TEKNIK ANESTESI
dr . Yul in da Ab du ll ah, Sp.An
Sejara h An est esi ol og i Tindakan anestesia yang pertama kali dilakukan dan ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri dipresentasikan di depan publik oleh Will ian T.G. Mort on
(1819-1868) pada tahun 1846 dan hal ini menjadi tonggak sejarah anestesi dunia. Sejak tahun 1846 dunia anestesi berkembang pesat, selaras dengan perkembangan dunia bedah dan saling mendukung.
Sejara h An est esi ol og i Anestesia tidak dapat dipisahkan dari pembedahan dan berbagai prosedur medis lain yang menimbulkan rasa sakit. Dahulu , anestesia umum dihubungkan dengan hilangnya kesadaran, hilangnya rasa sakit dan tersupresinya refleks-refleks tubuh. Kini , anestesia umum mengandung makna yang lebih luas dan lebih luwes daripada itu. Anestesia umum pun kini diaplikasikan pada berbagai prosedur medis nonbedah. Masa ki ni , bahkan pr os edu r tanp a ny eri pun seringkali memerlukan tindakan anestesia, misalnya prosedur pemindaian (CT scan, MRI, dan sebagainya) pada pasien yang tidak kooperatif.
Sejara h An est esi ol og i Ilmu anestesia sendiri berkembang pesat sejak awal abad ke-20 dengan ditemukannya zat-zat anestetik, prosedur intubasi endotrakeal dan berbagai teknik pemantauan. Anestesia adalah gabungan antara "science" dan "a rt ". adalah basis ilmu Fisiologi kedokteran dan dasarfarmakologi yang merupakan ilmia h aneste siologi . Kemampuan menganalisis data medis dan mensintesis suatu kesimpulan untuk kemudian mengaplikasikannya kepada pasien, memerlukan sentuhan "seni" tersendiri. Sejalan dengan perkembangannya, prosedur anestesia pun kemudian memerlukan keterampilan psikomotor khusus.
Tekni k An estesi
Umum
TIVA
Face Mask
Regional
LMA
Kombinasi
ETT Blo k Sentr al (Neuroaksial)
Spinal
Blok Perifer
Epidural/Kaudal
Anestesi Umum
Defi ni si An est esi Umu m Meniadakan rasa nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat reversible.
Fis io lo gi Hil ang ny a Kesadaran •
•
•
Hingga kini fisiologi pasti hilangnya kesadaran belum sepenuhnya dimengerti. menyatakan Teori Meyer-Overton anestesia terjadi jika sejumlah molekul anestetika inhalasi berdifusi dan "larut" dalam membrn lipid sel. Teori lain oleh Pauiling menyatakan sejumlah molekul zat anestetik berinteraksi dengan molekul air membentuk clathrates (mikrokristal yang terhidrasi). Molekul inilah yang menginhibisi reseptor-reseptor di SSP dipercaya bahwa Secara klasik kesadaran hilang melalui peningkatan tonus GABA atau inhibisi reseptor yang diaktivasi glutamat. GABA bersifat menginhibisi impuls di otak, sedangkan NMDA dan AMPA bers if at eks it asi .
Gama Ami no but yri c A cid (GABA) GABA adalah neurotransmitter inhibitori di SSP, bekerja dengan cara berikatan dengan reseptornya di membran sel. Ikatan ini menyebabkan terbukanya kanal ion yang memungkinkan masuknya ion Cl- atau keluarnya ion K+ . Terjadi hiperpolarisasi sel. Obat yang bekerja pada reseptor GABA memiliki efek depresif di SSP. Obat-obat ini biasanya bersifat antiansietas, antikonvulsif , menyebabkan amnesia dan sebagainya. Contoh obat tipikal GABAergik adalah golongan benzodia zepin, barbitu rat, etomi dat, klora rhidr at, dan zat-zat anest eti k in halasi . Selain itu ada juga glisin (glysine), neurotransmitter inhibitori juga di medu la sp in ali s dan batang ot ak . Greenb latt dan Meng (2001) menyimpulkan bahwa anestetika inhalasi menimbulkan potensiasi pada reseptor GABA dan glisin. Sebagian besar obat anestetik intravena pun bekerja dengan memodulasi GABA.
