FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT BUMI WARAS KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 WENNY MELIANTY
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes AISYAH Pringsewu Lampung INTISARI Kematian dan kesakitan pada wanita hamil adalah masalah besar di negara berkembang. Kejadian abortus secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan. Di Rumah Sakit Bumi Waras Bandar Lampung terjadi 108 kasus abortus dari 801 (13,4%) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kasus di Rumah Sakit Kota Bandar Lampung . Tujuan penelitian adalah adalah diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan “ retrospektif ”. ”. Populasi adalah semua ibu hamil yang dirawat di ruang kebidanan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung pada bulan Januari-Desember 2012 sebanyak 532 ibu. Sampel 228 responden. Analisis data yang digunakan yaitu uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan distribusi frekuensi responden yang mengalami mengalami abortus sebanyak 38 responden (16,7%), berusia beresiko (< 20 atau > 35 Tahun) sebanyak 57 responden (25,0%), paritas ≥ 3 sebanyak 105 responden (46,1%), jarak kehamilan < 24 bulan sebanyak sebanyak 24 responden (10,5%), riwayat abortus sebanyak 16 responden (7,0%), Ada hubungan hubungan antara usia ibu (p value = 0,000), paritas ibu (p value = 0,000), jarak kehamilan (p value = 0,032) dan riwayat abortus (p value value = 0,000) dengan kejadian abortus abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Bandar Lampung Tahun 2013. Saran bagi petugas petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan secara intensif bagi ibu-ibu hamil berupa pemahaman tentang abortus dan resiko yang yang ditimbulkan.
Kata Kunci Kepustakaan Kepustakaan
: karakteristik ibu, abortus : 17 (2003-2011) PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah kesehatan ibu merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan menentukan kualitas sumber daya manusia mendatang. Tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 228/100.000 KH (SDKI, 2007), serta lambatnya penurunan angka kematian ibu, menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun maupun kualitas pelayanan. pelayanan. Kematian dan kesakitan pada wanita hamil adalah masalah besar di negara berkembang. berkembang. Di negara miskin sekitar 25-50 %. Kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian bagi wanita muda pada masa puncak produktivitasnya (Prawirohardjo, 2009). Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah
penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24%, infeksi11 %, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5% dan lain – lain 11% (WHO, 2007). Abortus didefinisikan sebagai keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas yaitu pada kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang juga sering dikenal dengan istilah “keguguran” terjadi tanpa perlu induksi. Diagnosis Abortus terjadi dalam berbagai bentuk diantara yaitu abortus imminen (keguguran mengancam), abortus insipien (keguguran berlangsung), abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap), abortus kompletus (keguguran lengkap), abortus tertunda (missed (missed abortion) abortion) dan abortus habitualis (keguguran berulang) (Murphy, 2005). Abortus disebabkan tiga faktor yaitu, faktor maternal meliputi kelainan genetalia ibu, penyakit-penyakit ibu, antagonis rhesus,
perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi, gangguan sirkulasi plasenta, usia ibu, paritas, jarak kehamilan dan riwayat abortus. Faktor janin meliputi ovum yang patologis, kelainan letak embrio dan plasenta yang abnormal, dan faktor paternal meliputi Translokasi kromosom pada sperma dan penyakit-penyakit ayah (Mochtar, 2009). Kejadian abortus secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan. Kelainan kromosom merupakan penyebab paling sedikit separuh dari kasus abortus dini ini, selain itu banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus antara lain: paritas, umur ibu, umur kehamilan, kehamilan tidak diinginkan, kebiasaan buruk selama hamil, serta riwayat keguguran sebelumnya. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita berumur 40 tahun sehingga kejadian perdarahan spontan lebih berisiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun (Cunningham, 2005). Terdapat 4.692 jiwa ibu melayang karena ketiga kasus (kehamilan, persalinan, dan nifas). Kematian langsung ibu hamil dan melahirkan tersebut akibat terjadinya perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), partus lama (5%), dan abortus (5%). Perdarahan yang menyebabkan kematian ibu yang sekarang banyak ditemui adalah abortus (Sri Hermiyanti, 2008). Di dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal karena abortus tiap tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi Abortus di Indonesia adalah 10%15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau 600 ribu-900 ribu, sedangkan abortus buatan sekitar 750 ribu- 1,5 juta setiap tahunnya, 2500 orang diantaranya berakhir dengan kematian (Anshor, 2006). Manuaba (2009), mengemukakan diperkirakan terjadi gugur kandung secara ilegal pada kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 2,5-3 juta orang/tahun dengan kematian sekitar 125.000-130.000 orang/tahun di Indonesia. Kemenkes (2010) menyatakan tingkat abortus di Indonesia masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara maju di
dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun. Proses terhentinya kehamilan dapat dijabarkan menurut kejadiannya yaitu Abortus spontan (terjadi tanpa intervensi dari luar dan berlangsung tanpa sebab yang jelas) dan abortus buatan (tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram). Pada kenyataannya, data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung angka kejadian komplikasi kebidanan termasuk abortus pada tahun 2011 masih tinggi yaitu sebesar 125.841 atau 20% dari jumlah ibu hamil dan untuk Kota Bandar Lampung yaitu sebesar 799 dari 3429 jumlah ibu hamil (23,3%). Dari catatan rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dari bulan Januari - September 2012 terjadi 141 kasus abortus dari 1.249 ibu hamil (11,2%). Berdasarkan Data Morbiditas Rawat Inap Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung tahun 2012, diketahui bahwa kasus abortus merupakan kasus terbanyak nomor dua setelah Myoma Uteri yaitu sebanyak 78 kasus. Hasil presurvey yang dilakukan pada bulan Oktober 2012 di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung, diketahui bahwa dari 10 ibu yang mengalami abortus, sebanyak 2 ibu berusia lebih dari 35 tahun dan 3 ibu berusia < 20 tahun, 2 ibu primigravida, 3 ibu dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun. Berdasarkan uraian di atas peneliti bermaksud untuk meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. b. Diketahui distribusi frekuensi umur ibu di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013.
c.
Diketahui distribusi frekuensi paritas di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. d. Diketahui distribusi frekuensi jarak kehamilan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. e. Diketahui distribusi frekuensi riwayat abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. f. Diketahui hubungan usia ibu dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. g. Diketahui hubungan paritas dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. h. Diketahui hubungan jarak kehamilan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. i. Diketahui hubungan riwayat abortus dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. C. Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain analitik menggunakan pendekatan retrospektif yang meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus, subjek penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap di ruang kebidanan pada tahun 2012, penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung pada tanggal 8 sampai dengan 28 Ferbuari 2013, pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi register kebidanan. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan desain analitik, yaitu penelitian yang menyangkut pengujian hipotesis, yang mengandung uraian- uraian tetapi fokusnya terletak pada analisis hubungan antara variabel (Notoatmodjo, 2005). B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai dengan 28 Februari 2013 di Rumah
