Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Dasar II yang berjudul “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP TEORI DIABETES MELITUS (DM)” dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan, rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi dunia pendidikan.
Denpasar, Oktober 2014
Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi (Soegondo, et al., 2005). Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes (Soegondo, et al., 2005). Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan penelitian terhadap penyandang diabetes mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak dianjurkan.(Endang Basuki dalam Sidartawan Soegondo, dkk 2004). Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan yang bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan berkurangnya aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat saja timbul pada orang tanpa riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya penyakit memakan waktu bertahun-tahun dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Elvina Karyadi, 2006).
Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sudsh mencakupi sekitar 197 juta jiwa, dan dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang. WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta orang pada tahun 2030. Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan negara-negara berkembang, yang mengalami kenaikan penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara penderita diabetes mellitus terbanyak adalah India (35,5 juta orang), Cina (23,8 juta orang), Amerika Serikat (16 juta orang), Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta orang). WHO menyatakan, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan 8,4 juta jiwa pada tahun 2000,menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya angka kematian tersebut menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina (Depkes RI, 2004). Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), terjadi pengukuran prevalensi Diabetes mellitus (DM) dari tahun 2001 sebesar 7,5 % menjadi 10,4 % pada tahun 2004, sementara hasil survey BPS tahun 2003 menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus mencapai 14,7 % di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan. Berdasarkan data rawat jalan di Rumah Sakit Umum Propinsi Sulawesi Tenggara (Poli Interna) tahun 2009 penderita diabetes melitus sebanyak 779 orang atau 16,1 % dari jumlah pasien sebanyak 4837 pasien, tahun 2010 penderita diabetes mellitus sebanyak 1124 orang atau 25,8 % dari jumlah pasien sebanyak 4345 pasien, sedangkan pada tahun 2011 dari Januari sampai dengan Juni 2011 jumlah penderita diabetes mellitus 793 orang atau 38,7 % dari jumlah pasien sebanyak 2044 orang. Olehnya itu, makalah ini akan membahas penyakit Diabetes Militus secara terperinci B. Rumusan Masalah Apa pengertian dari penyakit Diabetes Militus ? Apa penyebab penyakit Diabetes Militus ? Apa saja gejala klinis yang terjadi ? Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan makalah ini adalah mengetahui tinjauan mengenai penyakit Diabetes Melitus baik darisegi pengertian, klasifikasi etiologis, epidemiologi, gambaran klinis,
patofisiologi, diagnosa, komplikasi, dan pemberian obat atau prngobatan pasian Diabetes Mellitus D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan adalah Memberikan informasi kepada
pembaca tentang Apa penyakit polyuria itu, Bagaimana gejala yang dirasakan penderita penyakit ini, Ada berapa jenis penyakit ini, Apa enyebab timbulnya penyakit ini, Konplikasi apa saja yang terjadi pada penyakit ini, dan Bagaimana cara menanganinya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner and Suddart, 2002 : 1220). Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 2001 : 580). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Epidemiologi/Insiden kasus (Suyono, 2001)
Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1) Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanakkanak dan puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 30 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
Diabetes Melitus Tipe Lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.
Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
B. Etiologi 1. Diabetes tipe I: a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas c. Riwayat keluarga
C. Patofisiologi 1. Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. 2. Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
D. Manisfestasi Klinis Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi.
DM Tipe 1
DM Tipe 2
Nama lama
DM Juvenil
DM dewasa
Umur (th)
Biasa <40
Biasa >40
Keadaan klinik saat diagnosis
Berat
Ringan
Kadar insulin
Tak ada insulin
Insulin cukup/tinggi
Berat badan
Biasanya kurus
Biasanya gemuk/normal
Pengobatan
Insulin, diet, olahraga
Diet,
olahraga,
tablet,
insulin Tabel Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan DM Tipe 2
E. Pemeriksaan Penunjang 1. Glukosa darah sewaktu Kadar darah sewaktu (kadar gula darah sewaktu) adalah hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu, tanpa ada puasa. Jadi biasanya kadar gula akan lebih tinggi. Normalnya, kadar gula dalam darah adalah 110 mg/dl (gula darah puasa) dan 140 mg/dl (gula darah sewaktu). Namun, pada penderita DM, kadar gula darah puasanya lebih dari 126 mg/dl dan gula darah sewaktulebih dari 200 mg/dl. 2. Kadar glukosa darah puasa Kadar gula darah puasa merupakan kadar gula darah ketika tidak ada satupun makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jangka waktu kurang lebih 8 jam. 3. Tes toleransi glukosa Tes toleransi glukosa adalah tes darah yang dilakukan untuk membuat diagnosis diabetes mellitus. Tes ini juga dapat dilakukan untuk keperluan lain seperti untuk mendiagnosa hipoglikemia (gula darah rendah) atau sindrom malabsorpsi di mana gula tidak diserap dengan baik melalui usus ke dalam aliran darah.
