BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Bangsa Arab merupakan komunitas terbesar dengan berbagai suku. Setiap suku memiliki dialek (lahjah ( lahjah)) yang khusus dan berbeda dengan suku-suku lainnya.. sama halnya dengan Indonesia yang memiliki berbagai suku, namun untuk memudahkan berkomunikasi Indonesia memiliki bahasa persatuan, maka bangsa Arabpun demikian. Mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari kenyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami alasan al-Qur’an al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Quraisy. Dengan perbedaan-perbedaan lahjah itu maka terlahirnya bermacammacam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan alal-Qur’an. Lahirnya bermacambermacammacam qira’ah itu sendiri, tidak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, Rasulullah SAW sendiri membenarkan pelafalan al-Qur’an al-Qur’an dengan berbagai macam qira’ah. Sabdanya alal -Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf (unzila (unzila hadza al-Qur’an al- Qur’an ‘ala sab’ah ahruf ) dan hadis-hadis lainnya yang sepadan dengannya.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Qira’at
Qiro’at adalah bentuk jamak dari kata qira’ah yang secara bahasa bearti bacaan. Dan ia adalah masdar (verbal noun) dari qara’a. Sedangkan secara istilah banyak ulama mengemukakan sebagai berikut : 1. A1l-zarqon Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam pasti memiliki qiro’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-quran alkarim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur dari padanya,baik perbedaan ini dalam penggucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadaankeadaannya. Defenisi diatas mengantung tiga unsur pokok,pertama Qira’at di sini di maksudkan menyangkut ayat-ayat di mna cara membaca Al-Quran berbeda dari satu imam dengan imam Qira’at lainnya.kedua,cara bacaan yang di anut dalam suatu mashab Qita’at di dasarkan atas riwayat dan bukan atas kias atau ijtihat.ketiga,perbedaan antara qira’at-qira’at bias terjadi pengucapan huruf-huruf dan pengucapan dalam berbagai keadaan. 2. Ibn Al-Jazari Qira’at adalah pengetahuan tentang cara-cara melapalkan kalimatkalimat Al-Quran dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya. 3. Al-Zarkasyi Qira’at yaitu perbedaan lapal-lapal Al-Quran, baik menyangkut hurufhuruf maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut seperti takhfif, tasydid, dan lain-lain. Pengertian Qira’at yang di kemukakan oleh Al-Zarkasyi di atas hanya terbatas pada lapal-lapal Al-Quran yang memiliki perbedaan dalam lingkup yang lebih luas yang mencakup pula lapal-lapal Al-Quran yang tidak memiliki perbedaan Qira’at artinya lapal-lapal Al-quran tanda 1
Mudzakir. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, P.T. Pustaka Litera Antarnusa, Jakarta, 1994, Hlm. 248
2
sukun), fashl, (memisahkanhuruf), washl(menyambungkan huruf), ibdal (menggantikan huruf-huruf atau lafal tertentu) ,dan lain-lain yang diperoleh melalui indra pendengaran. 4. Shihabuddin al-Qusthalani Qira’at yaitu suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli Qira’at (tentang cara mengucapkan lapal-lapal AlQuran)seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, I’rob, hazf, isbat, fashl, washl, yang di peroleh dengan cara periwayatan. Jadi dari defenisi yang di kemukakan oleh Al-Dimiyathi dan AlQusthalani di atas tanpak bahwa Qira’at Al-Quran itu di peroleh melalui mendengar langsungdari bacaan Nabi SAW, atau sebagai mana di ucapakan oleh para sahabat di hadapan Nabi SAW, lalui beliau men taqrir kannya. Qira’at adalah suatu mashab cara pelapalan Al-Quran yang di anut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW. 5. Mana’Khalil Al-Qattan Qira’at adalah jamak dari Qira’ah yang berarti bacaan,dan ia adalah masdar dari qara’a menurut istilah ilmiyah Qira’at adalah salah satu mashab atau (alirannya)pengucapan Quran yang di pilih oleh salah seorang imam qara’a sebagai suatu mashab yang berbeda dengan mashab lainnya .2
B. Latar Belakang Timbulnya Qira’atul Qur’an a. Latar Belakang Historis
Qiro’at sebenarnya muncul semenjak nabi masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qiro’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu .sebagai mana riwayat dibawah ini: ketika ‘Umar bin khaththab berbeda pendapat dengan Hisyam bin hisyam ketika membaca ayat Al-quran .’ Umar tidak puas terhadap bacaan hisyam sewaktiu ia membaca surat Al-furqan.menurut‘ Umar, 2
