BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Integritas merupakan kekuatan karakter yang berlaku di segala aspek kehidupan seperti pendidi pendidikan, kan, peneliti penelitian an dan pekerjaa pekerjaan. n. Sebaga Sebagaiman imana a yang yang dikemuka dikemukakan kan oleh Peterson Peterson dan Selignm Selignman an (2!", (2!", integrit integritas as bersi#at bersi#at uni$ersal uni$ersal dan dibutuhkan dibutuhkan di berbaga berbagaii peran. peran. %al ini didukung oleh S&hlenker, Miller dan 'ohnson (2" yang menyatakan bah)a integritas telah dikembangkan dalam setiap lapisan masyarakat karena berdampak penting bagi hubungan sosial.Penjelasan sosial.Penjelasan *e&i dan +yan (2" (2" mengenai kontribusi kontribusi integritas terhadap terhadap kesehatan kesehatan mental, kesejahteraan psikologis serta kee#ekti#an hubungan interpersonal juga memperkuat pernyataan tersebut. halil (2!" menambahkan bah)a Integritas bukan si#at ba)aan, tetapi berkaitan dengan apa yang disetujui indi$idu se&ara implisit atau eksplisit. Integritas sendiri dide#inisikan dide#inisikan +ogers (1-1" sebagai kondisi yang terjadi ketika indi$idu mampu menerima serta bertanggung ja)ab terhadap perasaan, niat, komitmen dan perilaku, termasuk termasuk mampu mampu menga mengakui kui kondisi kondisi itu kepad kepada a orang orang lain bila diperl diperlukan ukan.. arter arter (1-" (1-" memperku memperkuat at de#inisi de#inisi tersebu tersebutt dengan dengan menyatak menyatakan an bah)a bah)a indi$idu indi$idu yang memiliki memiliki integrit integritas as bersedia bersedia menanggu menanggung ng konseku konsekuensi ensi dari keyakin keyakinanny annya, a, meskipun meskipun hal itu sulit dilakuka dilakukan, n, kons konsek ekue uens nsin inya ya tida tidak k meny menyen enan angk gkan an,, bahk bahkan an tida tidak k mend mendap apat at keru kerugi gian an jika jika tida tidak k memperta mempertahan hankan kan integrita integritasny snya. a. Menurut Menurut halil halil (2!", (2!", integrita integritas s ditegas ditegaskan kan ketika ketika indi$idu indi$idu memiliki pilihan untuk tidak menghormati atau melanggar komitmen dan janji yang ia buat sendiri karena pelanggaran terhadap komitmen/janji komitmen/janji mendatangkan mendatangkan rasa malu terhadap dirinya sendiri. Beberapa Beberapa tahun tahun terakhir terakhir banyak banyak yang tertarik tertarik meneliti meneliti integrit integritas as sebagai sebagai kekuata kekuatan n karakter. *e&i dan +yan (2" menyatakan bah)a manusia memiliki kebutuhan psikologis terhadap integritas. integritas. Selain itu, Miller dan S&hlenker (211" (211" menjelaskan menjelaskan bah)a integritas i ntegritas dalam diri indi$idu berkaitan dengan pandangan hidup yang lebih positi#, orientasi yang lebih positi# terhadap orang lain, spiritualitas yang lebih tinggi serta minimnya tindakan irasional.*unia irasional.*unia kerja adalah salah satu yang paling menuntut pentingnya integritas. 0lat ukur integritas diperlukan dalam membina sumber daya manusia di dalam perusahaan karena sumber daya manusia dituntut dituntut dapat dapat bekerja bekerja se&ara se&ara produkti produkti## untuk untuk menduku mendukung ng tujuant tujuantujua ujuan n yang yang ingin ingin di&apai di&apai perusah perusahaan. aan. amun amun kenyataa kenyataanmen nmenunju unjukkan kkan bah)a bah)a sumber sumber daya daya manusia manusia di perusaha perusahaan, an, yang disebut pekerja, seringkali justru berperilaku sebaliknya, yaitu perilaku kontraprodukti# sepe seperti rti korup korupsi si dan dan men&ur men&urii )aktu )aktu untuk untuk keperl keperlua uan n priba pribadi. di. Peril Perilaku aku kontra kontrapro produ dukti kti# # menunjukkan rendahnya kualitas pekerja pada suatu perusahaan. %al ini diketahui berdasarkan 3he 4lobal ompetiti$eness +eport211212 +eport211212 dari 5orld 5orld 6&onomi& 7orum yang merilis bah)a peringkat daya saing Indonesia menurun dari !! menjadi !- dari 1!2 negara yang di sur$ei. Peringkat ini menunjukkan menunjukkan bah)a pro#esionalisme, pro#esionalisme, kehadiran dan kuantitas pekerjaan pekerjaan pekerja Indo Indone nesi sia a masi masih h terg tergol olon ong g rend rendah ah.. 8ntu 8ntuk k itu itu dipe diperl rluk ukan an unsu unsurr pent pentin ing g yang yang dapa dapatt meningkatkan e#ekti$itas sikap sertakualitas dalam bekerja. Istilah yang paling menggambarkan unsu unsurr terse tersebu butt se&ar se&ara a tepat tepat adala adalah h integ integrit ritas as (Impe (Impelma lman, n, 22-". ". %al %al ini sesua sesuaii denga dengan n pernyataan pernyataan Mar&hus dan S&huler S&huler (2!" bah)a pekerja pekerja yang memiliki memiliki le$el integritas tinggi tinggi
akan menghasilkan produkti$itas kerja yang baik. 8ntuk mendapatkan in#ormasi mengenai integritas yang dimiliki pekerja, perusahaan perlu melakukan pengukuran. 5aktu yang tepat mengukur integritas, menurut Mum#ord (2" ditentukan berdasarkan tujuan yang diharapkan dari pengukuran. Pengukuran integritas pada )aktu rekrutmen memungkinkan perusahaan menyeleksi &alon karya)an dengan tingkat integritas yang baik. %al ini penting karena karya)an yang memiliki integritas rendah dapat merusak keseluruhan kinerja perusahaan, image perusahaan, keper&ayaan kolega dan pemegang saham, menurunkan per#orma #inansial perusahaan serta mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat se&ara keseluruhan (Mount, Ilies 9 'ohnson, 2-". Selain itu, pengukuran integritas juga dapat dilakukan pada )aktu promosi menjadi pimpinan. Sebagai #igur yang mengemban peran dan tanggung ja)ab lebih besar dalam perusahaan, tuntutan terhadap pemimpin yang memiliki integritas sangat besar (6rhard, 'ensen dan :a##ron, 211". Pimpinan yang memiliki integritas tinggi merupakan solusi men&egah perilaku kontraprodukti# karya)an (5anek, Sa&kett dan ;nes, 2<". 