F. Penatalaksanaan A. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya. B. Perencanaan makanan (Diet) Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut : 1. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral). 2.
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
3.
Memenuhi kebutuhan energi. 4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
5.
Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat. C. Farmakologis, berupa: 1.
Obat Hipoglikemik Oral a.
Sulfonilurea, obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara : Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan. Menurunkan ambang sekresi insulin. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada kaedaan insufisiesi renal dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan. Biguanid Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (Indek Masa Tubuh/IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien
dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea.Inhibitor α glukosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial. 2.
Insulin Insulin diperlukan pada keadaan : Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis hampir maksimal
Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO
Jenis dan lama kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni : Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap (premixed insulin)
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama dari
terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Efek samping yang lain
berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Cara penyuntikan insulin Insulin umumnya
o
diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit. Pada
o
keadaan
khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat
o
sediaan
insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi
o
penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila
o
diperlikan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.
D. Manfaat Olahraga bagi Diabetisi :
Mengendalikan kadar glukosa darah
Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
Membantu mengurangi stres
Memperkuat otot dan jantung
Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
Membantu menurunkan tekanan darah
E. Perawatan dirumah, sebagai seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki. Perawatan tersebut meliputi :
Hentikan kebiasaan merokok Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, luka
lecet ; gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik terutama
dicelah jari kaki. Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari pemakaian
pada celah jari kaki.
Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus.
Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin ; ganti kaos kaki setiap hari.
Jangan berjalan tanpa alas kaki.
Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki.
Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya ; periksa adanya benda asing.
Hindari trauma yang berulang.
Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol walaupun ulkus/gangren telah sembuh.
G. Komplikasi 1.Akut : a. Koma hipoglikemia b. Ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar nonketotik 2.Kronik :
Makroangiopati , mengenai pembuluh darah besar ; pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil ; retinopati diabetik, nefropati diabetik.
Neuropati diabetik
Rentan infeksi seperti : TB paru, ginggivitis, dan ISK.
Kaki diabetik.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS A. Pengkajian Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yaitu :
Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Pola Kebiasaan yaitu:
Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Integritas Ego Stress, ansietas
Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Data Subyektif :
Pasien mengatakan banyak minum.
Pasien mengatakan sering kencing, sering makan.
Pasien mengatakan penglihatannya mulai kabur.
Pasien mengatakan sering kesemutan.
Pasien mengatakan konsentrasinya mulai terganggu. Data Objektif :
Nafas bau aseton.
Poliuri, polipagi, polidipsi.
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien DM adalah : (Brunner and Suddarth, NANDA 2006, Carpenito 2000) 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan 2. Kekurangan volume cairan 3. Gangguan integritas kulit 4. Resiko terjadi injury
C. Intervensi 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Pantau masukan dan pengeluaran
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer). Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan. Kriteria Hasil : Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi Intervensi :
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
Kaji tanda vital
Kaji adanya nyeri
Lakukan perawatan luka
Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan : pasien tidak mengalami injury Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury Intervensi : Hindarkan lantai yang licin. Gunakan bed yang rendah.
Orientasikan klien dengan ruangan. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi D. Implementasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi dibedakan menjadi: a
Secara mandiri (independen) adalah tindakan yang diprakarsai diri sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalah atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit)
b Saling ketergantungan atau kaloborasi (interdependen) adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama tim perawat dan tim kesehatan lainnya c
Delegasi (dependen) adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan profesi lainnya
Jadi, implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata, kegiatan yang sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. E. Evaluasi Evaluasi adalah proses yang berkepanjangan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan untuk secara terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan evaluasi hasil atau evaluasi sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan (Keliat, 2005, hal. 17)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Klasifikasi dari Diabetes Melitus ada 2 yaitu: 1
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
2
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
B. Saran 1
Bagi Mahasiswa Sebagai tenaga kesehatan khususnya dibidang keperawatan, hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan harus dapt memehami tentang asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus supaya nantinya bisa menerapkannya dirumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada pasien yang menghidap penyakit Diabetes Melitus (DM).
2
Bagi Institusi Diharapkan untuk kedepannya supaya mempertahankan kegiatan seperti ini, agar mahasiswa lebih memahami tentang pembuatan asuhan keperawatan khususnya pada pasien Diabetes Melitus (DM).