Resept or yang Dia kt ivasi Glut amat Glutamat adalah neurotransmitter eksitasi utama pada SSP mamalia. Reseptornya termasuk NMDA, AMPA, dan kainat (kainate). Reseptor NMDA (N-methyl Dasparta te receptor ) adalah satu dari dua reseptor utama yang diaktivasi glutamat. Reseptor lain adalah AMPA (a-ami no-3-hydroxy-5m ethyl -4is ox azol epr op io ni s aci d). Kedua reseptor sering dijumpai pada sinaps yang sama meskipun mempunyai fisiologi yangdengan berbeda. Fungsi reseptor kainat hubungnnya anestesia belum diketahui jelas.dan Antagonis reseptor NMDA umumnya digunakan sebagai obat anestetik. Salah satu efeknya yang unik di SSP adalah disosiasi . Sekarang golongan ini sering pula disalahgunakan sebagai recre ationa l drug karena efek halu si no geni kn ya. Dintara antagonis NMDA yang terkenal adalah ketamin, N2O, deks tr om eto rf an, etano l, dan xeno n . Beberapa obat memiliki sifat antagonis NMDA bersama dengan agonis opioid, misalnya tramadol.
Ko mp on en d alam A nest esi a Umu m 1.Hipnosis (hilangnya kesadaran) 2.Analgesia (hilangnya rasa sakit) 3.Arefleksia ( hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien)
4. Relaksasi oto t , memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi trakeal
5.Amnesia ( hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur).
Stadiu m- Stadiu m Ane ste sia Atrhur Enrnest Guedel pada tahun 1937 mengklasifikasikan stadium anestesia berdasarkan efek ether. Klasifikasi Guedel meliputi: 1. Stadium 1 / " sta dium
induksi“
periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya kesadaran, ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata. 2. Stadium 2 / sta dium eksitasi . Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium. Pernafasan jadi iregular, terjadi REM, timbul gerakan involunter, pasien dapat muntah, aritmia dapat terjadi dan pupil dilatasi.
Stadium - Stadium Ane ste sia 3. Stadi um 3 / st adiu m p embedahan Terbagi atas empat plana: - Plana 1 : Mata berputar, kemudian terfiksasi - Plana 2 : Refleks kornea dan refleks laring hilang - Plana 3 : Dilatasi pupil, refleks cahaya hilang - Plana 4 : Kelumpuhan otot interkostal, pernafasan menjadi abdominal dan dangkal. Pada stadium ini otot skeletal akan relaks, pernafasan jadi teratur, pembedahan dapat dimulai. 4. Stadium 4 / stadium overdos is obat a neste tik. Anestesia menjadi terlalu dalam , terjadi depresi berat semua sistem tubuh, termasuk batang otak.Stadium ini letal.
Stadium- Stadium Ane ste sia Sekarang hanya dikenal tiga stadium dalam anestesia umum, yaitu: -induksi -rum atan (ma in tenance) -emergence
Syarat A nestesi Umu m Memberi induksi yang halus dan cepat. •
Pasien tak sadar atau tak berespons. •
•
•
Keadaan amnesia. Relaksasi otot skeletal
Hambatan persepsi rangsang sensorik untuk analgesia •
Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat •
Kon traindik asi A nestesi U mum Absolut Dekompresi kordis derajat III IV –
AV blok derajat II total (tidak ada gelombang P).
Relatif Hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110) DM tak terkontrol
–
Infeksi akut Sepsis GNA
Anestesia Umum Keuntungan: Pasien tidak sadar , mencegah ansietas pasien selama operasi. Efek amnesia , meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis Memungkinkan dilakukannya prosedur yang lama. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien. •
•
•
•
Kerugian: Sang at memp eng aru hi fi si ol og i. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul di bawah aneste si umum Memerlukan pemantauan yang lebi h ho li st ik dan ru mi t Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misa lnya peruba han kesadaran. Risiko komplikasi pascabedah lebih besar Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksa ma. •
•
•
•
•
Obat- Obat A neste tik Umum 1. Tiope nta l Golongan barbiturat, bekerja sebagai modulator GABA di SSP. Awitan cepat dan durasinya pendek. 2. Pro po fo l Bekerja dengan meningkatkan tonus GABA di SSP. Awitan sangat cepat dan durasi sangat singkat. 3. Ketami n Bekerja dengan menghambat reseptor NMDA, obat ini dikenal dengan istilah anestetika disosiatif. 4. Etom id at Bekerja pada GABA secara tidak langsung, tidak dianjurkan lebih dari dua kali bolus pada seorang pasien dan tidak boleh diberikan secara infusi kontinyu. Efek samping dari obat ini adalah mendepresi korteks adrenal.
