R eferat PEMERIKSAAN VISUM HYMEN
Oleh: Yesi Nurjanah 12102089
Pembimbing:
dr. Arvan, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN OBSTETRY DAN GYNECOLOGY RSUD BANGKINANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB 2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan referat tentang “Pemeriksaan visum hymen” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS Obstetri
dan Ginekologi. Shalawat beriring salam kami hadiahkan kepada nabi besar Muhammmad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliah menuju alam yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini. Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Arvan, Sp.OG yang telah bersedia membimbing kami, sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya. Mohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat kesalahan, dan kami mohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya kami ucapkan terima kasih.
Bangkinang, 10 April 2017
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
Kejahatan seksual (sexual offences), offences), sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu didalam upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut meamng telah terjadi. Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindakan pidana, hendaknya dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang ditemukannya karena berbeda dengan diklinik dan tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang untuk memperoleh lebih banyak bukti. Tetapi dalam melaksanakan kewajiban seorang dokter tidak boleh meletakkan kepentingan korban dibawah kepentingan pemeriksaan. Terutama jika korban masih dibawah umur, pemeriksa tidak boleh menambah trauma psikis korban. Salah satu contoh ialah pada kasus perkosaan, di mana perkosaan merupakan suatu tindakan yang melanggar undang – undang undang berupa penguasaan secara seksual dari bagian tubuh yang paling pribadi dari wanita oleh seorang pria.Penguasaan seksual adalah jika seorang pria melakukan penetrasi penis ke bagian tubuh yang paling pribadi dari seorang s eorang wanita. Namun di beberapa negara selain Indonesia, dari segi hukum, perkosaan bukan berarti harus terjadi penetrasi alat kelamin pria ke dalam alat kelamin wanita, tetapi usaha untuk melakukan itu saja yang disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sudah dianggap sebagai perkosaan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI HYMEN
Selaput dara atau hymen adalah lapisan tipis seperti selaput lendir yang mengelilingi atau menutupi liang vagina bagian luar (American Medical Association, 2004). Selaput dara merupakan bagian dari alat kelamin luar (vulva). Hingga saat ini fungsi medik selaput dara tidak diketahui secara pasti, kemungkinan saat bayi berfungsi melindunginya dari kotoran dan bakteri yang mungkin masuk.
2. ANATOMI
Letak selaput dara sangat dekat dengan muara vagina dan dilindungi oleh labia minora dari luar. Selama dua hingga empat tahun kehidupan, bayi mulai menghasilkan hormon estrogen merangsang terbukanya saluran hymen kira-kira 1 mm untuk setiap tahun bertambahnya usia. Fungsi lubang pada selaput dara adalah untuk mengalirkan daraa menjadi tipis, halus, lembut,
4
elastis, hampir tembus pandang dan sangat sensitif terhadap sentuhan. Hymen dapat rusak jika adanya peneterasi ke dalam vagina. Pemeriksaan robekan selaput dara dapat menentukan perlakuan yang dialami korban pemerkosaan.
5
3. BENTUK
HYMEN
HYMEN SEPTUM
HYMEN ANULAR
HYMEN
HYMEN
SEMILUNAR
CRIBIFORMIS
HYMEN FIMBRIE
HYMEN
HYMEN
IMFERPORATA
LABIRIFORMIS
HYMEN COROLLIFORMIS
HYMEN BISEPTUS
Bentuk dari selaput dara (Anderson, 2007) yaitu : 1) Annular hymen, hymen, bentuk selaput dara melingkari penuh lubang vagina, bentuk ini merupakan bentuk yang yang paling banyak. 2) Septate hymen, hymen, bentuk selaput dara ini ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka membentuk sekat-sekat. 3) Cribriform hymen, hymen, bentuk selaput dara ini ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka, namun lubang ini lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak. 4) Introitus, satu lubang yang lebih besar, terdapat pada wanita yang sudah berpengalaman dalam hubungan seksual sehingga lubang selaput daranya sudah membesar, namun masih menyisakan lubang. 5) Fimbriated hymen, hymen, bentuk selaput dara yang tidak teratur, terlihat seperti pecahan yang tidak beraturan ditengahnya. ditengahnya.