Sakit Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung. C. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah analitik dengan menggunakan pendekatan “retrospektif ”. D. Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang dirawat di ruang kebidanan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung pada bulan JanuariDesember 2012 sebanyak 532 ibu dengan 78 kasus Abortus dan 454 ibu tidak abortus. 2. Sampel Sampel yang digunakan sebanyak 228 responden. 3. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan proportional random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana, yaitu dengan cara mengundi (lottery technique). E. Variabel Penelitian Variabel dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Variabel tergantung, akibat terpengaruh atau variabel dependent. Variabel dependen/terikat pada penelitian ini adalah abortus 2. Variabel bebas, sebab dan mempengaruhi disebut variabel independent, dalam penelitian ini yang dimaksud dalam variabel independent adalah usia, paritas, jarak kehamilan, riwayat abortus. G. Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dimana peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan peraturan, dan sebagainya (Arikunto, 2006). Alat pengumpulan data yaitu register kebidanan, proses pengumpulan data dilakukan dengan cara menentukan responden sejumlah 228 orang yang terdapat pada catatan register kebidanan. Kemudian peneliti mengumpulkan data sesuai dengan
variabel yang akan diteliti. Dalam register kebidanan data yang diperoleh hanya variabel dependen (abortus) dan variabel independen yaitu usia ibu, paritas dan riwayat abortus, sehingga untuk mengetahui data lain seperti jarak kehamilan peneliti mengambil data yang terdapat dalam catatan rekam medis. H. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan: 1. Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir sudah: a. Lengkap : semua check list sudah terisi b. Jelas : apakah tulisannya sudah cukup jelas terbaca c. Relevan : isian apakah relevan dengan pertanyaannya d. Konsisten : apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi check list. 2. Coding Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data. Peneliti merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/ bilangan. Variabel abortus, kode 0 jika abortus dan kode 1 jika tidak abortus, variabel usia kode 0 jika berusia < 20 atau > 35 tahun, kode 1 jika berusia 20-35 tahun, variabel paritas, kode 0 jika paritas < 3, dan kode 1 jika paritas ≥ 3 orang. Variabel jarak kehamilan, kode 0 jika jarak kehamilan < 24 bulan, kode 1 jika jar ak kehamilan ≥ 24 bulan. Variabel riwayat abortus, kode 0 jika ada riwayat abortus, kode 1 jika tidak ada riwayat abortus. 3. Proccessing Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-Entry data dari tabulasi ke paket program komputer untuk variabel independen dan dependen. 4. Cleaning Peneliti pengecekan kembali data yang sudah di – Entry apakah ada kesalahan atau tidak baik variabel independen maupun variabel dependen I. Analisa Data 1. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2010). Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisa secara univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi atau besarnya proporsi menurut variabel yang diteliti. Untuk data kategorik dianalisis untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi. 2. Analisis Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan / berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Uji statistik yang digunakan adalah chi square, dengan bantuan komputer. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dapat dilihat kemaknaan hubungan antara 2 variabel, yaitu: a. Jika p value ≤ 0.05 maka bermakna/signifikan, berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen atau hipotesis (Ho) ditolak b. Jika p value > 0.05 maka tidak bermakna/signifikan, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen, atau hipotesis (Ho) diterima. Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan yang beresiko relatif (RR) dan Odds ratio (OR). Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian cross sectional dan case control . Penelitian ini menggunakan OR karena merupakan jenis penelitian cross sectional . Nilai OR terdapat pada baris Odds Ratio. OR untuk membandingkan Odds pada kelompok terekspose dengan Odds kelompok tidak terekspose.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian 1. Sepuluh Penyakit terbesar Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung
Tabel 4.1 Data Sepuluh Penyakit terbesar Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyakit Myoma Uterii Abortus Ketuban Pecah Dini Pre Eklamsia Cysta Ovarium Kehamilan Ektopik Hiperemesis Gravidarum Blighted Ovum Ca Cerviks Mola Hidatidosa
Jumlah 112 78 57 48 41 27 23 19 10 3
Sumber: Data Morbiditas Rawat Inap Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung. Berdasarkan Data Morbiditas Rawat Inap Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung diketahui bahwa kasus abortus merupakan kasus terbanyak nomor dua setelah Myoma Uteri yaitu sebanyak 78 kasus. 2. Lokasi Rumah Sakit Bumi Waras terletak di Jalan Wolter Monginsidi No. 235, Kelurahan Pengajaran, Kecamatan Teluk Betung Utara, Kota Madya Bandar Lampung, Propinsi Lampung. Batasan sekitar Rumah Sakit Bumi Waras Sebelah Timur Jalan Raya dan pertokoan, Sebelah Barat Rumah Penduduk, Sebelah Selatan Sekolah Muhamadiyah dan Rumah Penduduk, Sebelah Utara Rumah Penduduk dan RS. Bumi Waras dapat dicapai dengan semua jalan kendaraan darat. 3. Sejarah Rumah Sakit Bumi Waras Pada tahun 1986 berdiri Klinik Spesialis Bumi Waras dibawah naungan Yayasan Bumi Waras yang menyelenggarakan pelayanan: Pelayanan Rawat jalan, Gawat Darurat, Fasilitas Pelayanan Rawat Inap dengan 20 tempat
tidur , Pelayanan Radiologi, Laboratorium, kamar Bedah dan Kamar bersalin. Pada bulan Mei 2009 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Direktur PT. Andall Waras & Direktur RS. Bumi Waras dalam rangka pembangunan gedung baru RS. Bumi Waras (4 tingkat) sesuai dengan rencana pengembangan fisik gedung dan penambahan jumlah tempat tidur. 4. Visi, Misi dan Motto a. Visi RS Bumi Waras Menjadi Rumah Sakit Yang Memberikan Pelayanan Kesehatan Prima Di Lampung b. Misi RS Bumi Waras 1) Memberikan Pelayanan Kesehatan Terpadu Sesuai Dengan Kebutuhan Pelangggan 2) Melaksanakan Pekerjaan Dalam Tim Yang Profesional, Dinamis, Inovatif Dan Berdedikasi Tinggi c. Motto RS Bumi Waras Kami Berikhtiar, Allah Yang Menyembuhkan 5. Sarana Fisik Dan Prasarana RS. a. Luas tanah: 5.890 m2 b. Luas Bangunan fisik Seluruhnya : 7.074,55 m2 terdiri dari: 1) 4 lantai bangunan baru 2) 2 lantai bangunan lama. Luas bangunan lantai 1 : 3.969,22 m2 a) Unit Gawat Darurat b) Praktek Dokter Spesialis c) Fisioterapi d) Radiologi e) Laboratorium f) Unit Haemodialisa (HD) g) Kamar Bersalin (VK) h) Neonatus (Ruang Kemuning) i) Perinatologi (Ruang Cempaka) j) Unit Perawatan Kelas III Bedah ( Ruang Dahlia) k) Unit Perawatan Kelas II dan III Kebidanan ( Ruang Kemuning) l) Unit Perawatan Kelas II Umum (Ruang Cendana) m) Kantor Adminitrasi, Lobby Utama dan Kasir n) Kantor Direksi Lantai 2: a) Kamar Operasi (OK)
b) HCU c) Unit Perawatan Kelas III Penyakit Dalam (Ruang Mawar) d) Unit Perawatan Kesehatan Anak Kelas I, II dan III (Ruang Seruni) e) Unit Perawatan Kelas VIP B, IA dan IB (Ruang Melati) Lantai 3 : a) Unit Perawatan Super VIP, VIP A, VIP B dan I B (Ruang Anggrek) Lantai 4: a) Aula dan Ruang Rapat (Ruang NIPRO)
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur Beresiko Tidak Beresiko Jumlah
c.
Paritas
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas
1) KVA: 197. 2) Frekwensi 50 – 60 Hz . 3) Voltage : 380 – 400 Volt. d. Generator 1) 1 buah Diesel dengan daya 171 KVA, frekw. 50 Hz. 2) 1 buah Diesel dengan daya 250 KVA, frekw 50Hz. e. Pengolahan Limbah : IPAL f. Sumber air : PAM dan Sumur Dalam g. Sarana Komunikasi : 1) Menggunakan fasilitas telephone melalui PT Telkom sebanyak 6 (enam) saluran. 2) Menggunakan fasilitas telephone Flexi dari PT Telkom sebanyak 12 buah. 3) Interkom untuk seluruh Ruangan sebanyak 45 sambungan.
Paritas ≥ 3 orang < 3 orang Jumlah
Jumlah 105 123 228
d. Jarak Kehamilan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak kehamilan
Jarak Kehamilan < 24 Bulan > 24 Bulan Jumlah
Jumlah
Persentase
24 204 228
10.5 89.5 100.0
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa responden dengan jarak kehamilan sebanyak 10,5% (24 responden).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Abortus Persentase 16.7 83.3 100.0
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa responden yang mengalami abortus sebanyak 16,7% (38 responden). e.
b. Umur
Tabel 4.2
Persentase 46.1 53.9 100,0
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa responden dengan paritas ≥ 3 orang sebanyak 46,1% (105 responden).
B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat a. Abortus
Jumlah 38 190 228
Persentase 25.0 75.0 100.0
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa responden dengan umur beresiko sebanyak 25,0% (57 responden).
c. Sumber penyediaan listrik dari PLN.
