KONSEP DASAR AKUNTANSI PAJAK
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Akuntansi Pajak
Dosen: Kusmuriyanto
Disusun oleh :
Niken Reftine Saraswati 7101414076
Ena Triana 7101414083
Arum Khoirunisa Agustina 7101414110
Nindita Sari 7101414236
Ahmad Qohar 7101414278
Muhammad Kamalin Nawa 7101414353
Pendidikan Akuntansi B 2014 Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah "Konsep Dasar Akuntansi Pajak" dengan baik dan tepat waktu.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah akuntansi pajak dengan merangkum materi dari berbagai sumber sehingga dapat melengkapi materi yang disampaikan oleh dosen.
Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik dari segi materi maupun penyusunan makalah. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki sehingga kedepannya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat dijadikan referensi dan memberikan bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PRNDAHULUAN
Latar Belakang
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun pajak (Waluyo, 2010:89). Subjek Pajak yang dimaksud adalah baik orang pribadi maupun badan (perusahaan). Penghasilan suatu perusahaan akan dihitung dari catatan, buku, serta dokumen pendukung lainnya
yang dikelola dalam suatu sistem akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan. Dari penghasilan perusahaan inilah yang akan dikenakan tarif pajak penghasilan. Pajak penghasilan merupakan bagian dari laba bersih perusahaan.
Bagi pemerintah, pajak mempunyai fungsi sebagai sumber penerimaan negara. Berdasarkan fungsi ini, pajak adalah bagian laba perusahaan yang seharusnya diberikan ke pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional. Hal ini mengakibatkan semakin besar pajak yang disetorkan oleh perusahaan maka akan semakin baik bagi pemerintah. Di sisi yang lain, bagi perusahaan pajak lebih sering dianggap sebagai pos pengurang laba bersih yang seharusnya bisa diminimalkan oleh perusahaan. Pajak diakui sebagai elemen utama dalam kebijakan pengeluaran perusahaan (Modigliani dan
Miller, 1958; dalam Wibisono, 2009). Bagi perusahaan, pajak penghasilan adalah bagian laba bersih yang dibagikan ke pihak lain (pemerintah), sehingga pajak akan mengurangi bagian laba yang seharusnya dapat dibagikan ke pihak manajemen, pemilik modal atau dimanfaatkan untuk peningkatan investasi perusahaan (Guenther,
1994; dalam Wibisono, 2009).
Pencatatan keuangan dalam akutansi dan pajak dilakukan dengan cara atau aturan tertentu. pengetahuan mengenai prosedur pencatatan akutansi sangat bermanfaat terutama sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Rumusan Masalah
Apa pengertian Akuntansi Pajak?
Bagaimana sejarah Akuntansi Pajak?
Bagaimana peran Akuntansi Pajak?
Apa saja prinsip yang mendasari Akuntansi Pajak?
Bagaimana perbedaan laporan keuangan komersial?
Tujuan
Mengetahui pengertian Akuntansi Pajak
Mengetahui sejarah perkembangan Akuntansi Pajak
Memahami peranan Akuntansi Pajak
Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang mendasari Akuntansi Pajak
Membandingkan perbedaan Laporan Keuangan Komersial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Akuntansi Pajak
Akuntansi pajak merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari unsur spesialisasi yang menuntut keahlian dalam bidang tertentu. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2003:1):
"Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum".
Akuntansi Pajak menurut Waluyo (2011:190) tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya terpengaruh oleh fungsi perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah. Sisi akuntansi komersial sebagai prinsip-prinsip dasar yang digunakannya bersifat netral (tidak memihak) terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh akuntansi.Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar akuntansi dapat digunakan atau berlaku bagi akuntansi pajak, hanya memang terdapat karakteristik dan tujuan pelaporan keuangan fiskal yang berbeda.
