BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.1,2,3 Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian/ tahun.4 Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus/tahun. 3,5,6 Secara garis besar, gejala yang timbul pada demam tifoid adalah demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran., lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Obat kloramfenikol masih merupakan baku emas dalam pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian. Pemberian diteruskan selama 14 hari atau sampai 5-7 hari bebas demam.3 Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi. Di Negara maju angka kematian adalah <1%, sedangkan di Negara berkembang bisa >10%. 3 Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai pasien dengan demam tifoid yang di rawat di ruangan Murai bawah RS Anutapura Palu.
1
BAB II KASUS IDENTITAS 1. Identitas penderita Nama penderita
: An. R.A
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir / Umur
: 28 November 2013 / 3 tahun 9 bulan
2. Identitas orang tua/wali IBU
:
Nama
: Ny.N
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jl. Kramat Jati Lrg.III
3. Tanggal/jam masuk
: 8 Sepember 2017 / 12.43 WITA
ANAMNESIS (Diberikan oleh ibunya) Keluhan Utama
: Demam
Riwayat penyakit sekarang: Seorang anak laki-laki MRS yang di antar oleh Ibunya dengan keluhan demam yang di alami sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan setiap hari, naik turun, dan terutama dirasakan pada malam hari, kemudian turun pada pagi dan siang hari. Sebelumnya pasien sudah diberi obat penurun panas tetapi panasnya turun kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluh muntah sebanyak 2 kali sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berisi makanan yang dimakan dan selian itu pasien juga mengeluh batuk berlendir, sejak 2 hari dan bersing2 hidung terasa gatal, mulai beringus. BAB tidak lancar, terakhir kali BAB 2 hari sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 kali, konsistensi biasa, volume sedikit. Nyeri perut dirasakan di sekitar ulu hati, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, cairan dari telinga tidak ada. BAK lancar. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
2
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dengan pasien tidak ada. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan: Sumber air adalah air PDAM. Air minum dari air galon. Sampah dibuang di tempat sampah. Kemampuan dan Kepandaian anak: Pasien membalikkan badan saat usia 6 bulan, mulai merangkak usia 8 bulan, mulai belajar berjalan usia 1 tahun lebih, belajar berbicara usia 1 tahun 3 bulan. Tidak ada keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Anamnesis Makanan: ASI eksklusif diberikan sampai usia 7 bulan. Susu formula sekitar usia 10 bulan – 2 tahun, usia 6 bulan – 9 bulan mulai diberikan bubur sun, usia 9 bulan – 11 bulan diberi bubur saring, usia 11 bulan – 1 tahun diberi bubur, makanan keluarga seprti ikan sayur dan telur diberikan saat usia 1 tahun. Pasien sering makan jajanan di luar dengan teman bermainnya. Nafsu makan menurun selama sakit. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat Antenatal
: Kunjungan ANC rutin setiap bulan
Riwayat Natal : Persalinan secara
: Spontan
Berat badan lahir
: 2900 gr
Panjang badan lahir
: di lupa oleh ibu.
Penolong
: Bidan
Tempat
: Rumah
Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap Riwayat Alergi : Tidak ada
3
PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum Kesadaran
: Tampak sakit sedang : Compos mentis
2. Pengukuran Tanda vital : Nadi Suhu
: 100 kali/menit, reguler, kuat angkat : 38,7° C axila
Respirasi : 28 kali/menit Berat badan
: 11 kg
Tinggi badan
: 90 cm
Status gizi
: Gizi baik
3. Kulit :
Warna
: kecoklatan
Pigmentasi
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Kepala: Bentuk Rambut
: Normocephal : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopesia (-)
Mata : Palpebra
: edema (-/-)
Konjungtiva
: pucat (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
Pupil
: Bulat, isokor
Telinga : Sekret
: tidak ada
Serumen
: minimal
Nyeri
: tidak ada
Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada Rinorhea
: ada
Sekret
: tidak ada
Mulut : Bibir Gusi
: mukosa bibir kering, tidak hiperemis : tidak berdarah
Lidah : kotor pada bagian tengah lidah agak ke pangkal lidah, tepi kemerahan
4
4. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada Faring
: tidak hiperemis
Tonsil
: T1/T1 tidak hiperemis
5. Toraks : a. Dinding dada/paru : Inspeksi : Bentuk Retraksi
: ekspansi dinding dada simetris : tidak ada
Palpasi
: Vokal fremitus: simetris kiri - kanan
Perkusi
: Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : bronkovesikuler +/+ Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) b. Jantung : Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi
: tidank ada pembesaran jantung
Auskultasi : Bj 1 dan 2 murni regular 6. Abdomen : Inspeksi
: Datar kesan normal.