Rosihan Anwar. Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Jakarta, 2010, Hlm.140
3
bacaan Hisyam tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi kepadanya. namun Hisyam menegasakan pula bahwah bacaannya pun berasal dari Nabi. seusai shalat ,Hisyam diajak menghadap Nabi seraya melaporkan peristiwa di atas, Nabi menyuruh Hisyam mengulanggi bacaannya sewaktu shalat tadi.setelah hisyam melakukannya, Nabi bersabda; Artinya : “Memang begitulah Al-quran di turunkan, sesungguhnya Alquran ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari yang tujuh huruf itu”. Jadi perbedaan qiro’at sudah ada pada masa Nabi, dan menimbulkan perbedaan yang sangat jelas sehinga diperjelas dihadapkan atau dilafalkan di depan Nabi langsung. dan Beliau pun juga membenarkannya. menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qiro’at dimulai pada masa tabi’in, yaitu pada awal II H. tatkalah para qari’ sudah tersebar diberbagai pelosok.mereka lebih suka mengemukakan pendapat qiroat gurunya dari pada mengikuti qira’at imam-imam lainnya. qira’at tersebut di ajarkan secara turun temurun oleh guru ke guru. sehinggah sampai pada kepada para imam qiro’at, baik yang tujuh, sepuluh,atau yang empat belas. Kebijkan abu bakar siddq untuk tidak memusnakan mushaf-mushaf yang lainya seperti mushaf yang tealah disusun zait bin tsabit, mushaf yang di miliki ibnu mas’ud, abu musa As-Asy’ar i, Miqdad bin Amar, ubay bin Ka’ab, dan Ali bin abi Thalib mempuyai andil besar dalam kemunculan qira’at yang beragam.
b. Latar Belakang Cara Peyampaian
Menurut analisis yang di sampaikan Sayyid Akhmad Khalil, perbedaan qira’at itu bermula dari cara seorang guru membacakan qira’at kepada murid-muridnya . Beberpa ulama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Quran itu sebagai berkut : a. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kaliamat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat.
4
b. Perbedaan pada I,rab dan harakat(baris)kaliamt sehingga merubah maknanya. c. Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan I’rab dan bentuk tulisanya,sementara maknanya berubah. d. Perubahan pada kaliamat dengan perubahan pada bentuk tulisanya,tapi maknya tidak berubah. e. Perbedaan pada kalimat di mana bentuk dan maknanya berubah pula. f.
Perbedaan pada mendahulukan dan mengakhirinya.
g. Perbedaan dengan menembah dan mengurangi huruf.
c. Sebab-sebab terjadi perbedaan Qira’atul Qur’an
Diantaranya yang meyebabkan munculnya qira’at yang berbeda adalah sebagai berikut : 1. Perbedaan qira’at Nabi. Artinya, dalam mengajarkan Al-Quran kepada para sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qira’at. 2.
Pengakuan dari Nabi terhadap sebagian qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata dalam Al-Qur’an.
3. Adanya riwayat dari para sahabat Nabi yang meyangkut berbagai versi qira’at yang ada. 4. Adanya lahjah atau dialek kebahsaan di kalangan bahsa arab pada masa turunya Al-Qur ’an.3
C. Macam-macam Qira’at 1. Dari Segi Kuantitas
a. Qira’at Sab’ah (Qira’at tujuh) kata sab’ah artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh. mereka itu adalah : abdullah bin katsir ad-dari (w. 120 h), nafi bin abdurrahman bin abu naim (w. 169 h), abdullah al-yashibi (q. 118 h), abu ‘amar (w. 154 h), ya’qub (w. 205 h), hamzah (w. 188 h), ashim ibnu abi al-najub al-asadi. 3
Rosihan Anwar. Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Jakarta, Hlm. 148
5
b. qiraat asyrah (qiraat sepuluh). yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan di atas ditambah tiga qiraat sebagai berikut : abu ja’far. nama lengkapnya yazid bin al-qa’qa al-makhzumi al-madani. ya’qub (117 – 205 h) lengkapnya ya’qub bin ishaq bin yazid bin abdullah bin abu ishaq al-hadrani, khallaf bin hisyam (w. 229 h). c. qiraat arba’at asyarh (qiraat empat belas) yang dimaksud qiraat empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang telah disebutkan di atas ditambah dengan empat qiraat lagi, yakni : al-hasan al-bashri (w. 110 h), muhammad bin abdurrahman (w. 23 h), yahya bin al-mubarak al-yazidi an-nahwi al baghdadi (w. 202 h), abu al-fajr muhammad bin ahmad asy-syambudz (w. 388 h). 4
2. Dari Segi Kualitas
Adapun macam-macam qira’at berdasarkan penelitian Al-jazari, yang berdasarkan kualitas qira’at dapat di kelompokkan dalam lima bagian yaitu : 1.