6
6) Crescentic hymen, hymen, membentuk sabit, seperti bulan setengah, diatas atau dibawah vagina. 7) Microperforate hymen, hymen, selaput melingkari dan hampir menutupi seluruh permukaan rongga dan terdapat sebuah sangat kecil kecil ditengahnya. 8) Imperforate hymen, hymen, selaput menutupi seluruh permukaan rongga dan bisa menyebabkan masalah atau gangguan pada saat mnstruasi dimana darah menstruasi tidak dapat keluar, jenis ini cukup jarang. 9) Denticular hymen, hymen, karena terlihat seperti set gigi yang mengelilingi vagina, dan merupakan selaput dara yang jarang. 10) Subseptate hymen, hymen, mirip dengan septate hanya selaput dara ini tidak membuat sebuah sekat, dan juga merupakan selaput dara yang jarang.
7
4. ELASTISITAS DAN ROBEKAN
Elastisitas selaput dara pada setiap perempuan tidaklah sama. Adanya penetrasi ke dalam vagina barulah dapat membuat selaput dara mengalami robekan. Bila hymen atau selaput dara bersifat elastis maka tidak terjadi robekan. Pada kasus pemerkosaan, selaput dara yang robek dikarenakan penis atau zakar yang masuk seluruhnya dan biasanya ditandai dengan keluarnya darah. Darah yang keluar tergantung dari banyak atau sedikitnya pembuluh darah pada daerah robekan. Robekan baru pada selaput dara atau hymen dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut masih terlihat darah atau tampak kemerahan. Faktor yang menyebabkan robeknya selaput dara tidak harus diikuti keluarnya bercak darah yaitu terlalu rapuh (akibat olahraga seperti berkuda dan berrsepeda), terlalu elastis, darah tidak banyak dan tidak punya selaput dara sejak lahir.
5. LOKASI ROBEKAN SELAPUT DARA
Pada kasus perkosaan bukti persetubuhan itu ada 3 macam, antara lain jenis robekan, lokasi/arah dan kedalaman. Lokasi robekan dinyatakan sesuai dengan angka pada arah jarum jam. Pada pemeriksaan ini hanya membuktikan bahwa kejadian ini merupakan suatu tindak persukaan atau perkosaan yang dapat dilihat dari jenis robekannya. Sedangkan arah jam hanya membuktikan posisi saat melakukan hubungan seksual, lain hal dengan kedalaman yang hanya membuktikan hubungan yang terjadi pada korban bersifat persetubuhan atau hanya pelecehan seksual saja.
Gambar bentuk robekan hymen
8
Bentuk selaput dara pada wanita yang robek saat melakukan hubungan seksual pertama kali tanpa paksaan dalam keadaan suka sama suka tampak robekan pada bagian belakang arah jam 4, 5, 7, 8 dan robekan ini hanya terjadi pada satu atau dua lokasi tersebut. Pada pemerkosaan, lokasi robekan selaput dara berbeda yaitu biasanya terjadi robekan lebih dari dua lokasi. Salah satu pemeriksaan pada kasus pemerkosaan adalah dengan melihat lokasi robekan selaput dara, dimana lokasi robekan ditentukan berdasarkan arah jarum jam dibagi menjadi tiga yaitu, atas, bawah dan tidak beraturan. Lokasi robekan selaput dara berdasarkan arah jarum jam pada pemerkosaan diklasifikasikan menjadi: 1) Bagian atas jika robekan terdapat pada jam 9, 10, 11, 12, 1, 2,3 2) Bagian bawah jika robekan terjadi pada jam 4, 5, 6, 7, 8 3) Tidak beraturan Lokasi robekan selaput dara dipengaruhi oleh posisi pemerkosaan itu sendiri. Contohnya jika pemerkosaan ini terjadi pada posisi korban terlentang atau tidur, maka kecenderungan lokasi robekan selaput dara terjadi di bagian bawah, sedangkan jika pemerkosaan terjadi pada posisi korban tidak teerlentang ataupun tidur, kecenderungan lokasi robekan selaput dara terjadi di bagian atas. Namun dari semuanya baik korban dalam posisi terlentang atau tidur ataupun tidak, lokasi robekan selaput dara akan lebih besar kemungkinannya menjadi tidak beraturan.
Gambar bentuk robekan hymen pemerkosaan
9
Kepentingan medikolegal pada pemeriksaan hymen: a) Imperforate hymen : hymen : dapat menirukan kehamilan b) Fleshy dilateble hymen hymen : tipe ini tidak berdarah pada hubungan seksual pertama kali c) Dentate dan dan Fimbriated hymen hymen : tipe ini dapat menirukan hymen yang robek Tabel 1. Perbedaan antara robek dan dentate hymen
Torn hymen
Dentate or Fimbriated hymen
Gerigi mencapai dinding vagina
Tidak pernah mencapai dinding vagina
Lekukan asimetris
Lekukan simetris bilateral
Transillumination perlukaan
jaringan
menunjukkan opaque
diikuti
Jaringan translucent tanpa luka ataupun fibrosis
penyembuhan luka
Tabel 2. Perbedaan antara robekan hymen baru dan lama
Recent tears of the hymen
Old tears of the hymen
Tepi bengkak dan nyeri
Tepi tidak nyeri
Hiperemis dan berdarah saat disentuhan
Tidak berdarah saat disentuh
Tidak mencapai dinding vagina
Mencapai dinding vagina
Translucent
Opaque
6. PEMERIKSAAN HIDUP
SELAPUT
DARA
(HYMEN)
PADA
KORBAN
Pemeriksan-pemeriksan dokter terhadap wanita menyangkut hukum pidana : 1. Persetubuhan (Pasal 284, 285, 286, 287, 288, 293, 294 KUHP). 2. Luka/ kekerasan (Pasal 285, 288).
10
3. Luka berat (Pasal 90, 286, 287, 288). 4. Pingsan/ tidak berdaya (Pasal 285, 286). 5. Umur (Pasal 287, 293, 294). 6. Belum pantas untuk dikawin (Pasal 287, 288 KUHP)
A. Beberapa Penilaian Medikolegal :
1. Persetubuhan. Persetubuhan secara biologis diartikan sebagai
suatu keadaan
yang memungkinkan terjadinya kehamilan dimana haruslah terjadi : 1. Erectio penis. 2. Penetratio penis ke dalam vagina. 3. Ejakulasi dalam vagina (Tetapi dengan kondom atau coitus interuptus
tentunya
ejakulatio
dalam
vagina
dapat
mudah
ditiadakan). a. Persetubuhan pada pemeriksaan memberi 2 kemungkinan. k emungkinan. 1. Tidak ditemukan spermatozoa, dimungkinkan karena : Memang tidak ada persetubuhan. Ada persetubuhan, tetapi :
Si lelaki mandul atau oligosperma atau azospermia.
Sengaja dicegah (kondom atau coitus interuptus).
2. Ditemukan spermatozoa. a) Dalam keadaan hidup.
Spermatozoa dapat hidup dalam vagina dikatakan dalam beberapa jam (2 – (2 – 3 3 jam) atau sampai dengan lebih 72 jam.
Jadi bisa dikatakan kira – kira – kira kira 3 x 24 jam.
b) Dalam keadaan mati.
Spermatozoa dalam bentuk utuh dikatakan dapat bertahan di vagina antara beberapa hari s/d 7 x 24 jam.
b. Persetubuhan pada pemeriksaan selaput dara (Hymen). 1. Yang belum pernah bersetubuh (masih perawan).
11
Tidak selamanya bahwa tiap persetubuhan terjadi, selaput dara (Hymen) akan robek dan mengeluarkan darah. Hymen akan robek tergantung dari : a. Bentuk hymen. b. Elastisitas hymen. c. Diameter penis.
1) Yang sudah pernah bersetubuh. Bila sudah pernah bersetubuh (wanita bersuami) maka perkosaan tidak lagi mempersoalkan robekan selaput dara, tetapi bisa saja terjadi robekan baru bila wanita yang diperkosa belum pernah melahirkan anak (oleh karena alat kelamin si pemerkosa sangat besar). Pemeriksaan dokter untuk menentukan ada tidaknya ejakulasi vagina dengan mencari spermatozoa dalam sediaan hapus cairan dalam vagina (vaginal swab). 2. Luka/ kekerasan. Pemeriksan tentang adanya tanda kekerasan dapat dilakukan misalnya dengan memeriksa pakaian apakah dijumpai robekan, kancing yang lepas atau adanya bercak darah maupun mani. Lalu diperiksa muka, leher, dada, payudara, dan paha, apakah ada tanda kekerasan.Daerah vagina dilihat apakah ada laserasi (lecet). Bekas gigitan mungkin dijumpai pada bibir maupun payudara, hal ini dapat
diselidiki
oleh ahli odontologi
forensic. 3. Umur. Berkaitan dengan umur diberi patokan kedewasaan, belum cukup umur dan belum mampu dikawini. a. Dewasa menurut hukum adalah di atas 18 tahun atau belum 18 tahun tetapi sudah pernah kawin. Perempuan yang belum mampu dikawini adalah perempuan yang tidak akan menjadi hamil walaupun disetubuhi karena belum terjadi ovulasi pada perempuan. Tetapi pedoman belum
12
haid tidak selamanya identik dengan belum ovulasi, karena pada infantile Uterus atau Hymen tertutup (Aseptate Hymen) hal ini dapat terjadi. b. Menurut UU perkawinan No. I/ 1974 atau PP NO. 9/ 1975 1975 bahwa batas umur perempuan yang boleh menikah adalah 16 tahun. Penentuan umur yang tepat adalah dengan akte kelahiran namun sayang bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki akte ini atau malah memiliki akte tetapi datanya tidak valid.
4. Pantas untuk dikawin. Bila umur perempuan tersebut tidak dapat ditentukan secara pasti, maka menentukan pantas atau tidak pantas untuk dikawin adalah mencari/ menanyakan haid pertama dan dipakai sebagai patokan untuk menentukan “sudah pantas untuk dikawini”. Jadi di Indonesia, tindak pidana perkosaan haruslah memenuhi unsur – unsur – unsur unsur sebagai berikut : a. Unsur pelaku yaitu :
Harus orang laki – laki – laki. laki.
Mampu melakukan persetubuhan.
b. Unsur korban :
Harus seorang perempuan.
Bukan istri pelaku.
c. Unsur perbuatan, terdiri dari :
Pemaksaan
tersebut
harus
dilakukan
dengan
menggunakan
kekerasaan fisik atau ancaman kekerasan.
Membuat korban tidak berdaya. Pemeriksaan pada korban hidup dengan korban meninggal
tentunya berbeda. Artinya bahwa pada korban hidup kadang kala masih terjadi gangguan psikologis akibat trauma yang dideritanya.Korban hidup diperiksa dalam posisi lithotomi/ mengangkang atau posisi knee chest (menungging).
13
Gambar :Posisi pemeriksaan pada korban hidup Perhatikan apakah paha bagian dalam dijumpai memar, luka lecet maupun luka robek (goresan kuku), vulva juga diperhatikan mencari adanya kekerasan secara seksama. Rambut kemaluan diperiksa juga apakah bergumpal, atau ada cairan sperma atau bercak darah.Rambut kemaluan dicabut/ digunting untuk diperiksa, selain itu disisir bila mungkin menemukan rambut kemaluan pelaku.
Gambar. Memar di pangkal vagina.
14
Pemeriksaan selaput darah dilakukan dengan menggunakan spekulum. Pada pemeriksaan hymen (selaput dara) akan mempunyai arti yang sangat penting apabila didapati robek baru, bengkak, berdarah, nyeri sentuh dan tanda inflamasi, arah jam robekan dan lainnya. Pemeriksaan selaput dara korban dilakukan dengan melakukan traksi lebih pada arah mendatar dengan jari – jari – jari. jari. Lubang Hymen pada anak – anak anak di bawah 5 tahun ± 5 mm, dan pada umur
9 tahun atau lebih ± 9 mm. Hati – hati dalam penentuan
hymen, oleh karena memerlukan pengetahuan pengetahuan yang lebih baik. baik. Bahwa perlu diketahui, tidak semua wanita yang diperkosa sebelumnya memiliki memili ki hymen yang utuh, oleh karena robeknya hymen (selaput dara) belum tentu akibat perkosaan. Demikian pula sebaliknya bahwa tidak semua persetubuhan mengakibatkan robeknya selaput dara, oleh karena robeknya hymen itu tergantung dari bentuk hymen, elastisitas hymen dan diameter penis. Pemeriksaan hymen dilakukan untuk menentukan jenis selaput dara, adanya rupture atau tidak, rupture baru atau lama serta lokasi rupture dan apakah sampai ke insertio atau tidak. Dalam memeriksa hymen (selaput dara), perhatikan rupture selaput dara dengan seksama. Bedakan celah bawaan dari rupture dengan memperhatikan sampai di insertio (pangkal) selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai insertio sedangkan rupture dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut bila rupture sudah sembuh. Sedangkan rupture yang tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan parut. Rupture akibat persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan.2,3
15
Gambar :Robekan di vagina. Selanjutnya diperhatikan apakah dijumpai adanya tanda – tanda penyakit kelamin yang diderita korban, yang didapat dari penyebaran oleh kelamin si pelaku.