'ika karya)an menilai pimpinan menunjukkan perilaku yang memiliki integritas, karya)an akan mengupayakan perilaku yang sama (;nes dan =is)es$aran, 21", sehingga interaksi lingkungan kerja menjadi lebih e#ekti# (Palanski dan >amarino, 2?". Sebagaimana umumnya $ariabel psikologis, integritas bersi#at laten dan hanya dapat diamati melalui sampel perilaku. Meran&ang itemitem yang mampu menggali integritas merupakan tantangan besar yang dihadapi dalam peran&angan alat ukur integritas. ebutuhan akan alat ukur integritas yang $alid dan reliabel, khususnya dalam dunia kerja, sudah sedemikian besar dan akan semakin besar (Berry, Sa&kett dan 5iemann, 2?@ ;nes, =is)es$aran dan S&hmidt, 2<@ Sa&kett, Burris dan allahan, 1A". Selama beberapa dekade terakhir, penggunaan testes integritas dalam konteks pekerjaan semakin berkembang di negara lain (6rhard, 'ensen dan :a##ron, 211@ 6gberink dan =eldkamp, 2?@ Palanski dan >ammarino, 2?@ Impelman, 2-@ Barrett, 21@ ;nes dan =is)es$aran, 21@ 8S ongressional ;##i&e o# 3e&hnology 0ssessment, 1@ Martelli, 1AA@ %arris, 1A?" sertadianggap sebagai salah satu alat ukur yang paling $alid dan tidak memberi dampak yang merugikan(Berry, Sa&kett dan 5iemann, 2?@ ;nes, =is)es$aran dan S&hmidt, 1@ 5anek, Sa&kett dan ;nes, 2<@ %unter, in preparation". %al ini didukung oleh ;nes, =is)es$aran dan S&hmidt (1" yang menyatakan bah)a tes integritas dapat memprediksi per#orma kerja serta perilaku kontraprodukti# dalam pekerjaan. Penelitian ;nes (1<" juga menemukan bah)a tes integritas berkorelasi dengan usia dan gender. Indi$idu yang berusia lebih muda &enderung lebih kontraprodukti# karena ke&erobohan dan keinginan &oba&oba/eksperimen. Berkaitan dengan gender, ratarata )anita dilaporkan memiliki skor integritas yang lebih tinggi daripada pria. Integritas merupakan karakteristik positi# yang memiliki si#at uni$ersal, pekerja di 0merika dan Indonesia samasama dituntut memiliki integritas dalam pekerjaannya. amun kurang tepat jika alat ukur integritas yang dikembangkan pada latar belakang 0merika digunakan untuk mengukur integritas di Indonesia. 3erlebih jika hasil pengukuran tersebut akan menjadi dasar keputusankeputusan penting. Indonesia bahkan memiliki perbedaan mendasar dengan bangsa 0sia lainnya. Sel# bagi bangsa 0sia umumnya tidak ditekankan sebagai kesatuan yang independen karena menganggap sel# ditentukan lingkungan dan konteks sosial (Markus, itayama, dan %eiman, 1-", hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suh (21" terhadap bangsa orea. %asil penelitian I)ao (1?" juga menambahkan bah)a partisipan yang berasal dari 'epang tidak mengungkapkan ketidaksetujuan yang mereka rasakan segamblang partisipan yang berasal dari
0merika. 3emuan ini mengindikasikan bah)a mempresentasikan diri se&ara jujur tidak terlalu penting dalam kebudayaan 0sia. 3idak berarti bangsa 0sia memiliki tingkat integritas yang rendah atau mengkhianati nilainilai dan komitmen yang mereka anut, itu hanya indikasi perbedaan latar belakang budaya. Perbedaan tersebut memun&ulkan tuntutan yang semakin besar terhadap alat ukur integritas yang diran&ang berdasarkan kondisi Indonesia. 0lasan tersebut juga menarik minat peneliti untuk meran&ang alat ukur integritas yang sesuai dengan konteks perusahaan di Indonesia. 0lat ukur integritas yang diran&ang dalam penelitian ini ditujukan bagi kepentingan promosi pimpinan, khususnya le$el manager pada perusahaan. 0lat ukur ini tepat diberikan kepada partisipan yang telah memiliki pengalaman sebagai pekerja karena itemitem alat ukur diran&ang berdasarkan situasi yang dialami pekerja seharihari.*i Indonesia masih sedikit yang mengembangkan penelitian mengenai alat ukur integritas, salah satunya Permatasari (211". 3etapi menurut penulis, alat ukur integritas yang ia kembangkan memiliki kelemahan dari sisi teori dan psikometris. elemahan di sisi teori terjadi karena Permatasari (211" meran&ang alat ukur integritas menggunakan moral identity theory dari Blasi (2!" yang tidak membahas integritas se&ara spesi#ik. Blasi (2!" adalah tokoh #ilsa#at yang bahasan utamanya moral, bukan kondisi psikologis. 3eori lain yang dikemukakan +ogers (1-1", seorang psikolog humanistik, tentu lebih mampu menggambarkan integritas dari sisi psikologis. ;leh karena itu, peneliti meran&ang alat ukur berdasarkan konsep integritas yang diutarakan oleh +ogers (1-1". elemahan lain alat ukur integritas ran&angan Permatasari (211" dapat dijelaskan melalui sisi psikometris. Meskipun alat ukur diran&ang berdasarkan kondisi Indonesia, pengembangannya menggunakan pendekatan klasik sehingga menghasilkan alat ukur yang bersi#at sample bound. %ambleton, S)aminathandan +ogers (11" menjelaskan bah)a alat ukur yang tergolong sample bound seolaholah memiliki tingkat kesulitan yang tinggi ketika diberikan pada kelompok subjek yang memiliki kemampuan rendah dan seolaholah memiliki tingkat kesulitan yang rendah ketika diberikan pada kelompok subjek yang memiliki kemampuan tinggi. Pengembangan alat ukur menggunakan pendekatan klasik juga menyebabkan tidak diketahuinya parameter item. 0nalisis kualitas item akan berubah tergantung siapa yang mengerjakan alat ukur tersebut. 0lat ukur yang kualitas itemnya tidak diketahui se&ara jelas tentunya tidak tepat untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusankeputusan penting. 8ntuk mengatasi kelemahan psikometris tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yang lebih modern, akurat dan bebas sample bound yaitu Item +esponse 3heory (I+3". elebihan penggunaan I+3 adalah diperoleh karakteristik item yang tidak tergantung pada kemampuan indi$idu yang menempuhnya(sampling in$ariant". Itemitem alat ukur dianalisis menggunakan pendekatan +as&h Model agar bisa dipakai berulangulang, ini juga menjadi alasan pentingnya memiliki itemitem yang sampling in$ariant. 0lat ukur integritas yang diran&ang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Item +esponse 3heory (I+3". %ambleton, S)aminathan dan +ogers (11" menyatakan bah)a pendekatan I+3 dapat diterapkan apabila data memenuhi asumsi unidimensionality dan lo&al independen&e. 0sumsi unidimensionality akan memastikan bah)a hanya ada satu #aktor dominan yang mempengaruhi skor partisipan. Pengujian unidimensionality diperlukan untuk membuktikan bah)a alat ukur yang diran&ang dalam penelitian ini memang hanya mengukur integritas. Sedangkan asumsi lo&al independen&e akan memastikan bah)a kemampuan integritas yang diukur merupakan satusatunya #aktor yang mempengaruhi respon partisipan. Berkaitan dengan penerapan pendekatan I+3, alat ukur integritas yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan
model pengukuran polytomous I+3. Model ini ditentukan berdasarkan kategori respon serta jumlah parameter item yang terlibat. Mengingat alat ukur diran&ang dalam bentuk skala likert yang memiliki empat kategori respon, model politomi yang paling tepat adalah +ating S&ale Model (6mbretson dan +eise, 2". Selain itu, penerapan pendekatan I+3 akan memberi in#ormasi yang akurat mengenai kualitas itemitem yang diran&ang. eputusan yang diambil berdasarkan alat ukur integritas yang diran&ang menggunakan pendekatan I+3 menjadi lebih reliabel. elebihan I+3 berikutnya adalah mampu mendeteksi *i##erent Item 7un&tioning (*I7" yang dapat menjelaskan apakah item yang sama akan memiliki ke&enderungan berbeda ketika ditempuh oleh kelompok partisipan yang berbeda, namun memiliki tingkat integritas yang sama. Peneliti menguji *I7 berdasarkan jenis kelamin karena ;nes (1<" menemukan bah)a genderberpengaruh terhadap pengukuran integritas. Mengingat masih sedikit alat ukur integritas yang diran&ang berdasarkan konteks pekerjaan di Indonesia, maka penelitian ini berupaya meran&ang alat ukur integritas untuk kepetingan promosi le$el manager di perusahaan. Meskipun alat ukur diran&ang menggunakan teori +ogers (1-1" yang mampu menggambarkan integritas dari sisi psikologis, belum pernah ada yang melakukan analisis #aktor untuk membuktikan bah)a teori integritas tersebut memiliki konstruk yang $alid. 8ntuk itu, alat ukur integritas dalam penelitian ini dikembangkan menggunakan metode &on#irmatory #a&tor analysis untuk membuktikan bah)a teori integritas yang dikemukakan +ogers (1-1" memenuhi asumsi unidimensionalitas. 8nidimensionalitas sangat penting diteliti untuk membuktikan bah)a alat ukur yang diran&ang dalam penelitian ini memang hanya mengukur integritas. Selain itu, dilakukan juga pengujian untuk membuktikan apakah alat ukur integritas yang diran&ang dalam penelitian ini terdiri dari itemitem yang #it karena itemitem yang #it akan memberikan hasil ukur yang $alid. Setelah asumsi unidimensionalitas terpenuhi dan alat ukur terbukti memiliki itemitem yang #it, pengujian terakhir dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya item yang memiliki ke&enderungan bias respon. Ini merupakan kelebihan penggunaan pendekatan I+3, tetapi semuanya tidak pernah diuji pada pendekatan klasik. 3erkait tujuan untuk meran&ang alat ukur integritas bagi kepentingan promosi le$el manager pada perusahaan, populasi penelitian men&akup pekerja yang bekerja pada perusahaan di Indonesia. 121 pekerja yang berpartisipasi dalam penelitian ini berasal dari Pulau Sumatera dan Pulau 'a)a, memiliki status pekerjaan PS dan s)asta serta men&akup jenis kelamin laki laki dan perempuan. 1.2. Rumusan Masalah 0lat ukur yang mampu menggali integritas pekerja berdasarkan latar belakang kondisi Indonesia sangat dibutuhkan, terutama yang terkait tujuan promosi le$el manager pada perusahaan. 0lat ukur integritas untuk pekerja Indonesia sudah pernah diran&ang tetapi memiliki kelemahan di sisi kontruksi teori dan pengembangan alat ukur. 0lat ukur tersebut tidak diran&ang menggunakan teori yang membahas integritas dari sisi psikologis. Selain itu, alat ukur tersebut dikembangkan menggunakan pendekatan klasik yang bersi#at sample bound dan tidak memberi in#ormasi item se&ara akurat. 8ntuk mengatasi permasalahan tersebut, penelitian ini meran&ang alat ukur menggunakan teori yang membahas integritas dari sisi psikologis serta dikembangkan menggunakan pendekatan modern (I+3" yang mampu memberikan hasil ukur lebih akurat. Sebagai upaya menja)ab permasalahanpermasalahan tersebut, pertanyaan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikutC
a. 0pakah konstruk alat ukur integritas yang diran&ang oleh +ogers (1-1" sudah $alidD b. 0pakah alat ukur integritas ini memenuhi asumsi unidimensionalitas ketika menggunakan metode &on#irmatory #a&tor analysisD &. 0pakah alat ukur integritas ini terdiri dari itemitem yang #it mengukur integritas ketika menggunakan penerapan model polytomous I+3D d. 0pakah itemitem dalam alat ukur integritas ini mengandung bias respon yang dapat dideteksi melalui di##ential item #un&tioning (*I7"D 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh alat ukur integritas yang sesuai bagi kepentingan promosi le$el manager pada perusahaan di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian, tes yang terdiri dari itemitem yang bebas dari bias respon menjadikannya mungkin untuk melakukan peran&angan norma alat ukur integritas. Selain itu, penggunaan polytomous I+3 dapat menjadi alternati# pengembangan alat ukur. *engan demikian, penelitian ini memperkaya khasanah ilmu psikologi se&ara umum, psikometri se&ara khusus, serta psikologi industriorganisasi. Penelitian ini juga memberi man#aat dalam bentuk pengembangan alat ukur integritas yang berguna bagi kepentingan perusahaan. Membantu perusahaan mendapatkan gambaran integritas sebagai pendukung pengambilan keputusan mengenai kinerja karena alat ukur ini sudah terbukti reliabel, $alid dan terstandar. Perusahaan juga dapat menentukan kriteria integritas yang perlu diutamakan pada le$el kinerja tertentu. %al ini tentu sangat berman#aat dan memudahkan pelaksanaan promosi di perusahaan. 1.5. istemati!a Penulisan 3esis ini terdiri dari lima bagian. Selanjutnya penulisan pada Bab 2 berisi tinjauan pustaka mengenai teoriteori yang mendukung penelitian. Pada Bab < dijelaskan metode penelitian yang men&akup spesi#ikasi alat ukur, partisipan penelitian, teknik sampling serta prosedur penelitian. emudian pada Bab ! diuraikan analisis hasil dari penelitian yang dilakukan. Pada Bagian terakhir, yaitu Bab , dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dalam upaya menja)ab rumusan masalah serta beberapa hal yang perlu didiskusikan termasuk saran bagi penelitian selanjutnya terkait pengembangan alat ukur integritas.
