitar seribu tahun lamanya, dari abad ke-5 sampai ke-15, kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra, Jawa dan Bali, dan Kalimantan bersamaan dengan dataran-dataran rendah yang luas di Semenanjung Indocina. Kebudayaan India ini awalnya pada penyebaran agama Hindu dan Buddha dan Islam di Indonesia. Di Jawa Tengah, candi Borobudur dan Prambanan adalah monumen yang sama nilainya dengan Angkor dan Pagan. Pada abad ke-7 hingga ke-14, kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Pada abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana. Islam tiba di Indonesia sekitar abad ke-12, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir dekad ke-16 di Jawa dan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (1 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini dibawa oleh pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Kesultanan kecil Samudra Pasai disebelah utara Sumatra menjadi bandar yang ramai pada masa itu. Berdasarkan catatan Gastaldi (1548), seorang ahli kosmografi dan enjineer dari Italia, pelabuhan atau bandar kesultanan Samudra sebagai yang terbaik di pulau tersebut, dan melalui proses evolusi nama, istilah Sumatra dikenalkan pertama kali oleh orang Eropa Nicholò de’ Conti, sebelumnya Marcopolo menyebut dengan “Samara”, kemudian Friar dan Odoric menyebut dengan “Sumoltra”, Ibnu Battuta menyebut “Samudra”. 2 Melalui evolusi yang sama, nama Borneo pada mulanya adalah nama sebuah pelabuhan Brunei, yang pada masa itu merupakan nama kerajaan terpenting di Kalimantan Barat.3 Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam didorong hubungan perdagangan di luar Nusantara; umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan penting termasuk Mataram di Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur. Peradaban Eropa, hadir sejak abad ke-16, mula-mula dalam bentuk peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Marcopolo menjadi orang Eropa pertama yang bercerita tentang perjalanannya ke bandar-bandar pantai utara “Samara” pada tahun 1291. Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah Nusantara dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Pada dekad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde
Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa itu dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir dekad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Pada 1901 pihak Belanda melancarkan Politik Etis (Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini. Pada saat ini, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kota-kota dengan berbagai macam fasilitas seperti bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah (masjid dan gereja) dan lain sebagainya. Penetrasi Jepang di Asia Tenggara pada tahun 1941 disambut pada bulan yang sama dengan menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
A.2. Geografi dan Lingkungan Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di sepanjang garis khatulistiwa. Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak antara 60 garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan 1400 garis bujur timur. Dataran ini dibagi menjadi empat satuan geografis yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo, Flores, Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan Maluku (Halmahera,
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (2 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru. Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang hampir konstan serta dipengaruhi oleh angin musim dan angin pasat. Secara geologis, Nusantara terdiri dari bentukan vulkanik dan nonvulkanik yang saling berjalin, sehingga Indonesia merupakan wilayah seismik paling aktif di dunia, tercatat kira-kira 500 gempa bumi setahun. Sejak akhir tahun 2004 hingga 2006 tercatat lebih dari 1000 kali gempa bumi. Selain gempa bumi, wilayah Nusantara juga merupakan wilayah yang rawan tsunami, berdasarkan katalog gempa (1629 - 2002) di Indonesia pernah terjadi Tsunami sebanyak 109 kali, terakhir kali bencana tsunami yang paling besar terjadi akhir 2004 melanda wilayah Naggroe Aceh Darussalam.
A.3. Keragaman Budaya Indonesia memiliki 18,018 buah pulau yang tersebar di sekitar khatulistiwa mulai dari 60 garis lintang utara dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan 1400 garis bujur timur. Diantara puluhan ribu pulau tersebut terdapat lima pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, dengan pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia hidup dipulau ini. Flora dan fauna Indonesia sangatlah beragam jenisnya. Setiap pulau memiliki kekhasan sendiri dan sering menjadi ikon dalam perkembangan wilayah atau daerah tersebut. Selain itu, Indonesia juga kaya dengan keberagaman etnis, terdapat kurang lebih 300 suku yang berbicara dalam 500 bahasa dan dialek. Berdasarkan sosial linguistik, kebanyakan orang Indonesia berbahasa Austronesia yang kelompok wilayahnya persebarannya meliputi banyak pulau di Asia Tenggara, sebagian dari Vietnam Selatan, Taiwan Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar sehingga memiliki banyak kesamaan warisan budaya. Pengaruh budaya Austronesia pada budaya Indoenesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial, kepercayaan, mitos, serta bahasa. Indonesia, selain kekayaan bahasa, masing-masing etnis memiliki keunikan adat istiadat dan budaya yang sering direfleksikan dalam keunikan arsitektur lokal atau vernakular. Apabila setiap etnik memiliki satu karakteristik arsitektur vernakular, maka terdapat kurang lebih 500 arsitektur vernakular di Indonesia yag merupakan kekayaan tiada tara bagi bangsa Indonesia.
B. Nusantara dan Jaringan Asia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia ini, terdapat juga pengaruh lain dari berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Dari luas dan letak wilayahnya, Indonesia dikategorikan sebagai negara besar yang cukup berpengaruh di Asia. Jaringan ini telah berlangsung beratus tahun lamanya, beberapa peninggalan budaya yang nampak atas pengaruh yang pernah singgah masih ada seperti misalnya kebudayaan India pengaruhnya mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu Buddha dan Islam di Indonesia yang bisa diketahui dari tinggalan budayanya yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya Moghul di Indonesia. Sama halnya dengan India, pengaruh kebudayaan China hingga sekarang ini masih sangat besar dapat terlihat dalam berbagai sapek kehidupan; kepercayaan, bahasa, makanan, sistem pertanian dan lain sebagainya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (3 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
Kemajuan maritim di China pada masa Dinasti Ming telah membawa pelayar-pelayar tangguh mengarungi wilayah Nusantara. Perdagangan silang antara China dan India telah membuat Nusantara dan Asia Tenggara menjadi tempat persinggahan setiap kali berlayar. Pertukaran budaya terjadi dengan adanya interaksi perdagangan antara pedagang atau pelayar China dengan penduduk setempat yang disinggahi. Terdapat banyak tinggalan sejarah yang mendapat pengaruh peradaban Cina di Indonesia terutama pada klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota lama di seluruh wilayah Indonesia. Budaya Jepang pertama kali masuk ke Nusantara pada sepertiga abad ke 20. Melalui propaganda militer ”saudara tua” Jepang dengan leluasa masuk ke wilayah Nusantara. Penetrasi politik Jepang selama 3,5 tahun tidak banyak meninggalkan monumen atau tinggalan bangunan bersejarah di Indonesia seperti halnya India dan Cina, akan tetapi kemiripan pada arsitektur vernakular yang sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia menjadi pembahasan yang menarik dalam buku ajar ini. Sebagai salah satu negara besar dengan konsep arsitektur timur yang kuat pernah menduduki Nusantara maka sangat penting untuk diketahui bagaimana sejarah perkembangan dan konsep arsitektur Jepang. Pembahasan buku ajar ini selain menjabarkan sejarah perkembangan arsitektur di Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari peradaban Asia (India, Cina dan Jepang) di Indonesia juga membahas konsep dan perkembangan arsitektur di ketiga negara tersebut. Arsitektur Nusantara, dan Arsitektur Asia : India, Cina dan Jepang mewakili pemikiran tentang arsitektur timur.
Gambar 1.1. Indonesia dan Jaringan Asia
C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia
Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan. Secara umum periodisasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu zaman lagi sebelum zaman Hindu Buddha yaitu Zaman prasejarah akan tetapi pembahasan serta diskusi tentang zaman ini tidak banyak contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa prasejarah awal.1 Perkembangan arsitektur mulai dari masa Prasejarah Akhir yang ditandai dengan ditemukannya kubur batu di Pasemah, Gunung Kidul dan Bondowoso. Kemudian situs-situs megalitikum punden berundak di Leuwilang, Matesih, Pasirangin. Sebagaimana diketahui bahwa sejarah budaya yang melahirkan peninggalan budaya termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut diatas, maka dapat dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradaban Islam (bisa termasuk arsitektur lokal atau tradisional, dan pra modern) dan arsitektur modern (termasuk arsitektur kolonial dan pasca kolonial). Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan bangunan panggung berstruktur kayu telah ada sebelum atau bersamaan dengan pembangunan candi-candi. Hal ini ditunjukkan dari berbagai keterangan pada relief candi-candi dimana terdapat informasi tentang arsitektur lokal/domestik atau tradisional atau vernakular nusantara. Akan tetapi jikalau menilik usia dari bangunan vernakular yang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (4 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA
ada di Indonesia, tidak ada yang lebih dari 150 tahun. Pembahasan pada buku ajar ini tentang perkembangan arsitektur Indonesia dapat diurutkan sebagai berikut : −
Arsitektur vernakular
−
Arsitektur klasik atau candi
−
Arsitektur pada masa perabadan atau kebudayaan Islam
−
Arsitektur Kolonial
−
Arsitektur Modern (pasca kemerdekaan)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-1.htm (5 of 5)5/8/2007 3:32:52 PM
2
.
2 Arsitektur NUSANTARA PADA ERA Hindu dan Buddha
A. Kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang berkuasa sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran Siwa, sementara dinasti Syailendra menganut agama Buddha Mahayana atau Vajrayana. Peninggalan dari ketdua dinasti ini berupa prasasti dan candi. Keluarga Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah. Sehingga dari abad ke-8 dan ke-9, candi yang ada di Jawa Tengah Utara bersifat Hindu, dan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat Buddha Pembangunan candi terkait dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan agama Buddha dan Hindu di Indonesia. Terdapat ratusan prasasti-prasasti yang ditanda tangani oleh raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa lampau diketahui dari prasasti-prasasti. Prasasti dari kerajan tertua di nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Prasati ni berbentuk ‘yupa’. Yaitu tugu peringatan upacara kurban. Menurut bentuk dan tulisan yang digunakan, prasasti ini diperkirakan dibuat pada tahun 400 Masehi, prasasti ini menceritakan sebuah kerajaan di Kalimantan timur (Kutei) diperintah oleh seorang raja bernama Mulawarman. Setelah prasasti Kutei ini, terdapat ratusan prasasti yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus juga bercerita tentang bangunan suci (candi), bahkan ada nama candi di prasasti yang tidak bisa ditelusuri namanya dengan candi yang dikenal. Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Selain peninggalan prasasti, terdapat pula candi-candi yang didalamnya terdapat arca yang menjadi bukti keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut di masa lampau. Ada juga berita tentang keberadaan kerajaan tersebut berasal dari berita ekspedisi pada pendeta Buddha Tiongkok (Cina) ke nusantara misalnya berita dari pendeta I-Tsing yang menyebutkan keberadaan kerajaan Holing (Kaling), kerajaan-kerajaan di Sumatera : Tulang Bawang (Sumatera Selatan), Melayu (Jambi), dan Sriwijaya. Dari I-Tsing diketahui bahwa Sriwijaya merupakan pusat kegiatan ilmiah agama Budha pada masa itu. Buku atau kitab kuno juga merupakan sumber informasi keberadaan kerajaan-kerajaan di masa lampau, seperti kitab Pararaton dan juga kitab Negarakertagama. file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (1 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Berikut adalah rangkuman dari berbagai sumber terhadap beberapa prasasti dan candi peninggalan kerajaankerajaan pada era Hindu dan Buddha atau sebelumnya. Tabel 2.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era Hindu Budha
Nama Kerajaan/ Dinasti
Prasasti
Arca/Monumen
Candi
Agama
Kutei, Kalimantan Timur Taruma-negara, Jawa Barat Kaling, Jawa Tengah Sriwijaya
7 buah prasasti Mulawarman, 400 M
-
-
-
Batu Jaya, Kerawang
Budha
-
Hindu-Budha
Muara Takus. Muara jambi, 1064 M Biara di Padang Lawas, 1024 M Gunung Wukir Kelompok C.Dieng Badut
Budha Budha
Mataram, Jawa Tengah Kanjuruhan, Jawa Timur/ Dinasti Sanjaya Dinasti Syailendra
7 buah prasasti Purnawarman, 400-500 M Tuk Mas, 650 M 5 buah prasasti, 683 M
Arca Buddha, 600 M
Canggal, 732 M Lingga dan Yoni Arjuna, 809 M Kanjuruhan, Dinoyo, 760 M Lingga 3 prasasti (a,b,c),856 M Raja Balitung, 907 M Arca Tara Kalasan, 778 M
Budha Hindu Hindu Siwa, Hindu Hindu-Budha Budha Hindu-Budha Hindu-Budha Budha
Keluarga Isana, Sindok, sekitar 929 M Jawa Timur Pucangan, dikenal dengan Arca Durga Prasasati Calcutta Keluarga Sanur, 914 M Warmadewa
Wihara Ratu Boko Kalasan, Prambanan Plaosan Sewu, Lorojonggrang, Borobudur, Pawon, Mendut Ngetos, Ngawi Gunung gangsir, gempol-Pasuruan Padas, Gunung Kawi, Tampak Siring
Airlangga
Belahan, Jawa TImur
Hindu
Kidal, 1427 M Jago. 1268 M Jawi
Hindu Hindu-Budha Budha Siwa-Budha
Singhasari
Siwa-Budha
Kelurak, 782 M Karang Tengah, 824 M
Arca Manjucri
Pucangan, dikenal dengan Arca Wisnu dan Prasasati Calcutta garuda (garudamukha) Kerajaan Kadiri Sri Jayawarsa, 1104 Prajnaparamita (Ken Singhasari Dedes) Wur are,1289 M Pamalayu. 1292 M
Joko Dolok Amoghapaca
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (2 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
Hindu Hindu Hindu
2
Majapahit
-
Batutulis, Bogor, 1333 M Adityawarman, Batusangkar
Harihara
Candi Sumberjati, Blitar Siwa Candi Anta Antapura Candi Rimbi, Mojokerto Budha Candi Panataran Candi Jabung, 1354 M Hindu Candi Surawana dan Candi Hindu Tigawangi,1365M Hindu Hindu Hindu
B. Arsitektur Candi B.1. Fungsi Candi
Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha, nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan Permaisuri Siwa. Maka, secara harfiah Candi bisa ditafsirkan sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam. 1. Dahulukala, diduga abu dari jenazah seorang raja dikubur dibawah bagian tengah candi (peripih). Sehingga seringkali dulu candi digunakan sebagai tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi, Candi dibangun bukan semata hanyalah sebagai makam atau tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari candi itu, candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang dilambangkan sebagai arca. Arca tersebut diletakan di ruang tengah candi dahulu kala hanya Pendeta yang memimpin acara pemuajaan yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan daripada sebagai makam.
B.2. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (3 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (4 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Secara vertikal, struktur bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang sering disebut dengan ‘Triloka’ terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala. Arsitektur candi sering juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di ruang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (5 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu kala-mekara, peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni.
Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan Siwa untuk membunuh seorang raksasa. Kala ini
diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti mahkluk aneh tanpa rahang bawah atau hiasan dengan satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi.2 Hiasan mekara ini sering ditemukan baik pada candi Hindu dan Buddha. Biasanya patung makara ditemukan pada gapura sebagian besar candi klasik awal, makara jarang ditemukan pada jaman klasik akhir di Jawa, tetapi di Sumatra, seperti di kompleks candi Padang Lawas, dimana didirikan perkiraan pada abad 10 mekara ini masih terus digunakan.
Peripih adalah sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja,
kemudian pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang melambangkan dunia materi : emas, perak, perunggu, batu akik dan biji-bijian yang diduga sebagai benda-benda upacara pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-bagian yang diatur dalam pola seperti
mandala, sembilan atau 25 titik. 3
Stupa merupakan unsur perlambang Buddha dengan bentuk setengah bulatan mempunyai pengertian
falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome og Heaven) atau melambangkan struktur kosmik yang menetap. Biasanya diletakkan di bagian atas candi.
Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa. Lingga
terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (6 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
B.3. Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
Bangunan candidi Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat. Pada awalnya teknik penumpukan batu dilakukan dengan cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok batu untuk membuat semacam lidah dan tekukan yang saling mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda. Jawa merupakan satu-satunya wilayah di Asia Tenggara yang menggunakan cara konstruksi seperti ini. Teknik ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari batu dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapur seperti di Loro Joggrang. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuan menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat atau di sesak. Setelah abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan dengan peralihan pusat politik pada masa itu ke Jawa Timur.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (7 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Pembangunan candi memiliki tata cara dn upacara ritual. Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang brinisiatif membangun candi pada pertama kalinya adalah bangsawan (orang suci) dengan mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya) untuk bergotong royong membangun candi. Pertama sekali bangsawan yang menyelenggarakan acara membagikan hadiahpada semua orang yang datang. Kemudian peserta menghiasi diri dengan bunga dan pewarna dan batu suci diletakkan ditengah halaman candi yang yang akan dibangun. Tata cara urutan pembangunan candi seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (8 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
B.4. Pembagian kelompok arsitektur candi
Melihat dari masa pembangunan candi-candi di Nusantara, maka dibagi atas tiga periode1 yaitu masa Klasik Awal (600 M-900 M), dimana candi Prambanan dan Borobudur dibangun pada masa ini, kemudian masa Klasik Madya (900 M- 1250 M) yaitu candi-candi yang terdapat di Sumatera seperti candi-candi yang ada di Padang Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi. Candi-candi yang dibangun pada Masa Klasik Akhir (1250 M – 1500 M) umumnya terdiri dari konstruksi bata yang secara meluas banyak terdapat di Jawa Timur dimana candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode ini. Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta agama yang mewakili keberadaan candi tersebut, Soekmono membagi menjadi tiga jenis yaitu jenis Jawa tengah Utara mewakili agama Hindu (Siwa),
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (9 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama Budha (Mahayana) dan jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana (baik Siwa maupun Budha). Dalam hal ini kellompok candi Loro Jonggrang meruipakan perkecualian, karena berasal dari jaman setelah berpadunya keluarga Sanjaya dan keluarga Syailendra sehingga susunannya terlihat sebagai kelompok candi di Jawa Tengah Selatan akan tetapi keagamaannya mewakili agama Hindu. Pengelompokkan ini sejalan dengan pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal. Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India, sebagai contoh yaitu candi Arjuna yang merupakan kelompok candi Dieng. Dahulunya, diperkirakan di candi tersebut pernah terdapat arca atau lingga yang akan dimandikan dengan upacara khusus, dengan pengaturan bilik dan saluran air suci file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (10 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan cara yang sama seperti candi-candi Palawa di India selatan. Begitu pula halnya dengan candi Bima dimana pada awalnya sama dengan bentuk candi dari provinsi Orissa di India, akan tetapi kemudian banyak mengalami perubahan sekitar tahun 800 M disesuaikan dengan penggunaannya oleh penganut Budha. Beberapa candi yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi Gunung Wukir dekat Magelang (732 M), Candi Badut, dekat Malang (760 M), kelompok candi Gedong Songo di lereng gunung Ungaran.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (11 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi Budha pertama di Jawa atau dikategorikan juga sebagai candi pada masa Klasik awal. Candi yang termasuk adalah candi Kalasan, dekat Yogyakarta (778 M), candi Sari di dekat candi kalasan, candi Borobudur, candi Mendut di sebelah timur Borobudur, kelompok candi Sewu di dekat Prambanan, kelompok candi Plaosan disebelah timur candi Sewu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (12 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Sebenarnya, terdapat perbedaaan yang cukup signifikan antara candi Jawa Tengah Utara dengan candi Jawa tengah Selatan karena perbedaan peruntukan bangunan keagamaannya. Misalnya, kelompok candi Dieng dan kelompok candi Gedung songo yang merupakan candi Hindu didalamnya terdapat yoni dan lingga, dan sebagian besar menghadap ke barat. Akan tetapi kemudian, dominasi candi Budha di Jawa tengah Selatan telah memberikan image bahwa candi di Jawa tengah adalah candi budha, dan memang kemudian pengruh Budha juga terdapat pada candi-candi di Jawa tengah Utara. Sehingga akhirnya bisa dikatakan tidak ada perbedaan yang mendasar antara candi di Jawa tengah Utara dengan candi di Jawa tengah Selatan, hanya candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dari segi bentuk dan hiasan daripada candi di Jawa Tengah Utara. Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah ini disatukan, perbedaan yang mendasar terlihat dengan candi di Jawa Timur. Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di sekitar Malang : candi Kidal (candi Anusapati), candi Jago disebut juga candi Wisnuwardhana, candi Singosari (candi Krtanagara). Kemudian candi Jawi dekat Prigen, kelompok candi Panataran dekat Blitar, candi Jabung dekat Kraksaan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (13 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (14 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Perbedaan dari kedua tipe candi antara dua wilayah ini dijelaskan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa tengah dan Jawa Timur. Bentuk dan Tipe candi Jawa Tengah −
Bentuk bangunan candi lebih
tambun/lebar
Bentuk dan Tipe candi Jawa Timur −
Bentuk bangunan candi lebih ramping
−
Atapnya merupakan perpaduan tingkatan
−
Atapnya nyata berundak-undak
−
Puncaknya berbentuk kubus
−
Puncaknya berbentuk ratna atau
−
Makara tidak ada, dan pintu serta relung
stupa −
Gawang pintu dan relung
berhiaskan kala mekara −
Reliefnya timbul agak tinggi dan
lukisannya naturalistik −
Letak candi di tengah halaman
−
Kebanyakan menghadap ke Timur
hanya ambang atasnya saja diberi kepala Kala −
Reliefnya timbul sedikit saja dan
lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit −
Letak candi di bagian belakang halaman
−
Kebanyakan menghadap ke Barat
−
Kebanyakan terbuat dari bata
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (15 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
−
Kebanyakan terbuat dari batu
andesit Sumber : Soekmono, 1973, vol.2, hal 86
Di pulau Sumatra seperti candi Muara takus, candi-candi di Padang Lawas terdapat beberapa candi yang digolongkan sebagai candi pada masa klasik madya. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-11 dan ke13 merupakan tempat pemujaan dari batubata aliran Budha esoterik. Diperkirakan bahwa keberadaan candicandi ini berhubungan erat dengan kerajaan Adityawarman, seorang putra Pangeran Jawa yang pindah dan mendirikan kerajaan di pedalaman Sumatra. Bukti sejarah berupa prsasasti Adityawarman mengungkapkan beberapa fakta sejarah di pedalaman sumatra saat itu. Selain prasasti, terdapat cerita sajarah Kerajaan Pannei (di daerah sekitar sungai Panai, Padang Lawas) diserang oleh kerajaan Cola (India Selatan) pada tahun 1025. Salah satu Bangunan biaro (berasal dari kata vihara) di Padang Lawas memiliki hiasan singa yang mirip dengan ukiran di Polonaruva, ibukota Sriklanka abad ke-11.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (16 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
Selain kedua bentuk dan langgam diatas, terdapat tipe lain dari candi yang berbeda yang sering disebut dengan pertirtaan dan candi padas. Kelompok ini dimasukan kedalam candi pada masa klasik akhir. Pentirtaan dan Candi padas yang terkenal adalah candi belahan di lereng gunung Penanggungan dekat Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di bekas kota Majapahit (abad ke-14), dan gunung kawi di Tampaksiring (Bali). Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang berupa gapura, terdapat dua jenis gapura yaitu yang pertama, bagian pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya terdapat lobang pintu, misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti bangunan candi yang dibelah dua atau disebut juga dengan candi bentar yang biasanya identik dengan seni bangunan pada masa Majapahit. Selain candi Waringin Lawang di Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (17 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%202.htm (18 of 18)5/8/2007 3:32:54 PM
2
3
.
