I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam dapat dimanfaatkan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu sumberdaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi berupa mineral yang banyak terdapat di Indonesia. Hal itu yang menimbulkan semakin banyak hadirnya perusahaan-perusahaan untuk menanamkan investasi dan melakukan kegiatan dalam industri Pertambangan. Industri pertambangan di Indonesia semakin pesat perkembangannya dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang giat melakukan pembangunan infrastuktur dan peningkatan sumber daya manusia. Pertambangan merupakan industri yang memiliki resiko tinggi maka dalam industri pertambangan sebelumnya dilakukan kegiatan menambang harus adanya perencanaan yang baik dari pihak perusahaan baik perencanaan segi produksi, biaya, penggunaan teknologi, dan lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa pertambangan merupakan suatu kegiatan yang aktivitas penambangannya dilakukan dengan penggunaan teknologi sehingga di era sekarang banyak sekali dan semakin banyak perusahaan yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mendapatkan hasil yang baik. Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Dalam pertambangan yang kegiatannya memiliki resiko kerja yang tinggi diperlukan manajemen yang baik khususnya manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Perkembangan teknologi yang semakin pesat telah mengangkat standar hidup manusia dan mengurangi sumber kecelakaan, cedera dan stress akibat dari pekerjaan. Namun demikian, kemajuan teknologi juga bisa membawa sumber-sumber stress kerja dan cidera baru. Kompleknya teknologi modern, perubahan bentuk kerja, organisasi kerja dan sistem produksi menempatkan suatu tuntutan yang tinggi pada daya kerja. Sebagai akibatnya, tingkat dan bentuk potensi bahaya di tempat kerja yang harus dihadapi pekerja juga akan berubah. Disamping itu, faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi
1
syarat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), proses kerja tidak aman dan sistem kerja yang semakin kompleks dan modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi kesehatan dan keselamatan pekerja (Tarwaka, 2008). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional baik di sektor tradisional maupun sektor modern. Khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan ini pada umumnya menimbulkan beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa berbagai akibat buruk bahkan fatal (Silalahi dan Silalahi, 1995). Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada suatu perusahaan pertambangan harus menjadi hal yang diprioritaskan untuk memenuhi kinerja yang baik dari pekerja sehingga mencapai tujuan dari perusahaan itu. PT. Haltim Mining merupakan suatu perusahaan yang giatnya ingin membangun sumber daya manusia maka PT. Haltim Mining harus mencegah kecelakaan-kecelakaan kerja dengan sistem K3 yang baik. Inilah mengapa menjadi dasar acuan untuk mengevaluasi sistem K3 perusahaan agar membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan penulis melakukan Kerja Praktek untuk: 1. Mengevaluasi sistem K3 yang diterapkan pada perusahaan 2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada kegiatan penambangan pada perusahaan
1.3 Ruang Lingkup Kerja Praktek
Kegiatan kerja praktek yang dilaksanakan pada PT. Haltim Mining Maluku Utara ini membahas tentang Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ada pada perusahaan. 1.3.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi kerja praktek merupakan daerah operasi penambangan nikel milik PT. Haltim Mining dengan kontraktor PT. Getzemani Indah dan PT. Bahana Selaras Alam sebagai perancang penambangannya. PT. Haltim Mining terletak
2
pada daerah Wailukum, Kecamatan Kota Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Secara geografis letak PT.Haltim Mining berada pada garis lintang 0041’13,7’’- 0042’57,5’’LU dan garis bujur 128015’0,06’’– 128015’34,0’’BT dengan luasan IUP dari PT.Haltim Mining sebesar 127,7 Ha. Lokasi kerja praktek dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan waktu tempuh ± 10 menit dari pusat kota Maba.
Sumber : Badan Koordinasi Dan Pemetaan Nasional
Gambar 1.1 Peta Kesampaian Daerah 1.3.2 Keadaan Geologi 1.3.2.1 Geologi Nikel Laterit Endapan bijih nikel yang terdapat di P. Halmahera termasuk jenis nikel laterit. Endapan nikel laterit terbentuk akibat pelapukan batuan ultrabasa/batuan ultramafik seperti peridotit, dunit. Batuan ultramafik tersebut telah terangkat ke permukaan oleh suatu proses tektonik atau lebih dikenal dengan proses subduksi, yaitu lempeng samudra terangkat di atas lempeng benua. Cuaca telah merubah komposisi batuan dan melarutkan unsur-unsur yang mudah larut seperti Ni, Co, dan Fe dapat dilihat pada gambar 1.2.
3
Sumber PT. Haltim Mining
Gambar 1.2 Skema Pembentukan Profil Nikel Laterits Menurut Bolt (1979), kandungan nikel yang terdapat pada batuan adalah seperti pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Kandungan Nikel pada Batuan Batuan
Ni (%)
Fe Oksida + Mg (%)
Al + Si (%)
Peridotit
0,2000
43,5
45,9
Gabro
0,0160
16,6
66,1
Diorit
0,0040
11,7
33,4
Granit
0,0020
4,4
78,7
4
Proses dimulai dari batuan induk (peridotit) yang mengandung nikel primer 0,20%. Batuan ini terdiri dari olivine yang mengandung unsur-unsur Mg, Fe, Ni dan Silika. Selanjutnya terjadi proses pelapukan batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni dan Co akan mengalami dekomposisi. Air hujan yang kaya Co2 dari udara dan hasil pembusukan tumbuhtumbuhan merupakan pelarut yang baik. Air hujan meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas permukaan air tanah yaitu antara zona limonit dan zona saprolit sambil melarutkan ( leaching) mineral primer yang tidak stabil seperti olivine / serpentin, dan piroksin. Kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horisontal (Valeton, 1967). Unsur yang pertama larut adalah unsur Ca dan Mg Alkalin yang disusul dengan penghancuran senyawa-senyawa silika sebagai koloid. Semua hasil penghancuran ini terbawa oleh larutan yang turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan. Magnesium dan silikon termasuk nikel larut dan terbawa,
sehingga
memungkinkan
terbentuknya
mineral
baru
melalui
pengendapan kembali dan unsur-unsur yang larut tadi. Bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya atau turun bersama larutan sebagai koloid. Bahan-bahan ini membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah, konsentrasi residu seperti Fe, Ni, Co dan Si pada zona yang disebut dengan zona saprolit. Batuan asal ultramafik pada zona saprolit di impregnasi oleh nikel melalui larutan yang mengandung nikel, sehingga kadar nikel dapat naik hingga 7%. Dalam hal ini nikel dapat mensubtitusi magnesium dalam serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang mengandung magnesium silikon sebagai garnierit. Akibat disintegrasi pada batuan dan pengaruh morfologi, air tanah akan masuk pada rekahan yang terbentuk dan memungkinkan intensitas pelarutan semakin besar. Disamping hidrolisa magnesium dan silikon, maka air tanah yang kontak dengan batuan pada zona saprolit tersebut juga akan dijenuhkan oleh unsur nikel (Friedrich, et al, 1984). Pada rekahan batuan asal sebagian magnesium mengendap sebagai gel magnesit yang dikenal sebagai akar pelapukan ( roots of weathering). Unsurunsur yang tertinggal seperti besi, almunium, mangan, kobal dan juga nikel di
5
zona limonit akan dikayakan sebagai mineral oksidasi/hidroksida seperti limonit, goethit, hematit, manganit. Selain itu terdapat juga mineral sisa ( relict minerals) spinel-khrom sertaan (accessory chromspinels) sebagai hasil konsentrasi residu akibat terlindinya magnesium (Mg) dan silikon (Si). Karena sifatnya resisten terhadap pelapukan maka khromit akan dikayakan secara relatif (relatif enrichment). 1.3.2.2 Struktur Geologi Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan bijih nikel adalah rekahan (joint) dan patahan (fault). Tapi yang sangat dominan dalam pembentukan endapan nikel adalah struktur rekahan (joints) dibandingkan terhadap struktur patahan. Adanya rekahan dan patahan ini akan mempengaruhi dan mempermudah rembesan air ke dalam tanah yang akan mempercepat proses pelapukan batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni Berdasarkan peta geologi regional lembar ternate skala 1:250.000 (Aphandi 1980) Maluku Utara lokasi IUP PT. Haltim Mining berada pada komplek ultrabasa terdiri dari sepventinit, tirosenit dan bunit. Batuan ultrabasa mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air menjadi sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif. Luasan formasi batuan pada PT. Haltim Mining yaitu kompleks ultrabasa 98,18 Ha dan lahan gambut 24,52 Ha totalnya 122,7 Ha. 1.3.3 Morfologi Berdasarkan slope analisis PT. Haltim Mining adalah merupakan daerah perbukitan bergelombang sampai dengan daratan rendah dengan kelas lereng antara 5-200 dengan kisaran ketinggian antara 0-250 dpl, dapat dilihat pada gambar 1.3. Endapan nikel laterit akan berkembang baik pada lereng antara 5-150 jika disusun oleh batuan ultramafit.
6
1.3.4 Litologi Litologi IUP PT. Haltim Mining terdapat komplek ultrabasa yang merupakan soilrock dari endapan nikel laterit. Kompleks ultrabasa terdapat pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan kawasan areal penggunaan 0
lain dengan kemiringan lereng antara 5-15 .