Gambar :, Gonorhoe, Sfillis.
16
BAB III KESIMPULAN
Selaput dara merupakan bagian dari alat kelamin luar (vulva). Hingga saat ini fungsi medik selaput dara tidak diketahui secara pasti, kemungkinan saat bayi berfungsi melindunginya dari kotoran dan bakteri yang mungkin masuk. Elastisitas selaput dara pada setiap perempuan tidaklah sama. Adanya penetrasi ke dalam vagina barulah dapat membuat selaput dara mengalami robekan. Pada kasus pemerkosaan, selaput dara yang robek dikarenakan penis atau zakar yang masuk seluruhnya dan biasanya ditandai dengan keluarnya darah. Pada kasus perkosaan bukti persetubuhan itu ada 3 macam, antara lain jenis robekan, lokasi/arah dan kedalaman. Lokasi robekan dinyatakan sesuai dengan angka pada arah jarum jam. Pada pemeriksaan ini hanya membuktikan bahwa kejadian ini merupakan suatu tindak persukaan atau perkosaan yang dapat dilihat dari jenis robekannya. Sedangkan arah jam hanya membuktikan posisi saat melakukan hubungan seksual, lain hal dengan kedalaman yang hanya membuktikan hubungan yang terjadi pada korban bersifat persetubuhan atau hanya pelecehan seksual saja.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Abbara. 2006. Illustrations of the Hymen in Various States. States. Diunduh dari www.healthystrokes.com/hymengallery.html 2. Shela, l., et al. 2001. Evaluating the Child for Sexual Abuse. Texas: University
of
Texas
Medical
School
at
Houston.
Diunduh
dari
www.aafp.org/online//home/publications/journals/afp.html 3. WHO.
Sexual
Violence. Violence.
Diunduh
dari
http://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/global_campaign/en /chap6.pdf 4. Mun’in Idries, Abdul, kejahatan seksual, dalam : Pedoman : Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Pertama. PT. Binarupa Aksara. Jakarta ; 1997, hal. 215-241 5. Budiyanto, Arif.dkk, Pemeriksaan Pemeriksaan medik pada kasus kejahatan seksual , dalam : Ilmu Ilmu Kedokteran Forensik , Edisi Pertama. .Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Jakarta ; 1997. Hal 147-158 6. Legowo, Tjiptomartono, Agung, Sistematik pemeriksaan ilmu kedokteran forensic khusus pada korban kejahatan seksual, dalam Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Edisi pertama. Sagung Seto. Jakarta ; 2008. Hal 113-132 7. Dianita, Ika Meilia, Putri, Prinsip Putri, Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Korban Kekerasan seksual,dalam seksual,dalam :CDK-196/vol.39.no.8,th.2012 :CDK-196/vol.39.no.8,th.2012.. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta ; 2012. Hal. 579-583 8. Olshaker Jonathan.S, Jackson M.C, Smock William.S. Forensic Emergency Medicine. Medicine. 2007.p.225-335. 9. Stark M.M, Clinical Forensic Medicine: A Physician’s Guide. Guide . Secong Edition. 2005. 10. Sakelliadis E.I, Spiliopoulou C.A, Papadodima S.A. Forensic Forensic Investigation of Child Victim with Sexual Abuse. Abuse . Volume 46. 2007.
18