Arsitektur NUSANTARA pADa masa perkembangan
ISLAM
A. Kerajaan Islam di Nusantara
Islam masuk ke Indonesia kurang lebih abad ke-13 sangat terkait dengan perkembangan perdagangan di wilayah Nusantara. Pada awalnya kedatangan Islam ke nusantara melalui pembauran para pedagang yang berasal dari Gujarat, sebuah wilayah di bagian barat India. Pada masa tersebut terdapat beberapa kota-kota pelabuhan seperti Barus, Pasai, Banten, Demak, Madura yang menjadi titik pertemuan dan penyebaran Islam di nusantara. Dalam ekspedisi Marco Polo dari Tiongkok ke Persia tahun 1292, kemudian singgah di Peureula’, bagian utara Sumatera (Aceh), pada waktu itu dijelaskan bahwa terdapat penduduk yang beragama Islam dan juga pedagang-pedagang dari India yang giat menyebarkan agama tersebut walaupun disekitar kota masih banyak yang belum memeluk Islam. Tak lama setelah persinggahannya tersebut, pada tahun 1297 di Samudra, sebuah kerajaan di Aceh, ditemukan makam raja Islam, salah satunya makam Sultan Malik alSaleh. Dari bukti sejarah ini, disimpulkan bahwa Kerajaan Samudra menjadi kerajaan Islam yang pertama di Nusantara. Samudra menjadi pelabuhan niaga yang terpenting di Nusantara hingga akhir abad ke-14. Pada awal abad ke-15, Malaka timbul sebagai pusat perdagangan dan pangkal penyebaran agama Islam. Sementara di bagian Timur Nusantara timbul pula pusat kegiatan Islam, yaitu Ternate (1430) yang meluaskan ajaran Islam hingga ke pantai timur Sulawesi. Kejayaan Malaka mencapai daerah Riau (Kampar, Indragiri), akan tetapi tidak lama bertahan hingga Portugis menakhlukan Malaka pada tahun 1511. Di pulau Jawa, kerajaan Majapahit mendekati masa punjak kejayaannya dibawah pemerintahan raja Hayam Wuruk (1611). Demikian pula, Majapahit digantikan kedudukannya oleh Kerajaan Demak yang kemudian meluaskan agama Islam ke seluruh Jawa hingga bagian selatan Kalimantan sehingga tersebut kerajaan Mataram dan Banten menjadi kerajaan Islam yang besar setelah Demak. Pada abad ke-16 juga timbul kerajaan Brunei yang meluaskan ke Islaman hingga bagian barat Kalimantan, dan juga Filipina. Atas kegiatan orang-orang Bugis, maka Islam masuk ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dan juga beberapa pulau di Nusa file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (1 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
Tenggara. Kerajaan Goa menjadi kerajaan besar Islam pada masa itu. Dari Ternate (Kesultanan Ternate dan Tidore), Islam meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku, dan di daerah pantai Timur Sulawesi serta Sulawesi Utara. Demikianlah, hingga akhir abad ke 16, boleh dikata bahwa Islam telah tersebar dan mulai mengakar di Nusantara. 1 Penyebaran Islam keseluruh Kepulauan Indonesia terbagi dalam tiga tataolahsejarah berbeda (three dintinct historical processes), yang mana masing-masing dikaitkan dengan pola perkembangan. Pendirian negara Islam di Sumatera utara mencerminkan pemunculan pemerintah baru bukan melalui penakhlukan atau peralihan kerajaan yang ada. Namun di Jawa, penguasa Islam menggantikan kekuasaan politis raja Hindu. Elit politik baru tidak sepenuhnya merombak ideologi ataupun lambang penampilan luar penguasa lama; melainkan mereka sangat mempertahankan kesinambungan dengan masa sebelumnya seraya memperkuat peralihan dan perluasan pemerintahan Hindu terdahulu. Sementara di Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi dan Maluku), raja-raja dengan mudah beralih ke Islam, tidak ada perubahan berarti dalam hukum dasar negara (kerajaan).2
B. Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kota pertama di Indonesia adalah peningkatan perdagangan kelautan Asia secara umum pada abad ke-13 dan ke-14. Pada masa itu, perdagangan rempahrempah dari nusantara ke beberapa negara Asia seperti India dan China mengalami kemajuan yang pesat sementara bangsa Eropa mulai menapak kakinya menguasai pusat pemasok utama rempah-rempah saat itu di Banda. Pusat kerajaan Hindu dan Budha yang sebelumnya menjadi tempat tujuan dan persinggahan dari pedagang dan biksu China maupun India seperti Sriwijaya/Palembang, Mataram dan Trowulan telah tumbuh menjadi pemukiman perkotaan. Disamping itu pusat kerajaan Islam yang tumbuh setelah pudarnya kejayaan kerajaan Hindu Budha menjadi bandar-bandar baru sebagai titik pintu masuk menuju perairan internasional bersamaan dengan perkembangan kota-kota pelabuhan yang mulai dikuasai oleh Potugis dan VOC. Bukti kebahasaan sering dikaitkan dengan kemunculan tradisi pemukiman perkotaan di Asia Tenggara. Sebutan Bandar sering digunakan untuk kota-kota pelabuhan saat itu, kata ini berasal dari bahasa Persia yang berarti ”pelabuhan dagang resmi” diterjemahkan secara bebas sebagai town dan city dalam bahasa
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (2 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
Inggris, cicade (Portugis), stad (Belanda). Sementara, istilah ”kota” dalam babad tanah Jawi padanannya
khita, kuta, kuto dan negeri, istilah yang sering digunakan sebelumnya pada masa Hindu. Sebutan kuto dalam beberapa sastra Jawa Kuno dan Jawa Peralihan juga dicantumkan seperti dalam Kitab Bomakywya, Ramayana, Bharatayuddha, dan Pararaton. Sebutan kuto ini memiliki persamaan dengan kata yang lazim didapatkan dalam bahasa Belanda sebagai burcht, kaasteel, vesting, vesterkte legerplaats.
3
Kemudian
dalam bahasa Hindi, ”kota” semula menggambarkan pemukiman bertembok atau benteng, tetapi kemudian menjadi pusat masyarakat, dan sekarang mencakup konsep kota Metropolitan. Dari bukti kebahasaan tersebut diketahui ada dua model kota yang dilihat dari pola modern kehidupan kota yaitu pelabuhan dan benteng. Pada saat itu, tampaknya ada dua jenis kota yang muncul; pertama, kota sebagai pelabuhan dagang dengan pintu masuk menuju jalur perairan internasional, dan kedua, kota sebagai pusat administratif dengan daerah pertanian yang makmur. Kota yang terletak di pesisir dan muara-muara sungai besar disebut sebagai pusat Kerajaan Maritim berfungsi sebagai pelabuhan atau titik masuk dan keluar pelayaran seperti Sriwijaya/Palembang, Aceh/Pasai, Banten, Batavia, Banjarmasin, Semarang, Demak, Jepara, Gersik, Tuban, Surabaya, Makassar, Ternate dan Banda. Sedangkan kota jenis kedua, kota yang berada di pedalaman (hinterland) seperti Pagaruyung, Jambi dan Mataram. Perkembangan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (3 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
perdagangan monopoli rempah oleh Persekutuan Dagang Hindia Timur (VOC) juga mempengaruhi perkembangan kota-kota tersebut di atas pada masa pendudukan Belanda. Pertumbuhan kota dan permukiman pada kedua kota memiliki karakteristik dan pola sendiri. Kota pesisir di utara pulau Jawa dalam sejarah sangat berbeda dengan daerah pedalaman. Kota pedalaman dicirikan dengan kota dengan istana yang memiliki upacara yang rumit dengan arsitektur yang didasarkan pada penduduk yang bermata pencaharian utama pertanian. Sementara disepanjang pantai utara digambarkan sebagai masyarakat kosmopolitan dengan sederet bandar perdagangan yang lebih cenderung memandang ke luar daripada ke dalam. Perkembangan kota-kota pesisir ini mendapat dukungan dari Pemerintah Hindia Belanda sehingga pada abad ke-17 berkembang pesat dapat dilihat dari perwujudan arsitekturnya. Kemajuan kota-kota tersebut selain didukung oleh faktor geografi, politik dan ekonomi, juga tidak terlepas dari faktor magis-religius atau unsur kosmologi. Seperti halnya pada pendirian kota kerajaan di Indonesia seperti Yogyakarta, Surakarta, Demak, Cirebon, Banten, dan lain-lain biasanya dihubungkan simbol meru dalam mitologi Hindu. Umumnya kota-kota di Jawa mengikuti poros utara-selatan. Dari beberapa keterangan, lukisan, map, terhadap beberapa kota tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa morpologi kotakota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Nusantara mempunyai ciri antara lain : ada yang berpagar keliling/benteng (Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Demak, Banten) ada juga yang tidak berpagar keliling (kota Majapahit, Aceh, Gersik, Tuban, Surabaya), pasar, tempat peribadatan (mesjid), perkampungan, kelompok bangunan keraton, tempat raja atau penguasa yang biasanya terletak di bagian selatan. Pembuatan pagar keliling masa itu ber fungsi sebagai benteng pertahanan terhadap gangguan dari luar kota. Selain itu, dari sudut ekonomi, pagar keliling diperlukan sebagai tempat pemungutan bea-cukai barang-barang dagangan yang keluar masuk kota. Biasanya perkampungan pendatang atau pedagang baik dari wilayah Indonesia yang lain, maupun dari Gujarat, Parsi, Arab, dan Cina (perkampungan dan pasar berada di luar pagar keliling. Pengelompokan perkampungan pendatang ada yang berdasarkan etnis dan ada juga yang berdasarkan pekerjaannya. Sehingga pada saat itu terdapat sebutan Kampung Melayu, Kampung Makasar, Bugis, Ternate, Banda, dan Banjar dan lain sebagainya. Demikian pula kampung pendatang dari luar wilayah Indonesia dikenal dengan nama kampung Gujarat, Arab, Benggala dan Cina. Di Aceh, kampung pendatang juga dikelompokkan berdasarkan pekerjaannya seperti kampung Pande ( tukang), begitu pula halnya di kota Cirebon, ada yang disebut dengan Panjunan, adalah sebutan untuk kampung para pembuat periuk belanga (a jun). Elemen lain dalam kota masa Islam awal adalah lebuh
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (4 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
agung atau alun-alun, lapangan yang terletak di tengah-tengah kota dan berfungsi sebagai tempat berkumpul atau upacara ritual kerajaan/kota dan kegiatan hiburan. Perekembangan pesat pada kota-kota pelabuhan dagang Islam membentuk titik perhatian utama pembaharuan arsitektur dan pembangunan kota saat itu, masyarakat pertanian melanjutkan penyesuaian susunan ruang sejenis ”mandala” pada zaman Hindu-Budha. Sementara itu, masjid menggantikan candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan. Islam datang ke Indonesia tidak menyebabkan revolusi dalam gaya bangunan, sehingga peralihan dari zaman Hindu-Budha ke era Islam memberikan suatu warna eklektisme seperti halnya yang terlihat peninggalan yang tersisa pemakaman Imogiri di Yogyakarta, Masjid Kudus, Istana Keraton Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Deli dan Ternate.
C. Makam dan Pekuburan Orang Islam
Masa Islam Awal ditandai dengan ditemukannya bentuk monumen seperti makam, mesjid, kuburan dan keraton. Beberapa makam berasas Islam yang ditemukan diperkirakan dibangun pada masa sebelum masyarakat Indonesia sepenuhnya beralih ke Islam. Batu nisan Islam tertua di Indonesia adalah nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun bin Habatallah ditemukan di Leran Surabaya sebelah barat, Jawa Timur. Akan tetapi tidak ada informasi yang detail mengenai wanita tersebut.4 Makam yang lain ditemukan di Aceh diyakini sebagai makam penguasa pelabuhan Samudra di pantai utara Aceh. Makam yang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (5 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
masih terawat hingga saat ini adalah makam Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur. Dari segi perletakan, makam kadang-kadang berada di dekat mesjid, dan seringkali terletak di tanah lapang di luar desa/kota bersangkutan. Makam tidak pernah ditemukan dalam lingkungan istana setempat. Tidak ada bentuk dan hiasan makam yang spesifik, salah satu ciri utama bentuk makam yaitu balok batu persegi panjang yang menyerupai bangunan, terukir dengan ayat-ayat yang diambil dari Al Quran serta dibubuhi ragam hias yang disebut sayap; sedangkan jenis yang satu lagi lebih umum disebut sebagai bentuk
jada atau club. Jenis ini dipakai oleh orang-orang sepanjang Sumatera, dekat kepulauan Riau, dan Semenanjung Malaka pada abad ke-15 dan 17.
5
Bentuk dan makam di Jawa dipengaruhi oleh budaya Hindu
yang berkembang pada masa sebelumnya. Beberapa makam para sufi atau ulama sperti di Jawa dikenal dengan 9 wali menjadi tempat berziarah hingga saat ini.
D. Mesjid sebagai tempat suci
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (6 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
Berdasarkan uraian tentang kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam awal dijelaskan bahwa mesjid menjadi tempat peribadatan menggantikan fungsi candi pada masa tersebut. Letak mesjid di kota-kota pusat kerajaan di Jawa disebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komponen inti kota yaitu keraton. Dahulu, pusat kota kerajaan terdiri dari bangunan keraton/istana, alun-alun, masjid, dan tempat tinggal para bangsawan. Dari keterangan dan data sejarah disebutkan bahwa pada sebuah kota pusat kerajaan terdapat beberapa buah mesjid disamping beberapa langgar atau surau atau meunasah. Biasanya inisitaif dari mendirikan mesjid mula-mula timbul dari sultan atau wali, diperkuat dengan unsurunsur tradisional yang memandang raja atau sultan dan wali sebagai orang-orang magis. Menurut babad, mesjid-mesjid kuno yang didirikan di bawah pimpinan Wali Sanga secara gotong royong adlah mesjid Agung Demak dan Mesjid Agung Cirebon. Di Sumatera, pendirian mesjid juga di inisiasi oleh Sultan atua Raja, begitu juga dari segi letak, seringkali dekat dengan istana. Pada awalnya mesjid didirikan sebagai tempat ibadaah, sejalan dengan perkembangan politik dan pemerintahan, mesjid juga digunakan sebagai pusat kehidupan masyarakat yang berhubungan urusan keagamaan seperti wakaf, peradilan, hukum Islam, zakat.
D.1. Kronologis perkembangan arsitektur masjid
Mesjid-mesjid kuno di Indonesia menunjukkan kekhasan yang membedakannya arsitektur mesjid-mesjid di negeri Islam. Mesjid-mesjid kuno pada awal perkembangan Islam yang mengadopsi konsep-konsep arsitektur Candi (Hindu/Budha), arsitektur lokal serta arsitektur Cina. Kekhasan gaya arsitektur mesjidmesjid kuno ini dinyatakan oleh bentuk atap tumpang atau bertingkat 2,3,5, dengan puncaknya dihiasi
mustaka atau memolo, denahnya persegiempat atau bujursangkar dengan serambi di depan atau di samping; fondasinya pejal dan tinggi, pada bagian depan atau samping terdapat parit berair (kulah) serta gerbang. Umumnya mesjid tua di Jawa berciri seperangkat empat tiang yang dikenal dengan saka guru seperti : •
Masjid Menara Kudus, di Kudus,Jawa Tengah
•
Masjid Sendang Dawur di Lamongan, Cirebon
•
Masjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah
•
Masjid Lima Kaum, Tanah Datar di Sumatera Barat
•
Surau Syeh Burhanuddin, di Ulakan, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (7 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
•
Masjid Sultan Abdul Rahman, Kalimantan
•
Masjid Agung Anke di Jakarta
•
Masjid Sumenep di Madura
•
Mesjid Angke dan Marunda di Jakarta
•
Mesjid Agung Demak
•
Mesjid Agung Banten
•
Mesjid Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda
•
Mesjid di Ternate tahun abad ke 19 (sebelum perubahan)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (8 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
Kemudian, sekitar awal abad ke-19, arsitektur mesjid-mesjid yang mendapat pengaruh arsitektur India, Timur Tengah dan Kolonial Belanda. Beberapa mesjid yang mendapat pengaruh gaya ini adalah : •
Masjid Raya Baiturahman di Aceh
•
Masjid Raya Al Osmani di Labuhan, Deli
•
Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat
•
Masjid Raya Al Maksum di Deli, Medan
•
Masjid Agung di Palembang
•
Masjid Al Azhar di Jakarta
•
Masjid Agung Yogyakarta
•
Masjid Syuhada Yogyakarta
•
Masjid Agung di Banyuwangi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (9 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
Perkembangan mesjid sangat pesat setelah kemerdekaan Negara Indonesia. Pada masa ini arsitektur mesjid dipengaruhi oleh gaya modern yang berkembang pada masa itu. Mesjidmesjid pasca kemerdekaan Indonesia awal yang menonjol yaitu Masjid Agung Istiqlal Jakarta dirancang oleh arsitek F.Silaban, kemudian masjid Salman di Bandung, dan masjid Agung di Jember
D2. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid
Arsitektur mesjid di Indonesia beragam, tidak ada suatu rancangan atau pola tertentu yang mengikat. Namun, pada umumnya arsitektur mesjid Indonesia mempunyai konsep dan elemen sebagai berikut: −
Ruang Utama, ruang utama tempat sholat, terdapat didalamnya mihrab dan mimbar
−
Mihrab, ruang tempat berdiri imam ( pemimpin sholat berjamaah ) yang berbentuk ceruk atau
relung di dinding sisi Kiblat −
Mimbar, kursi atau singgahsana atau tahta tempat para pemimpin memberikan atau
menyampaikan masalah-masalah kepada umat atau rakyat. −
Maksurah, bilik berbentuk kotak, berdindingkan pagar atau terali sehingga tembus pandang yang
diperuntukan khusus untuk pemimpin pada waktu sholat −
Halaman Terbuka, bagian dari masjid yang berupa lapangan terbuku biasanya dibangun tamana
dan sebuah kolam atau pancuran air sebagai tempat bersuci
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (10 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
−
Serambi, selasar atau koridor yang mengelilingi ruang utama, biasanya tidak berdinding penuh
atau hanya dibatasi tiang saja. −
Menara (minaret), bangunan tinggi tempat muazin mengumandangkan azan.
−
Tempat bersuci, tempat mengambil wudhu sebelum masuk ke dalam Masjid berupa kolam,
pancuran dan kamar mandi
Dibagian belakang dan samping mesjid kuno di Indonesia biasanya terdapat pula makam raja-raja atau sultan-sultan, anggota keluarga raja dan orang-orang yang dianggap keramat, H.A.R Gibb dan Kramer6 menjelaskan mengutip dari Masjid makam ini digolongkan sebagai masyhad, contohnya mesjid Demak, mesjid Kadilangu, mesjid Ampel, mesjeid Kuto Gede, Mesjid banten dan sebagainya.