Gambar 1.3 Morfologi Site PT. Haltim Mining
Gambar 1.4 Litologi Site PT. Haltim Mining
7
1.3.5 Vegetasi Vegetasi sekitar lokasi kerja praktek didominasi oleh tumbuhan endemik daerah Maluku Utara seperti Syzygiumaromaticum (Cengkih), Myristica fragrans (Pala), selain itu ada juga terdapat beberapa pohon seperti Terminalia catappa (ketapang), pohon sagu (Metroxylonsagu-rottb) dan tumbuhan liar seperti
Imperata cylindrical (Alang-alang).
Gambar 1.5 Vegetasi Sekitar Site PT. Haltim Mining
Gambar 1.6 Pohon Terminalia catappa (ketapang)
8
Gambar 1.7 Pohon sagu (Metroxylonsagu-rottb) 1.3.6 Waktu dan Tempat Kerja Praktek dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan (17 Juli 2017 – 15 Agustus 2017) pada PT. Haltim Mining Site Wailukum Kecamatan Maba Kota Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara. Tabel 1.2 Kegiatan Kerja Praktek No
KEGIATAN
1
Studi literatur
2
Pengambilan data
3
Pengolahan data
4
Penyusunan laporan
TAHUN 2017 JULI 1
2
3
4
AGUSTUS
SEPTEMBER
1
1
2
3
4
2
3
4
OKTOBER 1
2
3
4
NOVEMBER 1
2
Keterangan : : Waktu Pelaksanaan
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif yang menggunakan datadata kualitatif. Adapun tahapan penelitiannya dijelaskan seperti pada gambar 1.8.
9
3
4
STUDI LITERATUR
PENGAMBILAN DATA
DATA PRIMER:
DATA SEKUNDER:
1.
Observasi Langsung di
1. Peta Lokasi Perusahaan
lapangan
2. Data Kesampaian Daerah
- Dokumentasi; Wawancara
3. Sejarah Perusahaan PT.
2.
Kegiatan Pada Divisi K3 PT. Haltim Mining;
Haltim Mining 4. KEPMEN No.
- Safety Talk; Pemeriksaan
555.K/26M.PE/1995
Rambu-rambu jalan dan Rambu K3; Penjagaan Pos pada jalan tambang
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 1.8 Tahapan Metode Penelitian
10
1.5 Sejarah Singkat Perusahaan
PT Haltim Mining didirikan pada tahun 2009 dengan sesuai dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No.19 tanggal 04 Maret 2009. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang Pertambangan yang telah mendapatkan Surat Keputusan Bupati Halmahera Timur nomor: 188.45/540-132 tahun 2011, tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi bahan galian nikel dan mineral pengikutnya seluas 127 hektar yang berlokasi di Pulau Halmahera, desa Wailukum, Kabupaten Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara. Wilayah IUP Operasi Produksi tersebut meliputi kawasan Hutan Produksi yang dapat di konversi seluas 120,32 hektar, dan kawasan perairan laut seluas 19 hektar. PT. Haltim Mining mempunyai struktur kerja agar menunjang visi dan misi perusahaan dapat dilihat pada gambar 1.9.
11
Gambar 1.9 Struktur Organisasi PT. Haltim Mining
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan daya upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh pihak perusahaan, karena dengan adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja kinerja karyawan akan lebih meningkat. Logo K3 sesungguhnya memiliki makna-makna yang terkandung didalamnya. Makna dan arti logo K3 tersebut diatur didalam keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (No: KEP.1135/MEN/1987) tentang bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Gambar yang terdapat pada logo K3 tersebut merupakan palang berwarna hijau yang dilingkari dengan roda bergigi sebelas dengan warna hijau. Gambar tersebut sesungguhnya memiliki arti dan makna, yaitu: 1.
Palang yang berarti bebas dari kecelakaan dan sakit akibat kerja.
2.
Roda gigi memiliki makna bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
3.
Warna putih yang digunakan memiliki makna selamat, sehat dan sejahtera.
4.
Sebelas gerigi roda adalah unsur-unsur 11 Bab dalam Undang-undang Keselamatan Kerja (UU/No.1/Th.1970).
Gambar 2.1 Lambang Bendera K3 2.1.1
Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah usaha melakukan pekerjaan tanpa ada
kecelakaan. Keselamatan kerja yang baik merupakan pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja selain menyebabkan hambatanhambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk
13
beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung maupun tidak langsung cukup atau kadang-kadang sangat atau terlampau besar, sehingga bila diperhitungkan secara keseluruhan hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 mengatur tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menentukan standar yang jelas untuk keselamatan kerja bagi semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional, memberikan dasar hukum agar setiap orang selain karyawan yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatannya dan setiap sumber daya perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien dan membina norma-norma perlindungan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Tujuan daripada Undang-undang Keselamatan Kerja adalah: 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. 2. Agar sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien. 3. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun. Hal-hal yang harus dilakukan dalam menciptakan keselamatan kerja adalah sebagai berikut: 1.
Pencegahan Kecelakaan Pencegahan kecelakaan dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan proses produksi yang akan dicapai. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan adalah menekan kecelakaan sekecil mungkin dan menanggulanginya
seefektif
mungkin.
Dalam
perencanaan
harus
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman sehingga pekerja akan merasa lebih aman, moral kerja lebih baik, dan hubungan kerja lebih serasi. Selain itu, biaya perawatan akan lebih kecil serta biaya asuransi mungkin relatif berkurang. 2.
Pengawasan Terhadap Kemungkinan Terjadinya Kecelakaan Saat terbaik untuk menanggulangi kecelakaan adalah sebelum kecelakaan itu terjadi. Usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dilakukan adalah
14
mengawasi tindakan dan kondisi tidak aman. Kepala Teknik Tambang dapat mengangkat petugas pengawas untuk mengawasi dan memeriksa yang menjadi tanggung jawabnya. 3.
Sistem Tanda Bahaya Kecelakaan dalam Pertambangan Pemakaian tanda peringatan, warna dan label sangat penting bagi keselamatan para pekerja untuk megetahui bahaya kecelakaan. Di bawah ini diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: a. Peringatan dan tanda-tanda Peringatan dan tanda-tanda dapat juga digunakan untuk berbagai tujuan. Peringatan dan tanda-tanda dapat membawakan suatu pesan instruksi, pesan peringatan atau memberi keterangan secara umum. Peringatan dan tanda-tanda tidak dapat dianggap sebagai pengganti bagi tindakantindakan keselamatan melainkan menunjang tindakan- tindakan tersebut. Contoh peringatan-peringatan yang harus dipasang yaitu: -
“Dilarang Merokok” suatu peringatan yang merupakan perintah yang dipasang pada tempat-tempat yang dapat menimbulkan kecelakaan dan kebakaran, ruangan ber-AC, tempat penyimpanan bahan bakar, tempat penyimpanan bahan peledak dan lain-lain.
-
“Awas Tegangan Tinggi” dipasang pada tempat-tempat yang beraliran listrik.
b.
-
“Hati-hati
berbahaya”
dipasang
pada
tempat-tempat
yang
-
mengakibatkan kecelakaan. Juga dipasang tanda-tanda lalu lintas pada jalan masuk tambang.
Pemakaian warna Aneka warna dipakai untuk maksud keselamatan. Contoh penggunaan warna dalam keselamatan kerja: -
Merah, untuk tanda berhenti, alat-alat yang memberikan pertanda berhenti dan alat pemadan kebakaran.
-
Hijau,
untuk
jalan
penyelamatan
diri
dan
instalasi-instalasi
keselamatan. -
Jingga (orange) dipakai untuk menunjukkan adanya bahaya, misalnya daerah yang harus disertai pagar pengaman.
15
-
Warna putih dipakai untuk garis-garis jalan.
c. Label Bahan-bahan berbahaya dan wadahnya harus diberi label pada wadahwadah yang dipakai untuk bahan beracun, korosif dan dapat terbakar atau
4.
lain-lainnya. Perlengkapan Keselamatan Kerja Pencegahan kecelakaan yang baik adalah peniadaan bahaya seperti pengamanan mesin atau peralatan lainnya. Namun demikian harus dilengkapi juga perlindungan diri pada para pekerja dengan memberikan alat perlindungan diri yang disediakan oleh perusahaan.
5.
Pelatihan dan Penyuluhan Tingkat keselamatan tergantung dari sikap dan praktek semua orang yang terlibat dalam perusahaan pertambangan. Maka dari itu, penyuluhan dan pelatihan
sangat
keselamatan
penting peranannya
kerja
dan
pencegahan
bagi
peningkatan penghayatan
kecelakaan.