Abortus Abortus Tidak Abortus Jumlah
Jumlah 57 171 228
Riwayat Abortus Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Abortus Riwayat Abortus Ada Tidak Ada Jumlah
Jumlah
Persentase
16 212 228
7.0 93.0 100.0
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang pernah mengalami riwayat abortus sebanyak 7,0% (16 responden). C. Pembahasan
1. Hubungan Usia dengan Abortus Hasil uji Chi Square dilaporkan bahwa nilai p value 0,000, artinya terdapat hubungan antara usia ibu dengan Abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. Secara teori usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis (Manuaba, 2009). Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009). Resiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau abnormal. Semakin lanjut umur wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka resiko terjadi abortus, makin
meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya resiko kejadian kelainan kromosom (Samsulhadi, 2003). Erlina (2008) menyatakan bahwa usia seorang ibu nampaknya memiliki peranan yang penting dalam terjadinya abortus. Semakin tinggi usia maka risiko terjadinya abortus semakin tinggi pula. Hal ini seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia diatas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kejadian tumor leiomioma uteri pada ibu dengan usia lebih tinggi dan lebih banyak sehingga dapat menambah risiko terjadinya abortus. Usia yang dipandang memiliki risiko saat melahirkan adalah di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Sedangkan antara 20-35 tahun dari segi usia risiko melahirkannya nol. Untuk yang usia di bawah 20 tahun, risiko kehamilannya karena alat-alat atau organ reproduksinya belum siap untuk menerima kehamilan dan melahirkan. Alat-alat reproduksi yang belum siap itu antara lain organ luar seperti liang vagina, bibir kemaluan, muara saluran kencing dan perinium (batas antara liang vagina dan anus) tidak siap untuk bekerja mendukung persalinan. Begitu pula halnya dengan organ dalam seperti rahim, saluran rahim dan indung telur. Wanita muda yang umurnya di bawah 20 tahun terhitung masih dalam proses pertumbuhan. Memang mereka sudah mendapatkan haid (menstruasi), namun sebenarnya bukan berarti organ reproduksinya sudah matang seratus persen. Sedangkan untuk wanita dewasa berusia lebih dari 35 tahun ke atas, kondisi organ-organ reproduksinya berbanding terbalik dengan yang di bawah 20 tahun. Pada usia itu wanita mulai mengalami proses penuaan. Dengan kondisi seperti itu maka terjadi regresi atau kemunduran dimana alat reproduksi tidak sebagus layaknya normal, sehingga sangat berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan (Emon, 2007). Selain berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan, kehamilan pada usia kurang dari 20
tahun dan di atas 35 tahun juga berisiko untuk abortus (Manuaba, 2009). Menurut Cunningham (2005), risiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12 % pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26 % pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun. Ibu yang telah mengalami abortus pada trimester I banyak terdapat pada ibu yang lebih muda yaitu umur 18 tahun, lebih rendah kejadiannya pada wanita usia 20 – 35 tahun, dan berkembang meningkat tajam pada setelah usia 35 tahun. Stein dan Coauthors dalam penelitiannya menemukan bahwa abortus spontan akan tetap terjadi pada umur pertengahan 30 tahun (Darmayanti, 2009). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Muthalib (2010) yang berjudul “Faktor -faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian abortus di RSUD Salatiga Tahun 2008”, dengan hasil penelitian menunjukkan ibu hamil yang berusia <20 tahun dan >30 tahun mempunyai peluang 1,057 kali mengalami abortus dibandingkan ibu hamil yang berusia 20-30 tahun (OR=1,057, CI 95%= 0,550-2,034, p= 0,016). Dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 33 responden (57,9%) yang dengan usia beresiko (< 20 tahun atau > 35 tahun) namun tidak mengalami aborsi. Hal ini dapat dikarenakan ibu dapat menjaga kehamilannya dengan baik seperti mengkonsumsi makanan bergizi, menghindari faktor resiko seperti tidak bekerja terlalu berat atau menghindari cedera. Namun dalam penelitian ini juga ditemukan ibu hamil dengan usia antara 20-35 tahun mengalami aborsi (8,2%), hal ini dapat dikarenakan oleh faktor lain seperti infeksi, ibu mengalami penyakit seperti penyakit jantung atau adanya perangsangan yang menyebabkan uterus berkontrasksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor usia berhubungan dengan kejadian abortus, dimana ibu yang berusia < 20 atau > 35 tahun beresiko untuk mengalami abortus lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-35 tahun. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia 30 tahun dan meningkatnya angka graviditas 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada kehamilan ke-3 dan seterusnya (Hipokrates, 2002). Menurut asumsi peneliti, ibu yang memiliki usia beresiko tinggi disebabkan karena adanya usia perkawinan yang sangat muda (< 20 tahun) dan usia ibu sudah melewati batas normal untuk hamil ( ≥ 35 tahun ) sebagai akibat dari tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah maupun sosial ekonomi yang rendah, sehingga mereka tidak mengetahui dampak yang lahir dari sebuah perkawinan usia muda 2. Hubungan Paritas dengan Abortus Hasil uji Chi Square dilaporkan bahwa nilai p value 0,032, artinya terdapat hubungan antara paritas dengan Abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa jumlah paritas ibu merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur karena jumlah paritas dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan (Nurdiana, 2008). Sementara risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian Abortus dapat terjadi karena pengetahuan dan pengalaman ibu yang baru pertama kali hamil masih kurang. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kusniati (2007) Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Abortus (Studi di Rumah Sakit Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan Wagon Kabupaten Banyumas JanuariJuni Tahun 2007. yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna urutan kehamilan (p value=0,028) dengan kejadian Abortus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustina tahun 2006 menyatakan bahwa paritas dengan dengan kejadian abortus mempunyai hubungan yang bermakna dengan
signifikansi (p=0,000), dimana pada wanita yang paritasnya lebih dari 3 ada kecenderungan mempunyai risiko sebesar 4 kali lebih besar untuk abortus bila dibandingkan dengan wanita yang paritasnya kurang dari 3 (Agustina, 2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor paritas berhubungan dengan kejadian abortus, karena risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, dimana ibu dengan paritas > 3 beresiko untuk mengalami abortus lebih besar dibandingkan ibu dengan paritas < 3. Banyaknya responden dengan paritas tinggi yang mengalami abortus disebabkan karena pada keadaan ini uterus tidak mampu bekerja maksimal sehingga mengakibatkan terjadinya abortus, apalagi jika diikuti oleh usia yang juga beresiko tinggi. Sementara bagi ibu dengan paritas rendah yang mengalami abortus dapat disebabkan karena abortus buatan sebagai akibat adanya indikasi medis untuk kelainan bawaan berat serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim. Menurut asumsi peneliti, responden dengan paritas tinggi disebabkan karena masih adanya sosial budaya yang berkembang di masyarakat bahwa banyak anak banyak rezki, ataupun pemahaman agama yang mereka miliki tentang pelarangan program keluarga berencana. Paritas tinggi ini juga dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang resiko dari paritas tinggi yang dapat berdampak tidak baik terhadap janin maupun ibu. 3. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Abortus Hasil uji Chi Square dilaporkan bahwa nilai p value 0,000, artinya ada hubungan antara jarak kehamilan dengan abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24 bulan merupakan jarak kehamilan yang berisiko tinggi sewaktu melahirkan (Tukiran, 2008). Pada wanita yang
melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun), akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester ke tiga, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia atau kurang darah, ketuban pecah awal, endometriosis masa nifas serta yang terburuk yakni kematian saat melahirkan (Dian, 2004). Selain itu wanita yang hamil dengan jarak terlalu dekat berisiko tinggi mengalami komplikasi di antaranya kelahiran prematur, bayi dengan berat badan rendah, bahkan bayi lahir mati. Meningkatnya risiko ini tidak berkaitan dengan faktor risiko lain, seperti komplikasi pada kehamilan pertama, usia ibu waktu melahirkan, dan status ekonomi ibu. jarak kehamilan terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya. Setelah rahim kembali ke kondisi semula, barulah merencanakan punya anak lagi (Ros, 2003). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kusniati (2007) “Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Abortus (Studi di Rumah Sakit Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan Wagon Kabupaten Banyumas JanuariJuni Tahun 2007”, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna jarak kehamilan (p value =1,000) dengan kejadian Abortus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor jarak kehamilan berhubungan dengan kejadian abortus, dimana ibu dengan jarak kehamilan < 24 bulan beresiko untuk mengalami abortus lebih besar dibandingkan ibu dengan jarak kehamilan > 24 bulan. Menurut asumsi peneliti, jarak kehamilan kurang dari dua tahun atau lebih dari lima tahun akan meningkatkan risiko kelainan luaran maternal dan perinatal. Sebagian besar pasien mengalami abortus pada jarak kehamilan lebih dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan kriteria jarak kehamilan yang disarankan WHO bahwa jarak kehamilan sebaiknya antara 2-5 tahun untuk mencegah luaran maternal dan perinatal yang kurang baik.