Sedangkan menurut Supriyanto (2011:2) menjelaskan bahwa Akuntansi Pajak berasal dari dua kata yaitu akuntansi dan pajak. Akuntansi adalah suatu proses pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan dan diakhiri dengan suatu pembuatan laporan keuangan, sedangkan Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin Negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Maka dari itu Akuntansi Pajak adalah :
"Suatu proses pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan kaitannya dengan kewajiban perpajakan dan diakhiri dengan pembuatan laporan keuangan fiskal sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang terkait sebagai dasar pembuatan Surat Pemberitahuan Tahunan"
2.2. Sejarah Perkembangan Akuntansi Pajak
Sejarah perpajakan di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa kurun waktu, yaitu masa penjajahan Belanda, setelah merdeka sampai tahun 1979, 1979 sampai tahun 1983, dan 1983 sampai sekarang. Peranan akuntansi atau pembukuan dalam perpajakan sejalan dengan sejarah perpajakan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, sistem perpajakan menekannkan fungsinya pada segi pemasukan keuangan untuk keperluan penjajah. Jumlah pajak terutang sepenuhnya ditentukan oleh aprat pajak yang memiliki wewenang sangat besar. Dengan demikian, peranan akuntansi atau pembukuan dalam perpajakan sangat lemah.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1967, diperkenalkan sistem pemungutan pajak yang dikenal sistem Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang Lain (MPO) dengan UU Nomor 867 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967. Sistem pemungutan pajak dalam cara yang baru ini termasuk sistem self-assessment. Melalui Inpres Nomor 6 Tahun 1967 yang dikenal dengan Paket 27 Maret 1967 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KMK/077/79, WP diberikan keringanan dalam penetapan pajak apabila yang bersangkutan menggunakan laporan pemeriksaan akuntanpublik. Laporan keuangan yang dibuat oleh akuntan publik tidak dibenarkan untuk dikoreksi, kecuali apabila laporan tersebut ternyata tidak benar. Peraturan baru ini sekaligus membatasi kewenangan aparat perpajakan dalam menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh WP. Dengan demikian, sejak tahun 1979 peranan akuntansi atau pembukuan semakin meningkat dalam perpajakan.
Sejak tahun 1983, berlaku UU Nomor 6 Tahun 1983, UU Nomor 7 Tahun 1983, dan UU Nomor 8 Tahun 1983. Dalam undang-undang perpajakan yang baru berlaku asas perpajakan Indonesia, yaitu:
Asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk membayar pajak.
Asas keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak lagi diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.
Asas kepastian hukum, WP diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah dimengerti serta pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis,
Asas kepercayaan penuh, masyarakat diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, termasuk keaktifan pelaksanaan administrasi perpajakan.
Dengan berlakunya undang-undang tersebut, sistem perpajakan Indonesia secara mutlak menganut sistem self-assessment, dan kewenangan aparat pajak tidak lagi seluas sebelumnya. Dengan pemberian kepercayaan penuh kepada WP, peranan pembukuan dan akuntansi dalam perpajakan menjadi sangat besar.
2.3. Peran Akuntansi Pajak
Perannya didalam perusahaan adalah signifikan, yaitu :
Membuat perencanaan danĀ strategiĀ perpajakan (dalam artian positif)
Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang.
Alat untuk menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari penilaian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat menyajikannya di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik, sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.
2.4. Prinsip- prinsip Akuntansi Pajak
Prinsip dasar akuntansi yang disampaikan oleh APB Statement No. 4 adalah sebagai berikut :
Cost Participle
Prinsip biaya atau biaya historis yiatu dasar pencatatan perolehan barang, jasa harga pokok, biaya maupun ekuitas sehingga paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga pertukaran pada saat perolehan.
Revenue Principle
Prinsip pendapatn lebih menjelaskan tentang sifat dan komponen, pengukuran, dan pengakuan bahwa pendapatan sebagai komponen penyusunan laba rugi.
Matching Principle
Prinsip pemadanan menjelaskan mengenai masalah pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode pengakuan hasil sehingga pengakuan hasil diakui pada saat periode pengakuan hasil sedangkan pembebanan biaya diakui pada periode tersebut.
Objectivity Principle
Masalah objektivitas memiliki penafsiran berbeda. Objektivitas dapat dianggap sebagai hasil konsesus kelompok yang mengukur atau objektivitas diukur dengan batasan tertentu.