Penyuluhan
adalah
pemberian informasi yang dapat menimbulkan kejelasan pada orang-orang yang bersangkutan. Latihan lebih khusus menyangkut keterampilan dalam keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Cara-cara yang digunakan dalam penyuluhan antara lain: a. Poster Poster adalah alat penunjang bagi keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Poster membantu tenaga kerja untuk jauh lebih memikirkan keselamatan. Poster dapat dipakai untuk pengarahan suatu sikap atau tindakan yang selamat. Poster-poster keselamatan dipajang di tempat kerja dan dapat pula dipasang di tempat tenaga kerja berkumpul, misalnya posko peristirahatan atau tempat dimana yang terlihat oleh tenaga kerja, seperti kamar ganti pakaian, pintu masuk dan lain-lain. b. Film dan Slide Suatu
film
dapat
memperlihatkan
suatu
cerita
tentang
suatu
kecelakaan dengan menunjukkan lingkungan kerja, bagaimana timbulnya situasi yang berbahaya, bagaimana terjadinya kecelakaan, apa akibatakibat kecelakaan dan bagaimana mencegah suatu kecelakaan. Keadaan
16
perusahaan harus ditunjukkan secara tepat agar tidak ada kesan bahwa film berdasarkan kondisi kerja yang biasa. Slide memiliki keuntungankeuntungann khusus dibandingkan film, yaitu lamanya diperlihatkan dapat diatur menurut kehendak, penjelasan-penjelasan yang terperinci dapat diberikan dan pertanyaan- pertanyaan dapat diajukan. Namun slide memiliki keterbatasan sebagaimana poster. c. Ceramah, diskusi dan konferensi Sebagaimana halnya poster, film dan alat penyuluhan lain, ceramah, diskusi dan
konferensi membantu
terhadap
keselamatan
dengan
memberikan kesempatan untuk berkomunikasi langsung di antara pembicara dan pendengar. Kesempatan ini sangat baik dilihat dari usaha keselamatan kerja. 2.1.2
Pengertian Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggitingginya. Kesehatan kerja sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit serta memelihara, dan meningkatkan kesehatan gizi para tenaga kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia. Kesehatan kerja merupakan hal yang sangat diharapkan oleh semua pekerja selama bekerja di perusahaan pertambangan. Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan kinerja pekerja yang dapat menganggu pekerjaan sehingga tidak optimal. Gangguan kesehatan para tenaga kerja dapat dihindari apabila karyawan- karyawan dan pimpinan memiliki kemauan untuk mencegahnya. Adapun cara-cara yang dapat mencegah gangguan kesehatan yaitu sebagai berikut: 1. Alat pelindung, yaitu alat yang melindungi tubuh atau bagian tubuh yang wajib dipakai oleh setiap tenaga kerja menurut keperluannya seperti topi pengaman, masker, kacamata, sarung tangan, sepatu dan lain-lain. 2. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, yaitu pemeriksaan kesehatan kepada calon pekerja untuk mengetahui baik fisik maupun mental apakah calon karyawan tersebut cocok dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
17
3. Pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu pemeriksaan kesehatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor yang menyebabkan gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan pada tubuh pekerja. 4. Penerangan sebelum kerja agar karyawan mengetahui, menaati peraturanperaturan dan lebih berhati-hati. 5. Pendidikan tentang kesehatan
dan
keselamatan
kerja
berkelanjutan,
diberikan agar pekerja selalu waspada dalam pekerjaannya.
Terdapat faktor-faktor penyebab penyakit, yaitu sebagai berikut: 1. Golongan Fisik a.
Bunyi dan getaran yang bisa menyebabkan ketulian (sementara atau permanen).
b.
Suhu ruang kerja. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan heatstroke dan heatcramps (keadaan-keadaan panas badan yang tinggi suhunya) sedangkan suhu rendah sekali (dibawah 0°C) dapat menyebabkan kekakuan dan keradangan akibat dingin.
c.
Radiasi sinar rontgen atau sinar-sinar radio aktif yang menyebabkan kelainan pada kulit, mata bahkan susunan darah.
d.
Tekanan udara yang tinggi menyebabkan ketulian permanen, rasa sakit karena panas udara.
e.
Penerangan yang kurang baik, menyebabkan kelainan pada mata atau
indra penglihatan. 2. Golongan Kimia a. Debu dan serbuk yang menyebabkan penyakit pada saluran pernafasan b. Gas, misalnya keracunan karbon monooksida hidrogen sulfide c. Uap yang menyebabkan keracunan atau penyakit kulit d. Cairan beracun 3. Golongan Biologis terdiri atas Bakteri, Virus dan Jamur 4. Golongan Fisiologis a.
Konstruksi mesin atau peralatan yang tidak sesuai dengan mekanisme tubuh manusia.
b. Sikap kerja yang menyebabkan keletihan dan kelainan fisik.
18
c. Cara kerja yang membosankan atau meletihkan. 5. Golongan Psikologis a.
Proses kerja yang rutin dan membosankan.
b.
Hubungan kerja yang terlalu menekan atau sangat menuntut.
2.2 Konsep Penyebab Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak terkendali dan tidak dikehendaki yang disebabkan langsung oleh tindakan tidak aman ( unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) sehingga menyebabkan terhentinya suatu kegiatan baik terhadap manusia maupun terhadap alat. Kecelakaan yang terjadi selalu ada penyebabnya, penyebab yang paling utama adalah disebabkan oleh (lihat Tabel 2.1): 1.
Tindakan tidak aman Yaitu tindakan tidak aman yang berhubungan dengan tingkah laku para pekerja dalam melaksanakan pekerjaan pertambangan.
2.
Kondisi tidak aman Yaitu kondisi tidak aman yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja atau peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan merupakan landasan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, oleh karenanya usaha keselamatan dan kesehatan kerja diarahkan untuk mengendalikan sebab terjadinya kecelakaan. Dalam kaitannya dengan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, sebab kecelakaan dapat bersumber dari empat kelompok besar, yaitu: a.
Faktor lingkungan Faktor ini berkaitan dengan kondisi di tempat kerja, yang meliputi keadaan lingkungan kerja dan kondisi proses produksi
b.
Faktor alat kerja Dimana bahaya yang ada dapat bersumber dari peralatan dan bangunan tempat kerja yang salah dirancang atau salah pada saat pembuatan serta terjadinya kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh seorang perancang.
c.
Faktor manusia
19
Faktor ini berkaitan dengan perilaku tindakan manusia di dalam melakukan pekerjaan, meliputi kurang pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pekerjaannya maupun dalam bidang keselamatan kerja, kurang mampu secara fisik dan mental, kurang motivasi kerja dan kurang kesadaran akan keselamatan kerja dan tidak memahami dan menaati prosedur kerja secara aman. d.
Kelemahan sistem manajemen Faktor ini berkaitan dengan kurang adanya kesadaran dan pengetahuan dari pucuk
pimpinan
untuk
menyadari
peran
pentingnya
masalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang meliputi: a. Sikap manajemen yang tidak memperhatikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. b. Tidak adanya standar atau kode Keselamatan dan Kesehatan kerja yang dapat diandalkan. c. Organisasi yang buruk dan tidak adanya pembagian tanggungjawab dan perlimpahan wewenang bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara jelas. d. Sistem dan prosedur kerja yang lunak atau penerapannya tidak tegas. e. Prosedur pencatatan dan pelaporan kecelakaan atau kejadian yang kurang baik. f.
Tidak adanya monitoring terhadap sistem produksi.
20
Tabel 2.1 Penyebab Terjadinya Kecelakaan No.
Penyebab Kecelakaan
Persen
1.
Tindakan tidak aman (unsafeact)
88
Rincian Penyebabnya
1. Tidak memakai alat pelindung diri 2. Bekerja dengan bersenda gurau 3. Jarak penambang yang satu dengan penambang yang lain dekat. 4. Tergesa-gesa ingin cepat selesai. 5. Cara kerja yang tidak benar. 6. Dan lain-lain.
2.
10
Kondisi tidak aman ( unsafe condition)
1.
Jenjang kerja yang terlalu tinggi.
2.
Adanya batu-batu yang menggantung.
3.
Adanya rekahan-rekahan batuan yang digali.
4.
Lebar teras kerja yang sempit.
Di luar kemampuan
3.
2
5.
Lantai kerja yang licin.
6.
Lantai kerja yang tidak rata.
7.
Dan lain-lain.
Takdir
Sumber : Diktat Juru Ledak II
2.3 Akibat Kecelakaan dan Prinsip Pencegahan Kecelakaan
2.3.1. Akibat Kecelakaan Kecelakaan sering dikaitkan dengan alat yang ditimbulkan, untuk memahami
dengan
baik
tetang
kecelakaan,
maka
hal
yang
harus
dipertimbangkan adalah konsepsi akibat yang ditimbulkan. Demikian pula terhadap pengertian kecelakaan tersebut tidak harus selalu dikaitkan dengan akibat yang ditimbulkan atau kerugian yang dialami. Maksud pengertian ini menekankan
bahwa
suatu
kejadian
baru
dikaitkan
kecelakaan
apabila
mengakibatkan cedera, korban jiwa, penyakit akibat kerja atau kerugian-kerugian lainnya. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja adalah sebagai berikut:
21
1. Bagi karyawan Kecelakaan dari tempat kerja yang ditimbulkan dapat berakibat fatal pada tenaga kerja itu sendiri, misalnya kematian, cacat, cidera serta penderitaan bagi keluarga itu sendiri. 2. Bagi perusahaan Sedangkan akibat yang diperoleh dari pihak perusahaan adalah seperti memberikan biaya pengobatan bagi si korban, biaya ganti rugi, terjadi kerusakan peralatan, serta turunnya produktifitas kerja dan sebagainya. 3. Bagi masyarakat Bagi pihak masyarakat akibat dari kecelakaan kerja seperti terjadinya kerusakan lingkungan. 2.3.2 Prinsip Pencegahan Kecelakaan Pencegahan kecelakaan kaitannya dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja harus mengacu pada konsep sebab akibat kecelakaan yaitu dengan mengendalikan sebab dan mengurangi akibat kecelakaan. Kecelakaankecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan: 1. Peraturan
perundangan,
yaitu
ketentuan-ketentuan
yang
diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya perencanaan, konstruksi, perawatan dan pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervide medis dan pemeriksaan kesehatan. 2. Standardisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi, atau tak resmi mengenai konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan umum, atau alat-alat pelindung diri. 3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan. 4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat pelindung diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelitian tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambangtambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnnya.
