PRESENTASI KASUS 1
MIELODISPLASIA SYNDROME
Disusun Oleh dr. Rizki Assri Nurfadhilah
Dokter Pendamping dr. Hendrawan Tri Wibowo dr. Endang Purwanti
PROGRAM INTERNShIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SLEMAN YOGYAKARTA 2017 1
Identitas Nama Usia Alamat Tgl. Masuk No. RM
: Ny. H : 38 tahun : Tempel : 21 Juni 2017 : 2978xx
Keluhan Utama
: Lemas
Riwaya Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Sleman dengan keluhan lem as, buyer, dan memar pada tungkai bawah. Demam (-), nyeri perut bagian atas (+), mual (+), muntah (-), mimisan kadang-kadang, penurunan nafsu makan (-), penurunan berat badan (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Satu hari sebelum ke Poli pasien mengatakan pingsan, namun tidak ke RS. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa (+), riwayat mondok karena keluhan serupa (+), riwayat alergi (-), riwayat hipertensi (-) , riwayat DM (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien menderita hipertensi. Kebiasaan dan Lingkungan : Pasien bekerja sebagai karyawan pabrik. Pasien jarang berolahraga. Pasien tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol.
2
Anamnesis Sistem Sistem serebrospinal Sistem kardiovaskuler Sistem Respirasi Sistem gastrointestinal Sistem muskuloskeletal Sistem Integumental Sistem urogenital
: Pusing (+) Demam (-) : Penyakit jantung (-) Hipertensi (-) : Sesak nafas (-) Batuk berdahak (-) : Nyeri epigastrik (+) Mual (+) Muntah (-) : Kelemahan anggota gerak (-). : Memar (+) : Dalam batas normal
Resume anamnesis Pasien adalah seorang perempuan, 38 tahun, masuk ke rumah sakit karena lemas, kepala terasa buyer, mual, dan nyeri perut bagian atas. Riwayat keluhan serupa (+), riwayat mondok karena penyakit serupa (+). Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran GCS Vital sign
Kepala Mata Hidung Mulut Leher Thorax Paru-paru Jantung Abdomen Ekstremitas
: : Lemas : Compos Mentis : E4 V5 M6 : Tekanan Darah: 100/60 mmHg; Nadi: 88/menit; Rr: 20 kali/menit; Suhu : 37,1 oC : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter pupil 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+). : Epitaksis (-), deformitas (-) : Faring hiperemis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), tonsil dbn. : Pembesaran limfonodi
: Simetris (+/+), ketinggalan gerak (-/-), sonor (+/+), Suara paru kanankiri : vesikuler; Wheezing (-) : dalam batas normal : Supel, timpani, bising usus dalam batas normal, nyeri tekan (+) di kuadran atas : Edem (-/-), capillary refill < 3 detik, akral hangat (+), memar pada tungkai bawah (+)
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan
:
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
3
Hematologi (21/6/2017)
Hemoglobin Hematokrit Lekosit Eritrosit Trombosit Trombosit Manual MPV PDW
6,7 20 3.2 2.17 0 5 00.0 00.0
g/dL % 10^3/u/L 10^6/u/L 10^3/u/L 10^3/u/L fL fL
12.0 ~ 16.0 37 ~ 47 4.5 ~ 11.0 4.2 ~ 5.4 150 ~ 440 150 ~ 440 7.20 ~ 11.1 9 ~ 13
18.0 90.3 30.9 34.2
% fL pg %
11.5 ~ 14.5 80 ~ 100 26 ~ 34 32 ~ 36
0.0 10.0 0.0 49.1 40.9
% % % % %
0~1 4~8 1~6 22 ~ 40 40 ~ 70
Index Eritrosit RDW-CV MCV MCH MCHC
Hitung Jenis Lekosit Basofil Monosit Eosinofil Limfosit Neutrofil
4