BAB 2 LANDAAN TE"R# Bab ini menguraikan tinjauan teoritis sebagai a&uan pembahasan masalah. Penjelasan dia)ali dengan studi literatur mengenai integritas serta memaparkan pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan alat ukur integritas. 2.1. #nte$%itas Integritas diadaptasi dari bahasa Latin, integritas, yang berarti utuh, tak tersentuh, lengkap dan menyeluruh. Integritas merupakan salah satukarakter yang menyusun strength o# &ourage. Integritas sebagai karakter disusun oleh $irtue honesty dan $irtue authenti&ity (Peterson dan Selignman, 2!". 'adi integritas bukan hanya kejujuran, meskipun ketika mendengar ungkapan Eindi$idu yang berintegritasF umumnya langsung terpikir seseorang yang jujur (arter, 1-". onsep integritas dalam psikologi diutarakan psikolog humanistik +ogers (1-1". Peterson dan Selignman (2!" menambahkan bah)a integritas dapat dipahami menggunakan analisa psikobiogra#i. Indi$idu yang memiliki integritas adalah indi$idu yang memiliki kesempatan mengejar &ita&ita berdasarkan ketertarikan pribadi. esempatan untuk memenuhi minat terdalam menjadikanindi$idu memahami nilainilai dalam dirinya serta berhasil men&apai prestasi maksimal dalam hidupnya. 2.1.1. Definisi #nte$%itas +ogers (1-1" mende#inisikan integritas sebagai perasaan yang dialami, disadari dan diakui indi$idu serta mampu mengkomunikasikannya jika diperlukan. 0hli moral seperti Blasi (2!" serta Palanski dan >amarino(2?" menambahkan de#inisi integritas sebagai konsistensi pikiran, emosi, katakata serta tindakan yang stabil sepanjang )aktu dan situasi. Penelitian ini mengembangkan alat ukur integritas menggunakan teori yang dikemukakan oleh +ogers (1-1" karena memberi batasan de#inisi integritas se&ara lengkap dan jelas. Integritas sebagai kesatuan dalam sel# merupakan konsistensi pada komitmen yang telah dipilih indi$idu. omitmen men&erminkan prinsip, moti$asi, keyakinan, perasaan, logika, tindakan, identitas dan regulasi diri. onsistensi menunjukkan kesatuan terhadap semua hal tersebut. Perilaku yang terlihat merupakan )ujud tanggung ja)ab indi$idu terhadap orang lain dan norma, serta bukan karena pertimbangan untung dan rugi. 3eori mengenai integritas berkembang akibat ketidakpuasan terhadap teori perkembangan moral holberg yang kurang memberi tempat pada peran sel# dalam menerima nilainilai moral (Blasi, 2!". holberg (1?-" yang menyatakan bah)a pemahaman moral dituntun oleh perkembangan logika, tidak mampu menja)ab mengapa pemahaman nilai moral tidak menjamin indi$idu melakukan tindakan moral. Indi$idu memiliki intuisi mengenai apa yang benar dan salah, namun sering tidak menyadari alasannya dan kesulitan menjelaskan tindakannya. *alam hal inilah sel# mampu menjelaskan mengapa pengetahuan mengenai nilai moral tidak menjamin seseorang melakukan tindakan moral. Sel# merupakan kesatuan
pengalaman, nilainilai, belie#s dan trait yang akti# menyaring dan menyesuaikan nilainilai moral untuk di&o&okkan dalam diri indi$idu. Bila pemahaman nilai moral tidak sesuai dengan sel#, indi$idu tidak akan melakukan tindakan moral tertentu. Lapsey dan %ill (2" menggambarkan indi$idu yang memiliki integritas sebagai orang yang dinilai memiliki karakter baik dan dijadikan &ontoh moral seperti 4alileo 4alilei, on#usius, Mahatma 4andi, dan Muhammad %atta. Integritas men&akup tanggung ja)ab dan identitas moral (Puka, 2!". 3anggung ja)ab berisi hasrat, komitmen serta perasaan indi$idu terhadap serangkaian norma dan hubungan dengan orang lain. Identitas moral diartikan sebagai kesatuan nilainilai dan komitmen yang menyatu dalam sel#. eduanya men&iptakan konsistensi antara perasaan dan pikiran dengan tindakan serta konsistensi u&apan dan perilaku di segala situasi. 'adi integritas mun&ul apabila nilainilai moral telah terintegrasi dalam sel# sehingga terjadi koherensi antara nilainilai moral yang dipahami dengan belie#s, tindakan, komitmen dan perkataan. 3idak ada pedoman kapan atau pada usia berapa integrasi dipastikan terjadi. amun ketika terjadi akan menetap dalam diri indi$idu karena sudah menjadi identitas diri yang menuntun setiap perasaan, perkataan dan perbuatan. 0da kalanya timbul pertentangan belie#s, &ontohnya ketika mengetahui teman melakukan pen&urian. 3erjadi pertentangan antara keyakinan harus berkata benar dengan keyakinan harus menolong teman ketika diminta memberi kesaksian apakah temannya men&uri. Indi$idu yang memiliki integritas diper&aya mampu mempertimbangkan tindakan yang paling tepat. arena bila indi$idu melakukan tindakan yang bertentangan dengan belie#s dasar, mun&ul perasaan tidak nyaman yang merusak identitas dirinya (Puka, 2!". Integritas digerakkan oleh diri sendiri (sel#dire&ted" (Puka, 2!". Blasi (2!" menyebut tidak ada pertimbangan untung dan rugi terhadap diri sendiri sebagai komitmen moral tak bersyarat. %al ini merupakan inti memahami integritas. Indi$idu yang memiliki integritas punya serangkaian tujuan, aturan serta standar tentang benar dan salah yang mengarahkan sikap dan alasannya melakukan tindakan (Peterson dan Selignman, 2!". 