E. Istana Kerajaan Islam
Keraton atau istana selama masa Islam tumbuh subur di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa, Sulawesi dan Maluku. Setiap raja, besar atau kecil, membangun gugus bangunan lambang kejayaan dan kekuasaan. Umumnya keraton atau istana berada di dalam pagar keliling dan di pusat kota kerajaan. Sehingga terdapat perbedaan di antara dunia ” dalam” dan dunia ”luar” yang diwakili oleh istana (di Jawa terkadng dikenal dengan Dalem) serta lingkungan alam sekitar di luar istana. Pagar keliling tersebut juga membedakan antara ruang yang sakral dan profan. Lingkungan di dalam istana dikenal sebagai ruang yang bersifat sakral, beradab dan halus, dan lingkungan di luar istana sebagai sesuatu yang liar, kasar dan profan. Tata letak istana/keraton diibaratkan berporos pada gunung yang suci atau berada dalam satu garis imajiner dengan gunung dan laut, seperti halnya yang terjadi di Jawa, Sumatera, Sumbawa, dan ternate, dibelakang keraton/istana terdapat gunung yang dianggap suci. Didalam satu kompleks istana terdapat beberapa bangunan yang mana orientasi atau penempatannya mengekspresikan perumpamaan tingkatan atau hierarki dalam masyarakat tersebut. Hal ini terlihat dalam kompleks keraton Yogyakarta. Di Sumatera, terdapat beberapa istana Kerajaan Islam yang berkuasa pada masa lampau. Sekarang ini masih terdapat beberapa peninggalan bangunannya meskipun kekuasaan raja telah hilang karena
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (11 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
perubahan sistem pemerintahan di negara Indonesia, dengan perkecualian Kesultanan Yogyakarta. Seperti halnya dengan mesjid, hampir tidak ada suatu pola khusus dalam rancangan istana. Unsur arsitektur lokal dan kolonial mendominasi konsep arsitektural istana pada abad ke-19 dan ke-20, seperti yang terlihat bangunan istana di Sumatera dan Ternate.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (12 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (13 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/bab%203.htm (14 of 14)5/8/2007 3:32:55 PM
2
4A .
rsitektur VERNAKULAR INDONESIA
A. Sejarah Perkembangan Arsitektur Vernakular Indonesia A.1. Hubungan Austronesia dan Indonesia
Berdasarkan linguistik, kebanyakan orang Indonesia berbahasa Austronesia, suku bangsa ini memiliki kekayaan 700 - 800 bahasa tersebar pada banyak pulau di Asia Tenggara, termasuk pula Vietnam Selatan, Taiwan, Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar. Selain kekayaan bahasa, juga memiliki kekayaan dari budaya materi seperti arsitektur. Budaya Austronesia diperkirakan berasal dari masyarakat yang hidup disepanjang sungai di Cina Selatan dan Vietnam utara sekitar pertengahan abad ke-4 SM. Persebaran orang-orang ini dari tanah leluhur berlangsung sekitar 6.000 tahun yang lalu, dan memuncak sekitar 500 M dengan menyebarkan penggunan bahasa Austronesia ke sekeliling dunia.1 Pengaruh budaya Austronesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial, kepercayaan, mitos, dan bahasa. Pengaruh yang tampak dalam budaya materi adalah pengetahuan bercocok tanam padi, irigasi, beternak kerbau dan file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (1 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
kambing, penggunaan logam yang sederhana, dan pelayaran. Termasuk pula budaya berburu, mendirikan megalit, upacara ritual kematian, berlayar, menenun, membuat gerabah juga peralatan kampak batu untuk bertukang dan sebagai peralatan memotong. Kearifan nenek moyang, mitos, animisme, penguburan mayat dalam peti, tempat pemujaan yang terletak di tempat yang tinggi merupakan pengaruh dalam kepercayaan. Tradisi monumen-monumen dari batu besar masih subur di beberapa tempat di Indonesia; yang paling menonjol di pulau Nias (pantai barat Sumatra) dan Sumba di kepulauan Nusa Tenggara. Banyak kosa kata dalam bahasa Austronesia saat ini mempunyai asal yang sama, misalnya kata rumah, di Jawa disebut omah, toraja ”banua”, di Roti (Nusa tenggara) ”uma”, minangkabau ” rumah”. Begitu pula halnya pengaruh dalam konsep dan bentuk rumah Austronesia di Indonesia, bagi orang Austronesia rumah bukan sekedar tempat tinggal, melainkan merupakan bangunan teratur berlambang yang menunjukkan sejumlah ide penting perwujudan keramat para leluhur, perwujudan fisik jatidiri kelompok, dunia kecil di jagad raya, dan ungkapan tingkat dan kedudukan sosial. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Rapoport, bahwa rumah pada masyarakat tradisional mengekspresikan hierarki status masyarakat dan budaya lokal.1 Ciri dan karakteristik mendasar dari rumah austronesia yaitu terdiri atas bangunan persegi empat, berdiri di atas tiang-tiang, beratap ilalang. Pintu masuk berupa tangga yang ditakik dan ada perapian dengan rak di atasnya untuk kayu bakar dan penyimpanan. Bentuk dasar ini mengalami pembaharuan di daerah Austronesia dan ditemukan di rumah Batak, ”rumah gadang” di Minangkabau, ”rumah Tongkonan” di Toraja, dan ”rumah panjang” di dayak, Kalimantan. Pengaturan perlambang rumah di dalam rumah yang merupakan ciri lain dari rumah austronesia sering menggunakan pasangan koordinasi ruang yang berlawanan − ”dalam” dan ”luar”, ”depan” dan ”belakang”, ”kiri” dan ”kanan” , ”timur” dan ”barat” dipetakan dalam kelompok sosial yang dikaitkan dengan hubungan erat antar jenis kelamin, sanak dan saudara, generasi muda dan tua, bahkan antara yang masih hidup dan yang sudah meninggal, untuk membentuk opografi perlambang yang mengatur dan mewakili hubungan sosial ini.2 Perlambangan dalam rumah austronesia nampak pada struktur dan bentuk atap menggambarkan berbagai macam bentuk dan simbol dari benda seperti kipas, perahu, dan tanduk kerbau yang mencerminkan kekuasaan dan nilai kesakralan. Simbol tersebut umumnya juga terdapat pada dinding penutup atap (gable-end). Status sosial atau hierarki dari rumah sering digambarkan dalam dekorasi yang ada di dinding penutup atap. file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (2 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (3 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
A.2. Pengertian Arsitektur Vernakular
Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli (native). Maka vernakular arsiektur dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat. Paul Oliver dalam bukunya Ensikolopedia Arsitektur Vernakular menjabarkan bahwa arsitektur vernakular konteks dengan lingkungan sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tantanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Arsitektur vernakular ini terdiri dari rumah dan bangunan lain seperti lumbung, balai adat dan lain sebagainya. Beberapa rangkuman pengertian vernakular arsitektur :
" Vernacular architecture owes its spectacular longevity to a constant redistribution of hard-won knowledge, channeled into quasi-instinctive reactions to the outer world. 3 " Vernacular architecture is the manual-artisan culture of building, based on tectonic logic..." "Building is a craft culture which consists in the repetition of a limited number of types and in their adaptation to local climate, materials and custom. 4 " Vernacular buildings are built by ordinary people who possess principles, or patterns, that have traditionally been handed over from generation to generation. A living pattern language is essential to true vernacular construction by those not trained in architecture.4 Dalam hal ini, pengertian vernakular arsitektur sering juga disamakan dengan arsitektur tradisional. Josep Prijotomo berpendapat bahwa secara konotatif kata tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang turun temurun dari generasi ke generasi. Kemudian, Ismunandar menjelaskan bahwa arsitektur traditional, yang diturunkan dari generasi ke generasi. Arsitektur dan bangunan tradisional merupakan hasil seni budaya tradisional, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia budaya tradisional, yang mampu memberikan ikatan lahir bathin. Di dunia global, kata tradisional sering digunakan untuk membedakan dengan modern. Di Indonesia, sebutan yang berasal dari kata Belanda “ traditionell Architectuur”, pada waktu itu istilah ini
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (4 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
diberikan untuk karya-karya arsitektur asli daerah di Indonesia, salah satu alasannya adalah untuk membedakan jenis arsitektur yang timbul dan berkembang dan merupakan karakteristik suku-suku bangsa di Indonesia dari jenis arsitektur yang tumbuh dan berkembang atas dasar pemikiran dan perkembangan arsitektur di Eropa, khususnya arsitektur kolonial Belanda.
5
Kata tradisional berasal dari kata tradisi yang
di Indonesia sama artinya dengan adat (custom), kata adat ini di adopsi dari bahasa Arab. Sehingga seringkali bangunan tradisional disebut dengan “rumah adat.” Pada prinsipnya, baik di dunia global dan Indonesia, kata tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Selain itu, istilah-istilah lain sering bersentuhan arti dan maknanya dengan vernakular arsitektur yaitu arsitektur rakyat (Folk Architecture), arsitektur lokal atau kontekstual (indigenous architecture) bahkan ada juga yang kemiripan dengan arsitektur alamiah (spontanous architecture). Secara garis arsitektur rakyat diartikan sebagai arsitektur yang menyimbolkan budaya suatu suku bangsa dengan beberapa atribut yang melekat dengannya. Sementara itu, arsitektur lokal atau kontekstual, adalah arstektur yang beradaptasi dengan kondisi budaya, geografi, iklim dan lingkungan dan arsitektur alamiah adalah arsitektur yang dibangun oleh satu masyarakat berdasarkan proses alamiah seperti kebutuhan dasar manusia. Terdapat beberapa perdebatan tentang sebutan yang tepat bagi arsitektur Indonesia ini, akan tetapi karena kemiripan makna dan arti satu dengan yang lainnya yang semuanya terangkum dalam pengertian arsitektur vernakular seperti yang di jelaskan oleh Paul Oliver dalam bukunya Ensiklopedia Vernacular Architecture, maka penggunaan istilah vernakular menjadi pilihan dalam buku ajar ini.
B. Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia: Keberagaman dan Kesamaannya
Indonesia adalah negara kaya dengan ratusan etnis yang mana setiap etnis memiliki kekhususan budaya tersendiri, sehingga terdapat pula ratusan tipe rumah vernakular di Indonesia. Dari semua tipe tersebut, terdapat beberapa tipe yang memiliki keunikan dan karakteristik yang sangat kuat seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (5 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (6 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Gambar 4.4. Macam ragam arsitektur vernakular Indonesia
Dari keberagaman arsitektur vernakular Indonesia, jika ditelusuri terdapat kesamaan dari keberagaman tersebut yang berasal dari akar yang sama yaitu budaya Austronesia. Bahkan kesamaan dari keberagaman itu juga nampak dari pada arsitektur non-austronesia seperti Papua. Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakular Nusantara yang juga merupakan ciri dari arsitektur austronesia : −
Tipe rumah panggung
Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa, Bali, Lombok dan Papua, menggunakan struktur rangka tiang kayu atau tipe rumah panggung sebagai upaya adaptasi dengan iklim dan geografi, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation (balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal). −
Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam didalam tanah, melainkan beralas batu
sehingga lebih fleksibel ketika ada guncangan atau gempa. −
Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling mengikat satu sama lain,
biasanya tanpa menggunakan paku. −
Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong keluar. Seringklai pemanjangan
dibuat lekukan sehingga menimbulkan daya tarik estetis. Dominasi atap tampak pada keseluruhan bangunan. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian bawah) bangunan. Selain itu itu atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan. −
Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang menyimbolkan status sosial,
kekuasaan dan karakteristik budaya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (7 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
B.1. Pola Perkampungan
Tipikal perkampungan di Indonesia pada dasarnya menggambarkan respon terhadap kondisi alam, tatanan sosial, sistem bercocok tanam, dan kosmologi masyarakat yang mendiaminya. Konsep ruang dalam tatanan rumah dan kampung merupakan bagian penting dari tradisi vernakular. Di Indonesia, terdapat dua tipe tatanan permukiman dan rumah dari kampung-kampung tradisional yaitu linear dan konsentris. Di masa mendatang tatanan ini mengalami evolusi dalam perkembangannya seperti bentuk radial pada kampung di Sumba Barat dan Ruteng di Flores, begitu pula bentuk huruf T pada kampung di Nias Selatan (Bawomataluo) dan bentuk silang (cross type) pada kampung di Bali.
Kampung-kampung dengan tantanan linear biasanya terdapat di pesisir-pesisir pantai Indonesia, namun
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (8 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
juga terdapat di pedalaman Sumatra, Nias, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan beberapa wilayah di Jawa. Bangunan pada kampung bersifat linear letaknya berbaris dan berhadapan satu sama lainnya, diantara barisan bangunan tersebut terdapat ruang bersama yang digunakan untuk berbagai macam kegiatan seperi berkumpul, pemujaan atau ritual keagamaan, acara kesenian dan lain sebagainya. Pada ruang terbuka ini pula sering ditempatkan batu megalith, tugu dan tiang sakral keagamaan seperti halnya yang nampak pada kampung-kampung di Nias dan Sumba. Bangunan pemimpin (chief house) atau raja ditempatkan dekat dekat batu atau tugu tersebut atau di ujung pelataran yang membelah barisan rumah dan menjadi akhir dari deretan rumah dan kampung, tetapi ada juga yang ditempatkan di tengah-tengah barisan seperti halnya pada permukiman di Batak Toba. Ditinjau dari fungsinya, bangunan vernakular Indonesia umumnya terdiri dari tiga bagian ; rumah tinggal, bale adat atau ruang pengadilan atau ruang musyawarah, dan lumbung. Letak ketiga bangunan tersebut bisa saling berhadapan seperti halnya yang terjadi di perkampungan Batak Toba dan Bali Aga.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (9 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Perkampungan dengan pola konsentris terdapat di Flores dan Sumba dan Jawa Tengah. Tantanan perkampungan seperti ini memiliki bagian tengah yang dianggap sakral dan penting, misalnya ruang terbuka (tempat berkumpul), batu megalith, tugu atau kuburan para nenek moyang. Orientasi dari barisan rumah menghadap ke titik tersebut yang terdiri dari beberapa layer berdasarkan hierarki atau kedudukan dari status sosial masyarakat. Secara evolusi beberapa kampung memiliki pola gabungan dari linear dan kosentris yang sering disebut dengan compound type. Pola perkampungan dan perletakan rumah pimpinan menandakan sistem sosial dan kekuatan masyarakat yang mendiaminya. Kampung dengan pola kosentris menyimbolkan penerapan sistem pemerintahan pada kekuatan tunggal yang memusat. Terdapat strata sosial agak kompleks dengan kekuatan terpusat pada satu orang, grup atau kelompok. Semetara, kampung dengan pola linear menggambarkan demokrasi dari distribusi kekuasaan dengan strata sosial lebih sederhana. Selain kedua tatanan tersebut, ada juga yang disebut dengan pola menyebar (scattered type) atau disperse
settlement pattern. Pola perkampungan ini seringkali menggambarkan persamaan struktur sosial (less stratified social struktur) dan kelompok masyarakat yang lebih kecil, bahkan seringkali mencerminkan kehidupan yang berpindah-pindah sebagai akibat dari pergantian sistem bercocok tanam.
B.2. Rumah dan Tatanan Ruang
Konsep tatanan ruang dalam rumah umumnya sama dengan konsep tantanan ruang dalam satu perkampungan. Pembagian ruang dapat dikategorikan secara vertikal dan horizontal, seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pembagian ruang ini sebagai respon terhadap sistem sosial kekerabatan, kosmologi dan kondisi alam sekitar. Secara horizontal, terdapat bagian dari rumah yang dianggap paling sakral atau suci adalah bagian yang paling dalam atau belakang, sehingga menjadi tempat pemujaan atau penyimpanan benda-benda keramat atau warisan leluhur. Di dalam rumah Jawa, ruang yang paling suci berada pada bagian inti rumah yang disebut dengan ”dalem” tepatnya di senthong. Di rumah Batak Toba, bagian yang paling inti atau penting yaitu terletak pada sisi sebelah kanan belakang dari interior rumah yang diebut dengan jabu bona,.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (10 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Secara vertikal, pembagiann ruang terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah, dengan bagian atas sebagai ruang yang paling sakral sehingga barang-barang yang dianggap keramat disimpan di dalam ruang atas ini. Ruang tengah, adalah untuk kehidupan manusia dan ruang bawah adalah untuk binatang ternak atau
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (11 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
gudang. Pembagian atas tiga bagian ini (tripatite) dipengaruhi oleh kondisi alam dan kosmologi dari masyarakatnya. Umumnya masyarakat primitif memiliki kepercayaan terhadap pembagian dunia atau alam ke dalam tiga bagian yaitu dunia atas sebagai tempat para dewa, dunia tengah bagi kehidupan manusia, dan dunia bawah bagi roh-roh jahat. Dari segi bentuk dan morphologi ruang, umumnya rumah vernakular di Indonesia terdiri dari persegi panjang dan bujur sangkar seperti halnya rumah Aceh, Melayu, Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Sumba. Namun ada juga yang menggunakan bentuk lingkaran dan ellips seperti rumah di Nias Utara, Lombok dan Papua. Bentuk dan organisasi ruang bergantung kepada kebiasaan dan adat istiadat setempat. Beberapa rumah vernakular Indonesia merupakan tipe rumah komunal artinya terdapat beberapa keluarga yang memiliki kekerabatan dengan beberapa generasi yang berbeda, tinggal dalam satu rumah besar seperti rumah Batak Toba, Karo, Mingkabau, Mentawai, Kalimantan, Lio (Flores), Sumba. Keluarga tersebut menempati masing-masing ruang dengan masingmasing letak yang telah disepakati, ada yang hanya dibatasi oleh dinding ada pula yang dibatasi oleh perbedaan tinggi lantai, alas (tikar) saja. Ruang-ruang tersebut dihubungkan oleh ruang bersama. Umumnya dalam satu rumah terdapat pemimpin sebagai kepala suku mendiami salah satu ruang yang dianggap paling utama.
B.3. Teknologi Bangunan : Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (12 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan yang alami dan teknik konstruksi yang sederhana dengan cara menyusun tiang dan balok. Penyatuan semua bagian bangunan dilakukan dengan cara membentuk dan menyambung bagian kayu dengan beberapa alat khusus sederhana seperti kampak, gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan, seringkali tiang dan balok disambung di tanah sebelum diletakkan di atas batu pondasi.
Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakan paku, tapi menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan takik. Susunan tiang-tiang tersebut bersandar di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel melintang yang masuk ke lubang yang dibuat di dalam tiang.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (13 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Perkuatan sistem konstruksi rumah untuk mengantisipasi kondisi alam yang arawan gempa terlihat pada rumah Nias, dengan menambahkan penopang atau batang silang menbentuk huruf X dan V.
Pada bangunan lumbung di Indonesia memiliki kekhususan dari teknik konstruksi yaitu pemasangan piringan kayu besar disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat mencapai tempat penyimpanan padi. file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (14 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
B.4. Upacara Pendirian Bangunan Bagi orang Indonesia rumah lebih dari sekedar tempat tinggal, tempat berteduh dari panas dan hujan melainkan merupakan bangunan yang ditata secara perlambang yang konteks dengan sosial budaya masyarakat yang tinggal didalamnya. Dengan kata lain, rumah menjadi perlambang status kedudukan seseorang dalam masyarakat, sehingga diperlukan tata cara dalam pendirian rumah. Dalam hal ini, mendirikan rumah dapat dilihat sebagai penerapan hidup dalam lingkungan sosial yang diwakilinya. Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan titik pembangunan rumah, pendirian tiang utama/seri/tengah, pemasangan bubungan atau atap rumah, sampai upacara masuk/penghunian rumah. Hal ini dilakukan secara bertahap dan melibatkan pemilik rumah dan pemuka kampung atau ahli tukang (chief carpenter) atau orang yang dianggap keramat atau sakti. Misalnya, proses pembersihan dan pendirian tanda rumah dilakukan pemilik rumah dalam hal ini ibu/perempuan pemilik rumah dengan orang sakti yang dipanggil bomoh yang tahapannya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (15 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Upacara pembersihan dan meminta izin kepada roh di dunia dan dewa-dewa yang memiliki tanah dilakukan oleh hampir semua etnis atau masyarakat tradisional Indonesia. Ritual ini bertujuan untuk memberikan spirit atau jiwa bagi kehidupan yang berlangsung didalam rumah/bangunan yang didirikan. Spirit atau jiwa dari rumah yang didirikan sering disimbolkan dalam benda keramat yang diletakkan di dalam rumah, seringkali di letakkan pada bagian tengah atau atas (atap) rumah. Misalnya raga-raga6 yang digantung dibawah atap rumah Batak Toba. Selain menjadi jiwa atau nyawa dari rumah, berfungsi juga mengusir rohroh atau gangguan dari luar terhadap keselamatan penghuni rumah.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (16 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Selain itu, rumah juga dianggap sebagai perwujudan jagad kecil dari jagat raya. Rumah adalah tempat kelahiran, perkawinan dan kematian. Seringkali upacara yang berhubungan dengan ketiga hal tersebut dikaitkan dengan arah mata angin dan pergerakan matahari. Sehingga unsur kejagadan ini menciptakan tatanan upacara yang mengatur kegiatan di dalam rumah. Sebagai contoh timur dianggap serupa dengan hal-hal memberi kehidupan dan barat identik dengan kematian; maka wanita melahirkan ditempatkan di bagian timur rumah dan orang meninggal ditempatkan dibaringkan di bagian barat. Dalam sisi tegak, pembagian ruang dalam rumah sebagai jagad kecil merefleksikan pembagian ruang dalam alam semesta. Sebagian besar masyarakat tradisional Indonesia membagi alam kedalam tiga bagian; dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Kosmologi ini juga mempengaruhi pembagian ruang dalam rumah ; ruang dibawah atap disamakan dengan alam dewa dan leluhur, lantai mewakili dunia biasa pengalaman seharihari dan ruang kosong dibawah rumah dihubungkan dengan alam baka yang dihuni oleh roh jahat, jiwa orang mati dan hal-hal gaib lainnya. Pembagian ini sangat jelas terlihat pada rumah-rumah di Sumatra khususnya Batak Toba7, rumah di Kalimantan, Tongkonan di Toraja, Sulawesi dan beberapa rumah Sumba di Nusa Tenggara.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (17 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
Dalam masyarakat tradisional, selain pembagian rumah yang dikaitkan dengan simbol sebagai jagad kecil, arah kejagadan rumah sesuai dengan penataan ruang perlambang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (18 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
lain, seperti pembagian dengan konsep berdasar gender serta gagasan mengatur perilaku pria dan wanita. Seringkali wanita dikaitkan dengan bagian dalam atau belakang rumah, dan pria serupa dengan bagian depan atau luar rumah. Pengaturan ruangan keluarga di dalam rumah suku Minangkabau di Sumatera Barat sangat dipengaruhi oleh konsep gender tersebut.
C. Arsitektur Vernakular Indonesia C.1. Sumatra C.2. Jawa C.3. Kalimantan
C.4. Bali dan Nusat Tenggara C.5. Sulawesi C.6. Papua
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (19 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%204.htm (20 of 20)5/8/2007 3:32:57 PM
2
5
. Arsitektur kolonial indonesia
A. Sejarah Kolonialisasi di Indonesia
Kolonialisasi wilayah Indonesia didahului oleh kemunduran dari pengaruh Majapahit yang berhasil mempersatukan Nusantara. Diawali dengan perdagangan bilateral yang dilakukan oleh Persekutuan Dagang Hindia Timur atau lebih dikenal dengan sebutan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) kemudian ekspansi ke penguasaan perdagangan dan wilayah. Sebelumnya ekspansi Portugis yang dipimpin oleh Alfonso De Albuquerque masuk melalui pendudukan yang dimulai di Malaka pada tahun 1511, setelah Malaka ditaklukan oleh Portugis, sasaran berikutnya adalah kepulauan Maluku yang berpusat di Pulau Banda dan Ternate dengan maksud menguasai perdagangan rempah yang sangat menguntungkan di Asia. Dimulai dengan perhubungan dagang dengan masyarakat setempat, Portugis dan Perusahaan Belanda yang dikenal dengan VOC lalu kemudian meluas pada hubungan kerjasama dengan raja-raja karena pada masa itu umumnya pemerintahan di Indonesia berbentuk Kerajaan. Sehingga pada akhirnya banyak rajaraja yang takhluk dan tunduk dengan pemerintahan kolonial yang disebut dengan Pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengukuhkan penguasaan perdagangan rempah di Nusantara, VOC mendirikan pos-pos dagang yang terdiri dari gudang, penginapan bagi pedagang utama (opperkoopsman) dan pegawainya di berbagai kota di wilayah Nusantara seperti Maluku, Banda, Batavia, dan Makassar. Namun hubungan yang bergejolak dengan penduduk asli dan saingan Eropa, memerlukan pertahanan dan tingkat kelengkapan bagi pos dagang tersebut, sehingga akhirnya VOC mendirikan benteng-benteng pertahanan di beberapa kota dagang tersebut, benteng tertua di pulau Banda didirikan ± tahun 1550. Kemudian setelah itu didirikan juga beberapa benteng-benteng lain seperti benteng di Ternate tahun 1576, benteng Victoria di Ambon pada tahun 1580, benteng di Banten tahun 1603, benteng di Batavia pada tahun 1619, dan benteng (Fort) Rotterdam di Makasar.1 Setelah VOC memindahkan pusat perdagangannya di Batavia (pulau Jawa) maka batu pertama dimulainya Arsitektur Kolonial menjadi kenyataan dengan didirikannya “Fort Batavia” yang kemudian berkembang pula kota Batavia sebagai merupakan cikal kota Jakarta sekarang ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (1 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
B. Pembentukan Kota-kota kolonial di Indonesia
Setelah dilanda perang politik yang timbul dari perang Napoleon, administrasi VOC Hindia Belanda diganti oleh pemerintahan jajahan yang dipertanggungjawabkan ke Belanda tahun 1800. Pemerintahan jajahan baru ini meluaskan kekuasaannya ke kota dan pedalaman Nusantara. Kota-kota di Nusantara pada masa prakolonial dapat dikelompokkan menjadi dua tipe kota, yaitu : 1.