: Resume Pemeriksaan Pasien adalah seorang perempuan usia 38 tahun. Keadaan umum : l emas. GCS : E:4 V:5 M:6. Konjungtiva anemis (+/+), ekimosis (+). Pemeriksaan darah rutin : anemia, leukopenia, trombositopenia, Ht ↓, eritrosit ↓ Diagnosis Mielodisplasia Sindrom PLAN Oksigenasi O2 3 L/m Infus RL 20 tpm Asam Folat 2x1 Injeksi Asam Tranexamat k/p Injeksi Lansoprazole 30 mg/24jam Injeksi Methylprednisolon 62,5 mg/8 jam Sistenol 3x1 k/p •
•
•
•
•
•
•
FOLLOW UP 21/6/2017 S : Lemes (+), pusing (+) O : TD: 100/60 R: 20x/mnt, N: 80x, t: 37,1 K: CA +/+, SI -/ Lhr: lnn tidak teraba, Th: SDV (+/+), S1-S2 reguler, bising jantung (-). A: BU (+), supel, turgor baik. E: ekimosis (+) A : Mielodisplasia syndrome P: Oksigenasi O2 3 L/m Infus RL 20 tpm Asam Folat 2x1 Injeksi Asam Tranexamat k/p Injeksi Lansoprazole 30 mg/24jam Injeksi Methylprednisolon 62,5 mg/8 jam Sistenol 3x1 k/p Transfusi Trombosit 6 kolf Transfusi PRC 1 kolf/12 jam dengan extra dexametasone •
•
•
•
•
•
•
•
•
22/6/2017 S : Lemes (+), Pusing berkurang, perdarahan (-) O : KU : Sedang, Kesadaran : CM TD: 135/60 R: 20x/mnt, K: CA +/+, SI -/o
N: 80x, t: 36,4 5
Lhr: lnn tidak teraba, o Th: SDV (+/+), S1-S2 reguler, bising jantung (-). o A: BU (+), supel, turgor baik. o E: ekimosis (+) A : Mielodisplasia Sindrom P: O2 3lpm Inf RL 20 tpm Sistenol 3x1 k/p Asam Folat 2x1 Inj Methylprednisolon 62,5 mg/8jam Inj Lansoprazole 30 mg/24jam Inj Asam Tranexamat k/p Transfusi PRC 1 kolf/12 jam dengan extra inj dexametasone Evaluasi DR post transfusi o
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
8,7 25 4.3 2.93 10.1 9.0
g/dL % 10^3/u/L 10^6/u/L fL fL
12.0 ~ 16.0 37 ~ 47 4.5 ~ 11.0 4.2 ~ 5.4 7.20 ~ 11.1 9 ~ 13
16.5 85.3 29 29.7 34.8
% fL 10^3/u/L pg %
11.5 ~ 14.5 80 ~ 100 150 ~ 440 26 ~ 34 32 ~ 36
Hematologi (22/6/2017)
Hemoglobin Hematokrit Lekosit Eritrosit MPV PDW
Index Eritrosit RDW-CV MCV Trombosit Manual MCH MCHC
6
Hitung Jenis Lekosit Basofil Monosit Eosinofil Limfosit Neutrofil
0.2 4.2 0.0 15.6 80.0
% % % % %
0~1 4~8 1~6 22 ~ 40 40 ~ 70
Jumalah Sel darah Trombosit
29
10^3/u/L
150 ~ 440
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
10,6 31 3.5 3.62 20 10.1 11.1
g/dL % 10^3/u/L 10^6/u/L 10^3/u/L fL fL
12.0 ~ 16.0 37 ~ 47 4.5 ~ 11.0 4.2 ~ 5.4 150 ~ 440 7.20 ~ 11.1 9 ~ 13
16.5 84.5 29.3 34.6
% fL pg %
11.5 ~ 14.5 80 ~ 100 26 ~ 34 32 ~ 36
Hematologi (23/6/2017)
Hemoglobin Hematokrit Lekosit Eritrosit Trombosit MPV PDW
Index Eritrosit RDW-CV MCV MCH MCHC
Hitung Jenis Lekosit 7
Basofil Monosit Eosinofil Limfosit Neutrofil
0.0 9.0 0.0 29.1 62.0
% % % % %
0~1 4~8 1~6 22 ~ 40 40 ~ 70
23/6/2017 S : Buyer (-), tangan dan kaki kanan sulit digerakkan (+) O : TD: 125/80 R: 20x/mnt, N: 80x, t: 37,0 K: CA +/+, SI -/ Lhr: lnn tidak teraba, Th: SDV (+/+), S1-S2 reguler, bising jantung (-). A: BU (+), supel, turgor baik. E: ekimosis (+)
A : Mielodisplasia P : BLPL
8
TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi
Sindrom mielodisplasia ( Myelodysplastic Syndrom / MDS) adalah suatu kelainan dari sel punca ( stem cell ) darah yang ditandai dengan terganggunya proliferasi dan pendewasaan sel hematopoesis. Karakteristik dari MDS adalah hematopoesis yang tidak efektif dan adanya displasia sel punca akibat proliferasi dan maturasi yang abnormal. Dua karakteristik inilah yang menyebabkan terjadinya sitopenia pada penderita MDS. Sindrom mielodisplasia ( Myelodysplastic Syndrom / MDS) adalah kelainan neoplastik hemopoetik klonal yang disebabkan oleh transformasi ganas sel induk .myeloid sehingga menimbulkan gangguan maturasi dan diferensiasi seri myeloid, eritriod atau megakariosit yang ditandai dengan hematopoesis inefektif, sitopenia pada darah tepi dan sebagian akan mengalami transformasi menjadi leukemia myeloid akut. 2. Epidemiologi
Perkiraan dari American Cancer Society (2009), MDS di Amerika Serikat berkisar 12.000 kasus baru setiap tahun. Jumlah kasus baru nampaknya akan meningkat karena peningkatan usia rata – rata populasi. Sekitas 80% sampai 90% dari semua pasien dengan MDS umumnya lebih dari 60 tahun. Sedangkan insiden MDS dalam data yang baru – baru ini diterbitkan oleh Surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER) meningkat dari < 5 per 100.000 pasien dibawah usia 60 tahun menjadi 36,2 per 100.000 pasien dengan usia lebih dari 80 tahun. Dengan rata – rata usia diagnosis 76 tahun. Meskipun MDS dapat terjadi pada orang-orang dari segala umur, termasuk anak-anak, MDS terutama menyerang orang tua, dengan onset median pada dekade ketujuh kehidupan. Data dari tahun 2001 sampai 2003 dari Surveilans, Epidemiologi & Laporan Akhir National Cancer Institute yang pertama menunjukkan 86% kasus MDS didiagnosis pada orang berusia 60 tahun atau lebih (median usia: 76y). 3. Etiologi
Etiologi utama MDS sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun dapat terjadi karena bertambahnya usia, perubahan genetik yang diwariskan atau disebabkan oleh paparan zat yang berbahaya. Faktor risiko meliputi pemaparan terhadap pelarut benzena atau bahan lainnya, halogenated hydrocarbon, tembakau, dan asap rokok serta penurunan sistem imun. Kemoterapi dan radiasi yang berhubungan dengan terapi juga dapat terkait dengan MDS. 9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penuaan Sebagaimana disebutkan di atas, penuaan tampaknya menjadi faktor risiko terpenting dalam perkembangan MDS karena risiko terjadinya mutasi meningkat sebanding dengan usia. Kimia Paparan tingkat tinggi dari beberapa bahan kimia lingkungan, terutama produk benzena dan minyak bumi, terkait dengan perkembangan MDS. Rokok Paparan bahan kimia dalam asap tembakau atau rokok dapat meningkatkan risiko perkembangan MDS. Sitotoksik kemoterapi Pasien yang sebelumnya mengalami pengobatan kanker atau kondisi lain dengan kemoterapi, akan meningkatkan risiko untuk terjadinya MDS sekunder atau terkait pengobatan. Ini mewakili kurang dari 10 persen dari semua kasus MDS. MDS sekunder dikaitkan dengan mutasi yang berbeda yang terjadi pada MDS spontan dan memiliki prognosis yang lebih buruk. Waktu antara paparan obat dan terjadinya MDS dapat 2-3 tahun hingga lebih dari 10 tahun. Radiasi Terapi radiasi sebelumnya, atau paparan radiasi lingkungan tingkat tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko MDS. Dalam beberapa kasus mungkin tidak terlihat sampai 40 tahun setelah paparan. Kelaianan bawaan Beberapa kelainan bawaan seperti sindrom Bloom, Down Syndrome, anemia fanconi, dan neurofibromatosis memiliki risiko lebih untuk terjadinya mutasi yang menyebabkan kanker atau MDS.