Consistency Principle
Prosedur dan prinsip akuntansi yang sama dilaporkan pada periode yang bersangkutan sehingga peristiwa yang sama dicatat dan dilaporkan secara komsisten.
Disclosure Principle
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengharusakn laporan akuntansi dibentuk dan disajikan berdasarkan peristiwa yang mempengaruhi perusahaan dalam periode tersebut. Laporan keuangan diharapkan jujur (fair), lengkap (full), dan memadai (adequate) agar piahk internal maupun ekternal dapat mengambil manfaat dari informasi yang disajikan oleh laporan keuangan .
Conservatism Principle
Prinsip konservatisme atau pengecualian umumnya digunakan untuk hal yang tidak menentu atau dalam kondisi ketidakpastian. Prinsip konservatisme kurang penekanannya karena semakin banyak pihak yang mengutamakan jujur (fair) dan dapat diandalkan.(reliable) pada setiap laporan keuangan yang disajikan.
Materiality Principle
Menurut APB Statement No 4 , prinsip materialitas mengandung arti bahwa laporan keuangan hanyan menyangkut informasi yang dianggap penting (material) dalam mempengaruhi penilaian.
Uniformity and Comparability Principle
Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan dapat dibandingkan, yang merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam penyusunan prinsip akuntansi.
2.5. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial
1. Definisi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan komersial adalah laporan yang disusun dengan prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak. Laporan keuangan fiskal adalah laporan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan. Hal - hal yang perlu tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri dari:
Neraca fiskal;
Perhitungan laba rugi dan perubahan laba yang ditahan;
Penjelasan laporan keuangan fiskal;
Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal;
Ikhtisar kewajiban pajak.
Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang dilampiri oleh laporan keuangan.
Perbedaan Konsep Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Perbedaan konsep laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat pada perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan
Penghasilan (Income) menurut IAI (2007:13), adalah "Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal". Dari sisi fiskal, konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep akuntansi, yaitu : Segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima / diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu:
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan
Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final
Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan
Pengelompokan penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan mengenai konsep penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang bukan objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak (tidak menambah laba fiskal), lebih jelasnya tentang pengelompokkan penghasilan tersebut diuraikan dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1,2 & 3 Tentang Pajak Penghasilan.
Perbedaan Konsep Beban (Biaya)
Beban (expense) menurut IAI (2007:13), diartikan sebagai "Penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal". Sisi Fiskal sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih, memperoleh dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan perolehan penghasilan. Perbedaan inilah yang menyebabkan pihak fiskus sering berbeda pendapat dengan wajib pajak dalam hal menentukan beban/biaya yang boleh atau tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikeluarkan/tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan. Misalnya penafsiran atas bunyi undang - undang yang menyatakan bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah meliputi biaya untuk menagih, memelihara dan mempertahankan penghasilan. Wajib pajak sendiri sering diharuskan untuk memberikan sumbangan baik yang wajib maupun tidak wajib, dan kadang kala tidak disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Kemudian wajib pajak menganggap biaya yang dikeluarkan tersebut dapat dibiayakan karena dikeluarkan sehubungan dengan kelancaran usaha, sedangkan pihak fiskus menganggap biaya tersebut termasuk hibah, bantuan dan sumbangan yang tidak boleh dikurangkan.
Perbedaan dalam konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan
Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan terutama menyangkut konsep penyusutan dan penilaian persediaan barang dagangan.
Konsep Penyusutan
Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement.
Menurut IAI (2007) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu:
Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah.
Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.
Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.
Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasal 11 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud) dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:
Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun amortisasi.
Konsep Nilai Persediaan
Dalam undang-undang pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan first in first out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten.
Apabila kita meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang dilakukan untuk menilai persediaan yang sesuai dengan SAK No 14 tahun 2007 yaitu dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), kemudian rata-rata tertimbang (weight average cost method) dan masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO). Kemudian untuk barang yang lazimnya tidak dapat digantikan dengan barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati.2008.Akuntansi Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat
Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati.2013.Akuntansi Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat
Waluyo.2014. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat