Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi pada Lansia2 •
•
Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit.
•
Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
•
Rasa lapar menurun, asam lambung menurun
•
•
Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi Penyerapan makanan di usus menurun.
Makanan Sehat Lansia1 Makana Maka nan n se seha hatt bagi bagi lans lansia ia anta antara ra lain lain menc mencak akup upii empa empatt se seha hatt lima lima sempur sempurna na dengan dengan porsi porsi yang yang kurang kurang dari dari orang orang dewasa dewasa kecual kecualii asupan asupan prot protei ein n dan dan vita vitami min n se sert rta a mine minera ral, l, diman dimana a kalsi kalsium um dan dan za zatt besi besi juga juga memerankan peranan yang penting untuk metabolisme tubuh. Berikut ini disa disaji jika kan n bebe bebera rapa pa co cont ntoh oh maka makana nan n se seha hatt untu untuk k manu manula la yang yang tela telah h dikelompokkan: •
•
•
•
•
•
•
Sumber Karbohidrat: Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie inst instan an,, mie mie keri kering ng,, roti roti tawa tawar, r, sing singko kong ng,, talas talas,, ubi ubi jala jalar, r, pisa pisang ng nangka, makaroni Sumber Protein Hewani: Daging ayam, daging sapi, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng, baso daging Sumber Protein Nabati: Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, tahu, tempe, oncom Buah-bu Buah-buaha ahan: n: Pepaya, Pepaya, belimb belimbing ing,, alpuka alpukat, t, apel, apel, jambu jambu biji, biji, jeruk, jeruk, mangga, nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak, tomat Sayur Sayuran an:: Ba Bayam yam,, bunc buncis is,, belu belunt ntas as,, daun daun pepay pepaya, a, daun daun sing singko kong ng,, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada Kue: Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue pia, kue putu, risoles Susu: Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu : Kelompok zat energi. 1. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi, roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu 2. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine, susu dan hasil olahannya. 3. Kelompok zat pembangun
Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung protein,baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur, kacangkacangan dan olahannya. Kelompok zat pengatur Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran. Menu harian untuk lansia Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu seharihari hendaknya : 1. Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai dengan persyaratan kebutuhan lansia. 2. Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya 3. Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada bahan pangan, terutama pangan hewani) 4. Membatasi konsumsi gula dan minuman yang banyak mengandung gula 5. Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan minuman beralkohol 6. Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan, sayuran dan sereal) untuk menghindari sembelit atau konstipasi 7. Minuman yang cukup. Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep ‘4 sehat 5 sempuna” atau “Konsep gizi seimbang”diantaranya :
•
Kelompok makanan pokok (utama) : nasi (1 porsi= 200 gram) Kelompok lauk pauk : daging (1 potong= 50 gram), tahu (1 potong = 25 gr)
•
Kelompok sayuran : bayam (1 mangkok = 1001 gr)
•
•
Kelompok buah-buahan : pepaya (1 potong = 100 gr) dan susu (1 gelas = 100 gr)
Kelompok makanan dan jenis makanan •
•
•
•
•
•
•
Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong, talas, ubi-ubian, pisang, nangka, makaroni Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan, baso daging Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang, awo, sirsak, semangka Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue putu, risoles Susu : susu kambing, susu kedelai, skim
Pemantauan Status Gizi Lansia1,5 Penapisan gizi dilakukan untuk mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko mengalami malnutrisi akibat penyakit yang diderita dan atau perawatan di rumah sakit. Penapisan gizi dapat dilakukan dengan Subjective Global Assessment (SGA) atau Mini Nutritional Assessment (MNA). SGA merupakan metoda yang banyak dipakai karena sangat sederhana dan mudah dalam pelaksanaannya.SGA meliputi wawancara dan pengamatan mengenai berat badan dan perubahan berat badan selama 6 bulan dan 2 minggu terakhir, ada tidaknya gangguan gastrointestinal, ada tidaknya gangguan fungsional, status metabolic dari penyakit, ada tidaknya muscle wating dan edema. Kesimpulan pemeriksaan SGA adalah menggolongkan pasien dalam keadaan status gizi baik, beresiko malnutrisi atau malnutrisi berat. MNA mempunyai 2 bagian besar yaitu screening dan assessment , dimana penjumlahan semua skor akan menentukan lansia pada status gizi baik, beresiko malnutrisi atau beresiko underweight . Penelitian