3ujuan hidup serta standar tentang benar dan salah menjadikan indi$idu memiliki kejujuran dan keteguhan. S&hlenker, Miller dan 'ohnson (2" menyatakan bah)a derajat kejujuran indi$idu bisa berbeda apabila dihadapkan pada kelompok indi$idu yang berbeda, tergantung tujuan ingin menampilkan diri seperti apa (sel#presentational goal". amun hal itu tidak terjadi pada indi$idu yang memiliki integritas tinggi, karena ia merasa tidak memiliki kepentingan apapun (&ontohnya ingin dipuji" dan hanya melakukan sesuatu yang benar berdasarkan standar dan batasannya sendiri. Peterson dan Selignman (2!" serta S&hlenker, Miller dan 'ohnson (2" juga menjelaskan bah)a indi$idu yang memiliki integritas memperlakukan orang lain seperti ia ingin diperlakukan, tetapi tidak mengharapkan timbal balik. Menolong orang lain dilakukan karena alasan altruisti& (#okus pada kesejahteraan orang lain", bukan untuk alasan egois (penghargaan pribadi seperti meningkatkan karir, pengakuan sosial atau menghindari hukuman". Integritas bukanlah si#at ba)aan yang sudah dimiliki indi$idu sejak lahir. Berikut adalah penjelasan mengenai proses ter&apainya Integritas.2.1.2. Proses 3er&apainya Integritas Proses ter&apainya integritas menurut Petri&k dan Guinn (2" terjadi melalui tahapantahapan sebagai berikut C a. Moral 0)areness (kesadaran moral" Moral a)areness adalah kemampuan memahami dan kepekaan terhadap isuisu etis yang rele$an yang patut menjadi pertimbangan dalam membuat pilihan yang akan memiliki dampak signi#ikan terhadap orang lain. Moral a)areness dibentuk melalui persepsi dan sensiti$itas
terhadap etika. >ang dimaksud dengan persepsi adalah kemampuan untuk melihat, mengenali atau menemukan #itur etis dari suatu situasi. Sedangkan sensiti$itas terhadap etika adalah kemampuan untuk menilai kepentingan yang terkait dengan #itur etika dari sebuah situasi. b. Moral *eliberation(pertimbangan moral" Moral deliberation adalah kemampuan melakukan analisa kritis terhadap #aktor penyebab dan pilihan moral yang dimiliki untuk mendapatkan keputusan yang masuk akal bagi standar yang penting di masa depan. Moral deliberation terdiri dari analisis etika dan resolusi etika. 0nalisis etika merupakan langkah rasional berdasarkan argumentasi moral yang diran&ang untuk mengidenti#ikasi, mena#sirkan dan mempertimbangkan penyebab utama masalah moral dan sumber daya kun&i untuk penyelesaian masalah etika. Sedangkan resolusi etika adalah langkah rasional membuat suatu keputusan. &. Moral hara&ter (karakter moral" Moral &hara&ter adalah kemampuan untuk siap bertindak etis. Moral &hara&ter dikuatkan dengan melatih nilainilai seperti moral, sosial, emosional dan politik. d. Moral ondu&t(tindakan moral" Moral &ondu&t berarti indi$idu melakukan tindakan yang dapat dipertanggungja)abkan se&ara berkelanjutan. 'adi untuk men&apai integritas, indi$idu harus melatihnya dengan sengaja. 2.1.<. 7aktor Pembentuk Integritas 7aktor pembentuk Integritas yang menjadi landasan pengembangan alat ukur integritas dalam penelitian ini berasal dari konsep yang dikemukakan oleh psikolog humanistik +ogers (1-1". 7aktor#aktor tersebut adalah C 1. 'ujur 'ujur berarti tidak mengingkari hati nurani, berbi&ara dan bertindak sesuai nilainilai pribadi yang dipegang teguh serta menjaga komitmen terhadap orang lain (Puka, 2!". Indi$idu dikatakan jujur apabila menerima dan mampu bertanggung ja)ab atas perasaan serta perilaku sebagaimana adanya. Meski memegang erat prinsip kejujuran, namun dalam situasi yang penuh tipu muslihat dan harus menghadapi orang yang tidak jujur, indi$idu yang memiliki integritas tinggi akan bertindak dan menegur dengan mempertimbangkan berbagai hal serta tidak menyakiti. arenanya indi$idu yang memiliki integritas lebih dihormati daripada disukai (S&hlenker, Miller dan 'ohnson, 2". 2. 3eguh 3eguh artinya tidak menyalahi prinsip dalam menjalankan ke)ajiban, tidak dapat disuap atau diajak melakukan perbuatan &urang meskipun ada godaan materi atau dorongan dari orang lain. Peterson dan Selignman (2!" menyatakan ada dua situasi yang membuat indi$idu dikatakan memiliki keteguhan. Pertama ketika harus menghadapi situasi yang tidak menguntungkan seperti pertentangan serta ketidakper&ayaan dan yang kedua ketika harus
menghadapi kesulitan atau keadaan bahaya. eteguhan yang memiliki integritas dinilai mun&ul dalam situasi pertama karena integritas melibatkan suatu pilihan antara beberapa tindakan atau &ara. eteguhan menjalankan prinsip berbeda dengan ke#anatikan yang rela membunuh orang tak bersalah guna men&apai tujuan, yang baginya merupakan prinsip hidup. Indi$idu dengan integritas tinggi memiliki kebijakan yang ditujukan bukan hanya untuk kelompok atau golongannya, tetapi kepentingan manusia)i yang lebih besar (S&hlenker, Miller dan 'ohnson, 2". <. Memiliki sel#&ontrolyang kuat Sel#&ontrol dide#inisikan sebagai kemampuan indi$idu dalam mengontrol atau memantau respon agar sesuai dengan tujuan hidup dan standar moral yang dimiliki. 8ntuk bisa memperlakukan orang lain, bahkan orang yang sesungguhnya tidak disukai se&ara baik, indi$idu harus memiliki sel#&ontrol yang kuat. emampuan indi$idu mengontrol atau memantau respon, selain penting untuk menjaga agar perilaku tetap sesuai dengan tujuan hidup dan standar moral, juga penting untuk berhubungan dengan orang lain (Peterson dan Selignman, 2!". Indi$idu yang memiliki sel#&ontrol kuat tidak mudah memperlihatkan reaksi emosional le)at u&apan maupun sikap badan. Indi$idu yang memiliki sel#&ontrol terlihat tenang bila dihadapkan pada stimulus yang meman&ing emosi, hal ini menjadikan orang lain lebih nyaman berhubungan dengan mereka. !. Memiliki sel#esteem yang tinggi Sel#esteem adalah keper&ayaan bah)a indi$idu mampu berperilaku sesuai nilai moral yang diyakini. Blasi (dalam Po)er, 2!" menyebut sel#esteem sebagai perasaan positi# indi$idu bah)a dirinya bermoral dan mampu menjalankan prinsipprinsip moral. arena berasal dari belie#s, Me&&a, Smelser dan =as&on&ellos (dalam Po)er, 2!" meyakini bah)a harga diri mampu meningkatkan perilaku yang baik dan keteguhan. 