4. Klasifikasi MDS
Sistem klasifikasi risiko untuk memperkirakan prognosis pada pasien dengan MDS telah dikembangkan oleh French-American-British (FAB) Cooperation Group, World Health Organizatiob (WHO), dan MDS Risk Analysis Workshop. Sistem FAB mengklasifikasikan MDS ke dalam lima subkelompok berikut, membedakannya dari leukemia myeloid akut : - Refractory Anemia (RA) - Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS) - Refractory Anemia with Exessive Blast (RAEB; 6-20% myeloblasts) - RAEB in Transformation to Leukemia (RAEB-T; 21-30% myeloblasts) - Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML)
10
RA dan RAR ditandai dengan 5% atau kurang myeloblasts di sumsum tulang. RAR didefinisikan secara morfologis karena memiliki sel erythroid 15% dengan sideroblas cincin abnormal yang mencerminkan akumulasi besi yang tidak normal di mitokondria. Baik RA maupun RARS memiliki program klinis yang berkepanjangan dan prevalensi progresi yang rendah terhadap leukemia akut. Dalam sebuah tinjauan terhadap data berbasis populasi di Inggris, dengan follow up 2 sampai 11 tahun, perkembangan leukemia akut terjadi pada 5% kasus RARS, dibandingkan dengan 25% kasus RAEB. Klasifikasi menurut WHO (2008) MDS dibagi menjadi 7 jenis: Subtipe Refractory cytopenia with unileage dysplasia (RCUD)
Darah Tepi Single or bicytopenia
Sumsum Tulang Dysplasia in >10% of one cell line, <5% blast
Refactroy anemia with ring sideroblasts (RARS)
Anemia, no blasts
Refractory cytopenia with multilineage dysplasia (RCMD)
Cytopenia, <1x10 9/L monocytes
Refractory anemia with excess blasts-1 (RAEB-1)
Cytopenia, <2%-4% blasts, <1x109/L monocytes Cytopenia, 5%-19% blasts, <1x109/L monocytes
>15% of erytroid percursors with ring sideroblast, erythroid dysplasia only, <5% blasts Dysplasia in >10% of cell in >2 hematopoetic lineages, ±15% ring sideroblasts, <5% blasts Unilineage or multilineage displasia, no Auer rods, 5%-9% blasts Unilineage or multilineage displasia, Auer rods, ±10-19% blasts
Refractory anemia with excess blasts-2 (RAEB-2)
MDS, unclassified (MDSU)
Cytopenia
Unilineage dysplasia or no dysplasia but characteristic MDS cytogenetics, >5% blasts
MDS assosiated with isolated del (5q)
Anemia, platelets normal or increased
Unilineage erytroid dysplasia, isolated del (5q), <5% blasts
Tabel 1.1 Klasifikasi MDS Menurut WHO
11
5. Manifestasi Klinik
Gejala MDS sering tidak jelas dan spesifik, dan diagnosis sering dibuat selama pemeriksaan untuk anemia, trombositopenia, atau neutropenia pada pemeriksaan darah rutin. Jika tampak tanda – tanda dan gejala, biasanya tergantung pada jenis sel yang terpengaruh. Ketika eritrosit terpengaruh (situasi yang paling umum), pasien datang dengan tanda – tanda anemia, termasuk pucat, konjungtiva anemis, takikardi, hipotensi, kelelahan, sakit kepala, dan intoleransi latihan, atau dengan tanda dan gejala memburuknya kondisi atau penyakit yang mendasari seperti angina pectoris, gagal jantung, atau emfisema. Ketika trombosit yang terpengaruh, kurang dari 20% dari pasien datang dengan gejala trombositopenia terisolasi sebagai perdarahan kecil, misalnya perdarahan mukosa, petechie, mudah memar, epistaksis, atau perdarahan besar misalnya perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial. Ketika neutrofil yang terpengaruh, terjadi neutropenia terisolasi misalnya infeksi bakteri yang sering terjadi pada pasien sistem organ yang berbeda. Infeksi merupakan keluhan utama dari 10% kasus dan penyebab kematian dari 21% kasus. Splenomegali dan limfodenopati jarang terjadi pada MDS. Jika terdeteksi, maka harus curiga terhadap neoplasma myeloproliferatif atau limfoproliferatif.
6 . Patofisiologi
Penyebab MDS belum diketahui secara pasti, dan sulit dipisahkan dari penyebab leukemia dan penyakit mieloproliferatif lainnya. Di ajukan sebuah hipotesis bahwa berpengaruh faktor lingkungan, kelainan genetik dan interaksi sel menimbulkan mutasi pada tingkat sel induk sehingga menimbulkan ketidakseimbangan proses proliferasi dan diferensiasi. Variasi perubahan proses itu akan menyebabkan transformasi ke arah leukemia akut, MDS atau penyakit myeloproliferatif. Pada MDS terjadi ketidakserasian antara proliferasi dengan diferensiasi, dimana daya proliferasi masih cukup tetapi terjadi gangguan diferensiasi atau maturasi sehingga terjadi hemopoesis inefektif, dengan kematian premature sel (eritroid, myeloid, megakariosit) dalam sumsum tulang sebelum sempat dilepaskan ke darah tepi. Hal ini berakibat terjadinya sumsum tulang hiperseluler, tetapi terjadi sitopenia pada darah tepi.