pada 1145 lansia di rumah sakit di Swiss menunjukkan skor MNA rendah berhbungan dengan peningkatan mortalitas pasien lansia di RS. Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan fisik Berbagai kelainan akibat kurang gizi dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, antaa lain kehilangan lemak subkutan, ulkus dekubitus karena kekurangan protein dan energy, edema akibat kekurangan protein, penyembuhan luka yang lambat karena defisiensi seng dan vitamin C dan parestesia akibat defisiensi vitamin B6. Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada lansia adalah gangguan keseimbangan cairan, khususnya dehidrasi. Dehidrasi pada lansia dapat berupa peningkatan suhu tubuh, penurunan volume kencing, penurunan tekanan darah, mual, muntah, mental confusion dan gagal ginjal akut. Pemantauan status nutrisi dalam hal ini juga dapat dilakukan dengan: Penimbangan Berat Badan •
Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali, waspadai
1. peningkatan BB atau penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu. 2. Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu beresiko terhadap kelebihan berat badan dan 3. penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan kekurangan berat badan. •
Menghitung berat badan ideal pada dewasa :
Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm – 100) Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB kurang dari 160 cm, digunakan rumus : Berat badan ideal = TB dalam cm – 100 Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih
Jika BB kurang dari ideal artinya gizi kurang Kekurangan kalori protein Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat. Kekurangan vitamin D Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari,jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk olahannya. Keterbatasan fisik Status gizi dapat dipengaruhi oleh fungsi tubuh yang berhubungan dengan pola makan. Misalnya, berkurangnya fungsi indra penglihatan dan pendengaran seringkali menyebabkan seorang lansia merasa terisolasi dan berakibat pada penurunan selera dan asupan makan. Gigi geligi yang tanggal atau terdapat karies, penyakit pada gusi dan penurunan saliva yang berakibat mulut kering (xerostomia) akan mempengaruhi pemilihan makanan dan dapat menurunkan asupan zat gizi. Perubahan indera perasa dan penciuman akibat infeksi saluran nafas berulang dan penggunaan obat-obatan jangka panjang juga dapat mempengaruhi asupan amakanan lansia. Gangguan fungsi menelan (disfagia) pada lansia umumnya merupakan proses patologis pada susunan saraf dan memerlukan pengelolaan gizi yang tepat. Masalah gastrointestinal yang sering ditemui adalah intoleransi makanan termasuk didalamnya intoleransi laktosa, dan alergi makanan dapat ditemui pada lansia. Meskipun banyak dijumpai pada dewasa muda, namun gluten sensitivity enteropathy (celiac disease) dapat ditemui pada individu usia 70 tahun atau lebih dengan gejala yang tidak khas seperti lemah, anemia ringan. Semua produk makanan yang mengandung gluten harus dihilangkan dari makanan penderita. Dispepsia pada lansia ditandai dengan nyeri ulu hati, rasa penuh/sebah. Penyebabnya antara lain konsumsi obat seperti
aspirin, anti inflamasi, konsumsi makanan alcohol yang berlebihan dan stress psikologis. Kelainan-kelainan pada saluran cerna ini juga akan menurunkan asupan makanan dan status gizi lansia. Berbagai penyakit kronis yang diderita lansia dan pengobatan yang diberikan juga mengganggu asupan makan lansia. Sehingga berbagai obat yang dikonsumsi oleh lansia baik dari resep dokter, obat bebas dan jamu harus dinilai pengaruhnya terhadap asupan makanan seorang lansia. Pemeriksaan fungsional Gangguan fungsi pada kemampuan untuk berbelanja, menyiapkan makanan dan makan secara mandiri dapat mengganggu asupan makan seorang lansia. Seorang lansia yang daoat bergerak bebas di dalam rumah akan dapat menyiapkan makanan sesuai yang diinginkan, sedangkan lansia yang menderita stroke, misalnya, tidak dapat bergerak bebas untuk menyiapkan makanan sesuai seleranya, sehingga hanya bergantung kepada orang lain untuk makan. Fungsi kognitif dan psikologis juga menentukan status gizi lansia. Sebagian besar kehilangan berat badan pada lansia disebabkn oleh depresi. Anoreksia, mual dan muntah dapat disebabkan pemberian polifarmasi. Berkurangnya fungsi ingatan juga dapat mengurangi asupan seorang lansia. Pengukuran Antropometri Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu pengukuran antropometri yang bnyak dilakukan untuk mengevaluasi status gizi lansia. IMT yang rendah berhubungan dengan penurunan kemampuan fungsional dan peningkatan mortilitas pada lansia. Berbagai pengukuranb lain seperti tebal lemak bawah kulit (pengukuran skinfold ) juga dapat dipakai untuk penentuan status gizi lansia. Pemeriksaan Laboratorium Protein Pengukuran simpanan protein tubuh seperti serum albumin, transferin dan total iron binding capacity (TIBC) sering dipakai untuk mengukur status gizi lansia. Hipoalbumin merupakan predictor yang baik untuk defisiensi protein pada lansia. Namun, albumin banyak terpengaruh pada status hidrasi, fungsi hati dan adanya penyakit ginjal atau saluran cerna pada lansia yang menyebabkan kehlangan protein. Sehingga, penentuan status gizi pada lansia dengan menggunakan serum albumin harus dilakukan setelah faktor-
faktor lain disingkirkan. Waktu paruh albumin yang panjang (14-20 hari) menjelaskan mengapa serum albumin bereaksi lambat terhadap terapi. Kolesterol Serum kolesterol yang rendah pada lansia juga merupakan indicator status gizi yang kurang pada lansia. Assessmen Diet Metoda pengukuran asupan gizi pada lansia yang tepat sangat sulit karena keterbatasan fisik dan psilogis dari lansia. Food Frequency Questionnaire (FFQ) yang sederhana dapat digunakan untuk menilai asupan gizi lansia. Pada lansia yang mampu menulis dapat digunakan 3-day record , dimana dengan metoda ini seorang lansia diminta menuliskan apa saja yang dikonsumsi dalam 3 hari (2 hari biasa dan 1 hari libur). Recall 24 jam juga sering dipakai untuk menilai status gizi lansia. Namun, karena keterbatasan fungsi ingatan pada lansia, metoda ini dianggap kurang sahih. Dari pemeriksaan tersebut diatas, maka disusun diagnois gizi pada lansia. Berdasarkan diagnosis gizi tersebut, diberikan intervensi gizi yang sesuai Masalah Gizi pada Lansia6,8 Kehilangan berat badan Kehilangan berat badan pada lansia dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar yaitu: 1. Wasting, kehilangan berat badan yang tidak disadari, pada umumnya karena asupan yang tidak adekuat. Asupan yang tidak adekuat disebabkan oleh penyakit maupun faktor psikososial. 2. Cachexia, kehilangan massa tubuh bebas lemak yang tidak disadari yang disebabkan oleh proses katabolisme, ditandai oleh peningkatan rate metabolik dan peningkatan pemecahan protein. 3. Sarcopenia, kehilangan massa otot yang tidak disadari sebagai bagian dari proses menua. Kadang-kadang tidak ada penyakit yang mendasari. Faktor resiko terjadinya malnutrisi pada lansia antara lain beberapa faktor medis seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, disfagia, gangguan fungsi pada indera penciuman dan pengecap, pernafasan, saluran cerna, neurologi, infeksi, cacat fisik dan penyakit lain sepeti kanker.
Kurangnya pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik bagi lansia, kesepian karena terpisah dari sanak keluarga dan kemiskinan juga menentukan status gizi lansia. Adanya faktor psikologis seperti depresi, kecemasan dan demensia mempunyai kontribusi yang besar dalam menentukan asupan makanan dan zat gizi seorang lansia. Pada lansia yang dirawat di rumah sakit, beberapa keadaan seperti makanan rumah sakit dengan pilihan dan rasa makanan yang kurang disukai, waktu makan terbatas, tidak mampu makan mandiri, pemandangan, suara dan bau di sekitar yang tidak menyenangkan, kebutuhan meningkat karena penyakitnya, puasa untuk prosedur pemeriksaan faktor dapat menjadi faktor resiko terjadinya malnutrisi. Kehilangan Massa Otot Pada proses menua, seseorang akan kehilangan massa otot; hal ini lebih nyata terlihat pada perempuan. Penurunan massa otot dan massa sel tubuh disertai dengan penurunan kekuatan otot serta gangguan fungsi kekebalan tubuh dan fungsi paru-paru. Penurunan kekuatan otot ini merupakan penyebab sebagian besar ketidakmampuan orang lanjut usia dalam berbagai hal, diantaranya kemampuan berjalan. Penyebab kehilangan massa otot ini hingga sekarang belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah kurangnya aktivitas fisik dan hormone pertumbuhan yang disertai kekurangan gizi (terutama kekurangan energy dan protein) serta penyakit dan proses menua. Obesitas Masalah yang sering ti,bul pada orang usia lanjut adalah kelebihan berat badan dan obesitas. Perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada lansia memberikan kontribusi terjadinya obesitas terutama obesitas sentral. Proporsi lemak intra abdominal meningkat progresif dengan meningkatnya usia. Penurunan asupan energi dan TEE juga menurun karena penurunan aktifitas fisik terutama pada lansia yang sakit dan BMR. Pada lansia yang obes, penurunan berat badan dapat menurunkankesakitan karena arthritis, diabetes, dan menurunkan resiko penyakit cardiovaskular dan meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan aktifitas fisik pada lansia dapat memperbaiki kekuatan otot dan kesehatan lansia secara keseluruhan. Kegemukan pada lanjut usia dapat dicegah melalui olahraga secara teratur dan membatasi makanan yang padat energy. Pemeliharaan berat badan dalam batas-batas normal pada orang lanjut usia diperlukan untuk menjaga