Obat- Obat A neste tik Umum 5. Midazolam Golongan benzodiazepin, mempunyai awitan cepat dan memiliki efek amnesia anterograd. 6. Opio id Opioid menghambat pelepasan GABA juga antagonis reseptor NMDA. Di Indonesia opioid yang sering digunakan adalah fentanyl dan sufentanil. 7. Anesteti ka Inh alasi (vo latil ) Meliputi halotan, enfluran, isofluran, sevofluran dan desfluran. 8. Pelump uh Oto t Bekerja pada muscle-end-plate, menghalangi kontraksi otot skeleta. Sangat berguna untuk memfasilitasi laringoskopi dan intubasi serta memungkinkan pengambilalihan pernafasan pasien secara total.
Catata n Pent in g An est esi a Umu m •
•
•
•
• •
•
Anestesia umum mengubah fisiologi tubuh. Refleks pertahanan pasien umumnya hilang, sehingga keselamatan pasien berada di tangan dokter. Anestesia umum mempunyai keun tu ng an maup un keru gi an . Maka demikian, pada setiap teknik anestesia lain, selalu ada kemungkinan konversi ke anestesia umum sewaktu-waktu. Anestesia umum dicapai dengan obat in halasi , in tr avena atau kombinasi keduanya. Prosedur anestesia umum memerlu kan pemanta uan kon tin yu beberapa fungsi tubuh Anestesia umum berkaitan erat dengan periope rative medicine . Pemilihan teknik anestesia dan obat-obat anestetik harus bertujuan utama keselamatan pasien dan menghindari komplikasi intra maupun pasca bedah. Dalam penggunaan obat anestetik, seorang praktisi harus obat, interaksinya dan efek mengenal farmakologi sampingnya .
Tot al Int rave no us
Anesthesia (TIVA)
Defini si TIVA Merupakan salah satu teknik anestesi dimana obat-obat anestesinya diberikan melalui jalur intravena.
Kelebihan TIVA 1. Dapat dikombinasi dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih akurat dalam pemakaiannya 2. Tidak mengganggu jalan napas pada pasien 3. Mudah dilakukan
Indikasi TIVA 1. Obat tunggal atau kombinasi untuk anestesi pembedahan singkat 2. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP
Cara pemberian TIVA 1. Suntikan tunggal untuk operasi singkat 2. Suntikan berulang sesuai kebutuhan 3. Diteteskan lewat infus
Face Mask (Sun gk up Muk a)
Face Mask •
•
•
Face Mask memungkinkan untuk memasukkan gas-gas dari sistem pernapasan ke pasien tanp a adany a konta k alat denga n tra kea Face mask dibuat dari karet atau plastik. Mask yang transparan memudahkan untuk pemantauan mulut ada tidaknya muntahatau sekresi.
Indika si Teknik Face Mask 1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 1 jam) tanpa membuka rongga perut –
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II) 3. Lambung harus kosong
Face Mask
EndoTrakeal Tube (ETT)
Pipa Endotrakeal Pemberian ventilasi mekanik dapat melalui face-mask, pipa endotrakeal (ETT), atau melalui LMA/ sungkup laring. Pemberian dengan face-mask dan sungkup laring tidak dapat dilakukan untuk jangka lama, selain itu jalan nafas pasien sama sekali tidak terlindung.
EndoTrakeal Tube (ETT) •
•
Pengamanan total jalan nafas (terutama jika menggunakan cuff) Kemudahan pengisapan sekret
Keuntungan
•
•
Invasif dan dapat traumatik bagi pasien dengan jalan nafas hiperreaktif dapat mencetuskan asma penempatan yang terlalu dalam --> endobronchial intubation --> atelektasis satu paru
Kerugian
ETT
ETT
Ko mpl ik asi Int ub asi Endo tr akeal •
•
Spasme larin g (lario ng sp asm e) akibat rangsangan nosiseptif pada ujung saraf jalan napas terutama sekitar laring akibat anestesi ti dak a dekuat. Bradikardi akibat saraf e feren vagus yang berujung di jantung.
Larin geal mask airway (LMA)
LMA Alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif.
Classic LMA
LMA F ast rach ( I nt ub ati ng LMA ) Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat epiglottic.
LMA Proseal Kelebihan: Tekanan seal jalan nafas yang lebi h baik . Terdapat pemisahan anta ra salur an perna fasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan draina ge tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekomp resi lambung . •
•
Flexible LMA Bentuk dan ukuran mask hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT.