Kota-kota perdagangan di daerah pesisir yang bersifat heterogen dan profan
2.
Pusat-pusat kerajaan yang bersifat homogen dan sakral yang berada di tengah-tengah daerah
pedalaman yang agraris. Menurut Santoso (1984, Bab IV)2, konsepsi yang menghubungkan elemen-elemen pembentuk ruang pada kota tradisional Jawa, antara satu dengan yang lain digunakan 2 prinsip yaitu : −
Mikrokosmos-dualitis maksudnya setiap kota di Jawa dibagi atas dua bagian yaitu bagian profan
disebelah utara dan bagian sakral disebelah selatan. Perwujudan konsep ini tampak dari penempatan benda secara simetris yang dimaksudkan sebagai lambang harmonis kehidupan, seperti penataan keraton dan elemen-elemen di sekelilingnya diupayakan simetris. −
Mikrokosmos-hierarkis maksudnya sebagai pengadaan ruang suci dengan tembok sebagai batas
antara ruang dalam dan luar. Tembok pembatas ini bukan sekedar batas yang berfungsi sebagai penunjang keamanan atau batas teritorial, tetapi lebih merupakan struktur hubungan antara elemenelemen pembentuk ruang.
Awalnya kota Kolonial Belanda berada di daerah pesisir yang dulunya merupakan kota-kota perdagangan yang telah terjadi sejak masa Hindu dan Islam seperti kota Ambon, Batavia (Jakarta), Banten, Cirebon, Palembang, Surabaya, Semarang, Ujung Pandang. Kemudian beberapa kota baru terbentuk selama masa kolonial Belanda seperti kota Bandung, Medan, Balikpapan, Malang dan lain sebagainya. Kemudian Pemerintahan Hindia Belanda juga mengadopsi konsep kota-kota asli dengan ciri budaya Indonesia asli seperti kota Yogyakarta, Banten, Cirebon, Surakarta dan Banda Aceh. Pada kota-kota tersebut Pemerintah kolonial hanya menambah beberapa elemen atau fasilitas yang menunjang kekuasaan pemerintahan kolonial. Lodji, atau kantor residen biasanya terletak di sisi timur alun-alun, berhadapan dengan mesjid. Kemudian bangunan lain yang dibangun pemerintah Hindia Belanda yaitu penjara kota juga file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (2 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
mengelilingi alun-alun. Pada masa itu Pemerintah kolonial membangun berbagai macam fasilitas kota bangunan pusat pemerintahan, perkantoran (kantor pos, bank, pengadilan) stasiun, taman, rumah sakit, gereja dan lain sebagainya di pusat kota-kota tersebut. Perpaduan khas antara unsur Belanda dan Indonesia merupakan ciri kha kota abad ke-19 teruatama di Jawa.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (3 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (4 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
C. Arsitektur Kolonial Indonesia C.1. Perkembangan Arsitektur Kolonial Indonesia
Perkembangan Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dibagi atas 4 periode ( Helen Jessup:2, kutipan dari Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya) : 1.
Abad 16 sampai tahun 1800-an
Waktu itu Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda, VOC. Arsitektur Kolonial Belanda selama periode ini cenderung kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda. Bangunan perkotaan orang Belanda pada periode ini masih bergaya Belanda dimana bentuknya cenderung panjang dan sempit, atap curam dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras.3 Bangunan ini tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat. Kediaman Reine de Klerk (sebelumnya Gubernur Jenderal Belanda) di Batavia.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (5 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
2.
Tahun 1800-an (awal abad ke 19) sampai dengan tahun 1902
Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah pemerintahan tahun 1811-1815 wilayah Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1865 oleh karena jarak yang jauh dan komunikasi yang sulit dengan Pemerintah Belanda sehingga perkembangan kemajuan arsitektur modern di Belanda tidak sampai gemanya ke Indonesia. Pada saat itu, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang dipelopori oleh GubernurJenderal HW yang dikenal dengan the Empire Style, atau The Ducth Colonial Villa: Gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda yang bercitra Kolonial yang disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim dan material yang tersedia pada masa itu. Pada periode ini, gaya neo-klasik merupakan gaya arsitektur yang sangat cocok untuk mengungkapkan kemegahan kemaharajaan. Seperti Gereja Protestan di pusat kota tua Semarang, gereja Williams di Batavia (sekarang gereja), Balai Kota Medan dan beberapa bangunan di beberapa kota di Hindia Belanda. Bangunan-bangunan yang berkesan grandeur (megah) dengan gaya arsitektur Neo Klasik dikenal
Indische Architectuur sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur Nasional Belanda pada waktu itu. Abad ke 19 perkembangan Indische Architectuur atau dikenal dengan Rumah Landhuis yang merupakan tipe rumah tinggal di seluruh Hindia Belanda pada masa itu memiliki karakter arsitektur seperti : −
Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan dan belakang (ruang makan)
dan didalamnya terdapat serambi tengah yang mejuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lainnya. −
Pilar menjulang ke atas ( gaya Yunani) dan terdapat gevel atau mahkota di atas serambi depan
dan belakang. −
Menggunakan atap perisai.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (6 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
3. Tahun 19021920an Kaum Liberal
Belanda pada masa antara tahun 1902 mendesak politik etis diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu pemukiman orang Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat. Indishe Architectuur menjadi terdesak dan sebagai gantinya muncul standar arsitektur modern yang berorientasi ke Belanda. 4.
Tahun 1920-an sampai tahun 1940-an
Gerakan pembaharuan dalam arsitektur baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini mempengaruhi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Pada awal abad 20, arsitek-arsitek yang baru datang dari negeri Belanda memunculkan pendekatan untuk rancangan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini, semula masih memegang unsur-unsur mendasar bentuk klasik, memasukkan unsurunsur yang terutama dirancang untuk mengantisipasi matahari hujan lebat tropik. Selain unsur-unsur file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (7 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
arsitektur tropis, juga memasukkan unsur-unsur arsitektur tradisional (asli) Indonesia sehingga menjadi konsep yang eklektis. Konsep ini nampak pada karya Maclaine Pont seperti kampus Technische Hogeschool (ITB), Gereja Poh sarang di Kediri. Secara umum, ciri dan karakter arsitektur kolonial di Indonesia pada tahun 1900-1920-an4: Menggunakan Gevel ( gable) pada tampak depan bangunan
−
Bentuk gable sangat bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable, gambrel gable, pediment ( dengan entablure). Penggunaan Tower pada bangunan
−
Tower pada mulanya digunakan pada bangunan gereja kemudian diambil alih oelh bangunan umum dan menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda pada abad ke 20. Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, segiempat ramping, dan ada yang dikombinasikan dengan gevel depan. −
Penggunaaan Dormer pada bangunan
−
Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah o
Ventilasi yang lebar dan tinggi.
o
Membuat Galeri atau serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan sinar
matahari.
C.2. Arsitek dan biro arsitek yang berkarya di Indonesia
Pada masa pendudukan Belanda, banyak terdapat arsitek Belanda yang berkarya di Hindia Belanda, diantaranya yang ternama adalah sebagai berikut : −
W.Lemei
Seorang arsitek terkemuka di masa Belanda, salah satu karyanya yang terkenal dan masih berdiri hingga kini yaitu , rancangan bangunan dipengaruhi oleh gaya Art deco untuk jendela dan ventilasi, meskipun denah berbeda secara keseluruhan bangunan kantor Gubernur ini mirip dengan bangunan Balai Kota Hilversum di Netherland yang dirancang oleh Willem Dudok. W.Lemei juga merancang file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (8 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
bangunan di luar Jawa yaitu Postpaarbank di Makasar, 1932.
−
Herman Thomas Karsten
Seorang arsitek Belanda yang berpraktik di Batavia dan terakhir menjadi professor perencanaan perkotaan dan terakhir di Sekolah Teknik Bandung (ITB sekarang). Salah satu karya terbaiknya adalah kantor lama perusahaan pelayaran kapal uap Belanda Stoomvart Maatschappij Netherland (SMN) di pusat kota lama Semarang. Sepanjang tahun 20-an dan 30-an, Karsten merancang sebagian pasar-pasar kotamadya yang meliputi Pasar Gede di Surakarta (1929), Pasar Johar Semarang 91938). Karya arsitektur Karsten menunjukkan perhatiannya terhadap iklim tropik terlihat pada tingginya jendela, kisi-kisi ventilasi yang menjulang tinggi dari lantai ke langit-langit yang berfungsi selain sebagai corong pergantian udara yang leluasa juga memanfaatkan cahaya matahari. Selain sebagai arsitek, Karsten juga berprofesi sebagai ahli perencana kota (planologi). Beberapa file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (9 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
karya rancangan kota atau kawasan Karsten perencanaan pengemnbagan kota Semarang, kawasan candi Semarang. Bebeberapa karya arsitektur karsten yang lain yaitu : −
Kantor Zuztermaatschapijen Semarang
−
Museum Sonobudoyo, Yogyakarta
−
Henri Maclaine Pont
Merupakan arsitek Belanda yang lahir dan besar di Netherlandsch Indie (Hindia Belanda) kemudian mendapatkan pendidikan arsitektur di Sekolah Teknik di Delf (Belanda). Ia pernah berkarir dua tahun setelah menamatkan studinya di Belanda dan termasuk salah satu arsitek Belanda yang terkemuka saat itu, kemudian pulang dan berkarir di tanah kelahirannya, Hindia Belanda tahun 1911. Di Hindia Belanda karyanya banyak terinspirasi oleh arsitektur vernakular nusantara dan juga menekankan pada adaptasi dengan iklim. Beberapa karyanya di Hindia Belanda : file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (10 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
Kantor Pusat Perusahaan Tram-Uap Semarang-Cirebon di Tegal, 1911
Gerbang masuk Pekan raya dan Pameran Perumahan Kolonial di Semarang tahun 1914
Kompleks kampus Technische Hoogescool tahun 1934, sekarang ITB
Pohsarang, Gereja Misi Katolik Roma di Kediri, 1938
Museum Trowulan
−
C.P. Wolf Schoemaker
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (11 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
Seorang arsitek terkemuka Belanda yang banyak berkarya di Indonesia (Hindia Belanda). Selain itu hasil karya berupa tulisan dari hasil penelitiannya mengenai kebudayaan Indonesia termasuk arsitektur candi-candi, seperti bukunya yang berjudul Aesthetiek en oorsprong der Hindoe koenst
op Java (Estetika dan keaslian Hindu di Jawa) tahun 1924. Salah satu karyanya yang terkenal adalah vila Isola di Bandung. Beberapa karya yang lain yaitu Societeit Concordia, gereja Protestan, gereja Katolik, Jaarbeurs, beberapa rumah tinggal yang semuanya berada di Bandung. Kemudian karyanya yang di Surabaya yaitu gedung International Credit (sekarang Kantor Aneka Niaga), gedung Kolonial Bank Surabaya, kawasan beneden (sekarang kota lama), bangunan Java Store.
−
C.Citroen
Salah seorang arsitek penting pada zaman Belanda, salah satu karyanya yang terkenal adalah Radhuis atau Balai Kota di Ketabang Surabaya yang hingga sekarang ini masih difungsikan sebagai Balai kota Surabaya. Arsitektur bangunan dapat dikatakan perpaduan selaras antara tiga unsur : tradisional, modern dan tropis.2 Karya Citroen yang lain adalah sebuah gereja yang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (12 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
berhadapan langsung dengan gedung Radhuis diresmikan pada tahun 1931. Bangunan gereja ini mencerminkan arsitektur modern berbeda dengan bangunan Balai Kota didepan yang memasukkan unsur tradisional. Kemudian, karya Citroen yang menggunakan arsitektur modern kubisme yaitu sebuah rumah sakit di Raya Darmo yang mirip perancangannya dengan bangunan gereja di depan Balai Kota dan gedung Borsumij di kawasan kota lama Surabaya. Gedung Bursumij ini yang merupakan milik sebuah perusahaan dagang Belanda dinding-dindingnya membentuk sebuah unit-unit blok tiga dimensional, dimana perspektif keseluruhan mirip dengan sebuah kubus.
MJ. Hulswit & Peter JH. Cuypers, Edward Cuypers (Biro Arsitek Ed.Cuypers&Hulswit)
−
Sebuah biro arsitek ternama di Indonesia pada Belanda yang banyak karya di beberapa kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Surakarta, Yogyakarta, Makassar (Ujung Pandang, Medan dan lain-lain. Biro arsitek ini merupakan cabang dari dari perusahaan yang bernama Architecten Bureau Ed. Cuypers and Hulswit yang berpusat di Amsterdam Belanda. Beberapa karya Ed. Cuypers & Hulswit yaitu : −
Kantor pusat Javasche Bank di Batavia (Jakarta), Bandung, dan Medan. Kesemua
bangunan tersebut satu dengan lainnya berbeda dalam denah dan perletakannya,namun masing-masing mempunyai ciri khas yang mirip yaitu arsitektur renaissance dan beberapa ornament dari arsitektur candi. −
Gedung Chartered Bank of India Australia dan China, sekarang masih difungsikan sebagai
bank. Bangunan yang berarsitektur neo-klasik ini terletak di belakang gedung kantor lama Javaseche Bank Jakarta. −
Hongkong and Shanghai Banking Corporation, jl Kali Besar Timur Batavia.
−
Kantor NHM ( Netherlandsche Handel Maatschapij) di Pasar Baru , Jakarta, NHM
Bandung, NHM Makasar. −
Kantor Lindeteves Stokvis Surabaya
−
Kantor Levensverz Weltrevreden, sekitar lapangan Banteng di Jakarta
−
Kantor Handelsvereeneging Amsterdam (HVA), jalan Merak Surabaya
−
Balai Kota Jakarta, sekarang museum Fatahillah, di kawasan kota lama Jakarta.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (13 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
−
Kantor WEHA ( West Java Handel Maatshappij), disebelah utara dari museum Fatahillah.
Bangunan ini mewakili arsitektur transisi kalsik Eropa, modern dengan tetap berciri tropis. −
Kantor lama NKPM, di jalan Merdeka Selatan, sekitar kawasan Monas Jakarta
−
Gereja Katolik darmo Surabaya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (14 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
AIA ( Algemeen Infineurs En Architecten)
−
AIA singkatan dari Algemeen Ingineurs en Architecten adalah sebuah biro umum sipil dan arsitektur sekaligus sebagai kontraktor didirikan pada tahun 1916 oleh tiga orang arsitek dan engineer masing-masing F.J.L Ghysell, Hein avon Essen dan F. Stlitz. Beberapa bangunan yang dirancang dan dibangun AIA yaitu : −
Berbagai kantor di Kali Besar, Jakarta
−
Gedung Firma Geo Wehry & Co. di Kota Lama
−
Kantor KPM ( Koninklijke Paketvaart Maatschapij) di sekitar Monas ( Koningsplein)
−
Statsiun Kota, Jakarta, bagian fasade depan mirip dengan stasiun central Helsinki yang
dirancang oleh Eliel Saarinen −
Rumah sakit KPM
−
Gereja Katolik di Jatinegara (Meester Cornelis), dan gereja Kristen di kawasan Menteng
−
Kantor NIJM Yogyakarta
Selain arsitek yang dijabarkan di atas, ada beberapa arsitek pada masa Belanda sempat berkarya di Indonesia khusunya pada awal abad ke-20 yaitu P.A.J. Munjen (Gedung Lingkaran Seni Hindia Belanda/The art society building, Jakarta, 1914), HP Berlage (Gedung Jawa Maluku tahun 1900, de Algemenee/ Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Cagak Hidup, 1900), Klinkhamer dan Ouëndag (Kantor Pusat Perusahaan Jawatan Kereta Api Hindia Belanda di Semarang, 1902-1907), J. Gerber (Gedung Sate, 1920), AF Aalbers (bangunan Bank DENIS, kini Bank Jabar tahun 1935, Homann Hotel tahun 1939).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (15 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (16 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%205.htm (17 of 17)5/8/2007 3:32:58 PM
2
6
.
Arsitektur INDONESIA pasca
kemerdekaan)
A. Arsitektur Warisan Belanda Arsitektur Indonesia awal kemerdekaan masih banyak dipengaruhi oleh Modernisme Belanda, terutama aliran perancangan arsitektur Delf dan De Stijl. Hal ini diebabkan oleh kenyataan bahwa banyak arsitek Indonesia pada saat itu belajar di Negeri Belanda atau bekerja untuk perusahaan-perusahaan konstruksi Belanda sebelum Perang Dunia II. Namun tak dapat dipungkiri bahwa pilar arsitektur modern pasca kemerdekaan Indonesia juga dipancangkan sejak didirikannya Sekolah Teknik pertama ” Technische Hogeschool” (TH) pada tanggal 3 Juli 1920 oleh Gubernur Hindia Belanda yang sekarang lebih dikenal dengan Institut Teknologi Bandung. Kemudian perkembangan mulai pesat setelah Jurusan Arsitektur baru dibuka pada tahun 1950. Tonggak pendidikan arsitektur di Indonesia juga mulai bergema setelah beberapa lulusan pertama berkarya dan lulusan dari luar negeri kembali ke tanah air Indonesia. Mereka yang berkarya setelah kemerdekaan merupakan arsitek generasi pertama Indonesia; Susilo, Suhamir dan Silaban. Karyakarya arsitektural mereka banyak terpengaruhi oleh aliran Delf, yang menggabungkan bangunan kotak dengan sistem kisi (grid) rasional yang memungkinkan penggunaan unsur-unsur pracetak untuk dinding luar. Sebagian besar arsitek Indonesia mengerjakan rancangan sendiri pada akhir dasawarsa 50-an, ketika menggantikan arsitek-arsitek Belanda yang pulang ke negerinya menyusul pemberlakuan program nasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia. Pada saat itu Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden yang disebut dengan Demokrasi terpmpin, program nasionalisasi ini menyebabkan kesinambungan sejarah antara arsitektur modern Indonesia dan tradisi arsitektur Hindia Belanda terhenti.
B. Kronologis Perkembangan Arsitektur Modern Indonesia
Kronologis perkembangan arsitektur Indonesia (modern) pasca kemerdekaan dibagi atas lima periode yaitu
1
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (1 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
Periode Pertama Periode ini ditandai dengan muncul kota satelit Kebayoran Baro di Jakarta oleh R. Soesilo. Periode ini berlangsung setelah kemerdekaan hingga tahun 1960. Arsitek generasi pertama mendominasi periode ini dengan pengaruh kuat dari aliran Delft. Beberapa arsitek yang muncul dan berkarya pada periode ini adalah : −
R.Soesilo dengan karyanya Perencanaan Kota Satelit Kebayoran Baru ( 1948 )
−
Lim Bwan Tjie (1932-1964)di Semarang
−
Soehamir, akan tetapi sayang tidak didapatkan informasi tentang karyanya
−
Soedarsono, dengan karyanya Tugu Monumen Nasional (MONAS) Jakarta
−
F. Silaban dengan karyanya SPMA, Bogor (1951), Bank Indonesia, Jakarta (1958), Markas Besar
AURI, Jakarta (1958) dan Masjid Istiqlal (1965)
Fokus arsitektur pada periode ini lebih kepada bagaimana mengembangkan arsitektur tropis modern Indonesia dengan tradisi berarsitektur modernis rasional sejati.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (2 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (3 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (4 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
Periode kedua Periode ini dipelopori oleh generasi Arsitek kedua Indonesia yaitu Suhartono (anak Susilo), Hasan Purbo, dan Achmad Noe’man. Periode ini berlangsung tahun 1960-1970, secara makro merupakan periode pembentukan pendidikan arsitektur di Indonesia, seperti (Prof. Ir.) Hasan Purbo di Institut Teknologi Bandung, (Prof. Ir.) Suhartono Susilo di Universitas Prahyangan Bandung, (Prof. Ir.) Sidharta di Universitas Diponegoro Semarang, (Prof. Ir.) Parmono Atmadi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, (Prof. Ir.) Johan Silas di Istitut Teknologi Surabaya. Terdapat sesuatu yang penting terjadi pada periode kedua ini yaitu kembalinya pada arsitek muda dari pendidikan dan ITB menghasilkan lulusan pertama yang kemudian menggerakkan arsitektur pada periode ini. Arsitek muda ini kemudian bergabaung sebagai generasi kedua Arsitek Indonesia. Beberapa dari mereka yang tersebut dalam periode ini yaitu : −
Soejoedi ( karyanya Conefo/MPR/DPR Jakarta ) dan Han Awal dari TU Berlin,1960
−
Soewondo Bismo Sutedjo dari TH Hannover, 1961
−
Djauhari Sumintardja ( dari sekolah arsitektur Stockholm, Swedia 1960 )
−
Hasan Purbo, Suhartono Susilo, Sidharta, Parmono Atmadi, Zaenuddin Kartadiwiria, Wastu
Pragantha, Johan Silas, Danisworo, Slamet Wirosanjaya dari ITB Meletusnya gerakan G30 S PKI mengakibatkan tidak banyaknya karya yang dihasilkan dalam periode ini. Fokus arsitektur pada periode ini kecenderungan meninggalkan pemikiran arsitektur tropis modern Indonesia yang telah dirintis oleh generasi sebelumnya dan ketertarikan pada arsitektur tradisional mulai muncul serta menguatnya tradisi berarsitektur modernis rasional sejati.
