Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A IV.
HASIL PENGAMATAN PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Sayuran dan buah-buahan segar merupakan komoditas hidup dan setiap komoditas horti memiliki bentuk, ukuran, cita rasa dan warna tertentu. Menurut Santoso (2006) organ panenan komoditi hortikultura seperti buah, sayuran, dan bunga potong merupakan struktur organ yang masih hidup walaupun telah terpisah dari tanaman induknya. Seperti layaknya saat sebelum sebelum dipanen, di saat pasca panenpun organ panenan tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme dan masih mempertahankan sistim fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada tanaman induknya. Sehingga respirasi yang merupakan penangkapan atau penggunaan oksigen dan pelepasan karbondioksida serta panas masih berlangsung. Selain itu, transpirasi yang merupakan proses pelepasan air juga masih berlangsung padaorgan panenan tersebut. Sementara buah atau sayuran dan bunga potong sesaat masih melekat pada tanaman induknya, kehilangan air karena transpirasi dan respirasi digantikan oleh aliran air dan mineral pada pembuluh xylem dan fotosintat f otosintat (sukrose dan asam amino) melalui pembuluh phloem. Sedangkan pada organ panenan, karena telah terpisah dari tanaman induknya, maka ini berarti pula pemutusan hubungan sumber air, fotosintat, dan mineral. Untuk memenuhi kebutuhannya maka organ panenan menggunakan cadangan makanan dan airnya sendiri yang terdapat pada jaringan organ panenan tersebut. Karena itu, maka kehilangan subtrat yang dapat direspirasikan dan air tidak dapat dapat digantikan. Akibat dari itu, maka proses perusakan organ panenan bersangkutan (deteriorasi) mulai terjadi (Santoso, 2006). Respirasi sendiri pada dasarnya adalah kebalikan fotosintesis yang memanfaatkan energi matahari kemudian disimpan sebagai energi kimia, terutama dalam bentuk karbohidrat yang mengandung banyak glucose (Santoso, 2006). Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses pernafasan dan metabolisme dengan menggunakan O2 dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air, dan sejumlah energi. Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A C6H12O6 + O26CO2 + H2O + energi Respirasi pada buah-buahan dapat diukur dengan berbagai macam cara diantaranya dengan mengukur CO 2 yang diproduksi (Muchtadi, Tien R., dan Sugiyono, 1999). Berdasarkan laju respirasinya, buah dapat diklasifikasikan menjadi buah klimaterik dan non klimaterik. Buah yang menunjukkan kenaikan aktivitas respirasi yang tajam setelah panen dilakukan kemudian memiliki pola produksi CO2 yang tinggi dan meningkat tajam pada akhir pertumbuhan dan perkembangan buah diikuti dengan pematangan buah yang ditandai oleh perubahan komposisi buah dan teksturnya disebut sebagai buah klimaterik. Untuk buah klimaterik, pada awal terjadinya kenaikan klimaterik maka aktivitas respirasi pada tingkat minimum yang biasa disebut fase pra-klimaterik, periode berikutnya yang mengikuti kenaikan klimaterik disebut fase klimaterik atau senesensi, yaitu tahap penurunan respirasi (Tranggono dan Sutardi, 1989). Seddangkan buah non klimaterik memiliki tingkat produksi CO 2 rendah dan relatif terus menurun serta tidak berkaitan dengan perubahan komposisi dan tekstur buah selama pertumbuhan dan perkembangannya. Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Ketersediaan substrat, tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat. (2) Ketersediaan Oksigen, ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan Respirasi yang terjadi pada komoditi sayur dan buah tentu akan mempengaruhi karakteristik komoditi tersebut. Laju respirasi digunakan sebagai Indikator aktivitas metabolisme dalam jaringan sehingga dapat ditentukan umur simpan potensial komoditas. Satuan ukuran untuk laju respirasi ini adalah ml/mg CO2.Kg-1.jam-1 atau
ml/mg
O2.Kg-1.jam-1.