Ins ers i LMA
Ind ik asi LMA •
a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ETT untuk airway management . LMA bukanlah suatu penggantian ETT, ketika pemakaian ETT menjadi suatu indikasi.
•
•
b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan. c. Pada airwa y management selama resusitasi pada pasien yang ti dak sadarka n di ri.
Kont raind ika si LMA a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung (penggunaan pada emergency adalah pengecualian). b. Pasien-pasien dengan penurun an comp lia nce sistem pernafasan , karena seal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung. c. Pasien-pasien yang membu tuh kan duk ung an ventila si mekanik jangka waktu lama. d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu terjadinya laryngospasme.2
Keuntungan : •
Tidak melewati pita suara sehingga kurang iritatif dan traumatik terhadap saluran napas.
Kerugian: •
•
Jalan napas tak sepenuhnya terlindung
Karena esofagus terhalang, maka tidak dapat dilakukan pemasangan pipa nasogastrik.
Anestesi Regional
Anestesi Regional •
•
•
Anestesia regional telah sangat populer saat ini. Kemajuan anestesia regional sangat pesat, bahkan melebihi anestesia umum. Penggunaan anestesia regional sangat bermanfaat, terutama bagi kasus yang merupakan asi ko ntterlalu ra anest esi a umum atauin dik berisiko tinggi un tu k anest esi a um um . Teknik anestesi yang menghasilkan blokade sistem saraf simpatis, analgesia atau anestesia sensorik dan blokade motorik yang bergantung pada dosis, konsentrasi dan volum anestetika lokal setelah pemberian melalu i jarum ke pla na neura ksi al.
Anestesia Regional •
Dalam setiap anestesia regional selalu ada kemungkinan konversi ke anest esi a um um . Oleh sebab itu, sebelum melakukan anestesia regional semua kelengkapan anestesia umum sudah harus siap tersedia.
•
Memahami anatomi, fisiologi dan yang berhubungan farmakologi dengan anestesia regional merupakan keharusan bagi semua anestesiologis yang melakukan anetesia regional.
Ko nt ra Ind ik asi A neste si B lo k Sent ral Absolut: Penolakan pasien Hipovolemia dan syok/ renjatan sepsis --> meningkatkan risiko hipotensi Kogulopati atau trombositopenia --> meningkatkan risiko hematom epidural Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) --> meningkatkan risiko herniasi otak • •
•
•
Relatif: Sepsis meningkatkan risiko meningitis Infeksi di daerah pungsi dengan risiko membawa mikroorganisme patogen ke dalam CSS yang dapat mengakibatkan meningitis. Riwayat gangguan neurologi sebelumnya Riwayat pembedahan spinal dengan instrumentasi Kelainan anatomi tulang belakang (skoliosis) Kondisi jantung yang tergantung pada preload ( stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi obstruktif) • •
• • • •
Kom pl ikasi An estesi Bl ok Sentr al Komplikasi akibat respon fisiologis 1.Retensi urin 2.High Block 3. Total Spinal 4. Cardiac arrest 5. Anterior spinal artery syndrome 6.Hornesr s syndrome (miosis, ptosis, anhidrosis) ’
Kom pl ikasi An estesi Bl ok Sentr al Komplikasi yang berhubungan dengan tempat penyuntikan 1. Trauma •
Backache
•
Dural puncture/leak •
•
•
Postdural puncture headache Diplopia tinnitus
2. Kerusakan saraf •
Nerve root damage
•
Spinal cord damage
•
Cauda equina syndrome
3. Perdarahan •
Intraspinal/epidural hematoma
Kom pl ikasi An estesi Bl ok Sentr al 4. Misplacement •
No effect/inadequate anesthesia
•
Subdural block
•
Inadvertent subarachnoid block
•
Inadvertent intravascular injection
5. Catheter shearing/retention 6. Inflammation •
arachnoiditis
7. Infection •
Meningitis
•
Epidural abscess
Kom pl ikasi An estesi Bl ok Sentr al Drug toxicity 1. Systemic local anesthetic toxicity 2. Transcient neurological symptoms
3. Cauda equina syndrome
Anestesi Spinal
Ind ik asi An est esi Spi nal •
Bedah ekstremitas bawah
•
Bedah panggul
•
Tindakan sekitar rektum perineum
•
Bedah obstetrik-ginekologi
•
Bedah urologi
•
Bedah abdomen bawah
Anestesi Spinal
Tekn ik An est esi Spi nal 1. Setelah dimonitor , tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus . Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maxima l agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk .
Tekn ik An est esi Spi nal 2. Tempat penyutikan: penyuntikan obat pada ketinggian L2-3 atau L3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah kranial, sedangkan penyuntikan pada L45 karena bentuk vertebra memudahkan obat berkumpul di daerah sakral.
Fakt or -Fakt or y ang Me mp eng aru hi Ketin ggi an B lo k A nestesi S pin al 1. Umur Pada usia tua, penyebaran obat anestesia lokal lebih ke sefal akibat dari ruang subaraknoid dan epidural menjadi lebih kecil dan terjadi penurunan progresif jumlah cairan cerebrospinal. 2. Tin gg i badan makin tinggi pasien, makin panjang medula spinalisnya dan volum cairan serebrospinal di bawah L2 makin banyak sehingga pasien memerlukan dosis yang lebih besar daripada yang pendek. 3. Berat badan pada pasien gemuk terjadi penurunan volume cairan serebrospinal berhubungan dengan penumpukan lemak dalam rongga epidural, sehingga mempengaruhi penyebaran obat anestesia lokal dalam ruang subaraknoid.
Fakt or -Fakt or y ang Me mp eng aru hi Ketin ggi an B lo k A nestesi S pin al 4. Jeni s k elami n jenis kelamin tidak berpengaruh langsung terhadap penyebaran obat anestesia lokal dalam cairan serebrospinal sepanjang semua faktor yang tetap. 5. berpengaruh Tekanan intraadalah abdomi nal Peningkatan tekanan intraabdominal sering dikaitkan dengan peningkatan penyebaran obat anestesia lokal dalam ruang subaraknoid. 6. Kecepatan penyuntikan Makin cepat penyuntikan obat makin tinggi tingkat analgesia yang tercapai.
Fakt or -Fakt or y ang Me mp eng aru hi Ketin ggi an B lok Aneste si Spi nal 7. Dosis: makin besar dosis makin besar intensitas hambatan. 8. Berat jenis: penyebaran obat hiperbarik dan hipobarik dalam cairan serebrospinal dipengaruhi oleh posisi pasien. Penyebaran obat isobarik selama dan sesudah peyuntikan tidak dipengaruhi oleh posisi pasien. 9. Konsentrasi larutan: pada umumnya intensitas analgesia meningkat dengan bertambah pekatnya konsentrasi larutan obat anestesia lokal. 10.M anuv er valsava : mengejan akan meninggikan tekanan cairan serebrospinalis, sehingga analgesia yang dicapai lebih tinggi, terutama bila dilakukan oleh pasien segera setelah penyuntikan obat ke dalam ruang subaraknoid
Anestesi Spinal t u l o s b A i s a ik d n I a rt n o K
• •
•
• •
•
•
•
• •
Pasien menolak Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat atau syok terapi koagulan Tekanan intrakranial meningkat Fasilitas resusitasi minimal Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial Stenosis aorta berat Stenosis mitral berat
fi t a l e R i s a ik d n I rta n o K
• •
•
• •
•
•
•
Infeksi sistemik Infeksi sekitar tempat suntikan Kelainan neurologis Kelainan psikis Prediksi bedah yang berjalan lama Penyakit jantung Hipovolemia ringan Nyeri punggung kronik
l a i rs e v o rt o n K i s a k i d in a tr n o K
•
•
•
•
•
Pembedahan di tempat injeksi Pasien yang tidak dapat berkomunikasi Prediksi bedah yang berjalan lama Kehilangan banyak darah Teknik pembedahan dengan penekanan pada sistem pernapasan
ALAT DAN OBAT-OBATAN ANESTESI SPINAL Alat •
• •
Peralatan moni to r: tekanan darah, nadi, saturasi ok sig en, dll. Peralatan resusi tasi Jarum spinal ; Ujung taja m dan ujung pinsil
Obat-obatan •
•
•
•
Lid okain e (xyloc ain, lign ok ain) 2 %: berat jenis 1.006, si fat iso barik , dos is 20-100 mg (2-5 ml) Lid okain e (xyl oc ain,lign okain e) 5% dalam dextr ose 7. 5%: berat jeni s 1.033, sif at hi perbari k, dos is 20-50 mg (1- 2ml) Bup ivakaine (markaine) 0 .5% dlm air: berat jeni s 1.005, si fat iso barik , dosi s 5-20mg (1 -4ml) Bup ivakaine (markaine) 0 .5% dlm dextr ose 8.2 5%: berat jenis 1.027, si fat h iperbarik, do sis 5-15mg (1-3m l)
Anestesi Spinal Komplikasi Selama Tind akan • • • • • • •
•
Hipotensi berat Bradikardia Hipoventilasi Trauma pembuluh saraf Trauma saraf Mual-muntah Gangguan pendengaran Blok spinal tinggi atau spinal total
Kom pli kasi p asca tindakan • • •
• •
Nyeri tempat suntikan Nyeri punggung Nyeri kepala karena kebocoran likuor Retensio urine Meningitis
Leve l Ketin ggi an Bl ok ade Spi nal Anestesia pada Berb agai Pros edu r Pemb edahan Umum Level
T4-5(nipple)
T6-8 (xiphoid)
ProsedurPembedahan
Abdomenbagianatas Pembedahan intestinal (termasuk apendektomi), Pelvis-ginekologik, ureter, dan pembedahan pelvis renalis
T10
TUR,obstetrik-vaginal,operasipanggul
L1
TUR (jika tidak ada distensi buli-buli), pembedahan pada paha, amputasi kaki bagian bawah dan lain sebagainya.