Periode Ketiga Periode ini berlangsung antara tahun 1970-1980 ditandai dengan munculnya orde baru dalam politik Indonesia. Pencanangan pembangunan nasional berjangka (PELITA) yang dibuat penguasa politik pada saat itu membuat iklim rancang bangun bergairah kembali. Periode ini merupakan puncak karya dari
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (5 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
generas kedua seperti : −
Han Awal : Konsep Tower in Park pada kompleks Inversitas Atmadjaya, Jakarta
−
Soejoedi : Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Kedutaan Prancis dan Sekretariat ASEAN.
−
Slamet Wirosanjaya, dikenal sebagai landscape handal.
−
Djauhari Sumintardja, menerbitkan buku Kompendium Sejarah Indonesia.
Kemudian para lulusan pertama “pendidikan arsitektur dalam negeri” yang lulus pada tahun 1970-an seperti Robi Sularto, Adhi Moersid, Yuswadi Saliya, Dharmawan, Eko Budiardjo, dan Gunawan Tjahyono muncul sebagai generasi arsitek ketiga di Indonesia setelah dua generasi sebelumnya mencapai puncak karyanya pada periode ketiga ini. Yang menjadi fokus arsitektur pada masa ini adalah pencarian identitas Arsitektur Indonesia dan kebangkitan arsitektur tradisional. Tradisi modernis rasional yang dibawa dua periode sebelumnya mendapat kritikan keras sejalan dengan derasnya arus pemikiran arsitektur dunia.
Periode Keempat Periode ini berlangsung antara tahun 1980-1990, arsitek generasi ketiga mencapai puncak karyanya. Proyek-proyek yang ditangani adalah proyek-proyek yang berskala besar (pemerintah). Periode ini diramaikan juga oleh para arsitek yang juga merupakan produk kedua pendidikan arsitektur dalam negeri, yaitu Josep Prijotomo, Budi Sukada, Bagoes P.Wiryomartono, Baskoro Tedjo, Zhou Fuyuan, Andi Siswanto serta beberapa arsitek lulusan luar negeri yaitu Antonio Ismael, Budiman H. Hendropurnomo, dan Budi Lim. Kemudian beberapa biro-biro arsitek muncul seperti biro arsitek: Atelier 6, Gubah Laras, Encona, Tripanoto Sri, Team 4, Arkonin, dan Parama Loka. Puncak dari karya arsitek pada periode ketiga yang beberapa diselubungi oleh nama besar biro arsiteknya, seperti : −
Atelier 6 dengan karyanya Executive Club Hilton Jakarta, serial Hotel Santika, gedung STEKPI,
Hotel Nusa Dua dan Masjid Said Naum (karya terbaik Adhi Moersid). −
Tripanoto Sri, dengan serial arsitektur Keluarga Cendana, kompleks TMII, RS. Kanker Indonesia.
−
Y.B. Mangunwijaya dari TH Aachen Jerman, dengan karyanya perumahan di Kali Code
Yogyakarta, tempat ziarah Sendang Sono, rumah tinggal Arief Budiman di Salatiga
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (6 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
−
Gunawan Tjahyono, dengan karyanya Gedung Rektorat UI.
Yang menjadi fokus arsitektur pada periode ini yaitu keinginan untuk mensenyawakan arsitektur modern dan tradisional dengan penekanan lebih kepada simbol makna dan budaya dibandingkan dengan permasalahan kondisi tropis.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (7 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
Periode Kelima Periode ini berlangsung antara tahun 1990-2000, merupakan kondisi kontemporer arsitektur Indonesia dan percepatan peristiwa merupakan karakter yang menonjol pada periode ini. Periode ini ditandai dengan munculnya arsitek muda Indonesia (AMI) : Sonny Sutanto, Marco Kusumawijaya dkk., dan bergabungnya arsitek periode keempat (Josep Prijotomo dkk) dalam periode ini. Beberapa karya yang menonjol periode ini dan mendapat penghargaan yaitu: file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (8 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
−
DCM (Budiman, Sonny, Dicky) : Tugu Park Hotel di Malang, Gedung Ford Foundation untuk
ASEAN (bekerja sama dengan Gunawan Tjahyono). −
Budi Lim : Urban Infill di Bank Universal Hayam Wuruk dan Konservasi Bank Universal Melawai.
−
Thamrin dan Kelompok Kumuh : Gerbang Utara ITB.
−
Arcadia (Gatot, Armand dan Tony) : The Condor, Dunia Fantasi Ancol.
−
Krish Suharnoko, Café Batavia
−
Irianto : Kantor Bank Exim Kamayoran.
−
Sardjono Sani : Rumah Tinggal Tusuk Sate di Pondok Indah Jakarta.
−
Fuyuan : Rumah Pabrik.
−
Yori dan Marco K. : Rumah Murah Swadaya Plan International Kupang
Fokus arsitektur pada periode ini lebih kepada pengungkapan tradisi berarsitektur AMI yaitu peningkatan profesionalisme, penjelajahan desain dan kejujuran berekspresi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (9 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%206.htm (10 of 10)5/8/2007 3:32:59 PM
7
7
.
sejarah perkembangan dan konsep arsitektur india
A. Sejarah Perkembangan Arsitektur India Arsitektur India menunjukkan keberagaman ditnjau dari sejarah, budaya dan geografi. Keberagaman arsitektur tersebut menyebabkan kesulitan untuk mengidentifikasikan ke dalam satu karakterisktik style yang mewakili keseluruhannya. Kesemuanya merupakan hasil dari rangkaian tradisi masa kuno dan berbagai ragam budaya setempat ke dalam tipe dan bentuk bangunan, serta pengaruh teknologi dari Barat, Asia tengah maupun Eropa. Sejarah arsitektur India dimulai dari masa peradaban lembah Indus (Indus Valley Civilisation), kemudian arsitektur pada masa Vedik1, berlanjut hingga masa Maurya-Gupta atau dikenal dengan era perkembangan Buddha, arsitektur biara (monastery) dan batu/dinding pahat (rock cut), kemudian diikuti dengan kemegahan bangunan kuil pada masa pertengahan. Sementara, penguasa Turki dan Afghannistan di utara pada masa pertengahan telah membawa India kepada tradisi arsitektur kubah (dome dan vault). Munculnya arsitektur Mughal pada abad ke-16 menggambarkan penggabungan antara elemen arsitektur regional India dengan elemen arsitektur Persia dan Asia Barat. Pengaruh Barat terutama Eropa tak terelakkan selama masa kolonisasi Eropa di India termasuk gaya Manneris, Barok, Neo-klasik, dan Neo-
gotik mulai dari abad ke-16 hingga akhir abad ke-19, yang kemudian dikenal dengan gaya Indo Saracenic. Arsitektur India telah membawa pengaruh yang besar terutama ke Asia Timur sejak kelahiran dan penyebaran agama Budha. Sejumlah elemen arsitektur India seperti stupa, sikhara, pagoda (meru),
torana (gerbang) telah menjadi simbol terkenal arsitektur Hindu dan Budha yang berkembang dan digunakan di Asia Timur dan Asia Tenggara seperti yang terdapat pada bangunan candi Angkor Wat di Kamboja dan Prambanan di Indonesia. Peradaban awal India dimulai dari Lembah Indus, yang terdiri dari permukiman perkotaan kuna termasuk kota metropolitan; Mahenjo Daro dan Harappa dengan berbagai macam karakteristik rumah, tempat pemandian yang dihubungkan dengan sistem drainase umum yang baik pada masa itu. Struktur kota berbentuk grid diikuti jalur drainase disepanjang jalan umum dikelilingi oleh benteng. Selain benteng, tipe file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (1 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
bangunan yang penting lainnya saat itu adalah lumbung, tempat berdagang, pemandian umum, yang terakhir ini diyakini sebagai tempat pemujaan untuk kesuburan. Keseragaman tatanan kota, tipologi bangunan, dan ukurannya yang terbuat dari batu bata bakar yang menunjukkan koordinasi yang baik antara sosial dan politik pada saat itu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (2 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
B. Arsitektur Hindu
Seperti halnya diketahui dari sejarah perkembangan kebudayaan Timur, bahwa agama Hindu lahir di lembah sungai Indus ( kawasan Sind dan Punjab ). Agama ini lahir dari perpaduan agama Tuhan Vedis sebagai agama sukubangsa Aryan (Aria) dengan agama suku bangsa Dravidians (percaya adanya inkarnasi) yang merupakan daerah invasi dari sukubangsa Aryan pada masa itu. Perpaduan itu tercetus dalam buku Rig-Veda (kitab agama Veda) yang pada permulaan tahun masehi disempurnakan dengan terciptanya kedewaan Trimurti : Brahma, Wisnu dan Siwa. Arsitektur hindu dikenal lewat rancangan kuil-kuil hingga sampai ke Asia Tenggara mulai abad ke-5 hingga ke-13. Pada masa itu terdapat beberapa kerajaan yang terbagi wilayahnya menjadi utara dan selatan. Dua kutub kerajaan ini mempengaruhi bentuk dan performansi dari kuil-kuil Hindu, seringkali disebut dengan Kuil Dravida di India Selatan, dan kuil Nagara di India Utara. Diantara kedua style tersebut juga berkembang kuil dengan style yang berbeda seperti yng terdapat di wilayah Bengal, Kashmir dan Kerala. Umumnya kuil-kuil dengan rancangan terbaik yang menjadi ikon bagi arsitektur Hindu berada di wilayah Selatan. Arsitektur kuil di India Selatan tidak menggunakan konsep arsitektur kuil di India Utara yang dipengaruhi oleh Persia, Rajastan dan langgam Jaina. Di India Selatan terdapat tujuh kerajaan yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan arsitektur kuil Hindu yaitu: −
Kerajaan Pallava, memerintah dari abad ke-6-9 Masehi. Kuil besar yang dibangun pada masa
pemerintahannya yaitu kuil Mahabalipuram dan ibukotanya Kanchipuram, sekarang berada di wilayah
Tamilnadu. −
Kerajan Chola, kerajaan ini berkuasa pada tahun 900-1150 M diperintah oleh Rajaraja Chola I dan
putranya Rajendra Cholaruled dan membangun kuil Brihadeshvara dan kuil Siwa Thanjavur.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (3 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
Kerajaan Chalukya Badami yang disebut Chalukya awal yang diperintah oleh, Badami pada tahun
−
543 - 753 M yang kemudian menghasilkan langgam Vesara disebut juga Arsitektur Chalukya Badami. Contoh yang paling bagus dari seni kuil ini nampak pada kuil Pattadakal, Aihole dan Badami di Karnataka utara. Leibh dari 150 kuil tertinggal di lembah Malaprabha. Kerajaan Rashtrakuta yang memerintah wilayah Manyakheta, Gulbarga tahun 753-973 M
−
membangun beberapa kuil Dravida di Ellora (kuil Kailasanatha). Kuil lain yang menarik yaitu kuil Jaina Narayana di Pattadakal dan kuil Navalinga, Kuknur di Karnataka. Chalukya Barat disebut juga Chalukya Akhir yang memerintah Decca dari tahun 973-1180 M
−
menghasilkan kembali langgam chalukya dikenal dengan langgam Gadag, yang artinya di dalam dan antara (in-between). Terdapat lebih dari 50 kuil yang masih bediri di sekitar sungai Krishna, di tengah Kartanaka. Kuil Kasi Vishveshvara di Lakkundi, Mallikarjuna di Kuruvatii, Kalleshwara di Bagali dan Mahadeva di Itagi merupakan kuil-kuil yang indah dan menarik yang dibangun oleh arsitek-arsitek semasa kerajaan Chalukya akhir. Raja Hoysala memerintah India Selatn pada tahun 1100-1343M dan mengembangkan sebuah
−
konsep arsitektur yang disebut Hoysala Arsitektur id negara Karnataka. Karya arsitektur kuil yang terbaik yaitu kuil Chennakesava di Belur, kuil Hoysaleswara di Halebidu, dan kuil Kesava di Somanathapura. Kerajaan Vijayanagar yang memerintah seluruh wilayah India Selatan pada tahun 1343-1565 M
−
membangun sejumlah kuil di ibukota Vijayangar dengan menggabungkan beberapa langgam yang berkembang di India Selatan pada masa sebelumnya. Beberapa elemen yang dihasilkan dari karya tersebut yaitu pilar Yali (pillar yang bersimbol kuda), balustrade (parapets) and pilar berhias (manatapa). Beberapa raja yang memerintah Vijayanagar membangun kuil-kuil terkenal dengan gaya arsitektur Vijayanagar. Menurut Fergusson2, Arsitektur hindu di India dibagi atas tiga langgam: −
Langgam Hindu Selatan, dipraktekkan oleh bangsa ras Tamil dan seluruh wilayah yang terletak
antara Cape Comorin dan Nerbuddha or wilayah Vidya. −
Langgam Utara atau Hindu Arya, ditemukan hanya di wilayah Himalaya yang berbatasan
dengan ras Arya yang berbahasa Sancrit atau dikenal dengan ‘the Bengal Presidency’.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (4 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
−
Langgam Kasmir atau Punjab, berbeda dari kedua diatas, akan tetapi lebih mirip kepada
langgam yang di selatan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (5 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
Selama abad pertengahan, banyak kuil Hindu dibuat dari pahatan dinding tebing atau bukit. Hingga saat ini konsep arsitektural Hindu mempengaruhi bangunan-bangunan atau arsitektur Budha. Konsep merancang kuil dibuat oleh seorang Brahmin. Brahmin juga menentukan pemilihan tapak dan menguji keadaan tanah, dan tebalnya sesuatu dinding atau tiang mengikut segi “mithologykal adan astronomikal” Hindu yang dikenal dengan Formula “Vastupurshamandala” (tatanan untuk bangunan sakral). Tantanan ini dituangkan dalam tatanan ilmu arsitektur Hindu dinamakan vastushastra. Tatanan inilah yang mengatur konsistensi rancangan dari kuil-kuil di wilayah India.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (6 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
Kuil-kuil hindu menggunakan bentuk empat persegi daripada bentuk lingkaran seperti yang digunakan dalam arsitektur Budha. Bentuk empat persegi ini menyimbolkan kestabilan dan kekekalan. Beberapa ciri lain dari arsitektur hindu yaitu penggunaan sistem trabeate yaitu massive block dari batu yang menjadi material dasar dalam pembangunan kuil India. Sistem ini berupa tiang tegak dengan alang melintang sistem ini digunakan dengan begitu meluas sekali. Walaupun sistem “ Arch Vault” lebih ekonomis dan digunakan di seluruh dunia. Mandala empat segi atau charta firasat arsitek Hindu, mengandung 64 atau 81 kotak. Brahma, Dewa utama, pemelihara dan pemusnah menduduki empat segi tengah. Dewa-dewa lain menduduki tempat-tempat di penjuru. Kuil hindu memiliki empat ruang prinsip dalam perancangannya yang menjadi konsep arsitektur Hindu yaitu Garbha griha, Mantapa, Gopura dan Choultri dengan penjelasan sebagai berikut.
B.1. Garbha griha Merupakan bagian utama dan terpenting dari kuil dan merupakan inti/induk bangunan yang disebut
vimana (di India Selatan) atau mulaprasada (di India Utara). Denahnya berbentuk bujursangkar atau file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (7 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
persegi, untuk kuil yang kecil biasanya perbandingan antara tinggi dan lebar bangunan 1:1 atau berbentuk kubus, dan kuil yang besar biasanya tingginya jauh lebih besar daripada lebarnya. Terdapat bagian yang tegak lurus terbuat dari batu dan granit yang didekorasi dengan pilaster dan ornamen. Vimana beratap tingkat seperti pyramid umumnya terbuat dari bata yang diplester dengan semen kemudian diakhiri dengan ‘dome’ kecil (umumnya di india selatan). Vimana yang terbesar di Tanjore yang terdiri dari 14 tingkat dengan tinggi hampir 200 ft.
B.2. Pelataran depan atau Mandapa Pelataran depan atau ‘Mantapa’, ruang bagian luar yang sebagian dilingkupi dinding dilingkupi oleh dinding yang memiliki pintu, satu pintu merupakan penghubung untuk ke vimana sedangkan pintu yang lain merupakan akses dan masuknya cahaya ke ruang dalam. Ruang mandapa berbentuk bujursangkar atau persegi, biasanya sama bentuknya dengan bangunan kuil inti (vimana). Beberapa kuil memilki ‘mandapa luar atau Maha Mandapa’ dan ‘mandapa dalam atau Ardha Mandapas’. Ada juga kuil yang memiliki gabungan dari kedua mandapa, biasanya yang mandapa luar bersifat terbuka dan mandapa dalam bersifat tertutup. Atapnya berbentuk piramid, tapi jauh lebih rendah dari atap vimana, sering juga file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (8 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
berbentuk flat yang tidak berornamen. Atap ditopang oleh pilar, akan tetapi sebisa mungkin dikurangi jumlah pilar dengan membuat kotak-kotak pembalokan pada ceiling (bracketing) dan ‘projecting cornices’.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (9 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (10 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
B.3. Gerbang Piramid ‘Gopura’
Gerbang atau Gopura adalah jalan masuk (entrance) untuk memasuki kompleks halaman kuil yang berbentuk persegi yang biasanya mengitari vimana. Jumlah gerbang mengikuti jumlah dinding pagar, kadang-kadang juga bisa melebihi jumlah dinding pagar. Bentuk gapura indentik dengan vimana, meskipun demikian terdapat satu sisi yang lebih besar dan lebih panjang. Pada sisi yang panjang terdapat bukaan yang biasanya 1/4-1/7 dari lebarnya. Menurut Fergusson, gerbang piramid yang paling besar dimiliki oleh kuil di Combaconum, yang merupakan ibukota Kerajaan Chola setelah penolakan Tanjore. Terdiri dari 12 tingkat termasuk basement yang terbuat dari granit dan datar, sementara keseluruhan piramid terbuat dari batu bata diplester dengan sculpture dan ornamen.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (11 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (12 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
B.4. Hall berpilar atau ‘Choultri’,
Choultri ini berada bangunan extra di sekitar kompleks kuil biasanya digunakan untuk berbagai macam kegiatan upacara dengan tarian dan nyanyian serta upacara perkawinan. Pada awalnya sebagai beranda (porches), kemudian berkembang menjadi ruang untuk berbagai kegiatan terutama untuk upacara yang berhubungan dengan perkawinan. Hall berpilar yang besar yaitu ada di Tinnevelly yang terdiri dari 100 kolom pada sisi yang panjang dan 10 pada sisi yang lebarnya. Kemudian hall berpilar di Chillumbrum terdiri dari 24 kolom pada sisi lebar dan 41 kolom pada sisi panjangnya.
C. Arsitektur Budha file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (13 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
Arsitektur batu (stone architecture) juga telah tumbuh di India terbukti pada tinggalan sejarah istana Pataliputra dan juga
Ashoka Stambha (prasasti tugu monolitik) yang bertuliskan maklumat dari raja Ashoka. Pada ujung atas prasasti terdapat ukiran batu berkepala empat singa yang menjadi simbol dari kerajaan Ashoka. Pada masa Ashoka telah diperkenalkan arsitektur batu pahat yang mentradisi hingga lebih dari 100 tahun lamanya hingga masa arsitektur Budha, Jaina dan Hindu, terdapat banyak ruangruang pemujaan yang dipahat di dinding tebing atau gunung. Konon katanya tradisi ini berasal dari Mesir kuna dan Persia. Pada saat yang sama, Viharas (Buddhist monasteries), mulai dibangun setelah kematian Budha terutama pada masa Kerajaan Mauryan with karakteristik monumen stupa, chaitya; ruang meditasi
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (14 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
yang terdapat stupa didalamnya.
Arsitektur Budha berkembang pada masa Pemerintahan Ashoka, terdapat tiga bangunan yang penting dalam arsitektur Budha yaitu chaitya (ruang meditasi para biksu), vihara (asrama) dan stupa (monumen
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (15 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
budha). Dalam satu lahan paling sedikit terdapat satu chaitya dan beberapa vihara.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (16 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
C.1. Stupa Stupa adalah monument untuk memperingati Budha dan para pengikutnya berbentuk setengah bulatan mempunyai pengertian falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome of Heaven) atau melambangkan struktur kosmik yang menetap terbuat dari batu atau tanah atau material lainnya dengan struktur dan konsep arsitektural sebagai berikut:
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (17 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
Bangunan stupa terdiri dari beberapa bagian atau elemen yang membentuk satu konsep arsitektur sebagai berikut: −
Harmika yaitu pagar empat segi stupa memberi peringatan “syurga 33 tahun lambang dari peti
suci Budha dan menjadi sentral dari meditasi −
Yashti berbentuk tiga Lapis payung yang melambangkan paksi dunia.
−
Stambha, tiang yang bertuliskan ukiran ayat-ayat suci dari kitab Pali berfungsi sebagai alat
sebaran agama Budha −
Vedik, pagar yang mengelilingi stupa pada mulanya dibuat dari bahan kayu, pada zaman syuga
digantikan dengan bahan batu. −
Torana, gerbang (jalan/pintu masuk) ke dalam stupa yang berasal dari bahasa Sansekerta.
C.2. Chaitya Griha Chaitya griha adalah tempat meditasi para sami Budha dalam mempelajari ajaran Budha, kata ini berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tempat suci. Chaitya terdiri dari barisan tiang yang beratap, di ujungnya yang membentuk membentuk garis keliling melingkari stupa yang ada didalamnya. Pada beberapa site dari tipikal chaitya ada yang berbentuk sekuen dari bentuk persegi diakhiri dengan ruang suci tempat stupa. Contoh Chaitya yang paling bagus terdapat
Ajanta and Ellora.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (18 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (19 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
Berbagai macam bentuk dan konsep chaitya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (20 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
C.3.Vihara (Monasteries)
Monasteries (Vihara) merupakan asrama atau tempat tinggal para sami Buddha selama mereka bermeditasi. Vihara terdiri dari ruang-ruang sel kecil yang terisolasi dan ruang bersama berupa hall yang dikelilingi oleh tiang-tiang (portico) yang merefleksikan ruang komunal dari asrama, sehingga vihara dikenal sebagai hall dengan serambi. Orientasi dari vihara bervariasi tidak ada arah tertentu sebagai patokan. Berbagai macam tipikal dari vihara terdapat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (21 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
7
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab-7.htm (22 of 22)5/8/2007 3:33:01 PM
2
sejarah perkembangan dan konsep 8 arsitektur china .