Dikarenakan
pola
respirasi
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A mempengaruhi umur simpan dari sayur dan buah maka dilakukanlah praktikum mengenai penentuan pola respirasi buah dan sayur. Praktikum pola respirasi yang dilakukan juga meliputi penentuan pola respirasi tanpa perlakuan tambahan, pengaruh suhu, pengaruh luka, dan pangaruh penambahan karbit terhadap laju respirasi. Sampel yang digunakan yaitu terdiri dari pisang dan mentimun. 4.1
Menentukan Pola Respirasi
Penentuan pola respirasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya dengan mengukur CO 2 yang diproduksi. Penentuan pola respirasi buah buahan dan sayur pada praktikum ini dilakukan dengan pemasangan alat dimana menggunakan 4 buah toples ukuran kecil dan satu buah toples ukuran besar sebagai desikator sebagai tempat untuk menyimpan sampel. Tiga dari empat toples kecil diisi larutan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml, dan toples yang satunya lagi diisi dengan larutan Ca(OH)2 sebanyak 50 mL. Berikut adalah skema pemasangan alat :
Aerator
Ca(OH)2
NaOH 0,1 N
Sampel
NaOH 0,1 N NaOH 0,1 N
Gambar 1. Alat uji respirasi
Prinsip kerja alat tersebut diawali dengan masuknya udara dari lingkungan ke toples pertama yang berisi Ca(OH) 2. Alasan penggunaan Ca(OH) 2 adalah untuk menangkap atau mengikat senyawa lain selain O 2 dan CO2 yang mempengaruhi respirasi. Kemudian selang disalurkan ke toples berikutnya yang berisi NaOH 0,1 N. Fungsi larutan NaOH 0,1 N sebelum sampel tersebut adalah untuk memurnikan mengikat CO2 sehingga hanya O2 saja yang masuk ke dalam toples yang berisi sampel. Kemudian O2 dari toples tersebut akan disalurkan melalalui selang yang telah dipasang menuju toples berukuran besar (desikator) yang berisi sampel. Pemasangan selang juga harus diperhatikan panjang pendeknya. Selang yang tenggelam pada larutan tersebut berfungsi untuk menyalurkan CO 2 ke larutan
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A NaOH 0,1 N agar ditangkap sedangkan selang yang dipasang tidak mengenai larutan berfungsi untuk menangkap O 2 dan menyalurkannya kepada sampel untuk berespirasi. Setelah alat dipasang maka lubang-lubang pada tutup toples dilapisi dengan lilin, hal ini bertujuan agar tidak terjadi kebocoran gas baik itu gas CO 2 maupun O2. Selanjutanya adalah aerator dihidupkan selama satu jam dan pastikan terdapat gelembung pada semua toples. Reaksi yang terjadi saat aerasi dimulai yaitu pada toples 1 adalah : CO2 + H2O H2CO3 H2CO3 + Ca(OH)2 CaCO3 + H2O Larutan NaOH pada toples 2 berfungsi untuk mereaksikan CO 2 yang belum diikat oleh Ca(OH) 2 atau dalam kata lain untuk memurnikan O 2. Reaksi yang terjadi CO2 + H2O H2CO3
:
H2CO3 + 2NaOH Na2CO3 + 2H2O Toples 3 yang berisi sampel akan terjadi pula reaksi respirasi yang menghasilkan CO2. Reaksi yang terjadi : C6H12O6 + 6O2 6 CO2 + 6H2O + ATP Hasil Na2CO3 pada toples keempat dan kelima kemudian dihomogenkan lalu dipipet sebanyak 25 mL ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes, indikator fenolftalei n (PP) digunakan karena suasana hasil titrasi yang cenderung basa. Menurut Bassett
et al
(1994), fenolftalein
mempunyai trayek pH 8,3-10,0, dengan perubahan warna dari tak berwarna ke merah. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N yang sebelumnya sudah dituangkan ke dalam buret. Dilakukan titrasi ini untuk mengukur jumlah CO 2 yang terkandung didalamnya. Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl hasil standarisasi dengan normalitas 0,1 N. Reaksi yang terjadi pada saat titrasi adalah sebagai berikut : CO2 (dari sampel)+ 2NaOH NaOH (sisa) + HCl
Na2CO3 +H2O H2O + NaCl
Pengamatan dilakukan selama 5 kali dari hari ke-0 sampai hari ke-4. Pengamatan dilakukan dengan mengamati massa sampel, warna, aroma, tekstur serta laju respirasi dengan data jumlah ml HCl yang digunakan pada saat titrasi. Laju respirasi didapatkan dengan rumus :
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A Laju respirasi (mg CO2/kg buah/jam) = 1 (−) 2
2
Dimana : ml blanko : volume titrasi HCl tanpa sampel ml sampel : volume titrasi HCl N HCl : konsentrasi HCl BM CO2 : Berat molekul CO 2 (44) Hasil pengamatan dilanjutkan dengan pembuatan grafik hubungan antara hari dan laju respirasi. Sampel yang digunakan pada praktikum pola respirasi kali ini adalah buah jeruk, apel, tomat dan timun. Hasil pengamatan pola respirasi ditunjukkan pada tabel 1 dan pada grafik 1. Tabel 1. Laju Respirasi Sayur dan Buah