Qira’at mutawatir yakni qira’at yang di sampaikan sekelompok orang mulai dari sampai akhir sanad, yakni tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta. Kebanyakan qira’at adalah demikian. Menurut jamhur ulama, qira’at yang tujuh adalah mutawatir. Para ulama A -Qur’an dan ahli hukum islam telah sepakat bahwa qira’at yang berstatus mutawatir ini adalah qira’at yang sah dan resmi sebagai Al-Qur’an. Qira’at ini sah dibaca di dalam dan di luar shalat. Qira’at ini dijadikan sumber atau hujjah dalam menetapkan hukum.
2.
Masyhur, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi tidak sampai pada kulitas mutawatir, sesuai kaidah bahasa arab dan tulisan mushaf utsmani, masyhur di dikalangan qurra; di baca sebagaimana ketentuan yang tela ditetapaka Al-jazari, dan tidak taermasuk Qira’ah yang keliru dan meyimpang. Qira’at ini populer dikalangan ahli qira’at dan
4
Yunahar Ilyas. Kuliah Ulumul Qur’an, Itqan Publishing, Yogyakarta, 2014, Hlm. 165
6
mereka tidak memandangnya sebagai qira’at yang salah atau aneh. Misalnya adalah qira’at yang berbeda-beda jalur periwayatannya dari imam qira’at yang tujuh. Sebagian periwayat meriwayatkannya dari mereka dan sebagian yang lain tidak demikian. 3.
Qira’ah ahad, yakni yang memiliki sanad sahih,tetapi meyalahi tulisan mushaf,utsmani dan kaidah bahasa arab, tidak memiliki kemashuran dan tidak di baca sebagiamana ketentuan yang telah di tetapkan Al jazari. Qira’at ini tidak sah dibaca sebagai Al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya.
4.
Qira’ah Syadz(meyimpang) Yakni sanadnya tidak sahih. Qira’at ini tidak dijadikan pegangan dalam bacaan dan bukan termsuk Al-Qur’an.
5.
Qira’ah maudhu’(palsu) yaitu qira’at yang di bangsakan kepada seseorang tanpa dasar.
6.
Qira’ah yang meyerupai hadits mudraj(sisipan)yakni adanya peyisipan pada bacaan denga tujuan penafsiran. Didalamnya terdapat kata atau kalimat tambahan yang biasanya di jadikan penafsiran bagi ayat AlQur’an. 5 Imam Al-Nawawi
(w.679 )H
menjelaskan dalam kitab Syarh al -
Muhazzab bahwa tidak sah membaca qira’at syazzah di dalam dan di luar shalat. Sebab, qira’at syazzah bukan Al-Qur’an karena Al-Qur’an tidak sah kecuali dengan riwayat mutawatir . Sedangkan qira’at syazzah tidak mutawatir. Barang siapa berpendapat tidak demikian maka orang itu salah dan jahil. Sekiranya ia menyalahi pendapat itu dan membaca riwayat yang syazz, qira’atnya ditolak di dalam dan diluar shalat. Qira’at ini tidak berstatus Al-Qur’an dan karena itu membacanya tidak termasuk dalam kategori ibadah. Namun, tentang penggunaannya sebagai hujjah dalam menafsirkan Al-Qur’an para ulama berbeda pendapat. Imam al-Haramain mengutip
makna
lahir
dari
mazhab
Syafi’i
bahwa
mengamalkan Qira’at syazzah. Abu Nashr al-Qusyairi
tidak
boleh
mengikuti
pendapat ini dan kmudian Ibn al-Hajib menegaskannya. Sementara itu, AlQadhi Abu al-Tayyib, Al-Qadhi al-Husein, Al-Rumani, dan Al-Rafi’i 5
Ramli Abdul Wahid. Ulumul Qur’an, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm. 119
7
menyebutkan boleh mengamalkannya dengan menempatkan qira’at syazzah tersebut pada kedudukan khabar Ahad. Pendapat ini telah dibenarkan oleh Ibn al-Subki dalam kitab Jam’ al - jawami dan syarh al mukhtashar . Tampaknya dalam kenyataan, pendapat kedua ini banyak diterapkan sekalipun ulama yang menerapkannya selalu mendukung qira’at syazzah ini akan menjadi lebih jelas dalam pembahasan berikut.