A. Sejarah Perkembangan Budaya dan Pemerintahan di China
Cina memiliki sejarah yang panjang dan bergejolak sejak masa primitif hingga saat ini. Peradaban Cina mulai terbangun sejak 4000 hingga 5000 tahun yang lampau. Secara umum Wilayah China secara garis besar terbagi atas Huabei ( China Utaradan Huanan ( China Selatan ).Pada abad ke 2 SM terdapat suatu pemerintah yang bertsruktur di Cina yang memmasuki masa ke kaisaran atau Dinasti. Dinasti Tang disebut sebagai masa emas dari Sejarah Cina, dimana pada saat itu seni lukisan, patung, sastra, dan kayu cetak dan produksi massal buku mengalami perkembangan yang pesat. Begitu pula, pada saat dinasti Tang ini pula, agama budha disebarkan ke Jepang. Pengaruh rancangan arsitektur kota dan Budha pada masa itu sangat besar pada perancangan kota dan bangunan kuil Budha di Jepang. Dinasti Ming, dinasti terakhir yang diperintah pribumi berkembang hingga ke Mongol atau Yuan yang merupakan dinasti yang didirikan oleh Kublai Khan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (1 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tabel. 7.1. Tata Urutan Dinasti di Cina dan Karakteristik Sejarahnya
Dinasti Hsia c.1994-c.1523 SM•
Shang or Yin c.1523-c.1027 SM Chou c.1027-256 SM•
Ch'in 221-206 SM•
Han 202 SM- 220•M
Three Kingdoms 220-265•
Tsin or Chin 265-420
Sui 581-618•
T'ang 618-907• Five Dynasties and Ten Kingdoms 907-960• Sung 960-1279•
Yüan 1271-1368•
Ming 1368-1644•
Ch'ing or Manchu 16441912•
Karakteristik dan Sejarah Membangunan saluran irigasi, mereklamasi tanah, senjata perunggu, kendaraan tempur, penggunaan binatang domestik, bercocok tanam padi dan gandum, penggunaan simbol dalam penulisan Tonggak sejarah dinasti china pertama, masyarakat pertanian dengan birokrasi, perumusan strata social, aksara dan penulisan lebih baik, kalendar China, dan masa emas pencetakan perunggu Masa Klasik (Konfusius, Lao Tzu, Mencius), kekisruhan dalam politik, rancangan hukum tertulis, ekonomi mata uang, penggunaan besi, kerbau dalam pembajakan sawah, masa peperangan 403-221 SM Penyatuan Cina dibawah kekerasan Shih Huang-ti, feodalisme digantikan oleh birokrasi pemerintah berjenjang, standadisasi penulisan, pembangunan jalan, kanal dan Tembok raksasa Penyatuan lebih solid, kekerasan berkurang, konfusianisme menjadi dasar pemerintahan birokrasi bertingkat, pengenalan terhadap Budha, kompilasi sejarah dan kamus bahasa Pembagian atas tiga pemerintahan: Wei, Shu, Wu. Wei menjadi dominan, konfusianisme meredup, penguatan Taoism dan Buddhisme, pengetahuan ilmiah diadopsi dari India Dikembangkan oleh Wei, ekspansi perlahan ke Asia Tenggara, rangkaian barbarisme dari dinasti Cina utara, pertumbuhan dan perkembangan Budha Reunifikasi, pendirikan kembali sentralisasi pemerintahan, Budhaisme dan Taoisme menjadi favorit, tembok raksasa dibangun kembali, sistem kanal didirikan Ekspansi teritorial, budhaisme dibawah tekanan, pelayanan masyarakat berdasarkan Konfusianisme, masa keemasan seni sastra dan sajak ( Li Po , Po Chü-i , Tu Fu ), patung dan lukisan Masa perang, korupsi pemerintahan, kesukaran, pengembangan luas percetakan, pencetakan uang kertas pertama. Masa perubahan sosial dan intelektual, neo-konfusianisme mencapai keunggulan dari Taoisme dan Budhaisme, sentralisasi birokrasi, pengembangan perkebunan the dan katun (tekstil), serbuk mesiu pertama kali digunakan oleh militer. Dinasti Mongol ditemukan oleh Kublai Khan, kontak dengan asing (barat), ide konfusianisme mengecewakan, masa emas aksara Cina, pemberontakan di Mongolia dan Cina Selatan mengakhiri dinasti Mongolia keluar, konfusianisme dan pelayanan masyarakat diterima kembali, kontak dengan pedagang Eropa, misionari, pengembangan arsitektur porselin, novel dan drama. Pendirian Mancu, perluasan teritorial tetapi kekuasaan Cina melemah secara perlahan, penurunan kekuasaan sentral, peningkatan perdagangan eropa, kekuatan asing membagi Cina kedalam lingkungan yang terpengaruh Perang Opium, Hongkong diserahkan, pesilatan berkembang, kerajaan Cina terakhir
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (2 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
B. Sistem sosial budaya Cina Cina memiliki wilayah yang luas dengan total area wilayah 9,596,960 kilometer persegi dihuni oleh beragam etnis seperti suku Han, Zhuang, Uygur, Hui, Yi, Tibetan, Miao, Manchu, dan Mongol. Sejak dahulu Cina memiliki kepercayaan kepada pemujaan roh nenek moyang, kemudian pada masa dinasti Chou sekitar tahun 1027-256 SM• muncul suatu ajaran Konfusianisme, ajaran Lao-tse, Mo Ti, dan Mencius yang menjadi dasar filosofi masyarkat Cina hingga kini. Budhisme yang berasal dari India. Budhisme mencapai titik emas dalam penyebaran agama di Cina yang masuk pada masa Dinasti Han. Hierarki sosial dalam masyarakat diperkenalkan pada ketika mulai terbentuk suatu organisasi masyarakat yang sejalan dengan ditemukannya aksara dan penulisan. Strata sosial pada masa itu masih terbagi atas pekerjaan dan kemakmuran yang diperoleh misalnya Raja dan bangsawan, petani, seniman, dan pedagang. Pada masa dinasti Chou sistem pertanian dikelola dengan baik, penerapan sistem pembajakan sawah meluas hingga ke Asia Tenggara ketika terjadi ekspansi wilayah dan budaya ke bagian selatan Cina. Cina masih terisolasi dari dunia luar hingga abad ke-2 Masehi ketika datang pengaruh Budha dari India, pada masa itu Cina mengadopsi kemajuan ilmiah dari India. Kemudian kontak dengan Barat terjadi pada masa Dinasti Yuan sekitar abad ke-12. Portugis menduduki Macao, dan Inggris di Hongkong. Pada abad ke-19, Cina melepaskan Hongkong untuk menjadi satu negara sendiri setelah pendudukan Inggris pada pertengahan abad ke-19. Seni Lukisan, kaligrafi dan keramik berkembang luas dan banyak dikagumi oleh bangsa lain. Keramik dan porselin Cina merupakan suat komoditas perdagangan Cina ke beberapa negara pada masa itu.
C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Cina B.1. Konsep dan Filosofi Arsitektur Cina
Filosofi arsitektur Cina sangat dipengaruhi oleh filosofi dari kepercayaan dan ajaran Konfusianisme, Taoisme dan Budhisme. Terdapat simbol dan lambang-lambang dari bentuk ideal dan keharmonisan dalam tatanan masyarakat. Bentuk ideal dan keharmonisan dalam masyarakat tersebut dapat dilihat dari filosofi Tien-Yuan Ti-
Fang yang berarti langit bundar dan bumi persegi, dimana persegi melambangkan keteraturan, intelektualitas
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (3 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
manusia sebagai manifestasi penerapan keteraturan atas alam dan bundar melambangkan ketidakteraturan sifat alam. Kemudian filosofi Tien-Yen-Chih-Chi, artinya diantara langit dan manusia yang menggambarkan peralihan dua alam yang disimbolkan dalam bentuk bundar-segi empat-bundar. Konsep Keseimbangan dalam kehidupan diatur dalam dualitas Yin dan Yang, hong Shui atau Feng Shui. Yang adalah sebagai energi positif, jantan, terang, kuat, buatan manusia. Sementara, yin digambarkan sebagai energi negatif, betina, gelap, menyerap elemen. Hong shui atau Feng Shui merupakan kompas kehidupan yang mengaur keseimbangan yang memiliki elemen alam seperti angin, air, tanah dan metal. Kompas merupakan adaptasi metodis karya manusia terhadap struktur alam raya sehingga menjadi pedoman dalam pendayagunaan energi dan sumber alam untuk penyelarasan nafas dunia. Selain itu juga membantu manusia memanfaatkan gaya-gaya alam dari bumi dan menyeimbangkan Yin dan Yang guna memperoleh Qi yang baik, yang menggambarkan kesehatan dan vitalitas. Hal-hal yang mempengaruhi Hong Shui menyangkut keseimbangan 5 (Lima) Unsur yaitu waktu Kelahiran, kondisi tanah pada lokasi ( tapak) , arah dan ukuran bangunan, orientasi Ruang Dalam, pola Penempatan ruang dalam
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (4 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (5 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (6 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Dari filosofi arsitektur yang dijelaskan sebelumnya maka prinsip-prinsip dasar dalam arsitektur Cina adalah sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada bumi bukan surga, mengutamakan ilmu pengetahuan bukan kemuliaan, seperti tidak ada pembedaan prinsip antara bangunan sakral/religius dengan bangunan umum, hanya arah kegiatan, susunan ruang yang memiliki penekanan berbeda, secara umum bersifat sequensial Horisontal, sakral Hirarkis Konsentris, mengutamakan posisi, gerak dan orientasi manusia dalam ruang Eksplorasi prinsip tersebut dalam Arsitektural yaitu −
Potensialitas Dinding
−
Penonjolan individualitas bangunan
−
Pengorganisasian susunan CourtYard
−
Permainan tinggi lantai
−
Bangunan dibatasi taman
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (7 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
−
Rumah utama bersumbu Utara-Selatan dan selalu memilih tempat yang lebih tinggi
−
Interior dengan elemen utama perabot berukir dengan warna megah sebagai lambang gengsi.
−
Pintu dan jendela menjadi elemen penunjang yang penting dalam tatanan permukaan
bangunan. −
Adanya privasi berdasarkan rasa hormat dan keintiman tata laku/ Etiket Bangsa Cina yang
diterapkan secara vertikal dengan langit-langit, atap dan secara horisontal dengan Court Yard dan Lantai
4. Hirarki dan Status, pada umumnya dicirikan oleh lokasi lahan terhadap jalan Utama/Strategis, jumlah Court Yard, warna tiang, bentuk dan kerumitan ornamen atap, serta jumlah trave hall : 9 (kaisar ) 7 (putra mahkota) 5 (Mandarin) 3 ( rakyat biasa)
5. Koordinasi atau orientasi, sebagai sikap dan pandangan terhadap rumah sebagai sel dasar arsitektur dan keluarga merupakan mikrokosmos dari tatanan masyarakat umum sehingga pengaturan dan koordinasi sel dasar memiliki arti sebagai pengaturan dan koordinasi dunia
6. Tata Ruang Rumah 7. Struktur dan Konstruksi, konsep yang diterapkan pada rangka atap dengan sistem saling tumpang, bukan kuda-kuda dengan penyangga miring, kolom sebagai pendukung beban atap, dinding sebagai pembatas non struktural dan sistem bracket ( Tou Kung).
8. Stilistika, seluruh permukaan bangunan penuh dengan dekorasi, pola lantai : diagonal ( jen), hexagonal (Kou), Susunan Bata ( Ting), bangunan menggunakan konstruksi kayu dan dengan kombinasi warna yang menyolok seperti merah, kuning dan hitam.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (8 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Hierarki pemerintahan administrasi perkotaan dan desa di Cina yang diterapkan sejak masa dinasti Chin terdiri dari empat tingkat yaitu : −
County town = kota ( xian )
−
Township = sub kota ( xiang )
−
Market Town = kota dagang ( zhen )
−
Village = desa ( cun )
Dalam perencanaan kota-kota awal di Cina terdapat beberapa prinsip sebagai berikut. 1.
Kota Berdinding
Dinding sebagai unsur penting dalam formulasi bentuk/struktur kota 2.
Konsep Keseimbangan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (9 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Kesan Stabil dengan Keseimbangan Dinamis −
Komposisi Arsitektural
−
Konsepsi Confusius : Formal, Simetri, Garis Lurus, Beraturan, Kejelasan
−
Komposisi Lansekap
−
Komposisi Taoisme : Informal, Asimetri, Misteri, Garis Lengkung, Tak Beraturan, Romantis dan
Alam Liar 3.
Prosedur Perancangan dan Perencanaan Kota −
Pemilihan Tapak berdasarakan pengamatan Aspek Alami : Topografi, Geologi, Sumber Air,
Orientasi −
Hubungan Lahan dengan Bentuk/Struktur Kota dimana bentuk ditentukan oleh hubungan Simbolik,
Estetik dan Fungsional antara Kota dan Lingkungan −
Berdasarkan Prinsip-prinsip Keseimbangan Yin dan Yang
B.2. Tipologi Arsitektur Cina Dari perjalan sejarah yang panjang terhadap perkembangan arsitektur di Cina terdapat beberapa tipologi arsitektur Cina seperti Istana, Kuil atau Kelenteng, Gerbang (Pai Lou), Pagoda ( 5 – 7 tingkat), Tembok Raksasa sekitar 3000 kilometer, Kuburan yang memiliki fungsi dan karakteristik sendiri. Pada dasarnya arsitektur Budha Cina terbagi atas arsitektur pagoda, kuil
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (10 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
budha, dan pahat dinding batu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (11 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Dari bangunan arsitektur religius yang beragam dan dipengaruhi oleh Budha, Cina juga kaya dengan arsitektur vernakular. Di wilayah bagian selatan, yang merupakan induk dari rumpun Austronesia menjadi konsep awal dari aristektur Austronesia. Beberapa tipologi rumah vernakular Cina yang ada di Cina dibagi atas beberapa tipe seperti : −
Rumah bata dengan ruang terbuka persegi di sebelah utara China (siheyuan) (I)
−
Arsitektur subterranean di wilayah loess seperti Shanxi, Shaanxi dan provinsi Henan (II)
−
Arsitektur dengan konstruksi kayu dan bata di sebelah barat dan barat daya China(III)
−
Konstruksi kayu di sebelah timur china (IV)
−
Arsitektur tanah liat dan kayu di Hakka (Fujian), Guangdong dan Jiangxi (V)
−
Batu bata, kayu dan bangunan batu sepanjang selatan China (VI)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (12 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tipikal rumah di China Bagian Utara ( Northern China) −
Tipe rumah yang memiliki halamn tengah atau dijenal dengan sebutan siheyuan (Courtyard house)
−
Adanya hutong (gang sempit sebagai frontage dari rumah )
−
Gerbang yang berornamen menuju ke court yard yang disebut dengan chuihuamen (hanging flower
gate) −
Pada tipe dasar hanya terdapat satu ourt yard, sedangkan jumlah court yard bergantung pada besar
rumah.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (13 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (14 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (15 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tipikal rumah dan desa di Loess Region −
Cave dwelling (troglodytic houses)
−
Subterranean house (semi troglodytic house)
−
Adanya kang (tempat tidur yang terbuat dari tanah liat)
−
Desa gua
−
Desa gua di Gansu yang menunjukkan masing-masing rumah memiliki courtyard
Rumah Gua (cave dwelling) memiliki konsep arsitektur sebagai berikut: Pintu masuk (Entriway) berbentuk vault Adanya courtyard Satu rumah biasanya terdiri atas dua atau tiga ruang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (16 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (17 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
Tipe rumah Subterranean house (semitroglodytic houses) −
Frontage rumah berada pada sisi sebuah tebing
−
Adanya close courtyard
−
Entryway memiliki vault
−
Keuntungannya, lebih banyak bukaan untuk sirkulasi udara dan angina dan lebih sedikit resikonya
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (18 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
terhadap gempa
China Bagian Timur (Eastern China) Terbagi atas dua geografi : – dataran landai (Jiangsu dan sebelah utara Zhejiang) dan – berbukit (sebelah selatan Anhui dan Zhejiang) •
Sepanjang sungai Yangtze, sebagai area paling subur di china
•
Courtyard brick gate
•
Suzhou house (row houses)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (19 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
China Bagian Barat dan Barat Daya (Western and South-Western China) •
Brick house
•
Bentuk atap berundak atau bertingkat-tingkat
•
Small courtyard
Hakka Region •
Besar, berbentuk persegi dan lingkaran
•
Terbuat dari bata (brick)
•
Adanya enclose structure (weizi)
Dataran pantai sebelah selatan (The Southern Coast) •
Courtyard house
•
Material bangunan granite block dan bata merah dan kayu
•
Dekorasi biasanya pada bagian atap yang terbuat dari kayu
Material Bangunan dan Teknologi Pit dwelling =Rumah bawah tanah (yaodong): •
Tanah kuning =tanah liat =huangtu ( clay brick)
•
Endapan lumpur sungai yang dikeringkan (mud brick)
•
Tanah lempung ( pounded earth)
Setelah tahun 1949 : •
Adobe brick = tanah liat dan jerami yang dipadatkan kemudian dibakar
•
Granite block dan Bata merah
•
Konstruksi atap : kayu dan genteng
Bentuk dan Ruang •
Modul atau standar dimensi ruang adalah jian
•
Jian adalah ruang yang berada pada interval kolom yang memiliki ukuran tertentu (lebar dan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (20 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
panjang) termasuk ukuran tingginya (volume ruang) •
Banyaknya jian mulai dari satu, tiga dan lima. Jumlah jian yang genap dihindarkan karena mewakili
bentuk asimetri dan bentuk yang tidak tentu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%208.htm (21 of 21)5/8/2007 3:33:02 PM
2
9s .
ejarah perkembangan dan konsep
arsitektur JEPANG A. Sejarah Perkembangan Budaya dan Pemerintahan di Jepang
Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira 4000 pulau mulai dari Hokkaido di utara hingga Okinawa di Selatan. Ada empat pulau besar yang memiliki populasi cukup tinggi yaitu Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku Jepang beriklim sejuk, cuaca dingin berasal dari utara dan panas berasal dari Selatan. Hampir seluruh wilayah memiliki empat musim; dingin, gugur, semi dan panas, terutama di wilayah utara. Area pegunungan meliputi hampir 75% dari seluruh luas wilayahnya dan termasuk negara yang memiliki gunung berapi yang banyak di dunia sehingga gempa sering terjadi dan terdapat banyak titik sumber air panas (hotspring). Perkembangan budaya, ekonomi, dan politik mengalami proses yang panjang sejak dari masa prasejarah hingga sekarang ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (1 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Tabel 9.1. Kronologi Perkembangan Sejarah dan Pemerintahan di Jepang
Jaman/ Masa Jaman Prasejarah
Periode Pemerintahan/ Kekaisaran − Paleolithic age (before 10.000 SM) − Jomon Period (10.000 SM-300SM)
− Yayoi Period (300 SM-300)
Karakteristik dan Sejarah Budaya primitif : Gua sebagai habitat hidup manusia, budaya berburu, kapak batu Pit dwelling, barang tembikar, alat-alat selain batu, berburu, menangkap ikan, pertanian primitive dengan penebangan dan pembakaran Teknik bercocok tanam padi, masyarakat komunal, perlengkapan mulai bervariasi dari kayu dan batu
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (2 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Ekonomi pertanian berkembang, bangunan panggung, rumah individu berkembang, pembuatan tungku pembakaran dari tanah liat, perkembangan peralatan tembikar dan perunggul, pembentukan komunitas kecil (kuni) dengan tata aturannya. − Asuka Period (552- Ekonomi pertanian berkembang pesat, pembentuk birokrasi pemerintahan 645) dengan sentralisasi kekuasaan (tenno), ritsuryo sistem, agama budha diperkenalkan, pengaruh budaya dan teknologi dari Cina dan Korea, pembangunan fisik ibukota Heijo (Nara) dan Heian (Kyoto), munculnya strata sosial dalam masyarakat Perdagangan berkembang, − Nara Period (645pembentukan kota-kota, pembangunan 794) dua ibukota, strata sosial masyarakat menguat, perubahan ritsuryo sistem, pembangunan kuil-kuil Budha (Pagoda) − Heian Period (794- Golongan aristokrat terbentuk, akulturasi agama asli dengan budha, 1185) adopsi arsitektur Budha dari Cina (Pagoda), tumbuhnya rumah bangsawan (shinden style), townhouse, dan farm house. − Kofun/Yamato Period ( 300- 552)
Jaman Klasik
Jaman Pertengahan Kamakura Period (1185- Peralihan pemerintah dari istana ke 1333) golongan militer (shogun), pemindahan ibukota ke Kamakura, kyoto sebagai pusat ekonomi dan budaya, pengenalan Zen-Budhism, tipe rumah samurai Peningkatan craftsmenship berikut organisasinya, pembangunan jalan (highway) dari Kamakura ke Kyoto, munculnya lebih dari 30 post-town (shukuba machi), konsep tea house mulai tumbuh. Nambokucho (1333 – Kekuasaan Shogunate makin menguat, 1392) samurai dwelling, peralihan shogun Kamakura ke shogun Muromachi Muromachi Period (1392- Shogun Muromachi menggantikan 1568) shogun Kamakura, Kyoto sebagai perwakilan pemerintahan, terdapat bangunan Shoin style,samurai resident masih berkembang, pengembangan shinden style,munculnya konsep ukuran ruang, kuil budha makin berkembang dipengaruhi arsitektur Cina.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (3 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Jaman Pre Modern
Momoyama (1568-1615) Peningkatan keahlian dan peralatan pertukangan (craftsment), shoin style, townhouse dan farm house makin berkembang, perekonomian berkembang dari skala kecil menjadi provinsial estat, dan timbul konsep kota baru : castel-town. Edo (Tokugawa) Period Shogun Tokugawa, pemindahan ibukota (1615-1867) ke Edo (Tokyo), istana dan kekaisaran masih exist, perkembangan sosial masyarakat biasa (commoners); petani dan pedagang, townhouse (machiya) dan farm house (minka) makin bervariasi, pengembangan sistem sankin-kotai dan muncul katsura detached palace, alat pertukangan makin maju, pembangunan highway dan pertumbuhan kota-kota baru (post town) sepanjang jalur kereta api.