22
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tetang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan. 6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. 7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebabsebabnya. 8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknis, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan. 9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja. 10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap selamat. 11. Asuransi,
yaitu
insentif
financial
untuk
meningkatkan
pencegahan
kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran efektif tindakan penerapan keselamatan kerja. Teori keselamatan kerja dicetuskan pertama kali oleh Heinrich pada tahun 1931. Heinrich menyatakan bahwa pemikiran tentang keselamatan kerja harus dilakukan seperti halnya perusahaan memikirkan dan menekankan pentingnya biaya produksi, kualitas produk dan pengendalian mutu. Teori keselamatan kerja ini kemudian dikenal sebagai Teori Domino Heinrich. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan yaitu kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan dan cedera. Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan. Oleh karena itu berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan, beberapa diantaranya:
23
1.
Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerima ( recipient ). Karena itu pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada aliran energi dan pada penerima. a) Pengendalian pada sumber bahaya Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif. Sebagai contoh mesin yang bising dapat dikendalikan dengan
mematikan
memodifikasikan
mesin,
mesin,
mengurangi
memasang
perendam
tingkat pada
kebisingan, mesin
atau
menggantinya dengan mesin yang lebih rendah tingkat kebisingannya. b) Pendekatan pada jalan energi Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat bahaya dengan memasang dinding kedap suara atau menjauhkan manusia dari sumber kebisingan. c) Pengendalian pada penerima Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan kepada penerima dengan meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang. Sebagai contoh, untuk mengatasi bahaya kebisingan manusia yang menerima energi suara tersebut dilindungi dengan alat pelindung telinga. 2.
Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningktakan pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat. Untuk meningkatkan kesadaran dan 24
kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain: a. Pembinaan dan Pelatihan b. Promosi K3 dan kampanye K3 c. Pembinaan Perilaku Aman d. Pengawasan dan Inspeksi K3 e. Audit K3 f.
Komunikasi K3
g. Pengembangan prosedur kerja aman ( Safe Working Pratices ) 3. Pendekatan Teknis Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain: a. Rancang bangunan yang aman disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin peralatan kerja. b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi. Misalnya sistem alarm. 4. Pendekatan Administratif Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi. b. Penyediaan alat keselamatan kerja c. Mengembangkan dan menetaapkan prosedur dan peraturan t entang K3. d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja. 5. Pendekatan Manajemen Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manjemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain: a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan keseh atan kerja
25
b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3.
2.4 Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pedoman keselamatan dan kesehatan kerja ditinjau dari peraturanperaturan yang dibuat oleh pemerintah khususnya pada bidang pertambangan yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995. Pada pasal 24, Tugas Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tanggungjawab sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau kejadian
yang
berbahaya,
kejadian
sebelum
terjadinya
kecelakaan,
menganalisis kecelakaan dan pencegahan kecelakaan. 2. Menumpulkan data mengenai daerah-daerah dan kegiatan-kegiatan yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk memberi saran kepada Kepala Teknik Tambang tentang cara penambangan atau tata cara kerja, alat-alat penambangan dan penggunaan alat-alat deteksi serta alat- alat pelindung diri. 3. Memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja kepada semua pekerja tambang dengan jalan mengadakan
pertemuan-pertemuan,
ceramah-ceramah,
pemutaran film, publikasi dan lain sebagainya. 4. Apabila diperlukan, membentuk dan melatih
diskusi-diskusi,
anggota-anggota
tim
penyelamat tambang. 5. Menyusun statistik kecelakaan. 6. Melakukan evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berdasarkan pasal 39, kecelakaan tambang harus memenuhi lima (5) unsur sebagai berikut: 1. Benar-benar terjadi. 2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang. 3. Akibat kegiatan usaha tambang.
26
4. Terjadi pada jam pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi ijin. 5. Terjadi di dalam wilayah usaha pertambangan atau wilayah proyek. Menurut Pasal 40 cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut: a. Cidera ringan Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih sari satu (1) hari dan kurang dari tiga (3) minggu, termasuk hari minggu dan hari libur. b. Cidera berat Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari tiga minggu, termasuk hari minggu dan hari-hari libur. c. Mati Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut. 2.4.1 Alat Pelindung Diri Berdasarkan Pasal 83, tentang Alat Pelindung Diri: 1. Perlindungan para pekerja terhadap udara kotor yang berbahaya sedapat mungkin dilakukan dengan cara pencegahan pencemaran, mengeluarkan debu dengan kipas angin isap atau melarutkan dengan udara bersih. Apabila tindakan pengendalian tersebut belum dilaksanakan, maka para pekerja pada tempat tersebut harus memakai alat pelindung pernafasan yang sesuai. 2. Apabila menggunakan alat pelindung pernafasan, maka rencana pemilihan alat,
perawatan
pelatihan,
pemasangan,
pengawasan,
pemberian
dan
penggunaannya harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang.
2.5 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari proses manajemen keseluruhan mempunyai peranan penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan melalui pengendalian rugi perusahaan tersebut. 27
Alasan ini adalah tepat, mengingat penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di dalam suatu perusahaan bertujuan mencegah, mengurangi dan menanggulangi setiap bentuk kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak dikehendaki serta mencegah, mengurangi dan menanggulangi gangguan kesehatan akibat kerja. Setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya antara lain karena manusianya dan peralatannya. Penyebab kecelakaan ini yang harus dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan karena setiap pekerjaan pasti dapat dilakukan dengan selamat. Keberhasilan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam suatu industri pertambangan sangat bergantung pada pandangan manajemen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri. Ungkapan ini didasarkan pada kenyataan dimana masih banyak terdapat pandangan bahwa penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatannya akan mengurangi perolehan dan keuntungan. Pandangan ini sama sekali tidak dapat dibenarkan, karena pada hakekatnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja justru akan melipatgandakan keuntungan melalui pencegahan kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian dan peningkatan produktifitas.
Bahkan
tidaklah
berlebihan kiranya apabila suatu industri yang memiliki resiko tinggi seperti industri pertambangan berpandangan bahwa pelaksanaan
keselamatan
dan
kesehatan kerja merupakan tanggung jawab seluruh para penambang dan tidak semata-mata tanggung jawab satu bagian atau pengusaha pertambangan. Hal ini dimungkinkan mengingat adanya pernyataan manajemen yang mengidentifikasikan masalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu segala perlakuan terhadap produk tidak dapat dibedakan dengan perlakuan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Kerangka dasar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat disusun sebagai berikut: 1. Fungsi utama manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Contoh dari kelima
28
fungsi ini ditentukan oleh konsep dasar keselamatan dan kesehatan kerja yang dianut oleh perusahaan. 2. Kegiatan utama manajemen yang meliputi pembiayaan dan pelaporannya, pengoperasian, produk pemasaran dan penjualan serta sistem komunikasi dan informasi. Kegiatan-kegiatan ini merupakan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. 3. Sumber daya dan pembatas yang meliputi manusia, materialisme dan peralatan,
kebutuhan
konsumen,
kondisi
ekonomi
masayarakat
dan
lingkungan kerja serta peraturan pemerintah dapat merupakan kegiatan manajemen dan fungsi manajemen. Terdapat kunci pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja adalah penentuan tata pelaksanaan kerja, perbaikan metode kerja, penempatan pekerjaan yang tepat, pembinaan dan pengawasan dalam menjalankan tugas, peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pemeliharaan syarat lingkungan kerja, pemeriksaaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, penyelesaian pada waktu ditemukan kelainan
dan waktu
terjadinya kecelakaan, peningkatan kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan kreatifitas untuk mencegah kecelakaan.
29
III. MATERI KERJA PRAKTEK 3.1 Gambaran Umum Perusahaan
3.1.1 Lokasi Kerja Praktek Secara geografis letak PT. Haltim Mining berada pada garis lintang 0041’13,7’’- 0042’57,5’’LU dan garis bujur 128 015’0,06’’ – 128015’34,0’’BT dengan luasan IUP dari PT.Haltim Mining sebesar 127,7 Ha.