Auskultasi : Pristaltik (+) kesan normal Perkusi
: Bunyi
: timpani
Palpasi
: Nyeri tekan
: (+) pada regio epigastrik
Hati
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada, rumple leede test (-) 8. Genitalia
: tidak ada kelainan
9. Otot-otot
: Atrofi (-)
5
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 8 SEPTEMBER 2017 Hasil
Rujukan
Satuan
HgB
10,6
12,0-14,0
g/dl
Rbc
4,13
4,10-5,50
ribu/ul
Wbc
16,9
5.0-15,0
Juta/ul
HCT
31,0
36.0-44.0
%
PLT
542
200-400
Ribu/ul
Mcv
75
73-89
uM
Mch
25,7
24,0-30,0
pg
Mchc
34,2
32,0-36,0
g/dl
HEMATOLOGI
RESUME Seorang anak laki-laki MRS yang di antar oleh Ibunya dengan keluhan demam sejak 8 hari. Demam naik turun, dan terutama dirasakan pada malam hari, kemudian turun pada pagi dan siang hari. Sebelumnya pasien sudah diberi obat penurun panas tetapi panasnya turun kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluh muntah sebanyak 2 kali sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menyembur, berisi makanan yang dimakan dan selian itu pasien juga mengeluh batuk berlendir sejak 2 hari dan bersing2 hidung terasa gatal, mulai beringus. BAB tidak lancar, terakhir kali BAB 2 hari sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 kali konsistensi biasa, Nyeri perut dirasakan di sekitar ulu hati, BAK lancer, Nafsu malan menurun saat sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 114x/menit, reguler, kuat angkat, respirasi 28x/menit, suhu 38,7oC. Pada
6
pemeriksaan fisik didapatkan mukosa bibir kering, lidah kotor, tepi lidah kemerahan. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pemeriksaan laboratorium leukosit mengalami peningkatan yaitu 16,9 ribu/ul. DIAGNOSA Suspek Demam Dengue tanpa Perdarahan DIAGNOSA BANDING Demam Tifoid ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes Widal 2. Kultur darah 3. Apusan darah tepi TERAPI IVFD RL 15 tetes permenit Inj. Santagesik 120mg/6jam/iv Inj. Dexametasone 2,5mg/8jam/iv FOLLOW UP Tanggal 9/september/2017 S : Demam (+), Muntah (+) 1 kali, Batuk (+) berlendir, BAB (+), BAK (+) O: Tanda vital : Keadaan umum
: Sakit sedang
Tingkat kesadaran
: compos mentis
Nadi
: 114 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu
: 38° C axila
Respirasi
: 27 kali/menit
Kepala – leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), Abdomen
: Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal
A: obs.fibris susp.demam tifoid + ispa P:
IVFD RL 12 tetes per menit, malam ganti KDN 1
7
Inj. Santagesik 120mg/6jam/iv Inj. Dexametasone 2,5mg/8jam/iv Puyer batuk 3dd1 pulv : Ambroxol 12mg Salbutamol 0,5mg Cetirizine 2,5mg Elkana cl syr 1dd1 Laboratorium : Darah Rutin dan Tes Widal Tanggal 10/September/2017 : S : Demam (+), Muntah (-), Batuk (+) berlendir, BAB (+), BAK (+). O: Tanda vital : Keadaan umum
: Sakit sedang
Tingkat kesadaran
: compos mentis