Jaman Modern
Meiji Period (1867-1912) Shogun Tokugawa jatuh, era pemerintahan modern terbentuk, Kaisar Meiji pindah ke Kyoto, restorasi Meiji, Tokyo sebaga ibukota pemerintahan, pembentukan kekaisaran dalam pemerintahan, pembangunan jalur kereta api, kontak dengan asing (barat), promosi kaum kapitalis, pembangunan pabrik modern, masyarakat menengah tumbuh dan berkembang, pendirian sekolah formal teknik, pengaruh western style dalam rancangan bangunan dan lingkungan Taisho Period ( 1912Pemerintahan modern masih berlanjut, 1926) perubahan lifestyle menjadi modern life style, modernisasi meliputi segala aspek termasuk arsitektur, pembangunan apartemen, kota metropolitan dan perkembangan industri modern. Showa Period (1926Pemerintahan modern masih berlanjut, 1989) penggunaan peralatan modern, pembangunan pabrik, nasional housing, industri booming, westernisasi dalam banyak aspek termasuk tenik bangunan Heisei Period (1989Modernisasi dengan isu-isu sentral :back present) to nature, kemanusiaan serta pembangunan berkelanjutan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (4 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
B. Kronologi Sejarah Perkembangan Arsitektur
Perkembangan arsitektur Jepang yang dimulai sejak masa pra-sejarah yang pada saat itu sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia hingga berbagai macam pengaruh dari negara tetangga: Cina dan Korea serta pengaruh barat yang pertama kali dibawa bangsa Eropa. Secara singkat kronologi perkembangan arsitektur di Jepang dapat dilihat dari skema dibawah ini.
9.2. Kronologi Perkembangan Arsitektur Jepang mulai masa prasejarah hingga modern
Berbagai tipe dan fungsi bangunan yang berkembang mulai masa prasejarah, medieval (Nara) hingga periode Edo dalam arsitektur Jepang, antara lain rumah primitif, bangunan religius: Kuil (Shinto dan Buddha), istana dan puri, rumah toko (machiya), rumah tinggal prajurit (rumah para samurai), vila atau paviliun bangsawan, gedung teater kabuki, rumah tinggal petani (minka), sekolah dan rumah tempat minum teh. Kesemuanya memiliki karakteristik desain tersendiri.
B.1. Pertumbuhan Kota-kota Awal Jepang
Pertumbuhan kota-kota baru di Jepang dimulai sejak masa Nara. Masuknya Budha pada abad ke-6 telah file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (5 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
membuka hubungan perdagangan internasional yang erat dengan Asia khususnya Cina yang dikuasai oleh Dinasti Tang pada masa itu dan Kerajaan yang menguasai jalan sutra. Hubungan dagang tersebut telah membawa pengaruh pada ekonomi, sosial politik dan hukum. Sehingga tidak heran bahwa perencanaan kota Heian (Kyoto) merupakan replika yang lebih kecil dari desain kota Cangan, ibukota Dinasti Tang. Konsep itu pula sebelumnya telah diadopsi dalam perencanaan kota Naniwa pada tahun 645 (sekarang Osaka), kota Fujiwara pada tahun 694 (sekarang sebelah selatan kota Nara), kota Heijo pada tahun 710 (Nara), kota Kuni pada tahun 740, kota Nagaoka, dan kota Otsu. Perencanaan kota-kota tersebut umumnya menggunakan konsep grid. Jalan menjadi pemisah setiap zona, terdapat satu jalan raya utama menuju kompleks istana Kekaisaran yang memerintah pada masa itu dan membelah kota menjadi dua bagian disebut Kota sebelah kiri (Sakyo) dan kota sebelah kanan (Ukyo). Rumah kerabat atau bangsawan berada disekitar komplek istana. Besarnya kota banyaknya zona ditentukan dari sosial ekonomi dan politik dari pemerintahan pada masa tersebut. Kota Heian lebih besar dari kota-kota awal Jepang saat itu.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (6 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (7 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
B.2. Tipologi Bangunan Vernakular Jepang
Rumah Primitif Ciri-ciri dan karakteristik rumah Austronesia tampak pada rumah Jepang pada masa prasejarah. Pengaruh budaya, iklim dan alam sangat menentukan konsep arsitektur rumah awal Jepang. Bentuk rumah tenda berdiri file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (8 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
diatas tanah yang dilubangi (pit dwelling) merupakan perkembangan dari rumah gua. Kemudian, sejalan dengan perkembangan peradaban, telah mengakibatkan terjadinya evolusi pada bentuk dan konsep rumah. Pit
dwelling berevolusi menjadi pit dwelling dengan dinding, kemudian menjadi rumah panggung (raised floor dwelling) dengan struktur kayu dan atap alang-alang. Semua perangkat dan peralatan yang digunakan mengalami perubahan dan kemajuan. Pada saat itu rumah bukan lagi semata sebagai tempat berlindung dari panas dan hujan akan tetapi sudah menjadi penanda status sosial di dalam masyarakat. Pada masa Jomon, pit dwelling dengan dinding banyak didirikan, Kemudian pada masa Yayoi dan Kofun, rumah panggung (takayuka) yang pada sebelumnya hanya dibangun sebagai tipikal lumbung menjadi favorit.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (9 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Pada masa Kofun, terdapat gap yang lebar antara kaum petani yang maju dan kaum aristokrat. Antara pertengahan abad ke-4 hingga abad ke-5 muncul satu sistem strata sosial yang disebut uji-kabane. Kemungkingan sistem strata sosial ini dipengaruhi oleh Kerajaan Silla di semenanjung Korea. Kemudian agama Budha masuk dari Cina dan Korea, akan tetapi pada masa itu kepercayaan lokal (Shinto) yang disimbolkan dengan Amaraterasu o-mikami (dewa Matahari) telah mengakar dan menjadi simbol pemerintahan pada masa itu. Beberapa kuil Shinto yang megah telah dibangun baik di Ise, Izumo dan Sumiyoshi. Konstruksi ketiga kuil ini menggambarkan konsep bangunan Austronesia; bangunan yang dinaikan, denah ruang persegi, lantai ruang berada di atas tiang-tiang yang beralaskan batu, atap pelana, simbol menyilang seperti tanduk kuda di ujung atap. Pada saat yang bersamaan waktu itu pengaruh Budha datang dari Cina dan Korea. Pengaruh teknik bangunan kuil Budha sangat besar pada perkembangan kuil Shinto.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (10 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (11 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (12 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Bangunan Religius
Setelah Budha masuk ke daratan Jepang dari Cina dan Korea, pengaruh arsitektur Budha dari Cina sangat besar. Pada masa itu, orang Cina datang bukan hanya membawa dan menyebarkan agama Budha, akan tetapi juga membawa atribut yang berhubungan dengan tempat peribadatan agama Budha. Kuil Budha pertama yang dibangun abad ke-7 yaitu kompleks kuil Horyu-ji, di dekat Nara. Pembangunan kuil ini memakan waktu sekitar 8 tahun dan selama itu pula telah terjadi transfer teknologi arsitektur Budha antara para tukang dari Cina yang datang khusus mendirikan bangunan tersebut dengan tukang Jepang sendiri. Konsep Pagoda bertingkat 5 yang biasanya terdapat pada kuil Budha dari Cina diadopsi pada kuil ini. Jumlah Pagoda hanya satu dan berada di tengah kompleks kuil. Material bangunan yang digunakan seperti halnya di Cina, kuil Budha ini terbuat keseluruhan dari kayu, dengan konsep sambungan balok dan tiang menggunakan pasak dan tekan, bagian sambungan balok atas menggunakan teknik bracket yang merupakan teknik konstruksi khas kuil Budha di Cina. Setelah selesai pembangunan kuil Horyu-ji kemudian disambung dengan pembangunan kuil Todai-ji di sebelah Timur dari kuil Horyu-ji, Nara pada tahun 745 yang memiliki dua buah pagoda tujuh tingkat didalamnya terdapat patung Budha raksasa. Berikutnya, kuil Budha yang menerapkan konsep arsitektur Jepang berkembang pada masa Heian. Kuil Budha terkenal pada itu dan mewakili kuil Budha berarsitektur Jepang yaitu Phoenix Hall di Uji, dekat Kyoto. Awalnya bangunan ini adalah vila bangsawan, kemudian berubah menjadi kuil. Kuil ini merepresentasikan puncak dari kuil budha dengan arsitektur Jepang yang kemudian dikenal dengan Fujiwara Style dengan penerapan konsep Pagoda yang baru berbeda dari yang sebelumnya, disebut dengan hoto. Hoto menerapkan heaven dome dari simbol Budha pada atap pagoda kemudian digabungkan dengan pent-roof (mokoshi) pada keempat sisinya.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (13 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Pada abad ke-13 muncul konsep arsitektur kuil Zen-Budhisme. Konsep denah kuil Jepang melekat pada konsep simetris pada kuil Cina. Penekanan pada hiasan patung dan eklektisme pada kuil Budha terus berlangsung hingga pertengahan abad ke-14. Hingga sekarang ini kuil budha memiliki berbagai macam langgam namun konse pagoda bertingkat mulai ditinggalkan, prototipe kuil Shinto diabadikan sebagai konsep awal kuil Shinto yang sederhana. Lokasi kuil yang dianggap baik yaitu di atas lahan berbukit dekat dengan hutan, danau kemudian penataan tata ruang luar yang menunjang bagi proses meditasi.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (14 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (15 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Rumah Rakyat Biasa ( Machiya dan Minka)
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (16 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Perkembangan perdagangan mulai tampak pada masa Heian. Pembentukan kota-kota awal Jepang merupakan titik awal perdagangan internasional pada masa itu dengan Asia khususnya Cina. Dalam perencanaan kota Fujiwara, Heijo dan Heian terdapat dua lokasi pasar yang menjadikan titik tersebut lokasi komersial dari kotakota yang direncanakan. Dari perkembangan kota tersebut muncul satu tipe bangunan komersial yang disebut dengan Machiya (lebih mirip artinya dengan rumah toko di Indonesia). Machiya adalah sebuah konsep rumah perkotaan/toko (townhouse) yang mulai berkembang sejak masa Heian sejalan perkembangan perekonomian, konsep perdagangan dan politik yang membentuk pertumbuhan kotakota baru. Biasanya rumah tersebut tidak lebar, bagian depan untuk berdagang dan bagian belakang untuk tinggal, suasana interior dapat dilihat pada gambar berikut ini.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (17 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Selain machiya, rumah untuk rakyat biasa (commoners house) yang mengalami pertumbuhan pesat pada masa Edo yaitu minka. Penekanan perekoknomian pada pertanian sejak masa medieval hingga awal modern telah menyebabkan tumbuh suburnya tipe rumah petani. Minka ini bukan hanya sebagai rumah petani, tetapi termasuk juga rumah para pedagang-pedagang kaya. Terdapat banyak tipe minka yang tersebar di seluruh wilayah Jepang seperti tipe Odachi, Sasu, Gassho, Takabei, Bunto, Kudo dan lain sebagainya. Jika ditinjau dari material dan teknologi bangunan, semua tipe minka menggunakan struktur kayu, dengan dinding dari plesteran tanah liat, kayu dan bambu, atapnya dari jerami dan alang-alang serta genteng. Secara garis besar tatanan ruang dalam minka dibagi atas tiga bagian yaitu Doma, ima dan zashiki. Doma adalah ruang dengan lantai tanah, digunakan sebagai entrance, ruang kerja, dapur dan kandang ternak. Ima (hiroma/ itanoma) adalah ruang keluarga (living room), dan zashiki adalah ruang tamu (guest room). Biasanya didalam ruang tamu diberi alas tikar yang disebut tatami, terdapat tokonoma: sebuah yang ditinggikan lantainya, tempat hiasan lukisan dan rangkaian bunga (ikebana).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (18 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Ditinjau dari segi bentuk dan ruangnya maka terdapat beberapa bentuk yaitu persegi (sugoya), bentuk L (magariya) dan Ch•mon (U-shape). Berdasarkan bentuk atap, terdapat tiga bentuk dasar atap yaitu atap pelana atau kampung dengan sopi-sopi (kirizuma/gable roof), atap limasan (yosemune/hip roof), gabungan atap pelana dan limasan (irimoya/hipped and gabled roof). Atap pelana atau kampung merupakan atap yang banyak digunakan dalam rumah petani. Struktur bangunan bergantung kepda tipe bangunan dan atap.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (19 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Puri dan Kota Puri (Castel and Casteltown)
Konsep kota Puri (casteltown) dimulai sejak masa shogun Momoyama. Bangunan puri (donjon) dan kota puri ini dibangun sebagai benteng pertahanan atas serangan musuh. Pada saat itu (medieval era) di Jepang juga disebut dengan era perang. Peperangan terjadi pada dasarnya terjadi antara dua kubu militer kuat Jepang masa itu : Minamoto dan Taira, yang sering juga disebut dengan Genji dan Heike. Penggunaan senjata api yang diperkenalkan oleh Portugis pada masa sebelumnya telah membawa wilayah Jepang kepada masa peperangan yang hebat. Hampir setiap wilayah ibukota pemerintahan Shogun memiliki puri dengan desain dan ukuran sesuai dengan kedudukan penguasa pada saat tersebut. Kuil Maruoka dan Matsumoto menjadi kuil pertama yang dibangun pada akhir abad ke-16. Kuil yang terbesar dan termegah dibangun tahun 1609 hingga file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (20 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
sekarang ini masih berdiri adalah puri Himeji, terletak di Hyogo Prefecture, sebelah barat Tokyo. Puri ini memiliki tinggi 45 meter, terdiri dari 5 tingkat dan 6 lantai (satu lantai dibangun dalam pondasi batu yang tingginya 15 meter). Ada tiga bangunan puri di sekitar puri utama ini yang dinamakan puri barat, puri barat laut, dan puri Timur. Keempat puri ini dihubungkan oleh koridor (watariyagura) dan dikelilingi oleh pagar tembok tinggi. Jalan masuk dari gerbang hingga ke puri utama dibuat membingungkan dan menjebak sehingga tidak mudah bagi musuh untuk masuk ke dalamnya. Pagar tembok dikelilingi oleh parit/selokan yang cukup dalam dan lebar, sebagai pertahanan pertama terhadap serangan musuh. Tipikal tata ruang luar ini juga diterapkan oleh puri-puri lain. Secara keseluruhan struktur bangunan puri terdiri dari konstruksi kayu, yang mudah terbakar sehingga menjadi kelemahan ketika perang berlangsung. Akan tetapi pondasi bangunan yang tinggi dan terbuat dari batu menyulitkan bagi musuh naik keatas. Pada dasarnya terdiri bangunan bertumpu pada dua tiang utama yang besar menerus hingga ke bagian atas bangunan, tiang ini disebut dengan tiang kehidupan. Puri ini dirancang sebagai tempat tinggal temporer selama pengepungan oleh musuh, bukan dirancang untuk didiami dalam jangka waktu yang lama. Pada lantai atas, terdapat ruang pengintai yang digunakan untuk melakukan serangan. Atap bangunan bertingkat dan menunjukkan kestabilan struktur bangunan. Lokasi puri ini berada di are perbukitan, dari puri dapat dilihat pemandangan kota Himeji.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (21 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Rumah Minum teh
Pembangunan rumah atau tempat minum teh dimulai sejak masa Kamakura dan mulai menjadi tradisi sejak masa Muromachi. Pada awalnya upacara teh ini ditujukan untuk menjamu orang-orang yang dekat dengan shogun yang berkuasa pada masa itu sambil santai dan menikmati seni porselin Cina. Kemudian dalam perkembangannya tujuan dari pendirian rumah minum teh ini adalah untuk menjamu dan mengisi waktu bersama teman, kerabat, kolega sambil menikmati seni rancangan taman disekitarnya dan interior bangunan untuk menyegarkan pikiran tas kegiatan rutinitas yang membosankan. Upacara minum teh di dalam cangkir tak bertangkai kecil memiliki seni dan aturan yang khas, rasanya teh yang segar dan hangat dapat menghilangkan
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (22 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
kepenatan setelah selesai bekerja. Desain rancangan rumah minum teh bervariasi di seluruh wilayah Jepang dan menekankan pada material alami seperti kayu, bambu, dinding tanah liat, anyaman jerami. Ada beberapa tipe rumah minum teh seperti tipe Taian, tipe Soan, tipe Konnichian, tipe Kebun (Tipe Fushin’an dan Zangetsutei). Dari semua tipe tersebut dapat dilihat bahwa tata ruang rumah minum teh adalah sederhana, pada prinsipnya terdiri dari dua ruang, ruang duduk untuk minum teh, dan ruang pantri atau ruang untuk menyediakan teh atau ruang mencuci peralatan. Ruang duduk biasanya beralas tikar atau tatami sedangkan ruang persiapan dan cuci berlantai papan kayu. Seringkali terdapat tungku ditengah-tengah ruang duduk yang berfungsi untuk menghangatkan teh dan orang yang duduk didalamnya dari cuaca dingin di luar bangunan. Ukuran besar ruang minum teh juga bervariasi mulai dari dua tatami hingga empat setengah tatami, akan tetapi ada juga yang lebih dari empat setengah tatami tergantung kebutuhan dan status sosial pemilik. Terkadang rumah teh berdekatan dengan rumah induk, tapi ada juga yang terisolasi, tipe rumah teh ini seringkali digunakan untuk beristirahat melepaskan kepenatan dan kelelahan setelah bekerja, misalnya tipe Fuhin’an dan Zangetsutei, tipe ini terdapat di tengah kota Kyoto Tipe Taian adalah tipe yang terdapat di kota yamasaki sebelah selatan Kyoto. Tipe ini memiliki hiasan pada interior baik pada tokonoma yang disebut dengan murodoko. Tipe rumah teh dengan ukuran dua tatami banyak terdapat di kepulauan Rikyu, sebelah selatan Jepang. Tipe Yuin merupakan rancangan rumah tea yang banyak terdapat di Kyoto berikut dengan tipe Konnichian yang sering terdapat bersama-sama dengan tipe Yuin. Tipe Joan banyak diterapkan di Inuyama, sebelah timur Kyoto (Jepang tengah).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (23 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
C. Sistem Ukuran dan Proporsi Pada akhir abad pertengahan, para tukang menemukan satu sistem ukuran dan proporsi yang diterapkan untuk seluruh tipe bangunan mulai dari kuil, rumah, pagoda, gerbang, istana dan lain sebagainya. Sistem tersebut dinamakan Kiwari yang berarti pembagian kayu. Selain untuk menentukan panjang kayu untuk ruangan, juga menentukan tebal tiang kayu. Standar ukuran rumah yang disebut dengan satu modul yaitu satu ken atau 6.5
syaku sama dengan 197 cm dan tebal kolom adalah 1/10 dari ken atau 19.7 cm. Sudut tiang kayu dipotong 450. Sistem ukuran ini masih berlangsung hingga sekarang ini, dan banyak diterapkan pada pembuatan industri di Jepang.. Dalam perkembangannya, sejak masa Edo hingga saat ini, standar ukuran syaku mengalami perubahan. Pada
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (24 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
saat itu satu syaku sama dengan 6
ken (1 syaku sama dengan 0.303 m, dan 1 ken sama dengan 1.818 m). Kemudian akhirakhir ini digunakan satu standar ukuran yang dinamakan tsubo yang sama besarnya dengan 6
feet square atau 3.3. m2. Akan tetapi, sejak masa heian, untuk ukuran ruang telah digunakan konsep tatami. Berbagai macam model dan konfigurasi tatami menentukan bentuk ruang. Hingga saat ini, konsep tatami ini masih digunakan untuk menentukan besaran dan bentuk ruang walaupun merupakan bangunan dengan langgam barat (western style).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%209.htm (25 of 25)5/8/2007 3:33:04 PM
2
10
. PENUTUP
Pemikiran dan konsep arsitektur Timur bisa diwakili dari melihat konsep arsitektur di Nusantara, Cina dan India. Terdapat perbedaan dan persamaan di antara arsitektur tersebut dimana kebudayaan yang lebih dahulu di daerah tertentu mempengaruhi kebudayaan di daerah lain. Penyebaran abama menjadi satu jalan untuk menyebarkan keilmuan baik dalam bidang kebudayaan, politik, dan arsitektur. Satu contoh seperti evolusi stupa dari India hingga pagoda di Cina dan Jepang, kemudian di Indonesia menjadi meru yang meyimbolkan kepada bangunan sakral untuk pencipta.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%2010.htm (1 of 3)5/8/2007 3:33:04 PM
2
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%2010.htm (2 of 3)5/8/2007 3:33:04 PM
2
Pemikiran atas pembagian ruang sakral dan profan menjadi ciri dalam konsep rumah dan tata ruang kota timur. Perletakannya tergantung dari agama, tradisi, lingkungan dan alam sekitar dari masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Strata sosial memberikan pengaruh dalam perletakan rumah dan desa. Seringkali simbol status dan kedudukan penghuni rumah diungkapkan dalam ornamen yang menghiasi bangunan. Pemikiran ketiga hal tersebut tidak kuat muncul dalam arsitektur Barat. Kecenderungan akan pemikiran rasio sangat terlihat sehingga menjadi salah satu perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan arsitektur timur.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Bab%2010.htm (3 of 3)5/8/2007 3:33:04 PM
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm (1 of 2)5/8/2007 3:33:05 PM
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/coverbukuajar.htm (2 of 2)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
D aftar Gambar hal. Gambar 1.1.
Indonesia dan Jaringan Asia
Gambar 2.1.
Struktur Candi
11
Gambar 2.2.
Berbagai macam elemen dan hiasan pada bangunan candi
13
Gambar 2.3.
Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda
14
Gambar 2.4.
Tata Urutan Pembangunan Candi
15
Gambar 2.5.
Sebaran Arsitektur Klasik Indonesia
11
Gambar 2.6.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara
17
Gambar 2.7.
Candi di Jawa Tengah Selatan
17
Gambar 2.8.
Candi Panataran di Blitar
18
Gambar 2.9.
Candi Jago (Wisnuwardhana)
18
Gambar 2.10.
Candi Jabung, Jawa Timur
19
Gambar 2.11.
Candi Biaro Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera
20
Gambar 2.12.
Candi Pada Masa Klasik Akhir
21
Gambar 3.1.
Persebaran Kota-Kota Islam Awal di Nusantara
24
Gambar 3.2.
Pelabuhan di lingkungan Banda Aceh
26
Gambar 3.3.
Bentuk dan ragam hias batu nisan kuno
27
Gambar 3.4.
Mesjid yang mendapat pengaruh arsitektur candi dan arsitektur vernakular
29
Gambar 3.5.
Mesjid yang mendapatkan pengaruh India (arsitektur Moghul)
30
Gambar 3.6.
Mesjid yangmendapat pengaruh arsitektur kolonial (modern Eropa)
30
Gambar 3.7.
Kompleks Keraton Yogyakarta
33
Gambar 3.8.