Gambar 3.1 Peta Lokasi PT. Haltim Mining (Sumber PT. Haltim Mining) 3.1.2
Manajemen dan Organisasi Perusahaan PT. Haltim Mining merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang
penambangan nikel dengan didalamnya bekerja sama dengan kontraktor dan beberapa konsultan untuk menunjang kegiatan penambangan pada PT. Haltim
30
Mining. Maka untuk struktur organisasi perusahaan PT. Haltim Mining terdapat pula perusahaan yang bekerjasama didalamnya. 3.1.3
Visi Dan Misi Perusahaan
a. Visi Perusahaan Menjadi Perusahaan Tambang Yang Dapat Diandalkan b. Misi Perusahaan Kami Bekerja Dengan Sepenuh Hati Dan Memberikan Yang Terbaik c. Nilai Nilai Perusahaan:
Memiliki Integritas
Mendahulukan Kualitas
Bekerja Secara Tim
Memelihara Lingkungan Hidup yang berkesinambungan
Mengutamakan keselamatan kerja dan kenyamananl ingkungan kerja
Memajukan masyarakat secara merata di wilayah kerja
3.2 Sistem Manajemen K3 pada perusahaan
Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. Haltim bisa dikatakan sudah baik namun terdapat beberapa hal yang harus dievaluasi berdasarkan pengamatan
dilapangan. Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
merupakan hal yang penting bagi PT. Haltim Mining dapat dilihat pada gambar 3.2. Devisi K3 perusahaan PT. Haltim Mining menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 555. Industri pertambangan memiliki resiko kerja yang tinggi yang berpandangan bahwa pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggungjawab seluruh para karyawan dan tidak semata-mata tanggungjawab suatu bagian. Namun berdasarkan pengamatan dan wawancara kepada karyawan ada yang mengatakan bahwa kurangnya pengawasan kepada mereka para karyawan dalam bekerja sehingga fungsi kepala devisi K3 perusahaan kurang optimal berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 pasal 12 “Pengawasan Operasional” pada point b.
31
Gambar 3.2 Himbauan safety first 3.2.1 Kegiatan pokok devisi K3 PT. Haltim Mining bekerjasama dengan beberapa perusahaan dalam kegiatan penambangannya sehingga tugas foreman K3 PT. Haltim Mining memastikan tiap perusahaan mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Perusahaan melakukan kegiatan safety talk tiap minggunya sekali namun selama dilapangan kegiatan ini hanya dilakukan sekali maka hal ini menjadi evaluasi untuk devisi K3 terlebih kegiatan hanya diikuti oleh beberapa pekerja saja agar mengendalikan sebab terjadinya kecelakaan yang salah satu penyebabnya tindakan tidak aman yang berhubungan dengan tingkah laku para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Contohnya salah satu perusahaan yang bergerak pada bagian kontraktor yang bekerjasama dengan PT. Haltim Mining yaitu PT. Getzemani Indah selalu mengadakan briefing dan safety talk pada pekerjanya hanya saja masih terdapat beberapa pekerja yang menganggap hal tersebut membosankan dan bahkan tidak mengikuti kegiatan tersebut.
Gambar 3.3 Safety Talk dan Briefing PT. Haltim Mining
32
Gambar 3.4 Safety Talk dan Briefing PT. Getzemani Indah 3.2.2 Fasilitas Devisi K3 Penunjang untuk devisi K3 jika terjadi kecelakaan atau kesehatan kerja merupakan hal yang dibutuhkan setiap perusahaan guna untuk membantu pekerja untuk bekerja seoptimal mungkin. PT. Haltim Mining mempunyai fasilitas kesehatan yang wajib ada pada tiap bangunan yang ada diwilayah area tambang. Contohnya kotak P3K dan alat kesehatan lainnya. 3.2.3 Struktur Organisasi Devisi K3 Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pada bidang K3 perusahaan, PT. Haltim Mining mempunyai struktur untuk menunjang perusahaan dalam melakukan kegiatan penambangan. Pada Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/19 95 pasal 24 ter dapat tugas dan bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang menjadi hal-hal pokok yang wajib dilakukan pada devisi K3
namun sayangnya pada PT. Haltim
Mining berdasarkan pengamatan dilapangan hal-hal dalam Kepmen tersebut telah dilakukan tapi sayangnya belum efektif bahkan tidak ditemukan stuktur organisasi dari devisi K3 perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
foreman devisi K3 bahwa belum dibentuk struktur organisasinya dikarenakan K3 perusahaan masih pada devisi sehingga termuat dalam struktur organisasi perusahaan.
33
3.3 Evaluasi Keselamatan Kerja
3.3.1 Evaluasi K3 Pada Kegiatan Penambangan Kegiatan penambangan pada PT. Haltim Mining menggunakan sistem tambang terbuka dengan metode open pit.
Gambar 3.5 Alur Penambangan Nikel
34
Tabel 3.1 Kecelakaan Kerja dan Bahaya Kerja pada Kegiatan Penambangan No.
TAHAPAN KEGIATAN
KECELAKAAN
PENAMBANGAN
BAHAYA KERJA
KERJA YANG TERJADI
1.
Land Clearing
-
Cidera ringan, cidera berat bahkan mati
2.
Stripping a. Top Soil
-
Menabrak, terbentur
b. Overburden
-
Cidera ringan, cidera berat bahkan mati
3.
Mi ning a. Selective mining
Tertimpa Material
- Pengambilan sampel
Tertabrak, terbentur
-
Terjatuh, terjepit, kemasukan benda
b.ore getting
-
Cidera Ringan dan cidera berat
4.
Loading
5.
Hauling
Tertabrak, Terbentur
Cidera ringan Tertabrak, menabrak, daya penglihatan berkurang, tergelincir maupun terlindas
6.
EFO/E xport Table F inal Ore
-
Cidera ringan, cidera berat bahkan mati
a. Dumping/Menumpahkan
Tertabrak
Cidera ringan, tertabrak,
Muatan
terbentur
b. Trimming
-
Tergelincir
c. Pengambilan Sampel
-
Terbentur, kemasukan benda, terjepit
7.
Pemindahan Material ke
-
Cidera Berat
-
Cidera ringan, cidera berat
Tongkang
8.
Penambangan Malam Hari
bahkan mati (jatuh dari ketinggian yang sama maupun berbeda) 9.
Preparasi Sampel
Terjepit, menurunya
Cidera ringan dan cidera
daya pendengaran dan
berat, prosedur tidak aman,
beban kerja, kemasukan debu pada mata
pengaman tidak sempurna.
35
1.
Land Clearing Proses land clearing adalah merupakan pekerjaan tahap awal yang dilakukan
dalam kegiatan mining sebelum dilanjutkan ke pekerjaan mining-stripping. Pada proses ini, vegetasi yang terdapat pada area yang telah dipasang boundary pit akan dibersihkan terlebih dahulu agar dapat dengan mudah pembuatan akses jalan/pit road untuk melakukan kegiatan pengupasan dan pengangkutan material penutup (Top Soil). Peralatan yang digunakan untuk pekerjaan land clearing adalah Exavator dan Bulldozer. Prosedur Pekerjaan Land Clearing adalah: 1. Pengamatan lokasi yang akan dilakukan kegiatan clearing 2. Operator harus memperhatikan posisi manuver alat. 3. Penggunaan alat berat dengan cabin tertutup 4. Perhatikan arah jatuhnya pohon ketika di clearing 5. Trackshoe yang bekerja dengan baik
Gambar 3.6 Land Clearing Dengan prosedur kerja pada land clearing dapat mencegah timbulnya kecelakaan kerja maka pada kegiatan ini tidak ditemukan kecelakaan kerja. Hal ini ini didukung oleh keahlian dan disiplinnya operator alat Exacavator namun sayangnya berbanding terbalik dengan operator dozer yang tidak memakai APD saat membantu kegiatan land clearing. Pengamatan dilapangan ditemukan ada operator alat berat yang tidak memakai alat pelindung diri dapat dilihat pada gambar 3.7
36
Gambar 3.7 Operator tanpa memakai APD
2.
Stripping Pada proses stripping terdapat 2 bagian yaitu proses Top Soil dan proses
pengupasan overburden. a.
Top Soil Stripping Top soil merupakan tahapan selanjutnya yang akan dilakukan setelah tahap land clearing telah selesai. Pada tahapan ini, lapisan tanah pucuk (top soil) yang mengandung humus dan unsur hara yang penting untuk kesuburan tanah dikupas menggunakan alat excavator. Kegiatan ini dilakukan untuk dapat memisahkan lapisan tanah yang mengandung unsur hara dengan komposisi tanak pucuk yang lebih dominan dan akan disimpan di tempat tertentu agar tidak terjadi perubahan atau terkontaminasi dengan lapisan tanah lainnya agar dapat digunakan kembali ketika
proses
reklamasi
dan
revegetasi
dilakukan
setelah
operasi
penambangan telah selesai. Kegiatan stripping top soil ini pada perusahaan PT. Haltim Mining tidak adanya kecelakaan kerja dikarenakan pada kegiatan ini dikerjakan oleh operator alat yang ahli dan bekerja dengan baik. Namun, sebagai evaluasi harus ada pengawas dari devisi K3 perusahaan untuk mengawasi kegiatan kerja pada unit ini. b.
Overburden Overburden adalah lapisan yang berada di bawah lapisan top soil yang merupakan lapisan endapan nikel laterit yang belum sempurna atau masih
37
terdapat material-material pengotor sehingga pada lapisan tersebut masih dianggap bagian yang tidak ekonomis. Tahapan ini dilakukan bila tahapan land clearing dan top soiling telah selesai dilakukan. Endapan cadangan mineral (saprolit dan limonit) biasanya terletak dibawah lapisan tanah yang tidak mengandung atau memiliki kadar nikel yang rendah. Sehingga untuk menambangnya diperlukan pengupasan dan pengangkutan lapisan tanah penutup ( overburden) terlebih dahulu. Proses ini akan menggunakan kombinasi peralatan tambang berupa excavator dan dump truck. Tanah penutup yang telah dikupas tersebut kemudian akan ditimbun pada lokasi penimbunan ( disposal area). Material overburden terdapat di area atau pada zona limonit dan juga sebagian besar berada pada sebaran saprolit yang merupakan material waste pada sebaran tersebut. Jumlah volume overburden tergantung dari cut off grade/COG pada design pit.