7aktor merupakan suatu kesatuan utuh (koherensi" yang artinya seluruh #aktor tersebut tidak bisa dipe&ahpe&ah karena saling terkait satu sama lain. Indi$idu dikatakan memiliki integritas apabila memiliki seluruh #aktor tersebut. 2.1.!. Sejarah Perkembangan 3es Integritas Penelitian seputar integritas telah dimulai sekitar tahun 1 namun masih diragukan oleh banyak orang. Salah satunya adalah 4ough (1" yang mengembangkan tes psikologis berbentuk paper and pen&il untuk mengetahui potensi integritas yang dimiliki karya)an, instrumen itu dinamakan Personnel +ea&tion Blank. 0lat ukur tersebut dikembangkan dari *elinHuen&y S&ale, yangmerupakan bagian dari ali#ornia Psy&hologi&al In$entory. emudian *elinHuen&y S&alediubah nama menjadi 3he So&ialiation S&ale (;nes, 1<". 0lasan utama lahirnya ketertarikan untuk mengembangkan tes integritas dalam konteks pekerjaan adalah tindakan kontraprodukti# yang dilakukan para pekerja. 0meri&an Management 0sso&iation melaporkan bah)a kerugian akibat tindakan kontraprodukti# karya)an besarnya 1 kali lipat dibandingkan kerugian akibat pen&urian dan kejahatan jalanan lain (;nes, 1<". %al tersebut dapat dikendalikan dengan memberlakukan super$isi yang ketat agar dapat mendeteksi terjadinya perilaku kontraprodukti#. 0lternati#nya dilakukan dengan menyeleksi pekerja yang
akan diterima karena perusahaan mementingkan &alon pekerja yang jujur dan dapat diandalkan. %arrisdan Sa&kett(1A?" bahkan menerapkan metode analisis #aktor dan I+3 dalam penelitian mengenai salah satu tes kejujuran. 0)alnya kejujuran dites menggunakan detektor kebohongan yang dinamakan poligra#. amun sejak tahun 1AA, 3he Polygraph Prote&tion 0&t hanya mengijinkan penggunaan poligra# pada situasi yang benarbenar khusus. Program pengujian kejujuran yang dikembangkan setelahnya juga menuai larangan karena menilai seseorang tidak jujur berdasarkan hasil tes dianggap mengandung sensiti$itas nilai moral yang berbeda dibandingkan dengan menguji kemampuan yang dimiliki seseorang (Lasson, 12@ 4uastello dan +ieke, 11". 7akta#akta tersebut menjadikan minat terhadap alat ukur integritas berkembang sangat pesat. 3untutan perusahaan terhadap kejujuran pekerja telah melahirkan industri pengukuran integritas bernilai jutaan dolar (;FBannon dkk., 1A". Penelitian mengenai integritas dalam konteks pekerjaan semakin diminati. *ia)ali oleh raig dan Smith (2" yang meneliti integritas untuk membedakan perilaku jujur dan tidak jujur para pekerja. Selanjutnya Impelman (2-" meneliti kaitan integritas terhadap perilaku kerja kontraprodukti#. emudian S&hlenker, Miller dan 'ohnson (2" mengembangkan skala integritas dengan meminta responden mende#inisikan apakah prinsipprinsip moral yang dimilikinya benar atau salah. Penelitian sejenis terus berkembang sangat pesat hingga saat ini. 3he Integrity S&ale merupakan salah satu alat ukur integritas yang banyak digunakan (S&hlenker dan 7orsyth, 1??". amun alat ukur integritas seperti ini tidak tepat diaplikasikan di Indonesia. %al ini terlihat dari bunyi salah satu itemyaitu JIntegrity is more important than #inan&ial gainK. 'ika langsung ditanyakan apakah seseorang memiliki integritas, makna pertanyaannya kurang operasional mengingat konsep integritas se&ara umum belum dipahami dengan tepat. Lagipula integritas seharusnya menanyakan keputusan yang diambil dalam sebuah situasi. ontoh alat ukur integritas lainnya adalah Integrity S&ale Morton yang setiap itemnya diran&ang agar subjek menentukan derajat pilihan respon yang paling sesuai dengan dirinya di antara dua pernyataan.3he South 0#ri&an Integrity S&ale (S0IS" juga merupakan &ontoh skala integritas yang khusus diran&ang bagi sampel multikultural di 0#rika Selatan. S0IS terdiri dari <- item dengan )aktu tempuh 11 menit. S0IS biasa digunakan dalam proses seleksi kerja pada tingkat pendidikan minimal grade 1 untuk le$el non manajerial. S0IS memasukkan honest, norm abiding, puniti$e to)ards rule breaking, responsibledan trust)orthysebagai komponen integritas. Sejauh ini, hampir seluruh penggunaan alat ukur integritas bertujuan mengukur kejujuran. Padahal integritas tidak hanya identik dengan kejujuran. Indi$idu yang jujur belum tentu memiliki integritas tinggi. Selain tidak khusus diran&ang untuk mengukur integritas, melainkan lebih sebagai tes kejujuran dan tes perilaku kontraprodukti#, alat ukur tersebut juga tidak bersi#at unidimensi(tidak dapat dipastikan apakah memang mengukur integritas" karena dikembangkan menggunakan pendekatan tes klasik. Selain alat ukur integritas dalam bentuk paper and pen&il seperti yang dipaparkan, 6gberink dan =eldkamp (2?" juga telah berupaya meran&ang pengembangan &omputeried adapti$e testing bagi alat ukur integritas. *i Indonesia, penelitian mengenai integritas belum berkembang meski kebutuhannya sangat disadari. Salah satu &ontoh adalah penelitian yang dilakukan Permatasari (211" tentang kaitan gaya berpikir, integritas dan usia pada perilaku kerja kontraprodukti# terhadap pro#esi )arta)an.