Istana Pagaruyung Sumatera Barat
33
Gambar 3.9.
Istana Maimoon Kesultanan Deli, Medan
34
Gambar 3.10.
Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18)
34
Gambar 4.1.
Lokasi Persebaran Austronesia
35
Gambar 4.2.
ArsitekturVernakular Indonesia yang menggunakan tanduk kuda dan atap pelana
38
Gambar 4.3.
Sebaran Lokasi arsitektur vernakular Indonesia
41
Gambar 4.4.
Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia
40
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (1 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
4
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Gambar 4.5.
Pola Perkampungan di Bawomataluo, Nias Selatan
42
Gambar 4.6.
Perkampungan dengan pola Linear
43
Gambar 4.7.
Pembagian ruang pada rumah Batak Toba dan Jawa
44
Gambar 4.8.
Tata ruang rumah Kalimantan
45
Gambar 4.9.
Proses Pendirian Tiang dan Balok pada rumah Batak Toba
46
Gambar 4.10.
Teknik konstruksi rumah vernakular Indonesia
46
Gambar 4.11.
Penopang batang silang pada rumah Nias Utara dan Selatan
47
Gambar 4.12.
Pemasangan piringan kayu besar menjadi ciri khas konstruksi lumbung Indonesia berasal
47
dari Austronesia Gambar 4.13.
Ritual permulaan pendirian rumah Melayu
48
Gambar 4.4.
Raga-raga pada rumah Batak Toba
49
Gambar 4.15.
Kosmologi rumah toraja sebagai jagad kecil
50
Gambar 4.16.
Pembagian jagat kecil pada rumah Batak Toba
51
Gambar 5.1.
Kota-kota Kolonial di Indonesia
54
Gambar 5.2.
Siatuasi Pelabuhan Batavia
54
Gambar 5.3.
Ibukota Kerajaan Banten abad ke-16, berdasarkan Willem Lodewiyckz
55
Gambar 5.4.
Kediaman Reine de Klerk di Batavia, sekarang kantor Arsip Nasional
56
Gambar 5.5.
Bangunan Kolonial Bergaya neo-Klasik
57
Gambar 5.6.
Rumah Pedalaman gaya Hindia Belanda di pemukiman Arab, Semarang
57
Gambar 5.7.
Kantor Gubernur Pemerintah Hindia Belanda di Surabaya dirancang arsitek W.Lemei
59
Gambar 5.8.
Beberapa karya arsitektur Thomas Karsten
60
Gambar 5.9.
Beberapa bangunan karya arsitek Henri Maclaine Pont
61
Gambar 5.10.
Beberapa rancangan bangunan karya C.P. Wolf Schoemaker
62
Gambar 5.11.
Kantor Pusat Bank Jawa, arsitek Hulswit Fermont dan Cuypers,1909
63
Gambar 5.12.
Gedung Lingkaran Seni Hindia-Belanda (1914), Batavia, arsitek P.A.J.Mooijen
64
Gambar 5.13. Gambar 5.14.
Kantor Pusat Perusahaan Jawatan Kereta Api Hindia Belanda, Semarang, 1902-1907 Algemeene Maatschappij voor Levensverzekering en Lijfrente (Perusahaan Umum
65 66
untuk Asuransi Jiwa dan Cagak Hidup), Surabaya, H.P. Berlage 1900 Gambar 5.15.
Gedung Sate, karya J.Gerber, 1920
66
Gambar 6.1.
Gedung Bank Indonesia, karya arsitek F. Silaban
66
Gambar 6.2.
Tugu Monumen Nasional (MONAS), Jakarta
68
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (2 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Gambar 6.3.
Masjid Istiqlal karya F.Silaban Jakarta
69
Gambar 6.4.
Kampus STEKPI Jakarta, karya grup arsitek Atelier 6
72
Gambar 6.5.
Kantor Rektorat UI Depok Jakarta
72
Gambar 6.6.
Tugu Park Hotel, karya trio arsitek DCM, B.Hendropurnomo, S.Sutanto, dan D. Hendrasto
73
Gambar 7.1.
Peta Wilayah India sejak 1780-1905
75
Gambar 7.2.
Persebaran Wilayah Kerajaan Hindu di India abad ke-5 sampai dengan abad ke-13
78
Gambar 7.3.
Mandala dan Vastuphursamandala
79
Gambar 7.4.
Garbha griha, inti dari sebuah kuil Hindu dalam Vimana
80
Gambar 7.5.
Mandapa pada Kuil Sunak, Nilakanta
81
Gambar 7.6.
Mandapa pada kuil Mahabalipuram
81
Gambar 7.7.
Pemandangan kompleks kuil Tiruvarur dengan beberapa lapis gopura
82
Gambar 7.8.
Gopura bagian dalam kuil Rajarajeshvara di Tanjavur
83
Gambar 7.9.
Persebaran Tinggalan Sejarah pada masa awal Budha (abad ke-4 SM - 5 M)
84
Gambar 7.10.
Tugu Prasasti Maurya, bagian dari kebijakan kerajaaan Ashoka
85
Gambar 7.11.
Situs Kompleks Mahastupa Sanchi
86
Gambar 7.12.
Struktur dan konsep arsitektur stupa
87
Gambar 7.13.
Ajanta, salah satu lokasi chaitya
88
Gambar 7.14.
Berbagai macam tipikal Chaitya dari persebarannya di seluruh India
89
Gambar 7.15.
Berbagai macam Tipikal Vihara (monasteries)
90
Gambar 8.1.
Peta Wilayah Cina
91
Gambar 8.2.
Kompas dari filosofi Feng Shui
94
Gambar 8.3.
Diagram dari landscape elemen topografi yang baik
95
Gambar 8.4.
Situs Kota Terlarang Cina
97
Gambar 8.5.
Gerbang sebagai symbol sosial masyarakat yang berdiam
98
Gambar 8.6.
Beberapa tipe pagoda dan spesifikasi material bangunannya
99
Gambar 8.7.
Pembagian tipe rumah berdasarkan wilayah
100
Gambar 8.8.
Tata ruang rumah tipe siheyuan
101
Gambar 8.9.
Tipe rumah siheyuan yang tedapat di wilayah Cina utara
102
Gambar 8.10.
Bentuk dan dimensi ruang dari rumah gua
103
Gambar 8.12.
Desa gua di Loess region
103
Gambar 8.13.
Tipe rumah semitroglodytic
104
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (3 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Gambar 9.1.
Peta wilayah Jepang
107
Gambar 9.2.
Kronologi Perkembangan Arsitektur Jepang mulai masa pra-sejarah hingga modern
111
Gambar 9.3.
Kota-kota Awal Jepang pada abad pertengahan
112
Gambar 9.4.
Konsep Perancangan Ibukota Heian, sekarang Kyoto
113
Gambar 9.5.
Denah dan Ekterior Pit Dwelling Yayoi
114
Gambar 9.6.
Bangunan primitive Jepang dan evolusinya
115
Gambar 9.7.
Tipikal bangunan kuil Shinto
116
Gambar 9.8.
Kompleks Kuil Budha Horyu-ji di Nara dengan satu pagoda
118
Gambar 9.9.
Teknik konstruksi bangunan pagoda dan kuil Budha
119
Gambar 9.10.
Kuil Budha yang mendapat pengaruh Arsitektur Budha dari Cina
119
Gambar 9.11.
Tipikal Rumah Perkotaan (Machiya)
120
Gambar 9.12.
Berbagai macam variasi tipe rakyat biasa (minka)
122
Gambar 9.13.
Berbagai macam tipe puri digunakan sebagai benteng pertahanan dalam masa
124
peperangan mulai Kamakura hingga Edo Gambar 9.14.
Berbagai macam variasi tipe rumah/tempat minum teh
126
Gambar 9.15.
Tatami sabagai konsep ukuran dan bentuk ruang
127
Gambar 10.1.
Evolusi Stupa ke Pagoda dan Meru
128
Gambar 10.2.
Atap meru Indonesia
129
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20gambar.htm (4 of 4)5/8/2007 3:33:05 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
D
aftar Isi Hal.
Kata Pengantar i Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
v
Daftar Tabel
viii
1
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR INDONESIA A.Sejarah Nusantara
2
1
A.1. Sejarah Singkat Nusantara
1
A.2. Geografi Dan Lingkungan
3
A.3. Keragaman Budaya
3
B.Nusantara dan Jaringan Asia
3
C.Sejaah Perkembangan Arsitektur Indonesia
5
Arsitektur INDONESIA PADA ERA Hindu dan Buddha A.Kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara B.Arsitektur Candi
3
1
8 8 10
B.1. Fungsi
10
B.2. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
11
B.3. Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
13
B.4. Pembagian kelompok arsitektur candi
15
Arsitektur INDONESIA pADa masa perkembangan ISLAM
22
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (1 of 4)5/8/2007 3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
A.Kerajaan Islam di Nusantara
22
B.Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal
23
C.Makam dan Pekuburan Orang Islam
26
D.Masjid sebagai Tempat Suci
28
C.1. Kronologis perkembangan arsitektur masjid
28
C.2. Tatanan , Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid
31
E.Istana Kerajaan Islam
4
Arsitektur VERNAKULAR INDONESIA ASejarah Perkembangan Arsitektur Vernakular Indonesia
6
35 35
A.1. Hubungan Austronesia dan Indonesia
35
A.2. Pengertian Arsitektur Vernakular
38
B.Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia: Keberagaman dan Kesamaannya
5
32
39
B.1. Pola Perkampungan
41
B.2. Rumah dan Tantanan Ruang
44
B.3. Teknologi Bangunan : Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi
45
B.4. Upacara ritual Pendirian Bangunan
48
Arsitektur kolonial indonesia A.Sejarah Kolonialisasi di Indonesia
52
B.Pembentukan Kota-kota kolonial di Indonesia
53
C.Arsitektur Kolonial Indonesia
55
C.1. Perkembangan Arsitektur Kolonial Indonesia
55
C.2. Arsitek dan biro arsitek yang berkarya di Indonesia
59
Arsitektur INDONESIA pasca kemerdekaan) A.Arsitektur Warisan Belanda
67
B.Kronologis Perkembangan Arsitektur Modern Indonesia
67
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (2 of 4)5/8/2007 3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
7
sejarah perkembangan dan konsep arsitektur india A.Sejarah Perkembangan Arsitektur India
74
B.Arsitektur Hindu
76
B.1. Garbha griha
79
B.2. Pelataran depan atau Mandapa
80
B.3. Gerbang Piramid ‘Gopura’
82
B.4. Hall Berpilar atau Choultri
83
C.Arsitektur Budha
8
84
C.1. Stupa
87
C.2. Chaitya Griha
88
C.3.Vihara (Monasteries)
90
sejarah perkembangan dan konsep arsitektur china A.Sejarah Perkembangan Budaya dan Dinasti di China
9
B.Sistem sosial budaya Cina
93
C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Cina
93
B.1. Konsep dan Filosofi Arsitektur Cina
93
B.2. Tipologi Arsitektur Cina
98
sejarah perkembangan dan konsep arsitektur JEPANG A.Sejarah Perkembangan Budaya dan Pemerintahan di Jepang
107
B.Kronologi Sejarah Perkembangan Arsitektur
110
B.1. Pertumbuhan Kota-kota Awal Jepang
111
B.2. Tipologi Bangunan Vernakular Jepang
113
C.Sistem Ukuran dan Proporsi
10
PENUTUP
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (3 of 4)5/8/2007 3:33:06 PM
126
128
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
Kepustakaan dan Sumber Gambar
130
CATATAN
133
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Daftar%20isi-fix.htm (4 of 4)5/8/2007 3:33:06 PM
Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang
D
aftar Tabel hal.
Table 2.1.
Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era Hindu Budha
Tabel 2.2.
Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa tengah dan Jawa Timur.
19
Tabel 8.1.
Tata Urutan Dinasti di Cina dan Karakteristik Sejarahnya
92
Tabel 9.1.
Kronologi Perkembangan Sejarah dan Pemerintahan di Jepang
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/daftar%20tabel.htm5/8/2007 3:33:06 PM
9
106
Kata Pengantar
K
ata Pengantar Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Karunia-Nyalah buku ajar ini
dapat tersusun. Buku ajar ini disusun merupakan salah satu hasil pengembangan program E-learning yang sedang dilakukan di Universitas Sumatera Utara yang dimaksudkan untuk peningkatan proses belajar mengajar yang dpat diakses dimana saja dan kapan saja. Buku ini ditujukan sebagai salah satu bahan ajar untuk mata kuliah untuk mata kuliah Sejarah Teori Arsitektur 03, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Secara garis besar, buku ajar ini berisi dua bagian, pertama yaitu perkembangan sejarah arsitektur Indonesia, dan kedua, sejarah perkembangan atsitektur di Asia khususnya di India, China dan Jepang. Selain itu buku ini juga ditujukan untuk mengisi keterbatasan pustaka yang sangat diperlukan oleh mahasiswa dalam mempelajari sejarah perkembangan arsitektur di tanah air. Buku ini menggambarkan secara singkat dan padat tentang sejarah perkembangan arsitektur di India, China dan Jepang khususnya arsitektur vernakular di ketiga negara tersebut. Mengingat waktu pengerjaan yang singkat sekitar 6 (enam) minggu, tentu banyak terdapat kekurangan pada buku ajar ini sehingga kami sebagai penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan kesediaan reviewer dan pembaca memberikan kritikan dan saran bagi perbaikan buku ajar ini di masa yang akan datang. Untuk itu kepada pengelola program pengembangan E-learning, jajaran pimpinan Universitas Sumatra Utara, rekan-rekan di departemen Arsitektur, serta pembaca kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga, harapan kami agar buku ini dapat mencapai sasaran dan dimanfaatkan secara optimal.
Medan,
Desember 2006
Penulis,
Isnen Fitri, ST, M.Eng. NIP. 132 206 819
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Kata%20Pengantar.htm5/8/2007 3:33:06 PM
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR AlSayyad, Nezar/Bourdier, Jean-Paul (ed.) 1989. Traditional Dwellings and Settlements Working Paper Series, ca 40 vols.; Berkeley. Ananda K. Coomaraswamy, 1965, History of Indian and Indonesian Art, Dover Publication, Inc., New York, Atmadi, Parmono, 1990, Arsitektur Candi Indoensia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Budihardjo, Eko, 1991, Jatidiri Arsitektur Indonesia, Alumni, Bandung. Cribb, Robert, 2000, Historical Atlas of Indonesia, Curzon press, New Azian Library. Crouch, P. Dora et al, 2001, Tradition in Architecture, Oxford University Press, New York, Dawson, Barry & Gillow, John, 1994, The Traditional Architecture of Indonesia, Thames and Hudson, London. Domenig, G. 1980, Tektonik im Primitiven Dachbau (Tectonics in Primitive Roof Construction ), Zurich;Institut Gaudenz/ETH. Eryudhawan,Bambang dkk (ed), 1990, Karya Arsitektur Muda Indonesia, , PT Subur, Jakarta. Fergusson, James, 1859, Handbook of Architecture, John Murray – Albemarble Street, London. Fletcher, Sir Banister, 1975, A History of Architecture, Athlone Press, London, Frampton, Kenneth et al, 1997, Japanese Building Practice; From Ancient Times to the Meiji Period, Van Nostrand Reinhold, New York, Hanafi, Zulkifli, 1985, Kompendium Sejarah: Seni Bina Timur, USM Press, P.Pinang. Inoue, Matsuo, (1985), Space in Japanese Architecture, Hiroshi Watanabe trans. New York; John Weatherhill Inc. G. Knapp, Ronald, 2003, Asia’s Old Dwelling; Tradition, Resilience, and Change, Oxford University Press, Hongkong. Guillot, Claude (ed), 2002, Lobu Tua Sejarah Awal Barus, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. G. Knapp, Ronald, 2003, Asia’s Old Dwelling; Tradition, Resilience, and Change, Oxford University Press, Hongkong. Lombard Denys, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Buku 1, Batas-batas Pembaratan, Gramedia file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20...xtbook/KEPUSTAKAAN%20DAN%20SUMBER%20GAMBAR.htm (1 of 3)5/8/2007 3:33:06 PM
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR
Pustaka Utama, Jakarta. ________, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Buku 2, Jaringan Asia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ________, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Buku 3, Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mangunwijaya, Y.B., 1992, Wastu Citra, Penerbit Gramedia, Jakarta. Miksic, John (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal , Archipelago Press, Singapura, 1993. Morse, Edward S., 1961, Japanese Homes and Their Surroundings, Dover Publication Inc., New York. Nishi Kazuo et al, 1985, What is Japanese Architecture?, Kodansha International Ltd, Tokyo, Oliver, Paul (ed), 2003, Dwellings; The vernacular House world wide, Phaidon Press Limited, London, ______________, 1986, Dwellings; The house across the world, University of Texas Press, Austin.. ______________, 1997, Encyclopedia of Vernacular Architecture of the world, volume 1, Cambridge University Press, United Kingdom. O. L. Tobing, 1963.The structure of the Toba-Batak belief in the High God, South and South-East Celebes Institute for Culture. Prijotomo, Josef (1988), Pasang Surut Arsitektur di Indonesia, Surabaya: Penerbit CV. Ardjun Rapoport, Amos, , 1969, House form and Culture, Prentice Hall, London. Rudofsky, Bernard, 1964, Architecture without architects, Academy Editions, London. Sergeant,G., and.Saleh,R., 1973, Traditional Building of Indonesia, vol.1:Batak Toba;Vol.2:Batak
Karo;Vol.3:Batak Simalungun/Mandailing, Bandung,Rehoce (Regional Housing Centre). Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, volume 1, Kanisius, Yogyakarta. _________, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, volume 2, Kanisius, Yogyakarta. _________, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, volume 3, Kanisius, Yogyakarta. ________, 2005, Candi : Fungsi dan Pengertiannya, Jendela Pustaka. S.P. Napitupulu, et al, 1986, Arsitektur Tradisional Sumatra Utara, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20...xtbook/KEPUSTAKAAN%20DAN%20SUMBER%20GAMBAR.htm (2 of 3)5/8/2007 3:33:06 PM
KEPUSTAKAAN DAN SUMBER GAMBAR
Suáres, Thomas, 1999, Early Mapping of Southeast Asia, Periplus Edition, Singapore. Sumalyo, Yulianto, 1993, Arsitektur Masjid Kuno, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. _________________, 2000, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. _________________, 1993, Arsitektur Kolonial Belanda, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Sumintardja, D., 1978, Kompendium Sejarah Arsitektur Indonesia, Yayasan LPMB Tadgell, Christopher, 1990, The History of Architecture in India, Phaidon Press Limited, Singapore. Tjahyono, Gunawan (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.6 : Arsitektur, Archipelago Press, Singapura. Uka, Tjandrasasmita, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia dari abad XIII hingga abad ke XVIII, Menara Kudus, Kudus.
Viaro, M.Alain, 1980, Urbanisme et architecture tradisionnels du sud de l’île de Nias, UNESCO. Waterson, Roxane, 1991, “The Living House”, Oxford Univ. Press, Singapore. Yuan, Lim Jee, 1987, The Malay House Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter System, Malaysia: The Institut Masyarakat ------------------, Bulettin Koninklijke Nederlandse Oudheidkundige Bond (KNOB), Jaargang 104, 2005, no. 6, Walburg Grafische Diensten, AL Zutphen
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20...xtbook/KEPUSTAKAAN%20DAN%20SUMBER%20GAMBAR.htm (3 of 3)5/8/2007 3:33:06 PM
1
Catatan Bab 1 1. Guillot, Claude, Lobu Tua, Sejarah Awal Barus, Yayasan Obor, Jakarta, 2002, hal 51-53. 2. Suáres, Thomas, 1999, Early Mapping of Southeast Asia, Periplus Edition, Singapore, hal.122, 147 3. Lombart, Nusa Jawa : Silang Budaya, 1996, hal 14. Bab 2 1. Miksic, John, 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal, hal.58, Archipelago Press, Singapura, 1993. 2. ibid 3. ibid Bab 3
1. Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, volume 3, hal.K 43-48, Kanisius, Yogyakarta.
2. Miksic, John, 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal, hal. 88, Archipelago Press, Singapura, 1993
3. Uka, Tjandrasasmita, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia dari abad XIII hingga abad ke XVIII, hal.45
4. Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, volume 3, hal., Kanisius, Yogyakarta. 5. Miksic, John, 1993, Indonesian Heritage, vol.2 : Sejarah awal, hal. 88, Archipelago Press, Singapura, 1993
6. Uka, Tjandrasasmita, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia dari abad XIII hingga abad ke XVIII, hal. 168
7. lihat Domenig 1981 hal. 162 Bab 4 1.
Tjahyono, Gunawan (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.6 : Architecture , Archipelago Press,
Singapura hal. 9 2.
Rapoport, Amos, , 1969, House form and Culture, Preentice Hall, London
3.
Bernard Rudofsky, dirangkum dari Architecture without Architects, 1964, Academy Editions,
London.
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Note.htm (1 of 2)5/8/2007 3:33:07 PM
1
4.
o.p cit. Leon Krier
5.
op. cit. Steve Mouzon
6.
Tobing (1963:p.78), raga-raga adalah benda yang dikeramatkan dari daun-daunan diletakan
dalam keranjang kemudian digantungkan ke struktur atap rumah. Raga-raga ini dipercayai sebagai spirit untuk mengusir roh jahat atau gangguan dari luar yang mengancam keselamatan rumah. Bab 5
1. Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya) 2. Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya) 3. Tjahyono, Gunawan (ed), 1993, Indonesian Heritage, vol.6 : Architecture , Archipelago Press, Singapura hal. 9
4. Ir. Handinoto dalam bukunya Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya)
Bab 6. 1.
Suryono Herlambang dalam tulisannya pada buku AMI, Penjelajahan 1990-1995, sekaligus
merupakan generasi ketiga arsitek Indonesia?, hal.34-39):
Bab 7 1.
Budaya dan arsitektur Veda memberi pengaruh yang besar dalam arsitektur India, banyak
manuscript yang ditulis dalam bahasa Veda menceritakan tentang benteng yang terbuat dari batu dan metal. Suku veda memiliki sejumlah kata-kata yang mengungkapkan berbagai jenis rumah termasuk chhardis (rumah dengan atap alang-alang), harmyam (rumah dari batu dengan court yard pada tengah-tengah bangunan dan gotra (multi-dwelling complex dengan kandang untuk binatang).
file:///D|/E-Learning/Sejarah%20Dan%20Teori%20Arsitektur%203/Textbook/Note.htm (2 of 2)5/8/2007 3:33:07 PM