Nadi
: 111 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu
: 37,8° C axila
Respirasi
: 29 kali/menit
Kepala – leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-) Abdomen
: Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 9 SEPTEMBER 2017 SEROLOGI Salmonella typhi O
1/320
≤ 40
Salmonella typhi H
1/160
≤ 40
Salmonella paratyphi HA
Negatif
≤ 40
Salmonella paratyphi HB
1/80
≤ 40
A: Demam tifoid + ispa P:
IVFD KDN 1 12 tetes permenit Inj. Santagesik 120mg/6jam/iv Inj. Dexametasone 2,5mg/8jam/iv
8
Inj. Cefotaxime 300mg/8jam Puyer batuk 3dd1 pulv : Ambroxol 12mg Salbutamol 0,5mg Cetirizine 2,5mg Elkana cl syr 1dd1 Tanggal 11/September/2017 : S : Demam (-), Muntah (-), Batuk (+) kadang-kadang, beringus (+), Makan (+) tapi tidak terlalu, BAB (+), BAK (+) O: Tanda vital : Keadaan umum
: Sakit sedang
Tingkat kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 104 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu
: 36,8° C axila
Respirasi
: 27 kali/menit
Kepala – leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-) Abdomen
: Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal
A: Demam tifoid P : IVFD KDN1 12 tetes per menit Inj. Santagesik 120mg/6jam/iv Inj. Dexametasone 2,5mg/8jam/iv Inj. Cefotaxime 300mg/8jam/iv Puyer batuk 3dd1 pulv : Ambroxol 12mg Salbutamol 0,5mg Cetirizine 2,5mg Elkana cl syr 1dd1 Tanggal 12/september/2017 : S : Demam (-), Muntah (-), Batuk (+) kadang-kadang, beringus (=), Makan(+) tapi tidak terlalu, BAB (+), BAK (+) O: Tanda vital : Keadaan umum Tingkat kesadaran
: Sakit sedang : Compos mentis 9
Nadi
: 102 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu
: 36,6° C axila
Respirasi
: 29 kali/menit
Kepala – leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), lidah tremor (-) Abdomen
: Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal
A: Demam tifoid P : IVFD KDN1 12 tetes per menit Inj. Santagesik 120mg/6jam/iv Inj. Dexametasone 2,5mg/8jam/iv (stop) Inj. Cefotaxime 300mg/8jam/iv Puyer batuk 3dd1 pulv : Ambroxol 12mg Salbutamol 0,5mg Cetirizine 2,5mg Elkana cl syr 1dd1 Tanggal 13/september/2017 : S : Demam (-), Muntah (-), Batuk (-), beringus (=), Makan(+) tapi tidak terlalu, BAB (-), BAK (+) O: Tanda vital : Keadaan umum
: Sakit sedang
Tingkat kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 106 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu
: 36,3° C axila
Respirasi
: 29 kali/menit
Kepala – leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-) Abdomen
: Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal
A: Demam tifoid + Ispa P:
IVFD KDN1 12 tetes permenit. Inj. Santagesik 120mg/6jam/iv Inj. Cefotaxime 300mg/8jam/iv Puyer batuk 3dd1 pulv : Ambroxol 12mg 10
Salbutamol 0,5mg Cetirizine 2,5mg Elkana cl syr 1dd1
Observasi jika tidak panas dan tidak ada keluhan lain boleh pulang.