7. Diagnosis MDS Diagnosis MDS sebagian besar didasarkan pada temuan morfologi displasia sumsum tulang pada pasien dengan bukti klinis gannguan hematopoiesis yang ditunjukkan oleh kombinasi anemia, neutropenia dan trombositopenia yang berbeda. Analisis kromosom juga merupakan bagian penting dari proses diagnostik, yang harus 12
membedakan MDS dari penyebab reaktif sitopenia dan displasia serta dari gangguan sel induk klonal lainnya. Pada individu yang lebih muda (<50 tahun) seseoran g juga harus mempertimbangkan kemungkinan langka kondisi bawaan, terutama jika riwayat keluarga positif, kelainan fisik (distrofi eksterior, kelainan wajah) atau hati / pankreas / pulmonary yang tidak dapat dijelaskan. Diagnostik MDS : a. Riwayat dan pemeriksaan pasien: Ini termasuk riwayat keluarga, kemoterapi dan iradiasi sebelumnya, paparan kerja, pengobatan bersamaan, kecenderungan perdarahan / memar dan infeksi, dan pemeriksaan fisik lengkap termasuk ukuran limpa. b. Tes darah: • WBC, diferensial, hemoglobin, jumlah trombosit, indeks sel darah merah (MCV, MCHC, RDW) dan jumlah retikulosit. Untuk displasia, sumsum tulang belakang. • Uk ur asam folat RBC / asam folat, dan serum cobalamin. • Besi, transferinin (TIBC), feritin, LDH, bilirubin, haptoglobin, DAT (uji Coombs), ALAT, ASAT, Alkaline phosphatase, albumin, asam urat, kre atinin, S eritropoietin, S Elektroforesis protein (S-imunoglobulin). • Skrining untuk HIV, Parvovirus B19 (MDS hipoplastik). Skrining untuk hepatitis B dan C pada pasien tergantung transfusi. • Jika dicurigai terkait penyakit telomere, hubungi koordinator regional untuk mendapatkan saran mengenai analisis panjang telomere dan mutasi spesifik. c. Analisis sumsum tulang: Diagnosis MDS biasanya memerlukan pemeriksaan sumsum tulang berulang beberapa minggu atau bulan untuk menegakkan diagnosa dan untuk mengidentifikasi kasus dengan progresivitas penyakit yang cepat. Kami merekomendasikan evaluasi morfologi sumsum tulang, dan displasia sel darah dan sel sumsum tulang sesuai dengan klasifikasi WHO 2008, aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Untuk displasia yang signifikan, fitur displastik harus ada paling sedikit 10% sel nukleasi. Setidaknya 500 sel sumsum dan 200 sel dalam darah harus dievaluasi dan pewarnaan slide darah dan sumsum yang optimal itu penting. Kehadiran neutrofil pseudo-pelger, ring sideroblasts, mikromegakariosit dan peningkatan jumlah blast menunjukkan korelasi terkuat dengan marker klonal pada MDS. Menurut klasifikasi WHO, analisis sitogenetika harus dilakukan pada semua kasus bahkan pada orang yang sangat tua untuk memastikan prosedur diagnostik dan prognostik yang lengkap. • Analisis cytometric aliran (jumlah sel CD34 +) relevan pada penyakit berisiko tinggi. • Pada del (5q) pasien imunohistokimia untuk p53 dianjurkan sebelum pengobatan lenalidomide dan / atau keputusan untuk mengarah pada SCT. Dalam kasus pewarnaan nuklir yang kuat, kehadiran subclone yang membawa mutasi p53 sangat mungkin terjadi. 13
8. Diagnosis Banding
Diagnosis MDS mungkin sulit dilakukan, terutama pada pasie n dengan kurang dari 5% blast sumsum tulang dan hanya satu sitopenia. Tidak ada satu pun temuan morfologis yang diagnostik untuk MDS dan penting untuk diingat bahwa MDS kadang -kadang tetap merupakan diagnosis eksklusi. Untuk alasan ini, kerja keras untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding di bawah ini dianjurkan. • Defisiensi B12 / folat • Terapi sitotoksik terbaru • Infeksi HIV • Anemia kelainan kronis (infeksi, pembengkakan, kanker) • Ektopenia autoimun • Penyakit hati kronis • Konsumsi alkohol berlebihan • Paparan logam berat • Sitopeni yang diinduksi obat • Kelainan sel induk lainnya termasuk Leukemia akut (dengan displasia atau tipe Fab M7), anemia aplastik, myelofibrosis (dalam kasus MDS dengan sumsum fibrosis) dan hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH). Sebaiknya semua pasien yang baru didiagnosis dievaluasi di pusat dengan pengalaman hematologi. Pasien harus menjalani follow-up reguler termasuk tes darah. Jika seorang pasien dianggap sebagai kandidat untuk intervensi terapeutik pada pengembangan penyakit, analisis sumsum tulang biasa dianjurkan. Pengambilan keputusan tentang pengobatan mungkin sulit dilakukan. Adalah penting bahwa pasien dievaluasi untuk pendekatan kuratif pada diagnosis.