D. Urgensi menpelajari Qira’atul Qur’an dan pengaruhnya dalam istinbath hukum
1. Manfaat mempelajari qira’ah adalah sebagai berikut: a. Untuk memberi kemudahan bagi umat islam. Dalam masyarakat Arab terdapat bahasa yang mempunyai inotasi dan dialek yang banyak. Dengan adanya macam – macam dialek ini sudah barang tentu berpengaruh besar terhadap macam – macam qiraat. Jadi, adanya macam – macam qiraat ini memberi kemudahan tersendiri bagi mereka. b. Mempersatukan umat islam di kalangan bangsa Arab yang relative baru dalam satu bahasa yang mengikat persatuan di antara mereka, yaitu bahasa Qurasiy, bahasa Al-Qur’an, dan dapat mengakomodasi unsur – unsur bahasa dari kabilah – kabilahnya. c. Membantu dalam mengkaji tafsir Al-Qur’an; menjelaskan apa yang masih global dalam qiraat lain, terutama dalam pengistimbatan hukum. d. Menunjukkan
terpeliharanya
Al-Qur’an
dari
perubahan
dan
penyimpangan, kendati Al-Qur’an memiliki banyak qiraat. e. Membuktikan kemukjizatan Al-Qur’an, baik dari lagi segi lafazh maupun maknanya. 6
2. Pengaruh Perbedaan Qira’at Terhadap Istinbat Hukum
Sebelum masuk kepada pengaruh perbedaan qira’at terhadap istinbat hukum, kata istinbat ( nabth (
) adalah Bahasa Arab yang akar katanya al-
) artinya air yang pertama kali keluar atau tampak pada saat
seseorang menggali sumur. Adapun istinbat menurut bahasa berarti: 6
Rosihan Anwar. Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Jakarta, 2010, Hlm.155
8
“Mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah)”, karena itu, secara umum kata istinbat dipergunakan dalam arti istikhraj (
) , mengeluarkan.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud istinbat yaitu: “Mengeluarkan kandungan hukum dari nash-nash yang ada (al-Qur’an dan al-Sunnah), dengan ketajaman nalar serta
kemampuan
yang
optimal.”
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa, esensi istinbat yaitu, upaya melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat baik dalam alQur’an maupun al-Sunnah. Mengenai obyek atau sasarannya yaitu dalildalil syar’i baik berupa nash maupun bukan nash , namun hal ini masih berpedoman pada nash. Adapun perbedaan qira’at al-Qur’an yang khusus menyangkut ayat -ayat hukum dan berpengaruh terhadap istinbat hukum, dapat dikemukakan dalam contoh berikut: Firman Allah swt: {
: 6
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. al-Maidah/5: 6). Ayat ini menjelaskan, bahwa seseorang yang mau mendirikan shalat, diwajibkan berwudhu. Adapun caranya seperti
yang
disebutkan
dalam
firman
Allah
di
atas.
Sementara itu, para ulama berbeda pendapat tentang apakah dalam berwudhu, kedua kaki (
) wajib dicuci ataukah hanya wajib diusap
dengan air.Hal ini dikarenakan adanya dua versi qira’at yang menyangkut hal ini. Ibn Katsir, Hamzah dan Abu Amr membaca Nafi, Ibn Amir dan al-Kisai membaca Syu’bah membaca . Qira’at
. Sementara Ashm riwayat
, sedangkan Ashm riwayat Hafsah membaca menurut dzahirnya menunjukkan bahwa kedua
kaki wajib dicuci, yang dalam hal ini ma’thuf kepada Sementara qira’at
.
.
menurut dzahirnya menunjukkan bahwa kedua
kaki hanya wajib diusap dengan air, yang dalam hal ini ma’thuf kepada
9
. Jumhur ulama cenderung memilih qira’at
,
mereka memberikan argumentasi sebagai berikut: a.
Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.
b.
Dalam ayat tersebut Allah membatasi kaki sampai mata kaki, sebagaimana halnya membatasi tangan sampai dengan siku. Hal ini menunjukkan bahwa dalam berwudhu, kedua kaki wajib dicuci sebagaimana diwajibkannya mencuci kedua tangan.