Gambar 3.8 proses pembongkaran Top Soil dan OB Pengawasan devisi K3 oleh perusahaan kurang optimal pada kegiatan stripping ini. Bahkan pengamatan dilapangan operator alat bekerja secara tergesa-gesa untuk secepat mungkin menyelesaikan tugasnya. Kurang adanya pengawasan devisi K3 membuat beberapa pekerja sering mengeluh dengan kinerja devisi K3 dikarenakan terkadang waktu kerja yang ditentukan perusahaan bahkan bisa lebih saat bekerja. Hal seperti ini harusnya menjadi evaluasi bagi devisi K3 perusahaan untuk mencegah hal-hal seperti ini.
38
3.
Mining Pada tahap penambangan nikel ini terdapat 2 proses penting dalam
penambangan yaitu Selective mining dan Ore Getting. a.
Selective mining
Sistem penambangan selective mining dilakukan pada area yang tidak homogen untuk bisa mendapatkan material yang masih bernilai ekonomis yang berada di area dimana terdapat banyak material-material (waste) seperti zona bedrock, zona silica dan bluzone.
Gambar 3.9 Proses Selective dan Ore Getting Kegiatan yang dilakukan di selective mining adalah pengambilan beberapa jenis sampel seperti sampel cek/special cek, sampel selective, dan sampel patok. Jika hasil sampel tersebut masih berada di atas COG maka akan dilanjutkan dengan penambangan/ Ore Getting. Jenis sampel dan metode pengambilannya: -
Sampel Patok Sampel diambil di area/wilayah yang baru dibuka dengan metode pengambilan 9 kali pengambilan mewakili 1 titik dengan jarak patok 2 meter. Pengambilan sampel ini mengikuti prosedur kerja yang ditentukan perusahaan sehingga pekerja dapat mencegah penyebab kecelakaan kerja.
-
Sampel cek Sampel cek terdiri atas beberapa bagian yaitu:
39
Sampel Cek Khusus/Special Check Sampel yang diambil dengan memisahkan antara boulder, soft yang dapat mewakili material secara umum yang ada pada satu lokasi.
Sampel selective Sampel ini diambil pada saat dilakukan selective mining dengan metode pengambilan 3 titik pengambilanya pada satu tumpukan.
Gambar 3.10 Pengambilan Sampel Cek Khusus
Sampel Tumpukan Sampel ini diambil pada tumpukan material ore dengan pengambilan 3 titik dalam 1 kali pengambilan dengan material yang proporsional antara
soft dan rock, Pengambilan sampel ini dilakukan setiap 12 bucket exavator dengan cara mengelilingi tumpukan ore.
Gambar 3.11 Pengambilan Sampel Tumpukan
40
Pengambilan sampel cek yang terdiri atas ketiga sampel diatas menggunakan alat seperti scoop dengan bahan yang digunakan seperti plastik sampel dan nomor
sampel.
Selain
tidak
memakai
scoop,
pengambilan
dapat
menggunakan tangan dengan tetap pada ketentuan/standar pengambilan sampel yang dipakai oleh perusahaan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara, pengambilan sampel ini belum adanya kecelakaan kerja yang terjadi dikarenakan perusahaan telah memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pekerja agar mentaati prosedur kerja yang ada. Namun selama dilapangan pernah ditemukan suatu kejadian yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, dimana salah seorang pekerja yang mengambil sampel dengan letak runtuhan material yang ada diatasnya, dapat dilihat pada gambar 3.29. -
Sampel Produksi Sampel ini diambil pada tahap ore getting dengan pengambilan sample di
bucket exavator. Cara pengambilan sampel mulai dari sisi kiri, tengah, kanan bucket excavator dengan interval pengambilan 1 sampel per 5 Dump Truck
Gambar 3.12 Pengambilan Sampel Produksi Berbeda dengan pengambilan sampel cek, sampel produksi diambil menggunakan alat berupa tempat penampang dengan berat ± 5 kg (gambar 3.13) dengan bahan seperti karung serta nomor sampel (gambar 3.14). Pengambilan sampel ini memiliki resiko kerja jika tidak ada komunikasi yang baik antara grade control dengan operator excavator maka akan terjadinya kecelakaan kerja seperti terbentur oleh bucket excavator apalagi
41
aktivitas pada malam hari. Grade control telah diberikan pemahaman tentang pentingnya keselamatan kerja sehingga mereka bekerja sesuai dengan standar/prosedur kerja aman yang ditetapkan oleh perusahaan. Selama dilapangan, dari hasil pengamatan dan wawancara belum terjadi kecelakaan kerja meskipun sering adanya misses komunikasi namun tidak menyebabkan kecelakaan kerja.
Gambar 3.13 Alat dan bahan pengambilan sampel b.
Ore Getting Merupakan proses penambangan yang dilakukan di area yang sebaran nikel
lateritnya homogen dan tidak akan dilakukan selective mining . Kegiatan Mining berdasarkan hasil wawancara pernah terjadi kecelakaan kerja yang menimpa salah satu pekerja pada bagian pengukuran atau pembuatan peta kemajuan tambang. Hal ini terjadi dikarenakan misses komunikasi antara
Grade Control pada jenjang diatas yang sedang adanya kegiatan stripping dengan mereka bagian pengukuran yang ada dibawah jenjang tersebut. Cidera berat pada kepala pekerja tersebut disebabkan runtuhnya material. Dengan kejadian seperti ini pekerja mulai berhati-hati dalam bekerja hanya saja berdasarkan pengamatan lapangan masih kurang adanya pengawasan dari devisi K3. Sebagai bahan evaluasi pula beberapa pekerja ada yang berkeluh kesah dengan kinerja devisi K3 perusahaan.
4.
Loading Merupakan proses pengangkutan material oleh excavator dan selanjutnya
akan dipindahkan ke dump truck. Sistem loading yang digunakan adalah sistem
42
top loading dimana unit excavator berada di posisi lebih tinggi atau sejajar dari unit dump truck. Pada saat loading material ke dump truck, arah swing excavator tidak boleh lebih dari 180 ⁰, hal ini dilakukan agar terhindar dari lemparan material lepas dari bucket excavator.
Gambar 3.14 Proses Loading Material Ketidaknyamanan operator excavator pada kegiatan pemuatan ini sehingga ada beberapa alat yang terbuka kaca kabinnya. Selain ketidaknyamanan pekerja sebagai penyebab terjadinya kecelakaan, membuka kaca kabin excavator juga sangat berbahaya jika adanya batuan yang terhempas atau material yang terpelanting kearah operator excavator tersebut. Ini menjadi bahan evaluasi untuk perusahaan khususnya pada devisi K3 perusahaan.
Gambar 3.15 Kabin Excavator
43
5.
Hauling Hauling merupakan proses pengangkutan material dari pit menuju ke
stockpile. Pada saat ini PT. Haltim Mining membuka 3 pit yang aktif dengan jarak hauling dari pit ke stockpile berbeda-beda. Jarak hauling dari pit 1 ke stockpile sejauh 3,5 km, dari pit 2 ke stockpile sejauh 6 km dan dari pit 3 ke stockpile sejauh 7 km. Kebutuhan unit produksi dari 3 pit aktif PT. Haltim mining disesuaikan dengan jarak yang hauling masing-masing pit. Hauling material ore dari pit ke stockpile menggunakan unit dump truck roda 10 dengan tipe Hino FM 260 TI & Nissan 380 CWD
Gambar 3.16 Proses Hauling Berdasarkan pengamatan dan wawancara dilapangan sepanjang jalan hauling terdapat rambu-rambu peringatan yang disiapkan oleh devisi K3 perusahaan. Pada jadwal kegiatan devisi K3 perusahaan terdapat kegiatan yang membersihkan rambu-rambu pada sepanjang jalan tambang maupun jalan hauling namun sayangnya masih ditemukan rambu-rambu yang terbengkalai, ada rambu terjatuh dan dibiarkan saja dan ada rambu yang mulai rusak namun belum diperbaiki. Tidak hanya kegiatan pembersihan rambu-rambu yang terjadwalkan, adapula kegiatan dari devisi K3 dengan menjaga lalu lintas yang mana jalan hauling menuju stockpile melintasi jalan raya umum. Prioritas yaitu kendaraan yang melintasi jalan raya umum sehingga terdapat pos penjagaan pada perempatan jalan tersebut. Berdasarkan pengamatan dan wawancara pekerja yang menjaga pos tersebut terkadang melaksanakan tugasnya kurang optimal dan ditanyakan
44
mengapa?. Ternyata mereka mengeluh kenapa harus ditugaskan seperti ini, bahkan ada yang ingin bekera pada preparasi sampel. Sebagai evaluasi bagaimana manajemen perusahaan dan devisi K3 menyikapi hal-hal yang ditemukan seperti ini guna kenyamanan pekerja saat bekerja.
Gambar 3.17 Pos Penjagaan Lalu Lintas Selain itu ditemukan juga terkadang beberapa pekerja menunggu kendaraan seperti Dump truck guna menumpang pada jalan hauling ataupun turun dari Dump truck pada jalan hauling, hal ini pernah ditanyakan kepada devisi K3 dan keterbatasan kendaraan merupakan faktor kejadian ini terjadi. Adapula pelanggaran lain yang dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu kurang disiplinnya operator dump truk terhadap ramburambu informasi saat melintasi jalan hauling.
Gambar 3.18 Rambu Informasi
45
Untuk mengurangi dampak debu yang dapat menganggu kegiatan penambangan dan kesehatan para pekerja maka perusahaan menyiapkan water
truck untuk menyirami jalan tambang maupun jalan hauling. Hal ini sudah optimal hanya saja panjangnya jalan dari pit menuju stockpile maka dibutuhkan tambahan water truck. Cuaca yang panas seringkali menyebabkan lokasi yang sebelumnya telah disiram akan cepat mengering dan berdebu kembali, maka lebih ditingkatkan lagi frekuensi penyiraman sebagai solusi untuk perusahaan guna untuk kenyamanan pekerja serta kesehatan pekerja.
Gambar 3.19 Penyiraman jalan hauling 6.
EFO/Eksport Table Final Ore atau Stockpile EFO merupakan tempat penyimpanan Ore Nikel sebelum loading ke
Tongkang/vessel. Dan PT. Haltim Mining sampai saat ini mempunyai 2 tempat penyimpanan ore atau EFO yang berada di dekat pelabuhan. Pada stockpile ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu terdiri atas:
Gambar 3.20 Stockpile
46
1.
Gerakan Dumping atau Menumpahkan Muatan Pada saat menumpahkan muatan dengan pengangkatan bak, Dump Truck
menggunakan sistem hidrolik. Sistem ini merupakan pemidahan daya dengan menggunakan zat cair atau fluida sebagai perantaranya. Sistem hidrolik merupakan pengubah tenaga dari tenaga hidrolik menjadi mekanis.
Gambar 3.21 Proses Dumping Setelah material yang diangkut dan ditumpahkan pada stockpile maka beberapa unit excavator dan bulldozer akan melakukan trimming material berbentuk dome. Peralatan ini digunakan untuk trimming atau menumpuk material berbentuk Dome. Material tumpukan dalam bentuk dome tersebut ditutup dengan terpal ukuran 25 x 30 meter untuk menjaga kadar air ( Moisture Content) agar tidak terlalu tinggi.
Gambar 3.22 Material yang di trimming
47
Kegiatan ini penyebab kecelakaan berdasarkan hasil pengamatan seperti terkena material pada saat alat excavator mengambil material kemudian manuver dikarenakan selain dumping dan trimming adapula pengambilan sampel setalah dumptruck menumpah, maka komunikasi yang baik dapat mencegah kecelakaan kerja. Selama dilapangan tidak terjadi dikarenakan adanya komunikasi yang baik antar pengawas dan operator alat. Sama halnya dengan kegiatan dumping, dilakukan dengan prosedur kerja yang aman hanya saja pada stockpile pernah dijumpai pekerja tanpa APD lengkap. Devisi K3 harus selalu melakukan pengawasan baik kegiatan pada pit maupun kegiatan pada stockpile sehingga sebagai bahan evaluasi devisi K3 harus mengadakan penjadwalan pengawasan pada unit-unit kerja. 2.
Pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel di stockpile dilakukan dengan cara pengambilan
3 titik setiap dumpingan truck dengan ketinggian 50 cm dari dasar stockpile yang di ambil setiap dump truck kedalam kantong/karung, 1 karung mewakili 2 dump truck dengan berat ± 15-25 kg untuk mewakili 25 ton ore di stockpile.
Gambar 3.23 Pengambilan Sampel pada Stockpile Pada pengambilan sampel di Pit resikonya sama besar dengan pengambilan sampel pada stokpile hal dikarenakan sampel diambil pada saat dump truck sedang melakukan penumpahan bahan galian. Resiko terbesar ada pada Grade
Control yang melakukan pengambilan sampel terlebih bila operator dump truck tidak mengetahui adanya pekerja disekitarnya. Namun sama dengan pembahasan
48
sebelumnya tidak ada pengawasan oleh devisi K3 perusahaan dimana diadakan pengawasan. Kesadaran diri sendiri pekerja terkadang tidak mempedulikan apa yang
menjadi
ketentuan
perusahaan
demi
keselamatannya.
Berdasarkan
wawancara dengan pekerja pernah hampir terjadi kecelakaan dikarenakan operator excavator yang manuver tapi tidak melihat adanya pekerja yang sedang mengambil sampel. Pekerja tersebut terbentur kepalanya pada bucket excavator namun tidak mengalami benturan yang keras maupun fatal. Sebagai evaluasi untuk manajemen perusahaan dan devisi K3 bahkan para pekerja punya solusi tersendiri untuk menyikapi kejadian ini tidak terulang lagi. Namun kurangnya pendekatan psikologis yang dilakukan oleh perusahaan sehingga solusi itu hanya menjadi angan-angan pekerja saja. Selain itu, pada saat dilapangan sering dijumpai pekerja yang tidak memakai lengkap APD seperti pada gambar 3.23
Gambar 3.24 Pekerja tanpa memakai APD pada Stokpile 7.
Proses Pemindahan Material Nikel ke Tongkang Proses pengisian tongkang dengan material yang ada di Stockpile yang sudah
memenuhi syarat dari permintaan pembeli (Buyer). PT. Haltim Mining pada saat ini menggunakan 3 tongkang dengan kapasitas masing-masing: 1.
Tongkang Serafine 01 dengan kapasitas 220 ft
2.
Tongkang Labroy dengan kapasitas 250 ft
3.
Tongkang Adas denga kapasitas 180 ft Resiko kegiatan ini terdapat pada aktivitas Dump Truck melakukan proses
penumpahan pada tongkang harus dikontrol dengan baik oleh pekerja dan
49
operator alat. Pada daerah ini devisi K3, pernah melakukan pengecekan dan pengawasan untuk menghindari penyebab terjadinya kecelakaan. Yang menjadi pengawasan devisi K3 yaitu tempat penyebrangan yang dilalui oleh dump truck, dapat dilihat pada gambar 3.26. Pengawasan pada daerah ini bisa dikatakan sudah optimal dikarenakan adanya pemandu alat terkait masuk keluar tongkang.
Gambar 3.25 Pemindahan Material ke Tongkang
Gambar 3.26 Tempat Penyebrangan ke Tongkang PT. Haltim mining melakukan kegiatan penambangan dengan pembagian dua shift sehingga diperlukan penerangan yang baik maka telah tersedia alat
50
penerangan yang disiapkan perusahaan (gambar 3.27). Dengan mengikuti aktivitas penambangan malam hari dapat menjelaskan bahwa resiko kerjanya cukup
tinggi pula dikarenakan
jarak
pandang
yang
semakin
terbatas.
Keterbatasan alat berat seringkali menyebabkan pada satu pit terdapat tiga alat yang bekerja makanya hal ini telah diantisipasi oleh mereka yang kerja malam yaitu dengan berkomunikasi dengan mereka yang kerja siang pada pit berapa akan dilanjutkan kegiatan penambangan. Namun nyatanya, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa operator pernah terjadi insiden kecil antara excavator dengan dump truck dimana bucket excavator hampir mengenai kabin dump truck. Kejadian ini disebabkan operator yang kelelahan dan ngantuk. Kejadian seperti ini sangat tidak diinginkan terjadi lagi oleh para pekerja maka pekerja Grade Control diminta selalu berhati-hati dan selalu memperhatika resiko kecelakaan kerja yang ada disekitarnya. Sebagai evaluasi oleh perusahaan dan devisi K3 bahwa kejadian yang pernah dialami para pekerja ini harus diperhatikan karena sayangnya pada kegiatan malam hari tidak ada pengawasan dari bagian K3 perusahaan. Adapula kurangnya penerangan pada jalan tambang maupun jalan hauling.
Gambar 3.27 Alat Penerangan
51
Gambar 3.28 Aktivitas penambangan malam hari 3.3.2 Kegiatan Pengambilan dan Preparasi Sampel Tahapan ini merupakan bagian dari kegiatan penambangan oleh PT. Haltim Mining. Dua kegiatan ini dilakukan oleh PT. Bahana Selaras Alam baik pengambilan sampel, preparasi sampel hingga perancangan penambangan. Pengambilan sampel pun memiliki resiko yang cukup besar oleh pekerja yang disebut Grade Control. Grade Control bertugas mengatur dan mengontrol kegiatan dari land clearing sampai pada Ore Hauling menuju stokpile.. Terdapat beberapa jenis sampel yang diambil diantaranya sampel patok, sampel tumpukan, sampel cek dan sampel produksi. Seorang Grade Control pernah melakukan pengambilan sampel dengan diatasnya terdapat bebatuan yang bisa saja runtuh mengenainya, hal ini merupakan tanggung jawab devisi K3 perusahaan untuk memberikan teguran namun sayangnya tidak ada pengawasan pula oleh mereka. Sebagai bahan evaluasi, harus adanya ketegasan dari devisi K3 perusahaan agar mencegah kejadian-kejadian seperti itu tidak terulang lagi.