9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan survival, dan mengurangi transformasi gejala AML. a. Pada sindrom mielodisplastik risiko rendah Pasien yang memiliki jumlah sel blas <5% dalam sumsum tulang didefinisikan sebagai penderita sindrom mielodisplasia risiko rendah. Sehingga ditangani dengan konservatif dengan transfusi eritrosit, trombosit, atau pemberian antibiotik sesuai keperluan. Upaya memperbaiki fungsi sumsum tulang dengan faktor pertumbuhan hematopoetik sedang dilakukan. Eritropoietin dosis tinggi dapat meningkatkan konsentrasi Hb sehingga transfusi tidak perlu dilakukan. Untuk jangka panjang penimbunan besi tranfusi berulang harus diatasi dengan chelasi besi setelah mendapat 14
transfusi 30-50 unit. Pada pasien usia muda kadang transplantasi alogenik dapat memberikan kesembuhan permanen. Perlu diperhatikan pada pasien yang memerlukan banyak transfusi RBC adalah level serum feritin yang dapat berakibat disfungsi organ dan harus dikontrol <1000mcg/L. Dan ada 2 macam chelasi besi seperti deferoxamine IV dan deferasirox per oral. Pada kasus yang jarang, deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir pada kematian. b. Pada sindrom mielodisplasia risiko tinggi Pada pasien yang memiliki jumlah sel blast >5% dalam sumsum tulang dapat diberi beberapa terapi. -
Perawatan suportif umum diberikan sesuai dengan pasien usia tua dengan masalah medis mayor. Transfusi eritrosit dan trombosit, terapi antibiotik dan obat antijamur diberikan sesuai kebutuhan.
- Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin, azasitidin, atau sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan dengan sedikit manfaat pada pasien CMML atau anemia refrakter dengan kelebihan sel blast (RAEB) atau RAEB dalam transformasi dengan jumlah leukosit dalam darah yang tinggi. - Kemoterapi intensif seperti pada AML. Kombinasi fludarabin dengan sitosin arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor pembentuk koloni granulosit dapat sangat bermanfaat untuk mencapai remisi pada MDS. - Transplantasi sel induk. Pasien berusia lebih muda ( <50-55 tahun) dengan saudara laki-laki atau perempuan yang HLA nya sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai HLA nya. SCT memberikan prospek kesembuhan yang lengkap dan biasanya dilakukan pada MDS tanpa mencapai remisi lengkap dengan kemoterapi sebelumnya, walaupun pada kasus risiko tinggi dapat dicoba kemoterapi awal untuk mengurangi proporsi sel blast dan risiko kambuhnya MDS. SCT biasanya dapat dilaksanakan pada sebagian kecil pasien karena umunya pasien MDS berusia tua. A. Algoritma untuk pengobatan MDS beresiko rendah : 1. Terapi transfusi berkualitas tinggi, dan terapi khelasi, bila diindikasikan. 2. Evaluasi pasien dengan IPSS INT-1 untuk pengobatan kuratif (sel induk allogeneicTransplantasi), khususnya dalam hal faktor risiko tambahan (fibrosis sumsum tulang, kebutuhan transfusi, dll.). 3. Evaluasi pasien RA dan RCMD untuk pengobatan imunosupresif. 4. Untuk pasien dengan anemia, pertimbangkan Epo ± G-CSF untuk pasien dengan skor prediksi 0 atau 1 sesuai dengan model prediktif. 15