2. Hubungan Riwayat Abortus dengan Abortus Hasil uji Chi Square dilaporkan bahwa nilai p value 0,000, artinya ada hubungan antara riwayat abortus dengan abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2012. Menurut pendapat Danvers, semakin tinggi riwayat abortus, semakin besar pula risiko terjadinya abortus. Penelitian Maconochie dkk juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dengan kejadian abortus. Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45% (Prawirohardjo, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusniati (2007) Hubungan Beberapa Faktor Ibu Dengan Kejadian Abortus (Studi Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak An Ni'mah Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Januari-Juni 2007), yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna riwayat abortus (p value=0,032). Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor riwayat abortus berhubungan dengan kejadian abortus, dimana ibu dengan riwayat abortus beresiko untuk mengalami abortus lebih besar dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat abortus. Menurut asumsi peneliti, ibu dengan riwayat abortus mengindikasi adanya masalah pada kesehatan organ reproduksinya sehingga ia tidak dapat mempertahankan kehamilannya seperti adanya penyakit infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubela, Cytomegalo dan Herpes Simplex virus), abnormalitas kromosom yang dapat menyebabkan abortus berulang.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung periode Januari-Desember 2012 sebanyak 78 kasus (14,66%) dari 532 ibu hamil yang berkunjung dan dirawat. 2. Dari hasil distribusi frekuensi dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami abortus sebagian besar dalam rentang usia beresiko yaitu < 20 tahun atau > 35 tahun yaitu sebanyak 24 responden (42,1%), paritas > 3 yaitu 24 responden (22,9%), dengan jarak kehamilan < 24 bulan yaitu 14 responden (58,3%) dan ada riwayat abortus sebanyak 12 responden (75,0%). 3. Ada hubungan antara usia ibu dengan abortus spontan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013 (p value = 0,000) 4. Ada hubungan antara paritas ibu dengan abortus spontan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013 (p value = 0,000) 5. Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan abortus spontan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013 (p value = 0,032) 6. Ada hubungan antara riwayat abortus dengan abortus spontan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013 (p value = 0,000)
B. Saran 1. Bagi Rumah Sakit Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus adalah usia, paritas, jarak kehamilan dan riwayat abortus, maka perlu dilakukan penyuluhan secara intensif bagi ibu-ibu hamil berupa pemahaman tentang abortus dan resiko yang ditimbulkan. Serta diupayakan untuk meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kelompok wanita yang dikategorikan sebagai usia subur berupa pemahaman tentang abortus dan resiko yang ditimbulkan. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus adalah usia, paritas,
jarak kehamilan dan riwayat abortus. Sehingga diharapkan pada masyarakat untuk dapat melakukan pencegahan seperti tidak hamil pada usia < 20 atau > 35 tahun, tidak hamil jika telah memiliki anak 3, kehamilan selanjutnya dengan jarak > 24 bulan, dengan cara mengikuti program keluarga berencana (KB) dan bagi ibu yang pernah mengalami abortus agar lebih sering melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) sehingga dapat diketahui sejak dini jika terjadi komplikasi dalam kehamilan yang dapat menyebabkan abortus. 3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal atau data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan abortus, sehingga diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan meneliti dengan menggunakan variabel lain yang berpengaruh terhadap abortus seperti faktor janin dan faktor paternal. Dan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih representative lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, M, C. (2004). Obstetri Ginekologi. Jakarta: EGC.