52
Gambar 3.29 Pengambilan Sampel Kegiatan pengambilan sampel dilakukan dengan tahap selanjutnya pada preparasi sampel yang dikerjakan pada house sample. Preparasi sampel merupakan salah satu kegiatan kerja yang dapat menyebabkan penyakit bagi pekerja. Kegiatan preparasi sampel dengan bunyi dan getaran dapat menggangu pendengaran serta debu yang dapat menganggu saluran pernafasan hal ini yang menjadi perhatian lebih pada ruangan house sample namun masih saja pekerja yang tidak mementingkan hal tersebut. Poster K3 yang ada pada house sample pada gambar 3.29 bisa dikatakan hanyalah pajangan namun tidak direalisasikan. Selama dilapangan pada house sample ditemukan pekerja yang memakai kacamata untuk melindungi mata dan sarung tangan yang sebagai pelindung.
Gambar 3.30 Poster K3 pada House Sample
53
Walaupun mereka menggunakan alat seadanya guna menjadikan pelindung diri mereka. Devisi K3 perusahaan nyatanya masih memiliki pekerjaan banyak yang harus diselesaikan agar tidak hanya mengejar hasil tanpa mempedulikan K3 bagi pekerja.
Gambar 3.31 Preparasi Sampel Selain kedua gambar diatas yang memperlihatkan pekerja yang memakai alat seadanya untuk melindungi diri terdapat aktivitas lainnya oleh pekerja preparasi yang dapat membahayakan diri namun bagi pekerja tersebut hal itu merupakan hal yang sudah biasa. Selama berada dilapangan kejadian-kejadian seperti ini dibiarkan saja oleh devisi K3 perusahaan.
Gambar 3.32 Proses Penghancuran
54
3.4 Fasilitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3.4.1 Alat Pelindung Diri APD Setiap perusahaan wajib menyediakan APD yang merupakan fasilitas paling utama bagi karyawan maupun yang mendapat izin masuk perusahaan sesuai dengan prosedur perijinan dari perusahaan. Adapun APD yang tersedia pada perusahaan adalah 1. Alat pelindung kepala (safety helmet) 2. Alat pelindung Kaki (Safety shoes) 3. Baju kerja atau rompi yang dilengkapi dengan scothlite 4. Alat pelindung pernapasan (masker) 5. Alat pelindung tangan (gloves) Pada PT. Haltim Mining yang didalamnya terdapat beberapa kontraktor dan konsultan maka tiap pengawas masing-masing mempunyai kewajiban untuk selalu memperhatikan kebutuhan karyawan dalam bekerja terutama APD bagi pekerja. Dari kelima hal diatas pada PT. Haltim Mining masih kurang penyediaannya untuk pelindung pernapasan dan pelindung tangan. Pada gambar 3.33 merupakan penyediaan APD bagi pekerja namun terkadang APD sering kali tidak dipakai dengan baik dilapangan berdasarkan pengamatan dilapangan. Bahkan berdasarkan wawancara beberapa para pekerja ada beberapa foreman yang terkadang beraktivitas tanpa memakai APD yang lengkap.
Gambar 3.33 Alat Pelindung Diri (APD)
55
3.4.2 Media Komunikasi K3 1. Rambu Rambu-rambu yang terpasang adalah jenis rambu larangan, perintah, informasi dan peringatan. Rambu ini dipasang sepanjang jalan hauling dan di area tambang serta di instalasi berbahaya dapat dilihat pada 3.34.
Gambar 3.34 Rambu larangan
Gambar 3.35 Rambu Perintah
56
Gambar 3.36 Rambu informasi
Gambar 3.37 Rambu Peringatan
2. Poster Poster K3 terpasang di ruang kerja bertujuan sebagai peringatan dan sebagai motivasi
bagi
karyawan
untuk
mempertimbangkan
dan
mengutamakan
keselamatan dan kesehatan kerja ketika bekerja.
3. Papan informasi K3 Papan informasi dipasang dengan tujuan untuk memberikan informasi baik kepada karyawan maupun orang yang berkunjung ke perusahaan sesuai izin dari
57
perusahaan. Papan informasi PT. Haltim Mining diletakkan pada jalur masuk perusahaan, dapat dilihat pada gambar 3.38. Papan informasi yang dimiliki oleh PT. Haltim yang dibuat oleh devisi K3 perusahaan secara lengkap telah menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan saat bekerja guna mencegah kecelakaan kerja agar pekerjanya selamat dan sehat. Nyatanya hal ini harus menjadi perhatian lebih bagi devisi K3 perusahaan dikarenakan masih ada saja pekerja-pekerja yang melanggarnya.
4. Billboard Billboard di PT. Haltim Mining diletakkan di tempat yang sering dilalui karyawan sehingga mudah untuk dibaca. Billboard berisi pengumuman sebagai media komunikasi yang berisi informasi, dapat dilihat pada gambar 3.39.
5. Radio Radio menjadi alat komunikasi yang berperan penting dalam segala aktivitas pertambangan. Ini diberikan perusahaan kepada pengawas lapangan pada area tambang, kantor, pos penjagaan, pos keamanan, foreman devisi dan kendaraankendaraan yang digunakan para pengawas lapangan serta mobil jemputan karyawan.
58
Gambar 3.38 Papan Informasi PT. Haltim Mining
59
Gambar 3.39 Billboard PT. Haltim Mining
Gambar 3.40 Radio pada Office
60
IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan
1. Pertambangan merupakan industri yang memiliki resiko kerja yang tinggi begitupun dengan PT. Haltim Mining merupakan perusahaan tambang dengan bahan galian nikel dengan sistem tambang terbuka mempunyai tahapan-tahapan dalam aktivitas penambangannya dari Land Clearing yang kegiatannya dapat ditekan kecelakaan kerjanya dikarenakan keahlian dan cara kerja yang aman oleh operator alat yang bekerja. Striping merupakan kegiatan yang meliputi Top soil dan Overburden dimana sama dengan land
clearing bahwa dapat ditekan kecelakaan kerjanya hanya pada kedua tahapan masih belum optimal pengawasan yang dilakukan oleh devisi K3. Kegiatan selanjutnya yaitu mining yang meliputi selective mining dan ore getting. Pada kegiatan ini berdasarkan hasil wawancara pernah terjadi kecelakaan kerja yang dialami salah seorang pekerja yang tertimpa runtuhan material, hal ini disebabkan karena misses komunikasi antar pengawas/Grade Control pada area tambang diatas dengan korban pada area tambang dibawahnya. Maka perlu adanya pengawasan yang baik dari devisi K3 perusahaan agar kejadian-kejadian tersebut dapat ditekan. 2. Sistem K3 pada PT. Haltim Mining bisa dikatakan belum optimal dengan ditemukannya beberapa kejadian-kejadian kecelakaan kerja yaitu kurang disiplinnya operator alat terhadap rambu-rambu, misses komunikasi antar pengawas lapangan, pekerja yang tidak lengkap memakai APD, kerja dengan tergesa-gesa dan rasa bosan oleh para pekerja sehingga masih banyaknya pekerja yang tidak mau mengikuti kegiatan safety talk sebelum memulai aktivitas kerja mereka masing-masing. Menjadi prioritas utama keselamatan dan kesehatan kerja telah dilakukan semua perusahaan begitu pula dengan PT. Haltim Mining namun kesadaran pekerja sendiri yang masih kurang perlu adanya ketegasan dan pemahaman lebih kepada semua pekerja yang ada. 3. Faktor mempengaruhi K3 khususnya kecelakaan kerja terjadi akibat tingkah laku para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga salah satu
61
faktor yang mempengaruhi yaitu faktor manusia, dimana faktor ini meliputi kurang pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pekerjaannya maupun dalam bidang keselamatan kerja, dan kurang kesadaran akan keselamatan kerja serta tidak memahami dan mentaati prosedur kerja secara aman.
4.2 Saran
1. Bagi perusahaan, kinerja para pekerja harus lebih diperhatikan tetapi tidak harus menuntut pekerja untuk tergesa-gesa melakukan aktivitas. 2. Bagi Devisi K3 Perusahaan, tingkatkan pengawasan pada tiap kegiatan penambangan yang dilakukan supaya dapat bisa menekan penyebab terjadinya kecelakaan, serta dapat memberikan informasi yang baik terkait penerapan K3. 3. Perlunya pelatihan “revolusi mental” khususnya devisi K3 agar benar-benar bertanggung jawab dalam melakukan tugas pekerjaan supaya pekerja mau mengikuti rutinitas safety talk sebelum melakukan rutinitas kerja pada unitunit kerja mereka masing-masing.
62
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Pengertian dan Peralatan K3. https://www. pengertian dan peralatan k3.com. (20 Agustus 2017)
Anonim. 2013. Kajian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Tambang Bawah Tanah PT. Freeport Indonesia. http://www.scribd.com (20 Agustus 2017) Dahlaway Ahmad Dharief.2008.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Area Pengolahan PT. Antam Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995. Kondarus Danggur.2006. Keselamatan Kesehatan Kerja “Membangun SDM Pekerja Yang Sehat, Produktif, dan Kompetitif’.
Kurniawidjaja Meily L. 2012. Teori Dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Indoensia Ramli Soehatman.2010. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta:Dian Rakyat.
Suma’mur. 1996. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. PT. Gunung Agung.
Yovita.Selvy.2009.Kesehatan
dan
Keselamatan
Kerja
(K3)
Pada
Pertambangan Batubara Di PT. Marunda Grahamineral, Job Site Laung Tuhup Kalimantan Tengah . Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
63
LAMPIRAN
64
LAMPIRAN 1
65
66
67