kekuatan fisik, daya tahan terhadap infeksi, serta pencegahan penurunan mutu kulit dan mutu kehidupan. Osteoporosis Setelah usia 30 tahun, seorang individu mulai kehilangan massa tulangnya. Pada wanita, kehilangan massa tulang akan semakin meningkatsetelah menopause, sehingga lansia wanita mempunyai resiko tinggi untuk patah tulang (osteoporosis tipe I) . Pada lansia laki-laki, juga mempunyai resiko untuk menderita patah tulang pada usia sangat lanjut, yaitu setelah 70 tahun (osteoporosis tipe II). Osteoporosis dapat dicegah dengan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup, olahraga dan menghindari merokok dan minum-minuman beralkohol. Bila sudah terjadi osteoporosis, penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain menurunkan resorpsi tulang dengan terapi sulih hormon dan biphosponat atau menstimuli pembentukan tulang dengan pemberian fluorida, calcitonin, dan calcitriol. Anemia Gizi Anemia gizi dapat terjadi pada lansia karena asupan makanan yang menurun atau efek samping obat-obatan. Pada umumnya lansia yang mempunyai berat badan rendah juga menderita anemia. Anemia gizi yang terjadi pada lansia pada umumnya adalah anemia defisiensi besi, meskipun anemia vitamin B12 (anemia perniciosa) juga sering ditemui. Sumpelementasi besi dan vitamin B12 dapat diberikan pada lansia, diberikan mulai dosis rendah dan dapat dinaikkan secara bertahap untuk menghindari efek samping obat. Pemberian makanan sumber zat besi dan vitamin B12 dengan asupan kalori dan protein yang cukup membantu mengatasi anemia defisiensi besi dan vitamin B12. BAB III: PENUTUP A. Kesimpulan Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Dengan bertambahnya umur, kemampuan kita dalam mengecap, mencerna, menyerap dan memetabolisme makanan akan berubah Status nutrisi seseorang akan berpengaruh terhadap setiap sistem tubuh. Kebutuhan asupan kalori sehari-hari yang disarankan (Recommended Daily Allowance [RDA]) pada lansia yang berusia 65 sampai 75 tahun 2300 kkal.
RDA untuk lansia di atas usia 75 tahun diturunkan menjadi 2050 kkal, konsumsi kalori dari karbohidrat kompleks yang diharuskan sebanyak 55 sampai 65% dan kurang dari 30% lemak, serta porsi sisanya adalah protein. Angka kecukupan gizi rata-rata orang tua di Indonesia disesuaikan menurut Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004. Makanan sehat bagi lansia tentunya perlu diperhatikan untuk mencapai status gizi lansia yang baik dan sesuai dengan kebutuhan di usia mereka. Makanan sehat bagi lansia antara lain mencakupi empat sehat lima sempurna dengan porsi yang kurang dari orang dewasa kecuali asupan protein dan vitamin serta mineral. Tidak hanya cukup sampai pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia, pemantauan juga perlu dilakukan secara cermat untuk memantau perkembangan yang ada. Penapisan gizi dilakukan untuk mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko mengalami malnutrisi akibat penyakit yang diderita dan atau perawatan di rumah sakit. Penapisan gizi dapat dilakukan dengan Subjective Global Assessment (SGA) atau Mini Nutritional Assessment (MNA) B. Saran Patut diingat bahwa keperluan energi MANULA sudah menurun, jadi jangan disediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila mereka dijaga jangan sampai menjadi kegemukan karena akan lebih mudah menderita berbagai kelainan atau penyakit gizi yang berhubungan dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit Diabetes Mellitus, Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok MANULA. Masalah gizi pada manula seperti kehilangan berat badan, obesitas, osteoporosis, kehilangan massa otot dan anemia gizi perlu diperhatikan karena hal ini berkaitan erat dengan gizi pada manula dan dapat menentukan kualitas hidup mereka di usia tua.
DAFTAR PUSTAKA
1. Available at http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/ KEBUTUHAN%20NUTRISI%20DAN %20CAIRAN%20%20PADA%20LANSIA.pdf
2. Available at http://www.scribd.com/doc/31812812/Kebutuhan-GiziPada-Lanjut-Usia 3. Sudoyo, W.Aru dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam : Nutrisi pada geriatric. Jakarta: pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dala FKUI; 2006. 4. Martono, H. Hadi dan Kris Panarka. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut); Gizi pada Lansia; Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2009. 5. Martono, H. Hadi dan Kris Panarka. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut; Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua; Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2009. 6. Soekirman, Prof. Dr. dkk. Hidup Sehat: Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Primamedia Pustaka; 2006 7. Ayuningtyas, Febrina. Tugas keperawatan gerontik: Nutrisi pada Usia Lanjut. Malang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Malang. 2009 8. Almatsier, Sunita dkk. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2011.