L2-3
Pembedahanpadakaki
S2-5
Pembedahan perineal, hemoroidektomi dan dilatasi anal, dan lain sebagainya
Anestesi Epidural
Anestesi Epidural
Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural yaitu di antara ligamentum flavum dan duramater Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
Indikasi Epidural Anestesi • •
•
Indikasi
•
•
Untuk tujuan anestesi Sebagai tambahan untuk anestesi umum Untuk analgesia pascaoperasi Untuk perawatan sakit punggung Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal
Bl ok Saraf Perifer
Bl ok Saraf Perif er Teknik anestesi yang cocok untuk op erasi su perf is ial pada ekstremitas. Keuntungan blok tidak saraf perifer adalah menganggu kesadaran dan refl eks salu ran napas atas.
Macam-Macam Bl ok Perifer 1. Blok Pleksus Servikalis 2. Blok Pleksus brakialis 3. Blok Interskalene 4. Blok Supraklavikular 5. Blok Infraklavikular 6. Blok Aksilaris 7. Blok Saraf Distal Ekstremitas Superior 8. Blok Saraf Ilioinguinal dan Iliohipogastrik 9. Blok Saraf Ekstremitas Inferior 10. Blok Saraf Femoral 11. Blok Saraf Poplitea 12. Blok Saraf Pergelangan Kaki dll..
ANESTESI KOMBINASI
TEKNIK ANESTESI KOMBINASI
Teknik regional dilakukan terlebih dahulu
premedikasi dapat dilakukan setelah atau sebelum epidural atau spinal
Teknik Anestesi Umum
TIGA PENDEKA TAN DA SAR UNTUK K OMBINASI ANESTESI EPIDURAL-UMUM 1.
2.
3.
Mengabaikan kateter epidural sampai akhir prosedur, dengan mengatur waktu dosis muatan anestesi epidural seperti 0,25% bupivacaine atau 0,5% ropivacaine disuntikkan sebelumnya. Menggunakan anestesi lokal sangat encer, seperti 0,125% bupivacaine dengan fentanyl 2 g/cc, selama prosedur dan untuk mengelola tambahan opioid yang diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan nadi Memikirkan pengelolaan anestesi dasarnya sebagai anestesi regional. Anestesi ampuh lokal seperti 0,5% ropivacaine digunakan dari awal operasi dan berlanjut sepanjang prosedur. Dalam hal ini, obat tambahan seperti sebagai propofol atau agen inhalasi dosis rendah digunakan hanya untuk menghasilkan ketidaksadaran.
ANESTESI KOMBINASI Indikasi •
• • •
kolektomi laparoskopi nefrektomi histerektomi. major abdominal surgery (bedah rongga perut)
Kon tra I ndi kasi •
•
•
•
Operasi tulang belakang yang luas operasi jantung terbuka prosedur kepala dan leher operasi di ketiak yang sulit untuk memblokir dengan teknik regional
ANESTESI KOMBINASI Keuntungan •
•
Pemulihan pasca operasi yang halus dengan rasa sakit dansedikit ambulasi sebelumnya Katabolisme berkurang, mobilisasi lebih awal, dan lebih cepat kembalinya fungsi usus
Kerugian •
•
Harus ada personil tambahan yang dapat menempatkan kateter dalam daerah blok terpisah Blok paravertebral memasuki ruang epidural menjadi anestesi epidural bilateral
Thank You