5.Lenalidomide pengobatan untuk pasien dengan IPSS rendah dan INT-1 risk MDS dengan del (5q). Tindakan pencegahan ekstrem dengan pengobatan lenalidomide pada pasien yang lebih muda mungkin memenuhi syarat untuk SCT. 6.Pasien dengan ketergantungan sitopenia dan / atau transfusi berat yang telah gagal terapi harus dipertimbangkan untuk pengobatan eksperimental dalam percobaan klinis. B. Algoritma untuk pengobatan pasien dengan MDS berisiko tinggi : 1.Evaluasi untuk pengobatan kuratif, allogenic stem-cell transplantation. 2. Evaluasi pasien untuk perawatan azacitidine 3. Mengevaluasi pasien untuk AML-Like Chemotherapy; Terutama pasien yang lebih muda dengan fitur risiko untuk respon yang baik. 4. Mengevaluasi pasien untuk kemoterapi dosis rendah. 5.Supportive care only atau experimental treatment dalam uji klinis. C. Algoritma untuk pengobatan pasien dengan CMML : 1. Pertimbangkan allogeneic SCT untuk CMML 1 dan CMML 2. 2.Pasien dengan CMML 2 (bone marrow blast 10-29%) dan kurang dari 13x 9 10 / L pada leukosit: Azacytidine 3.Pasien dengan CMML 2 ( bone marrow blast 10-29%) dan lebih dari 13x 9 10 / L pada leukosit: Pada pasien terpilih, jumlah leukosit yang tidak terlalu tinggi, perawatan azacitidine dapat diberikan (kurang bukti untuk keuntungannya) . Sebagai alternatif , hidroksiurea atau AML-like chemotherapy. 4. Pasien dengan CMML 1 (5-9% bone marrow blast) dan kurang dari 13x109 / L pada leukosit: Tunggu dan lihat. Dapat diobati dengan Epo sesuai rekomendasi untuk MDS berisiko rendah lainnya. 5.Pasien dengan CMML 1 (5-9% sumsum tulang) dan lebih dari 13x 109 / L pada leukosit: Hidroksiurea jika simtomatik, Epo jika anemia.
8. Prognosis
Indikator bonam : orang yang lebih muda, hitung leukosit dan trombosit yang normal atau sedikit berkurang, blast yang terdapat dalam sumsum <20% dan tidak ada blast didarah, tidak ada batang Auer, adanya cincin sideroblas, normal kariotip atau mixed tanpa abnormalitas kromosom komplek dan kultur sumsum invitro dengan pola pertumbuhan non leukemia. Indikator malam : umur menengah, neutropenia dan trombositopenia parah. Blas yang terdapat dalam sumsum 20-29% atau blas didalam darah. Terdapat batang auer, tidak terdapat cincin sideroblas, penempatan abnormal dan prekusor granulosit imatur dalam 16
sumsum tulang atau kebanyakan kariotip abnormal atau kompleks kromosom sumsum abnormal dan terdapat pola pertumbuhan leukemik pada kultur sumsum invitro. Sistem Penilaian Prognostik Internasional Untuk memperbaiki klasifikasi prognostik, MDS Risk Analysis Workshop mengembangkan Myrodysplastic Syndrome International Prognostic Scoring System (IPSS). IPSS diterbitkan pada tahun 1997 dan diperbaharui pada tahun 2012. Skor IPPS yang direvisi (IPSS-R) dihitung berdasarkan lima variabel: 1. Tingkat hemoglobin 2. Jumlah neutrofil absolut 3. Jumlah trombosit 4. Persentase blast bone marrow 5. Kategori sitogenetik Dengan IPSS, pasien diberi stratified kelompok risiko tinofour: rendah, INT 1 dan 2, dan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Steensma DP 2007 The Spectrum of Moleculer Aberrations in myelodisplasiasynromes; in the Shadow of Acute Myeloid Leukemia Hematologica (9):723-727 2. http://emedicine.medscape.com/article/207347-overview#a3 . Dilihat pada 1 Juli 2017 3. Nordic MDS Group ,2014.Guidelines for the diagnosis and treatment of Myelodysplastic Syndromes and Chronic Myelomonocytic Leukemia. Issue 7.
18