11
DISKUSI Demam tifoid adalah suatu sindrom klinik terutama disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari Salmonellosis. Jenis lain dari demam enteric adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella schottmuelleri (semula Salmonella paratyphi B), dan Salmonella hirschfeldii (semula Salmonella paratyphi C). Demam tifoid memberikan gejala yang lebih berat dibandingkan dengan lainnya 2, 4 Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini, kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak di fagosit akan berkembang biak dan kuman kembali masuk ke darah dan menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen somatic (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala- gejala dari demam tifoid.1 Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada usia sekolah dan adolesen, awalan penyakit adalah samar. Mula-mula gejalanya ialah demam, lesu, anoreksia, mialgia, sakit kepala, dan sakit perut berlangsung 2-3 hari. Mula-mula bisa terjadi diare, dapat pula terjadi konstipasi. Mual muntah pada minggu ke-3 menandakan adanya komplikasi. Mungkin dijumpai gejala mimisan dan batuk, dan letargi berat. Suhu badan naik secara remiten dan makin meningkat dalam 1 minggu, kemudian menetap pada suhu 400C, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
12
hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur - angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. Pada minggu ke-2 suhu bertahan tinggi, dan gejala yang ada tampak makin berat. Anak tampak sakit akut dengan disorientasi, letargi, delirium dan stupor. 6 Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami panas sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit, panas meningkat terutama dirasakan pada malam hari. Pasien juga mengalami gangguan gastrointestinal berupa muntah dan tidak BAB. Setelah hari ke-14, demam pasien sudah turun dan diizinkan pulang dan menjalani rawat jalan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penurunan panas berangsur-angsur turun pada akhir minggu kedua dan awal minggu ketiga. Dari anamnesis juga didapatkan pasien suka mengkonsumsi jajanan. Hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya demam tifoid pada anak ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu tubuh meningkat, lidah berselaput putih, bercak merah (rose spot) di dinding dada dan perut, dapat juga ditemukan di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas. Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering di belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi tampak kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papilla lebih prominen. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), nyeri tekan abdomen, banyak juga dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.1,3 Dari pemeriksaan fisik didapatkan status kesadaran pasien compos mentis, bibir kering. Lidah kotor ada, lidah tremor tidak ada, tetapi tepi lidah kemerahan. Tanda-tanda demam tifoid lainnya tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik. namun masih perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis. Diagnosis pasti demam tifoid dipastikan bila biakan darah positif. Biakan darah dalam minggu pertama memperlihatkan Salmonella positif pada 40-60% kasus, sedangkan biakan urin dan tinja adalah positif setelah minggu pertama, dan biakan tinja kadang-kadang sudah positif pada masa inkubasi. Biakan sumsum
13
tulang adalah paling sensitif yaitu positif pada 85-90% dan kurang dipengaruhi oleh pemberian antibiotika sebelumnya. Karena biakan memerlukan waktu beberapa hari, maka diperlukan pemeriksaan yang lebih cepat, yaitu pemeriksaan antibodi monoklonal. Pemeriksaan reaksi rantai polymerase, dalam beberapa jam dapat diperoleh hasil. Pemeriksaan serologi terhadap antigen O, H, dan Vi dari Salmonella dengan uji widal tidak banyak membantu dalam menetapkan diagnosis, karena hasilnya banyak yang semu. Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai yang sedang dengan peningkatan laju endap darah, gambaran eritrosit normokrom normosit, yang diduga merupakan efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Hitung leukosit dapat normal ataupun leukositosis. Kemungkinan ditemukannya biakan positif pada sumsum tulang adalah 84%, darah 44%, feses 65%, cairan duodenum 42%. Hasil pemeriksaan biakan positif dari sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau urin digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum ada karier. Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini terdapat adanya leukositosis dan pada pemeriksaan widal didapatkan peningkatan titer Salmonella typhi O 1/320, Salmonella typhi H 1/160, Salmonella typhi HB 1/80, adanya peningkatan titer ini dapat mengarahkan diagnosis demam tifoid. Pasien tidak mengalami anemia, yang menandakan efek toksik supresi sumsum tulang belum terjadi. Penatalaksanaan demam tifoid terbagi atas 3, yaitu perawatan, diet dan obatobatan. Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas. Tirah baring (istirahat mutlak) dilakukan di tempat tidur dan letak baring harus sering diubah. Lamanya tirah baring berlangsung sampai 5 hari bebas demam, dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap .7 Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi. Diet pada demam tifoid perlu juga mendapat perhatian khusus. Tidak seperti diet tifoid dahulu yang diawali dengan diet bubur saring, beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan
14
penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan aman. Pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan, seperti dapat menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah sakit lebih diperpendek, dapat menekan penurunan albumin dalam serum dan dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan.1 Hingga kini kloramfenikol masih merupakan baku emas (gold standard) dalam pengobatan demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/hari selama 10-14 hari. Pada neonatus, dosis tidak melebihi 25 mg/kg/hari, selama 10 hari. Kekurangan kloramfenikol antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, reaksi toksik, grey baby syndrome, kolaps dan tidak cocok untuk pengobatan karier. Toksisitas kloramfenikol fatal dapat terjadi pada bayi baru lahir, khususnya bayi prematur, jika terpajan obat ini secara berlebihan. Penyakit yang muncul, yakni grey baby syndrome muncul dengan manifestasi muntah, kesulitan menelan, pernapasan tidak teratur dan cepat, distensi abdomen, sianosis, dan bayi mengalami sakit parah pada akhir hari pertama dan pada 24 jam berikutnya menjadi lemah, warna berubah kelabu, dan mengalami hipotermia, sehingga bayi berusia 2 minggu atau lebih muda sebaiknya menerima dosis yang lebih rendah. Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologi pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan. Dosis oral yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/hari, selama 10-14 hari. Pilihan lain adalah ampisilin, amoksisilin (100 mg/kg/hari secara oral dalam 3 sampai 4 dosis), dan kotrimoxazole (10 mg trimethoprim dan 50 mg sulfamethoxazole, secara oral dalam 2 dosis). Pada anak dengan gangguan yang mendasari termasuk malnutrisi berat, perluasan terapi antibiotik selama 21 hari dapat mengurangi angka komplikasi. Disamping terapi antibiotik, pemberian cepat dexamethasone, dengan menggunakan 3 mg/kg untuk dosis awal, disertai dengan 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam, memperbaiki angka ketahanan hidup penderita dengan syok, menjadi lemah, stupor atau koma. Bila perdarahan usus berat, transfusi darah diperlukan. Transfusi trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat sehingga menyebabkan perdarahan saluran cerna pada
15
pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan transfusi bedah.
1,
4, 8
Pada pasien ini dapat diberikan cefotaxime dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari untuk mengobati demam tifoid dengan efek samping minimal bila dibandingkan dengan kloramfenikol ataupun tiamfenikol. Menurut literatur pemberian cefotaxime menghasilkan demam turun lebih cepat sehingga lama terapi lebih singkat dan efek samping lebih ringan. Antipiretik dapat pula diberikan untuk menangani demam yang terjadi pada pasien ini. Sedangkan penatalaksanaan non medikamentosa yang dapat diberikan adalah diet makanan seperti biasa, disertai istirahat sampai 5-7 hari bebas panas, tanpa harus tirah baring sempurna. Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian : a. Komplikasi pada usus halus : perdarahan, perforasi, peritonitis. b. Komplikasi diluar usus halus : bronkitis, bronkopnemonia, ensefalopati, kolesistitis, meningitis, miokarditis, dan karier kronik. 1 Pada kasus ini tidak ada penyulit ataupun komplikasi yang terjadi. Prognosis pasien dengan tifoid tergantung pada terapi segera, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, dan munculnya komplikasi. Di Negara maju, dengan antimikroba yang tepat, angka mortalitas dibawah 1%.
4, 9
Pada kasus ini
prognosisnya tergolong baik terutama berkaitan dengan komplikasi yang tidak muncul sama sekali. Keadaan kesehatan pasien sebelumnya juga baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rampengan, TH, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak ed. 2. Jakarta: EGC, 2007.
2.
Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto, 2011.
3.
Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta: Sagung Seto, 2011.
4.
Ashkenazi, S, Cleary, TG, Infeksi Salmonella, in: Nelson (Ed), Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume II. Jakarta: EGC, 2000 : 965-73.
5.
Pusponegoro, H. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2005.
6.
Soedarmo, S.S.P. Garna, H. Hadinegoro, S.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis edisi 1. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2002.
7.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS, SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar. Hal. 56.
8.
Chambers, HF, Inhibitor Sintesis Protein dan Berbagai Senyawa Antibakteri, in: Hardman, JG, Limbird, LE (Eds). Goodman & Gilman Dasar Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10 Volume 2. Jakarta: EGC, 2008.
9.
Adisasmito AW. Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Anak di RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3, Desember 2006:174180.
17