Dan
Bobak , L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Cunningham, G.F., MacDonald, P.C., Gant, N.F., & Ronardy, D.H.,(eds), 2005, Abortus, Suyono,J., dan Hartono, A.,(alih bahasa), Obstetri Williams, EGC, Jakarta (edisi 20) Damayanti, E. (2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Resiko Tinggi Kehamilan dengan Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care di RSUD Pandan Arang Boyolali. Surakarta. Diperoleh dalam: http://etd.eprints.ums.ac.id/6428/1/J210050 072.pdf . diakses tanggal 10 Desember 2012 Dwilaksana (2009) Hubungan faktor ibu dengan kejadian abortus di RSUD Banyumas Unit
II Purwokerto. (Skripsi), Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasikan. diakses tanggal 10 Desember 2012 Emon
(2007). Abortus. http://repository.usu.ac.id/bitstream/25255/ Chapter%20II.pdf
Erlina (2008) Perdarahan Pada Kehamilan Trimester III. http: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 20231/2/Reference.pdf - diakses tanggal 10 Desember 2012 Farrer, Helen. 1999. Perawatan Maternitas (Maternity Care). Jakarta: EGC. Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. Goleman, D. 2005. Working with emotional intelligence. Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Alih bahasa : Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Haksohusodo, 2007 Abortus. m.medicastore.com/index.php?mod=penya kit&id=572 diakses tanggal 10 Desember 2012 Harlap S, Shiono P.H., Ramcharan S.: A life table of spontaneous abortions and the effect of age, parity, and other variables. In porter IH, Hook EB (eds): Human Embrionic and Fetal Death. New York, Academic,1980, p 145 Hartono (2011). Faktor Maternal yang berhubungan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Lasinrang Pinrang . Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tidak dipublikasikan. diakses tanggal 10 Desember 2012 Henderson, et al. (2005). Buku Ajar konsep Kebidanan. Jakarta : EGC. Hermiyanti, Sri. 2008. Kebijakan Operasional Percepatan Penurunan Angka Kematian. Direktur Bina Kesehatan Ibu Ditjen Bina Kesmas Hertig dkk (2002), Kehamilan Patologi dengan Abortus. http://kti-
akbid.blogspot.com/2012/06/kehamilan patologis-dengan-abortus.html. diakses tanggal 10 Desember 2012 Hoetomo. (2005). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Mitra pelajar. JNPK_KR. (2008). Pelayanan obsetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) Kusmiyati, Dkk. (2009). Perawatan ibu hamil . Yogjakarta : Fitramaya Kementerian Kesehatan RI, (2010). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Tahun 2010-2014. Jakarta Manuaba. (2007). Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Mochtar, R., (2009). Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Lutan, D. (Eds), EGC, Jakarta Murphy. (2005) Keguguran : Apa yang Perlu Diketahui. Muthalib (2010) Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian abortus di RSUD Salatiga Tahun 2008. (Skripsi), Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasikan. diakses tanggal 10 Desember 2012 Notoatmodjo (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nugroho, Taufan. (2010). Buku ajar obstetric. Yogjakarta : Nuha Medika Nurdiana. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Motivasi Kader Posyandu Dengan Keaktifan Kader Posyandu Di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Jurnal Kepwrawatan (online). http//www.jurnalkeperawatan.net/Haryanto Adi Nugroho, Dewi Nurdiana.pdf. diakses tanggal 10 Desember 2012 PPKC. (2007). Pelatihan manajemen asuhan kebidanan. Jakarta Ruswana. (2006). Ibu Hamil Resiko Tinggi. Tersedia dalam: http://medicastore.com/penyakit/569/Keha
milan_Resiko_Tinggi.html. tanggal 10 Desember 2012
diakses
Samsulhadi (2003) Gambaran Kejadian Abortus pada Remaja. www.scribd.com/doc Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Tridasa Printer. Prawirohardjo, S. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Pusdiknakes. (2003). Asuhan Antenatal. Jakarta: Pusdiknakes. Rayburn, W.F. (2006). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika Sastrawinata, S., (2004). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed.2.Jakarta: EGC SDKI (2007). Survei Dinas Kesehatan Indonesia Tahun 2007 Widyastuti. Palupi (2003) Perawatan Ibu Dan Bayi. EGC. Jakarta. Wibowo, B., & Wiknjosastro, G.H., (2004). Kelainan Lamanya Kehamilan, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta pp 302320. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B.,. Rachimhadhi, T. (eds). (2005) Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Bina