Penelitiannya menggunakan alat ukur integritas yang diran&ang berdasarkan moral identity theory yang dikemukakan oleh Blasi (2!". amun teori integritas tersebut dinilai tidak sesuai jika digunakan untuk mengukur integritas pekerja sebagai $ariabel psikologis. elemahan lain dari alat ukur integritas yang diran&ang Permatasari (211" adalah tidak dapat dipastikan apakah alat ukur tersebut memang benar mengukur, dan hanya mengukur, integritas karena diran&ang menggunakan pendekatan klasik. Isu lain yang dinilai rele$an dengan alat ukur integritas adalah &andidate #aking. Indi$idu yang menempuh tes integritas memiliki kemungkinan memberi respon yang tidak sesuai dengan kondisi diri yang sebenarnya. 6llingson, Sa&kett dan %ough (1" menyatakan hal tersebut bisa mengakibatkan hasil tes indi$idu menjadi lebih tinggi atau malah lebih rendah. Penyataan tersebut dibuktikan dengan hasil berbagai pengukuran mengenai #aking and so&ially desirable responses yang dilakukan terhadap beberapa alat ukur integritas (Morgeson et al., 2?@ ;nes dan =is)es$eran, 1A". amun halhal tersebut dinyatakan tidak mempengaruhi $aliditas karena partisipan yang menempuh tes integritas diminta memberi respon diantara beberapa pilihan keputusan yang dianggap paling sesuai untuk dirinya. Sehingga disimpulkan bah)a #aking dan so&ial desirability tidak berdampak terhadap pengukuran integritas (%ough et al., 1@ Morgeson et al., 2?@ ;nes 9 =is)es$aran, 1A@ ;nes, =is)es$aran 9 +eiss, 1-". 0lat ukur integritas dalam penelitian ini dikembangkan menggunakan teori moderen yang dikenal sebagai Item +esponse 3heory. 2.2. Pendekatan Item +espon 3heory (I+3" 2.2.1. elemahan Pendekatan lasik Selama ini alat ukur dikembangkan menggunakan pendekatan klasik. amun pendekatan ini memiliki kelemahan karena menghasilkan alat ukur yang terikat kepada sampel (sample bound", yang diistilahkan sebagai group dependent (%ambleton, S)aminathan dan +ogers, 11". 0lat ukur yang tergolong sample bound seolaholah memiliki tingkat kesulitan yang tinggi ketika diberikan pada kelompok subjek yang memiliki kemampuan rendah dan seolaholah memiliki tingkat kesulitan yang rendah ketika diberikan pada kelompok subjek yang memiliki kemampuan tinggi. Selain itu, dalam teori klasik sulit untuk menyeleksi soalsoal dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan kemampuan indi$idu yang akan diukur. etika tes diberikan kepada kelompok indi$idu dengan kemampuan tinggi, tingkat kesulitan item terlihat mudah karena sebagian besar menja)ab benar. 3etapi ketika tes diberikan kepada kelompok indi$idu dengan kemampuanrendah, item terlihat sulit karena sebagian besar tidak bisa mengerjakan. 3ingkat kesulitan item dalam teori tes klasik bisa berubah tergantung tingkat kemampuan indi$idu yang menempuh tes. Selain itu, kemampuan indi$idu yang terukur dipengaruhi oleh kemampuan item. Indi$idu terlihat memiliki kemampuan tinggi jika hanya mampu mengerjakan tes yang mudah dan terlihat memiliki kemampuan rendah jika mampu mengerjakan tes yang sulit. Inilah kelemahan lain pendekatan klasik yang disebut 6mbretson dan +eise (2" sebagai testdependent, yaitu kemampuan indi$idu dipengaruhi oleh karakteristik itemdalam sebuah tes. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bah)a pada pendekatan klasik, karakteristik item dipengaruhi kemampuan indi$idu dan kemampuan indi$idu dipengaruhi karakteristik item. Sehingga sulit membandingkan kemampuan antara indi$idu yang
mengerjakan tes berbeda, serta membandingkan karakteristik item yang dikerjakan oleh kelompok indi$idu yang berbeda. 2.2.2. eunggulan Pendekatan I+3 Pendekatan I+3 berupaya mengatasi kelemahankelemahan pendekatan klasik seperti item dependent, sample dependent, test oriented (sebaiknya item oriented" dan pemberlakuan measurement error yang sama untuk semua penempuh tes (%ambleton, S)aminathan dan +ogers, 11". eunggulan I+3 dinamakan si#at parameter item dan parameter kemampuan yang in$arian (in$arian&e property", yaitu karakteristik item (atau tingkat kesulitan soal" yang tidak bergantung pada kelompok peserta tes yang berasal dari populasi yang sama. *emikian pula sebaliknya, estimasi kemampuan peserta (ability" tidak tergantung pada karakteristik tes yang diberikan. Sehingga dapat dilakukan perbandingan antar indi$idu penempuh tes serta perbandingan antar item tes. eunggulan lain I+3 adalah berman#aat untuk pengujian dan pengembangan tes, pembuatan bank soal serta omputeried 0dapti$e 3esting (03". 6mbretson dan +eise (2" menjelaskan perbedaan mendasar pendekatan klasik dan modern seperti terlihat dalam tabel berikutC
30B6L
eunggulan lain I+3 adalah probabilitas peserta tes untuk menja)ab benar suatu item benar benar tergantung pada kemampuan peserta tes. arakteristik item (seperti tingkat kesulitan soal" dan kemampuan peserta (ability" berada pada satu skala (dimensi" sehingga memungkinkan untuk melakukan perbandingan antar indi$idu penempuh tes maupun antar item tes. 6stimasi kesalahan pengukuran (error" ber$ariasi antar skor, namun berlaku umum dan dapat digeneralisasi antar populasi. eunggulankeunggulan tersebut menjadikan pendekatan I+3 sangat berman#aat untuk mendesain sebuah tes, melakukan seleksi item, mengoptimalkan sebuah desain tes serta mendeteksi di##erential item #un&tioning (*I7", yaitu bias respon yang disebabkan oleh perbedaan #ungsi item pada kelompok tertentu (6mbretson dan +eise, 2". %ambleton, S)aminathan dan +ogers (11" menyebutkan bah)a I+3 memiliki dua hipotesis, yaitu per#orma penempuh tes pada suatu item dapat diprediksi oleh satu set #aktor yang disebut dengan kemampuan/trait, dan hubungan antara per#orma penempuh tes pada suatu item dan kemampuan/trait yang mendasarinya dapat dijelaskan dengan suatu #ungsi yang disebut dengan item &hara&teristi& #un&tion, yaitu semakin meningkat kemampuan/trait,probabilitas ja)aban atau persetujuan terhadap suatu item akan semakin besar pula. Sehingga diasumsikan bah)a penempuh tes dengan skor lebih tinggi dalam kemampuan/trait tertentu, memiliki probabilitas lebih besar untuk menja)ab suatu item dengan benar atau ke arah persetujuan. 2.2.<. 0sumsi *alam Pendekatan I+3