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa masing-masing sampel dari hari ke hari mengalami perubahan organoleptik baik itu dari warna, aroma, dan tekstur. Rata-rata masing-masing sampel mengalami perubahan warna pada hari ke3. Berubahnya warna pada sampel tersebut dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Selama proses pematangan buah, akan terjadi degradasi klorofil dan muncul warna dari pigmen-pigmen lain seperti misalnya karotenoid. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel yang tidak terlalu menunjukkan perubahan warna yang signifikan yaitu mentimun. Mentimun termasuk sayuran yang memiliki pola respirasi non klimakterik. Hal ini sesuai dengan literatur dimana pada buah-buahan atau sayuran non-klimaterik seperti mentimun, degradasi klorofil berlangsung lambat. Namun menurut Tawali (2004) buah yang disimpan pada suhu stabil mampu mempertahankan warna dan penampakan yang baik yaitu orange hingga waktu yang lama sedangkan buah yang difluktuasikan hanya mampu mempertahankan warna dalam waktu yang singkat. Sampel yang diamati mengalami perubahan aroma kecuali pada Mentimun. Menurut Tjahjadi (2011), kerusakan yang terjadi pada buah-buahan tahunan seperti apel dan jeruk adalah kerusakan fisiologis. Umumnya zat-zat aroma buah klimaterik lebih tajam daripada buah non-klimaterik. Hal ini berarti sesuai dengan
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A literature dimana mentimun termasuk sayur non klimakterik sehingga perubahan aromanya kurang tajam dibandingkan dengan pisang yang merupakan buah klimakterik. Proses pematangan buah akan menghasilkan zat-zat volatil yang memberikan flavor karakteristik buah. Senyawa volatil diproduksi dan dikeluarkan oleh buah hanya apabila buah mulai matang. Selain mengalami perubahan warna dan aroma, sampel yang diamati juga mengalami perubahan tekstur. Sampel yang mengalami pelunakan lebih cepat yaitu pisang sedangkan mentimun teksturnya relatif tidak berubah dari hari ke hari. Dalam hal tekstur, menurunnya ketegaran buah atau melunaknya buah selain disebabkan
oleh
meningkatnya
aktivitas
enzim
poligalaturonase
yang
mendegradasi dinding sel, juga disebabkan oleh perombakan protopektin yang todak larut menjadi pectin yang larut (Pantastico, 1993 dikutip oleh Sulistina dan Setijorini, 2001). Berikut adalah grafik laju respirasi dari tiap sampel tanpa perlakuan tambahan :
Laju Respirasi Sayur dan Buah ) m a j / h a u b g k / 2 O C g m ( i s a r i p s e R u j a L
150 100 50
Apel
0 -50
0
1
2
3
4
Tomat Buncis
-100
Jeruk
-150 -200 -250
Waktu (hari)
Grafik 1. Laju Respirasi Sayur dan Buah (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)
Berdasarkan grafik di atas maka dapat dilihat bahwa banyak grafik yang tidak beraturan yang menunjukkan bahwa laju respirasi dari tiap sampel tidak stabil, kadang mengalami penurunan ataupun peningkatan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang mengakibatkan ketidakstabilan laju respirasi dari masingmasing sampel. 4.1.1 Pisang
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pola respirasi buah pisang termasuk klimakterik karena mengalami kenaikan secara tiba-tiba saat percobaan yaitu pada hari ke-2. Hal ini sesuai dengan literatur dimana menurut Santoso (2006) apel merupakan salah satu contoh buah yang termasuk ke dalam golongan buah klimakterik dimana seharusnya laju respirasi buah apel tersebut mengalami kenaikan secara tiba-tiba selama proses aerasi. Ketidaksesuaian antara hasil praktikum dengan literature terjadi karena disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti daya tangkap toples terhadap CO 2 berbeda-beda sehingga tidak stabil, kesalahan saat titrasi seperti misalnya melebihi titik akhir titrasi atau pembacaan skala yang tidak tepat, serta adanya gelembung yang terhenti pada salah satu toples sehingga tidak ada CO2 yang tertangkap. 4.1.2 Mentimun
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pola respirasi buncis termas uk klimakterik karena mengalami kenaikan secara tiba-tiba saat percobaan yaitu pada hari ke-1. Hal ini tidak sesuai dengan literature dimana buncis merupakan sayuran non klimakterik yang berarti laju respirasinya terus mengalami penurunan secara lamban selama proses respirasi. Selain itu buncis merupakan sa yuran berkecambah aktif yang berasal dari perpanjangan batangnya, membuat buncis ini selalu aktif tumbuh sesudah dipanen, sehingga menyebabkan tingginya laju respirasi (Nurjanah, 2002). Kesalahan-kesalahan yang terjadi bisa saja sama dengan pengamatan pada buah apel seperti daya tangkap toples terhadap CO2 berbeda-beda dan yang lainnya. Perbedaan antara hasil dari praktikum dengan literature bisa disebabkan karena beberapa hal seperti alat yang dirangkai mengalami kebocoran, alat titrasi yang bocor pula, gelembung yang keluar tidak kontsan pada tiap toples sehingga menyebabkan banyaknya CO 2 yang tertangkap berbeda-beda dan tidak stabil. Hal ini jelas mempengaruhi laju respirasi dari buah tomat tersebut. 4.2
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi
Temperatur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi CO2 yang akan menyebabkan peningkatan produksi CO 2, sejalan dengan meningkatnya suhu (Hulme, 1970 dikutip oleh Nurjanah, 2002). Hal ini berarti semakin berbanding lurus dimana ketika suhu turun maka laju respirasi juga
Yolla Cahya Apischa 240210150019 Kelompok 3A menurun dan sebaliknya. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksireaksi metabolisme, karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun (Winarno, 1979).