Selain itu jumhur berupaya menta’wilkan qira’at a. Qira’at
kedudukannya ma ’thuf kepada kata
tetapi kata
, akan
dibaca majrur disebabkan karena berdekatan
dengan b. Lafadz
sebagai berikut:
yang juga majrur. dalam ayat tersebut dibaca majrur, semata-mata karena
ma’thuf kepada lafadz
yang majrur. Akan tetapi ma’thufnya
hanya dari segi lafadz bukan dari segi makna.Sementara itu, sebagian ulama dari kalanga Syi’ah Immamiyyah cenderung memilih qira’at
. 7
Sedangkan ulama azh-Zhahir berpendapat bahwa dalam berwudhu diwajibkan menggabungkan antara mengusap dan mencuci dua kaki, dengan alasan mengamalkan ketentuan hukum yang tedapat dalam dua versi qira’at tersebut. Menurut Ibn Jabir ath-Thabari berpendapat bahwa seseorang yang berwudhu, boleh memilih antara mencuci kaki dan mengusapnya (dengan air). Dari uraian di atas tampak jelas, bahwa perbedaan qira’at dapat menimbulkan perbedaan istinbat hukum. Qira’at dipahami oleh jumhur ulama dengan menghasilkan ketentuan hukum, bahwa dalam berwudhu diwajibkan mencuci kedua kaki, sementara qira’at
dipahami oleh sebagian ulama dengan
menghasilkan ketentuan hukum bahwa dalam berwudhu tidak diwajibkan mencuci kedua kaki, akan tetapi diwajibkan mengusapnya. Sementara ulama lainnya membolehkan untuk memilih salah satu dari kedua
7
Supiana. Ulumul Qur’an, Pustaka Islamika, Bandung, 2002, Hlm. 124
10
ketentuan hukum tersebut. Dan ada pula yang mewajibkan untuk menggabungkan kedua ketentuan hukum tersebut .
11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini, maka dapat di simpulkan sebagai berikut : 1. Qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh Al-Quran yang baik menyankut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf. 2. Qira’at memiliki bermacam-macam, yakni Qira’at sab’ah, qira’at asyrah dan Qira’at arbaah asyrah. Dam masih banyak lagi macam-macamnya, menurut kualitas qira’at itu sendiri. 3. Qira’at memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu hukum akibat perbedan kata, huruf dan cara baca. 4. dengan adanya qira’atul Qur’an ini mak a dapat memudahkan umat islma untuk membanyanya sesuai dengan yang ia pehami. Karena Rosulullah Saw,
memperbolahkan
pembacaan
al-qur’an
yang
tidak
sesuai
dengan pertama kali Al-qur’an itu diturunkan.
B. Saran
Penulis meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, itu semua hayalah keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki dan hanya mengandalka buku referensi. maka dari itu penulis meyarankan agar para pembaca mendalami Qira’at setelah membaca makalah ini, membaca sumbersumber lain yang lebih komplit. tidak haya membaca makalah ini saja. Akhirnya penulis ucapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Mudzakit, Studi Ilmu-imu Qur’an, Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1994. Anwar, Rosihan , Ulum Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Setia, 2010. Ilyas, Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Itqan Publishing, 2014. Whid, Ramli Abdul, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Supiana, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Islamika, 2002.
iii 13
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.
Berkat
limpahan
dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Qiro’at”, guna memenuhi tugas perkuliahan. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang tubuh ilmu keagamaan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan
makalah saya
di
masa
yang
akan
datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Padangsidimpuan, Oktober 2017 Hormat kami,
Penulis
i 14
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan .................................................................................................
1
B. Pengertian Qira’at .......................................................................................
1
C. Latar Belakang Timbulnya Qira’at Qu’arn ...................................................
3
D. Macam-macam Qira’at .................................................................................
5
E. Urgensi Mempelajari Qira’atul Qur’an dan Pengaruhnya dalam Istinbath Hukum ...........................................................................................
7
F. Kesimpulan .................................................................................................. 10 G. Daftar Pustaka .............................................................................................. 12
i 15
QIRA’AT AL-QUR’AN
DI SUSUN
OLEH:
KELOMPOK IX
NAMA MAHASISWA
NIM
1. ROSMAWATI 2. NAINSI WIDYA
1620100111 1620100121
MATA KULIAH : ULUMUL QUR’AN DOSEN PENGAMPU: RINA JULIANA, M.Pd.I
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PADANGSIDIMPUAN 2017
16