Pendekatan I+3 menggunakan model matematis dimana peluang indi$idu menja)ab benar terkait kemampuan indi$idu dan karakteristik item. %ambleton, S)aminathan dan +ogers (11" menyatakan pendekatan I+3 dapat diterapkan ketika data memenuhi asumsi unidimensionality dan lo&al independen&e. a. 8nidimensionality (unidimensionalitas" 8nidimensionalitas berarti ada satu #aktor dominan yang mempengaruhi skor indi$idu. 0sumsi ini terkadang sulit dipenuhi karena adanya #aktor#aktor kogniti#, kepribadian dan #aktor#aktor lain yang ditemui saat administrasi tes seperti ke&emasan, moti$asi dan sebagainya yang dapat mempengaruhi skor atau per#orma tes seseorang. amun yang terpenting dalam asumsi tersebut adalah adanya satu komponen yang dianggap paling dominan dalam menentukan per#orma peserta tes. 7aktor dominan tersebutlah yang terkait dengan apa yang diukur oleh tes. b. Lo&al Independen&e 0sumsi lo&al independen&e bermakna tidak ada hubungan antara respon subjek terhadap itemitem yang berbeda, yang artinya kemampuan yang diukur merupakan satusatunya #aktor yang mempengaruhi respon subjek. 'ika kemampuan yang mempengaruhi per#orma tes dibuat konstan, maka respon penempuh tes pada serangkaian item manapun tidak terkait se&ara statistik. 2.2.!. +ating S&ale Model (+SM" *alam Pendekatan I+3 %ambleton, S)aminathan dan +ogers (11" menyatakan bah)a pendekatan I+3 menggunakan model yang dapat &o&ok ataupun tidak pada tes yang dianalisis (#alsi#iable model". 0da kemungkinan model I+3 yang digunakan tidak dapat menjelaskan data, sehingga perlu dilakukan analisis ke&o&okan model (model #it" terhadap data. 'ika terdapat etidak&o&okan antara data dengan model, artinya model I+3 yang digunakan tidak dapat diterapkan pada data tersebut. *i dalam I+3, model pengukuran dibedakan berdasarkan kategori respon dan banyaknya parameter item yang dilibatkan dalam model. Berdasarkan kategori respon, model pengukuran I+3 dibedakan menjadi model I+3 dikotomi dan model I+3 politomi. Model I+3 dikotomi digunakan pada tes yang itemnya memiliki dua kategori respon. Sedangkan model I+3 politomi digunakan pada tes yang itemnya memiliki lebih dari dua kategori respon. Penelitian ini menggunakan model I+3 politomi karena itemitem dalam alat ukur diran&ang berbentuk skala likert yang memiliki empat kategori respon. Model ini biasa digunakan pada typi&al per#orman&e test. Model pengukuran I+3 politomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah +ating S&ale Model (+SM". +SM yang dikembangkan oleh 0ndri&h tahun (1" merupakan kelompok Model +as&h. Item dengan #ormat rating s&ale memiliki jarak tingkat kesulitan atau tingkat ke&enderungan persetujuan item yang hampir sama pada setiap item. +SM lebih tepat digunakan karena alat ukur integritas dalam penelitian ini berbentuk skala likert dengan opsi 1 Sangat Setuju, 2 Setuju, < 3idak Setuju, dan ! Sangat 3idak Setuju. Pada skala likert, perbedaan tingkat kesulitan antara setiap opsi dalam sebuah itemdiharapkan tidak jauh berbeda (6mbretson dan +iese, 2".
2.2.. 0nalisis *i##erential Item 7un&tioning (*I7" 0nalisis item dalam I+3 dapat dilakukan menggunakan *I7 untuk mendeteksi adanya bias respon yang disebabkan perbedaan karakteristik antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain. Item dikatakan terdeteksi *I7 apabila peserta tes dengan karakteristik sama, namun dari kelompok berbeda, memiliki peluang yang berbeda dalam menja)ab atau merespon itemtersebut. *I7 dibedakan menjadi uni#orm *I7 dan non uni#orm *I7. 8ni#orm *I7terjadi ketika kedua kelompok peserta tes memiliki peluang yang sama (uni#orm" untuk menja)ab atau merespon item pada setiap tingkat kemampuan atau trait. ontoh uni#orm *I7 adalah pada item tertentu, lakilaki dan perempuan yang memiliki kemampuan sebesar &enderung memberi persetujuan berbeda, dimana lakilaki memberikan ke&enderungan persetujuan yang lebih tinggi dibandingperempuan. Begitu pula lakilaki dan perempuan yang memiliki kemampuan sebesar y &enderung memberikan persetujuan yang berbeda, dimana lakilaki tetap memberi ke&enderungan persetujuan yang lebih tinggi dibanding perempuan. Sementara non uni#orm *I7 terjadi ketika kedua kelompok peserta tes tidak memiliki peluang yang sama (non uni#orm" untuk menja)ab atau merespon item pada setiap tingkat kemampuan atau trait. ontoh non uni#orm *I7 adalah pada item tertentu, pada kelompok lakilaki dan perempuan yang memiliki kemampuan sebesar , lakilaki &enderung memberikan persetujuan lebih tinggi dibanding perempuan. amun pada kelompok lakilaki dan perempuan yang memiliki kemampuan sebesar y, lakilaki &enderung memberikan persetujuan lebih rendah dibanding perempuan (6mbretson dan +iese, 2".